SlideShare a Scribd company logo
1 of 100
Download to read offline
Tabir, Pengkhianat, dan Rekonstruksi
Oleh Yusdeka
Dikompilasi oleh FIW
2
Kata Pengantar
Tulisan berikut ini merupakan buah karya dari Ustadz Yusdeka, penulis produktif dari milis
“Dzikrullah” (https://groups.yahoo.com/group/dzikrullah) dan blog “Sikap Murid Dalam
Berketuhanan Sedang Belajar Mendekat Kepada Dzat Yang Maha Dekat”
(yusdeka.wordpress.com). Untuk keperluan pribadi, kami mengkompilasi tulisan-tulisan
tersebut, baik berdasarkan abjad huruf pertama dari judul tulisan, maupun berdasarkan
topik tertentu. Berikut ini adalah kumpulan tulisan dengan topik berjudul “Tabir,
Pengkhianat, dan Rekonstruksi”.
Dalam pengkompilasian ini, kami berusaha untuk tidak menambah dengan kata-kata kami
sendiri. Yang kami lakukan adalah penyuntingan tampilan. Tujuan pengkompilasian ini tak
lain adalah agar memudahkan kami untuk membaca dan memahami tulisan-tulisan tersebut.
Hal ini disebabkan karena kebodohan kami untuk dapat memahami tulisan yang Ustadz
Yusdeka tulis. Untuk itu kami merasa perlu untuk menstrukturkan dan
mensistematisasikannya. Selain itu, kami menambahkan dengan uraian kesimpulan atas apa
yang menjadi materi pembahasan Ustadz Yusdeka.
Tulisan dari Ustadz Yusdeka demikian canggihnya, tidak heran jika disadari apa yang Ustadz
Yusdeka tulis pada hakekatnya adalah tulisan yang langsung digerakkan oleh Allah SWT
sendiri, sehingga kami terkadang menggap-menggap dalam membaca. Bahkan setelah
selesai membaca, kami terkadang bertanya-tanya, apa yang telah kami baca tadi, mengingat
kebodohan kami dalam hal yang ditulis tersebut.
Setelah pengkompilasian ini tercapai kami berpendapat alangkah sayangnya jika tulisan dari
Ustadz Yusdeka yang sudah dikompilasi tersebut hanya untuk kami konsumsi sendiri. Untuk
itu, dalam format PDF, kami menaruhnya di internet. Semoga dengan demikian semakin
banyak pihak yang dapat turut menikmati, dan harapan kami, dapat menemani Ustadz
Yusdeka untuk camping di pinggir surga.
(FIW)
3
Daftar Isi
Artikel 1 : Iqraa ..., Membaca Tabir Menguak Takdir .............................................................. 5
Artikel 2 : Pengkhianat Tuhan .............................................................................................. 16
A. Pendahuluan .................................................................................................................. 16
B. Tugas Kita Apa ?............................................................................................................. 16
C. Allah Pamer.................................................................................................................... 18
D. Sang Pengkhianat Tuhan................................................................................................ 20
E. Ketidakpatuhan Kolektif................................................................................................. 23
F. Kemungkinan Penyebabnya........................................................................................... 24
G. Sejarah Hitam................................................................................................................. 30
H. Kebingungan Spiritual .................................................................................................... 32
I. Makna Spiritualitas ........................................................................................................ 37
J. Kerancuan Sistematika Berfikir Yang Sangat Luar Biasa Juga Telah Terjadi
Dalam Memahami Sunnah (Al Qur’an dan Al Hadits).................................................... 40
1. Kerancuan 1 Dalam memahami Al Qur’an..............................................................40
2. Kerancuan 2 Dalam memahami Al Qur’an..............................................................42
K. Ya, Pengembalian ! ........................................................................................................ 44
L. Menjadikan Agama Sebagai Kuda Tunggangan ............................................................. 50
Artikel 3 : Rekonstruksi Pemahaman As Sunnah................................................................... 53
A. Pendahuluan .................................................................................................................. 53
B. Ketaklukan Muhammad SAW ........................................................................................ 54
C. Al Hadits Sudah Habis, Sedangkan As Sunnah adalah Abadi......................................... 56
D. Mengupas Kulit Bawang Sejarah.................................................................................... 58
E. Titik Awal Pertikaian Hitam............................................................................................ 59
F. Munculnya Golongan-Golongan .................................................................................... 63
G. Masa Pemangkasan As Sunnah...................................................................................... 69
H. Kadaluarsanya TEKSTUAL Al Hadits ............................................................................... 71
I. Al Qur’an, Al Hadits dan Kitab Ulangan ......................................................................... 72
J. Lalu Bagaimana ? ........................................................................................................... 73
K. Sikap Berketuhanan ....................................................................................................... 73
Artikel 4 : Rekonstruksi Berfikir............................................................................................ 77
A. Al Qur'an adalah Teropong Kauniah.............................................................................. 80
B. Teropong........................................................................................................................ 82
C. Objek Teropongan.......................................................................................................... 84
D. Kesadaran Berketuhanan............................................................................................... 85
E. Proses Mengamati ......................................................................................................... 86
F. Naluri Mengamati .......................................................................................................... 87
G. Alam Pengamatan.......................................................................................................... 88
H. Hasil Pengamatan........................................................................................................... 90
1. Kelompok Pertama : Orang Yang Berhenti di BENDA .............................................91
2. Kelompok Kedua : orang yang di samping : ............................................................92
3. Kelompok Ketiga : Orang Yang Tidak Melakukan Pengamatan Apa-
Apapun Di Dalam Hidupnya ....................................................................................93
4
I. Ulul Albab, Karakter Si Ahli Ekstasis............................................................................... 97
5
Artikel 1 :
Iqraa ..., Membaca Tabir Menguak Takdir1
Pelajaran membaca tabir tertua yang pernah dilakukan oleh manusia yang tercatat di dalam
kitab suci Al Qur'an adalah tatkala Qabil kebingungan untuk menguburkan saudaranya Habil
yang telah dibunuhnya karena rasa iri. Qabil iri Qurbannya tidak diterima oleh Allah,
sementara Qurban Habil diterima oleh Allah. Setelah Qabil membunuh saudaranya, dia
bingung melihat mayat saudaranya tergeletak dihadapannya. Mau diapakan mayat itu.
Namun Allah mengirim dua ekor burung gagak yang kemudian berkelahi satu sama lain.
Salah seekor dari burung itupun mati. Burung yang hidup lalu menggali sebuah lobang dan
menguburkan burung lain yang telah mati itu. Qabilpun mengambil pelajaran dari peristiwa
itu dan mengubur saudaranya pula setelah itu. (Lihat Al Maidah, 5 : 30-31).
Marilah dalam kesempatan ini saya ingin mengajak pembaca untuk mengembara sejenak
dalam proses membaca tabir yang sedemikian banyaknya di alam semesta ini. Apa
perbedaan dan persamaan yang kentara antara orang berketuhan yang hakiki dengan orang
yang tidak berketuhanan dalam membaca tabir-tabir itu. Siap-siaplah.
Di suatu pagi yang berkabut tipis, aku duduk di beranda belakang rumahku. Saat itu belum
ada gumpalan-gumpalan pikiran yang mengalir di dalam otakku. Mataku, telingaku, dan
hatiku juga masih bisa merasakan bekas-bekas kenikmatan tentang bagaimana seorang
hamba bertemu dengan Tuhan-nya semalaman dalam sebuah proses tidur yang nyaman.
Suasana itu ditambah lagi dengan masih berbekasnya rasa perjumpaanku dengan Tuhanku
dalam keadaan sadar saat Shalat Subuh tadi yang sungguh membahagiakan.
Sekilas kulihat tetes-tetes air yang diam bergerombol disehelai daun pisang, yang semalam
jatuh disikut angin kencang didepan rumahku. Tetes-tetes air itu diseruput dengan riang
gembira oleh sepasang burung kecil berbulu hijau diselingi warna jingga, merah dan putih
disana-sini. Indah sekali sapuan perpaduan warna ditubuh burung itu. Bulunya seperti diukir
dengan sangat teliti sampai ke helai-helai terkecilnya. Sang burung bernyanyi, berteriak,
berkicau bergantian seperti terkesima melihat datangnya usapan lembut cahaya matahari ke
bibir cakrawala.
Biasa saja sebenarnya apa yang kulihat dipagi hari itu. Seperti juga biasanya tarikan nafasku
selama ini. Tapi tidak dengan pagi itu.
Sepasang burung itu sepertinya ingin bertegur sapa denganku:
"Wahai Deka ..., kami tadi hanya seperti melayang turun dituntun angin mengarah ke tetes
air di daun pisang yang rontok ini. Kami juga tidak tahu apakah perut kami minta diisi
1
http://4part2.blogspot.com/2009/04/iqra-membaca-tabir-menguak-takdir.html
6
dengan air atau tidak. Tiba-tiba saja paruh kami telah diarahkan ketetes-tetes air itu, dan
butir-butir air itupun seperti diisap oleh sebuah daya untuk memasuki tembolok kami melalui
paruh kami yang munggil ini ...".
Sementara aku hanya diam dan diam saja sambil mengamati tingkah dan nyanyian ceria sang
burung. Dalam diam, kucoba mengamati daya yang sedang bekerja itu dengan mataku,
namun daya itu tak tersentuh oleh retina mataku. Kucoba pula mendengarkan daya itu,
siapa tahu bisa kutangkap frekwensinya dengan telingaku. Tapi tak segetarpun daya itu bisa
kutangkap dengan gendang telingaku. Yang kudengar hanyalah desauan suara angin
menyapu lembut lembar-lembar daun pisang yang tumbuh subur dipojok rumahku.
Angin ? Benarkah ada desau suara angin ? Ternyata anginpun tidak bersuara sebenarnya.
Adanya desauan angin baru akan terdengar tatkala angin itu menyentuh sebuah tanda,
tanda angin. Misalnya lembaran daun yang digoyang oleh sang angin. Tandanya itu yang
digetarkan oleh sang angin, sehingga akupun berkata "Ooo, ada angin yang sedang bertiup."
Dan saat aku melihat ada dedaunan kering yang melayang-layang dan berputar-putar di
didekatku, akupun akan berkata "Oo, ada angin puting beliung yang sedang mengajak
dedaunan kering itu menari dan berdansa".
Ya, aku baru tahu ada angin ketika sang angin itu menyentuh tanda-tanda yang menandakan
sang angin ada. Awan, asap, dedaunan, adalah tanda (tabir) bahwa ada angin yang sedang
berkisar-kisar. Saat melihat awan yang sedang bergerak bergulung-gulung dengan cepat,
maka kesadaranku akan berkata "Ooo ..., ada angin yang sedang bertiup kencang di udara".
Gampang sekali kita meyadari adanya angin saat kita melihat tanda-tanda (tabir) angin.
Mudah sekali. Orang tak beragamapun akan bisa menyadari akan adanya sang angin dengan
sama mudahnya dengan orang yang beragama.
"Wahai Deka, akupun hanya sekedar diam saja. Ada daya yang sedang mengisar-ngisarku.
Ada daya yang sedang merembesiku, sehingga akupun seperti punya daya untuk
menggerakkan awan, asap, dan dedaunan itu", sang angin seakan mencoba memahamkan
diriku yang sepertinya mulai kehilangan arah pikirku.
Karena sepengetahuanku, angin itu terjadi hanyalah karena adanya perbedaan tekanan
udara di dua tempat yang berbeda, sehingga udara akan bergerak dari tempat yang
bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Ya ..., angin itu hanyalah peristiwa
alamiah biasa saja setahuku, sehingga akupun tidak paham saat aku membaca ayat di dalam
kitab Al Qur'an tentang bagaimana angin itu dikisar-kisarkan (watashriifirriyah) oleh Allah.
Al Baqarah (2 : 164)
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati-
7
nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh tanda-tanda bagi kaum yang memikirkan."
Al Jaatsiyah (45 : 5)
" . . . dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu
dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin
terdapat pula tanda-tanda bagi kaum yang berakal."
Puluhan kali sudah kubaca ayat-ayat di atas. Tapi saat membaca ayat itu, tidak terlintas
sedikitpun di dalam otakku tentang apa guna dari angin yang dikisar-kisarkan itu. Aku tidak
pernah memikirkan akan adanya daya yang sedang bekerja diperkisaran angin itu. Itu
sungguh tidak pernah kupikirkan. Akalku hilang, pikiranku buntu ketika aku membaca tanda-
tanda diperkisaran angin itu, sehingga tidak ada sesuatupun yang bisa kuhasilkan dari proses
membaca tulisan arab dari ayat-ayat Al Qur'an di atas dengan sangat lancar dan tartil. Tidak
ada hasilnya, kecuali hanya rasa senang bahwa aku sudah membaca Al Qur'an dan aku akan
diberi pahala oleh Allah. Hanya itu !
Hal ini sangat berbeda dengan apa yang dilakukan orang-orang yang mencoba memikirkan
tentang perkisaran angin itu. Di perusahaan BOEING dan AIR BUS, sekumpulan orang
berhasil menemukan rahasia tentang perkisaran angin itu. Mereka mengerti dengan utuh
tentang bagaimana perilaku kisaran angin itu yang melewati lempengan logam yang
bentuknya seperti sayap burung, sehingga dari proses berfikir mereka tentang kisaran angin
itu lahirlah pesawat-pesawat terbang dengan berbagai bentuk, ukuran, dan penggunaannya.
Sungguh mereka adalah orang-orang yang berfikir dan orang-orang yang berakal seperti
yang diminta oleh ayat-ayat di atas, sehingga merekapun bisa melihat bahwa tidak
sedikitpun ada kesia-siaan dalam setiap perkisaran angin itu.
Mereka telah menjalankan ayat itu dengan sangat baik dan telaten, sementara aku dari dulu-
dulu masih saja menjadi seorang penyair yang melantunkan ayat-ayat itu dengan irama yang
sangat mendayu-dayu,
• ". . . watashriifirriyah, . . . watashriifirriyah, watashriifirriyah . . ."
• "Oh ... angin, betapa engkau berkisar-kisar di langit biru ...".
• "Perkisaran angin itu Allooh yang mengerakkan"
• "Dengan angin yang berkisar itu Allooh membantu penyerbukan tumbuhan".
• "Dari Allooh semuanya ..."
Fasih sekali aku mengungkapkannya.
Akan tetapi saat ditanya: "Ada apa dengan perkisaran angin itu ?", maka pikiranku langsung
jadi buntu, akalku langsung jadi beku, sehingga aku hanya bisa berkata: “Nggak tahu tuh !!!".
Persis seperti tidak tahunya seorang Aborigin, atau seorang Badui, atau seorang terasing di
8
pedalaman Irian. Ternyata selama ini aku sungguh sudah sangat keterlaluan. Aku rutin
membaca huruf-huruf Al Qur'an, tapi tanpa aku mampu memikirkan dan menjalankan akalku
tentang apa-apa yang kubaca itu. Berpikir tentang anginpun aku tidak, sebagaimana juga
dengan ayat yang memerintahkanku memikirkan hal-hal yang lainnya ?? Aku hanya seperti
orang yang sedang ngelindur dalam tidur. Padahal aku tahu persis bahwa :
Ash Shaff (61 : 3)
"Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu
kerjakan (alami)".
Dalam pengaruh rasa bersalah itu, sang burung pun seperti berkata kembali kepadaku:
• "Wahai Deka, aku hanyalah tanda tentang adanya daya yang sedang menuntunku untuk
turun kedaun pisang layu itu, untuk kemudian daya itu mengarahkan paruhku ketetes-
tetes air yang sepertinya sudah ditahan pula agar bisa masuk ketembolokku. Daya itupun
sepertinya meneruskan butir-butir air itu masuk kedalam setiap sel tubuhku, sehingga
tubuhkupun menjadi sesegar embun pagi".
o "O ..., kalau begitu kau hanya diam saja wahai sang burung kecil ?".
• "Exactly deka ..., aku hanya diam. Daya itulah yang sibuk menggiringku ke sana kemari.
Daya itu melecutkan kepak sayapku. Daya itu mengisarkan angin agar aku bisa
membubung naik keangkasa raya. Daya itu juga menahan anak-anakku agar dia tidak
keluar dari sarangku. Daya itu Maha Sibuk mengaturku, dan anak-anakku. Aku hanya
seonggok tanah yang dialiri daya ...".
Tiba-tiba seekor kucing tetangga berwarna putih meloncat kedekat sang burung yang sedang
hinggap dibangkai daun pisang itu. Sang burungpun terkaget-kaget dan mencelat ke udara
laksana sehelai kapas yang tertiup badai. Kucing itupun ternyata sedang didorong pula oleh
daya yang sama dengan daya yang berkerja pada tubuh burung tadi.
Namun bagiku itu sudah cukup. Aku mulai tersenyum memandang sesuatu yang tak terlihat
oleh mata. Sesuatu yang tak terasa oleh kulit. Sesuatu yang tak terdengar oleh telinga.
Sesuatu yang tak terdefinisikan dengan kata-kata dan kalimat-kalimat. Sesuatu itu menjadi
sangat nyata karena ada tanda-tanda yang teruntai sedemikian banyaknya yang menandai
akan adanya Sesuatu Yang Sangat Hebat. Tanda itu membuat Sesuatu itu nyata. Tanda tadi
adalah tabir-Nya. Buat sejenak muncul kepahaman di dalam dadaku bahwa segala sesuatu
dialam semesta ini pastilah diatur oleh Satu Daya Tunggal Yang Maha Dahsyat. Karena
cakupannya adalah segala sesuatu, tak terkecuali apapun juga, maka Daya itu pastilah
meliputi segala sesuatu. Rasa-rasanya semua orang juga tahu tentang teori ini. Apalagi ahli
fisika tradisional maupun yang super modern, termasuk ahli astronomi terkini, mereka juga
tahu sekali akan adanya daya tunggal itu. Daya yang memegang alam semesta ini agar
9
masing-masing benda langit bisa duduk diam di jalur edarnya yang sepertinya telah
ditentukan dengan sangat seksama dan akurat sekali. Daya itu bersifat sangat memaksa.
Tidak ada sesuatupun yang bisa keluar dari genggaman daya itu walau sekejap mata
sekalipun.
Selama puluhan tahun, para ahli fisika dan astronomi mencoba untuk mengetahui daya
tunggal macam apakah gerangan yang memegang alam semesta ini. Mereka ingin
melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri.. Mereka ingin melihat bukti tentang daya
itu melalui berbagai alat yang mereka ciptakan. Namun mereka tetaplah berada dalam
keraguan yang sangat panjang. Karena yang mereka temukan itu masih saja tanda-tanda
akan adanya daya tunggal itu. Mereka juga masih memecah belah daya itu menjadi
beberapa daya yang mereka sebut sebagai daya kuat, daya lemah, daya elektromagnetik,
dan daya grafitasi. Bahkan ada yang mencoba menggabungkan keempat daya itu dalam
teori daya superstring, dan entah apalagi nantinya. Akan tetapi, pembagian itu mereka
lakukan tetap saja hanya semata-mata karena melihat pengaruh daya itu pada tanda (tabir)
yang terlihat oleh mata atau logika mereka. Padahal dilihat dari tabir manapun juga pasti
akan ketemu tentang ada daya itu sebenarnya. Sedangkan tentang Dzat yang di balik tabir
itu, Sang Punya Daya, mereka tetap saja bingung untuk memahaminya, karena mereka
ngotot untuk ingin membuktikan Dzat itu dengan mata-kepala dan logika ilmiah yang
mereka punyai.
Akhirnya dalam kebingungan itu, mereka hanya bisa berkata:
"Ada Dark Energy dan Dark Materi yang menjadi The Biggest Mistery yang menyelimuti The
Universe. Alam semesta ini dimulai dari kegelapan materi dan energi.
Kemudian Ada BIG-BANG. Dari kegelapan itu ada Materi yang berpendar dengan kekuatan
yang amat dahsyat, dan ada pula Daya yang sangat amat dahsyatnya yang mengembangkan
materi itu dengan kecepatan yang juga sangat dahsyat sekali, sehingga terbentuklah awal
kehidupan. The Universe. Dan pada akhirnya semua akan kembali membeku dan menjadi
Dark Energy dan Dark Materi yang prosesnya sangat lama-lama-lama sekali". Ini khan Hadist
Qudsi dalam ungkapan bahasa orang yang tidak beriman kepada Allah saja sebenarnya.
Mereka juga sibuk mencari tanda tentang adanya Daya Sang Hidup yang menyelimuti segala
sesuatu. Mereka bisa temukan tanda Daya Sang Hidup itu dimateri yang terkecil yang
mereka namakan sebagai pembentuk dasar materi. Misalnya Daya Hidup itu terbaca ditabir
netron, proton, dan pada nama-nama tabir aneh lainnya seperti : muon, tauon, muon
neutrino, tauon neutrino, up quark, charm quark, top quark, down quark, strange quark,
bottom quark, antielectron, electron antineutrino, muon antineutrino, tauon antineutrino, up
antiquark, charm antiquark, top antiquark, down antiquark, strange antiquark, bottom
antiquark. Sungguh sibuk sekali mereka mengamati tabir-tabir itu tanpa mereka bisa "sadar"
10
pada Yang Menabiri Diri-Nya dengan tabir-tabir yang seakan-akan bisa hidup dan bergerak
dengan sendirinya itu.
Kalau hanya sampai di proses membaca tabir seperti ini, siapa saja bisa melakukannya.
Beragama atau tidakkah dia, Islam atau tidakkah dia, pintar atau bodohkah dia, semua bisa
melakukannya. Semakin baik dan benar dia melakukan proses membaca tabir-tabir itu, maka
semakin banyak dan bernas pulalah pengajaran yang akan dia terima. Karena saat dia
memandang tabir itu pada hakekatnya dia tengah mendengarkan Sang Pemilik tabir itu
sedang bercakap-cakap kepadanya secara langsung. Namun banyak yang tidak sadar tentang
itu. Mereka mengira bahwa tabir-tabir itu hanya sekedar bereaksi atas apa yang mereka
perbuat terhadap tabir-tabir itu.
Misalnya, saat petani di Thailand sana berbicara dengan pohon mangga, durian, pepaya,
pisang dan buah-buahan lain dikebun-kebun mereka, maka sang pohonpun lalu
menjawabnya dengan cara mengeluarkan buah yang terbaik. Makanya semua orang bisa
kenal dengan pepaya bangkok, durian bangkok, pisang bangkok, bahkan ada juga ayam
bangkok. Namun kita jarang sekali mendengarkan adanya buah bogor (kecuali mungkin buah
talas). Padahal di Bogor itu ada universitas terkenal yang berkaitan erat dengan tumbuhan.
Tapi karena disana orang kebanyakan hanya menghafal bahasa latin dari berbagai tumbuh-
tumbuhan itu, tidak berbicara akrab dengan tumbuhan itu sendiri, maka mereka kalah jauh
dengan orang Thailand yang mau berbicara akrab dengan tumbuhan yang sama dengan yang
ditanam di Indonesia. Makanya negara sekaya raya ini, Indonesia, masih saja sangat
tergantung kepada buah-buahan import. Menyedihkan sekali sebenarnya. Rasulullah saja,
yang dulu pernah membaca di tabir KORMA, telah melahirkan korma yang masih terkenal
sampai saat ini, yaitu KORMA RASUL.
Begitu juga dengan berbagai ahli fikir di zaman keemasan Islam masa lalu, seperti Al Kindi, Al
Battani, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Al Gazhali, Ibnu Zuhr (Avenzoar), mereka telah
berhasil meninggalkan jejak yang sangat bernas atas hasil pembacaan mereka terhadap
tabir-tabir yang terhampar didapan mata mereka. Dari tabir-tabir itu mereka bisa membaca
tentang adanya alat irigasi, alat astronomi, kapal dagang, teknik jembatan, matematika, ilmu
kedokteran, dan sebagainya.
Namun setelah zaman keemasan itu, perilaku umat Islam sudah tidak sesuai lagi dengan
ajaran Islam :
• Kita mulai meninggalkan proses membaca tabir-tabir yang ada di setiap langkah
kehidupan mereka.
• Kita menanggap bahwa dunia ini, yang notabene adalah tabir-tabir Allah, merupakan
penghalang untuk kehidupan akhirat. Kita benar-benar anti kepada dunia ini. Kita telah
menjelma menjadi rahib-rahib dan pendeta-pendeta yang hanya ingin kehidupan akhirat
saja. Kita hanya ingin syurga nanti diakhirat sana. Dunia ini kita anggap sebagai permainan
11
dan senda gurau belaka, tapi dengan pemahaman yang keliru tentang ayat Al Qur'an yang
bercerita tentang permaian dan senda gurau itu. Sebab, walaupun hanya permainan
belaka, tetap saja hidup iyu butuh uang, teknologi, dan metoda agar kita bisa melakukan
permainan itu.
Semua itu adalah hasil dari membaca tabir.
Karena Allah adalah Dzat yang setiap detik selalu ingin menunjukkan kemahahebatan-Nya
kepada umat manusia, dan itu tidak bisa tertahankan oleh siapapun juga, maka Allahpun
mencari otak dan dada umat manusia lain yang masih bisa terbuka untuk dilewati dan
dirembesi oleh kemahahebatan Allah itu. Karena umat Islam telah berubah menjadi orang
yang berperilaku seperti pendeta dan rahib, di mana kita menutup mata dan telinga kita dari
mendengarkan bicara Allah di tabir alam semesta, maka rembesan omongan Allah itupun
dialirkan secara deras sekali oleh Allah kepada otak orang-orang Eropa, Amerika, Jepang,
Cina, dan sebagainya.
Walau secara hukum syariat Islam mereka dianggap orang sebagai bangsa-bangsa yang
KAFIR, namun secara kehidupan mereka telah menjalankan sebagian besar dari syariat
Islam itu, minus pasal ibadahnya.
Dalam masa-masa umat Islam tertidur pulas itu, di mana Allah seakan-akan mengeluarkan
umat Islam dari cahaya menuju kegelapan, maka muncullah si pembaca tabir Allah di
belahan bumi sebelah Barat sana. Satu persatu tampillah mereka dengan apa yang mereka
sebut sebagai penemuan mereka. Ada Adelard, Bacon, Martin Luther, Calvin, Copernicus,
Kepler, Galileo, Newton, James Watt, Adam Smith, T.A Edison, Albert Einstein, dan banyak
lagi nama-nama lain yang masih hidup sampai saat ini seperti Hawkins yang sangat
fenomenal itu. Dari otak merekalah Allah menciptakan Dapur Tekan, Mesin Cetak, Teknik
Hidrolika, Mesin Uap dan mesin Pintal, Besi Lempengan, Baterai Listrik, Telegraph, Telepon,
Lampu Listrik, Wireless, Pesawat Terbang, TV, Komputer, Material Baru ..., dan jutaan
ciptaan lainnya. Sungguh :
. . . sekarang ini tiada hari tanpa penemuan baru di belahan bumi di mana manusianya
mau membuat otaknya menganga saat membaca tabir Allah yang tak terhitung
jumlahnya.
Sungguh mereka telah menjadi bagian dari utusan-utusan Allah bagi kemakmuran umat
manusia. Dari otak dan tangan mereka, Allah telah mengeluarkan umat manusia dari
kegelapan menuju cahaya yang terang benderang, khususnya untuk kehidupan di alam dunia
ini. Karena mereka telah menjalankan ayat-ayat Allah (bukan membaca huruf seperti yang
sering kita lakukan) dengan maunya mereka mendengarkan Allah berbicara di tabir-tabir
yang sengaja diciptakan Allah untuk tempat-Nya berbicara.
12
Sementara itu yang terjadi pada umat Islam, di samping kita lagi tertidur lelap yang panjang,
ada kesalahan lain yang kita lakukan. Kesalahan itu, yang terberat sebenarnya, adalah tanpa
kita sadari, kita juga mulai menjadi orang-orang yang MUSYRIK. Kemusyrikan itu bukanlah
karena kita tidak percaya lagi kepada Allah, bukan. Tapi kemusyrikan itu adalah karena kita
telah memecah belah agama Islam menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing
kelompok itu saling mengaku bahwa kelompok kitalah yang benar. Kita membagi-bagi Islam
menjadi agama kelompok-kelompok :
• Ada agama Islam ala kelompok Sunni atau Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dengan
berbagai pecahannya,
• Ada Islam ala kelompok Syiah juga dengan berbagai variannya,
• Ada Islam ala kelompok A zampai Z.
Dan anehnya setiap kelompok itu selalu "mengaji" hal-hal yang sama saja dari generasi ke
generasi :
• Kalau tidak tentang syurga, ya kajian tentang neraka.
• Kalau tidak tentang pahala, ya kajian masalah dosa.
• Kalau tidak tentang sunnah, ya kajian tentang bid'ah.
• Kalau tidak tentang iman, ya kajian tentang kafir.
• Kalau tidak tentang akhirat, ya tentang akhirat juga (kajian tentang dunianya sedikit sekali
sih).
Hal seperti itu dilakukan umat Islam selama berhari-hari dan bertahun-tahun, dari generasi
ke generasi.
Kalau hanya sekedar mengaji tentang hal-hal di atas yang dianggap sebagai mengaji agama,
ya nggak masalah sebenarnya. Tapi anehnya, setelah mengaji itu, malah tiap-tiap kelompok
pengaji itu mulai menyalah-nyalahkan kelompok lain, dan kita lalu menganggap bahwa
hanya kelompok kita sajalah yang benar.
Sejak masa Nabi Muhammad SAW hidup pun, sebenarnya bibit perpecahan seperti ini sudah
tercium oleh Nabi. Makanya Nabi mengingatkan bahwa: "Nanti umatku itu akan terpecah
belah menjadi 73 golongan, hanya 1 golonganlah yang benar, yang lainnya salah". Eh, malah
umat Islam sengaja memecah belah diri dengan mengaku bahwa yang satu yang benar itu
adalah kelompok kita sendiri. Padahal hadist di atas maknanya ya agar kita jangan berpecah
belah. Islam ya Islam saja. Tidak ada itu istilah Islam ala kelompok XYZ atau PQR. Jadi yang
satu yang benar itu adalah umat yang tidak memecah belah agama Islam menjadi kelompok-
kelompok Islam eksklusif. Karena :
. . . kalau memecah belah agama Islam menjadi kelompok-kelompok, dan kelompok-
kelompok itu berebut tentang kebenaran, ternyata menurut Allah sama nilainya dengan
orang yang menyekutukan Allah. Si Musyrik.
13
Ar Rum (30 : 31)
"Manusia itu harus kembali kepada Allah dan bertakwalah kepada Allah, tegakkan shalat
dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang (MUSYRIKIN) mempersekutukan Allah."
Ar Rum (30 : 32)
". . . yaitu dari golongan-golongan, orang-orang yang memecah belah agama mereka, dan
mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan dan
membenarkan apa yang ada pada golongan mereka."
Aaaah kita umat Islam ini,
• Sudahlah pendahulu kita (dan mungkin juga kita sendiri) tidak mau lagi mendengarkan
Allah berbicara melalui wahyu yang akan selalu diturunkan Allah ke dalam dada setiap
manusia,
• Tidak mau pula mendengarkan Allah berbicara di tabir-tabir Allah yang berserakan
disetiap sudut ruang kehidupan ini, ditambah lagi dengan kita telah menjadi musyrik
tanpa kita sadari (karena kita memecah belah agama dan rebutan kebenaran),
maka akibatnya kitapun akhirnya ditidurpanjangkan oleh Allah.
Kita dibuat tidak sadar dalam keadaan hidup oleh Allah selama berabad-abad. Umat Islam
seperti berada dalam masa-masa hibernate mulai dari tahun 1200-an sampai dengan abad
ke 20, bahkan mungkin sampai sekarang ini, sehingga kitapun kemudian menjadi tabir Allah
tempat Allah berbicara kepada umat-umat sesudah kita tentang contoh orang-orang yang
tidak bersyukur. Sebab dengan melihat tabir Allah pada diri kita, sebenarnya saat itu Allah
sedang berbicara kepada orang lain tentang nestapa diri kita:
"Wahai hamba-Ku ..., lihatlah sebagian besar dari hamba-hamba-Ku itu. Lihatlah ...,
walaupun mereka mengaku beriman kepada-Ku, walaupun mereka mengaku telah
menjalankan segala ibadah kepada-Ku, walaupun mereka mengaku telah mengikuti contoh
dari Rasul-Ku sampai ke hal-hal terkecil sekalipun, walaupun mereka telah telah hafal ayat-
ayat-Ku yang kutaruh di kitab Al Qur'an dan hafal pula wejangan-wejangan Rasul-Ku
Muhammad SAW, akan tetapi saat mereka tidak mau membaca dan mendengarkan
pembicaraan-Ku yang Ku-tarok di berbagai tabir-Ku, maka mereka tetap saja akan menjadi
orang yang berada dalam kegelapan hidup ditengah-tengah kecemerlangan dunia yang
kuberikan kepada mereka untuk mereka kelola dengan baik. Mereka tidak mampu
menyandang predikat sebagai wakil-Ku, wali-Ku, kurir-Ku, agent-Ku, distributor-Ku untuk
menghantarkan rahmat-Ku bagi seluruh alam dan isinya.
Mereka malah akan menjadi bulan-bulanan, jadi bahan olok-olokan, menjadi contoh yang
sulit untuk ditiru oleh orang-orang yang mendambakan kesempurnaan.
14
Kau lihatlah wahai hamba-Ku ..., ambillah mereka sebagai contoh dan pelajaran dari-Ku,
sebagai tabir-Ku tempat Aku mengalirkan kebodohan kedalam otak dan dada mereka..".
Wallahu a'lam.
Sementara :
. . . umat lain yang kita sebut sebagai orang yang tidak beragama Islam di Barat dan di
Timur Jauh sana, malah mereka seperti keteteran menerima curahan pencerahan dari
Allah tanpa henti di berbagai tabir-Nya.
Tiada hari tanpa penemuan baru yang mereka dapatkan. Ada teknologi baru, ada pendapat
baru, ada pemahaman baru, bahkan ada tabir-tabir baru yang mereka temukan dalam setiap
langkah yang mereka lalui.
Namun begitu, sayang sekali mereka tetap saja belum berada dalam kesempurnaan seperti
yang diinginkan oleh Allah, sehingga merekapun, tanpa mereka sadari, sebenarnya sedang
menjadi tabir Allah pula tempat di mana Allah berbicara kepada orang-orang yang mau
mendengarkan Allah berbicara kepadanya. Mereka ada tabir si Merugi. Karena dalam
kehebatan mereka membaca tabir, mereka sepertinya tetap berputar-putar berada dalam
cover yang menutup otak dan dada mereka untuk memahami Sang Punya Tabir. Mereka
tidak berhasil menyandang kualitas manusia yang Ulul Albab. Seorang manusia unggulan
yang menjadi tempat Allah menurunkan Rahmat-Nya buat alam semesta.
"Lihat dan dengarkan pulalah bicara-Ku ditabir-Ku yang lain. Tabir si tercover, si kafir.
Betapapun mereka berhasil membaca dan mendengarkan setiap pembicaraan-Ku ditabir-
tabir-Ku yang mereka iqraa (baca), berapapun mereka berhasil menguak rahasia-rahasia
pembicaraan-Ku di tabir-tabir-Ku itu, seberapapun mereka bisa menterjemahkan setiap
tabir-Ku menjadi temuan-temuan baru yang sungguh bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia yang lainnya, namun sedikit sekali mereka yang berhasil menyibakkan tabir-tabir-
Ku itu untuk melihat Wajah-Ku., sehingga sedikit sekali di antara mereka yang bisa
tersungkur dan tersujud dihadapan-Ku. Sedikit sekali, kalau tidak mau dikatakan tidak ada,
di antara mereka ada yang mau berterima kasih atas kemurahan-Ku itu.
Kalaupun ada ungkapan terima kasih dari mulut mereka, namun arah kesadarannya tidak
tepat mengarah kewajah-Ku. Mereka malah berterima kasih kepada patung, kepada
berhala, kepada hamba-Ku (Al Masih Isa anak Maryam) yang dianggap mereka sebagai
Tuhan dan anak-Ku. Sungguh sayang sekali mereka bersikap begitu ...
Lebih sedikit lagi di antara mereka yang bersedia dada-Nya Kualiri dengan rasa iman yang
mencekam, rasa haru yang mencekam, rasa menghamba yang mencekam, rasa menyerah
yang mencengkeram. Bahkan rasa takut yang mencekam terhadap keadilan-Ku yang tak
15
terperikan, juga tidak berhasil merembes kedalam hati mereka, sehingga mereka tetap saja
hanya jadi sekedar contoh tabir-Ku tentang orang-orang yang tercover dari Wajah-Ku.
Sungguh Aku sebenarnya telah menyiapkan semua tabir-Ku itu untuk tempat-Ku berbicara
kepada hamba-hamba-Ku yang Kupanggil sebagai ULUL ALBAB. Sungguh ...!"
Manusia macam apakah gerangan si Ulul Albab ini. Apakah dia manusia sesuci malaikat ?
16
Artikel 2 :
Pengkhianat Tuhan2
A. Pendahuluan
Sebagai orang yang punya sikap belajar dan berketuhanan, maka diharapkan muncul
wacana pemikiran yang menyegarkan. Wacana ini tidak harus sepi, karena sebuah
wacana pada hakekatnya adalah sesuatu yang baru, sesuatu pemikiran yang tidak hanya
jadi pengekor pemikiran masa lalu, akan tetapi juga menggambarkan kebaruan bahkan
kemasadatangan ide. Karena pemikiran masa lalu bukanlah dikatakan sebuah wacana,
akan tetapi lebih kepada paparan sejarah saja. Jadi wacana ini seharusnya diisi dengan
pemikiran apa saja yang bisa melepaskan kita dari belenggu pemikiran masa lalu yang
sempit (kejumudan pemikiran) menuju pemikiran yang universal. Kita hidup saat ini,
dengan kondisi saat ini yang sungguh sangat kompleks.
B. Tugas Kita Apa ?
Tugas kita adalah bagaimana agar kita bisa TAKLUK (patuh, tunduk, ISLAM) terhadap
SUNNAH (kehendak hukum-hukum Tuhan, sunatullah) pada zaman kita sekarang ini,
sebagaimana takluk dan patuhnya Rasulullah terhadap kehendak alamiah (sunatullah) di
zaman Beliau. Artikel ini akan memuat secara berseri pengertian-pengertian tentang
ISLAM, SUNNAH, AL QUR’AN, sehingga mudah-mudahan akan mampu memberikan
gambaran UTUH tentang ajaran yang dengan susah payah ditegakkan oleh Rasulullah,
akan tetapi kita ternyata tidak mampu untuk memeliharanya.
Pertama saya ingin menyampaikan sebuah renungan panjang saya tentang Islam dari
masa ke masa. Bahwa yang ada di dunia Islam masa-masa lalu, bahkan juga untuk saat
ini, boleh dikatakan belum ada yang mampu untuk memberikan sebuah gambaran
UTUH tentang ISLAM. Karakter macam apa sebenarnya yang bisa mewakili kata ISLAM
itu. Aliran-aliran besar yang ada, sebut saja:
• Syiah;
• Ahlus-sunnah;
• Sufiah;
atau gerakan-gerakan pemikiran yang berkembang saat ini seperti:
• NU;
• Muhammadiah;
• Hizbut Tahrir;
• Salafi;
• Tarbiyah;
2
https://www.facebook.com/notes/kekuatan-zikir-doa/pengkhianat-tuhan/170561976307407
17
• Jamaah Tablikh;
• LDII;
dan puluhan gerakan-gerakan pemikiran lainnya, masih sangat jauh untuk dikatakan
sebagai yang bisa mewakili KARAKTER ISLAMI yang diinginkan oleh Al Qur'an. Yang
muncul dan yang ada saat ini adalah gerakan-gerakan yang keberadaannya diawali
dengan pencomotan ayat Al Qur'an ataupun Al Hadits di sana sini, lalu comotan-
comotan itu dijadikan sebagai landasan untuk membentuk sebuah jamaah. Jadi yang
ada hanya sekedar :
. . . aliran atau praktek-praktek keagamaan yang DIWARNAI oleh potongan-
potongan ayat Al Qur’an dan Al Hadits.
Jadi Syiah bukanlah manifestasi dari ISLAM KAFFAH, begitu juga Sunni, dan Sufiah,
apalagi kalau hanya sekedar Hizbut Tahrir, Salafi, Tarbiyah, Jamaah Tablikh, LDII, NU,
dan Muhammadiah. Atau paling tidak :
. . . semua ajaran, aliran, atau sekte itu SECARA SENDIRI-SENDIRI belumlah pantas
untuk dikatakan sebagai manifestasi dari ISLAM secara KAFFAH.
Karena Islam itu begitu indah dan sederhana, dan mendunia, dan merahmati seluruh
alam semesta. Akan tetapi semenjak Rasulullah Muhammad SAW wafat sampai
sekarang, belum ada lagi generasi penerus Beliau yang mampu mewujudkan dan
membuktikan kesempurnaan Islam itu secara mendunia.
Di lain sisi, semuanya tahu akan keberadaan ayat yang menerangkan bahwa masuk ke
dalam ISLAM itu harus secara KAFFAH (keseluruhan, totalitas). Akan tetapi sayangnya
sampai saat ini di antara aliran-aliran yang ada itu belum ada yang mampu untuk
memberikan gambaran karakter ISLAM KAFFAH itu secara utuh pula. Akan tetapi saat
ditanya tentang bagaimana kaffah itu, maka jawabannya hanya nyaris berupa
gumaman, atau suara galau dengan bunyi tak sedap seperti kita sedang berada dalam
sebuah pasar tradisional. Suara tak sedap itu sebenarnya cukup mengganggu orang-
orang yang berada di dalam pasar itu sendiri, apalagi bagi orang luar yang tersasar
berada dalam lingkungan pasar itu. Kios-kios yang ada saling berlomba untuk menyetel
lagu sekeras mungkin dan dengan berbagai irama pula, yang katanya untuk menarik
pengunjung. Sungguh ramai, meriah sekali, namun sayangnya orang yang
seharian berada di dalam pasar itu, bahkan besar di pasar itu, tidak sadar bahwa mereka
sebenarnya sedang saling membuat bising dan ribut. Karena memang mereka sudah
bersatu dengan suara bising dan ribut itu. Karena mereka sendirilah sebenarnya sang
pembuat suasana tak nyaman itu.
Akan tetapi bagi orang-orang baru yang suatu saat tersasar ke pasar tradisional itu,
mungkin secara tidak sengaja, maka besok-besoknya mereka tidak akan respek lagi
18
untuk masuk ke dalamnya, mereka akan menceritakan kepada teman-temannya bahwa
pasar tradisional di lokasi A sangat hiruk pikuk, ribut, bau, dan serba tidak teratur,
sehingga lama-lama melalui kabar berantai (media masa), akan muncul penilaian
masyarakat bahwa pasar tradisional itu adalah sebuah tempat yang tidak nyaman untuk
dimasuki, apalagi kalau di dalam pasar itu banyak berkeliaran orang yang suka
ngamukan. Akhirnya mereka meninggalkan pasar tradisional itu dan beralih memasuki
pasar yang lebih teratur, misalnya toserba M atau R.
Karakter seperti di pasar tradisional inilah mungkin yang paling tepat untuk
menggambarkan kondisi umat Islam yang ada pada saat ini.
C. Allah Pamer
Pada awalnya, lewat persaksian dan kesepakatan Manusia dengan Allah, Allah secara
khusus telah meminta komitmen manusia atas “kepemilikan” Allah terhadap si manusia:
“Bukankah Aku ini Tuhanmu ?”. Lalu dengan tergopoh-gopoh dan mantap si manusia
menjawabnya: “Benar ya Tuhan, saya bersaksi”. Sejak itulah sebenarnya si manusia siap
untuk menyandang predikat DUTA ISTIMEWA Tuhan dan siap pula untuk menjalan
tugasnya sebagai WAKIL TUHAN (khalifah) di tempat yang telah dipersiapkan, yaitu di
bumi berikut dengan alam semesta yang mengitarinya.
Setelah itu Allah pamer kepada Malaikat tentang Duta Istimewa-Nya ini:
“Hai para makaikat, ini lho Duta Istimewa Ku untuk Kujadikan sebagai WAKILKU
dalam memakmurkan, mengelola dunia”.
Dan Allah meminta kepada para malaikat untuk menghormat sujud kepada Sang Duta
Istimewa. Dengan melihat sosok duta ini, pada awalnya malaikat agak ragu dengan
kualitas Duta Istimewa ini, jangan-jangan Sang Duta berkhianat seperti berkhianatnya
Duta sebelumnya yang senang bersimbah darah satu sama lain. Sang Duta terdahulu
lebih sering mengumbar bencana ketimbang memakmurkan dan mengelola
lingkungannya. Akan tetapi keraguan malaikat ditepis dengan sentuhan lembut tetapi
tegas ke dalam wilayah pengertian malaikat:
“Aku lebih tahu apa-apa yang tidak kamu ketahui. ”.
Tiada lain yang dapat dilakukan oleh malaikat selain patuh dan tunduk kepada perintah
Tuhan. Malaikat dengan RELA lalu tunduk dan sujud kepada Adam, Sang Duta Istimewa.
Seiring dengan pengukuhan Adam Sang Duta Istimewa (manusia), untuk menyandang
Tugas kekhalifahan di muka bumi, maka Allah telah melengkapi sang manusia dengan
perangkat yang nyaris sama dengan milik Allah Sang Pengutus itu sendiri. Dengan
perangkat yang diberikan itu, sang manusia bisa mencipta, berkreasi, mengatur,
19
mengolah, menumbuhkan, menghancurkan, mematikan, segala sesuatu yang berada
dalam objek kekhalifahannya. Di samping itu, perangkat melihat, mendengar, merasa,
dan mengetahui juga difasilitasi Allah kepada Sang Duta Istimewa dengan sangat meng-
agumkan dan dengan fungsi yang nyaris tidak terbatas pula. Dengan segala sifat,
tindakan, dan kemampuan yang difasilitasi itu, maka Sang Duta Istimewa mulai secara
gradual menciptakan kebudayaan demi kebudayaan yang berkembang dari tingkat yang
sangat sederhana sampai dengan tingkat yang sangat mengagumkan saat ini, dan
bahkan masih akan berlanjut untuk masa-masa yang akan datang.
Setidak-tidaknya ada sekian puluh sifat-sifat “Sang Presiden” yang bisa di sandang dan
dipakai pula oleh Sang Duta Istimewa. Semua sifat, laku dan pekerti itu sebenarnya
hanyalah sebagai mandat yang diberikan kepada Sang Duta Istimewa, dan untuk
sementara pula, untuk mewakili Sang Presiden di wilayah tempat mana dia dikirim.
Setiap saat Sang Duta harus melaporkan, mempertanggungjawabkan setiap pemakaian
sifat Presiden yang dia lakukan. Setiap saat dia harus lapor diri kepada Presiden atas
apa-apa yang telah dia perbuat, dia lakukan, dia hancurkan, dan sebagainya. Secara
regular Sang Duta harus berterima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan oleh
Presiden kepadanya. Secara kontinu, Sang Duta sudah sewajarnya membesarkan nama
Presiden yang memberinya kesempatan untuk mewakili Sang Presiden.
Berbilang zaman kemudian berlalu dengan cepat. Dan dengan cepat pula Sang Duta
Istimewa (seluruh manusia secara kolektif) mulai berkhianat terhadap Sang Presiden
yang mengangkatnya. Satu persatu sifat Sang Presiden mulai “diaku” oleh Sang Duta
Istimewa sebagai miliknya sendiri. Sifat-sifat Sang Presiden yang selalu menjaga dua sifat
yang berbeda berada dalam keseimbangan, misalnya panas dan dingin, baik dan buruk,
Im dan Yang, mulai di acak-acak oleh Sang Duta Istimewa. Padahal bagi sang pemilik
sifat itu sendiri, yaitu Presiden, ke-99 sifat itu berada dalam suasana dan kondisi yang
sangat-sangat seimbang. Keseimbangan inilah yang telah membuat alam semesta ini
selalu bergerak dan berkembang dalam keharmonian. Dan dengan nyata kemudian,
masa demi masa protes malaikat terhadap pengutusan duta istimewa dulu itu seperti
terbukti dengan sangat meyakinkan. Sang Duta Istimewa memang berkhianat. Sang
Duta Istimewa lalu lebih cocok dipanggil sebagai Sang Pengkhianat Tuhan, dibandingkan
dengan Khalifah Tuhan (duta istimewa Tuhan). Adalah sebuah hal yang logis saja kalau
Sang Pengkhianat lalu di hukum oleh Sang Pengutusnya. Dan siksa dan hukuman itulah
yang kini sedang dialami oleh hampir semua umat manusia, kecuali bagi duta-duta yang
tidak berkhianat.
1. Duta macam apakah yang tidak berkhianat itu,
2. Apa sebenarnya sumber dari pengkhianatan itu ?
3. Genderang pengkhianatan duta-duta istimewa Tuhan, yaitu manusia, berlanjut
dengan mulus tanpa hambatan. Tidakkah dengan pengkhianatan ini praduga
malaikat terbukti bahwa saat Allah memperkenalkan duta istimewa pertama-Nya
20
yaitu Adam, nanti Sang Duta ini akan berkhianat dan melenceng dari tugas
kekhalifahan menjadi tugas pengkhianat dan penumpah darah ?
4. Gerangan apakah penyebabnya, sehingga Sang Duta-Duta Istimewa itu terjerumus
ke dalam jurang pengkhianatan itu ?
Untuk mencari akar penyebab pengkhianatan itu, maka mari kita bongkar dan urai point
demi point dengan santai saja !
D. Sang Pengkhianat Tuhan
Nah, dengan segala fasilitas yang sangat sempurna sebagaimana telah diuraikan pada
bagian sebelumnya, maka Sang Duta Istimewa mulai lupa, bahwa semua itu hanyalah
amanah yang dipinjamkan sementara kepada Sang Duta Istimewa. Yang namanya
amanah, ya nggak boleh diaku sebagai miliknya sendiri. Tetapi itulah :
1. Saat Sang Duta berhasil mencipta
dan berkreasi,
maka dia dengan angkuh mulai mengaku: “Ini
ciptaan dan kreasiku.”
2. Saat Sang Duta berhasil
mendapatkan sesuatu,
maka dia dengan jumawa mulai mengaku:
“Ini milikku.”
3. Saat Sang Duta merasa
terganggu,
maka dengan garang dia mulai meradang:
“Kau melawanku, maka kau ku hancurkan.”
4. Saat Sang Duta betah menikmati
kekuasaannya,
maka dia mulai berteriak angkuh: “Ini
kekuasaanku. ini kerajaanku, ini
perusahaanku.”
5. Saat Sang Duta mampu melihat,
mendengar dan mengetahui,
merasakan segala sesuatu,
maka dengan pongah dia mulai mengaku: “Ini
penglihatanku, ini pendengaranku, ini
pengetahuanku, ini perasaanku.”
Lengkap sudah pengakuan itu, semua diaku sebagai milik dari Sang Duta itu sendiri.
Padahal :
1. Hakikinya penciptaan dan kreatifitas itu adalah proses yang dilakukan oleh Sang
Pengutus, Allah, itu sendiri yang dialirkan-Nya melalui otak Sang Duta Istimewa,
2. Sebenarnya segala sesuatu itu adalah milik Sang Pengutus itu sendiri yang dialirkan-
Nya melalui otak Sang Duta Istimewa,
3. Seyogyanya segala kekuasaan, kerajaan, perusahaan adalah milik Sang Pengutus itu
sendiri yang dialirkan-Nya kepada otak dan diri Sang Duta Istimewa,
21
4. Sebenar-benarnya segala penglihatan, pendengaran, tahu, dan perasaan adalah
kepunyaan Sang Pengutus yang dialirkan-Nya melalui otak, mata, telinga, dan dada
Sang Duta Istimewa.
Sebutlah apa saja yang bisa dinikmati oleh Sang Duta Istimewa, maka pada hakikatnya
semua itu adalah milik Sang Pengutus, Allah, yang dialirkan-Nya kepada diri (Nafs) Sang
Duta Istimewa. Jadi Sang Duta Istimewa hanyalah SEAKAN-AKAN, SEPERTINYA saja
memiliki semuanya itu. Karena dia memang hanyalah sebagai wakil, sebagai wali,
sebagai sarana bagi terlaksananya segala kreativitas dan keramaian yang diciptakan oleh
Sang Pengutus bagi setiap ciptaan dan kreasi-Nya.
Karena sebenarnya yang terjadi adalah, bahwa Allah mengalirkan segala sifat dan
pengetahuan-Nya ke dalam otak manusia untuk misalnya, menciptakan pesawat
terbang, kapal laut, pabrik baja, dan sebagainya. Allah bermain sepak bola, golf, dsb,
lewat aliran keinginan dan gerak ke dalam otak manusia.
Begitu juga untuk membangun, merangkai, menyusun, bahkan untuk menghancurkan
kebudayaan manusia melalui aliran tahu dan sifat-Nya ke dalam otak manusia itu
sendiri. Misalnya, Allah menghancurkan Irak, Afghanistan, Al Qaeda melalui aliran otak
Bush beserta konco-konconya, dan otak Saddam Husein, Hikmatiar, Osama Bin Laden
sendiri.
Allah menghancurkan penganut agama Islam pasca Rasulullah melalui otak Ali,
Usman, Aisyah, Umaiyyah, dan sahabat-sahabat lainnya serta umat Islam sendiri
dari dulu sampai sekarang.
Ungkapan ini sepintas seperti membingungkan, akan tetapi nanti pada bagian lain akan
dibahas lebih detail, bahwa :
. . . kehancuran umat Islam pasca Rasulullah adalah karena mereka tidak pernah
mau mengikuti maunya Al Qur’an dan Sunnah.
Padahal dengan semangat 45 semboyan umat Islam itu adalah “selalu berpedoman
kepada Al Qur’an dan Sunnah” itu sendiri. Nanti akan saya bahas pada bagian
berikutnya tentang sumber kekeliruan pemahaman yang sudah sangat kronis ini.
Mari kita kembali dulu kepada serba serbi Sang Pengkhianat Tuhan. Setelah duta istime-
wa (manusia) ini melakukan pengkhianatan kepada Tuhan, di mana Sang Duta sudah
tidak menyadari lagi, bahkan sudah tidak mampu lagi untuk mengembalikan
kesadarannya, bahwa apa-apa yang dia miliki sebenarnya (hakikinya) hanyalah :
a. gerak Tuhan,
b. pengetahuan Tuhan,
c. tahu Tuhan,
22
d. milik Tuhan,
e. penciptaan Tuhan,
f. maupun penghancuran Tuhan,
melalui ALIRAN dari-Nya ke dalam otak manusia untuk membangun peradaban di dunia
ini, maka proses sunnah pun berlangsung tanpa bisa dihentikan lagi. Akibatnya, segala
sesuatu tindakan Sang Duta Istimewa lalu cenderung mengarah kepada pembentukan
suasana ketidakkeseimbangan dalam hukum-hukum Tuhan (sunnah) dan sebagai
konsekwensinya dia pasti terkena libasan dahsyat sunnah itu sendiri.
Maka jadilah manusia itu tidak mampu lagi memanfaatkan mandatnya untuk memakai
sifat-sifat Tuhan sebagai duta istimewa untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan
dirinya sendiri. Sifat-sifat dan tindakan-tindakan Tuhan yang seharusnya bisa membuat
keseimbangan antara :
a. penciptaan dan penghancuran,
b. penghukuman dan kasih sayang,
c. memelihara dan merusak,
d. menyempitkan dan melapangkan,
e. memuliakan dan menghinakan,
f. penyiksa dan pemaaf,
g. pemberi derita dan pemberi manfaat,
h. dan sebagainya,
lalu mengalir melalui otak manusia dalam suasana timpang dan tidak seimbang lagi.
Saat manusia berkuasa, misalnya, akan tetapi pada saat itu dia berada dalam posisi
pengkhianat kepada Tuhan, maka ketika itu dia akan cenderung hanya bisa menerima
aliran sifat dan tindakan Tuhan melalui otaknya yang mengarah kepada situasi :
a. penghancuran,
b. merusak,
c. menyempitkan,
d. menghinakan,
e. mematikan,
f. penyiksa,
g. pemberi derita,
h. dan perilaku negatif lainnya.
Sedangkan perilaku dan sifat-sifat sebaliknya yang positif seperti :
a. memelihara,
b. melapangkan,
c. memuliakan,
d. pemaaf,
e. pemberi manfaat,
23
menjadi tenggelam ke dalam hati kecilnya yang terdalam. Hati kecilnya itu hanya bisa
megap-megap seperti kehabisan nafas dan tak mampu berbuat apa-apa untuk
membalik keadaan agar bisa menjadi mengarah kepada kebaikan.
Akibatnya adalah :
1. Saat dia berkuasa dalam
sebuah rumah tangga,
maka rumah tangga itu akan menjadi neraka kecil
dalam kehidupannya.
2. Saat dia berkuasa pada
sebuah perusahaan,
maka perusahaan itu akan runtuh dan tinggal
nama dalam beberapa waktu lagi.
3. Saat dia berkuasa pada
sebuah negara atau
wilayah,
maka wilayah itu akan bisa dipastikan menjadi
hancur dan menyedihkan bagi rakyat yang di
bawah perintahnya.
E. Ketidakpatuhan Kolektif
Di samping pengkhianatan kepada Tuhan dalam bentuk PENGAKUAN atas kepemilikan
Tuhan oleh Sang Duta Istimewa, masih ada lagi sebuah pengkhianatan lainnya dalam
bentuk :
. . . KETIDAKPATUHAN KOLEKTIF manusia atas SUNNAH atau hukum-hukum Tuhan
(sunnatullah).
Pengkhianatan dalam bentuk ketidakpatuhan kolektif ini lebih disebabkan oleh :
. . . gagalnya manusia memahami makna sunnatulah seperti apa adanya dan apa
yang seharusnya.
Kesalahan pemahahaman manusia ini lebih disebabkan oleh :
. . . paradigma berpikir yang keliru dalam mengartikan sunnah yang tercantum
dalam kitab-kitab suci yang diturunkan kepada manusia itu sendiri, sehingga sunnah
itu menjadi sempit dan kadaluarsa dimakan perputaran zaman.
Dalam agama Islam, misalnya, sunnah yang terkumpul dalam bentuk Al Qur’an dan Aal
Hadits, telah dipahami oleh hampir sebagian umat Islam sebagai dua sumber hukum
yang sangat tinggi tingkatannya sebagai pedoman bagi manusia dalam menjalankan
fungsi kekhalifahannya di muka bumi ini. Sampai di sini sebenarnya tidak ada yang salah.
Akan tetapi dalam pemahaman dan kenyataannya,
24
. . . dari masa ke masa sunnah itu seperti TUMPUL dan tidak mampu menjawab
tantangan peradaban di zamannya.
Bahkan berbilang zaman, pemahaman sunnah itu seperti tidak mampu membangun
peradaban yang katanya “ya’luu walaa yu’laa alaihi” bahwa agama dan peradaban
Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandingi ketinggiannya. Slogan manis ini hampir-
hampir saja menjadi ungkapan kosong yang tak terbukti (utopia) dalam kehidupan nyata
bagi pemeluknya. Jauhlah panggang dari api.
1. Kenapa bisa begini ?
2. Apakah Al Qur’an dan Al Hadits itu sudah tidak sesuai lagi dengan Sunnatullah ?
Astagfirullahal adhiem, ini tentu sebuah ungkapan yang mengerikan.
3. Akan tetapi, kalau tidak begitu kenapa hasilnya seperti tidak ada ?
F. Kemungkinan Penyebabnya
Dalam aliran pengertian dan informasi yang masuk ke dalam otak saya, ternyata sumber
semuanya itu adalah karena telah terjadinya kerancuan paradigma berfikir bagi
penganut agama Islam terhadap kedua sumber hukum tadi yaitu Al Qur’an dan Al Hadits
yang sudah sedemikian lamanya dan turun temurun serta diwariskan pula kekeliruan itu
dari waktu ke waktu. Artinya :
. . . telah terjadi ketidakpatuhan kolektif mayoritas umat Islam terhadap
pemahaman dan pelaksanaan sunnah yang mereka agung-agungkan sendiri itu.
Diantaranya adalah pemahaman-pemahaman tentang problematika kekinian
peradaban.
Umat selalu mau dibawa dan ditarik kembali menuju peradaban
sederhana kalau tidak mau dikatakan primitif di zaman Rasulullah,
sahabat, dan salafus shalih dahulu kala.
Kalau tidak ada contoh dari zaman-zaman Nabi dan salafus shalih tersebut, maka
sebuah senjata pamungkas yang menakutkan kemudian dikeluarkan: “Itu adalah BID’AH,
setiap BID’AH adalah sesat, dan setiap kesesatan imbalannya adalah NAARRRR
(NERAKA)”. Cerdas benar orang yang telah memelintir senjata yang sebenarnya
sederhana ini menjadi sebuah senjata pamungkas, sehingga perkembangan umat Islam
menjadi mandeg dalam segala hal, sehingga umat Islam lalu menjadi bulan-bulanan atas
ketakutan mereka sendiri untuk menjalankan kekinian yang sangat jauh berbeda dengan
zaman salafus shalih dulu itu.
Padahal makna BID’AH yang diganjar dengan neraka itu, kalau masih mau dipakai,
hanyalah sebatas yang berhubungan dengan ritual ibadah seperti shalat, haji, puasa,
25
dan pada taraf tertentu adalah mengenai harta. Sedangkan untuk membangun sebuah
kebudayaan, maka boleh dikatakan semua asesorisnya adalah baru, BID’AH. Jadi untuk
membangun kebudayaan itu, maka boleh dikatakan semuanya adalah BID’AH, karena
nyaris semuanya tidak ada contohnya di zaman Nabi dan salafush shalih dulu.
Bagaimana mungkin sebuah BUDAYA (dengan segenap asesorisnya) di
zaman kosmopolitan seperti sekarang ini mau ditarik mundur menuju
peradaban sederhana di zaman Nabi dan salafush shalih itu ?
Kalaupun ada yang mengatakan itu bisa, maka hasil yang akan didapatkan adalah :
. . . sebuah peradaban yang menjadi tontonan orang banyak karena keanehannya.
Di samping itu,
. . . bagaimana mungkin budaya umat Islam yang berasal dari berbagai
bangsa dengan budaya dan peradaban yang berbeda mau dibawa dan
ditarik menjadi sebuah budaya berbau ARAB, misalnya keislaman
seseorang masih mau ditandai dengan atribut-atribut seperti memakai
gamis, bersorban, dengan tasbih di tangan, dan siwak menempel di
mulutnya pula.
Pada aliran-aliran tertentu malah, seorang ulama, Kyai Haji, ustadz akan merasa belum
afdhal kalau dia belum terlihat seperti figur WALI SONGO dalam sinetron di TV. Padahal
dulunya Abu Jahal, Abu Lahab, dan pembesar-pembesar Quraisy penentang Nabi juga
memakai gamis dan bersorban pula. Apa bedanya kalau begitu, kalau masih terpaku
dengan atribut lahiriah belaka ? Bahkan baju gamis yang dianggap sebagai ciri khas
kelompok-kelompok tertentu di Indonesia ini ternyata di Pakistan dan Afghanistan sana
juga dipakai oleh tukang sampah dan petani-petani untuk ke sawah.
Banyak lagilah kerancuan umat Islam dalam pemahaman kata BID’AH dan perubahan
kebudayaan ini, sehingga terlihat benar bahwa sebagian besar umat Islam lalu menjadi
serba salah, serba kikuk, serba terbata-bata, dan gagap budaya.
Tentang BID’AH ini, ada hal lain yang menarik, yaitu mengenai praktek-praktek yang
sangat lazim di masyarakat Indonesia, yang meliputi fenomena keparanormalan dengan
segala variannya :
a. Masyarakat awam boleh dikatakan sangat menikmati dan mempercayai sensasi-
sensasi mistis di dunia paranormal ini. TVpun berlomba-lomba menampilkan acara-
acara yang bagi penggemarnya selalu ditunggu-tunggu walaupun ulama dan da’i
26
sampai serak berteriak-teriak di mimbar khotbah mengatakan bahwa semua itu
adalah BID’AH, SYIRIK, HARAM.
b. Cap BID’AH ini juga diberikan terhadap acara-acara budaya atau kebiasaan
masyarakat seperti ziarah kubur, pengobatan alternatif dengan segenap macamnya
(ulama mengkategorikannya sebagai perdukunan), kepercayaan tentang roh-roh
gentayangan, sihir, mantra-mantra, dan praktek-praktek lainnya yang
bersinggungan dengan praktek budaya dan praktek ibadah agama Budha dan
Hindu. Walaupun telah dimasyarakatkan oleh MUI (sebagai wakil formal ulama)
bahwa semua itu adalah BID’AH, akan tetapi tetap saja masyarakat umum secara
mayoritas mengakuinya, mempraktekkannya walau kadangkala dengan malu-malu
kucing, sehingga ada kesan bahwa loyalitas dan kepatuhan masyarakat terhadap
ulama sudah sangat lemah. Ulama berkata apa, umatnya prakteknya lain lagi.
c. Bahkan ada yang lebih aneh lagi, praktek dzikir ustadz Arifin Ilham, Aa Gym, ustadz
Haryono dan beberapa praktek serupa seperti dalam tasawuf (tarekat) juga ada
yang membid’ahkannya, sehingga yang bingung ya. umat sendiri, yang akhirnya
mereka rancu sendiri, nggak tahu mana yang benar.
Kenapa sampai begini ?
Jawabannya sangatlah sederhana, bahwa :
. . . umumnya masyarakat sudah tidak mampu lagi untuk merasakan
kelezatan cita rasa beragama. Tegasnya agama itu tidak ada rasanya
lagi.
Yang ada hanya :
a. Ketakutan demi ketakutan atas hukuman Tuhan akibat paradigma yang menjadikan
agama hanya sebatas kepatuhan terhadap perintah dan larangan Tuhan dan Nabi
(yang dalam khotbah-khotbah dijadikan sebagai definisi TAQWA).
b. Dan juga yang dicari dalam beragama itu pada umumnya hanyalah sebatas pahala
dan syurga, tetapi dimensinya untuk di akhirat nanti. Di dunia ini, ya utopia saja
sudah cukuplah. Dan biasanya orang-orang utopia inilah yang lebih banyak
bingungnya, lebih banyak menyalah-nyalahkan orang lain dengan semangat 45 pula.
Akibatnya :
. . . mana mungkin sebuah bentuk praktek agama yang hasilnya hanya sebatas
utopia bisa menggantikan suatu praktek budaya atau ritual keagamaan yang ada
RASA-nya ?
Tidak mungkinlah !
27
Di tingkat rasa inilah sebenarnya para pemraktek ritual mistis keagamaan lebih banyak
berada (kalau tidak mau dikatakan semuanya), seperti : dzikir berjamaah, tasawuf,
paranormal dan fenomena sejenisnya. Praktek aliran SYI’AHpun berada di wilayah ini,
yaitu dengan menimbulkan rasa cinta yang sangat dalam dan pekat terhadap Ahlul Bait,
bahkan untuk generasi terkini masuk juga seorang Khomeini di dalamnya. Apalagi
pengagungan dan pemujaan berlebihan penganut Syi’ah ini terhadap Rasulullah,
sungguh menakjubkan sekali. Sampai-sampai pernah ada yang mencoba
MEMBANDINGKAN Muhammad SAW dengan Nabi yang lainnya dan kesimpulannya
adalah bahwa Nabi Muhammad is the best among them. Di samping itu, walaupun
misalnya penganut Syi’ah di Indonesia belum pernah bertemu dengan Ahlul Bait
ataupun dengan Imam Khomeini ini, penganutnya bisa menangis histeris walau hanya
dengan “mengingat-ngingat” atau membaca riwayat penderitaan, kegagahan, kegigihan
dan pemikiran beliau-beliau itu.
• Ada RASA di dalam kecintaan itu !
• Ada tangis di situ !
• Ada ekstasis di situ !
Sehingga para pencari rasa dalam beragama akan ketagihan untuk mendapatkan dan
mendapatkan lagi sensasi RASA itu. Kalau mereka sudah merasakan RASA itu, maka
pengamalnya akan mencarinya ke mana pun dan kapan pun agar rasa itu bisa muncul
lagi. Efek ketagihannya hampir sama dengan ketagihan orang terhadap rokok ataupun
narkotik. Dan akibatnya jadilah mereka penganut aliran yang terikat kuat dengan
alirannya itu. Dilarang-larang ? Woou mereka bisa membunuh orang yang melarangnya
itu !
• Fenomena apakah ini ?
• Apakah ini salah atau benar ?
Mari kita bahas sedikit lebih detail.
Rasa, tangis, histeris, dan bahkan bergemuruhnya dada serta bergetarnya tubuh,
ternyata barulah sebatas sensasi FISIK dan EMOSI saja. Untuk mendapatkannya maupun
efek serta pengaruh yang muncul bagi pemrakteknya hampir-hampir tidak ada bedanya
sama sekali di antara penganut agama-agama yang ada. Semua bisa merasakannya, tak
terkecuali orang atheis sekali pun.
Siapa pun yang berhasil menahan gejolak badai fikiran di otaknya dan menujukan
arah fikirnya hanya kepada suatu objek saja, maka dengan memberikan sedikit
sentuhan irama dan kata-kata yang menghiba-hiba ataupun yang membahagiakan,
maka hampir pasti orang itu akan menangis bahkan bisa sampai taraf histeris.
Emosional saja sebenarnya sifatnya. Akan tetapi sekarang :
28
. . . baru sampai pada taraf menangis ini sudah diartikan oleh banyak orang sebagai
sebuah PERISTIWA SPIRITUAL.
Dan orang sudah bangga dengan itu !
a. Ooo, saya sudah bisa menangis dengan melakukan praktek dzikir ini-itu.
b. Aduh. hati saya menjadi damai setelah dzikir di tempat anu dan saya bisa menangis
di situ !
Selama rasa itu masih ada, maka selama itu pula orang itu akan merasa sangat
beragama, sangat merasa bertaqwa, merasa imannya sedang naik, dan merasa menjadi
orang baik.
But, sssttt. let me tell you a little secret.
Biasanya orang yang sedang menikmati sensasi rasa ini mukanya kelihatan KUYU, tidak
bersemangat, maunya duduk mojok dan bersunyi-sunyi diri (mirip Rabiah Al Adawiyah,
seorang sufi perempuan yang terkenal dengan kecintaan Beliau kepada Tuhan dan
menyebabkan Beliau selalu mengurung diri d ikamar dan menangis terus dan tidak mau
nikah seumur hidup Beliau). Dan. believe it or not,
. . . biasanya setelah itu, tak lama kemudian, rasa itu akan hilang kembali.
Akibat rasa ini kendor atau malah bisa hilang sama sekali, maka orang yang baru sampai
di wilayah rasa ini, akan merasakan imannya seperti sedang turun, ketaqwaannya
sedang di uji, sehingga dia akan kembali mencari rasa itu ke mana pun dan kapan pun.
Sensasi turun naiknya rasa ini kemudian dalam istilah agama disebut sebagai terbolak-
baliknya hati, atau turun naiknya iman yang lokasi keberadaannya adalah di dada. Istilah
populer untuk lokasi tempat terjadinya proses ini adalah QALBU (hati).
Makanya lalu muncul istilah-istilah seperti Manajemen Qalbu, pembersihan hati, dan
yang sejenisnya. Intinya adalah :
. . . bagaimana menjaga dan mengatur agar RASA tadi tidak lagi bolak balik.
Akan tetapi di sinilah muncul masalahnya, bagaimana kita akan bisa mengelola dan
mengatur sebuah SIFAT (QALBUN) yang memang telah disiapkan sejak awal oleh Allah
untuk terbolak-balik seperti itu, seperti telah disiapkannya sifat panas dan dingin, gelap
dan terang, tetapi tetap selalu berada dalam sebuah harmoni kehidupan.
Salahkah rasa ini ?
Cukupkah beragama itu hanya sampai pada sebatas pencapaian RASA itu saja ?
Lalu bagaimana ?
29
Tidak ada yang salah dengan adanya sensasi RASA dalam beragama ini. Karena rasa itu
adalah sesuatu pengalaman yang sangat empiris, sama empirisnya dengan benda-benda
NYATA seperti air, tumbuhan, udara, dan sebagainya. Akan tetapi mungkin hanya sedikit
orang yang bisa menyadari bahwa dalam beragama tidak cukup hanya sebatas pada
pencarian RASA.
Rasa itu perlu, akan tetapi pada wilayah rasa ini pulalah tempatnya jebakan yang
sangat memabokkan penikmatnya.
Rasa itu adalah sebuah wilayah yang penuh dengan seribu macam jebakan yang sangat
mengganggu. Dengan rasa orang bisa mencintai “suatu objek” tempat mengalirnya rasa
cinta itu mulai dari :
• kadar yang sederhana seperti mencintai benda-benda seni, binatang peliharaan,
tumbuh-tumbuhan hias, sampai dengan
• kadar yang sangat pekat seperti mencintai anak, istri, suami, atau pacar.
Bahkan ada juga rasa cinta dengan kadar yang sungguh mengagumkan dan nyaris tanpa
reserve kepada objek cintanya seperti yang diperlihatkan oleh penganut Syi’ah dalam
mencintai Nabi Muhammad, dan Ali Bin Abi Thalib, Hasan, Husein, imam-imam Syi’ah,
termasuk Imam Ghaib Al Mahdi yang dipercayai oleh penganutnya masih exist sampai
dunia kiamat kelak untuk memberikan manfaat di balik hijab kepada umat manusia
seperti ungkapan berikut:
“Imam adalah inti dan jantung dunia wujud. Tanpa keberadaannya, dunia akan
hancur dan sirna. Oleh karena itu, keberadaan imam kendati ghaib adalah lazim dan
merupakan sebuah keharusan. Sebagaimana manusia dapat mengambil manfaat
dari matahari yang bersembunyi di balik awan, begitu juga manusia dapat
merasakan anugrah wujud ghaib beliau. Di samping itu, pada masa ghaib tidak
sedikit orang yang memiliki kebutuhan dan hajat yang terlaksana berkat uluran
tangan dari wujud Imam as. Begitu juga wujud Imam merupakan penyebab
tumbuhnya harapan manusia, sekaligus faktor penting dalam mensupport manusia
dalam pembersihan jiwa dan persiapan untuk kemunculan beliau as.” (SAL, Aqidah
Syiah, hal 102).
Dengan kadar cinta yang sangat luar biasa seperti ini, maka sudah tidak jelas lagi BEDA
ARAH OBJEK RASA CINTA antara :
a. mana yang cinta kepada ALLAH,
b. mana yang kepada Muhammad,
c. mana yang kepada Ahlul Bait, dan
d. mana yang kepada Imam Ghaib Al Mahdi.
Semuanya bersatu berpilin-pilin kusut dalam sebuah laku syariat yang dipraktekkan oleh
penganut aliran Syi’ah. Dan hari-hari para pencinta ini akan di isi dan dikendalikan oleh
30
rasa cinta terhadap objek itu yang bagi orang lain mungkin terlihat aneh dan berlebih-
lebihan.
Pada bagian sebelumnya sudah diulas secara singkat tentang :
a. Ada pula orang, kelompok atau aliran yang mencoba mengalirkan rasa cintanya
hanya kepada ALLAH seperti yang diperlihatkan oleh sufi wanita Rabiah Al
Adawiyah. Dengan rasa cinta yang membara kepada Allah, maka sang sufi hanya
asyik masyuk dengan “pendekatannya” kepada Allah dan di lain pihak meninggalkan
fungsi kekhalifahannya untuk membangun dan menjadi rahmat bagi alam semesta.
b. Dengan rasa pulalah orang bisa membenci, memusuhi, menyiksa, bahkan sampai
membunuh orang lain, serta menghancurkan sebuah kebudayaan atau bangsa. Saat
muncul sebongkah rasa tidak senang seseorang atau sekelompok orang atau aliran
terhadap orang lain karena orang lain itu menghalangi munculnya rasa enak dan
ekstasis pada dirinya melalui sebuah praktek agama atau kejiwaan, maka saat itu
pulalah sebuah power yang sangat dahsyat mulai diciptakan dan siap untuk
dimuntahkan kepada lawannya.
Dunia Islam sudah sangat kenyang dengan pengalaman membanjirnya darah merah
akibat penganut aliran-aliran atau sekte-sekte di dalam agama Islam saling terjebak
dengan sensasi RASA ini (nanti pada bagian tersendiri akan ditambah dengan uraian
terjebaknya aliran-aliran ini dalam INTELEKTUALITAS tentang pemahaman Al Qur’an dan
Al Hadits).
G. Sejarah Hitam
Awal sejarah hitam ini telah dimulai oleh sahabat-sahabat Nabi tak lama setelah
wafatnya Nabi. Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ai’syah, dan Mu’awiyah, adalah
sedikit nama dari ratusan bahkan ribuan nama-nama lainnya yang telah menorehkan
tinta merah dalam sejarah perjalanan Islam dengan terciptanya dua aliran utama
(mainstream) di dalam Islam yaitu :
• Ahlussunnah (Sunni) di satu sisi dan
• Syi’ah di sisi lainnya,
yang masing-masing mengklaim bahwa yang MURNI ISLAM itu HANYALAH kelompok
mereka. Masing-masing sisi mencap sisi lawannya sebagai KAFIR :
• Syi’ah menganggap penganut Sunni sebagai KAFIR, SESAT, TERLAKNAT, dan darah
pembelotnya pun halal untuk ditumpahkan (lihat. Mengapa saya ke luar dari Syiah,
hal X, Sayyid Husain Al Musawi).
• Di pihak lain, Sunni pun mencetak label KAFIR, SESAT kepada aliran Syi’ah ini dan
darahnya halal untuk ditumpahkan (lihat. Sikap Syi’ah terhadap Al Qur’an, hal 53,
Ahmad bin Abdullah Al-Hamdan).
31
Dan yang sangat mengagumkan lagi, varian dari dua aliran besar inipun bermunculan
dengan pesat. Jumlahnya mungkin sampai ratusan varian yang membuat kebesaran
ISLAM, AL QUR’AN, Muhammad SAW, menjadi hanya sebatas pengertian pihak Sunni
saja, atau pihak Syi’ah saja, atau pengertian dari pihak varian aliran-aliran yang muncul
bak cendawan di musim hujan.
Karena Islam itu TELAH menjadi kecil terkotak-kotak dan tersayat-sayat,
maka ISLAM itu dengan cepat menjadi seperti lentera yang kehabisan
minyak, dan dengan mudah dikalahkan oleh bangsa-bangsa lainnya.
Islam telah terkapar tak berdaya akibat tingkah penganutnya sendiri.
Aneh bin ajaibnya, “semangat” penorehan tinta darah itu sepertinya mau dipertahankan
dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Saat inipun generasi penerus
penoreh tinta merah itu exist bergerak dengan sangat intens, dan tetap akan tetap
exist :
. . . selama tidak adanya niat di antara mereka untuk melakukan “REKONSTRUKSI
BERFIKIR” terhadap ISLAM itu sendiri.
Kalau begitu, adakah JALAN KELUAR (MAKHRAJA) dari dahsyatnya pengaruh JEBAKAN
RASA ini ? Jawabannya adalah, ADA !
Untuk bisa terbebas dari jebakan RASA ini, maka jalan satu-satunya adalah :
. . . dengan KELUAR dari WILAYAH RASA itu yang berada di DADA (SUDUR, QALB).
Wilayah dada ini adalah sebuah wilayah yang disebut juga TUNGKU PERAPIAN, TUNGKU
PENYIKSAAN, dan sekaligus juga adalah RUANGAN PEMBEKU buat manusia di dunia ini.
Di tungku inilah adanya :
• ruangan panas dan dingin,
• ruangan benci dan rindu,
• ruangan iman dan kufur,
yang akan selalu muncul silih berganti mendera setiap manusia.
Kalau tidak mau terjebak dalam ketidaktetapan sifat ini, maka ke luarlah dari sana.
Karena kalau hanya sekedar di manajemeni, dibersih-bersihkan, ditekan-tekan,
maka yang akan mucul selalu sebuah sifat yang terbolak-balik, suasana rasa yang
turun-naik antara baik dan buruk.
Suasana yang menyiksa diri sendiri
32
H. Kebingungan Spiritual
Nah,
. . . perjalanan ke luar dari tungku perapian inilah yang disebut dengan peristiwa
SPIRITUALITAS, yaitu sebuah proses PERJALANAN (MI’RAJ) untuk menemukan
wilayah DIRI universal (muthmainnah) :
• “Diri yang tidak terpengaruh lagi oleh gejolak dan prahara tungku perapian.
• Diri yang selalu menerima pencerahan.
• Dan Diri itu lalu, selalu mengarah kepada sang Penciptanya”.
Diri dengan ciri seperti inilah yang disebut sebagai diri yang tenang,
• Diri yang tahu memanfaatkan tungku perapian itu untuk “memasak” dunia (tanpa
dia sendiri ikut terbakar di dalamnya), sehingga peradaban di dunia itu menjadi
berkembang dari waktu ke waktu dengan sangat menakjubkan.
• Akan tetapi Diri itu sekaligus juga bisa mendinginkan dan membekukan dunia (tanpa
dia ikut membeku di dalamnya).
Ya, diri yang tenang ini seperti terpisah dari prahara akibat panas dan dingin yang
berlebihan dari proses pembentukan peradaban itu, sehingga peradaban itu berubah
menjadi sebuah hidangan lezat untuk dinikmati. Sebuah peradaban yang tidak panas
dan tidak dingin, peradaban yang bisa mengalir membelah zaman membawa muatan
yang merupakan realitas dari PAHALA atau umpan balik buat sang DIRI itu di dunia ini,
saat ini juga.
Banyak orang yang masih bingung dengan istilah spiritualitas ini. Ada yang
menganggapnya hanya sekedar ucapan dan gerak anggota tubuh saja dalam sebuah
praktek ibadah dalam bingkai agama. Ada juga yang menganggapnya sebagai sebuah
peristiwa bertangis-tangisan akibat syahdunya lantunan do’a dan dzikir yang mendayu-
dayu. Bahkan ada yang mengangapnya sebagai hal yang baru dan tidak ada contohnya
di zaman Nabi (BID’AH). Padahal peristiwa spiritualitas ini tanpa disadari oleh mereka,
sebenarnya sedang terjadi pada diri manusia itu sendiri. Spiritualitas itu sedang mengalir
dalam diri manusia tanpa tertahankan sedikitpun, yaitu “proses kejadian manusia” dari
waktu ke waktu.
Manusia pada awalnya tiada, lalu ia diciptakan dari saripati tanah (unsur karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, dll.) dalam bentuk air mani dan ovum yang dipersatukan,
lalu ada gerak tumbuh di dalam rahim, lalu dilahirkan, lalu tumbuh dari kecil menjadi
besar kemudian tua, lalu mati !
33
Kalau digambarkan pergerakan itu kira-kira adalah sebagai berikut:
AKU
(punya kehendak)
GERAK TUNGGAL
(yang membawa kehendak : hidup, melihat, mendengar, merasa, tahu)
Ujung Materi
Unsur-Unsur, Partikel, Saripati Tanah
Diri (Nafs)
(punya tubuh, indra, otak)
SHIBGHATULLAH
Hidup
Melihat, Mendengar, Merasa, Berfikir
Tahu
(peran dan maqam tempat kembali)
Diri Yang Tenang (Nafsul Muthmainnah)
AKU (Allah)
Catatan :
Pemahaman REALITAS GERAK di atas muncul sebagai oleh-oleh 17 Ramadhan 1425 H jam 12:00 s / d 01:30, saat kami
mengadakan pelatihan dengan Pak Haji Slamet Utomo di lapangan Rajawali, Buperta Cibubur.
34
Di sini ada sebuah “PERGERAKAN” yang tidak bisa ditahan oleh siapa pun dan oleh
apapun. GERAK (pada diagram di atas ditulis dengan huruf besar) itu menggerakkan
SUBSTANSI (pada diagram di atas ditulis dengan huruf besar & kecil) apapun yang selalu
hanya bisa ikut tanpa reserve atas apa-apa kemauan Sang Bergerak itu. Ya, substansi
apapun namanya, maka kalau kita perhatikan dengan hening, maka substansi itu
semata-mata nyata bersandar dan bergantung kepada “Gerak” itu. “Gerak” itu meliputi
segala sesuatu. Dan semua substansi itu bersandar dan bergantung kepada Sang
Bergerak secara kekal dan abadi. Pada tatanan manusia, maka substansi yang bersandar
kepada gerak kolosal yang abadi itu disebut juga sebagai Sang Nafs (diri Manusia).
Allah kemudian menerangkan lebih detail bahwa cikal bakalnya Sang Manusia (sang
NAFS) ini adalah dari saripati tanah yang kemudian dialiri “Gerak” yang di dalamnya
sudah terkandung “muatan” berupa HIDUP, MELIHAT, MENDENGAR, MERASA, TAHU.
Muatan gerak itu berguna bagi sang NAFS sebagai fasilitas atau sarana untuk melakukan
perannya sebagai KHALIFAH di muka bumi. Dalam istilah Al Qur’an mengalirnya GERAK
yang bermuatan hidup, melihat, mendengar, merasa, tahu ini kepada Sang Nafs disebut
juga dengan ditiupkan MIN-RUHI (RUH-KU) oleh ALLAH. Atau disebut juga Sang Nafs
telah mengalami celupan Allah (shibghatullah).
Gerak itu dengan telaten, tanpa henti, mengantar Sang Nafs melakukan perannya (amal)
sebagai Duta Istimewa Allah di alam dunia ini. Betapa tidak, untuk sekedar mengangkat
tangan saja, Sang Nafs tidak akan bisa jika “Gerak” itu ngambek mengaliri tangan si
manusia itu. Tidak dialiri “Gerak” di tangan itu dalam istilah manusianya disebut sebagi
“si lumpuh tangan”.
“Gerak” itu juga yang akan mengantarkan manusia melakukan peran sebagai Gatotkaca,
Bima, Presiden, rakyat jelata, petani, dan sejuta peran lainnya. Untuk menyadari
“Gerak” ini pada pribadi-pribadi yang diserahi peran itu, coba perhatikan aktivitas
sebuah pasar dari arah ketinggian. Misalnya berdirilah di balkon ITC MANGGA DUA.
Alihkanlah pandangan ke kerumunan manusia yang berada di lantai dasar balkon itu.
Perhatikanlah bagaimana ratusan Nafs seperti bergerak hilir mudik, kiri kanan, dengan
teratur, tidak bertubrukan satu dengan yang lainnya. Walaupun arah gerak itu tidak
sama, tetapi tidak terjadi tumbukan antar Nafs di lantai dasar itu. Sebenarnya yang
terjadi adalah Sang Nafs hanyalah DIGERAKKAN. Titik !
Gerak itu juga mengantarkan RASA kepada Sang Nafs tentang apa-apa yang mereka
lakukan, mereka lihat, mereka dengar, dan mereka ketahui. Dengan rasa itulah sang
Nafs punya indikator sebagai alat deteksi dini atas peran yang sedang di jalin oleh sang
Nafs dalam rantai kehidupan di dunia ini, sehingga dengan aliran rasa itu, sang Nafs bisa
melakukan “switching” seperlunya apabila GERAK itu mengalirkan rasa yang tidak enak
ke dalam dada sang Nafs. Tapi ada juga sang Nafs yang sudah TIDAK dialiri lagi dengan
35
RASA ENAK oleh Sang GERAK itu. Dalam istilah agamanya, sang Nafs yang sudah tidak
punya indikator rasa ini disebut sebagai si Nafs yang rasanya mati, hatinya mati, hatinya
gelap, hatinya keras, dan sebagainya.
Gerak itu juga mengolah denyut jantung, membawa darah melalui pembuluh darah ke
seluruh sel tubuh. Gerak itu juga memasukkan nafas dan mengeluarkan nafas dari paru-
paru Sang Nafs. Gerak itu menumbuhkan dan mengganti sel-sel tubuh Sang Nafs yang
sudah rusak agar bisa berfungsi dengan baik. Gerak itu tiada henti dalam kesibukan
menyempurnakan Sang Nafs.
Ya, Sang Nafs tadi dihantar oleh Sang Gerak Kolosal itu untuk merangkai amal (peran)
dan menenun kehidupan tanpa henti-hentinya sampai Sang Nafs menemukan posisi
akhirnya (maqam) yang akan tidak berubah lagi. POSISI ABADI. Posisi akhir ini
seharusnya adalah pada posisi “Diri yang Universal” (Nafsul Muthmainnah). Karena
memang Sang Gerak itu selalu punya kecenderungan (gharizah) untuk mengantar Sang
Nafs mengarah kepada suasana Diri yang Universal seperti Universalnya suasana GERAK
KOLOSAL itu sendiri.
Akan tetapi dalam perjalanan menghantar Sang Nafs menemukan posisi akhirnya
(maqam) yang seharusnya universal, kadangkala GERAK itu seperti terhenti di tengah
jalan. Gerak itu adakalanya tertahan oleh kuatnya tarikan ketubuhan (hawa un Nafs)
dan berubah menjadi posisi yang rendah dan terkotak-kotak :
• Ada Nafs yang hanya sanggup mencapai suasana diri yang Ammarah,
• Ada yang sampai ke wilayah diri yang Lawwamah.
Semua pencapaian maqam ini sangat tergantung pada :
. . . seberapa jauh kita menyadari dan membiarkan Sang Gerak itu membawa diri
kita dari satu suasana ke suasana lain yang lebih universal.
Dalam istilah agamanya disebut sebagai :
. . . bertambah dan bertambahnya keimanan kita saat kita diperdengarkan dengan
ayat-ayat Tuhan.
Kalaulah Gerak itu hanya bisa menghantar Sang Nafs sampai ke suasana diri Ammarah
ataupun diri Lawwamah, suasana yang serba tidak menentu, di mana saat di posisi ini
Sang Nafs mengaku-ngaku atas perannya, lalu diri (sang Nafs) itu keburu dipindahkan ke
alam akhirat, maka hampir bisa dipastikan pula bahwa :
. . . suasana diri yang Ammarah ataupun Lawwamah itu akan terbawa ke alam
akhirat.
36
Dan suasana tidak menentu itu pun akan dialirkan terus oleh Sang Gerak kepada sang
Nafs yang sudah berpindah alam ke alam akhirat itu. Dalam istilah agamanya Sang Nafs
DITARUH di tempat yang penuh siksa (neraka). Dan Gerak itu :
. . . mengalirkan rasa tersiksa yang tidak menentu tersebut secara Abadi kepada
Sang Nafs. KEKAL, SELAMA-LAMANYA. Hum fiha abada.
Akan tetapi sebaliknya, jika dalam menguntai kehidupan sewaktu di alam dunia Sang
Nafs berhasil mengikuti hantaran Sang Gerak sampai ntek, untuk menemukan posisinya
yang HAKIKI, yaitu posisi Diri Universal (Nafsul Muthmainnah), lalu dalam posisi diri
universal itu Sang Nafs dipindahkan oleh Sang Gerak ke kehidupan alam akhirat, maka
sungguh beruntunglah Sang Nafs itu. Karena pada suasana diri universal itu sudah tidak
ada lagi ketakutan dan kekhawatiran. Suasana diri yang berada di maqam yang tidak ada
takut dan khawatir ini disebut dalam istilah agamanya sebagai suasana SYURGAWI. Ya,
sang Nafs lalu dihantar oleh Sang GERAK meniti hari-harinya yang abadi untuk
merasakan suasana syurgawi. Sang Gerak itu menghantar Sang Nafs dalam mengarungi
suasana yang dia untai semasa sang Nafs hidup di alam dunia menjadi sebuah
kehidupan syurgawi selama-lamanya. ABADI, KEKAL. Hum fiha abada.
Tapi rentang waktu untuk menemukan posisi abadi ini sangatlah terbatas. Proses
menenun kehidupan ini hanya terjadi selama diri (Sang Nafs) yang terbuat dari saripati
tanah masih belum sempurna pembentukannya. Selama saripati tanah itu masih
disempurnakan di sana-sini, masih disembuhkan setelah sakit, masih diganti sel-selnya
yang rusak, masih diemplek-emplek oleh Sang Gerak menuju yang lebih sempurna, maka
hanya pada saat itulah kita punya kesempatan untuk merenda kehidupan kita menuju
posisi Diri Universal sebagai bekal untuk kehidupan abadi di akhirat. Karena kalau
saripati tanah itu sudah sempurna, sehingga tidak ada lagi yang perlu dipermak, tidak
perlu lagi sel-selnya yang rusak untuk diganti, maka saripati tanah itu sudah tidak
diperlukan lagi. Maka Sang Gerak itu mengambil kembali satu persatu aliran-aliran yang
pernah dialirkan Sang Gerak kepada Sang Nafs yang berupa saripati tanah itu. Sang
Gerak itu tidak lagi mengalirkan rasa melihat, rasa mendengar, rasa tahu, dan yang
terakhir rasa hidup kepada saripati tanah itu. Lalu sang Nafs secara kehidupan dunia
dikatakan MATI. Dan kemudian saripati tanah yang tadinya dibentuk dalam bentuk
tubuh manusia itu diurai melalui gerak pembusukan, pelelehan oleh Sang Gerak untuk
kembali menjadi unsur-unsur tanah.
Akan tetapi ada sebuah rahasia maha besar yang tersimpan dalam rentang waktu
menenun kehidupan selama hidup di dunia itu. Kita tidak tahu kapan Sang Gerak itu
memutuskan bahwa peran saripati tanah itu sudah sempurna dan lalu sang Gerak itu
akan berhenti mengalirkan aliran Melihat, Mendengar, Tahu, dan Hidup kepada saripati
tanah yang sedang merajut peran itu. Kita tidak tahu rahasia itu. Bisa jadi sepuluh tahun
37
lagi, atau bisa juga besok, atau bahkan beberapa menit lagi peran saripati tanah itu
sudah dianggap sempurna oleh Sang Gerak, sehingga saripati tanah itu lalu dimatikan.
Dan dalam ketidaktahuan kita itulah kita harus berpacu dengan waktu untuk merenda
hari agar bisa mencapai posisi Diri yang Universal yang dampaknya akan abadi di
kehidupan akhirat nantinya. Sebuah perjudian hidup yang sangat besar sebenarnya
tengah kita jalani tanpa kita sadari.
Akankah kita lalai dalam perjudian hidup yang maha besar itu ?
Terpulang kepada kita saja sebenarnya.
Seiring dengan diambilnya Melihat, Mendengar, Tahu dan Hidup dari saripati tanah itu
oleh sang Gerak, maka sang Gerak itu lalu menghantar Sang Nafs untuk beralih alam
dari alam dunia menuju alam Akhirat. Bersamaan dengan transformasi kehidupan Sang
Nafs itu, maka Sang Gerak itu tetap mengalirkan Melihat, Mendengar, Tahu dan Hidup
itu kepada Sang Nafs yang sudah berubah bentuk menjadi “kupu-kupu akhirat”, sebuah
bentuk yang tidak sama dengan susunan saripati tanah seperti sebelumnya. Dan dalam
bentuk “kupu-kupu akhirat” inilah kehidupan yang sebenarnya baru dimulai untuk
sebuah kehidupan ABADI dalam suasana sesuai dengan pencapaian Sang Nafs selama
menenun kehidupan di alam dunia. “Sang kupu-kupu akhirat” ini tak lain dan tak bukan
adalah Sang Nafs juga dalam bentuk lain. Dan Sang Gerak itu tetap mengantarnya secara
ABADI pula.
I. Makna Spiritualitas
Spiritualitas tak lain dan tak bukan adalah adalah sebuah pergerakan kesadaran
(INGAT=DZIKIR) substansi manusia (NAFS = DIRI, JIWA) untuk patuh, tunduk, dan
takluk terhadap KEHENDAK ZAT yang merupakan SUMBER dari sebuah GERAK
KOLOSAL yang membentuk, menghidupkan, mematikan, menggerakkan, dan
mencerdaskannya selama waktu yang telah ditentukan untuknya.
Selama dalam proses kreatif, dari awal pembentukan sampai dia mati kembali, saat dia
diemplek-emplek, dirombak, lalu disempurnakan kembali, dan akhirnya dimatikan, maka
substansi Nafs itu harus disadarkan bahwa :
• Dirinya hanyalah bentuk qodrat Tuhan.
• Jantung adalah qodrat Tuhan.
• Tubuh adalah qodrat Tuhan.
• Sudur (dada) adalah qodrat Tuhan.
• Otak adalah qodrat Tuhan.
38
Artinya semua atribut dari Nafs itu hanyalah tempat Tuhan berkreasi, tempat Tuhan
berbuat keramaian, tempat Tuhan menciptakan peradaban bagi kepentingan Nafs itu
sendiri.
Dengan munculnya kesadaran ingat (dzikir) pada Nafs (diri, jiwa) bahwa Sang Nafs itu
hanyalah bentuk dari qodrat Tuhan, maka saat itu pulalah Sang Nafs bisa mengikuti
sebuah Gerak Universal yang sangat KOLOSAL dengan tanpa hambatan bisa menemukan
jalan kembali kepada Pemiliknya. Dalam istilah agamanya Gerak Universal yang kolosal
itu disebut sebagai Sang MIN-RUHI (ruh-Ku) atau disebut juga RUH yang cenderung
membawa apapun untuk kembali mengarah kepada Sang Pemiliknya. Ya, Sang Ruh ini
tidak lagi tersangkut oleh “gravitasi sifat dan bawaan” Nafs (hawa un Nafs) atau tarikan
alam-alam rendah lainnya seperti jin, syetan, iblis, harta, tahta, dsb. Sang Ruh akhirnya
mampu saling berinteraksi dengan Sang Pemiliknya, yaitu AKU (Allah), sehingga
akibatnya Sang Nafs ikut menjadi objek yang menerima pencerahan demi pencerahan,
karena Sang Nafs itu sudah tidak punya pengakuan lagi. Hanya tinggal satu Aku yang
hakiki yang mengaku-ngaku, yaitu Aku (Allah).
Proses perjalanan kesadaran (INGAT) untuk TUNDUK, PATUH, dan TAKLUKnya NAFS
kepada kehendak (qodrat) Tuhan, dan proses KEMBALINYA MIN-RUHI kepada Sang
Pemiliknya setiap saat inilah yang disebut dengan peristiwa spiritual yang merupakan
FITRAH, atau SUNNAH (Sunatullah) bagi setiap makhluk ciptaan-Nya tak terkecuali bagi
manusia, Sang Duta Istimewa.
Jadi dalam proses spiritual itu ada 3 aktivitas besar yang terjadi berbarengan pada saat
yang sama:
a. Proses perjalanan kesadaran bahwa diri manusia, otak manusia hanyalah bentuk
qodrat (kehendak) Tuhan, maka kehendak Tuhan itu lalu menghadap (patuh,
takluk, tunduk) kepada Sunnah Tuhan (Sunnatullah).
b. Proses perjalanan kesadaran bahwa ruh manusia (atau kadang-kadang di sebut
juga oleh Pemiliknya dengan sebutan Aku, Bashirah = Yang Tahu) itu adalah Min-
Ruhi (Ruh-Ku), ruh milik Tuhan, ruh Tuhan, maka lalu ruh itu dengan kehendak
Tuhan kembali kepada Tuhan (Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun = Aku adalah milik
Tuhan, dan Akupun kepada Tuhanku Kembali)
c. Proses perjalanan rasa ingat Tuhan menghadap kembali kepada Tuhan.
Yusdeka tidak bisa membuat RASA INGAT.
• Qodrat Allah kembali kepada Allah !
• Min-Ruhi (Ruh milik Allah) kembali kepada Allah !
• Rasa ingat Allah kembali kepada Allah !
• Maka saat itu sirnalah nama-nama
• Lenyaplah pandangan dan pendengaran
39
• SirnalahYusdeka
• TIADA LAGI PENGAKUAN !
• Sirna, sirna.
• Tiada, tiada.
• Lenyap, lenyap.
• KOSONG !
• Yang ada adalah Yang Ada,
• Yang Ada,
• YANG ADA !
• Yusdeka fana, tiada,
• dan yang ada hanyalah Yang ADA !
• Yang ADA adalah AKU yang bening yang lepas dari tarikan grafitasi NAFS dan
terhindar dari pengaruh Alam-alam RENDAH lainnya.
• Yang ADA adalah AKU yang bening dan jernih yang selalu mendapatkan NUR dan
BURHAN (pencerahan, enligthment) dari Tuhanku.
• AKU, AKU, AKU, AKU,
• INGSUN, INGSUN,
• SANG HIDUP,
• SANG TAHU,
• SANG MATA KEHIDUPAN,
Maka apabila AKU telah bernyata:
Al Anfaal (8 : 17)
"Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah
yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar,
tetapi Allahlah yang melempar."
Hadits Qudsy, HR Bukhari
"Maka Aku merupakan pendengaran yang ia gunakan, Aku merupakan penglihatan
yang ia gunakan, Aku merupakan tangan yang ia gunakan untuk menyerang, dan Aku
merupakan kaki yang ia gunakan untuk berjalan.”
Jadi SPIRITUALITAS adalah :
• Sebuah proses PEMBEBASAN AKU dari pengaruh hisapan dan jebakan gravitasi-
gravitasi NAFS (Hawa Un NAFS) yang berupa Pikiran dan Rasa, sehingga
• Sang NAFS secara otomatis juga akan terbebas dari tarikan alam-alam rendah
(jin, syetan, iblis, dan NAFS-NAFS lainnya).
40
AKU lalu kembali kepada FITRAH-KU dengan menjadi substansi yang MERDEKA, yang
selalu mengarah, memancar kepada TUHAN-KU, sehingga AKU selalu mendapatkan
arahan dan pancaran NUR dari TUHAN-KU setiap saat. Sesuai dengan tugas-KU sebagai
Duta Istimewa, maka AKU lalu menjadi menjadi KUSIR atas NAFS-KU untuk mengelola
dan memakmurkan dunia ini sesuai dengan Sunnah Tuhan-Ku (sunatullah) !
Kalau tidak sampai mendapatkan AKU yang bening dan merdeka seperti ini, maka
posisi itu namanya adalah diri yang tersekat, tersasar, yang dalam istilah agama
disebut dengan SYIRIK !
Perilaku syirik inilah yang menjadikan manusia itu disebut sebagai PENGKHIANAT
TUHAN. Sang Duta Istimewa yang mbalelo terhadap Tuhan yang mengutusnya.
J. Kerancuan Sistematika Berfikir Yang Sangat Luar Biasa Juga Telah Terjadi Dalam
Memahami Sunnah (Al Qur’an dan Al Hadits).
1. Kerancuan 1 Dalam memahami Al Qur’an
Secara sistematis Al Qur’an telah menjadi sebuah kitab kosong yang hanya tinggal
sebatas dibaca, dihafal, dan dilombakan. Ada memang upaya dilakukan untuk
penafsiran ayat-ayatnya secara kontekstual, akan tetapi sayang tafsirannya itu :
• Masih terkesan ragu-ragu dan malu-malu dan
• Nyaris selalu dibawa mundur dan mundur ke alam budaya dan pengertian zaman
Salafus Shalih sekitar seribu tahunan yang lalu.
Padahal Al Qur’an itu adalah sebuah kunci pembuka sebuah gudang penyimpan
senjata pusaka yang sangat ampuh bagi bekal kehidupan umat manusia. Allah
menyatakan di dalam Al Qur’an bahwa ada senjata pusaka di sebuah gudang
penyimpanan rahasia yang diperuntukkan bagi umat Islam sebagai pewaris dan
penerima peta wasiat tempat penyimpanannya. Akan tetapi kunci itu secara tidak
sengaja ternyata telah dibuang oleh umat Islam dan telah beralih tangan kepada
umat yang tidak beragama Islam, sehingga mereka berhasil mendapatkan senjata
pusaka yang ternyata memang sangat ampuh untuk bekal mengelola dunia ini.
Bahkan sangat ampuh untuk menghadapi dan mengalahkan umat Islam itu sendiri.
Hal ini persis seperti kejadian dalam cerita silat Kho Ping Hoo, di mana seorang
Pendekar Sakti meninggalkan pusaka berupa sebuah kitab silat dan Pedang
Penakluk Naga. Di akhir hayatnya, Pendekar itu menyepi mencari jalan Tuhan di
dalam sebuah gua tersembunyi sampai matinya. Si Pendekar masih sempat
menuliskan sebuah pesan singkat (peta menuju Gua Rahasia itu) sebelum nafasnya
berhenti:
41
“Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan“Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan“Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan“Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan
peta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab danpeta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab danpeta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab danpeta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab dan
pedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu inipedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu inipedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu inipedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu ini
tidak berpindah tangan kepada orangtidak berpindah tangan kepada orangtidak berpindah tangan kepada orangtidak berpindah tangan kepada orang----orang yorang yorang yorang yang jahat,ang jahat,ang jahat,ang jahat,
sebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka duniasebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka duniasebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka duniasebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka dunia
persilatan akpersilatan akpersilatan akpersilatan akan mengalami kekacauan dahsyat.an mengalami kekacauan dahsyat.an mengalami kekacauan dahsyat.an mengalami kekacauan dahsyat.””””
ttd.ttd.ttd.ttd.
Pendekar Sakti.Pendekar Sakti.Pendekar Sakti.Pendekar Sakti.
Singkat kata, melalui sebuah peristiwa “kebetulan”, kitab dan pedang pusaka sakti
itu duluan jatuh ke tangan seseorang yang mempunyai karakter jahat dan angkara
murka. Tak lama kemudian tersiarlah kabar ke seantero negeri bahwa seorang
pendekar jahat telah turun gunung malang-melintang di dunia persilatan menebar
bencana.
Gua itu telah kosong, kitab dan senjata pusakanya telah berpindah ke tangan yang
salah. Walaupun suatu saat nanti ada pendekar baik-baik yang menemukan gua itu,
maka dia tidak akan menemukan apa-apa lagi. Tinggallah dunia persilatan yang
mayoritas berisikan orang-orang baik menjadi bulan-bulanan si pendekar jahat. Se-
mentara itu si pendekar baik hanya termangu menyadari keterlambatannya.
Untuk dapat mengalahkan ilmu si pendekar jahat yang sakti itu, maka diperlukan
pula kitab dan senjata pusaka lain yang seimbang. Butuh berbilang tahun kemudian
untuk munculnya seorang pendekar sakti yang baik sebagai lawan yang seimbang
bagi si pendekar jahat itu. Bahkan mungkin harus berganti generasi dulu baru dunia
persilatan untuk kembali aman dan damai !
Hal yang serupa juga terjadi dalam realitas perjalanan agama Islam. Pada awalnya
penyebarannya, umat Islam telah dibekali dengan sebuah peta yang akan
membawa penganutnya untuk menemukan sebuah pusaka untuk mengelola dan
memakmurkan dunia. Peta itu adalah Al Qur’an yang telah dengan baik dipakai oleh
Rasulullah Muhammad SAW untuk mendapatkan senjata pusaka yang cocok untuk
menghadapi segala problematika hidup di zaman Beliau. Akan tetapi berbilang
zaman kemudian, peta itu telah dipakai dan direalisasikan oleh orang lain, dan
mereka berhasil mendapatkan senjata pusaka yang sangat ampuh. Sedangkan bagi
umat Islam, yang tersisa tinggallah peta kosong yang nyaris tidak bermanfaat apa-
apa,
42
. . . selain hanya untuk mendapatkan pahala dalam membaca dan
menghafalnya.
Ya, akibatnya, fungsi Al Qur’an yang tertinggal bagi umat Islam (dengan paradigma
berpikir seperti sekarang ini) boleh dikatakan hanyalah sebatas gudang yang sudah
kosong melompong. Isinya telah duluan diambil oleh umat non muslim. Dengan
senjata itu pulalah mereka mengalahkan dan mengebiri umat Islam hampir di
seluruh dunia. Tinggallah :
. . . umat Islam bisanya hanya sebatas meratapi nasib dan memaki-maki sana-
sini. Memaki Amerika, memaki Yahudi, memaki Barat !
Walaupun Barat telah menemukan senjata pusaka itu, akan tetapi ternyata Barat
tidak mampu memanfaatkan pusaka itu dengan utuh. Ada jurus-jurus dan amunisi
yang tertinggal. Dan yang tertinggal itu ternyata adalah bagian pamungkas dari
rangkaian ilmu dalam pusaka yang telah tercuri itu. Akibatnya Barat gagal
memanfaatkan pusaka itu untuk kemakmuran dunia. Alih-alih memakmurkan dunia,
malah Barat terperosok kepada penghancuran dunia dengan peradaban manusia di
dalamnya.
Lengkap sudah sarana untuk penghancuran peradaban manusia itu tersedia saat
ini :
• Di satu pihak umat Islam sudah tidak punya pusaka apa-apa lagi sebagai bekal
untuk membangun peradaban itu.
• Di pihak lain umat non muslim (baca Barat) berhasil mendapatkan pusaka itu,
akan tetapi sayangnya bagian terpenting dari pusaka itu yang berfungsi sebagai
sebagai langkah penutup atau langkah pamungkas malah mereka tinggalkan.
Yaa, beginilah dunia jadinya !
Apa bentuk senjata pusaka yang telah dicuri orang itu ? Nanti akan saya bahas lebih
dalam pada artikel “Rekonstruksi Berfikir” sub bagian “Al Qur'an Adalah Teropong
Kauniah”.
2. Kerancuan 2 Dalam memahami Al Qur’an
Kerancuan pemahaman Al Qur’an yang lainnya adalah dalam hal memahami
DUALITAS yang terkandung di dalam ayat-ayatnya. Dalam artikel “Menggabung
Kutub Dualitas”, saya sudah singgung secara cukup detail, bahwa di dalam Al Qur’an
seperti ada dua kutub sikap yang sepintas “kelihatannya” saling berlawanan
(bertentangan) bagi manusia dalam menjalani kehidupan ini, yaitu KUTUB
RASIONALIS dan KUTUB FATALIS. Kedua kutub ini difasilitasi keberadaannya oleh Al
Qur’an:
43
Kutub RASIONALIS difasilitasi paling tidak oleh ayat berikut:
Ar Ra'du (13 : 11)
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia."
Kutub FATALIS diwakili secara umum oleh ayat berikut:
At Thalaaq (65 : 2-3)
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu."
Nah, dengan paradigma kerancuan berfikir seperti sekarang ini, jarang sekali umat
Islam yang mampu menggabungkan kedua kutub tersebut menjadi sebuah harmoni
dalam kehidupan, seperti harmoninya panas dan dingin di permukaan bumi yang
telah menghasilkan angin, awan, dan hujan. Umumnya, orang hanya masuk ke
dalam sebuah kutub saja dan menafikan kutub yang lainnya.
Misalnya, orang yang hanya berada pada posisi kutub RASIONALIS, maka segala
sesuatunya yang mereka hadapi akan diukur dengan meteran RASIONAL atau
TIDAKnya. Namun sayangnya meteran yang dipakai untuk mengukur itu seringkali
adalah file yang tersimpan di dalam otaknya. Dan alat masukan datanya juga hanya
sebatas pada bacaan, melihat, dan mendengar atas objek yang sedang diamatinya.
Dalam posisi kutub ini ALLAH seperti berlepas tangan terhadap apa-apa yang akan
dicapai oleh manusia. Dari ayatnya, manusia di fasilitasi untuk mengembangkan diri
tanpa batas.
“Kau rubah kehidupanmu sendiri.”
“Kau tentukan masa depanmu sendiri.”
“Aku tidak ikut-ikut untuk merancang masa depanmu.”
Luar biasa sekali fasilitas yang diberikan Tuhan ini, bahkan nyaris bisa membawa
orang untuk bersikap ATHEIS. Dan dengan fasilitas begitu bebasnya, telah lahir
berbagai pengetahuan tentang ke alaman seperti fisika, kimia, matematika, biologi,
ekonomi dan ilmu-ilmu lainnya. Semuanya ilmu itu ternyata memang bermanfaat
untuk mengantar peradaban manusia meniti zaman.
44
Akan tetapi, karena mereka hanya mementingkan faktor rasionalitas belaka, tak
jarang yang terjadi adalah munculnya generasi yang pada satu sisi mereka memang
mampu menangkap bahasa Tuhan yang berada pada setiap ciptaan Tuhan, akan
tetapi di sisi lain mereka merasakan kekeringan RASA di dalam JIWAnya. Akibatnya
untuk mencari kekeringan JIWA itu, maka praktek-praktek mengasah dan
menghidupkan rasa itu sangatlah digandrungi mereka. Di Barat sana, yang
digandrungi orang dan berkembang dengan pesat saat ini adalah praktek-praktek
tasawuf, meditasi, psychic, psychology transpersonal/transcendental, yang tentu
saja dengan OBJEK FIKIR yang berbeda-beda pula.
Pembimbing kami pernah ajukan pertanyaan kepada seseorang dari Perancis, saat
dia datang ke Indonesia mencari tasawuf: “Kenapa anda ingin masuk ke tasawuf,
bukannya mencari Islam atau Kristen ? Jawabnya: “Saya nggak mau Islam, saya
nggak mau Kristen, karena dua-duanya suka berantem dan senang gontok-
gontokan.”. Duh kasihan sekali agama-agama ini!
Penyebab dari kekeringan jiwa ini kalau ditelusuri dari bunyi ayat Ar Ra’du 11 di
atas, maka bagi yang manusia yang arif akan dapat menangkap pokok
permasalahannya, yaitu karena sang manusia telah berkhianat terhadap Tuhan.
Manusia yang walaupun kelihatannya mampu sedemikian rupa untuk
mengembangkan peradaban dan pengetahuannya sampai “keujung ilmu”, mereka
ternyata kebanyakan lupa bahwa pada hakikinya (yang sebenarnya) Tuhanlah yang
merubah peradaban manusia. Tuhanlah yang menciptakan ilmu, Tuhanlah yang
berkreasi, Tuhanlah yang menata peradaban manusia itu.
Awal ayat di atas menyiratkan: “nanti Kuubah dan Kuikuti seperti apa maumu.” Ya,
pada hakekatnya Tuhanlah yang berkehendak, yang mengatur peradaban manusia
melalui “aliran tahu, aliran cerdas, aliran kuasa” yang menyusup mengisi sel-sel otak
manusia. Jadi HANYA KELIHATANNYA saja manusia itu bisa, manusia itu tahu,
manusia itu kuasa, dan sebagainya, padahal semua itu adalah fasilitas MILIK ALLAH
yang diberikan buat manusia untuk mengemban amanat sebagai Duta Istimewa
Tuhan di dunia ini.
Ya, masalahnya ternyata hanya sederhana saja. Sang Duta Istimewa telah lupa, lalai,
tidak ingat (nisyan) bahwa semua fasilitas itu harus didudukkan pada tempat yang
sebenarnya. Untuk dengan kerelelaan dan kesadaran penuh MENGEMBALIKANNYA
kembali kepada ALLAH.
K. Ya, Pengembalian !
Pada kutub yang berlawanan, yaitu kutub FATALIS, hal yang sebaliknya terjadi. Pada
kutub ini kalau dilihat secara sepintas seakan-akan sudah islami sekali :
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi
Yusdeka   duta, pengkhianat & rekonstruksi

More Related Content

Similar to Yusdeka duta, pengkhianat & rekonstruksi

Kata pengantar harddisk
Kata pengantar harddiskKata pengantar harddisk
Kata pengantar harddisk
Yadhi Muqsith
 
Kata pengntar, daftar isi
Kata pengntar, daftar isiKata pengntar, daftar isi
Kata pengntar, daftar isi
Hikuya Moini
 
PANDUAN RISALAAH FIQIH PUASA DALAM ISLAM
PANDUAN RISALAAH FIQIH PUASA DALAM ISLAMPANDUAN RISALAAH FIQIH PUASA DALAM ISLAM
PANDUAN RISALAAH FIQIH PUASA DALAM ISLAM
AbiRuqayya
 
Diaspora Adat dan Kekerabatan Alam Minangkabau: Sebuah kepelbagaian kajian pe...
Diaspora Adat dan Kekerabatan Alam Minangkabau: Sebuah kepelbagaian kajian pe...Diaspora Adat dan Kekerabatan Alam Minangkabau: Sebuah kepelbagaian kajian pe...
Diaspora Adat dan Kekerabatan Alam Minangkabau: Sebuah kepelbagaian kajian pe...
Harry Ramza
 
Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf
Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdfKeperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf
Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf
VianHertamina
 
Jalan dakwah mustafa masyur..
Jalan dakwah   mustafa masyur..Jalan dakwah   mustafa masyur..
Jalan dakwah mustafa masyur..
Dayang Hasyimah
 
Kelas_12_SMA_Pendidikan_Agama_Islam_dan_Budi_Pekerti_Siswa.pdf
Kelas_12_SMA_Pendidikan_Agama_Islam_dan_Budi_Pekerti_Siswa.pdfKelas_12_SMA_Pendidikan_Agama_Islam_dan_Budi_Pekerti_Siswa.pdf
Kelas_12_SMA_Pendidikan_Agama_Islam_dan_Budi_Pekerti_Siswa.pdf
SitiMarwia1
 
Ibnuqayyimaljauziyah kuncikebahagiaan
Ibnuqayyimaljauziyah kuncikebahagiaanIbnuqayyimaljauziyah kuncikebahagiaan
Ibnuqayyimaljauziyah kuncikebahagiaan
abemat1000
 

Similar to Yusdeka duta, pengkhianat & rekonstruksi (20)

Kata pengantar harddisk
Kata pengantar harddiskKata pengantar harddisk
Kata pengantar harddisk
 
Renungan harian
Renungan    harianRenungan    harian
Renungan harian
 
Makalah kewarganegaraan
Makalah kewarganegaraanMakalah kewarganegaraan
Makalah kewarganegaraan
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Makalah tafsir pl eksel
Makalah tafsir pl ekselMakalah tafsir pl eksel
Makalah tafsir pl eksel
 
Kata pengantar
Kata pengantarKata pengantar
Kata pengantar
 
Makalah sholat
Makalah sholatMakalah sholat
Makalah sholat
 
Kata pengntar, daftar isi
Kata pengntar, daftar isiKata pengntar, daftar isi
Kata pengntar, daftar isi
 
PANDUAN RISALAAH FIQIH PUASA DALAM ISLAM
PANDUAN RISALAAH FIQIH PUASA DALAM ISLAMPANDUAN RISALAAH FIQIH PUASA DALAM ISLAM
PANDUAN RISALAAH FIQIH PUASA DALAM ISLAM
 
Diaspora Adat dan Kekerabatan Alam Minangkabau: Sebuah kepelbagaian kajian pe...
Diaspora Adat dan Kekerabatan Alam Minangkabau: Sebuah kepelbagaian kajian pe...Diaspora Adat dan Kekerabatan Alam Minangkabau: Sebuah kepelbagaian kajian pe...
Diaspora Adat dan Kekerabatan Alam Minangkabau: Sebuah kepelbagaian kajian pe...
 
Buku Sakti Sidhi Ngucap
Buku Sakti Sidhi NgucapBuku Sakti Sidhi Ngucap
Buku Sakti Sidhi Ngucap
 
Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf
Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdfKeperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf
Keperawatan-GAdar-dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf
 
Jalan dakwah mustafa masyur..
Jalan dakwah   mustafa masyur..Jalan dakwah   mustafa masyur..
Jalan dakwah mustafa masyur..
 
Kelas 12
Kelas 12Kelas 12
Kelas 12
 
Kelas_12_SMA_Pendidikan_Agama_Islam_dan_Budi_Pekerti_Siswa.pdf
Kelas_12_SMA_Pendidikan_Agama_Islam_dan_Budi_Pekerti_Siswa.pdfKelas_12_SMA_Pendidikan_Agama_Islam_dan_Budi_Pekerti_Siswa.pdf
Kelas_12_SMA_Pendidikan_Agama_Islam_dan_Budi_Pekerti_Siswa.pdf
 
Materi fiqih-1
Materi fiqih-1Materi fiqih-1
Materi fiqih-1
 
Kebutuhan dasar manusia
Kebutuhan dasar manusiaKebutuhan dasar manusia
Kebutuhan dasar manusia
 
Kebutuhan_dasar_manusia_komprehensif_1.pdf
Kebutuhan_dasar_manusia_komprehensif_1.pdfKebutuhan_dasar_manusia_komprehensif_1.pdf
Kebutuhan_dasar_manusia_komprehensif_1.pdf
 
Ibnuqayyimaljauziyah kuncikebahagiaan
Ibnuqayyimaljauziyah kuncikebahagiaanIbnuqayyimaljauziyah kuncikebahagiaan
Ibnuqayyimaljauziyah kuncikebahagiaan
 
makalah ovi.pdf
makalah ovi.pdfmakalah ovi.pdf
makalah ovi.pdf
 

More from Fitri Indra Wardhono

Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
Fitri Indra Wardhono
 
Pedoman RIPPDA 2015
Pedoman RIPPDA 2015Pedoman RIPPDA 2015
Pedoman RIPPDA 2015
Fitri Indra Wardhono
 
Kebatinan & kejawen islam
Kebatinan & kejawen   islamKebatinan & kejawen   islam
Kebatinan & kejawen islam
Fitri Indra Wardhono
 
Daftar ayat & surat untuk ruqyah
Daftar ayat & surat untuk ruqyahDaftar ayat & surat untuk ruqyah
Daftar ayat & surat untuk ruqyah
Fitri Indra Wardhono
 
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat UsahaMeruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Fitri Indra Wardhono
 
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasTata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Fitri Indra Wardhono
 

More from Fitri Indra Wardhono (20)

Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
Perdesaan, sebagai tempat akan dilaksanakannya pembangan pariwisata perdesaan...
 
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
Kumpulan Ayat Pilihan Untuk Yang Sedang "Jatuh"
 
Ad dukhon 43 – 59
Ad dukhon 43 – 59Ad dukhon 43 – 59
Ad dukhon 43 – 59
 
Pedoman RIPPDA 2015
Pedoman RIPPDA 2015Pedoman RIPPDA 2015
Pedoman RIPPDA 2015
 
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataanAneka diagram penataan ruang kepariwisataan
Aneka diagram penataan ruang kepariwisataan
 
Kumpulan ayat ruqyah standar
Kumpulan ayat ruqyah standarKumpulan ayat ruqyah standar
Kumpulan ayat ruqyah standar
 
Instrumen gabungan survey kepariwisataan
Instrumen gabungan survey kepariwisataanInstrumen gabungan survey kepariwisataan
Instrumen gabungan survey kepariwisataan
 
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyahEvaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
Evaluasi penguasaan ayat ayat al qur’an untuk pelaksanaan ruqyah syar’iyyah
 
Daftar ayat ayat ruqyah
Daftar ayat ayat ruqyahDaftar ayat ayat ruqyah
Daftar ayat ayat ruqyah
 
Kebatinan & kejawen islam
Kebatinan & kejawen   islamKebatinan & kejawen   islam
Kebatinan & kejawen islam
 
Daftar ayat & surat untuk ruqyah
Daftar ayat & surat untuk ruqyahDaftar ayat & surat untuk ruqyah
Daftar ayat & surat untuk ruqyah
 
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat UsahaMeruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
Meruqyah Rumah dan/atau Tempat Usaha
 
Sistem perencanaan kepariwisataan
Sistem perencanaan kepariwisataanSistem perencanaan kepariwisataan
Sistem perencanaan kepariwisataan
 
Penataan ruang kepariwisataan
Penataan ruang kepariwisataanPenataan ruang kepariwisataan
Penataan ruang kepariwisataan
 
Paparan dompak
Paparan dompakPaparan dompak
Paparan dompak
 
Renstra cipta karya 2006
Renstra cipta karya 2006Renstra cipta karya 2006
Renstra cipta karya 2006
 
Kek teroritis
Kek teroritisKek teroritis
Kek teroritis
 
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANGPENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
Sosialisasi uu 27 / 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU...
 
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari BappenasPanduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
Panduan penataan ruang & pengembangan kawasan - Sebuah panduan dari Bappenas
 
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari BappenasTata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
 

Yusdeka duta, pengkhianat & rekonstruksi

  • 1. Tabir, Pengkhianat, dan Rekonstruksi Oleh Yusdeka Dikompilasi oleh FIW
  • 2. 2 Kata Pengantar Tulisan berikut ini merupakan buah karya dari Ustadz Yusdeka, penulis produktif dari milis “Dzikrullah” (https://groups.yahoo.com/group/dzikrullah) dan blog “Sikap Murid Dalam Berketuhanan Sedang Belajar Mendekat Kepada Dzat Yang Maha Dekat” (yusdeka.wordpress.com). Untuk keperluan pribadi, kami mengkompilasi tulisan-tulisan tersebut, baik berdasarkan abjad huruf pertama dari judul tulisan, maupun berdasarkan topik tertentu. Berikut ini adalah kumpulan tulisan dengan topik berjudul “Tabir, Pengkhianat, dan Rekonstruksi”. Dalam pengkompilasian ini, kami berusaha untuk tidak menambah dengan kata-kata kami sendiri. Yang kami lakukan adalah penyuntingan tampilan. Tujuan pengkompilasian ini tak lain adalah agar memudahkan kami untuk membaca dan memahami tulisan-tulisan tersebut. Hal ini disebabkan karena kebodohan kami untuk dapat memahami tulisan yang Ustadz Yusdeka tulis. Untuk itu kami merasa perlu untuk menstrukturkan dan mensistematisasikannya. Selain itu, kami menambahkan dengan uraian kesimpulan atas apa yang menjadi materi pembahasan Ustadz Yusdeka. Tulisan dari Ustadz Yusdeka demikian canggihnya, tidak heran jika disadari apa yang Ustadz Yusdeka tulis pada hakekatnya adalah tulisan yang langsung digerakkan oleh Allah SWT sendiri, sehingga kami terkadang menggap-menggap dalam membaca. Bahkan setelah selesai membaca, kami terkadang bertanya-tanya, apa yang telah kami baca tadi, mengingat kebodohan kami dalam hal yang ditulis tersebut. Setelah pengkompilasian ini tercapai kami berpendapat alangkah sayangnya jika tulisan dari Ustadz Yusdeka yang sudah dikompilasi tersebut hanya untuk kami konsumsi sendiri. Untuk itu, dalam format PDF, kami menaruhnya di internet. Semoga dengan demikian semakin banyak pihak yang dapat turut menikmati, dan harapan kami, dapat menemani Ustadz Yusdeka untuk camping di pinggir surga. (FIW)
  • 3. 3 Daftar Isi Artikel 1 : Iqraa ..., Membaca Tabir Menguak Takdir .............................................................. 5 Artikel 2 : Pengkhianat Tuhan .............................................................................................. 16 A. Pendahuluan .................................................................................................................. 16 B. Tugas Kita Apa ?............................................................................................................. 16 C. Allah Pamer.................................................................................................................... 18 D. Sang Pengkhianat Tuhan................................................................................................ 20 E. Ketidakpatuhan Kolektif................................................................................................. 23 F. Kemungkinan Penyebabnya........................................................................................... 24 G. Sejarah Hitam................................................................................................................. 30 H. Kebingungan Spiritual .................................................................................................... 32 I. Makna Spiritualitas ........................................................................................................ 37 J. Kerancuan Sistematika Berfikir Yang Sangat Luar Biasa Juga Telah Terjadi Dalam Memahami Sunnah (Al Qur’an dan Al Hadits).................................................... 40 1. Kerancuan 1 Dalam memahami Al Qur’an..............................................................40 2. Kerancuan 2 Dalam memahami Al Qur’an..............................................................42 K. Ya, Pengembalian ! ........................................................................................................ 44 L. Menjadikan Agama Sebagai Kuda Tunggangan ............................................................. 50 Artikel 3 : Rekonstruksi Pemahaman As Sunnah................................................................... 53 A. Pendahuluan .................................................................................................................. 53 B. Ketaklukan Muhammad SAW ........................................................................................ 54 C. Al Hadits Sudah Habis, Sedangkan As Sunnah adalah Abadi......................................... 56 D. Mengupas Kulit Bawang Sejarah.................................................................................... 58 E. Titik Awal Pertikaian Hitam............................................................................................ 59 F. Munculnya Golongan-Golongan .................................................................................... 63 G. Masa Pemangkasan As Sunnah...................................................................................... 69 H. Kadaluarsanya TEKSTUAL Al Hadits ............................................................................... 71 I. Al Qur’an, Al Hadits dan Kitab Ulangan ......................................................................... 72 J. Lalu Bagaimana ? ........................................................................................................... 73 K. Sikap Berketuhanan ....................................................................................................... 73 Artikel 4 : Rekonstruksi Berfikir............................................................................................ 77 A. Al Qur'an adalah Teropong Kauniah.............................................................................. 80 B. Teropong........................................................................................................................ 82 C. Objek Teropongan.......................................................................................................... 84 D. Kesadaran Berketuhanan............................................................................................... 85 E. Proses Mengamati ......................................................................................................... 86 F. Naluri Mengamati .......................................................................................................... 87 G. Alam Pengamatan.......................................................................................................... 88 H. Hasil Pengamatan........................................................................................................... 90 1. Kelompok Pertama : Orang Yang Berhenti di BENDA .............................................91 2. Kelompok Kedua : orang yang di samping : ............................................................92 3. Kelompok Ketiga : Orang Yang Tidak Melakukan Pengamatan Apa- Apapun Di Dalam Hidupnya ....................................................................................93
  • 4. 4 I. Ulul Albab, Karakter Si Ahli Ekstasis............................................................................... 97
  • 5. 5 Artikel 1 : Iqraa ..., Membaca Tabir Menguak Takdir1 Pelajaran membaca tabir tertua yang pernah dilakukan oleh manusia yang tercatat di dalam kitab suci Al Qur'an adalah tatkala Qabil kebingungan untuk menguburkan saudaranya Habil yang telah dibunuhnya karena rasa iri. Qabil iri Qurbannya tidak diterima oleh Allah, sementara Qurban Habil diterima oleh Allah. Setelah Qabil membunuh saudaranya, dia bingung melihat mayat saudaranya tergeletak dihadapannya. Mau diapakan mayat itu. Namun Allah mengirim dua ekor burung gagak yang kemudian berkelahi satu sama lain. Salah seekor dari burung itupun mati. Burung yang hidup lalu menggali sebuah lobang dan menguburkan burung lain yang telah mati itu. Qabilpun mengambil pelajaran dari peristiwa itu dan mengubur saudaranya pula setelah itu. (Lihat Al Maidah, 5 : 30-31). Marilah dalam kesempatan ini saya ingin mengajak pembaca untuk mengembara sejenak dalam proses membaca tabir yang sedemikian banyaknya di alam semesta ini. Apa perbedaan dan persamaan yang kentara antara orang berketuhan yang hakiki dengan orang yang tidak berketuhanan dalam membaca tabir-tabir itu. Siap-siaplah. Di suatu pagi yang berkabut tipis, aku duduk di beranda belakang rumahku. Saat itu belum ada gumpalan-gumpalan pikiran yang mengalir di dalam otakku. Mataku, telingaku, dan hatiku juga masih bisa merasakan bekas-bekas kenikmatan tentang bagaimana seorang hamba bertemu dengan Tuhan-nya semalaman dalam sebuah proses tidur yang nyaman. Suasana itu ditambah lagi dengan masih berbekasnya rasa perjumpaanku dengan Tuhanku dalam keadaan sadar saat Shalat Subuh tadi yang sungguh membahagiakan. Sekilas kulihat tetes-tetes air yang diam bergerombol disehelai daun pisang, yang semalam jatuh disikut angin kencang didepan rumahku. Tetes-tetes air itu diseruput dengan riang gembira oleh sepasang burung kecil berbulu hijau diselingi warna jingga, merah dan putih disana-sini. Indah sekali sapuan perpaduan warna ditubuh burung itu. Bulunya seperti diukir dengan sangat teliti sampai ke helai-helai terkecilnya. Sang burung bernyanyi, berteriak, berkicau bergantian seperti terkesima melihat datangnya usapan lembut cahaya matahari ke bibir cakrawala. Biasa saja sebenarnya apa yang kulihat dipagi hari itu. Seperti juga biasanya tarikan nafasku selama ini. Tapi tidak dengan pagi itu. Sepasang burung itu sepertinya ingin bertegur sapa denganku: "Wahai Deka ..., kami tadi hanya seperti melayang turun dituntun angin mengarah ke tetes air di daun pisang yang rontok ini. Kami juga tidak tahu apakah perut kami minta diisi 1 http://4part2.blogspot.com/2009/04/iqra-membaca-tabir-menguak-takdir.html
  • 6. 6 dengan air atau tidak. Tiba-tiba saja paruh kami telah diarahkan ketetes-tetes air itu, dan butir-butir air itupun seperti diisap oleh sebuah daya untuk memasuki tembolok kami melalui paruh kami yang munggil ini ...". Sementara aku hanya diam dan diam saja sambil mengamati tingkah dan nyanyian ceria sang burung. Dalam diam, kucoba mengamati daya yang sedang bekerja itu dengan mataku, namun daya itu tak tersentuh oleh retina mataku. Kucoba pula mendengarkan daya itu, siapa tahu bisa kutangkap frekwensinya dengan telingaku. Tapi tak segetarpun daya itu bisa kutangkap dengan gendang telingaku. Yang kudengar hanyalah desauan suara angin menyapu lembut lembar-lembar daun pisang yang tumbuh subur dipojok rumahku. Angin ? Benarkah ada desau suara angin ? Ternyata anginpun tidak bersuara sebenarnya. Adanya desauan angin baru akan terdengar tatkala angin itu menyentuh sebuah tanda, tanda angin. Misalnya lembaran daun yang digoyang oleh sang angin. Tandanya itu yang digetarkan oleh sang angin, sehingga akupun berkata "Ooo, ada angin yang sedang bertiup." Dan saat aku melihat ada dedaunan kering yang melayang-layang dan berputar-putar di didekatku, akupun akan berkata "Oo, ada angin puting beliung yang sedang mengajak dedaunan kering itu menari dan berdansa". Ya, aku baru tahu ada angin ketika sang angin itu menyentuh tanda-tanda yang menandakan sang angin ada. Awan, asap, dedaunan, adalah tanda (tabir) bahwa ada angin yang sedang berkisar-kisar. Saat melihat awan yang sedang bergerak bergulung-gulung dengan cepat, maka kesadaranku akan berkata "Ooo ..., ada angin yang sedang bertiup kencang di udara". Gampang sekali kita meyadari adanya angin saat kita melihat tanda-tanda (tabir) angin. Mudah sekali. Orang tak beragamapun akan bisa menyadari akan adanya sang angin dengan sama mudahnya dengan orang yang beragama. "Wahai Deka, akupun hanya sekedar diam saja. Ada daya yang sedang mengisar-ngisarku. Ada daya yang sedang merembesiku, sehingga akupun seperti punya daya untuk menggerakkan awan, asap, dan dedaunan itu", sang angin seakan mencoba memahamkan diriku yang sepertinya mulai kehilangan arah pikirku. Karena sepengetahuanku, angin itu terjadi hanyalah karena adanya perbedaan tekanan udara di dua tempat yang berbeda, sehingga udara akan bergerak dari tempat yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Ya ..., angin itu hanyalah peristiwa alamiah biasa saja setahuku, sehingga akupun tidak paham saat aku membaca ayat di dalam kitab Al Qur'an tentang bagaimana angin itu dikisar-kisarkan (watashriifirriyah) oleh Allah. Al Baqarah (2 : 164) "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati-
  • 7. 7 nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh tanda-tanda bagi kaum yang memikirkan." Al Jaatsiyah (45 : 5) " . . . dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda bagi kaum yang berakal." Puluhan kali sudah kubaca ayat-ayat di atas. Tapi saat membaca ayat itu, tidak terlintas sedikitpun di dalam otakku tentang apa guna dari angin yang dikisar-kisarkan itu. Aku tidak pernah memikirkan akan adanya daya yang sedang bekerja diperkisaran angin itu. Itu sungguh tidak pernah kupikirkan. Akalku hilang, pikiranku buntu ketika aku membaca tanda- tanda diperkisaran angin itu, sehingga tidak ada sesuatupun yang bisa kuhasilkan dari proses membaca tulisan arab dari ayat-ayat Al Qur'an di atas dengan sangat lancar dan tartil. Tidak ada hasilnya, kecuali hanya rasa senang bahwa aku sudah membaca Al Qur'an dan aku akan diberi pahala oleh Allah. Hanya itu ! Hal ini sangat berbeda dengan apa yang dilakukan orang-orang yang mencoba memikirkan tentang perkisaran angin itu. Di perusahaan BOEING dan AIR BUS, sekumpulan orang berhasil menemukan rahasia tentang perkisaran angin itu. Mereka mengerti dengan utuh tentang bagaimana perilaku kisaran angin itu yang melewati lempengan logam yang bentuknya seperti sayap burung, sehingga dari proses berfikir mereka tentang kisaran angin itu lahirlah pesawat-pesawat terbang dengan berbagai bentuk, ukuran, dan penggunaannya. Sungguh mereka adalah orang-orang yang berfikir dan orang-orang yang berakal seperti yang diminta oleh ayat-ayat di atas, sehingga merekapun bisa melihat bahwa tidak sedikitpun ada kesia-siaan dalam setiap perkisaran angin itu. Mereka telah menjalankan ayat itu dengan sangat baik dan telaten, sementara aku dari dulu- dulu masih saja menjadi seorang penyair yang melantunkan ayat-ayat itu dengan irama yang sangat mendayu-dayu, • ". . . watashriifirriyah, . . . watashriifirriyah, watashriifirriyah . . ." • "Oh ... angin, betapa engkau berkisar-kisar di langit biru ...". • "Perkisaran angin itu Allooh yang mengerakkan" • "Dengan angin yang berkisar itu Allooh membantu penyerbukan tumbuhan". • "Dari Allooh semuanya ..." Fasih sekali aku mengungkapkannya. Akan tetapi saat ditanya: "Ada apa dengan perkisaran angin itu ?", maka pikiranku langsung jadi buntu, akalku langsung jadi beku, sehingga aku hanya bisa berkata: “Nggak tahu tuh !!!". Persis seperti tidak tahunya seorang Aborigin, atau seorang Badui, atau seorang terasing di
  • 8. 8 pedalaman Irian. Ternyata selama ini aku sungguh sudah sangat keterlaluan. Aku rutin membaca huruf-huruf Al Qur'an, tapi tanpa aku mampu memikirkan dan menjalankan akalku tentang apa-apa yang kubaca itu. Berpikir tentang anginpun aku tidak, sebagaimana juga dengan ayat yang memerintahkanku memikirkan hal-hal yang lainnya ?? Aku hanya seperti orang yang sedang ngelindur dalam tidur. Padahal aku tahu persis bahwa : Ash Shaff (61 : 3) "Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan (alami)". Dalam pengaruh rasa bersalah itu, sang burung pun seperti berkata kembali kepadaku: • "Wahai Deka, aku hanyalah tanda tentang adanya daya yang sedang menuntunku untuk turun kedaun pisang layu itu, untuk kemudian daya itu mengarahkan paruhku ketetes- tetes air yang sepertinya sudah ditahan pula agar bisa masuk ketembolokku. Daya itupun sepertinya meneruskan butir-butir air itu masuk kedalam setiap sel tubuhku, sehingga tubuhkupun menjadi sesegar embun pagi". o "O ..., kalau begitu kau hanya diam saja wahai sang burung kecil ?". • "Exactly deka ..., aku hanya diam. Daya itulah yang sibuk menggiringku ke sana kemari. Daya itu melecutkan kepak sayapku. Daya itu mengisarkan angin agar aku bisa membubung naik keangkasa raya. Daya itu juga menahan anak-anakku agar dia tidak keluar dari sarangku. Daya itu Maha Sibuk mengaturku, dan anak-anakku. Aku hanya seonggok tanah yang dialiri daya ...". Tiba-tiba seekor kucing tetangga berwarna putih meloncat kedekat sang burung yang sedang hinggap dibangkai daun pisang itu. Sang burungpun terkaget-kaget dan mencelat ke udara laksana sehelai kapas yang tertiup badai. Kucing itupun ternyata sedang didorong pula oleh daya yang sama dengan daya yang berkerja pada tubuh burung tadi. Namun bagiku itu sudah cukup. Aku mulai tersenyum memandang sesuatu yang tak terlihat oleh mata. Sesuatu yang tak terasa oleh kulit. Sesuatu yang tak terdengar oleh telinga. Sesuatu yang tak terdefinisikan dengan kata-kata dan kalimat-kalimat. Sesuatu itu menjadi sangat nyata karena ada tanda-tanda yang teruntai sedemikian banyaknya yang menandai akan adanya Sesuatu Yang Sangat Hebat. Tanda itu membuat Sesuatu itu nyata. Tanda tadi adalah tabir-Nya. Buat sejenak muncul kepahaman di dalam dadaku bahwa segala sesuatu dialam semesta ini pastilah diatur oleh Satu Daya Tunggal Yang Maha Dahsyat. Karena cakupannya adalah segala sesuatu, tak terkecuali apapun juga, maka Daya itu pastilah meliputi segala sesuatu. Rasa-rasanya semua orang juga tahu tentang teori ini. Apalagi ahli fisika tradisional maupun yang super modern, termasuk ahli astronomi terkini, mereka juga tahu sekali akan adanya daya tunggal itu. Daya yang memegang alam semesta ini agar
  • 9. 9 masing-masing benda langit bisa duduk diam di jalur edarnya yang sepertinya telah ditentukan dengan sangat seksama dan akurat sekali. Daya itu bersifat sangat memaksa. Tidak ada sesuatupun yang bisa keluar dari genggaman daya itu walau sekejap mata sekalipun. Selama puluhan tahun, para ahli fisika dan astronomi mencoba untuk mengetahui daya tunggal macam apakah gerangan yang memegang alam semesta ini. Mereka ingin melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri.. Mereka ingin melihat bukti tentang daya itu melalui berbagai alat yang mereka ciptakan. Namun mereka tetaplah berada dalam keraguan yang sangat panjang. Karena yang mereka temukan itu masih saja tanda-tanda akan adanya daya tunggal itu. Mereka juga masih memecah belah daya itu menjadi beberapa daya yang mereka sebut sebagai daya kuat, daya lemah, daya elektromagnetik, dan daya grafitasi. Bahkan ada yang mencoba menggabungkan keempat daya itu dalam teori daya superstring, dan entah apalagi nantinya. Akan tetapi, pembagian itu mereka lakukan tetap saja hanya semata-mata karena melihat pengaruh daya itu pada tanda (tabir) yang terlihat oleh mata atau logika mereka. Padahal dilihat dari tabir manapun juga pasti akan ketemu tentang ada daya itu sebenarnya. Sedangkan tentang Dzat yang di balik tabir itu, Sang Punya Daya, mereka tetap saja bingung untuk memahaminya, karena mereka ngotot untuk ingin membuktikan Dzat itu dengan mata-kepala dan logika ilmiah yang mereka punyai. Akhirnya dalam kebingungan itu, mereka hanya bisa berkata: "Ada Dark Energy dan Dark Materi yang menjadi The Biggest Mistery yang menyelimuti The Universe. Alam semesta ini dimulai dari kegelapan materi dan energi. Kemudian Ada BIG-BANG. Dari kegelapan itu ada Materi yang berpendar dengan kekuatan yang amat dahsyat, dan ada pula Daya yang sangat amat dahsyatnya yang mengembangkan materi itu dengan kecepatan yang juga sangat dahsyat sekali, sehingga terbentuklah awal kehidupan. The Universe. Dan pada akhirnya semua akan kembali membeku dan menjadi Dark Energy dan Dark Materi yang prosesnya sangat lama-lama-lama sekali". Ini khan Hadist Qudsi dalam ungkapan bahasa orang yang tidak beriman kepada Allah saja sebenarnya. Mereka juga sibuk mencari tanda tentang adanya Daya Sang Hidup yang menyelimuti segala sesuatu. Mereka bisa temukan tanda Daya Sang Hidup itu dimateri yang terkecil yang mereka namakan sebagai pembentuk dasar materi. Misalnya Daya Hidup itu terbaca ditabir netron, proton, dan pada nama-nama tabir aneh lainnya seperti : muon, tauon, muon neutrino, tauon neutrino, up quark, charm quark, top quark, down quark, strange quark, bottom quark, antielectron, electron antineutrino, muon antineutrino, tauon antineutrino, up antiquark, charm antiquark, top antiquark, down antiquark, strange antiquark, bottom antiquark. Sungguh sibuk sekali mereka mengamati tabir-tabir itu tanpa mereka bisa "sadar"
  • 10. 10 pada Yang Menabiri Diri-Nya dengan tabir-tabir yang seakan-akan bisa hidup dan bergerak dengan sendirinya itu. Kalau hanya sampai di proses membaca tabir seperti ini, siapa saja bisa melakukannya. Beragama atau tidakkah dia, Islam atau tidakkah dia, pintar atau bodohkah dia, semua bisa melakukannya. Semakin baik dan benar dia melakukan proses membaca tabir-tabir itu, maka semakin banyak dan bernas pulalah pengajaran yang akan dia terima. Karena saat dia memandang tabir itu pada hakekatnya dia tengah mendengarkan Sang Pemilik tabir itu sedang bercakap-cakap kepadanya secara langsung. Namun banyak yang tidak sadar tentang itu. Mereka mengira bahwa tabir-tabir itu hanya sekedar bereaksi atas apa yang mereka perbuat terhadap tabir-tabir itu. Misalnya, saat petani di Thailand sana berbicara dengan pohon mangga, durian, pepaya, pisang dan buah-buahan lain dikebun-kebun mereka, maka sang pohonpun lalu menjawabnya dengan cara mengeluarkan buah yang terbaik. Makanya semua orang bisa kenal dengan pepaya bangkok, durian bangkok, pisang bangkok, bahkan ada juga ayam bangkok. Namun kita jarang sekali mendengarkan adanya buah bogor (kecuali mungkin buah talas). Padahal di Bogor itu ada universitas terkenal yang berkaitan erat dengan tumbuhan. Tapi karena disana orang kebanyakan hanya menghafal bahasa latin dari berbagai tumbuh- tumbuhan itu, tidak berbicara akrab dengan tumbuhan itu sendiri, maka mereka kalah jauh dengan orang Thailand yang mau berbicara akrab dengan tumbuhan yang sama dengan yang ditanam di Indonesia. Makanya negara sekaya raya ini, Indonesia, masih saja sangat tergantung kepada buah-buahan import. Menyedihkan sekali sebenarnya. Rasulullah saja, yang dulu pernah membaca di tabir KORMA, telah melahirkan korma yang masih terkenal sampai saat ini, yaitu KORMA RASUL. Begitu juga dengan berbagai ahli fikir di zaman keemasan Islam masa lalu, seperti Al Kindi, Al Battani, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Al Gazhali, Ibnu Zuhr (Avenzoar), mereka telah berhasil meninggalkan jejak yang sangat bernas atas hasil pembacaan mereka terhadap tabir-tabir yang terhampar didapan mata mereka. Dari tabir-tabir itu mereka bisa membaca tentang adanya alat irigasi, alat astronomi, kapal dagang, teknik jembatan, matematika, ilmu kedokteran, dan sebagainya. Namun setelah zaman keemasan itu, perilaku umat Islam sudah tidak sesuai lagi dengan ajaran Islam : • Kita mulai meninggalkan proses membaca tabir-tabir yang ada di setiap langkah kehidupan mereka. • Kita menanggap bahwa dunia ini, yang notabene adalah tabir-tabir Allah, merupakan penghalang untuk kehidupan akhirat. Kita benar-benar anti kepada dunia ini. Kita telah menjelma menjadi rahib-rahib dan pendeta-pendeta yang hanya ingin kehidupan akhirat saja. Kita hanya ingin syurga nanti diakhirat sana. Dunia ini kita anggap sebagai permainan
  • 11. 11 dan senda gurau belaka, tapi dengan pemahaman yang keliru tentang ayat Al Qur'an yang bercerita tentang permaian dan senda gurau itu. Sebab, walaupun hanya permainan belaka, tetap saja hidup iyu butuh uang, teknologi, dan metoda agar kita bisa melakukan permainan itu. Semua itu adalah hasil dari membaca tabir. Karena Allah adalah Dzat yang setiap detik selalu ingin menunjukkan kemahahebatan-Nya kepada umat manusia, dan itu tidak bisa tertahankan oleh siapapun juga, maka Allahpun mencari otak dan dada umat manusia lain yang masih bisa terbuka untuk dilewati dan dirembesi oleh kemahahebatan Allah itu. Karena umat Islam telah berubah menjadi orang yang berperilaku seperti pendeta dan rahib, di mana kita menutup mata dan telinga kita dari mendengarkan bicara Allah di tabir alam semesta, maka rembesan omongan Allah itupun dialirkan secara deras sekali oleh Allah kepada otak orang-orang Eropa, Amerika, Jepang, Cina, dan sebagainya. Walau secara hukum syariat Islam mereka dianggap orang sebagai bangsa-bangsa yang KAFIR, namun secara kehidupan mereka telah menjalankan sebagian besar dari syariat Islam itu, minus pasal ibadahnya. Dalam masa-masa umat Islam tertidur pulas itu, di mana Allah seakan-akan mengeluarkan umat Islam dari cahaya menuju kegelapan, maka muncullah si pembaca tabir Allah di belahan bumi sebelah Barat sana. Satu persatu tampillah mereka dengan apa yang mereka sebut sebagai penemuan mereka. Ada Adelard, Bacon, Martin Luther, Calvin, Copernicus, Kepler, Galileo, Newton, James Watt, Adam Smith, T.A Edison, Albert Einstein, dan banyak lagi nama-nama lain yang masih hidup sampai saat ini seperti Hawkins yang sangat fenomenal itu. Dari otak merekalah Allah menciptakan Dapur Tekan, Mesin Cetak, Teknik Hidrolika, Mesin Uap dan mesin Pintal, Besi Lempengan, Baterai Listrik, Telegraph, Telepon, Lampu Listrik, Wireless, Pesawat Terbang, TV, Komputer, Material Baru ..., dan jutaan ciptaan lainnya. Sungguh : . . . sekarang ini tiada hari tanpa penemuan baru di belahan bumi di mana manusianya mau membuat otaknya menganga saat membaca tabir Allah yang tak terhitung jumlahnya. Sungguh mereka telah menjadi bagian dari utusan-utusan Allah bagi kemakmuran umat manusia. Dari otak dan tangan mereka, Allah telah mengeluarkan umat manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang, khususnya untuk kehidupan di alam dunia ini. Karena mereka telah menjalankan ayat-ayat Allah (bukan membaca huruf seperti yang sering kita lakukan) dengan maunya mereka mendengarkan Allah berbicara di tabir-tabir yang sengaja diciptakan Allah untuk tempat-Nya berbicara.
  • 12. 12 Sementara itu yang terjadi pada umat Islam, di samping kita lagi tertidur lelap yang panjang, ada kesalahan lain yang kita lakukan. Kesalahan itu, yang terberat sebenarnya, adalah tanpa kita sadari, kita juga mulai menjadi orang-orang yang MUSYRIK. Kemusyrikan itu bukanlah karena kita tidak percaya lagi kepada Allah, bukan. Tapi kemusyrikan itu adalah karena kita telah memecah belah agama Islam menjadi beberapa kelompok, dan masing-masing kelompok itu saling mengaku bahwa kelompok kitalah yang benar. Kita membagi-bagi Islam menjadi agama kelompok-kelompok : • Ada agama Islam ala kelompok Sunni atau Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dengan berbagai pecahannya, • Ada Islam ala kelompok Syiah juga dengan berbagai variannya, • Ada Islam ala kelompok A zampai Z. Dan anehnya setiap kelompok itu selalu "mengaji" hal-hal yang sama saja dari generasi ke generasi : • Kalau tidak tentang syurga, ya kajian tentang neraka. • Kalau tidak tentang pahala, ya kajian masalah dosa. • Kalau tidak tentang sunnah, ya kajian tentang bid'ah. • Kalau tidak tentang iman, ya kajian tentang kafir. • Kalau tidak tentang akhirat, ya tentang akhirat juga (kajian tentang dunianya sedikit sekali sih). Hal seperti itu dilakukan umat Islam selama berhari-hari dan bertahun-tahun, dari generasi ke generasi. Kalau hanya sekedar mengaji tentang hal-hal di atas yang dianggap sebagai mengaji agama, ya nggak masalah sebenarnya. Tapi anehnya, setelah mengaji itu, malah tiap-tiap kelompok pengaji itu mulai menyalah-nyalahkan kelompok lain, dan kita lalu menganggap bahwa hanya kelompok kita sajalah yang benar. Sejak masa Nabi Muhammad SAW hidup pun, sebenarnya bibit perpecahan seperti ini sudah tercium oleh Nabi. Makanya Nabi mengingatkan bahwa: "Nanti umatku itu akan terpecah belah menjadi 73 golongan, hanya 1 golonganlah yang benar, yang lainnya salah". Eh, malah umat Islam sengaja memecah belah diri dengan mengaku bahwa yang satu yang benar itu adalah kelompok kita sendiri. Padahal hadist di atas maknanya ya agar kita jangan berpecah belah. Islam ya Islam saja. Tidak ada itu istilah Islam ala kelompok XYZ atau PQR. Jadi yang satu yang benar itu adalah umat yang tidak memecah belah agama Islam menjadi kelompok- kelompok Islam eksklusif. Karena : . . . kalau memecah belah agama Islam menjadi kelompok-kelompok, dan kelompok- kelompok itu berebut tentang kebenaran, ternyata menurut Allah sama nilainya dengan orang yang menyekutukan Allah. Si Musyrik.
  • 13. 13 Ar Rum (30 : 31) "Manusia itu harus kembali kepada Allah dan bertakwalah kepada Allah, tegakkan shalat dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang (MUSYRIKIN) mempersekutukan Allah." Ar Rum (30 : 32) ". . . yaitu dari golongan-golongan, orang-orang yang memecah belah agama mereka, dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan dan membenarkan apa yang ada pada golongan mereka." Aaaah kita umat Islam ini, • Sudahlah pendahulu kita (dan mungkin juga kita sendiri) tidak mau lagi mendengarkan Allah berbicara melalui wahyu yang akan selalu diturunkan Allah ke dalam dada setiap manusia, • Tidak mau pula mendengarkan Allah berbicara di tabir-tabir Allah yang berserakan disetiap sudut ruang kehidupan ini, ditambah lagi dengan kita telah menjadi musyrik tanpa kita sadari (karena kita memecah belah agama dan rebutan kebenaran), maka akibatnya kitapun akhirnya ditidurpanjangkan oleh Allah. Kita dibuat tidak sadar dalam keadaan hidup oleh Allah selama berabad-abad. Umat Islam seperti berada dalam masa-masa hibernate mulai dari tahun 1200-an sampai dengan abad ke 20, bahkan mungkin sampai sekarang ini, sehingga kitapun kemudian menjadi tabir Allah tempat Allah berbicara kepada umat-umat sesudah kita tentang contoh orang-orang yang tidak bersyukur. Sebab dengan melihat tabir Allah pada diri kita, sebenarnya saat itu Allah sedang berbicara kepada orang lain tentang nestapa diri kita: "Wahai hamba-Ku ..., lihatlah sebagian besar dari hamba-hamba-Ku itu. Lihatlah ..., walaupun mereka mengaku beriman kepada-Ku, walaupun mereka mengaku telah menjalankan segala ibadah kepada-Ku, walaupun mereka mengaku telah mengikuti contoh dari Rasul-Ku sampai ke hal-hal terkecil sekalipun, walaupun mereka telah telah hafal ayat- ayat-Ku yang kutaruh di kitab Al Qur'an dan hafal pula wejangan-wejangan Rasul-Ku Muhammad SAW, akan tetapi saat mereka tidak mau membaca dan mendengarkan pembicaraan-Ku yang Ku-tarok di berbagai tabir-Ku, maka mereka tetap saja akan menjadi orang yang berada dalam kegelapan hidup ditengah-tengah kecemerlangan dunia yang kuberikan kepada mereka untuk mereka kelola dengan baik. Mereka tidak mampu menyandang predikat sebagai wakil-Ku, wali-Ku, kurir-Ku, agent-Ku, distributor-Ku untuk menghantarkan rahmat-Ku bagi seluruh alam dan isinya. Mereka malah akan menjadi bulan-bulanan, jadi bahan olok-olokan, menjadi contoh yang sulit untuk ditiru oleh orang-orang yang mendambakan kesempurnaan.
  • 14. 14 Kau lihatlah wahai hamba-Ku ..., ambillah mereka sebagai contoh dan pelajaran dari-Ku, sebagai tabir-Ku tempat Aku mengalirkan kebodohan kedalam otak dan dada mereka..". Wallahu a'lam. Sementara : . . . umat lain yang kita sebut sebagai orang yang tidak beragama Islam di Barat dan di Timur Jauh sana, malah mereka seperti keteteran menerima curahan pencerahan dari Allah tanpa henti di berbagai tabir-Nya. Tiada hari tanpa penemuan baru yang mereka dapatkan. Ada teknologi baru, ada pendapat baru, ada pemahaman baru, bahkan ada tabir-tabir baru yang mereka temukan dalam setiap langkah yang mereka lalui. Namun begitu, sayang sekali mereka tetap saja belum berada dalam kesempurnaan seperti yang diinginkan oleh Allah, sehingga merekapun, tanpa mereka sadari, sebenarnya sedang menjadi tabir Allah pula tempat di mana Allah berbicara kepada orang-orang yang mau mendengarkan Allah berbicara kepadanya. Mereka ada tabir si Merugi. Karena dalam kehebatan mereka membaca tabir, mereka sepertinya tetap berputar-putar berada dalam cover yang menutup otak dan dada mereka untuk memahami Sang Punya Tabir. Mereka tidak berhasil menyandang kualitas manusia yang Ulul Albab. Seorang manusia unggulan yang menjadi tempat Allah menurunkan Rahmat-Nya buat alam semesta. "Lihat dan dengarkan pulalah bicara-Ku ditabir-Ku yang lain. Tabir si tercover, si kafir. Betapapun mereka berhasil membaca dan mendengarkan setiap pembicaraan-Ku ditabir- tabir-Ku yang mereka iqraa (baca), berapapun mereka berhasil menguak rahasia-rahasia pembicaraan-Ku di tabir-tabir-Ku itu, seberapapun mereka bisa menterjemahkan setiap tabir-Ku menjadi temuan-temuan baru yang sungguh bermanfaat bagi kehidupan umat manusia yang lainnya, namun sedikit sekali mereka yang berhasil menyibakkan tabir-tabir- Ku itu untuk melihat Wajah-Ku., sehingga sedikit sekali di antara mereka yang bisa tersungkur dan tersujud dihadapan-Ku. Sedikit sekali, kalau tidak mau dikatakan tidak ada, di antara mereka ada yang mau berterima kasih atas kemurahan-Ku itu. Kalaupun ada ungkapan terima kasih dari mulut mereka, namun arah kesadarannya tidak tepat mengarah kewajah-Ku. Mereka malah berterima kasih kepada patung, kepada berhala, kepada hamba-Ku (Al Masih Isa anak Maryam) yang dianggap mereka sebagai Tuhan dan anak-Ku. Sungguh sayang sekali mereka bersikap begitu ... Lebih sedikit lagi di antara mereka yang bersedia dada-Nya Kualiri dengan rasa iman yang mencekam, rasa haru yang mencekam, rasa menghamba yang mencekam, rasa menyerah yang mencengkeram. Bahkan rasa takut yang mencekam terhadap keadilan-Ku yang tak
  • 15. 15 terperikan, juga tidak berhasil merembes kedalam hati mereka, sehingga mereka tetap saja hanya jadi sekedar contoh tabir-Ku tentang orang-orang yang tercover dari Wajah-Ku. Sungguh Aku sebenarnya telah menyiapkan semua tabir-Ku itu untuk tempat-Ku berbicara kepada hamba-hamba-Ku yang Kupanggil sebagai ULUL ALBAB. Sungguh ...!" Manusia macam apakah gerangan si Ulul Albab ini. Apakah dia manusia sesuci malaikat ?
  • 16. 16 Artikel 2 : Pengkhianat Tuhan2 A. Pendahuluan Sebagai orang yang punya sikap belajar dan berketuhanan, maka diharapkan muncul wacana pemikiran yang menyegarkan. Wacana ini tidak harus sepi, karena sebuah wacana pada hakekatnya adalah sesuatu yang baru, sesuatu pemikiran yang tidak hanya jadi pengekor pemikiran masa lalu, akan tetapi juga menggambarkan kebaruan bahkan kemasadatangan ide. Karena pemikiran masa lalu bukanlah dikatakan sebuah wacana, akan tetapi lebih kepada paparan sejarah saja. Jadi wacana ini seharusnya diisi dengan pemikiran apa saja yang bisa melepaskan kita dari belenggu pemikiran masa lalu yang sempit (kejumudan pemikiran) menuju pemikiran yang universal. Kita hidup saat ini, dengan kondisi saat ini yang sungguh sangat kompleks. B. Tugas Kita Apa ? Tugas kita adalah bagaimana agar kita bisa TAKLUK (patuh, tunduk, ISLAM) terhadap SUNNAH (kehendak hukum-hukum Tuhan, sunatullah) pada zaman kita sekarang ini, sebagaimana takluk dan patuhnya Rasulullah terhadap kehendak alamiah (sunatullah) di zaman Beliau. Artikel ini akan memuat secara berseri pengertian-pengertian tentang ISLAM, SUNNAH, AL QUR’AN, sehingga mudah-mudahan akan mampu memberikan gambaran UTUH tentang ajaran yang dengan susah payah ditegakkan oleh Rasulullah, akan tetapi kita ternyata tidak mampu untuk memeliharanya. Pertama saya ingin menyampaikan sebuah renungan panjang saya tentang Islam dari masa ke masa. Bahwa yang ada di dunia Islam masa-masa lalu, bahkan juga untuk saat ini, boleh dikatakan belum ada yang mampu untuk memberikan sebuah gambaran UTUH tentang ISLAM. Karakter macam apa sebenarnya yang bisa mewakili kata ISLAM itu. Aliran-aliran besar yang ada, sebut saja: • Syiah; • Ahlus-sunnah; • Sufiah; atau gerakan-gerakan pemikiran yang berkembang saat ini seperti: • NU; • Muhammadiah; • Hizbut Tahrir; • Salafi; • Tarbiyah; 2 https://www.facebook.com/notes/kekuatan-zikir-doa/pengkhianat-tuhan/170561976307407
  • 17. 17 • Jamaah Tablikh; • LDII; dan puluhan gerakan-gerakan pemikiran lainnya, masih sangat jauh untuk dikatakan sebagai yang bisa mewakili KARAKTER ISLAMI yang diinginkan oleh Al Qur'an. Yang muncul dan yang ada saat ini adalah gerakan-gerakan yang keberadaannya diawali dengan pencomotan ayat Al Qur'an ataupun Al Hadits di sana sini, lalu comotan- comotan itu dijadikan sebagai landasan untuk membentuk sebuah jamaah. Jadi yang ada hanya sekedar : . . . aliran atau praktek-praktek keagamaan yang DIWARNAI oleh potongan- potongan ayat Al Qur’an dan Al Hadits. Jadi Syiah bukanlah manifestasi dari ISLAM KAFFAH, begitu juga Sunni, dan Sufiah, apalagi kalau hanya sekedar Hizbut Tahrir, Salafi, Tarbiyah, Jamaah Tablikh, LDII, NU, dan Muhammadiah. Atau paling tidak : . . . semua ajaran, aliran, atau sekte itu SECARA SENDIRI-SENDIRI belumlah pantas untuk dikatakan sebagai manifestasi dari ISLAM secara KAFFAH. Karena Islam itu begitu indah dan sederhana, dan mendunia, dan merahmati seluruh alam semesta. Akan tetapi semenjak Rasulullah Muhammad SAW wafat sampai sekarang, belum ada lagi generasi penerus Beliau yang mampu mewujudkan dan membuktikan kesempurnaan Islam itu secara mendunia. Di lain sisi, semuanya tahu akan keberadaan ayat yang menerangkan bahwa masuk ke dalam ISLAM itu harus secara KAFFAH (keseluruhan, totalitas). Akan tetapi sayangnya sampai saat ini di antara aliran-aliran yang ada itu belum ada yang mampu untuk memberikan gambaran karakter ISLAM KAFFAH itu secara utuh pula. Akan tetapi saat ditanya tentang bagaimana kaffah itu, maka jawabannya hanya nyaris berupa gumaman, atau suara galau dengan bunyi tak sedap seperti kita sedang berada dalam sebuah pasar tradisional. Suara tak sedap itu sebenarnya cukup mengganggu orang- orang yang berada di dalam pasar itu sendiri, apalagi bagi orang luar yang tersasar berada dalam lingkungan pasar itu. Kios-kios yang ada saling berlomba untuk menyetel lagu sekeras mungkin dan dengan berbagai irama pula, yang katanya untuk menarik pengunjung. Sungguh ramai, meriah sekali, namun sayangnya orang yang seharian berada di dalam pasar itu, bahkan besar di pasar itu, tidak sadar bahwa mereka sebenarnya sedang saling membuat bising dan ribut. Karena memang mereka sudah bersatu dengan suara bising dan ribut itu. Karena mereka sendirilah sebenarnya sang pembuat suasana tak nyaman itu. Akan tetapi bagi orang-orang baru yang suatu saat tersasar ke pasar tradisional itu, mungkin secara tidak sengaja, maka besok-besoknya mereka tidak akan respek lagi
  • 18. 18 untuk masuk ke dalamnya, mereka akan menceritakan kepada teman-temannya bahwa pasar tradisional di lokasi A sangat hiruk pikuk, ribut, bau, dan serba tidak teratur, sehingga lama-lama melalui kabar berantai (media masa), akan muncul penilaian masyarakat bahwa pasar tradisional itu adalah sebuah tempat yang tidak nyaman untuk dimasuki, apalagi kalau di dalam pasar itu banyak berkeliaran orang yang suka ngamukan. Akhirnya mereka meninggalkan pasar tradisional itu dan beralih memasuki pasar yang lebih teratur, misalnya toserba M atau R. Karakter seperti di pasar tradisional inilah mungkin yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi umat Islam yang ada pada saat ini. C. Allah Pamer Pada awalnya, lewat persaksian dan kesepakatan Manusia dengan Allah, Allah secara khusus telah meminta komitmen manusia atas “kepemilikan” Allah terhadap si manusia: “Bukankah Aku ini Tuhanmu ?”. Lalu dengan tergopoh-gopoh dan mantap si manusia menjawabnya: “Benar ya Tuhan, saya bersaksi”. Sejak itulah sebenarnya si manusia siap untuk menyandang predikat DUTA ISTIMEWA Tuhan dan siap pula untuk menjalan tugasnya sebagai WAKIL TUHAN (khalifah) di tempat yang telah dipersiapkan, yaitu di bumi berikut dengan alam semesta yang mengitarinya. Setelah itu Allah pamer kepada Malaikat tentang Duta Istimewa-Nya ini: “Hai para makaikat, ini lho Duta Istimewa Ku untuk Kujadikan sebagai WAKILKU dalam memakmurkan, mengelola dunia”. Dan Allah meminta kepada para malaikat untuk menghormat sujud kepada Sang Duta Istimewa. Dengan melihat sosok duta ini, pada awalnya malaikat agak ragu dengan kualitas Duta Istimewa ini, jangan-jangan Sang Duta berkhianat seperti berkhianatnya Duta sebelumnya yang senang bersimbah darah satu sama lain. Sang Duta terdahulu lebih sering mengumbar bencana ketimbang memakmurkan dan mengelola lingkungannya. Akan tetapi keraguan malaikat ditepis dengan sentuhan lembut tetapi tegas ke dalam wilayah pengertian malaikat: “Aku lebih tahu apa-apa yang tidak kamu ketahui. ”. Tiada lain yang dapat dilakukan oleh malaikat selain patuh dan tunduk kepada perintah Tuhan. Malaikat dengan RELA lalu tunduk dan sujud kepada Adam, Sang Duta Istimewa. Seiring dengan pengukuhan Adam Sang Duta Istimewa (manusia), untuk menyandang Tugas kekhalifahan di muka bumi, maka Allah telah melengkapi sang manusia dengan perangkat yang nyaris sama dengan milik Allah Sang Pengutus itu sendiri. Dengan perangkat yang diberikan itu, sang manusia bisa mencipta, berkreasi, mengatur,
  • 19. 19 mengolah, menumbuhkan, menghancurkan, mematikan, segala sesuatu yang berada dalam objek kekhalifahannya. Di samping itu, perangkat melihat, mendengar, merasa, dan mengetahui juga difasilitasi Allah kepada Sang Duta Istimewa dengan sangat meng- agumkan dan dengan fungsi yang nyaris tidak terbatas pula. Dengan segala sifat, tindakan, dan kemampuan yang difasilitasi itu, maka Sang Duta Istimewa mulai secara gradual menciptakan kebudayaan demi kebudayaan yang berkembang dari tingkat yang sangat sederhana sampai dengan tingkat yang sangat mengagumkan saat ini, dan bahkan masih akan berlanjut untuk masa-masa yang akan datang. Setidak-tidaknya ada sekian puluh sifat-sifat “Sang Presiden” yang bisa di sandang dan dipakai pula oleh Sang Duta Istimewa. Semua sifat, laku dan pekerti itu sebenarnya hanyalah sebagai mandat yang diberikan kepada Sang Duta Istimewa, dan untuk sementara pula, untuk mewakili Sang Presiden di wilayah tempat mana dia dikirim. Setiap saat Sang Duta harus melaporkan, mempertanggungjawabkan setiap pemakaian sifat Presiden yang dia lakukan. Setiap saat dia harus lapor diri kepada Presiden atas apa-apa yang telah dia perbuat, dia lakukan, dia hancurkan, dan sebagainya. Secara regular Sang Duta harus berterima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan oleh Presiden kepadanya. Secara kontinu, Sang Duta sudah sewajarnya membesarkan nama Presiden yang memberinya kesempatan untuk mewakili Sang Presiden. Berbilang zaman kemudian berlalu dengan cepat. Dan dengan cepat pula Sang Duta Istimewa (seluruh manusia secara kolektif) mulai berkhianat terhadap Sang Presiden yang mengangkatnya. Satu persatu sifat Sang Presiden mulai “diaku” oleh Sang Duta Istimewa sebagai miliknya sendiri. Sifat-sifat Sang Presiden yang selalu menjaga dua sifat yang berbeda berada dalam keseimbangan, misalnya panas dan dingin, baik dan buruk, Im dan Yang, mulai di acak-acak oleh Sang Duta Istimewa. Padahal bagi sang pemilik sifat itu sendiri, yaitu Presiden, ke-99 sifat itu berada dalam suasana dan kondisi yang sangat-sangat seimbang. Keseimbangan inilah yang telah membuat alam semesta ini selalu bergerak dan berkembang dalam keharmonian. Dan dengan nyata kemudian, masa demi masa protes malaikat terhadap pengutusan duta istimewa dulu itu seperti terbukti dengan sangat meyakinkan. Sang Duta Istimewa memang berkhianat. Sang Duta Istimewa lalu lebih cocok dipanggil sebagai Sang Pengkhianat Tuhan, dibandingkan dengan Khalifah Tuhan (duta istimewa Tuhan). Adalah sebuah hal yang logis saja kalau Sang Pengkhianat lalu di hukum oleh Sang Pengutusnya. Dan siksa dan hukuman itulah yang kini sedang dialami oleh hampir semua umat manusia, kecuali bagi duta-duta yang tidak berkhianat. 1. Duta macam apakah yang tidak berkhianat itu, 2. Apa sebenarnya sumber dari pengkhianatan itu ? 3. Genderang pengkhianatan duta-duta istimewa Tuhan, yaitu manusia, berlanjut dengan mulus tanpa hambatan. Tidakkah dengan pengkhianatan ini praduga malaikat terbukti bahwa saat Allah memperkenalkan duta istimewa pertama-Nya
  • 20. 20 yaitu Adam, nanti Sang Duta ini akan berkhianat dan melenceng dari tugas kekhalifahan menjadi tugas pengkhianat dan penumpah darah ? 4. Gerangan apakah penyebabnya, sehingga Sang Duta-Duta Istimewa itu terjerumus ke dalam jurang pengkhianatan itu ? Untuk mencari akar penyebab pengkhianatan itu, maka mari kita bongkar dan urai point demi point dengan santai saja ! D. Sang Pengkhianat Tuhan Nah, dengan segala fasilitas yang sangat sempurna sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka Sang Duta Istimewa mulai lupa, bahwa semua itu hanyalah amanah yang dipinjamkan sementara kepada Sang Duta Istimewa. Yang namanya amanah, ya nggak boleh diaku sebagai miliknya sendiri. Tetapi itulah : 1. Saat Sang Duta berhasil mencipta dan berkreasi, maka dia dengan angkuh mulai mengaku: “Ini ciptaan dan kreasiku.” 2. Saat Sang Duta berhasil mendapatkan sesuatu, maka dia dengan jumawa mulai mengaku: “Ini milikku.” 3. Saat Sang Duta merasa terganggu, maka dengan garang dia mulai meradang: “Kau melawanku, maka kau ku hancurkan.” 4. Saat Sang Duta betah menikmati kekuasaannya, maka dia mulai berteriak angkuh: “Ini kekuasaanku. ini kerajaanku, ini perusahaanku.” 5. Saat Sang Duta mampu melihat, mendengar dan mengetahui, merasakan segala sesuatu, maka dengan pongah dia mulai mengaku: “Ini penglihatanku, ini pendengaranku, ini pengetahuanku, ini perasaanku.” Lengkap sudah pengakuan itu, semua diaku sebagai milik dari Sang Duta itu sendiri. Padahal : 1. Hakikinya penciptaan dan kreatifitas itu adalah proses yang dilakukan oleh Sang Pengutus, Allah, itu sendiri yang dialirkan-Nya melalui otak Sang Duta Istimewa, 2. Sebenarnya segala sesuatu itu adalah milik Sang Pengutus itu sendiri yang dialirkan- Nya melalui otak Sang Duta Istimewa, 3. Seyogyanya segala kekuasaan, kerajaan, perusahaan adalah milik Sang Pengutus itu sendiri yang dialirkan-Nya kepada otak dan diri Sang Duta Istimewa,
  • 21. 21 4. Sebenar-benarnya segala penglihatan, pendengaran, tahu, dan perasaan adalah kepunyaan Sang Pengutus yang dialirkan-Nya melalui otak, mata, telinga, dan dada Sang Duta Istimewa. Sebutlah apa saja yang bisa dinikmati oleh Sang Duta Istimewa, maka pada hakikatnya semua itu adalah milik Sang Pengutus, Allah, yang dialirkan-Nya kepada diri (Nafs) Sang Duta Istimewa. Jadi Sang Duta Istimewa hanyalah SEAKAN-AKAN, SEPERTINYA saja memiliki semuanya itu. Karena dia memang hanyalah sebagai wakil, sebagai wali, sebagai sarana bagi terlaksananya segala kreativitas dan keramaian yang diciptakan oleh Sang Pengutus bagi setiap ciptaan dan kreasi-Nya. Karena sebenarnya yang terjadi adalah, bahwa Allah mengalirkan segala sifat dan pengetahuan-Nya ke dalam otak manusia untuk misalnya, menciptakan pesawat terbang, kapal laut, pabrik baja, dan sebagainya. Allah bermain sepak bola, golf, dsb, lewat aliran keinginan dan gerak ke dalam otak manusia. Begitu juga untuk membangun, merangkai, menyusun, bahkan untuk menghancurkan kebudayaan manusia melalui aliran tahu dan sifat-Nya ke dalam otak manusia itu sendiri. Misalnya, Allah menghancurkan Irak, Afghanistan, Al Qaeda melalui aliran otak Bush beserta konco-konconya, dan otak Saddam Husein, Hikmatiar, Osama Bin Laden sendiri. Allah menghancurkan penganut agama Islam pasca Rasulullah melalui otak Ali, Usman, Aisyah, Umaiyyah, dan sahabat-sahabat lainnya serta umat Islam sendiri dari dulu sampai sekarang. Ungkapan ini sepintas seperti membingungkan, akan tetapi nanti pada bagian lain akan dibahas lebih detail, bahwa : . . . kehancuran umat Islam pasca Rasulullah adalah karena mereka tidak pernah mau mengikuti maunya Al Qur’an dan Sunnah. Padahal dengan semangat 45 semboyan umat Islam itu adalah “selalu berpedoman kepada Al Qur’an dan Sunnah” itu sendiri. Nanti akan saya bahas pada bagian berikutnya tentang sumber kekeliruan pemahaman yang sudah sangat kronis ini. Mari kita kembali dulu kepada serba serbi Sang Pengkhianat Tuhan. Setelah duta istime- wa (manusia) ini melakukan pengkhianatan kepada Tuhan, di mana Sang Duta sudah tidak menyadari lagi, bahkan sudah tidak mampu lagi untuk mengembalikan kesadarannya, bahwa apa-apa yang dia miliki sebenarnya (hakikinya) hanyalah : a. gerak Tuhan, b. pengetahuan Tuhan, c. tahu Tuhan,
  • 22. 22 d. milik Tuhan, e. penciptaan Tuhan, f. maupun penghancuran Tuhan, melalui ALIRAN dari-Nya ke dalam otak manusia untuk membangun peradaban di dunia ini, maka proses sunnah pun berlangsung tanpa bisa dihentikan lagi. Akibatnya, segala sesuatu tindakan Sang Duta Istimewa lalu cenderung mengarah kepada pembentukan suasana ketidakkeseimbangan dalam hukum-hukum Tuhan (sunnah) dan sebagai konsekwensinya dia pasti terkena libasan dahsyat sunnah itu sendiri. Maka jadilah manusia itu tidak mampu lagi memanfaatkan mandatnya untuk memakai sifat-sifat Tuhan sebagai duta istimewa untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan dirinya sendiri. Sifat-sifat dan tindakan-tindakan Tuhan yang seharusnya bisa membuat keseimbangan antara : a. penciptaan dan penghancuran, b. penghukuman dan kasih sayang, c. memelihara dan merusak, d. menyempitkan dan melapangkan, e. memuliakan dan menghinakan, f. penyiksa dan pemaaf, g. pemberi derita dan pemberi manfaat, h. dan sebagainya, lalu mengalir melalui otak manusia dalam suasana timpang dan tidak seimbang lagi. Saat manusia berkuasa, misalnya, akan tetapi pada saat itu dia berada dalam posisi pengkhianat kepada Tuhan, maka ketika itu dia akan cenderung hanya bisa menerima aliran sifat dan tindakan Tuhan melalui otaknya yang mengarah kepada situasi : a. penghancuran, b. merusak, c. menyempitkan, d. menghinakan, e. mematikan, f. penyiksa, g. pemberi derita, h. dan perilaku negatif lainnya. Sedangkan perilaku dan sifat-sifat sebaliknya yang positif seperti : a. memelihara, b. melapangkan, c. memuliakan, d. pemaaf, e. pemberi manfaat,
  • 23. 23 menjadi tenggelam ke dalam hati kecilnya yang terdalam. Hati kecilnya itu hanya bisa megap-megap seperti kehabisan nafas dan tak mampu berbuat apa-apa untuk membalik keadaan agar bisa menjadi mengarah kepada kebaikan. Akibatnya adalah : 1. Saat dia berkuasa dalam sebuah rumah tangga, maka rumah tangga itu akan menjadi neraka kecil dalam kehidupannya. 2. Saat dia berkuasa pada sebuah perusahaan, maka perusahaan itu akan runtuh dan tinggal nama dalam beberapa waktu lagi. 3. Saat dia berkuasa pada sebuah negara atau wilayah, maka wilayah itu akan bisa dipastikan menjadi hancur dan menyedihkan bagi rakyat yang di bawah perintahnya. E. Ketidakpatuhan Kolektif Di samping pengkhianatan kepada Tuhan dalam bentuk PENGAKUAN atas kepemilikan Tuhan oleh Sang Duta Istimewa, masih ada lagi sebuah pengkhianatan lainnya dalam bentuk : . . . KETIDAKPATUHAN KOLEKTIF manusia atas SUNNAH atau hukum-hukum Tuhan (sunnatullah). Pengkhianatan dalam bentuk ketidakpatuhan kolektif ini lebih disebabkan oleh : . . . gagalnya manusia memahami makna sunnatulah seperti apa adanya dan apa yang seharusnya. Kesalahan pemahahaman manusia ini lebih disebabkan oleh : . . . paradigma berpikir yang keliru dalam mengartikan sunnah yang tercantum dalam kitab-kitab suci yang diturunkan kepada manusia itu sendiri, sehingga sunnah itu menjadi sempit dan kadaluarsa dimakan perputaran zaman. Dalam agama Islam, misalnya, sunnah yang terkumpul dalam bentuk Al Qur’an dan Aal Hadits, telah dipahami oleh hampir sebagian umat Islam sebagai dua sumber hukum yang sangat tinggi tingkatannya sebagai pedoman bagi manusia dalam menjalankan fungsi kekhalifahannya di muka bumi ini. Sampai di sini sebenarnya tidak ada yang salah. Akan tetapi dalam pemahaman dan kenyataannya,
  • 24. 24 . . . dari masa ke masa sunnah itu seperti TUMPUL dan tidak mampu menjawab tantangan peradaban di zamannya. Bahkan berbilang zaman, pemahaman sunnah itu seperti tidak mampu membangun peradaban yang katanya “ya’luu walaa yu’laa alaihi” bahwa agama dan peradaban Islam itu tinggi dan tidak ada yang menandingi ketinggiannya. Slogan manis ini hampir- hampir saja menjadi ungkapan kosong yang tak terbukti (utopia) dalam kehidupan nyata bagi pemeluknya. Jauhlah panggang dari api. 1. Kenapa bisa begini ? 2. Apakah Al Qur’an dan Al Hadits itu sudah tidak sesuai lagi dengan Sunnatullah ? Astagfirullahal adhiem, ini tentu sebuah ungkapan yang mengerikan. 3. Akan tetapi, kalau tidak begitu kenapa hasilnya seperti tidak ada ? F. Kemungkinan Penyebabnya Dalam aliran pengertian dan informasi yang masuk ke dalam otak saya, ternyata sumber semuanya itu adalah karena telah terjadinya kerancuan paradigma berfikir bagi penganut agama Islam terhadap kedua sumber hukum tadi yaitu Al Qur’an dan Al Hadits yang sudah sedemikian lamanya dan turun temurun serta diwariskan pula kekeliruan itu dari waktu ke waktu. Artinya : . . . telah terjadi ketidakpatuhan kolektif mayoritas umat Islam terhadap pemahaman dan pelaksanaan sunnah yang mereka agung-agungkan sendiri itu. Diantaranya adalah pemahaman-pemahaman tentang problematika kekinian peradaban. Umat selalu mau dibawa dan ditarik kembali menuju peradaban sederhana kalau tidak mau dikatakan primitif di zaman Rasulullah, sahabat, dan salafus shalih dahulu kala. Kalau tidak ada contoh dari zaman-zaman Nabi dan salafus shalih tersebut, maka sebuah senjata pamungkas yang menakutkan kemudian dikeluarkan: “Itu adalah BID’AH, setiap BID’AH adalah sesat, dan setiap kesesatan imbalannya adalah NAARRRR (NERAKA)”. Cerdas benar orang yang telah memelintir senjata yang sebenarnya sederhana ini menjadi sebuah senjata pamungkas, sehingga perkembangan umat Islam menjadi mandeg dalam segala hal, sehingga umat Islam lalu menjadi bulan-bulanan atas ketakutan mereka sendiri untuk menjalankan kekinian yang sangat jauh berbeda dengan zaman salafus shalih dulu itu. Padahal makna BID’AH yang diganjar dengan neraka itu, kalau masih mau dipakai, hanyalah sebatas yang berhubungan dengan ritual ibadah seperti shalat, haji, puasa,
  • 25. 25 dan pada taraf tertentu adalah mengenai harta. Sedangkan untuk membangun sebuah kebudayaan, maka boleh dikatakan semua asesorisnya adalah baru, BID’AH. Jadi untuk membangun kebudayaan itu, maka boleh dikatakan semuanya adalah BID’AH, karena nyaris semuanya tidak ada contohnya di zaman Nabi dan salafush shalih dulu. Bagaimana mungkin sebuah BUDAYA (dengan segenap asesorisnya) di zaman kosmopolitan seperti sekarang ini mau ditarik mundur menuju peradaban sederhana di zaman Nabi dan salafush shalih itu ? Kalaupun ada yang mengatakan itu bisa, maka hasil yang akan didapatkan adalah : . . . sebuah peradaban yang menjadi tontonan orang banyak karena keanehannya. Di samping itu, . . . bagaimana mungkin budaya umat Islam yang berasal dari berbagai bangsa dengan budaya dan peradaban yang berbeda mau dibawa dan ditarik menjadi sebuah budaya berbau ARAB, misalnya keislaman seseorang masih mau ditandai dengan atribut-atribut seperti memakai gamis, bersorban, dengan tasbih di tangan, dan siwak menempel di mulutnya pula. Pada aliran-aliran tertentu malah, seorang ulama, Kyai Haji, ustadz akan merasa belum afdhal kalau dia belum terlihat seperti figur WALI SONGO dalam sinetron di TV. Padahal dulunya Abu Jahal, Abu Lahab, dan pembesar-pembesar Quraisy penentang Nabi juga memakai gamis dan bersorban pula. Apa bedanya kalau begitu, kalau masih terpaku dengan atribut lahiriah belaka ? Bahkan baju gamis yang dianggap sebagai ciri khas kelompok-kelompok tertentu di Indonesia ini ternyata di Pakistan dan Afghanistan sana juga dipakai oleh tukang sampah dan petani-petani untuk ke sawah. Banyak lagilah kerancuan umat Islam dalam pemahaman kata BID’AH dan perubahan kebudayaan ini, sehingga terlihat benar bahwa sebagian besar umat Islam lalu menjadi serba salah, serba kikuk, serba terbata-bata, dan gagap budaya. Tentang BID’AH ini, ada hal lain yang menarik, yaitu mengenai praktek-praktek yang sangat lazim di masyarakat Indonesia, yang meliputi fenomena keparanormalan dengan segala variannya : a. Masyarakat awam boleh dikatakan sangat menikmati dan mempercayai sensasi- sensasi mistis di dunia paranormal ini. TVpun berlomba-lomba menampilkan acara- acara yang bagi penggemarnya selalu ditunggu-tunggu walaupun ulama dan da’i
  • 26. 26 sampai serak berteriak-teriak di mimbar khotbah mengatakan bahwa semua itu adalah BID’AH, SYIRIK, HARAM. b. Cap BID’AH ini juga diberikan terhadap acara-acara budaya atau kebiasaan masyarakat seperti ziarah kubur, pengobatan alternatif dengan segenap macamnya (ulama mengkategorikannya sebagai perdukunan), kepercayaan tentang roh-roh gentayangan, sihir, mantra-mantra, dan praktek-praktek lainnya yang bersinggungan dengan praktek budaya dan praktek ibadah agama Budha dan Hindu. Walaupun telah dimasyarakatkan oleh MUI (sebagai wakil formal ulama) bahwa semua itu adalah BID’AH, akan tetapi tetap saja masyarakat umum secara mayoritas mengakuinya, mempraktekkannya walau kadangkala dengan malu-malu kucing, sehingga ada kesan bahwa loyalitas dan kepatuhan masyarakat terhadap ulama sudah sangat lemah. Ulama berkata apa, umatnya prakteknya lain lagi. c. Bahkan ada yang lebih aneh lagi, praktek dzikir ustadz Arifin Ilham, Aa Gym, ustadz Haryono dan beberapa praktek serupa seperti dalam tasawuf (tarekat) juga ada yang membid’ahkannya, sehingga yang bingung ya. umat sendiri, yang akhirnya mereka rancu sendiri, nggak tahu mana yang benar. Kenapa sampai begini ? Jawabannya sangatlah sederhana, bahwa : . . . umumnya masyarakat sudah tidak mampu lagi untuk merasakan kelezatan cita rasa beragama. Tegasnya agama itu tidak ada rasanya lagi. Yang ada hanya : a. Ketakutan demi ketakutan atas hukuman Tuhan akibat paradigma yang menjadikan agama hanya sebatas kepatuhan terhadap perintah dan larangan Tuhan dan Nabi (yang dalam khotbah-khotbah dijadikan sebagai definisi TAQWA). b. Dan juga yang dicari dalam beragama itu pada umumnya hanyalah sebatas pahala dan syurga, tetapi dimensinya untuk di akhirat nanti. Di dunia ini, ya utopia saja sudah cukuplah. Dan biasanya orang-orang utopia inilah yang lebih banyak bingungnya, lebih banyak menyalah-nyalahkan orang lain dengan semangat 45 pula. Akibatnya : . . . mana mungkin sebuah bentuk praktek agama yang hasilnya hanya sebatas utopia bisa menggantikan suatu praktek budaya atau ritual keagamaan yang ada RASA-nya ? Tidak mungkinlah !
  • 27. 27 Di tingkat rasa inilah sebenarnya para pemraktek ritual mistis keagamaan lebih banyak berada (kalau tidak mau dikatakan semuanya), seperti : dzikir berjamaah, tasawuf, paranormal dan fenomena sejenisnya. Praktek aliran SYI’AHpun berada di wilayah ini, yaitu dengan menimbulkan rasa cinta yang sangat dalam dan pekat terhadap Ahlul Bait, bahkan untuk generasi terkini masuk juga seorang Khomeini di dalamnya. Apalagi pengagungan dan pemujaan berlebihan penganut Syi’ah ini terhadap Rasulullah, sungguh menakjubkan sekali. Sampai-sampai pernah ada yang mencoba MEMBANDINGKAN Muhammad SAW dengan Nabi yang lainnya dan kesimpulannya adalah bahwa Nabi Muhammad is the best among them. Di samping itu, walaupun misalnya penganut Syi’ah di Indonesia belum pernah bertemu dengan Ahlul Bait ataupun dengan Imam Khomeini ini, penganutnya bisa menangis histeris walau hanya dengan “mengingat-ngingat” atau membaca riwayat penderitaan, kegagahan, kegigihan dan pemikiran beliau-beliau itu. • Ada RASA di dalam kecintaan itu ! • Ada tangis di situ ! • Ada ekstasis di situ ! Sehingga para pencari rasa dalam beragama akan ketagihan untuk mendapatkan dan mendapatkan lagi sensasi RASA itu. Kalau mereka sudah merasakan RASA itu, maka pengamalnya akan mencarinya ke mana pun dan kapan pun agar rasa itu bisa muncul lagi. Efek ketagihannya hampir sama dengan ketagihan orang terhadap rokok ataupun narkotik. Dan akibatnya jadilah mereka penganut aliran yang terikat kuat dengan alirannya itu. Dilarang-larang ? Woou mereka bisa membunuh orang yang melarangnya itu ! • Fenomena apakah ini ? • Apakah ini salah atau benar ? Mari kita bahas sedikit lebih detail. Rasa, tangis, histeris, dan bahkan bergemuruhnya dada serta bergetarnya tubuh, ternyata barulah sebatas sensasi FISIK dan EMOSI saja. Untuk mendapatkannya maupun efek serta pengaruh yang muncul bagi pemrakteknya hampir-hampir tidak ada bedanya sama sekali di antara penganut agama-agama yang ada. Semua bisa merasakannya, tak terkecuali orang atheis sekali pun. Siapa pun yang berhasil menahan gejolak badai fikiran di otaknya dan menujukan arah fikirnya hanya kepada suatu objek saja, maka dengan memberikan sedikit sentuhan irama dan kata-kata yang menghiba-hiba ataupun yang membahagiakan, maka hampir pasti orang itu akan menangis bahkan bisa sampai taraf histeris. Emosional saja sebenarnya sifatnya. Akan tetapi sekarang :
  • 28. 28 . . . baru sampai pada taraf menangis ini sudah diartikan oleh banyak orang sebagai sebuah PERISTIWA SPIRITUAL. Dan orang sudah bangga dengan itu ! a. Ooo, saya sudah bisa menangis dengan melakukan praktek dzikir ini-itu. b. Aduh. hati saya menjadi damai setelah dzikir di tempat anu dan saya bisa menangis di situ ! Selama rasa itu masih ada, maka selama itu pula orang itu akan merasa sangat beragama, sangat merasa bertaqwa, merasa imannya sedang naik, dan merasa menjadi orang baik. But, sssttt. let me tell you a little secret. Biasanya orang yang sedang menikmati sensasi rasa ini mukanya kelihatan KUYU, tidak bersemangat, maunya duduk mojok dan bersunyi-sunyi diri (mirip Rabiah Al Adawiyah, seorang sufi perempuan yang terkenal dengan kecintaan Beliau kepada Tuhan dan menyebabkan Beliau selalu mengurung diri d ikamar dan menangis terus dan tidak mau nikah seumur hidup Beliau). Dan. believe it or not, . . . biasanya setelah itu, tak lama kemudian, rasa itu akan hilang kembali. Akibat rasa ini kendor atau malah bisa hilang sama sekali, maka orang yang baru sampai di wilayah rasa ini, akan merasakan imannya seperti sedang turun, ketaqwaannya sedang di uji, sehingga dia akan kembali mencari rasa itu ke mana pun dan kapan pun. Sensasi turun naiknya rasa ini kemudian dalam istilah agama disebut sebagai terbolak- baliknya hati, atau turun naiknya iman yang lokasi keberadaannya adalah di dada. Istilah populer untuk lokasi tempat terjadinya proses ini adalah QALBU (hati). Makanya lalu muncul istilah-istilah seperti Manajemen Qalbu, pembersihan hati, dan yang sejenisnya. Intinya adalah : . . . bagaimana menjaga dan mengatur agar RASA tadi tidak lagi bolak balik. Akan tetapi di sinilah muncul masalahnya, bagaimana kita akan bisa mengelola dan mengatur sebuah SIFAT (QALBUN) yang memang telah disiapkan sejak awal oleh Allah untuk terbolak-balik seperti itu, seperti telah disiapkannya sifat panas dan dingin, gelap dan terang, tetapi tetap selalu berada dalam sebuah harmoni kehidupan. Salahkah rasa ini ? Cukupkah beragama itu hanya sampai pada sebatas pencapaian RASA itu saja ? Lalu bagaimana ?
  • 29. 29 Tidak ada yang salah dengan adanya sensasi RASA dalam beragama ini. Karena rasa itu adalah sesuatu pengalaman yang sangat empiris, sama empirisnya dengan benda-benda NYATA seperti air, tumbuhan, udara, dan sebagainya. Akan tetapi mungkin hanya sedikit orang yang bisa menyadari bahwa dalam beragama tidak cukup hanya sebatas pada pencarian RASA. Rasa itu perlu, akan tetapi pada wilayah rasa ini pulalah tempatnya jebakan yang sangat memabokkan penikmatnya. Rasa itu adalah sebuah wilayah yang penuh dengan seribu macam jebakan yang sangat mengganggu. Dengan rasa orang bisa mencintai “suatu objek” tempat mengalirnya rasa cinta itu mulai dari : • kadar yang sederhana seperti mencintai benda-benda seni, binatang peliharaan, tumbuh-tumbuhan hias, sampai dengan • kadar yang sangat pekat seperti mencintai anak, istri, suami, atau pacar. Bahkan ada juga rasa cinta dengan kadar yang sungguh mengagumkan dan nyaris tanpa reserve kepada objek cintanya seperti yang diperlihatkan oleh penganut Syi’ah dalam mencintai Nabi Muhammad, dan Ali Bin Abi Thalib, Hasan, Husein, imam-imam Syi’ah, termasuk Imam Ghaib Al Mahdi yang dipercayai oleh penganutnya masih exist sampai dunia kiamat kelak untuk memberikan manfaat di balik hijab kepada umat manusia seperti ungkapan berikut: “Imam adalah inti dan jantung dunia wujud. Tanpa keberadaannya, dunia akan hancur dan sirna. Oleh karena itu, keberadaan imam kendati ghaib adalah lazim dan merupakan sebuah keharusan. Sebagaimana manusia dapat mengambil manfaat dari matahari yang bersembunyi di balik awan, begitu juga manusia dapat merasakan anugrah wujud ghaib beliau. Di samping itu, pada masa ghaib tidak sedikit orang yang memiliki kebutuhan dan hajat yang terlaksana berkat uluran tangan dari wujud Imam as. Begitu juga wujud Imam merupakan penyebab tumbuhnya harapan manusia, sekaligus faktor penting dalam mensupport manusia dalam pembersihan jiwa dan persiapan untuk kemunculan beliau as.” (SAL, Aqidah Syiah, hal 102). Dengan kadar cinta yang sangat luar biasa seperti ini, maka sudah tidak jelas lagi BEDA ARAH OBJEK RASA CINTA antara : a. mana yang cinta kepada ALLAH, b. mana yang kepada Muhammad, c. mana yang kepada Ahlul Bait, dan d. mana yang kepada Imam Ghaib Al Mahdi. Semuanya bersatu berpilin-pilin kusut dalam sebuah laku syariat yang dipraktekkan oleh penganut aliran Syi’ah. Dan hari-hari para pencinta ini akan di isi dan dikendalikan oleh
  • 30. 30 rasa cinta terhadap objek itu yang bagi orang lain mungkin terlihat aneh dan berlebih- lebihan. Pada bagian sebelumnya sudah diulas secara singkat tentang : a. Ada pula orang, kelompok atau aliran yang mencoba mengalirkan rasa cintanya hanya kepada ALLAH seperti yang diperlihatkan oleh sufi wanita Rabiah Al Adawiyah. Dengan rasa cinta yang membara kepada Allah, maka sang sufi hanya asyik masyuk dengan “pendekatannya” kepada Allah dan di lain pihak meninggalkan fungsi kekhalifahannya untuk membangun dan menjadi rahmat bagi alam semesta. b. Dengan rasa pulalah orang bisa membenci, memusuhi, menyiksa, bahkan sampai membunuh orang lain, serta menghancurkan sebuah kebudayaan atau bangsa. Saat muncul sebongkah rasa tidak senang seseorang atau sekelompok orang atau aliran terhadap orang lain karena orang lain itu menghalangi munculnya rasa enak dan ekstasis pada dirinya melalui sebuah praktek agama atau kejiwaan, maka saat itu pulalah sebuah power yang sangat dahsyat mulai diciptakan dan siap untuk dimuntahkan kepada lawannya. Dunia Islam sudah sangat kenyang dengan pengalaman membanjirnya darah merah akibat penganut aliran-aliran atau sekte-sekte di dalam agama Islam saling terjebak dengan sensasi RASA ini (nanti pada bagian tersendiri akan ditambah dengan uraian terjebaknya aliran-aliran ini dalam INTELEKTUALITAS tentang pemahaman Al Qur’an dan Al Hadits). G. Sejarah Hitam Awal sejarah hitam ini telah dimulai oleh sahabat-sahabat Nabi tak lama setelah wafatnya Nabi. Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ai’syah, dan Mu’awiyah, adalah sedikit nama dari ratusan bahkan ribuan nama-nama lainnya yang telah menorehkan tinta merah dalam sejarah perjalanan Islam dengan terciptanya dua aliran utama (mainstream) di dalam Islam yaitu : • Ahlussunnah (Sunni) di satu sisi dan • Syi’ah di sisi lainnya, yang masing-masing mengklaim bahwa yang MURNI ISLAM itu HANYALAH kelompok mereka. Masing-masing sisi mencap sisi lawannya sebagai KAFIR : • Syi’ah menganggap penganut Sunni sebagai KAFIR, SESAT, TERLAKNAT, dan darah pembelotnya pun halal untuk ditumpahkan (lihat. Mengapa saya ke luar dari Syiah, hal X, Sayyid Husain Al Musawi). • Di pihak lain, Sunni pun mencetak label KAFIR, SESAT kepada aliran Syi’ah ini dan darahnya halal untuk ditumpahkan (lihat. Sikap Syi’ah terhadap Al Qur’an, hal 53, Ahmad bin Abdullah Al-Hamdan).
  • 31. 31 Dan yang sangat mengagumkan lagi, varian dari dua aliran besar inipun bermunculan dengan pesat. Jumlahnya mungkin sampai ratusan varian yang membuat kebesaran ISLAM, AL QUR’AN, Muhammad SAW, menjadi hanya sebatas pengertian pihak Sunni saja, atau pihak Syi’ah saja, atau pengertian dari pihak varian aliran-aliran yang muncul bak cendawan di musim hujan. Karena Islam itu TELAH menjadi kecil terkotak-kotak dan tersayat-sayat, maka ISLAM itu dengan cepat menjadi seperti lentera yang kehabisan minyak, dan dengan mudah dikalahkan oleh bangsa-bangsa lainnya. Islam telah terkapar tak berdaya akibat tingkah penganutnya sendiri. Aneh bin ajaibnya, “semangat” penorehan tinta darah itu sepertinya mau dipertahankan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Saat inipun generasi penerus penoreh tinta merah itu exist bergerak dengan sangat intens, dan tetap akan tetap exist : . . . selama tidak adanya niat di antara mereka untuk melakukan “REKONSTRUKSI BERFIKIR” terhadap ISLAM itu sendiri. Kalau begitu, adakah JALAN KELUAR (MAKHRAJA) dari dahsyatnya pengaruh JEBAKAN RASA ini ? Jawabannya adalah, ADA ! Untuk bisa terbebas dari jebakan RASA ini, maka jalan satu-satunya adalah : . . . dengan KELUAR dari WILAYAH RASA itu yang berada di DADA (SUDUR, QALB). Wilayah dada ini adalah sebuah wilayah yang disebut juga TUNGKU PERAPIAN, TUNGKU PENYIKSAAN, dan sekaligus juga adalah RUANGAN PEMBEKU buat manusia di dunia ini. Di tungku inilah adanya : • ruangan panas dan dingin, • ruangan benci dan rindu, • ruangan iman dan kufur, yang akan selalu muncul silih berganti mendera setiap manusia. Kalau tidak mau terjebak dalam ketidaktetapan sifat ini, maka ke luarlah dari sana. Karena kalau hanya sekedar di manajemeni, dibersih-bersihkan, ditekan-tekan, maka yang akan mucul selalu sebuah sifat yang terbolak-balik, suasana rasa yang turun-naik antara baik dan buruk. Suasana yang menyiksa diri sendiri
  • 32. 32 H. Kebingungan Spiritual Nah, . . . perjalanan ke luar dari tungku perapian inilah yang disebut dengan peristiwa SPIRITUALITAS, yaitu sebuah proses PERJALANAN (MI’RAJ) untuk menemukan wilayah DIRI universal (muthmainnah) : • “Diri yang tidak terpengaruh lagi oleh gejolak dan prahara tungku perapian. • Diri yang selalu menerima pencerahan. • Dan Diri itu lalu, selalu mengarah kepada sang Penciptanya”. Diri dengan ciri seperti inilah yang disebut sebagai diri yang tenang, • Diri yang tahu memanfaatkan tungku perapian itu untuk “memasak” dunia (tanpa dia sendiri ikut terbakar di dalamnya), sehingga peradaban di dunia itu menjadi berkembang dari waktu ke waktu dengan sangat menakjubkan. • Akan tetapi Diri itu sekaligus juga bisa mendinginkan dan membekukan dunia (tanpa dia ikut membeku di dalamnya). Ya, diri yang tenang ini seperti terpisah dari prahara akibat panas dan dingin yang berlebihan dari proses pembentukan peradaban itu, sehingga peradaban itu berubah menjadi sebuah hidangan lezat untuk dinikmati. Sebuah peradaban yang tidak panas dan tidak dingin, peradaban yang bisa mengalir membelah zaman membawa muatan yang merupakan realitas dari PAHALA atau umpan balik buat sang DIRI itu di dunia ini, saat ini juga. Banyak orang yang masih bingung dengan istilah spiritualitas ini. Ada yang menganggapnya hanya sekedar ucapan dan gerak anggota tubuh saja dalam sebuah praktek ibadah dalam bingkai agama. Ada juga yang menganggapnya sebagai sebuah peristiwa bertangis-tangisan akibat syahdunya lantunan do’a dan dzikir yang mendayu- dayu. Bahkan ada yang mengangapnya sebagai hal yang baru dan tidak ada contohnya di zaman Nabi (BID’AH). Padahal peristiwa spiritualitas ini tanpa disadari oleh mereka, sebenarnya sedang terjadi pada diri manusia itu sendiri. Spiritualitas itu sedang mengalir dalam diri manusia tanpa tertahankan sedikitpun, yaitu “proses kejadian manusia” dari waktu ke waktu. Manusia pada awalnya tiada, lalu ia diciptakan dari saripati tanah (unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dll.) dalam bentuk air mani dan ovum yang dipersatukan, lalu ada gerak tumbuh di dalam rahim, lalu dilahirkan, lalu tumbuh dari kecil menjadi besar kemudian tua, lalu mati !
  • 33. 33 Kalau digambarkan pergerakan itu kira-kira adalah sebagai berikut: AKU (punya kehendak) GERAK TUNGGAL (yang membawa kehendak : hidup, melihat, mendengar, merasa, tahu) Ujung Materi Unsur-Unsur, Partikel, Saripati Tanah Diri (Nafs) (punya tubuh, indra, otak) SHIBGHATULLAH Hidup Melihat, Mendengar, Merasa, Berfikir Tahu (peran dan maqam tempat kembali) Diri Yang Tenang (Nafsul Muthmainnah) AKU (Allah) Catatan : Pemahaman REALITAS GERAK di atas muncul sebagai oleh-oleh 17 Ramadhan 1425 H jam 12:00 s / d 01:30, saat kami mengadakan pelatihan dengan Pak Haji Slamet Utomo di lapangan Rajawali, Buperta Cibubur.
  • 34. 34 Di sini ada sebuah “PERGERAKAN” yang tidak bisa ditahan oleh siapa pun dan oleh apapun. GERAK (pada diagram di atas ditulis dengan huruf besar) itu menggerakkan SUBSTANSI (pada diagram di atas ditulis dengan huruf besar & kecil) apapun yang selalu hanya bisa ikut tanpa reserve atas apa-apa kemauan Sang Bergerak itu. Ya, substansi apapun namanya, maka kalau kita perhatikan dengan hening, maka substansi itu semata-mata nyata bersandar dan bergantung kepada “Gerak” itu. “Gerak” itu meliputi segala sesuatu. Dan semua substansi itu bersandar dan bergantung kepada Sang Bergerak secara kekal dan abadi. Pada tatanan manusia, maka substansi yang bersandar kepada gerak kolosal yang abadi itu disebut juga sebagai Sang Nafs (diri Manusia). Allah kemudian menerangkan lebih detail bahwa cikal bakalnya Sang Manusia (sang NAFS) ini adalah dari saripati tanah yang kemudian dialiri “Gerak” yang di dalamnya sudah terkandung “muatan” berupa HIDUP, MELIHAT, MENDENGAR, MERASA, TAHU. Muatan gerak itu berguna bagi sang NAFS sebagai fasilitas atau sarana untuk melakukan perannya sebagai KHALIFAH di muka bumi. Dalam istilah Al Qur’an mengalirnya GERAK yang bermuatan hidup, melihat, mendengar, merasa, tahu ini kepada Sang Nafs disebut juga dengan ditiupkan MIN-RUHI (RUH-KU) oleh ALLAH. Atau disebut juga Sang Nafs telah mengalami celupan Allah (shibghatullah). Gerak itu dengan telaten, tanpa henti, mengantar Sang Nafs melakukan perannya (amal) sebagai Duta Istimewa Allah di alam dunia ini. Betapa tidak, untuk sekedar mengangkat tangan saja, Sang Nafs tidak akan bisa jika “Gerak” itu ngambek mengaliri tangan si manusia itu. Tidak dialiri “Gerak” di tangan itu dalam istilah manusianya disebut sebagi “si lumpuh tangan”. “Gerak” itu juga yang akan mengantarkan manusia melakukan peran sebagai Gatotkaca, Bima, Presiden, rakyat jelata, petani, dan sejuta peran lainnya. Untuk menyadari “Gerak” ini pada pribadi-pribadi yang diserahi peran itu, coba perhatikan aktivitas sebuah pasar dari arah ketinggian. Misalnya berdirilah di balkon ITC MANGGA DUA. Alihkanlah pandangan ke kerumunan manusia yang berada di lantai dasar balkon itu. Perhatikanlah bagaimana ratusan Nafs seperti bergerak hilir mudik, kiri kanan, dengan teratur, tidak bertubrukan satu dengan yang lainnya. Walaupun arah gerak itu tidak sama, tetapi tidak terjadi tumbukan antar Nafs di lantai dasar itu. Sebenarnya yang terjadi adalah Sang Nafs hanyalah DIGERAKKAN. Titik ! Gerak itu juga mengantarkan RASA kepada Sang Nafs tentang apa-apa yang mereka lakukan, mereka lihat, mereka dengar, dan mereka ketahui. Dengan rasa itulah sang Nafs punya indikator sebagai alat deteksi dini atas peran yang sedang di jalin oleh sang Nafs dalam rantai kehidupan di dunia ini, sehingga dengan aliran rasa itu, sang Nafs bisa melakukan “switching” seperlunya apabila GERAK itu mengalirkan rasa yang tidak enak ke dalam dada sang Nafs. Tapi ada juga sang Nafs yang sudah TIDAK dialiri lagi dengan
  • 35. 35 RASA ENAK oleh Sang GERAK itu. Dalam istilah agamanya, sang Nafs yang sudah tidak punya indikator rasa ini disebut sebagai si Nafs yang rasanya mati, hatinya mati, hatinya gelap, hatinya keras, dan sebagainya. Gerak itu juga mengolah denyut jantung, membawa darah melalui pembuluh darah ke seluruh sel tubuh. Gerak itu juga memasukkan nafas dan mengeluarkan nafas dari paru- paru Sang Nafs. Gerak itu menumbuhkan dan mengganti sel-sel tubuh Sang Nafs yang sudah rusak agar bisa berfungsi dengan baik. Gerak itu tiada henti dalam kesibukan menyempurnakan Sang Nafs. Ya, Sang Nafs tadi dihantar oleh Sang Gerak Kolosal itu untuk merangkai amal (peran) dan menenun kehidupan tanpa henti-hentinya sampai Sang Nafs menemukan posisi akhirnya (maqam) yang akan tidak berubah lagi. POSISI ABADI. Posisi akhir ini seharusnya adalah pada posisi “Diri yang Universal” (Nafsul Muthmainnah). Karena memang Sang Gerak itu selalu punya kecenderungan (gharizah) untuk mengantar Sang Nafs mengarah kepada suasana Diri yang Universal seperti Universalnya suasana GERAK KOLOSAL itu sendiri. Akan tetapi dalam perjalanan menghantar Sang Nafs menemukan posisi akhirnya (maqam) yang seharusnya universal, kadangkala GERAK itu seperti terhenti di tengah jalan. Gerak itu adakalanya tertahan oleh kuatnya tarikan ketubuhan (hawa un Nafs) dan berubah menjadi posisi yang rendah dan terkotak-kotak : • Ada Nafs yang hanya sanggup mencapai suasana diri yang Ammarah, • Ada yang sampai ke wilayah diri yang Lawwamah. Semua pencapaian maqam ini sangat tergantung pada : . . . seberapa jauh kita menyadari dan membiarkan Sang Gerak itu membawa diri kita dari satu suasana ke suasana lain yang lebih universal. Dalam istilah agamanya disebut sebagai : . . . bertambah dan bertambahnya keimanan kita saat kita diperdengarkan dengan ayat-ayat Tuhan. Kalaulah Gerak itu hanya bisa menghantar Sang Nafs sampai ke suasana diri Ammarah ataupun diri Lawwamah, suasana yang serba tidak menentu, di mana saat di posisi ini Sang Nafs mengaku-ngaku atas perannya, lalu diri (sang Nafs) itu keburu dipindahkan ke alam akhirat, maka hampir bisa dipastikan pula bahwa : . . . suasana diri yang Ammarah ataupun Lawwamah itu akan terbawa ke alam akhirat.
  • 36. 36 Dan suasana tidak menentu itu pun akan dialirkan terus oleh Sang Gerak kepada sang Nafs yang sudah berpindah alam ke alam akhirat itu. Dalam istilah agamanya Sang Nafs DITARUH di tempat yang penuh siksa (neraka). Dan Gerak itu : . . . mengalirkan rasa tersiksa yang tidak menentu tersebut secara Abadi kepada Sang Nafs. KEKAL, SELAMA-LAMANYA. Hum fiha abada. Akan tetapi sebaliknya, jika dalam menguntai kehidupan sewaktu di alam dunia Sang Nafs berhasil mengikuti hantaran Sang Gerak sampai ntek, untuk menemukan posisinya yang HAKIKI, yaitu posisi Diri Universal (Nafsul Muthmainnah), lalu dalam posisi diri universal itu Sang Nafs dipindahkan oleh Sang Gerak ke kehidupan alam akhirat, maka sungguh beruntunglah Sang Nafs itu. Karena pada suasana diri universal itu sudah tidak ada lagi ketakutan dan kekhawatiran. Suasana diri yang berada di maqam yang tidak ada takut dan khawatir ini disebut dalam istilah agamanya sebagai suasana SYURGAWI. Ya, sang Nafs lalu dihantar oleh Sang GERAK meniti hari-harinya yang abadi untuk merasakan suasana syurgawi. Sang Gerak itu menghantar Sang Nafs dalam mengarungi suasana yang dia untai semasa sang Nafs hidup di alam dunia menjadi sebuah kehidupan syurgawi selama-lamanya. ABADI, KEKAL. Hum fiha abada. Tapi rentang waktu untuk menemukan posisi abadi ini sangatlah terbatas. Proses menenun kehidupan ini hanya terjadi selama diri (Sang Nafs) yang terbuat dari saripati tanah masih belum sempurna pembentukannya. Selama saripati tanah itu masih disempurnakan di sana-sini, masih disembuhkan setelah sakit, masih diganti sel-selnya yang rusak, masih diemplek-emplek oleh Sang Gerak menuju yang lebih sempurna, maka hanya pada saat itulah kita punya kesempatan untuk merenda kehidupan kita menuju posisi Diri Universal sebagai bekal untuk kehidupan abadi di akhirat. Karena kalau saripati tanah itu sudah sempurna, sehingga tidak ada lagi yang perlu dipermak, tidak perlu lagi sel-selnya yang rusak untuk diganti, maka saripati tanah itu sudah tidak diperlukan lagi. Maka Sang Gerak itu mengambil kembali satu persatu aliran-aliran yang pernah dialirkan Sang Gerak kepada Sang Nafs yang berupa saripati tanah itu. Sang Gerak itu tidak lagi mengalirkan rasa melihat, rasa mendengar, rasa tahu, dan yang terakhir rasa hidup kepada saripati tanah itu. Lalu sang Nafs secara kehidupan dunia dikatakan MATI. Dan kemudian saripati tanah yang tadinya dibentuk dalam bentuk tubuh manusia itu diurai melalui gerak pembusukan, pelelehan oleh Sang Gerak untuk kembali menjadi unsur-unsur tanah. Akan tetapi ada sebuah rahasia maha besar yang tersimpan dalam rentang waktu menenun kehidupan selama hidup di dunia itu. Kita tidak tahu kapan Sang Gerak itu memutuskan bahwa peran saripati tanah itu sudah sempurna dan lalu sang Gerak itu akan berhenti mengalirkan aliran Melihat, Mendengar, Tahu, dan Hidup kepada saripati tanah yang sedang merajut peran itu. Kita tidak tahu rahasia itu. Bisa jadi sepuluh tahun
  • 37. 37 lagi, atau bisa juga besok, atau bahkan beberapa menit lagi peran saripati tanah itu sudah dianggap sempurna oleh Sang Gerak, sehingga saripati tanah itu lalu dimatikan. Dan dalam ketidaktahuan kita itulah kita harus berpacu dengan waktu untuk merenda hari agar bisa mencapai posisi Diri yang Universal yang dampaknya akan abadi di kehidupan akhirat nantinya. Sebuah perjudian hidup yang sangat besar sebenarnya tengah kita jalani tanpa kita sadari. Akankah kita lalai dalam perjudian hidup yang maha besar itu ? Terpulang kepada kita saja sebenarnya. Seiring dengan diambilnya Melihat, Mendengar, Tahu dan Hidup dari saripati tanah itu oleh sang Gerak, maka sang Gerak itu lalu menghantar Sang Nafs untuk beralih alam dari alam dunia menuju alam Akhirat. Bersamaan dengan transformasi kehidupan Sang Nafs itu, maka Sang Gerak itu tetap mengalirkan Melihat, Mendengar, Tahu dan Hidup itu kepada Sang Nafs yang sudah berubah bentuk menjadi “kupu-kupu akhirat”, sebuah bentuk yang tidak sama dengan susunan saripati tanah seperti sebelumnya. Dan dalam bentuk “kupu-kupu akhirat” inilah kehidupan yang sebenarnya baru dimulai untuk sebuah kehidupan ABADI dalam suasana sesuai dengan pencapaian Sang Nafs selama menenun kehidupan di alam dunia. “Sang kupu-kupu akhirat” ini tak lain dan tak bukan adalah Sang Nafs juga dalam bentuk lain. Dan Sang Gerak itu tetap mengantarnya secara ABADI pula. I. Makna Spiritualitas Spiritualitas tak lain dan tak bukan adalah adalah sebuah pergerakan kesadaran (INGAT=DZIKIR) substansi manusia (NAFS = DIRI, JIWA) untuk patuh, tunduk, dan takluk terhadap KEHENDAK ZAT yang merupakan SUMBER dari sebuah GERAK KOLOSAL yang membentuk, menghidupkan, mematikan, menggerakkan, dan mencerdaskannya selama waktu yang telah ditentukan untuknya. Selama dalam proses kreatif, dari awal pembentukan sampai dia mati kembali, saat dia diemplek-emplek, dirombak, lalu disempurnakan kembali, dan akhirnya dimatikan, maka substansi Nafs itu harus disadarkan bahwa : • Dirinya hanyalah bentuk qodrat Tuhan. • Jantung adalah qodrat Tuhan. • Tubuh adalah qodrat Tuhan. • Sudur (dada) adalah qodrat Tuhan. • Otak adalah qodrat Tuhan.
  • 38. 38 Artinya semua atribut dari Nafs itu hanyalah tempat Tuhan berkreasi, tempat Tuhan berbuat keramaian, tempat Tuhan menciptakan peradaban bagi kepentingan Nafs itu sendiri. Dengan munculnya kesadaran ingat (dzikir) pada Nafs (diri, jiwa) bahwa Sang Nafs itu hanyalah bentuk dari qodrat Tuhan, maka saat itu pulalah Sang Nafs bisa mengikuti sebuah Gerak Universal yang sangat KOLOSAL dengan tanpa hambatan bisa menemukan jalan kembali kepada Pemiliknya. Dalam istilah agamanya Gerak Universal yang kolosal itu disebut sebagai Sang MIN-RUHI (ruh-Ku) atau disebut juga RUH yang cenderung membawa apapun untuk kembali mengarah kepada Sang Pemiliknya. Ya, Sang Ruh ini tidak lagi tersangkut oleh “gravitasi sifat dan bawaan” Nafs (hawa un Nafs) atau tarikan alam-alam rendah lainnya seperti jin, syetan, iblis, harta, tahta, dsb. Sang Ruh akhirnya mampu saling berinteraksi dengan Sang Pemiliknya, yaitu AKU (Allah), sehingga akibatnya Sang Nafs ikut menjadi objek yang menerima pencerahan demi pencerahan, karena Sang Nafs itu sudah tidak punya pengakuan lagi. Hanya tinggal satu Aku yang hakiki yang mengaku-ngaku, yaitu Aku (Allah). Proses perjalanan kesadaran (INGAT) untuk TUNDUK, PATUH, dan TAKLUKnya NAFS kepada kehendak (qodrat) Tuhan, dan proses KEMBALINYA MIN-RUHI kepada Sang Pemiliknya setiap saat inilah yang disebut dengan peristiwa spiritual yang merupakan FITRAH, atau SUNNAH (Sunatullah) bagi setiap makhluk ciptaan-Nya tak terkecuali bagi manusia, Sang Duta Istimewa. Jadi dalam proses spiritual itu ada 3 aktivitas besar yang terjadi berbarengan pada saat yang sama: a. Proses perjalanan kesadaran bahwa diri manusia, otak manusia hanyalah bentuk qodrat (kehendak) Tuhan, maka kehendak Tuhan itu lalu menghadap (patuh, takluk, tunduk) kepada Sunnah Tuhan (Sunnatullah). b. Proses perjalanan kesadaran bahwa ruh manusia (atau kadang-kadang di sebut juga oleh Pemiliknya dengan sebutan Aku, Bashirah = Yang Tahu) itu adalah Min- Ruhi (Ruh-Ku), ruh milik Tuhan, ruh Tuhan, maka lalu ruh itu dengan kehendak Tuhan kembali kepada Tuhan (Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun = Aku adalah milik Tuhan, dan Akupun kepada Tuhanku Kembali) c. Proses perjalanan rasa ingat Tuhan menghadap kembali kepada Tuhan. Yusdeka tidak bisa membuat RASA INGAT. • Qodrat Allah kembali kepada Allah ! • Min-Ruhi (Ruh milik Allah) kembali kepada Allah ! • Rasa ingat Allah kembali kepada Allah ! • Maka saat itu sirnalah nama-nama • Lenyaplah pandangan dan pendengaran
  • 39. 39 • SirnalahYusdeka • TIADA LAGI PENGAKUAN ! • Sirna, sirna. • Tiada, tiada. • Lenyap, lenyap. • KOSONG ! • Yang ada adalah Yang Ada, • Yang Ada, • YANG ADA ! • Yusdeka fana, tiada, • dan yang ada hanyalah Yang ADA ! • Yang ADA adalah AKU yang bening yang lepas dari tarikan grafitasi NAFS dan terhindar dari pengaruh Alam-alam RENDAH lainnya. • Yang ADA adalah AKU yang bening dan jernih yang selalu mendapatkan NUR dan BURHAN (pencerahan, enligthment) dari Tuhanku. • AKU, AKU, AKU, AKU, • INGSUN, INGSUN, • SANG HIDUP, • SANG TAHU, • SANG MATA KEHIDUPAN, Maka apabila AKU telah bernyata: Al Anfaal (8 : 17) "Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar." Hadits Qudsy, HR Bukhari "Maka Aku merupakan pendengaran yang ia gunakan, Aku merupakan penglihatan yang ia gunakan, Aku merupakan tangan yang ia gunakan untuk menyerang, dan Aku merupakan kaki yang ia gunakan untuk berjalan.” Jadi SPIRITUALITAS adalah : • Sebuah proses PEMBEBASAN AKU dari pengaruh hisapan dan jebakan gravitasi- gravitasi NAFS (Hawa Un NAFS) yang berupa Pikiran dan Rasa, sehingga • Sang NAFS secara otomatis juga akan terbebas dari tarikan alam-alam rendah (jin, syetan, iblis, dan NAFS-NAFS lainnya).
  • 40. 40 AKU lalu kembali kepada FITRAH-KU dengan menjadi substansi yang MERDEKA, yang selalu mengarah, memancar kepada TUHAN-KU, sehingga AKU selalu mendapatkan arahan dan pancaran NUR dari TUHAN-KU setiap saat. Sesuai dengan tugas-KU sebagai Duta Istimewa, maka AKU lalu menjadi menjadi KUSIR atas NAFS-KU untuk mengelola dan memakmurkan dunia ini sesuai dengan Sunnah Tuhan-Ku (sunatullah) ! Kalau tidak sampai mendapatkan AKU yang bening dan merdeka seperti ini, maka posisi itu namanya adalah diri yang tersekat, tersasar, yang dalam istilah agama disebut dengan SYIRIK ! Perilaku syirik inilah yang menjadikan manusia itu disebut sebagai PENGKHIANAT TUHAN. Sang Duta Istimewa yang mbalelo terhadap Tuhan yang mengutusnya. J. Kerancuan Sistematika Berfikir Yang Sangat Luar Biasa Juga Telah Terjadi Dalam Memahami Sunnah (Al Qur’an dan Al Hadits). 1. Kerancuan 1 Dalam memahami Al Qur’an Secara sistematis Al Qur’an telah menjadi sebuah kitab kosong yang hanya tinggal sebatas dibaca, dihafal, dan dilombakan. Ada memang upaya dilakukan untuk penafsiran ayat-ayatnya secara kontekstual, akan tetapi sayang tafsirannya itu : • Masih terkesan ragu-ragu dan malu-malu dan • Nyaris selalu dibawa mundur dan mundur ke alam budaya dan pengertian zaman Salafus Shalih sekitar seribu tahunan yang lalu. Padahal Al Qur’an itu adalah sebuah kunci pembuka sebuah gudang penyimpan senjata pusaka yang sangat ampuh bagi bekal kehidupan umat manusia. Allah menyatakan di dalam Al Qur’an bahwa ada senjata pusaka di sebuah gudang penyimpanan rahasia yang diperuntukkan bagi umat Islam sebagai pewaris dan penerima peta wasiat tempat penyimpanannya. Akan tetapi kunci itu secara tidak sengaja ternyata telah dibuang oleh umat Islam dan telah beralih tangan kepada umat yang tidak beragama Islam, sehingga mereka berhasil mendapatkan senjata pusaka yang ternyata memang sangat ampuh untuk bekal mengelola dunia ini. Bahkan sangat ampuh untuk menghadapi dan mengalahkan umat Islam itu sendiri. Hal ini persis seperti kejadian dalam cerita silat Kho Ping Hoo, di mana seorang Pendekar Sakti meninggalkan pusaka berupa sebuah kitab silat dan Pedang Penakluk Naga. Di akhir hayatnya, Pendekar itu menyepi mencari jalan Tuhan di dalam sebuah gua tersembunyi sampai matinya. Si Pendekar masih sempat menuliskan sebuah pesan singkat (peta menuju Gua Rahasia itu) sebelum nafasnya berhenti:
  • 41. 41 “Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan“Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan“Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan“Peta ini akan menuntun bagi siapapun yang menemukan peta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab danpeta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab danpeta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab danpeta ini untuk menuju gua tempat menyimpan kitab dan pedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu inipedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu inipedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu inipedang sebuah ilmu silat yang sangat hebat. Semoga ilmu ini tidak berpindah tangan kepada orangtidak berpindah tangan kepada orangtidak berpindah tangan kepada orangtidak berpindah tangan kepada orang----orang yorang yorang yorang yang jahat,ang jahat,ang jahat,ang jahat, sebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka duniasebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka duniasebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka duniasebab kalau ilmu ini dipegang oleh orang jahat, maka dunia persilatan akpersilatan akpersilatan akpersilatan akan mengalami kekacauan dahsyat.an mengalami kekacauan dahsyat.an mengalami kekacauan dahsyat.an mengalami kekacauan dahsyat.”””” ttd.ttd.ttd.ttd. Pendekar Sakti.Pendekar Sakti.Pendekar Sakti.Pendekar Sakti. Singkat kata, melalui sebuah peristiwa “kebetulan”, kitab dan pedang pusaka sakti itu duluan jatuh ke tangan seseorang yang mempunyai karakter jahat dan angkara murka. Tak lama kemudian tersiarlah kabar ke seantero negeri bahwa seorang pendekar jahat telah turun gunung malang-melintang di dunia persilatan menebar bencana. Gua itu telah kosong, kitab dan senjata pusakanya telah berpindah ke tangan yang salah. Walaupun suatu saat nanti ada pendekar baik-baik yang menemukan gua itu, maka dia tidak akan menemukan apa-apa lagi. Tinggallah dunia persilatan yang mayoritas berisikan orang-orang baik menjadi bulan-bulanan si pendekar jahat. Se- mentara itu si pendekar baik hanya termangu menyadari keterlambatannya. Untuk dapat mengalahkan ilmu si pendekar jahat yang sakti itu, maka diperlukan pula kitab dan senjata pusaka lain yang seimbang. Butuh berbilang tahun kemudian untuk munculnya seorang pendekar sakti yang baik sebagai lawan yang seimbang bagi si pendekar jahat itu. Bahkan mungkin harus berganti generasi dulu baru dunia persilatan untuk kembali aman dan damai ! Hal yang serupa juga terjadi dalam realitas perjalanan agama Islam. Pada awalnya penyebarannya, umat Islam telah dibekali dengan sebuah peta yang akan membawa penganutnya untuk menemukan sebuah pusaka untuk mengelola dan memakmurkan dunia. Peta itu adalah Al Qur’an yang telah dengan baik dipakai oleh Rasulullah Muhammad SAW untuk mendapatkan senjata pusaka yang cocok untuk menghadapi segala problematika hidup di zaman Beliau. Akan tetapi berbilang zaman kemudian, peta itu telah dipakai dan direalisasikan oleh orang lain, dan mereka berhasil mendapatkan senjata pusaka yang sangat ampuh. Sedangkan bagi umat Islam, yang tersisa tinggallah peta kosong yang nyaris tidak bermanfaat apa- apa,
  • 42. 42 . . . selain hanya untuk mendapatkan pahala dalam membaca dan menghafalnya. Ya, akibatnya, fungsi Al Qur’an yang tertinggal bagi umat Islam (dengan paradigma berpikir seperti sekarang ini) boleh dikatakan hanyalah sebatas gudang yang sudah kosong melompong. Isinya telah duluan diambil oleh umat non muslim. Dengan senjata itu pulalah mereka mengalahkan dan mengebiri umat Islam hampir di seluruh dunia. Tinggallah : . . . umat Islam bisanya hanya sebatas meratapi nasib dan memaki-maki sana- sini. Memaki Amerika, memaki Yahudi, memaki Barat ! Walaupun Barat telah menemukan senjata pusaka itu, akan tetapi ternyata Barat tidak mampu memanfaatkan pusaka itu dengan utuh. Ada jurus-jurus dan amunisi yang tertinggal. Dan yang tertinggal itu ternyata adalah bagian pamungkas dari rangkaian ilmu dalam pusaka yang telah tercuri itu. Akibatnya Barat gagal memanfaatkan pusaka itu untuk kemakmuran dunia. Alih-alih memakmurkan dunia, malah Barat terperosok kepada penghancuran dunia dengan peradaban manusia di dalamnya. Lengkap sudah sarana untuk penghancuran peradaban manusia itu tersedia saat ini : • Di satu pihak umat Islam sudah tidak punya pusaka apa-apa lagi sebagai bekal untuk membangun peradaban itu. • Di pihak lain umat non muslim (baca Barat) berhasil mendapatkan pusaka itu, akan tetapi sayangnya bagian terpenting dari pusaka itu yang berfungsi sebagai sebagai langkah penutup atau langkah pamungkas malah mereka tinggalkan. Yaa, beginilah dunia jadinya ! Apa bentuk senjata pusaka yang telah dicuri orang itu ? Nanti akan saya bahas lebih dalam pada artikel “Rekonstruksi Berfikir” sub bagian “Al Qur'an Adalah Teropong Kauniah”. 2. Kerancuan 2 Dalam memahami Al Qur’an Kerancuan pemahaman Al Qur’an yang lainnya adalah dalam hal memahami DUALITAS yang terkandung di dalam ayat-ayatnya. Dalam artikel “Menggabung Kutub Dualitas”, saya sudah singgung secara cukup detail, bahwa di dalam Al Qur’an seperti ada dua kutub sikap yang sepintas “kelihatannya” saling berlawanan (bertentangan) bagi manusia dalam menjalani kehidupan ini, yaitu KUTUB RASIONALIS dan KUTUB FATALIS. Kedua kutub ini difasilitasi keberadaannya oleh Al Qur’an:
  • 43. 43 Kutub RASIONALIS difasilitasi paling tidak oleh ayat berikut: Ar Ra'du (13 : 11) "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." Kutub FATALIS diwakili secara umum oleh ayat berikut: At Thalaaq (65 : 2-3) "Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." Nah, dengan paradigma kerancuan berfikir seperti sekarang ini, jarang sekali umat Islam yang mampu menggabungkan kedua kutub tersebut menjadi sebuah harmoni dalam kehidupan, seperti harmoninya panas dan dingin di permukaan bumi yang telah menghasilkan angin, awan, dan hujan. Umumnya, orang hanya masuk ke dalam sebuah kutub saja dan menafikan kutub yang lainnya. Misalnya, orang yang hanya berada pada posisi kutub RASIONALIS, maka segala sesuatunya yang mereka hadapi akan diukur dengan meteran RASIONAL atau TIDAKnya. Namun sayangnya meteran yang dipakai untuk mengukur itu seringkali adalah file yang tersimpan di dalam otaknya. Dan alat masukan datanya juga hanya sebatas pada bacaan, melihat, dan mendengar atas objek yang sedang diamatinya. Dalam posisi kutub ini ALLAH seperti berlepas tangan terhadap apa-apa yang akan dicapai oleh manusia. Dari ayatnya, manusia di fasilitasi untuk mengembangkan diri tanpa batas. “Kau rubah kehidupanmu sendiri.” “Kau tentukan masa depanmu sendiri.” “Aku tidak ikut-ikut untuk merancang masa depanmu.” Luar biasa sekali fasilitas yang diberikan Tuhan ini, bahkan nyaris bisa membawa orang untuk bersikap ATHEIS. Dan dengan fasilitas begitu bebasnya, telah lahir berbagai pengetahuan tentang ke alaman seperti fisika, kimia, matematika, biologi, ekonomi dan ilmu-ilmu lainnya. Semuanya ilmu itu ternyata memang bermanfaat untuk mengantar peradaban manusia meniti zaman.
  • 44. 44 Akan tetapi, karena mereka hanya mementingkan faktor rasionalitas belaka, tak jarang yang terjadi adalah munculnya generasi yang pada satu sisi mereka memang mampu menangkap bahasa Tuhan yang berada pada setiap ciptaan Tuhan, akan tetapi di sisi lain mereka merasakan kekeringan RASA di dalam JIWAnya. Akibatnya untuk mencari kekeringan JIWA itu, maka praktek-praktek mengasah dan menghidupkan rasa itu sangatlah digandrungi mereka. Di Barat sana, yang digandrungi orang dan berkembang dengan pesat saat ini adalah praktek-praktek tasawuf, meditasi, psychic, psychology transpersonal/transcendental, yang tentu saja dengan OBJEK FIKIR yang berbeda-beda pula. Pembimbing kami pernah ajukan pertanyaan kepada seseorang dari Perancis, saat dia datang ke Indonesia mencari tasawuf: “Kenapa anda ingin masuk ke tasawuf, bukannya mencari Islam atau Kristen ? Jawabnya: “Saya nggak mau Islam, saya nggak mau Kristen, karena dua-duanya suka berantem dan senang gontok- gontokan.”. Duh kasihan sekali agama-agama ini! Penyebab dari kekeringan jiwa ini kalau ditelusuri dari bunyi ayat Ar Ra’du 11 di atas, maka bagi yang manusia yang arif akan dapat menangkap pokok permasalahannya, yaitu karena sang manusia telah berkhianat terhadap Tuhan. Manusia yang walaupun kelihatannya mampu sedemikian rupa untuk mengembangkan peradaban dan pengetahuannya sampai “keujung ilmu”, mereka ternyata kebanyakan lupa bahwa pada hakikinya (yang sebenarnya) Tuhanlah yang merubah peradaban manusia. Tuhanlah yang menciptakan ilmu, Tuhanlah yang berkreasi, Tuhanlah yang menata peradaban manusia itu. Awal ayat di atas menyiratkan: “nanti Kuubah dan Kuikuti seperti apa maumu.” Ya, pada hakekatnya Tuhanlah yang berkehendak, yang mengatur peradaban manusia melalui “aliran tahu, aliran cerdas, aliran kuasa” yang menyusup mengisi sel-sel otak manusia. Jadi HANYA KELIHATANNYA saja manusia itu bisa, manusia itu tahu, manusia itu kuasa, dan sebagainya, padahal semua itu adalah fasilitas MILIK ALLAH yang diberikan buat manusia untuk mengemban amanat sebagai Duta Istimewa Tuhan di dunia ini. Ya, masalahnya ternyata hanya sederhana saja. Sang Duta Istimewa telah lupa, lalai, tidak ingat (nisyan) bahwa semua fasilitas itu harus didudukkan pada tempat yang sebenarnya. Untuk dengan kerelelaan dan kesadaran penuh MENGEMBALIKANNYA kembali kepada ALLAH. K. Ya, Pengembalian ! Pada kutub yang berlawanan, yaitu kutub FATALIS, hal yang sebaliknya terjadi. Pada kutub ini kalau dilihat secara sepintas seakan-akan sudah islami sekali :