1. 3 Amal Pendongkrak Melewati Keterbatasan
“Di antara banyak orang, hanya sedikit yang beriman. Di antara yang beriman itu hanya sedikit yang
beramal. Di antara yang beramal itu hanya sedikit yang berdakwah, dan di antara yang berdakwah
itu hanya sedikit yang mampu mencapai tujuan yaitu ridho Allah.”
Bak hujan di siang bolong, kata-kata Syaikh Hasan Al Banna itu membuat hati serasa 'melek' kembali.
Tersadar dari buaian rutinitas yang seringkali melenakan hati dan tanpa sadar sedikit demi sedikit
menggerus keikhlasan dalam setiap langkah dakwah.
Kehidupan manusia diibaratkan seperti orang yang sedang mendaki puncak gunung. Semakin tinggi
kita melangkah, maka akan semakin berat pula anginnya dan semakin sedikit pula oksigen yang
tersedia. Begitu pula dengan perjalanan hidup kita, banyak godaan yang datang bagi sang pendaki dan
hanya sedikit yang mencapai puncaknya.
Lalu bagaimana caranya untuk meraih puncak itu dengan segala keterbatasan yang kita miliki? Hal itu
tidak lain adalah bagaimana hubungan kita dengan Allah, sudah maksimalkah kita atau hanya terpaksa
saja. Jika kita merenung, sudah berapa banyak karunia yang Allah berikan kepada kita, akan tetapi
sudah seimbangkah amalan kita yang kita persembahkan untuk Allah. Jawabannya ada di diri kita
masing-masing.
Untuk mengukur hal tersebut kita dapat melihat minimal 3 amalan yang kita miliki yaitu hubungan
kita dengan Al Qur'an, perhatian kita dengan shalat kita, dan dzikir kita kepada Allah. Sejauh mana 3
amalan kita tersebut, sejauh itu pula hubungan kita dengan Allah. Jika perhatian kita terhadap Al
Qur'an hanya sesempatnya saja –jika ada waktu longgar ya tilawah, jika tidak ya tidak tilawah– sebatas
itu pula kesungguhan kita. Begitu pula dengan shalat kita apakah hanya sekedar menggugurkan
kewajiban saja ataukah karena kecintaan dan kepatuhan kita pada Allah yang membuat kita melakukan
shalat. Apakah shalat-shalat fardhu saja ataukah juga shalat-shalat sunnah yang juga begitu dicintai
oleh Allah, sejauh itulah kesungguhan kita. Setiap langkah, peristiwa, dan gerak-gerik kita sudahkah
didasari dengan kalimat thayibah sebagai bukti kesungguhan kita mengingat Rabb kita ataukah hanya
dzikir-dzikir paketan setelah shalat fardhu saja yang telah kita lakukan, sejauh itulah kesungguhan kita.
Sebagaimana ayat Al Qur'an surat Hud ayat 112 :
فَاسْتَفتمْكتمَاتأُِفتسفتوَمسنفَاَْتمَعتُفتوتفالتتتاتفغ تْتْإفتغتفال تِبََسغ ِفتمتلفَنس
تََِِتٌ
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang
yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Jika setiap amalan yang kita niatkan untuk mencapai ridha Allah itu benar-benar kita azzamkan untuk
sesuai target dan berusaha berkomitmen memenuhi target itu, insya Allah sepenuh itulah kesungguhan
kita terhadap Allah. Dan hendaklah kita beramai-ramai dengan kesungguhan yang mantap untuk
istiqomah kita termasuk menjadi bagian dari yang sedikit itu. Amin.