Tradisi Perang Obor di Desa Tegalsambi, Jepara merupakan ritual yang dilakukan untuk merayakan panen raya. Tradisi ini melambangkan nilai-nilai religius dan moral melalui simbol-simbol seperti penyembelihan kerbau jantan, campuran kembang tujuh rupa dan jerami, serta obor dari daun kelapa dan pisang. Tradisi ini bertujuan menghormati leluhur dan mendatangkan keberuntungan bagi masyarakat.
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Analisa Perang Obor (Tradisi Selamatan Pasca Panen Raya) Perspektif Semiotika Roland Barthes
1. Analisa Perang Obor (Tradisi Selamatan Pasca Panen Raya) di Jepara
Perspektif Semiotika Roland Barthes
A. Tradisi
Tradisi berasal dari bahasa Latin: traditio yang berarti "diteruskan"
atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah
dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang
sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan
dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya
ini, suatu tradisi dapat punah. Adapun unsure-unsur yang terkandung dalam sebuah
tradisi antara lain; suatu adat atau kebiasaan yang ada di wilayah atau daerah tertentu,
para pelaku tradisi, dan nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut.
Sebuah tradisi akan terjaga kelestariannya apabila dilakukannya
pendokumentasian perekaman tradisi tersebut, pelibatan sebanyak mungkin pendukung
tradisi tersebut, serta melakukan pementasan sebanyak mungkin di berbagai situasi
dengan penonton yang berbeda-beda pula. Cara lain adalah dalam bentuk dibuatnya
sebuah karya seperti lukisan, monumen, tugu,dan peralatan hidup yang nantinya bisa
digunakan sebagai bukti adanya tradisi tersebut. Kegiatan tersebut merupakan bagian
dari pengembangan tradisi sejarah untuk diwariskan kepada generasi berikutnya yang
melihat karya itu. Perkembangan teknologi cetak, komputer, dan komunikasi dewasa ini
pun memungkinkan untuk mengarsip peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk bisa diolah
kembali oleh generasi yang akan datang.
B. Semiotika
Semiotika adalah suatu bentuk strukturalisme; yang berpandangan bahwa
manusia tidak bisa mengetahui dunia melalui istilah-istilahnya sendiri, melainkan hanya
melalui struktur-struktur konseptual dan linguistik dalam kebudayaan. Menurut Roland
2. Barthes, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda
– tanda adalah seperangkat yang dipakai dalam rangka upaya berusaha mencapai jalan
di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Ia pun membedakan
dua pengertian (signification) dari semiotika yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi
adalah level deskriptif dan harfiah makna yang disepakati seluruh anggota budaya. Pada
level konotasi, makna dihasilkan oleh hubungan antara signifier dan budaya secara luas
yang mencakup kepercayaan – kepercayaan, tingkah laku, kerangka kerja dan ideology
dari sebuah formasi sosial. Semiologi, atau dalam istilah Barthes, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things), memaknai
(to signify) dalam hal ini tidak dapat di campur adukkan dengan mengkomunikasikan
(to communicate). Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”,
mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang
lahir dari pengalaman kultural dan personal). Ada 3 jenis tanda yang pokok; yaitu ikon,
indeks dan simbol. Simbol adalah tanda yang tidak menunjukkan adanya hubungan
almiah antara keduanya, hubungannya bersifat arbitrer berdasarkan konvensi
masyarakat. Sebuah sistem tanda yang utama yang menggunakan simbol adalah bahasa.
Arti simbol ditentukan oleh konvensi masyarakat.
Studi sastra bersifat semiotik itu adalah usaha untuk menganalisis karya sastra
sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang
memungkinkan karya sastra mempunyai makna-makna. Dengan melihat variasi-variasi
didalam struktur karya sastra atau hubungan-dalam (internal relation) antar unsurnya
akan dihasilkan bermacam-macam makna. Bahasa sebagai sistem semiotik tingkat
pertama diorganisasikan sesuai dengan konvensi-konvensi tambahan yang memberikan
makna dan efek-efek lain dari arti yang diberikan oleh penggunaan bahasa biasa. Oleh
karena memberi makna karya itu dengan jalan mencari tanda-tanda yang
memungkinkan timbulnya makna sastra, maka menganalisis karya sastra itu adalah
memburu tanda-tanda.
Dalam sistem semiotik, menghubungkan teks sastra denganhal-hal diluar dirinya
itu dimungkinkan, sesuai dengan tanda bahasa yang bermakna, yang pemakaiannya
tidak lepas dari konvensi dan hal-hal diluar strukturnya. Berhubungan dengan hal ini,
dalam metode sastra semiotik dikenal metode hubungan intertekstual untuk memberi
makna lebih penuh kepada sebuah karya sastra daripada jika karya sastra hanya
3. dianalisis secara struktural murni. Prinsip hubungan antarteks ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa karya sastra itu tidak lahir dalam kekosongan budaya, termasuk sastra.
Sebuah karya sastra merupakan aktualisasi atau realisasi tertentu dari sebuah sistem
konvensi atau kode sastra dan budaya.
C. Tradisi Perang Obor
Perang Obor adalah salah satu kebudayaan khas dari salah satu desa di Jepara
yakni Desa Tegalsambi, Tahunan, Jepara. Perang obor adalah ritual yang dilakukan
dengan cara berperang saling menghantam menggunakan obor yang terbuat dari pelepah
daun kelapa kering (Jawa: Blarak) dan daun pisang kering (Jawa: Klaras). Tradisi ini
dilakukan turun temurun yang dilakukan setiap satu tahun sekali pada panen raya padi,
tepatnya Senin Pahing malam Selasa Pon, di bulan Dzulhijjah. Pengambilan waktu
pelaksanaan tersebut berdasarkan kejadian dahulu yang tejadi di desa tersebut.
Sebelum dilakukannya Perang Obor, terlebih dahulu warga setempat melakukan
ritual-ritual sebagai pendukung dari acara puncak, yakni Perang Obor tersebut. Ritual-
ritual tersebut diantaranya adalah penyembelihan seekor kerbau jantan yang nantinya
diambil beberapa bagian dari kerbau yang sudah disembelih tersebut. Selain itu juga
diadakannya selamatan di tujuh tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat desa
Tegalsambi, desa dimana Perang Obor itu berasal.
D. Perang Obor, dilihat dari pendekatan Semiotika Roland Barthes
Menurut Roland Barthes, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis
untuk mengkaji tanda. Tanda – tanda adalah seperangkat yang dipakai dalam rangka
upaya berusaha mencapai jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-
sama manusia.
Dari pendapat Barthes mengenai semiotika, saya akan menganalisa pemaknaan
tradisi Perang Obor berdasarkan simbol-simbol yang ada di dalamnya.
Seperti yang telah saya uraikan diatas, bahwa pelaksanaan Perang Obor
didahului dengan ritual-ritual. Diantaranya adalah penyembelihan seekor kerbau jantan.
Gambar 1
Penyembelihan seekor kerbau jantan
4. Signifier Signified
Penyembelihan seekor kerbau jantan. Seekor kerbau jantan yang dipilih
bukanlah sembarang kerbau. Kerbau itu
haruslah kerbau jantan yang sama sekali
tidak pernah digunakan untuk membajak
sawah (jawa: Kebo Giro). Kebo Giro
dipresentasikan sebagai kesucian.
Ritual awal yang dilakukan adalah penyembelihan seekor kerbau jantan yang
belum pernah dipakai untuk membajak sawah. Dalam bahasa Jawa, kerbau ini disebut
Kebo Giro, yaitu seekor kerbau yang masih ‘suci’. Pada level signifier (penanda) seekor
kerbau jantan yang disembelih adalah Kebo Giro, kerbau jantan yang tidak pernah
digunakan untuk membajak sawah.
Pada level signified (petanda) seekor Kebo Giro disimbolkan sebagai kesucian;
karena kerbau tersebut tidak pernah digunakan untuk membajak sawah, yang mana
tidak melakukan aktivitas berat dan kotor. Dikaitkan dengan tradisi ini, Perang Obor
digambarkan sebagai tradisi yang disakralkan, yang bertujuan untuk menghindarkan diri
dari perbuatan tercela atau dosa.
Gambar 2
Daging dan jeroan kerbau yang telah dimasak
5. Signifier Signified
Daging dan jeroan kerbau yang sudah
dimasak serta darah yang ditempatkan
dalam sebuah kendil.
Dalam tradisi ini, daging dan jeroan
diidentikkan dengan sesuatu yang baik dan
mempunyai nilai tinggi. Dengan
dilakukannya tradisi ini, akan
mendatangkan kebaikan bagi peserta dan
warga yang melakukan tradisi tersebut.
Kendil; istilah jawa yang berarti sebuah
wadah yang terbuat dari tanah liat,
menggambarkan sebuah kesabaran dan
kerendahan hati karena pada hakekatnya
manusia berasal dari tanah yang
diharapkan mampu bersabar dalam
menghadapi cobaan.
Pada level signifier (penanda) daging dan jeroan dari seekor kerbau jantan yang
disembelih kemudian dimasak. Darah dari seekor kerbau yang disembelih ditempatkan
pada wadah yang terbuat dari tanah liat (jawa: kendil).
Pada level signified (petanda) Bagian dari tubuh hewan, daging dan jeroan
adalah bagian yang paling diminati oleh semua orang. Kedua bagian dari tubuh hewan
ini disimbolkan sebagai sesuatu yang baik. Pelaksaan tradisi Perang Obor dipercaya
dapat mendatangkan kebaikan bagi peserta dan warga yang melakukan tradisi tersebut.
Sedangkan darah seekor kerbau jantan yang ditempatkan dalam sebuah kendil
diidentifikasikan sebagai sebuah kesabaran dan kerendahan hati. Manusia yang pada
6. hakikatnya terbuat dari tanah, diharapkan bersikap rendah hati serta mampu bersabar
dalam menghadapi cobaan apapun.
Setelah dilakukannya ritual-ritual pembuka sebelum upacara tradisi Perang Obor
dimulai, kini sampai pada acara puncak yakni Perang Obor. Sesuai dengan namanya,
Perang Obor adalah perang yang menggunakan obor. Dalam hal ini; obor yang
digunakan bukanlah dari potongan bambu yang biasa digunakan oleh orang-orang Jawa
kuno untuk menerangi jalan, melainkan dari daun kelapa kering dan daun pisang yang
sudah kering.
Gambar 3
Obor terbuat dari gabungan daun pisang dan daun kelapa kering
Signifier Signified
Obor yang digunakan terbuat dari daun
kelapa dan daun pisang yang sudah kering
(jawa: blarak & klaras) yang dipilin dan
diikat menjadi satu.
Daun pisang disimbolkan sebagai
penghormatan terhadap arwah leluhur;
yang telah mewariskan tradisi kepada
generasi berikutnya, sedangkan daun
kelapa dimaksudkan sebagai simbol
kelancaran dan keselamatan.
7. Pada level signifier (penanda) Perang Obor menggunakan gabungan dari daun
kelapa dan daun pisang yang sudah kering kemudian keduanya dipilin sehingga
membentuk gulungan besar.
Pada level signified (petanda) daun kelapa kering atau dalam istilah Jawa disebut
blarak, diartikan sebagai simbol kelancaran sedangkan daun pisang kering atau klaras
sebagai penghormatan terhadap arwah leluhur, yang telah mewariskan tradisi kepada
generasi berikutnya. Dalam hal ini keduanya digabungkan dengan tujuan agar rakyat
setempat senantiasa dilindungi oleh Tuhan dan diberi kelancaran serta keselamatan
dalam setiap tindakannya.
Seusai dilakukannya Perang Obor; adapun cara menghilangkan bekas percikan
api yang mengenai tubuh para pemain ataupun penonton yang berada dekat dengan
pementasan Perang Obor, dengan mengoleskan campuran kembang tujuh rupa, minyak
kelapa murni dan jerami yang sudah dibakar kemudian di bacakan mantra.
Gambar 4
Campuran kembang 7 rupa, jerami, dan minyak kelapa
Signifier Signified
Kembang tujuh rupa yang dicampur
dengan jerami yang dibakar.
Kembang tujuh rupa dimaksudkan supaya
apa yang sedang menjadi tujuan hidup
seseorang, terkabul dan terlaksana. Tujuh
(jawa: pitu) bermakna sebuah harapan
untuk mendapatkan pitulungan atau
pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
8. Jerami atau batang padi yang dibakar
sampai menjadi arang digambarkan
sebagai pertaubatan manusia. Membakar
jerami, berarti menghilangkan segala sifat
buruk manusia dengan tujuan agar hidup
menjadi lebih baik dimasa yang akan
datang.
Pada level signifier (penanda) adanya kembang tujuh rupa yang dicampur
dengan jerami yang sudah dibakar hingga menjadi arang.
Pada level signified (petanda) kembang tujuh rupa disimbolkan sebagai petunjuk
dalam hidup. Tujuh, dalam bahasa Jawa yang berarti pitu yang berarti sebah harapan
untuk mendapatkan pitulungan atau pertolongan dari Tuhan. Sedangkan jerami yang
dibakar diidentikkan dengan sebuah pertaubatan, dimana agar manusia mampu
meninggalkan segala sifat buruk mereka dan bertaubat.
9. E. Kesimpulan
Berdasarkan uraian analisis di atas, tradisi perayaan Perang Obor dapat ditarik
kesimpulan tentang makna yang terkandung dalam tradisi perayaan tersebut. Perayaan
Perang Obor kental dengan nuansa religiusnya karena dinilai sangat sakral, didukung
dengan pelaksanaannya dan jenis benda yang digunakan untuk mendukung perayaan
tradisi tersebut.
Dalam tradisi tersebut terdapat nilai-nilai yang bersifat moral dan kemanusiaan
yang menjadikan tradisi Perang Obor ini senantiasa dijaga kelestariannya karena
berdampak positif bagi masyarakat sekitar maupun luar.
Kumpulan makna-makna yang terdapat dalam tradisi tersebut memberikan arti
serta tujuan dari dilaksanakannya tradisi Perang Obor di Desa Tegalsambi, Jepara yang
bertujuan untuk menghibur masyarakat secara umum, serta memberikan pesan khusus
dibalik pelaksanaan tradisi tersebut.
Dengan penelitian menggunakan metode semiotika, dapat membantu untuk
menemukan makna di balik tanda-tanda yang ada dalam tradisi tersebut. Dan tanda-
tanda itu memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud serta tujuan dari
pelaksanaan tradisi tersebut.