SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
Download to read offline
4



                                 BAB II

                         LANDASAN TEORI



A. Tinjauan Pustaka

  1. Anatomi Mata
    1.1. Kornea
         Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya, merupakan
  jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Tebal kornea rata-rata orang
  dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer dan 0,55 mm di bagian tengah
  (terdapat variasi menurut ras), diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan
  vertikalnya 10,6 mm. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan
  merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina.
  Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan
  mata dan air mata. Kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu:
     •   Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel.
     •   Membran Bowman merupakan lapisan jernih aselular.
     •   Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea yang tersusun
         atas serat-serat kolagen.
     •   Membran Descemet merupakan lamina basalis endotel kornea
     •   Lapisan endotel hanya mempunyai satu lapis sel dan berperan dalam
         mempertahankan deturgesensi stroma kornea.
5




                           Gambar 1. Lapisan kornea
      http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/corepages/eye/eye.htm)
  1.2. Sklera
       Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan
tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata dan tebal 1
mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang
elastis dan halus, yaitu episklera yang banyak mengandung pembuluh darah
yang mendarahi sklera sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam
terdapat lapisan pigmen berwarna coklat, yaitu lamina fuska yang membatasi
sklera dengan koroid.
   1.3. Uvea
       Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh
kornea dan sklera yang terdiri dari 3 bagian, yaitu:
a. Iris, merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai
   permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat
   ditengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk
   mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara
6



   otomatis dengan mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil
   akibat suasana cahaya yang terang dan melebar akibat suasana cahaya
   yang redup atau gelap yang dipengaruhi oleh persarafan simpatis
   (midriasis) dan parasimpatis (miosis).
b. Badan siliar, merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi
   mengubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek
   dekat atau jauh dalam lapang pandang dan mempunyai sistem ekskresi
   yang terdiri dari dua bagian, yaitu korona siliar yang berkerut-kerut
   dengan tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal
   4 mm.
c. Koroid, merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan
   sclera yang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat
   besar, berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang
   terletak di bawahnya. Bagian dalam pembuluh darah koroid disebut
   koriokapilaris (Ilyas, 2006a).
   1.4 Lensa
       Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskular dan terletak
dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya yang dapat menebal dan
menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya objek dekat pada retina)
dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm yang mempuyai sifat kenyal atau
lentur dan jernih (transparan). Kapsul lensa adalah membran semipermeabel
yang dapat dilewati air dan elektrolit. 65% lensa terdiri atas air dan 35%
protein. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang
dikenal sebagai zonula Zinii. Seiring dengan bertambah usia, lensa perlahan
menjadi lebih besar dan kurang elastis.
  1.5. Badan Kaca
       Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang
terletak antara lensa dan retina. Badan kaca bersifat semicair yang
mengandung 99% air dan 1% terdiri dari 2 komponen, yaitu kolagen dan
7



asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah mempertahankan bola mata agar
tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.
  1.6. Retina
       Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina dialiri darah dari 2
sumber, yaitu: lapisan koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar
retina, sedangkan 2/3 bagian dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang
arteri retina sentral. Warna retina biasanya jingga dan kadang pucat pada
anemia serta merah pada hiperemia. Lapisan retina mulai dari sisi dalamnya
terdiri atas membran limitans eksterna, lapisan sel saraf, lapisan sel ganglion,
lapisan pleksiform dalam, lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan
horizontal, lapisan pleksiform luar, lapisan inti luar sel fotoreseptor, membran
limitans eksterna, lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan
kerucut dan epitel pigmen retina (Vaughan, 2008).




                         Gambar 2. Lapisan retina
 http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/corepages/eye/eye.htm
8




                        Gambar 3. Anatomi mata
      http://www.eyesandeyesight.com/2009/02/anatomy-of-the-eye/
2. Akomodasi
       Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat
karena kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya. Elastisitasnya yang
alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang bulat tergantung
tegangan serat zonula di kapsul lensa yang dikendalikan oleh aktivitas otot
siliaris yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium (Vaughan,
2008). Kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi
otot siliar disebut akomodasi. Dengan berakomodasi maka benda pada jarak
yang berbeda akan terfokus pada retina. Akibat akomodasi, daya pembiasan
lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai kebutuhan
dan diatur oleh refleks akomodasi, makin dekat benda makin kuat mata harus
berakomodasi. Kemampuan mata berakomodasi berkurang pada pertambahan
umur (Ilyas, 2006a). Ketika otot siliaris relaksasi, ligamentum suspensorium
tegang dan menarik lensa sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan
refraksi minimal. Ketika berkontraksi, tegangan ligamentum mengendur dan
9



kurang mendapat tarikan sehingga lensa berbentuk lebih bulat dengan
kekuatan refraksi maksimal. Pada mata normal, otot siliaris relaksasi dan
lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut kontraksi dan lensa
menjadi lebih cembung untuk penglihatan dekat. Pada miopia, karena bola
mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat, sumber cahaya jauh difokuskan di
depan retina (Sherwood, 2007). Kekuatan akomodasi ditentukan dengan
satuan dioptri, lensa 1 dioptri mempunyai titik fokus pada jarak 1 meter.
Dikenal 2 titik pada sistem refraksi mata, yaitu:
   •   Titik dekat atau pungtum proksimum, merupakan satu titik terdekat
       dimana mata dapat melihat jelas dengan akomodasi kuat.
   •   Titik jauh atau pungtum remotum, merupakan titik terjauh yang masih
       dapat dilihat dengan jelas. Pada mata dengan miopia maka titik terjauh
       yang masih dapat dilihat akan lebih dekat dibanding normal (Ilyas,
       2006b).
3. Refraksi
       Gelombang cahaya mengalami divergensi ke semua arah dari setiap
titik sumber cahaya. Gerakan ke depan suatu gelombang cahaya dalam arah
tertentu disebut berkas cahaya. Berkas cahaya divergen yang mencapai mata
harus dibelokkan ke dalam untuk difokuskan di retina agar dihasilkan suatu
bayangan akurat mengenai sumber cahaya yang disebut refraksi. Dua struktur
yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa
(Sherwood, 2007). Kornea mempunyai daya pembiasan cahaya terkuat
dibanding bagian mata lainnya dan lensa memegang peranan membiaskan
sinar terutama saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat (Ilyas,
2006a). Struktur pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus di
retina agar penglihatan jelas. Apabila suatu bayangan sudah terfokus sebelum
mencapai retina atau belum terfokus sewaktu mencapai retina, bayangan
tersebut tampak kabur.
10



4. Emetropia
       Tidak ada kelainan refraksi, memiliki fokus yang optimal untuk
penglihatan jauh (Vaughan, 2008). Daya bias mata normal, dimana sinar jauh
difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Mata
emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100% (Ilyas,
2006a).
5. Ametropia
       Adanya kelainan refraksi, memerlukan lensa koreksi agar terfokus
dengan baik untuk melihat jauh (Vaughan, 2008). Keadaan pembiasan mata
dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Hal ini akan terjadi akibat
kelainan kekuatan pembiasan sinar media penglihatan atau kelainan bentuk
bola mata. Pada keadaan ini bayangan pada retina tidak terbentuk sempurna.
Dikenal berbagai bentuk ametropia seperti :
   a. Ametropia aksial
       Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata terlalu panjang
       atau pendek sehingga bayangan difokuskan di depan atau di belakang
       retina. Kekuatan refraksi mata ametopia aksial adalah normal (Ilyas,
       2006a).
   b. Ametropia refraktif
       Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila
       daya bias kuat maka bayangan benda di depan retina (miopia) atau bila
       daya bias lemah maka bayangan di belakang retina (hipermetropia
       refraktif). Kelainan ini dapat terletak pada kornea atau lensa.
   c. Ametropia kurvatur
       Ametropia kurvatur disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang
       tidak     normal   sehingga   terjadi   perubahan     pembiasan   sinar.
       Kecembungan kornea lebih besar akan mengakibatkan pembiasan
       lebih kuat sehingga bayangan dalam mata difokuskan di depan bintik
       kuning dan akan menjadi miopia (Ilyas, 2006b).
11



6. Kelainan Refraksi
       Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak
terbentuk pada retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan refraksi
terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan
bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan sinar
pada titik yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan
kornea dan lensa sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi
sinar tidak dibiaskan pada bintik kuning tetapi dapat di depan atau di belakang
bintik kuning dan dapat tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk:
1. Rabun jauh (miopia)
2. Rabun dekat (hipermetropia)
3. Mata dengan silinder (astigmatisme)
       Penderita dengan kelainan refraksi akan memberikan keluhan berikut:
  • Sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi
  • Mata berair.
  • Cepat mengantuk.
  • Mata terasa perih.
  • Penglihatan kabur.
  • Mengedip lebih kurang dibanding orang normal (4-6 kali/menit) (Ilyas,
     2006b).
       Prevalensi penderita kelainan refraksi selama periode 7 Juli 2008 – 7
Juli 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan 6,19% yaitu 283 pasien dengan
persentase terbanyak terdapat pada miopia 70.31% yaitu 199 orang, pada jenis
kelamin perempuan 58,30% yaitu 165 penderita dan pada kelompok umur 45
tahun – 64 tahun dengan jumlah 97 pasien (34,28%) (Bastanta, 2010).
Kelainan refraksi banyak dijumpai pada kelompok umur 31-40 tahun (102
orang/24,58%), diikuti kelompok umur 41-50 tahun (96 orang/23,13%) dan
kelompok umur 11-20 tahun (74 orang/17,83%).
12



       Miopia paling banyak pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 45
orang (10,84%), astigmatisme pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu 38
orang (9,12%), hipermetropia pada kelompok umur 41-50 tahun, yaitu 57
orang (13,37%) dan anisometropia pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu 7
orang (1,69%).
       Kelainan refraksi yang terbanyak adalah miopia yaitu 160 orang atau
38,55% dari seluruh kelainan refraksi atau 8,82% dari seluruh penderita baru.
Kasus miopia ditemukan lebih banyak pada perempuan (97 orang atau
60,62%) daripada penderita laki-laki (63 orang atau 39,38%) (Yunita, 1997).
7. Miopia
   7.1 Definisi
       Miopia (rabun jauh) adalah suatu kondisi di mana objek yang jauh
tidak jatuh tepat pada retina oleh sistem optik mata karena sinar sudah
menyatu sebelum sampai di retina (Schmid, 2010). Titik fokus sinar yang
datang dari benda yang jauh terletak di depan retina dan titik jauh terletak
lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar (Ilyas, 2006). Penderita miopia
biasanya memiliki bola mata terlalu panjang dan kornea yang terlalu berkurva
atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Kelainan ini diperbaiki
dengan lensa negatif sehingga bayangan benda tergeser ke belakang dan
diatur tepat jatuh di retina (Cameron, 2006). Kelainan refraksi diukur dalam
satuan dioptri (D) dan miopia diberi tanda minus (-) (Fredrick, 2002).




Gambar 4. Mata miopia (http://www.visualedge.org.uk/LASIK.htm)
13




       Gambar 5. Perbandingan mata normal dan miopia
(http://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=122374802)


  7.2 Epidemiologi
       Prevalensi Miopia di Eropa dan Amerika 30-40%, Afrika 10-20% dan
Asia 70-90%. Di Jepang diperkirakan lebih dari 1 juta penduduk menderita
gangguan penglihatan dihubungkan dengan miopia derajat berat. Berdasarkan
bukti tersebut, prevalensi miopia meningkat terutama di Asia (Fredrick,
2002). Survei pada tahun 2001 oleh Saw dkk mendapatkan prevalensi miopia
sebesar 26,1% (23,4-28,8%) pada penduduk di Riau, Indonesia (Saw, 2002).
Prevalensi miopia meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai
20-25% pada populasi remaja dan 25-35% pada dewasa muda di Amerika
Serikat dan negara berkembang dan menjadi lebih tinggi di beberapa negara
Asia. Prevalensi miopia menurun pada usia diatas 45 tahun, mencapai sekitar
20% pada usia 65 tahun dan 14% pada usia 70 tahun. Beberapa penelitian
menemukan bahwa prevalensi miopia lebih tinggi pada wanita daripada pria.
Prevalensi ini meningkat sesuai dengan pendapatan dan tingkat pendidikan
(Goss, 2006). Sebanyak 30% penderita miopia berasal dari keluarga dengan
golongan ekonomi menengah ke atas (Supartoto, 2006).
14



  7.3 Etiologi
       Miopia terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi.
Dikatakan pula, semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara
langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami miopia. Hal itu
karena mata sedang berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal
kehidupan. Pada miopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar
atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa jenis
miopia seperti:
1. Miopia refraktif, miopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks bias
   media penglihatan, disebabkan oleh penyimpangan tertentu sifat optik dari
   sistem lensa mata, misalnya kelainan kelengkungan kornea atau indeks
   bias tertentu dari lensa seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa
   menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat (Ilyas, 2006a).
   Sama dengan miopia bias atau miopia indeks yang terjadi akibat
   pembiasan media penglihatan kornea dan lensa terlalu kuat.
2. Miopia aksial, miopia yang terjadi akibat memanjangnya sumbu bola mata
   dibandingkan dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal yaitu
   melebihi 24 mm. Dalam hal ini rasio panjang mata (anteroposterior)
   dengan lebar mata (transversal) lebih besar dari 1. Panjangnya sekitar 1
   mm sesuai dengan -3.0 D. Peningkatan panjang mata dikatakan terjadi
   hanya pada siang hari (Schmid, 2010).
   7.4 Patofisiologi
       Pada saat bayi baru lahir, kebanyakan bayi memilki mata hiperopia
namun saat pertumbuhan mata kurang menjadi hiperopia dan pada usia 5-8
tahun menjadi emetropia. Proses untuk mencapai ukuran emetrop ini disebut
emetropisasi. Pada anak dengan predisposisi miopia, proses ini berlanjut
namun mereka menderita miopia derajat ringan pada awal kehidupan. Orang
yang tidak mempunyai faktor predisposisi miopia yang kuat juga dimulai
dengan hiperopia dan emetropisasi sampai bayangan difokuskan tepat di
retina, saat proses tersebut berhenti. Faktor miopigenik seperti membaca
15



dalam waktu lama atau pekerjaan yang membutuhkan aktivitas melihat dekat
secara ekstensif mungkin menyebabkan miopia derajat ringan nantinya.
       Pengalaman visual pada awal kehidupan juga mempengaruhi
pertumbuhan mata. Gangguan penglihatan yang terbentuk menyebabkan
pertumbuhan mata yang tidak terkontrol untuk mencapai titik fokus,
melampaui ukuran emetrop sehingga berkembang menjadi miopia aksial.
       Aktivitas melihat dekat jangka panjang menyebabkan miopia melalui
efek fisik langsung akibat akomodasi terus-menerus sehingga tonus otot
siliaris menjadi tinggi dan lensa menjadi cembung. Namun berdasarkan teori
terbaru, aktivitas melihat dekat yang lama menyebabkan miopia melalui
terbentuknya bayangan buram di retina (retinal blur) yang terjadi selama
fokus dekat. Bayangan buram di retina ini memulai proses biokimia pada
retina untuk menstimulasi perubahan biokimia dan struktural pada sklera dan
koroid yang menyebabkan elongasi aksial (Fredrick, 2002).
   7.5 Faktor risiko
       1. Genetik
       Faktor risiko yang penting dari miopia adalah faktor keturunan. Orang
tua yang miopia cenderung memiliki anak miopia. Jika kedua orang tua
miopia, maka risiko anak mengalami miopia akan semakin besar (Schmid,
2010). Prevalensi miopia 33-60% pada anak dengan kedua orang tua miopia.
Pada anak yang memiliki salah satu orang tua miopia prevalensinya 23-40%,
dan hanya 6-15% anak mengalami miopia yang tidak memiliki orang tua
miopia (Goss, 2006). Prevalensi miopia pada anak dengan kedua orang tua
miopia adalah 32,9% berkurang sampai 18,2% pada anak dengan salah satu
orang tua yang miopia dan kurang dari 6,3% pada anak dengan orang tua
tanpa miopia (Mutti, 2002). Anak-anak yang miopia cenderung memiliki
orang tua miopia dan menghabiskan waktu melakukan aktivitas dekat lebih
banyak (Yingyong, 2010).
16



       2. Lingkungan
       Melakukan aktivitas melihat dekat seperti biasa dalam jumlah besar
dapat meningkatkan risiko miopia. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
aktivitas melihat dekat meningkatkan risiko perkembangan dan keparahan
miopia (Goss, 2006). Penelitian lain melaporkan tidak ada hubungan antara
miopia dan aktivitas melihat dekat seperti menghabiskan waktu untuk
membaca atau mengerjakan tugas sekolah (Lu, 2009).
       Anak-anak berusia 7-9 tahun yang lebih sering membaca cenderung
mengalami miopia (Mei, 2002). Ada hubungan miopia dengan waktu yang
dihabiskan untuk membaca dan melakukan aktivitas melihat dekat yang lain,
lamanya pendidikan, pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat dan
kemampuan akademik (Goss, 2006). Orang dengan profesi yang banyak
membaca seperti pengacara, dokter, pekerja dengan mikroskop dan editor
mengalami miopia derajat lebih tinggi. Miopia dapat berkembang tidak hanya
pada usia remaja, namun melewati usia 20-30 tahun.
       Iluminasi atau tingkat penerangan juga dianggap sebagai faktor
lingkungan yang mempengaruhi timbulnya miopia. Gangguan penerangan dapat
menimbulkan gangguan akomodasi mata, kontraksi otot siliar secara terus-
menerus akan menimbulkan kelelahan mata dan pada akhirnya dapat
menimbulkan gangguan refraksi mata yaitu miopia (Fredrick, 2002).
   7.6 Klasifikasi
   Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
1. Miopia ringan, yaitu miopia yang kurang dari 1-3 dioptri.
2. Miopia sedang, yaitu miopia yang lebih dari 3-6 dioptri.
3. Miopia berat, yaitu miopia yang lebih dari 6 dioptri.
   Menurut perjalanan penyakitnya, miopia terbagi menjadi:
1. Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
2. Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
   akibat bertambah panjangnya bola mata.
17



3. Miopia maligna, yaitu miopia yang berjalan progresif dan dapat
   mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Miopia ini disebut juga miopia
   pernisiosa atau degeneratif. Disebut miopia maligna bila miopia lebih dari
   6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan panjang bola mata
   sehingga terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal
   papil disertai dengan atrofi karioretina. Atrofi retina terjadi setelah atrofi
   sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat
   menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina.
   Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan
   perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar dan dewasa akan terjadi
   degenerasi papil saraf optik (Ilyas, 2006a).
   Menurut umur, miopia terbagi menjadi:
1. Miopia kongenital, yaitu miopia yang sudah ada sejak lahir dan menetap
   seumur hidup.
2. Miopia onset muda, yaitu miopia yang terjadi pada usia 5-20 tahun.
3. Miopia dewasa awal, yaitu miopia yang terjadi pada usia 20-40 tahun.
4. Miopia dewasa akhir, yaitu miopia yang terjadi pada usia lebih dari 40
   tahun (Schmid, 2010).
   7.7 Manifestasi Klinis
       Gejala yang paling sering pada miopia tidak terkoreksi berhubungan
dengan penglihatan jauh yang buram (Goss, 2006). Pasien miopia akan
melihat jelas pada jarak dekat dan tidak jelas pada jarak jauh. Penderita
miopia akan mengeluh sakit kepala sering disertai dengan juling dan celah
kelopak yang sempit. Selain itu, mempunyai kebiasaan mengernyitkan mata
untuk mencegah abrasi sferis atau mendapatkan efek pinhole (Ilyas, 2006a).
   7.8 Diagnosis
       1. Riwayat pasien, yaitu berupa keluhan utama, masalah yang
          berhubungan dengan mata, penglihatan dan kondisi kesehatan
          secara umum, perkembangan penyakit dan riwayat keluarga,
          penggunaan obat dan alergi obat.
18



           2. Pemeriksaan mata
              a. Ketajaman penglihatan
                 Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya di ruangan yang
                 tidak terlalu terang pada jarak 5-6 meter dari Snellen Chart
                 karena pada jarak ini mata melihat benda dalam keadaan
                 istirahat atau tanpa akomodasi.
              b. Pergerakan mata, penglihatan dua mata dan akomodasi
                 Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi kesejajaran
                 kedua mata dan gerakannya serta kemampuan akomodasi mata
                 miopia (Ilyas, 2006b).
              c. Refraksi
                 Pemeriksaan kelainan refraksi secara subyektif dilakukan dengan
                 kartu lihat jauh dan memasang lensa yang sesuai dengan hasil
                 pemeriksaan sedangkan secara obyektif dilakukan pemeriksaan
                 retinoskopi dengan menggunakan retinoskop.
              d. Penilaian kesehatan mata dan sistemik.
                 Dengan pemeriksaan oftalmoskopi direk atau indirek dan
                 pengukuran tekanan intra okular untuk mengetahui komplikasi
                 miopia seperti ablasio retina dan glaukoma (Goss, 2006).
    7.9 Penatalaksanaan
           Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang
masuk mata difokuskan tepat di retina. Orang dengan miopia bisa dikoreksi
dengan kacamata lensa sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal. Lensa ini memundurkan bayangan ke retina (Vaughan,
2008). Pada keadaan tertentu miopia dapat diatasi dengan pembedahan pada
kornea. Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopia
seperti:
•   Keratotomi radial, merupakan tindakan bedah refraktif pertama yang
    dikenal dimana dibuat sayatan kornea radier sebanyak 4-8 buah insisi,
    tindakan bedah dapat diulang atau di tambah.
19



•   Keratektomi fotorefraktif, yaitu melakukan ablasi dengan sinar pada
    permukaan kornea dengan menembus kornea kurang dari 5% sehingga
    bagian dalam tidak terganggu. Tindakan bedah ini dapat diulang dan
    ketepatannya tinggi.
•   Laser assisted in situ interlamelar keratomilieusis (Lasik), yaitu bedah
    dengan sinar laser dingin yang memungkinkan melepas jaringan tanpa
    efek panas pada jaringan sekitar. Dengan cara ini permukaan kornea dapat
    dibuat lebih cembung atau cekung sesuai dengan kelainan refraksi yang
    dikoreksi (Ilyas, 2006b).
    7.10 Komplikasi
       Komplikasi yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah
    terjadinya:
a. Ablasio retina
    Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D sampai -4,75 D sekitar
    1/6662. Sedangkan pada -5 D sampai -9,75 D resiko meningkat menjadi
    1/1335. Lebih dari -10 D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain
    penambahan faktor risiko pada miopia rendah 3 kali dan miopia tinggi
    meningkat menjadi 300 kali (Schmid, 2010).
b. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi
    terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah
    bekurang atau terdapat ambliopia (Ilyas, 2006a).
c. Myopic maculopaty
    Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah
    kapiler pada mata dengan miopia tinggi yang berakibat atrofi sel-sel retina
    sehingga penglihatan berkurang. Selain itu, dapat juga terjadi perdarahan
    retina dan koroid yang bisa menyebabkan hilangnya penglihatan sebagian.
d. Vitreous liquefaction dan detachment
    Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air
    dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara
    perlahan, khususnya pada penderita miopia. Hal ini berhubungan dengan
20



   hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat
   bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps
   badan vitreus dan kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya
   akan berisiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina.
e. Glaukoma
   Dapat terjadi akibat degenerasi anyaman trabekulum yang merupakan
   tempat pengeluaran cairan mata. Peningkatan tekanan pada mata dapat
   merusak saraf mata. Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi pada
   mata miopia daripada mata normal.
f. Katarak
   Lensa pada mata miopia akan kehilangan transparansi. Pada orang dengan
   miopia onset katarak muncul lebih cepat (Schmid, 2010).
   7.11 Pencegahan
       Sejauh ini hal yang dilakukan adalah mencegah kelainan anak atau
mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan
beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk
membantu penglihatan, operasi, penggunaan kacamata dan lensa kontak.
1. Pencegahan lainnya adalah dengan melakukan visual hygiene berikut ini:
   •   Mencegah terjadinya kebiasaan buruk
   •   Hal yang perlu diperhatikan adalah anak dibiasakan duduk dengan
       posisi tegak sejak kecil.
   •   Memegang alat tulis dengan benar
   •   Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah membaca atau menonton TV.
   •   Batasi jam membaca
   •   Atur jarak baca yang tepat (30 centimeter) dan gunakanlah penerang
       yang cukup.
   •   Jangan membaca dengan posisi tidur atau tengkurap.
2. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melihat jauh dan
   dekat secara bergantian dapat mencegah miopia.
21



3. Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal karena
   kelainan yang ada bisa menjadi permanen.
4. Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri yang tinggi segera
   konsultasi dengan dokter spesialis mata dan patuhi setiap perintah dokter.
5. Jangan sampai terjadi defisiensi vitamin A
6. Periksa mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang memakai
   kacamata.
7. Segera periksa jika kemampuan melihat kurang.
8. Di sekolah sebaiknya dilakukan skrining pada anak-anak (Curtin, 2002).
   Selain itu, ada cara lain untuk mencegah terjadinya miopia, yaitu dengan:
   1. Melakukan pemeriksaan mata secara berkala setiap 1 tahun sekali atau
       sebelum 1 tahun bila ada keluhan (terutama yang telah memakai
       kacamata).
   2. Istirahat yang cukup supaya mata tidak cepat lelah.
   3. Kurangi kebiasaan yang kurang baik untuk mata, misalnya membaca
       sambil tiduran dengan cahaya yang redup. Jarak aman untuk membaca
       adalah sekitar 30 cm dari mata dengan posisi duduk dengan
       penerangan yang cukup baik (tidak boleh terlalu silau atau redup).
       Lampu harus difokuskan pada buku yang dibaca.
   4. Jaga jarak aman saat menonton televisi. Jarak yang ideal adalah lima
       kali diagonal layar televisi dan usahakan posisi layar sejajar dengan
       mata dan pencahayaan ruangan yang memadai.
   5. Bila bekerja di depan komputer, usahakan setiap 1 – 1,5 jam sekali
       selama 5-10 menit untuk memandang ke arah lain yang jauh, dengan
       maksud untuk mengistirahatkan otot-otot bola mata. Dan jangan lupa
       untuk sering berkedip supaya permukaan bola mata selalu basah.
   6. Perbanyak konsumsi makanan, baik sayuran maupun buah-buahan
       yang banyak mengandung vitamin A, C, E dan lutein yang berfungsi
       sebagai antioksidan karotenoid pemberi warna kuning jingga pada
       sayuran dan buah-buahan.
22



   7. Tidak merokok dan hindari asap rokok, karena rokok dapat
       mempercepat terjadinya katarak dan asap rokok dapat membuat mata
       menjadi cepat kering.
   8. Gunakanlah kacamata yang dilapisi dengan anti UV bila beraktivitas
       di luar ruangan pada siang hari. Hal ini untuk mencegah paparan sinar
       matahari yang berlebihan karena sinar matahari mengandung sinar
       ultraviolet (UV) yang tidak baik untuk sel-sel saraf di retina.
   9. Aturlah suhu ruangan bila menggunakan pendingin ruangan (AC).
       Kelembaban yang baik untuk permukaan mata berkisar antara 22-
       25⁰C. Jadi bila menggunakan AC jangan terlalu dingin karena
       penguapan mata menjadi lebih cepat sehingga mata menjadi cepat
       kering (Wardani, 2009).
8. Aktivitas melihat dekat
       Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kegiatan visual yang
dilakukan pada jarak dekat atau ketika seseorang harus fokus untuk melihat
objek benda secara rinci. Contoh aktivitas melihat dekat adalah membaca,
menulis, menggunakan komputer, menonton televisi, menggambar / melukis,
menjahit, melakukan pekerjaan kerajinan dengan benda kecil dan bermain
game di telepon genggam (Bhutan, 2007).
       Orang yang melakukan aktivitas melihat dekat berlebihan mungkin
mengalami miopia palsu atau pseudomiopia. Penglihatan jauh mereka kabur
disebabkan oleh lebih menggunakan mata untuk fokus secara berlebihan.
Setelah lama melakukan aktivitas melihat dekat, mata mereka tidak dapat
kembali fokus untuk melihat dengan jelas di kejauhan. Gejala-gejala biasanya
sementara dan penglihatan dapat kembali jelas setelah mata beristirahat.
Namun, penggunaan mata untuk melihat dekat yang lama dan konstan dapat
menyebabkan penurunan penglihatan jauh permanen (AOA, 2006).
23




     B. Penelitian terkait yang pernah dilakukan


                     Tabel 1. Penelitian Terkait yang Pernah Dilakukan

No         Judul        Nama       Tempat      Rancangan      Variabel              Hasil
       Penelitian      Peneliti       &         Penelitian   Penelitian        Penelitian
                                    Tahun
                                  Penelitian
1     The influence               Norway       Cohort        Kerja           Ada hubungan
                       Bettina
      of near-work                                           dekat,          yang bermakna
                        Kinge
      on                                                     perkemba        antara waktu
      development                                            ngan            yang
      of myopia                                              miopia          dihabiskan
      among                                                                  untuk
      university                                                             membaca buku
      students. A                                                            kuliah,
      three-year                                                             aktivitas
      longitudinal                                                           melihat dekat
      study among                                                            saat libur
      engineering                                                            dengan
      in Norway                                                              perkembangan
                                                                             miopia
2     Hubungan          Indah     Departem     Desain                        Ada hubungan
                                                             Kerja
      antara kerja      Nurkas en              penelitian                    bermakna
                                                             dekat,
      dekat dengan      ih        Stitching    menggunak                     antara kerja
                                                             usia,    ras,
      miopia pada                 Atletik II   an cross                      dekat dengan
                                                             iluminasi,
      penjahit                    Pabrik       sectional                     miopia
                                                             miopia
      wanita                      Sepatu
      Departemen                  “X”, 2004
24



       Stitching
       Atletik II
       Pabrik
       Sepatu “X”
       tahun 2004
3      Hubungan                      FK USU     Penelitian                   Faktor
                       Fatika Sari                             Faktor
       faktor                        Medan,     analitik                     keturunan
                        Hasibuan                               keturunan,
       keturunan,                    2009       dengan                       berhubungan
                                                               lamanya
       lamanya                                  desain cross                 dengan
                                                               bekerja
       bekerja                                  sectional                    miopia, lama
                                                               jarak dekat
       jarak dekat                                                           waktu yang
                                                               dan miopia
       dengan                                                                dihabiskan
       miopia                                                                antara
       pada                                                                  mahasiswa
       mahasiswa                                                             yang miopia
       FK USU                                                                dan tidak
                                                                             miopia tidak
                                                                             jauh berbeda.


     C. Kerangka Konsep
     Variabel Independen                                        Variabel Dependen

    Aktivitas melihat dekat dalam waktu lama:
       • mengerjakan tugas kuliah
       • membaca (hobi)                                             MIOPIA
       • menonton televisi dan
       • menggunakan komputer/laptop



      D. Hipotesis
                   Ada hubungan antara lamanya aktivitas melihat dekat dan miopia pada
              mahasiswa tingkat IV FK UPN “Veteran” Jakarta.

More Related Content

What's hot (20)

Makalah mata
Makalah mataMakalah mata
Makalah mata
 
Sistem penglihatan manusia
Sistem penglihatan manusiaSistem penglihatan manusia
Sistem penglihatan manusia
 
Mata
MataMata
Mata
 
ANATOMI & FISIOLOGI MATA
ANATOMI & FISIOLOGI MATAANATOMI & FISIOLOGI MATA
ANATOMI & FISIOLOGI MATA
 
Sistem Penglihatan
Sistem PenglihatanSistem Penglihatan
Sistem Penglihatan
 
Gambar bagian mata
Gambar bagian mataGambar bagian mata
Gambar bagian mata
 
Anatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi A
Anatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi AAnatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi A
Anatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi A
 
Hipertensi okuli
Hipertensi okuliHipertensi okuli
Hipertensi okuli
 
Anatomi mata
Anatomi mataAnatomi mata
Anatomi mata
 
histologi mata (modul organ sensoris)
histologi mata (modul organ sensoris)histologi mata (modul organ sensoris)
histologi mata (modul organ sensoris)
 
Anatomi mata
Anatomi mataAnatomi mata
Anatomi mata
 
Makalah alat optik | MATA
Makalah alat optik | MATAMakalah alat optik | MATA
Makalah alat optik | MATA
 
INDRA
INDRAINDRA
INDRA
 
Kelompok 4
Kelompok 4Kelompok 4
Kelompok 4
 
Makalah gangguan sistem sensori persepsi penglihatan
Makalah gangguan sistem sensori persepsi penglihatanMakalah gangguan sistem sensori persepsi penglihatan
Makalah gangguan sistem sensori persepsi penglihatan
 
Alat Eksresi : Indra Penglihatan Mata
Alat Eksresi : Indra Penglihatan MataAlat Eksresi : Indra Penglihatan Mata
Alat Eksresi : Indra Penglihatan Mata
 
Sistem penglihatan
Sistem penglihatanSistem penglihatan
Sistem penglihatan
 
Anatomi mata
Anatomi mataAnatomi mata
Anatomi mata
 
4.2 struktur & fungsi mata
4.2 struktur & fungsi mata4.2 struktur & fungsi mata
4.2 struktur & fungsi mata
 
Tugas epidemologi ablasio retina
Tugas epidemologi   ablasio retinaTugas epidemologi   ablasio retina
Tugas epidemologi ablasio retina
 

Similar to Bab ii 2

Similar to Bab ii 2 (20)

409524135-PPT-Anatomi-Fisiologi-Sistem-Penginderaan.pptx
409524135-PPT-Anatomi-Fisiologi-Sistem-Penginderaan.pptx409524135-PPT-Anatomi-Fisiologi-Sistem-Penginderaan.pptx
409524135-PPT-Anatomi-Fisiologi-Sistem-Penginderaan.pptx
 
Sistem Penginderaan
Sistem PenginderaanSistem Penginderaan
Sistem Penginderaan
 
KELOMPOK 8_PPT BIOOPTIKA PADA MANUSIA_OFF B.pptx
KELOMPOK 8_PPT BIOOPTIKA PADA MANUSIA_OFF B.pptxKELOMPOK 8_PPT BIOOPTIKA PADA MANUSIA_OFF B.pptx
KELOMPOK 8_PPT BIOOPTIKA PADA MANUSIA_OFF B.pptx
 
Tugas biologi ( alat indera)
Tugas biologi ( alat indera)Tugas biologi ( alat indera)
Tugas biologi ( alat indera)
 
Alat indra
Alat indraAlat indra
Alat indra
 
Sistem Pancaindera
Sistem Pancaindera Sistem Pancaindera
Sistem Pancaindera
 
Opthalmologi
OpthalmologiOpthalmologi
Opthalmologi
 
Opthalmologi
OpthalmologiOpthalmologi
Opthalmologi
 
lina
linalina
lina
 
Indra mata
Indra mataIndra mata
Indra mata
 
Indra mata
Indra mataIndra mata
Indra mata
 
Indra mata
Indra mataIndra mata
Indra mata
 
Indra Pada Manusia
Indra Pada ManusiaIndra Pada Manusia
Indra Pada Manusia
 
Sistem Penginderaan
Sistem PenginderaanSistem Penginderaan
Sistem Penginderaan
 
Sistem Penginderaan
Sistem PenginderaanSistem Penginderaan
Sistem Penginderaan
 
Sistem koordinasi (indra mata dan telinga)
Sistem koordinasi (indra mata dan telinga)Sistem koordinasi (indra mata dan telinga)
Sistem koordinasi (indra mata dan telinga)
 
ANFIS_Mata_pptx.pptx
ANFIS_Mata_pptx.pptxANFIS_Mata_pptx.pptx
ANFIS_Mata_pptx.pptx
 
Bagian Bagian Mata
Bagian Bagian MataBagian Bagian Mata
Bagian Bagian Mata
 
Mata
MataMata
Mata
 
Mata
MataMata
Mata
 

Bab ii 2

  • 1. 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Anatomi Mata 1.1. Kornea Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya, merupakan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Tebal kornea rata-rata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer dan 0,55 mm di bagian tengah (terdapat variasi menurut ras), diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu: • Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel. • Membran Bowman merupakan lapisan jernih aselular. • Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea yang tersusun atas serat-serat kolagen. • Membran Descemet merupakan lamina basalis endotel kornea • Lapisan endotel hanya mempunyai satu lapis sel dan berperan dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea.
  • 2. 5 Gambar 1. Lapisan kornea http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/corepages/eye/eye.htm) 1.2. Sklera Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata dan tebal 1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang elastis dan halus, yaitu episklera yang banyak mengandung pembuluh darah yang mendarahi sklera sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna coklat, yaitu lamina fuska yang membatasi sklera dengan koroid. 1.3. Uvea Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera yang terdiri dari 3 bagian, yaitu: a. Iris, merupakan perpanjangan badan siliar ke anterior mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat ditengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara
  • 3. 6 otomatis dengan mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat suasana cahaya yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup atau gelap yang dipengaruhi oleh persarafan simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis). b. Badan siliar, merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi mengubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek dekat atau jauh dalam lapang pandang dan mempunyai sistem ekskresi yang terdiri dari dua bagian, yaitu korona siliar yang berkerut-kerut dengan tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4 mm. c. Koroid, merupakan segmen posterior uvea terletak di antara retina dan sclera yang berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya. Bagian dalam pembuluh darah koroid disebut koriokapilaris (Ilyas, 2006a). 1.4 Lensa Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskular dan terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm yang mempuyai sifat kenyal atau lentur dan jernih (transparan). Kapsul lensa adalah membran semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. 65% lensa terdiri atas air dan 35% protein. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii. Seiring dengan bertambah usia, lensa perlahan menjadi lebih besar dan kurang elastis. 1.5. Badan Kaca Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dan retina. Badan kaca bersifat semicair yang mengandung 99% air dan 1% terdiri dari 2 komponen, yaitu kolagen dan
  • 4. 7 asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah mempertahankan bola mata agar tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina. 1.6. Retina Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber, yaitu: lapisan koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3 bagian dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina sentral. Warna retina biasanya jingga dan kadang pucat pada anemia serta merah pada hiperemia. Lapisan retina mulai dari sisi dalamnya terdiri atas membran limitans eksterna, lapisan sel saraf, lapisan sel ganglion, lapisan pleksiform dalam, lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan horizontal, lapisan pleksiform luar, lapisan inti luar sel fotoreseptor, membran limitans eksterna, lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut dan epitel pigmen retina (Vaughan, 2008). Gambar 2. Lapisan retina http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/corepages/eye/eye.htm
  • 5. 8 Gambar 3. Anatomi mata http://www.eyesandeyesight.com/2009/02/anatomy-of-the-eye/ 2. Akomodasi Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak jauh ke jarak dekat karena kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk menjadi lebih atau kurang bulat tergantung tegangan serat zonula di kapsul lensa yang dikendalikan oleh aktivitas otot siliaris yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium (Vaughan, 2008). Kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar disebut akomodasi. Dengan berakomodasi maka benda pada jarak yang berbeda akan terfokus pada retina. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai kebutuhan dan diatur oleh refleks akomodasi, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi. Kemampuan mata berakomodasi berkurang pada pertambahan umur (Ilyas, 2006a). Ketika otot siliaris relaksasi, ligamentum suspensorium tegang dan menarik lensa sehingga lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi minimal. Ketika berkontraksi, tegangan ligamentum mengendur dan
  • 6. 9 kurang mendapat tarikan sehingga lensa berbentuk lebih bulat dengan kekuatan refraksi maksimal. Pada mata normal, otot siliaris relaksasi dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut kontraksi dan lensa menjadi lebih cembung untuk penglihatan dekat. Pada miopia, karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat, sumber cahaya jauh difokuskan di depan retina (Sherwood, 2007). Kekuatan akomodasi ditentukan dengan satuan dioptri, lensa 1 dioptri mempunyai titik fokus pada jarak 1 meter. Dikenal 2 titik pada sistem refraksi mata, yaitu: • Titik dekat atau pungtum proksimum, merupakan satu titik terdekat dimana mata dapat melihat jelas dengan akomodasi kuat. • Titik jauh atau pungtum remotum, merupakan titik terjauh yang masih dapat dilihat dengan jelas. Pada mata dengan miopia maka titik terjauh yang masih dapat dilihat akan lebih dekat dibanding normal (Ilyas, 2006b). 3. Refraksi Gelombang cahaya mengalami divergensi ke semua arah dari setiap titik sumber cahaya. Gerakan ke depan suatu gelombang cahaya dalam arah tertentu disebut berkas cahaya. Berkas cahaya divergen yang mencapai mata harus dibelokkan ke dalam untuk difokuskan di retina agar dihasilkan suatu bayangan akurat mengenai sumber cahaya yang disebut refraksi. Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa (Sherwood, 2007). Kornea mempunyai daya pembiasan cahaya terkuat dibanding bagian mata lainnya dan lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda dekat (Ilyas, 2006a). Struktur pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus di retina agar penglihatan jelas. Apabila suatu bayangan sudah terfokus sebelum mencapai retina atau belum terfokus sewaktu mencapai retina, bayangan tersebut tampak kabur.
  • 7. 10 4. Emetropia Tidak ada kelainan refraksi, memiliki fokus yang optimal untuk penglihatan jauh (Vaughan, 2008). Daya bias mata normal, dimana sinar jauh difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100% (Ilyas, 2006a). 5. Ametropia Adanya kelainan refraksi, memerlukan lensa koreksi agar terfokus dengan baik untuk melihat jauh (Vaughan, 2008). Keadaan pembiasan mata dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Hal ini akan terjadi akibat kelainan kekuatan pembiasan sinar media penglihatan atau kelainan bentuk bola mata. Pada keadaan ini bayangan pada retina tidak terbentuk sempurna. Dikenal berbagai bentuk ametropia seperti : a. Ametropia aksial Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata terlalu panjang atau pendek sehingga bayangan difokuskan di depan atau di belakang retina. Kekuatan refraksi mata ametopia aksial adalah normal (Ilyas, 2006a). b. Ametropia refraktif Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias kuat maka bayangan benda di depan retina (miopia) atau bila daya bias lemah maka bayangan di belakang retina (hipermetropia refraktif). Kelainan ini dapat terletak pada kornea atau lensa. c. Ametropia kurvatur Ametropia kurvatur disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal sehingga terjadi perubahan pembiasan sinar. Kecembungan kornea lebih besar akan mengakibatkan pembiasan lebih kuat sehingga bayangan dalam mata difokuskan di depan bintik kuning dan akan menjadi miopia (Ilyas, 2006b).
  • 8. 11 6. Kelainan Refraksi Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak terbentuk pada retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak dibiaskan pada bintik kuning tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning dan dapat tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk: 1. Rabun jauh (miopia) 2. Rabun dekat (hipermetropia) 3. Mata dengan silinder (astigmatisme) Penderita dengan kelainan refraksi akan memberikan keluhan berikut: • Sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi • Mata berair. • Cepat mengantuk. • Mata terasa perih. • Penglihatan kabur. • Mengedip lebih kurang dibanding orang normal (4-6 kali/menit) (Ilyas, 2006b). Prevalensi penderita kelainan refraksi selama periode 7 Juli 2008 – 7 Juli 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan 6,19% yaitu 283 pasien dengan persentase terbanyak terdapat pada miopia 70.31% yaitu 199 orang, pada jenis kelamin perempuan 58,30% yaitu 165 penderita dan pada kelompok umur 45 tahun – 64 tahun dengan jumlah 97 pasien (34,28%) (Bastanta, 2010). Kelainan refraksi banyak dijumpai pada kelompok umur 31-40 tahun (102 orang/24,58%), diikuti kelompok umur 41-50 tahun (96 orang/23,13%) dan kelompok umur 11-20 tahun (74 orang/17,83%).
  • 9. 12 Miopia paling banyak pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu 45 orang (10,84%), astigmatisme pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu 38 orang (9,12%), hipermetropia pada kelompok umur 41-50 tahun, yaitu 57 orang (13,37%) dan anisometropia pada kelompok umur 31-40 tahun, yaitu 7 orang (1,69%). Kelainan refraksi yang terbanyak adalah miopia yaitu 160 orang atau 38,55% dari seluruh kelainan refraksi atau 8,82% dari seluruh penderita baru. Kasus miopia ditemukan lebih banyak pada perempuan (97 orang atau 60,62%) daripada penderita laki-laki (63 orang atau 39,38%) (Yunita, 1997). 7. Miopia 7.1 Definisi Miopia (rabun jauh) adalah suatu kondisi di mana objek yang jauh tidak jatuh tepat pada retina oleh sistem optik mata karena sinar sudah menyatu sebelum sampai di retina (Schmid, 2010). Titik fokus sinar yang datang dari benda yang jauh terletak di depan retina dan titik jauh terletak lebih dekat atau sinar datang tidak sejajar (Ilyas, 2006). Penderita miopia biasanya memiliki bola mata terlalu panjang dan kornea yang terlalu berkurva atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Kelainan ini diperbaiki dengan lensa negatif sehingga bayangan benda tergeser ke belakang dan diatur tepat jatuh di retina (Cameron, 2006). Kelainan refraksi diukur dalam satuan dioptri (D) dan miopia diberi tanda minus (-) (Fredrick, 2002). Gambar 4. Mata miopia (http://www.visualedge.org.uk/LASIK.htm)
  • 10. 13 Gambar 5. Perbandingan mata normal dan miopia (http://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=122374802) 7.2 Epidemiologi Prevalensi Miopia di Eropa dan Amerika 30-40%, Afrika 10-20% dan Asia 70-90%. Di Jepang diperkirakan lebih dari 1 juta penduduk menderita gangguan penglihatan dihubungkan dengan miopia derajat berat. Berdasarkan bukti tersebut, prevalensi miopia meningkat terutama di Asia (Fredrick, 2002). Survei pada tahun 2001 oleh Saw dkk mendapatkan prevalensi miopia sebesar 26,1% (23,4-28,8%) pada penduduk di Riau, Indonesia (Saw, 2002). Prevalensi miopia meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25% pada populasi remaja dan 25-35% pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negara berkembang dan menjadi lebih tinggi di beberapa negara Asia. Prevalensi miopia menurun pada usia diatas 45 tahun, mencapai sekitar 20% pada usia 65 tahun dan 14% pada usia 70 tahun. Beberapa penelitian menemukan bahwa prevalensi miopia lebih tinggi pada wanita daripada pria. Prevalensi ini meningkat sesuai dengan pendapatan dan tingkat pendidikan (Goss, 2006). Sebanyak 30% penderita miopia berasal dari keluarga dengan golongan ekonomi menengah ke atas (Supartoto, 2006).
  • 11. 14 7.3 Etiologi Miopia terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan pula, semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami miopia. Hal itu karena mata sedang berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan. Pada miopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa jenis miopia seperti: 1. Miopia refraktif, miopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks bias media penglihatan, disebabkan oleh penyimpangan tertentu sifat optik dari sistem lensa mata, misalnya kelainan kelengkungan kornea atau indeks bias tertentu dari lensa seperti terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat (Ilyas, 2006a). Sama dengan miopia bias atau miopia indeks yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa terlalu kuat. 2. Miopia aksial, miopia yang terjadi akibat memanjangnya sumbu bola mata dibandingkan dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal yaitu melebihi 24 mm. Dalam hal ini rasio panjang mata (anteroposterior) dengan lebar mata (transversal) lebih besar dari 1. Panjangnya sekitar 1 mm sesuai dengan -3.0 D. Peningkatan panjang mata dikatakan terjadi hanya pada siang hari (Schmid, 2010). 7.4 Patofisiologi Pada saat bayi baru lahir, kebanyakan bayi memilki mata hiperopia namun saat pertumbuhan mata kurang menjadi hiperopia dan pada usia 5-8 tahun menjadi emetropia. Proses untuk mencapai ukuran emetrop ini disebut emetropisasi. Pada anak dengan predisposisi miopia, proses ini berlanjut namun mereka menderita miopia derajat ringan pada awal kehidupan. Orang yang tidak mempunyai faktor predisposisi miopia yang kuat juga dimulai dengan hiperopia dan emetropisasi sampai bayangan difokuskan tepat di retina, saat proses tersebut berhenti. Faktor miopigenik seperti membaca
  • 12. 15 dalam waktu lama atau pekerjaan yang membutuhkan aktivitas melihat dekat secara ekstensif mungkin menyebabkan miopia derajat ringan nantinya. Pengalaman visual pada awal kehidupan juga mempengaruhi pertumbuhan mata. Gangguan penglihatan yang terbentuk menyebabkan pertumbuhan mata yang tidak terkontrol untuk mencapai titik fokus, melampaui ukuran emetrop sehingga berkembang menjadi miopia aksial. Aktivitas melihat dekat jangka panjang menyebabkan miopia melalui efek fisik langsung akibat akomodasi terus-menerus sehingga tonus otot siliaris menjadi tinggi dan lensa menjadi cembung. Namun berdasarkan teori terbaru, aktivitas melihat dekat yang lama menyebabkan miopia melalui terbentuknya bayangan buram di retina (retinal blur) yang terjadi selama fokus dekat. Bayangan buram di retina ini memulai proses biokimia pada retina untuk menstimulasi perubahan biokimia dan struktural pada sklera dan koroid yang menyebabkan elongasi aksial (Fredrick, 2002). 7.5 Faktor risiko 1. Genetik Faktor risiko yang penting dari miopia adalah faktor keturunan. Orang tua yang miopia cenderung memiliki anak miopia. Jika kedua orang tua miopia, maka risiko anak mengalami miopia akan semakin besar (Schmid, 2010). Prevalensi miopia 33-60% pada anak dengan kedua orang tua miopia. Pada anak yang memiliki salah satu orang tua miopia prevalensinya 23-40%, dan hanya 6-15% anak mengalami miopia yang tidak memiliki orang tua miopia (Goss, 2006). Prevalensi miopia pada anak dengan kedua orang tua miopia adalah 32,9% berkurang sampai 18,2% pada anak dengan salah satu orang tua yang miopia dan kurang dari 6,3% pada anak dengan orang tua tanpa miopia (Mutti, 2002). Anak-anak yang miopia cenderung memiliki orang tua miopia dan menghabiskan waktu melakukan aktivitas dekat lebih banyak (Yingyong, 2010).
  • 13. 16 2. Lingkungan Melakukan aktivitas melihat dekat seperti biasa dalam jumlah besar dapat meningkatkan risiko miopia. Beberapa penelitian melaporkan bahwa aktivitas melihat dekat meningkatkan risiko perkembangan dan keparahan miopia (Goss, 2006). Penelitian lain melaporkan tidak ada hubungan antara miopia dan aktivitas melihat dekat seperti menghabiskan waktu untuk membaca atau mengerjakan tugas sekolah (Lu, 2009). Anak-anak berusia 7-9 tahun yang lebih sering membaca cenderung mengalami miopia (Mei, 2002). Ada hubungan miopia dengan waktu yang dihabiskan untuk membaca dan melakukan aktivitas melihat dekat yang lain, lamanya pendidikan, pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat dan kemampuan akademik (Goss, 2006). Orang dengan profesi yang banyak membaca seperti pengacara, dokter, pekerja dengan mikroskop dan editor mengalami miopia derajat lebih tinggi. Miopia dapat berkembang tidak hanya pada usia remaja, namun melewati usia 20-30 tahun. Iluminasi atau tingkat penerangan juga dianggap sebagai faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya miopia. Gangguan penerangan dapat menimbulkan gangguan akomodasi mata, kontraksi otot siliar secara terus- menerus akan menimbulkan kelelahan mata dan pada akhirnya dapat menimbulkan gangguan refraksi mata yaitu miopia (Fredrick, 2002). 7.6 Klasifikasi Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam : 1. Miopia ringan, yaitu miopia yang kurang dari 1-3 dioptri. 2. Miopia sedang, yaitu miopia yang lebih dari 3-6 dioptri. 3. Miopia berat, yaitu miopia yang lebih dari 6 dioptri. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia terbagi menjadi: 1. Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah dewasa. 2. Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
  • 14. 17 3. Miopia maligna, yaitu miopia yang berjalan progresif dan dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan. Miopia ini disebut juga miopia pernisiosa atau degeneratif. Disebut miopia maligna bila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan panjang bola mata sehingga terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi karioretina. Atrofi retina terjadi setelah atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik (Ilyas, 2006a). Menurut umur, miopia terbagi menjadi: 1. Miopia kongenital, yaitu miopia yang sudah ada sejak lahir dan menetap seumur hidup. 2. Miopia onset muda, yaitu miopia yang terjadi pada usia 5-20 tahun. 3. Miopia dewasa awal, yaitu miopia yang terjadi pada usia 20-40 tahun. 4. Miopia dewasa akhir, yaitu miopia yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun (Schmid, 2010). 7.7 Manifestasi Klinis Gejala yang paling sering pada miopia tidak terkoreksi berhubungan dengan penglihatan jauh yang buram (Goss, 2006). Pasien miopia akan melihat jelas pada jarak dekat dan tidak jelas pada jarak jauh. Penderita miopia akan mengeluh sakit kepala sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Selain itu, mempunyai kebiasaan mengernyitkan mata untuk mencegah abrasi sferis atau mendapatkan efek pinhole (Ilyas, 2006a). 7.8 Diagnosis 1. Riwayat pasien, yaitu berupa keluhan utama, masalah yang berhubungan dengan mata, penglihatan dan kondisi kesehatan secara umum, perkembangan penyakit dan riwayat keluarga, penggunaan obat dan alergi obat.
  • 15. 18 2. Pemeriksaan mata a. Ketajaman penglihatan Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya di ruangan yang tidak terlalu terang pada jarak 5-6 meter dari Snellen Chart karena pada jarak ini mata melihat benda dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi. b. Pergerakan mata, penglihatan dua mata dan akomodasi Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi kesejajaran kedua mata dan gerakannya serta kemampuan akomodasi mata miopia (Ilyas, 2006b). c. Refraksi Pemeriksaan kelainan refraksi secara subyektif dilakukan dengan kartu lihat jauh dan memasang lensa yang sesuai dengan hasil pemeriksaan sedangkan secara obyektif dilakukan pemeriksaan retinoskopi dengan menggunakan retinoskop. d. Penilaian kesehatan mata dan sistemik. Dengan pemeriksaan oftalmoskopi direk atau indirek dan pengukuran tekanan intra okular untuk mengetahui komplikasi miopia seperti ablasio retina dan glaukoma (Goss, 2006). 7.9 Penatalaksanaan Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata difokuskan tepat di retina. Orang dengan miopia bisa dikoreksi dengan kacamata lensa sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Lensa ini memundurkan bayangan ke retina (Vaughan, 2008). Pada keadaan tertentu miopia dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea. Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopia seperti: • Keratotomi radial, merupakan tindakan bedah refraktif pertama yang dikenal dimana dibuat sayatan kornea radier sebanyak 4-8 buah insisi, tindakan bedah dapat diulang atau di tambah.
  • 16. 19 • Keratektomi fotorefraktif, yaitu melakukan ablasi dengan sinar pada permukaan kornea dengan menembus kornea kurang dari 5% sehingga bagian dalam tidak terganggu. Tindakan bedah ini dapat diulang dan ketepatannya tinggi. • Laser assisted in situ interlamelar keratomilieusis (Lasik), yaitu bedah dengan sinar laser dingin yang memungkinkan melepas jaringan tanpa efek panas pada jaringan sekitar. Dengan cara ini permukaan kornea dapat dibuat lebih cembung atau cekung sesuai dengan kelainan refraksi yang dikoreksi (Ilyas, 2006b). 7.10 Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya: a. Ablasio retina Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D sampai -4,75 D sekitar 1/6662. Sedangkan pada -5 D sampai -9,75 D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari -10 D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor risiko pada miopia rendah 3 kali dan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali (Schmid, 2010). b. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah bekurang atau terdapat ambliopia (Ilyas, 2006a). c. Myopic maculopaty Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata dengan miopia tinggi yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga penglihatan berkurang. Selain itu, dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan hilangnya penglihatan sebagian. d. Vitreous liquefaction dan detachment Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan, khususnya pada penderita miopia. Hal ini berhubungan dengan
  • 17. 20 hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan vitreus dan kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan berisiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. e. Glaukoma Dapat terjadi akibat degenerasi anyaman trabekulum yang merupakan tempat pengeluaran cairan mata. Peningkatan tekanan pada mata dapat merusak saraf mata. Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata normal. f. Katarak Lensa pada mata miopia akan kehilangan transparansi. Pada orang dengan miopia onset katarak muncul lebih cepat (Schmid, 2010). 7.11 Pencegahan Sejauh ini hal yang dilakukan adalah mencegah kelainan anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu penglihatan, operasi, penggunaan kacamata dan lensa kontak. 1. Pencegahan lainnya adalah dengan melakukan visual hygiene berikut ini: • Mencegah terjadinya kebiasaan buruk • Hal yang perlu diperhatikan adalah anak dibiasakan duduk dengan posisi tegak sejak kecil. • Memegang alat tulis dengan benar • Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah membaca atau menonton TV. • Batasi jam membaca • Atur jarak baca yang tepat (30 centimeter) dan gunakanlah penerang yang cukup. • Jangan membaca dengan posisi tidur atau tengkurap. 2. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha untuk melihat jauh dan dekat secara bergantian dapat mencegah miopia.
  • 18. 21 3. Jika ada kelainan pada mata, kenali dan perbaiki sejak awal karena kelainan yang ada bisa menjadi permanen. 4. Untuk anak dengan tingkat miopia kanan dan kiri yang tinggi segera konsultasi dengan dokter spesialis mata dan patuhi setiap perintah dokter. 5. Jangan sampai terjadi defisiensi vitamin A 6. Periksa mata anak sedini mungkin jika dalam keluarga ada yang memakai kacamata. 7. Segera periksa jika kemampuan melihat kurang. 8. Di sekolah sebaiknya dilakukan skrining pada anak-anak (Curtin, 2002). Selain itu, ada cara lain untuk mencegah terjadinya miopia, yaitu dengan: 1. Melakukan pemeriksaan mata secara berkala setiap 1 tahun sekali atau sebelum 1 tahun bila ada keluhan (terutama yang telah memakai kacamata). 2. Istirahat yang cukup supaya mata tidak cepat lelah. 3. Kurangi kebiasaan yang kurang baik untuk mata, misalnya membaca sambil tiduran dengan cahaya yang redup. Jarak aman untuk membaca adalah sekitar 30 cm dari mata dengan posisi duduk dengan penerangan yang cukup baik (tidak boleh terlalu silau atau redup). Lampu harus difokuskan pada buku yang dibaca. 4. Jaga jarak aman saat menonton televisi. Jarak yang ideal adalah lima kali diagonal layar televisi dan usahakan posisi layar sejajar dengan mata dan pencahayaan ruangan yang memadai. 5. Bila bekerja di depan komputer, usahakan setiap 1 – 1,5 jam sekali selama 5-10 menit untuk memandang ke arah lain yang jauh, dengan maksud untuk mengistirahatkan otot-otot bola mata. Dan jangan lupa untuk sering berkedip supaya permukaan bola mata selalu basah. 6. Perbanyak konsumsi makanan, baik sayuran maupun buah-buahan yang banyak mengandung vitamin A, C, E dan lutein yang berfungsi sebagai antioksidan karotenoid pemberi warna kuning jingga pada sayuran dan buah-buahan.
  • 19. 22 7. Tidak merokok dan hindari asap rokok, karena rokok dapat mempercepat terjadinya katarak dan asap rokok dapat membuat mata menjadi cepat kering. 8. Gunakanlah kacamata yang dilapisi dengan anti UV bila beraktivitas di luar ruangan pada siang hari. Hal ini untuk mencegah paparan sinar matahari yang berlebihan karena sinar matahari mengandung sinar ultraviolet (UV) yang tidak baik untuk sel-sel saraf di retina. 9. Aturlah suhu ruangan bila menggunakan pendingin ruangan (AC). Kelembaban yang baik untuk permukaan mata berkisar antara 22- 25⁰C. Jadi bila menggunakan AC jangan terlalu dingin karena penguapan mata menjadi lebih cepat sehingga mata menjadi cepat kering (Wardani, 2009). 8. Aktivitas melihat dekat Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kegiatan visual yang dilakukan pada jarak dekat atau ketika seseorang harus fokus untuk melihat objek benda secara rinci. Contoh aktivitas melihat dekat adalah membaca, menulis, menggunakan komputer, menonton televisi, menggambar / melukis, menjahit, melakukan pekerjaan kerajinan dengan benda kecil dan bermain game di telepon genggam (Bhutan, 2007). Orang yang melakukan aktivitas melihat dekat berlebihan mungkin mengalami miopia palsu atau pseudomiopia. Penglihatan jauh mereka kabur disebabkan oleh lebih menggunakan mata untuk fokus secara berlebihan. Setelah lama melakukan aktivitas melihat dekat, mata mereka tidak dapat kembali fokus untuk melihat dengan jelas di kejauhan. Gejala-gejala biasanya sementara dan penglihatan dapat kembali jelas setelah mata beristirahat. Namun, penggunaan mata untuk melihat dekat yang lama dan konstan dapat menyebabkan penurunan penglihatan jauh permanen (AOA, 2006).
  • 20. 23 B. Penelitian terkait yang pernah dilakukan Tabel 1. Penelitian Terkait yang Pernah Dilakukan No Judul Nama Tempat Rancangan Variabel Hasil Penelitian Peneliti & Penelitian Penelitian Penelitian Tahun Penelitian 1 The influence Norway Cohort Kerja Ada hubungan Bettina of near-work dekat, yang bermakna Kinge on perkemba antara waktu development ngan yang of myopia miopia dihabiskan among untuk university membaca buku students. A kuliah, three-year aktivitas longitudinal melihat dekat study among saat libur engineering dengan in Norway perkembangan miopia 2 Hubungan Indah Departem Desain Ada hubungan Kerja antara kerja Nurkas en penelitian bermakna dekat, dekat dengan ih Stitching menggunak antara kerja usia, ras, miopia pada Atletik II an cross dekat dengan iluminasi, penjahit Pabrik sectional miopia miopia wanita Sepatu Departemen “X”, 2004
  • 21. 24 Stitching Atletik II Pabrik Sepatu “X” tahun 2004 3 Hubungan FK USU Penelitian Faktor Fatika Sari Faktor faktor Medan, analitik keturunan Hasibuan keturunan, keturunan, 2009 dengan berhubungan lamanya lamanya desain cross dengan bekerja bekerja sectional miopia, lama jarak dekat jarak dekat waktu yang dan miopia dengan dihabiskan miopia antara pada mahasiswa mahasiswa yang miopia FK USU dan tidak miopia tidak jauh berbeda. C. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Aktivitas melihat dekat dalam waktu lama: • mengerjakan tugas kuliah • membaca (hobi) MIOPIA • menonton televisi dan • menggunakan komputer/laptop D. Hipotesis Ada hubungan antara lamanya aktivitas melihat dekat dan miopia pada mahasiswa tingkat IV FK UPN “Veteran” Jakarta.