1. MODUL 1
BERCAK MERAH PADA KULIT
OLEH :
Kelompok 1
BLOK IMUNOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
TAHUN 2014
2. NAMA ANGGOTA
1. A. Nurul Waasi u Pallawarukka
2. Ayu Puspita Sari
3. Caroline Chintia Suherman
4. Cichi Amalia
5. Farihatul Fitri
6. Junlianty Liambana
7. Nuraini Dharmayanti U
8. Ruslan
9. Irmawati
10. M. hasbiy
11. Irmawati
12. Devi ratna Pratiwi
13. Tiara Astriana
14. Nur Fauziah Agussalim
3. MODUL 1
BERCAK MERAH PADA KULIT
Skenario 1
Seorang ibu rumah tangga berumur 35 tahun datang ke dokter praktek swasta dengan keluhan
bercak kemerahan berbatas tegas di penrgelangan tangan, muncul 4 hari yang lalu. Bercak tersebut
agak hangat pada perabaan, terasa gatal dan tidak ada nyeri penekanan. Kelainan ini sifatnya
kambuhan terutama setelah mencuci. Lokasi kelainannya bisa disela-sela jari tangan atau disela jari
kaki.
Kata Kunci
Ibu rumah tangga umur 20 tahun
Keluhan bercak kemerahan
Muncul 4 hari yang lalu
Hangat pada perabaan
Terasa gatal dan tidak nyeri
Sifatnya kambuhan, terutama setelah mencuci
Disela-sela jari tangan atau jari-jari kaki
Pertanyaan
1. Bagaimana struktur anatomi, histology, dan fisiologi kulit?
2. Jelaskan hypersensitifitas menurut Gell and Coombs?
3. Apa Differensial Diagnosis pada kasus tersebut?
4. Apa diagnosis pada scenario?
5. Apa penyebab dan gejala pada penyakit tersebut?
6. Jelaskan patomekanisme penyakit tersebut?
7. Bagaimana histopatologinya?
8. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit tersebut?
9. Apa pemerikasaan penunjang pada penyakit tersebut?
10. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit tersebut?
4. JAWABAN
1. Bagaimana struktur anatomi, histology, dan fisiologi kulit ?
Anatomi Kulit :
Histologi Kulit
5. Fisiologi Kulit
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit
menyokong penampilan dan kepribadian sesorang dan menjadi ciri berbagai tanda kehidupan yaitu
ras, genetik, estetik, budaya, bangsa dan agama.
Kulit juga dapat menjadi indikator kesehatan, kemakmuran, kemiskinan, dan kebiasaan, di
samping sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan lainnya.
Kulit juga dapat menjadi sarana kontak seksual, cinta, persahabatan, atau kebencian. Kerusakan
lebih dari 30% luas kulit, misalnya akibat luka bakar, dapat segera menyebabkan kematian, karena
kulit mempunyai faal yang vital bagi tubuh manusia.
Faal Kulit
Faal kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan lainnya di dalam tubuh manusia.
Fungsi Proteksi
Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik,
misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol,
asam, atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi tau sinar
ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus.
Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya
lapisan kilit, dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan
sinar UV diatasi oleh sel melanin yang menyerap sebagian sinar tersebut. Gangguan kimiawi
ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit kulit yang
mempunyai pH 5,0 – 6,5. Lemak permukaan kulit juga berperan dalam mengatasi banyak mikroba
yang ingin masuk ke dalam kulit.
Proses keratinisasi juga merupakan sawar mekanis karena sel-sel tanduk melepaskan diri secara
teratur dan diganti oleh sel muda di bawahnya. Sawar kulit berfungsi ganda yaitu mencegah keluar
atau masuknya zat yang berada di luar ke dalam tubuh atau dari dalam ke luar tubuh. Fungsi sawar
kulit terutama berada di sel-sel epidermis dan kemampuan kulit sebagai sawar berbeda pada satu
tempat kulit dengan tempat kulit lainnya bergantung pada kondisi epidermis di tempat tersebut.
Skrotum adalah kulit dengan tinggi sawar paling rendah sehingga paling permeabel, disusul oleh
kulit wajah dan punggung tangan. Sebaliknya telapak tangan dan telapak kaki adalah daerah kulit
yang paling baik sawarnya sehingga hampir tidak dapat dilalui komponen apapun.
Fungsi Absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat. tetapi cairan yang
mudah menguap lebih mungkin diserap kulit, begitu pula zat yang larut dalam minyak.
Peremeabilitas kulit terhadap gas CO2 atau O2 mengungkapkan kemungkinan kulit mempunyai
peran dalam fungsi respirasi.
6. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara,
metabolisme dan jenis vehikulum zata yang menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah
antar sel, saluran kelenjar atau saluran keluar rambut.
Fungsi Ekskresi
Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme
dalam tubuh misalnya NaCl, urea, amonia, dan sedikit lemak. Kelenjar lemak. Kelenjar lemak pada
fetus, atas pengaruh hormon androgen dari ibunya, akan menghasilkan sebum untuk melindungi
kulitnya terhadap cairan amnion yang pada waktu lahir disebut vernix caseosa. Sebum yang
diproduksi kelenjar palit kulit melindungi kulit dengan cara meminyaki kulit dan menahan
penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan
keringat di permukaan kulit membentuk keasaman kulit pada pH 5 – 6,5. Penguapan air dari dalam
tubuh dapat pula terjadi secara difusi melaui sel-sel epidermis, tetapi karena sel epidermis baik
fungsi sawarnya, maka kehilangan air melalui sel epidermis (transepidermal water loss) dapat
dicegah agar tidak melebihi kebutuhan tubuh.
Fungsi Pengindra (Sensori)
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Badan Ruffini yang
terletak di dermis, menerima rangasangan dingin dan rangsangan panas diperankan oleh badan
Krausse. Badan taktil Meissner yang terletak di papil dermis menerima rangsang rabaan, demikian
pula badan Merkel-Renvier yang terletak di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak
jumlahnya di daerah erotik.
Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding
pembuluh darah kulit. Pada keadaan suhu meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak
keringat ke permukaan kulit dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang pula kalori/panas
tubuh. Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit melindungi diri dari
kehilangan panas pada waktu dingin. Kulit kaya akan pembuluh darah kapiler sehingga cara ini
cukup efektif. Mekanisme termoregulasi ini diatur oleh sistem saraf simpatis yang mengeluarkan
zat perantara asetilkolin. Dinding pembuluh darah kulit pada bayi belum berfungsi secara sempurna
sehingga mekanisme termoregulasi belum berjalan dengan baik.
Fungsi Pembentukan Pigmen (Melanogenesis)
Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan asal epidermis. Sel ini berasal dari
rigi saraf, jumlahnya 1:10 dari sel basal. Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang
terbentuk menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan bantuan
enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen oleh sel melanosit di dalam melanosom dalam badan sel
melanosit. Pajanan sinar matahari mempengaruhi produksi melanin. Bila pajanan bertambah,
7. produksi melanin akan meningkat. Pigmen disebarkan ke dalam lapisan atas sel epidermis melalui
tangan-tangan yang mirip kaki cumi-cumi pada melanosit. Ke arah dermis pigmen, disebar melalui
melanofag. Selain oleh pigmen, warna kulit dibentuk pula oleh tebal tipisnya kulit, Hb-reduksi, Hb-oksidasi,
dan karoten.
Fungsi Keratinisasi
Lapisan epidermis kulit orang dewasa mempunyai tiga jenis sel utama: keratinosit, melanosit dan
sel Langerhans. Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk
lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula
menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta
intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati,
protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduksel tanduk
secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak di bawahnya. Proses
keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-21 hari. Proses ini
berlangsung terus-menerus dan berguna untuk fungsi rehabilitasi kulit agar selalu dapat
melaksanakan fungsinya secara baik. Pada beberapa macam penyakit kulit proses ini terganggu,
sehingga kulit akan terlihat bersisik, tebal, dan kering.
Fungsi Produksi Vitamin D
Ternyata kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-dihidroksi kolesterol dengan
bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin
D sehingga diperlukan tambahan vitamin D dari luar melaui makanan.
Fungsi Ekspresi Emosi
Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu berfungsi sebagai
alat untuk mentakan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia. Kegembiraan dpat dinyatakan oleh
otot kulit muka yang relaksasi dan tersenyum, kesedihan diutarakan pleh kelenjar air mata yang
meneteskan air matanya, ketegangan dengan otot kulit dan kelenjar keringat, ketakutan oleh
kontraksi pembuluh darah kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat dan rasa erotik oleh kelenjar
minyak dan pembuluh darah kulit yang melebar sehingga kulit tampak semakin merah, berminyak,
dan menyebarkan bau khas.
Semua fungsi kulit pada manusia berguna untuk mempertahankan kehidupannya sama seperti
organ tubuh lain.
8. 2. Jelaskan hypersensitifitas menurut Gell and Coombs?
Mekanisme reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs
Reaksi imun
Mekanisme
Klinis
Waktu
reaksi
Tipe I
(diperantarai
IgE)
Kompleks IgE-obat
berikatan dengan sel
mast melepaskan
histamin dan mediator
lain
Urtikaria,
angioedema,
bronkospasme,
muntah, diare,
anafilaksis
Menit
sampai jam
setelah
paparan
Tipe II
(sitotoksik)
Antibodi IgM atau IgG
spesifik terhadap sel
hapten-obat
Anemia hemolitik,
neutropenia,
trombositopenia
Variasi
Tipe III (kompleks
imun)
Deposit jaringan dari
kompleks antibodi-obat
dengan aktivasi
komplemen
Serum sickness,
demam, ruam,
artralgia,
limfadenopati,
vaskulitis, urtikaria
1-3 minggu
setelah
paparan
Tipe IV (lambat,
diperantarai oleh
selular)
Presentasi molekul obat
oleh MHC kepada sel T
dengan pelepasan
sitokin
Dermatitis kontak
alergi
2-7 hari
setelah
paparan
(Dikutip dari Riedl MA dan Casillas AM, 2003)
Ikatan obat dengan protein jaringan dapat mengubah struktur dan sifat jaringan sebagai antigen
diri menjadi antigen yang tidak dikenal oleh sistem imun tubuh, sehingga dapat terjadi reaksi
autoimun. Contoh obatnya antara lain klorpromazin, isoniazid, penisilamin, fenitoin dan
sulfasalazin. Bila sel sasaran ini adalah endotel pembuluh darah, maka dapat terjadi vaskulitis
akibat aktivasi komplemen oleh kompleks imun pada permukaan sel endotel (misalnya pada serum
sickness). Aktivasi komplemen ini mengakibatkan akumulasi sel polimorfonuklear dan pelepasan
lisozim sehingga terjadi reaksi inflamasi dan kerusakan dinding pembuluh darah. Obat yang dapat
menimbulkan reaksi seperti ini antara lain penisilin, sulfonamid, eritromisin, salisilat, isoniazid, dan
lain-lain.
Reaksi tipe I
9. merupakan hipersensitivitas cepat yang diperantarai oleh IgE dan menyebabkan reaksi seperti
anafilaksis. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa urtikaria, edema laring, wheezing dan kolaps
kardiorespiratorius. Penyebab umum adalah molekul biologis dan beberapa obat, seperti penisilin
dan insulin.
Reaksi tipe II
merupakan reaksi sitotoksik yang diinduksi oleh kompleks komplemen dengan antibodi
sitotoksik IgM atau IgG. Reaksi ini terjadi sebagai respon terhadap obat yang mengubah membran
permukaan sel. Contoh reaksi ini adalah anemia hemolitik yang disebabkan oleh metildopa dan
penisilin, ataupun trombositopenia yang disebabkan oleh kuinidin. Obat lain yang bekerja melalui
mekanisme ini antara lain sefalosporin, sulfonamida dan rifampisin.
Pada reaksi tipe III
terdapat periode laten beberapa hari sebelum gejala timbul, yaitu periode yang dibutuhkan untuk
membentuk kompleks imun yang dapat mengaktivasi komplemen. Reaksi terkadang baru timbul
setelah obat dihentikan. Reaksi tersebut dapat pula berupa reaksi setempat yang dikenal sebagai
reaksi Arthus. Terdapat pembengkakan dan kemerahan setempat pada tempat antigen berada,
misalnya pada vaksinasi. Reaksi setempat ini terjadi oleh karena penderita telah mempunyai kadar
antibodi yang tinggi sehingga terjadi presipitasi pada tempat masuk antigen yang terjadi dalam
waktu 2 sampai 5 jam setelah pemberian. Manifestasi utama berupa demam, ruam, urtikaria,
limfadenopati dan artralgia. Contoh obat tersebut antara lain penisilin, salisilat, sulfonamida,
klorpromazin, tiourasil, globulin antilimfositik dan fenitoin.
Pada Reaksi Tipe IV
Pada reaksi hipersensitivitas tipe lambat, limfosit bereaksi langsung dengan antigen, misalnya
pada dermatitis kontak. Obat topikal yang secara antigenik biasanya berbentuk hapten, bila
berikatan dengan protein jaringan kulit yang bersifat sebagai karier dapat merangsang sel limfosit T
yang akan tersensitisasi dan berproliferasi. Pada pajanan berikutnya, sel T yang sudah tersensitisasi
akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang menarik sel radang ke tempat antigen berada
sehingga terjadi reaksi inflamasi. Contoh obat yang sering menimbulkan reaksi tipe IV antara lain
benzil alkohol, derivat merkuri, neomisin, nikel, antibiotik topikal, krim steroid, antihistamin
topikal, anestesi lokal, serta beberapa zat aditif yang sering terdapat pada obat topikal seperti
parabens atau lanolin.
Reaksi non imun yang tidak dapat diprediksi diklasifikasikan dalam pseudoalergi, idiosinkrasi
atau intoleransi. Reaksi pseudoalergi merupakan hasil aktivasi sel mast secara langsung, tidak
melibatkan IgE spesifik dan degranulasi oleh agen seperti opiat, koloid ekspander, polipeptida,
antiinflamasi non-steroid dan media radiokontras. Reaksi yang bersifat non imunologi ini dapat
terjadi saat pertama kali paparan. Reaksi idiosinkrasi hanya terjadi pada sebagian kecil populasi,
10. seperti hemolisis yang diinduksi obat pada orang dengan defisiensi glucose-6-phosphate
dehydrogenase (G6PD). Intoleransi obat merupakan ambang batas yang lebih rendah terhadap aksi
farmakologi obat, seperti terjadinya tinitus setelah pemberian aspirin.
3. Apa Differensial Diagnosis pada kasus tersebut?
I. Dermatitits Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu
sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 ?
36 jam jam setelah kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke
orang lain. Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak langsung dengan
alergen
Gejala dan tanda dematitis kontak antara lain:
Bintik-bintik atau benjolan kemerahan
Gatal dan bengkak
Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting- lenting dan bula pada kasus
yang berat
Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja
Epidemiolgi dan etiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik
lebih sedikit. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya
penetrasi di kulit.
Gejala Klinis
Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan,
misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja
ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya
misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.
Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel),
sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman.
Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal,
alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkin
disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. – Leher. Penyebanya kalung dari
nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.
11. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing
logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen.
Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, dan
alergen yang ada di tangan.
Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet,
kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal, neomisin,
etilendiamin), semen, dan sepatu.
Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan
terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul dan
pemberian obat Kortikosteoroid untuk mengatasi peradangan.
II. Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan setempat yang non-imunologik pada kulit
sesudah mendapat paparan iritan baik satu kali maupun berulang. Paparan sekali (tidak disengaja
atau kecelakaan) biasanya dari iritan asam, basa dan sebagainya. Sedangkan paparan berulang yang
merusak kulit secara kumulatif misalnya iritan yang lebih kecil dosisnya.2 Dermatitis kontak iritan
(DKI) bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non
spesifik kulit terhadap kerusakan akibat agen kimia, fisik, atau biologik dari luar yang kemudian
melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis.
Dermatitis kontak iritan merupakan bentuk paling lazim dari penyakit kulit akibat kerja. Lebih
dari 80% dari seluruh kasus mengenai daerah kulit yang terpapar seperti tangan dan lengan bawah.
Spektrum kulit sangat lebar, dari kemerahan ringan sampai bulla yang berat dan ulserasi.
Epidemiologi
DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan, diperkirakan sekitar 70%-
80% dari semua penyakit kulit akibat kerja.5 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama
yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja).1 Insiden dari penyakit kulit akibat kerja di
beberapa negara adalah sama, yaitu 50- 70 kasus per 100.000 pekerja pertahun. Pekerjaan dengan
resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah
sakit (perawat, cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja
logam, penanam bunga, pekerja di gedung.
Di Amerika, DKI sering terjadi pada orang- orang yang memiliki pekerjaan yang melibatkan
kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan
lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang
12. masak, dan penata rambut. Delapan puluh persen dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih
sering mengenai tukang bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Di Jerman, angka insiden
DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9
kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak. Berdasarkan jenis
kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya
frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik.
Di Singapura, studi retrospektif memperlihatkan bahwa dari 74. 589 kasus baru, 34%
diantaranya adalah eczema, 13,7% adalah dermatitis kontak, 39% adalah DKI dan 11% adalah
dermatitis kontak alergi (DKA). Pada studi epidemiologi penyakit kulit pada pekerja di Singapura
memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3 % diantaranya
adalah DKI dan 33,7% adalah DKA. Cutting oils dan bahan pelarut dari industri mesin dan
elektronik adalah jenis iritan yang sering dijumpai.
Faktor predisposisi yang penting yaitu umur, ras, jenis kelamin, riwayat atopi sebelumnya,
daerah kulit yang terekspos dan aktivitas sebasea. Perubahan kulit karena usia dapat merubah
respon kulit terhadap zat iritan. Pada anak dan lanjut usia sering terkena DKI karena mereka
memiliki sedikit jaringan epidermis yang sehat. Karakteristik ras juga memegang peranan penting
dimana orang kulit hitam lebih resisten terhadap iritan dibandingkan orang kulit putih. Dan daerah
yang sering terkena adalah tangan dan wajah.
Etiologi
Penyebab timbulnya DKI cukup rumit dan biasanya melibatkan gabungan berbagai iritan. Iritan
adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam
konsentrasi, waktu dan frekuensi yang cukup. Iritasi pada kulit merupakan sebab terbanyak dari
dermatitis kontak. Beberapa contoh iritan akibat kerja yang lazim dijumpai adalah sebagai berikut :
1. Sabun, detergen, dan pembersih lainnya.
2. Asam dan alkalis, seperti asam hydrofluoric, asam kromat, fosfat, dan phenol metal salts.
3. Bahan-bahan industri, seperti petroleum, klorinat hidrokarbon, etil eter, dan lain-lain.
Penggunaan berulang dari sabun basa kuat dan produk industri dapat merusak struktur lunak
pada sel. Asam dapat larut pada air dan menyebabkan dehidrasi pada kulit. Ketika kulit telah
mengalami gangguan, pajanan dari bahan iritan lemah pun dapat menyebabkan inflamasi pada kulit.
Besar intensitas dari inflamasi bergantung pada konsentrasi dari iritan dan lamanya terpajan dari
bahan iritan tersebut. Iritan yang lembut dapat menyebabkan kulit kering, fissura, dan eritema. A
mild eczematous reaction dapat timbul pada eksposure yang berkelanjutan. Pajanan yang
berkelanjutan pada daerah seperti tangan, area diaper, atau pada sekeliling kulit yang terkadang
menyebabkan eczematous inflamatour. Zat kimia kuat dapat menyebabkan reaksi yang berat.
13. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi
jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk
menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi
dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan
penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang sama akan
terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi individu (riwayat atopi misalnya),
personal higiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan.
Patogenesis
Dermatitis kontak iritan adalah gambaran klinis proses inflamasi yang timbul akibat pelepasan
sitokin proinflamasi dari sel- sel kulit (terutama keratinosit),yang biasanya timbul sebagai respon
terhadap stimulus kimiawi. Terdapat 3 perubahan patofisiologi yang utama pada DKI yaitu
gangguan fungsi pertahanan kulit, perubahan seluler epidermis, dan pengeluaran sitokin.
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA),
diasilgliserida (DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi
rostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga
bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast
melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler.1,9,13
Gejala Klinis
DKI dapat dibagi atas DKI akut dan DKI kronis. Pada DKI akut penyebabnya iritan kuat,
biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula (lihat gambar
1). Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas. Pada umumnya kelainan
kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat
misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat. Pada DKI akut lambat, kelainan kulit baru
terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu
serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah
esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan
nekrosis.
Pada DKI kronis yang disebut juga dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan
iritan lemah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban
rendah, panas atau dingin, juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).
DKI kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara
sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain
baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-
14. tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis
iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.
Gejala klasik pada DKI kronis berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas (lihat gambar 2). Bila kontak terus
berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci
yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit
kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan
mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang
memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak,
membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri.
Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk menyingkirkan infeksi
tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi.
Uji tempel dilakukan untuk mengkonfirmasi DKA, dan mengidentifikasi allergennya. Walaupun
keduanya ditemukan diagnosis DKI tetap ditegakkan. Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan
kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau limfoma sel T.
III. Urtikaria
Definisi
Urtikaria ilah reaksi vascular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai
dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan
kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif
biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
Epidemiologi
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria
dibandingkan dengan usia muda. SHELDON (1951), menyatakan bahwa umur rata-rata penderita
urtikaria adalah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun.
Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hamper 80% tidak diketahui penyebabnya.diduga penyebab
urtikaria bermacam-macam, diantaranya : obat-obatan, makanan, gigitan/sengatan serangga, bahwa
fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetic, dan
penyakit sistemik.
Gejala Klinis
15. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan
edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat
paplar seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, nummular, sampai
plakat.
Pengobatan
Pengobatan yang paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila mungkin
menghindari penyebab yang dicuragai. Bila tidak mungkin paling tidak mengurangi penyebab
tersebut, sedikit-dikitnya tidak menggunakan dan tidak berkontak dengan penyebabnya.
Pengobatan dengan antihistaminpada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin
telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamine pada reseptor-reseptornya.
4. Apa diagnosis pada scenario?
Dari Differensial Diagnosis, kami dapat menarik kesimpulan bahwa penyait pasien pada
scenario adalah Suspek Dermatitis Kontak Alergi.
5. Apa penyebab dan gejala pada penyakit tersebut?
Tergantung dari penyebabnya, dermatitis kontak dibagi 2, yaitu:
Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan dicetuskan dari paparan ke bahan yang toksin atau iritatif ke kulit
manusia, dan tidak disebabkan reaksi alergi. Pada anak-anak, bahan iritan yang paling sering
menyebabkan DKI adalah popok bayi. Hal ini akan menyebabkan keadaan yang dinamakan “diaper
dermatitis”, reaksi kulit di daerah yang terpapar popok bayi yang disebabkan kontak terlalu lama
dengan bahan kimia alami terdapat di air seni dan tinja. Selain itu dapat pula DKI terjadi di sekitar
mulut karena kulit terpapar dengan makanan bayi ataupun air liur. Pada orang dewasa, DKI terjadi
seringkali karena paparan sabun dan deterjen.
Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu
sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 –
36 jam jam setelah kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke
orang lain. Alergen (bahan yang menyebabkan alergi) yang biasa menjadi penyebab DKA adalah
bahan kimia yang mengandung nikel yang banyak terdapat di jam tangan, perhiasan logam,
resleting dan objek logam lainnya; neomisin pada antibiotik salep kulit; potassium dikromat, bahan
kimia yang sering terdapat pada sepatu kulit dan baju; latex pada sarung tangan dan pakaian karet.
Gejala
16. Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak langsung dengan alergen,
walaupun beberapa kasus yang berat dapat mengenai daerah di luar yang berkontak langsung atau
meluas ke seluruh tubuh. Terkadang alergen berpindah dari jari tangan, sehingga daerah yang tidak
terpikirkan akan terkena seperti daerah kelopak mata atau kemaluan.
Gejala dan tanda dematitis kontak antara lain:
Bintik-bintik atau benjolan kemerahan
Gatal dan bengkak
Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting- lenting dan bula pada kasus
yang berat
Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja
Gambar 1. DKA karena nikel pada jam tangan
Gambar 2. DKI karena air liur Gambar 3. DKI karena deterjen saat mencuci pakaian.
6. Jelaskan patomekanisme penyakit tersebut?
17. Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain
ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan
tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan
(terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga
gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit
di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih
mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens
dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami
(ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic.
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya
alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak
lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo
lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi
alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan
timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a.Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau
pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses
dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan
ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR
(Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan
terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan
molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan
molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal
antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor
antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen
(antigen recognition).
18. Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan
merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T
sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan
limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses
ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini
individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis
kontak alergik.
b.Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan
sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan
mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T
dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk
melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya
timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak
sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses
skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta
pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-
1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain
itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam
paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik.
Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya
menekan atau meredakan peradangan.
7. Bagaimana histopatologinya?
Pada dermatitis akut perubahan pada epidermis berupa edema interseluler(spongiosis),
terbentukanya vesikel dan atau bulla dan dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan
infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear.
Dermatitis subakut memberikan gambaran histopatologis menyerupai bentuk akut dengan
terdapatnya akantolisis dan kadang-kadang parakeratosis.
Pada DKA terlihat akantolisasi hiperkeratisis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak
adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi pervaskuler, pertambahan kapiler dan fibrsis.
19. Gambaran tersebut merupakan gambaran dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk
membedakan gambaran histopatologik antara DKA dan DKI.
8. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit tersebut?
Gambaran dermatitis mulai pada tempat terjadinya kontak dengan kulit, dapat menjadi
generalisata. Kontak ulang kan menpercepat penyebarannya.
Erupsi akut makula eritema & papul, vesikel/bula, edema kelopak mata, penis, skrotum
eritema & edema > vesikulasi.
Subakut vesikel, erosi, krusta
Kronik DKA likenifikasi, hiperpigmentasi, skuama
Erupsi akut 24-48 jam stlh terpajan/bisa lbh lambat smp 4 hari
Gambaran klinik
9. Apa pemerikasaan penunjang pada penyakit tersebut?
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan
dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu :
1.Tes Tempel Terbuka
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah
tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel
terbuka adalah alergen yang menguap.
2.Tes Tempel Tertutup
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada
bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai
ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.
3.Tes tempel dengan Sinar
20. Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan
yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan
bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo.
Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah
satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya.
Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan
secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut.
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang
penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel
merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam
keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya
juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan
kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh
International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah
dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari
penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita
sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka
penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu,
tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis
misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah
mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu.
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar
dan secara klinis belum bernilai diagnosis.
10. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit tersebut?
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah
mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang
sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan
karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,
21. penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut
penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio,
pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan
kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam,
diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya
adalah :
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi
dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji
antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan
HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek
imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan
demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan
triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk
meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup
dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa
potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2) Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun.
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans
(CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen
dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan
histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di
epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok
oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
22. Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga
merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3) Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut
percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh
kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4) Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan
Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin)
dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5) Imunosupresif topical
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981.
Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti
IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi
peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981
merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi
0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada
konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi
kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun
sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.
Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus
sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1) Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A,
bradikinin dan asetilkolin.
2) Siklosporin
Mekanisme siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi
sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan
keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
3) Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit
dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
23. 4) FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R,
INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan
serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
5) Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
6) Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan
mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
7) SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan
secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
24. REFERENSI
I. Adhi Juanda, 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI
II. Harahap Marwali, 2009. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta, hipokerates.
III. Karnen, 2009. IMMUNOLOGI DASAR. FK UI
IV. Penyakit Kulit dan kelamin, 2003, UMI
V. Price, Sylvia Anderson. 2002. Patofisiologi . Jakarta : EGC
VI. Guyton, Hall. 1999 . Fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC
VII. SLIDE DOSEN PENGAMPUH
VIII. BROUSING DARI INTERNET