SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
MODUL 1 
BERCAK MERAH PADA KULIT 
OLEH : 
Kelompok 1 
BLOK IMUNOLOGI 
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER 
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 
TAHUN 2014
NAMA ANGGOTA 
1. A. Nurul Waasi u Pallawarukka 
2. Ayu Puspita Sari 
3. Caroline Chintia Suherman 
4. Cichi Amalia 
5. Farihatul Fitri 
6. Junlianty Liambana 
7. Nuraini Dharmayanti U 
8. Ruslan 
9. Irmawati 
10. M. hasbiy 
11. Irmawati 
12. Devi ratna Pratiwi 
13. Tiara Astriana 
14. Nur Fauziah Agussalim
MODUL 1 
BERCAK MERAH PADA KULIT 
 Skenario 1 
Seorang ibu rumah tangga berumur 35 tahun datang ke dokter praktek swasta dengan keluhan 
bercak kemerahan berbatas tegas di penrgelangan tangan, muncul 4 hari yang lalu. Bercak tersebut 
agak hangat pada perabaan, terasa gatal dan tidak ada nyeri penekanan. Kelainan ini sifatnya 
kambuhan terutama setelah mencuci. Lokasi kelainannya bisa disela-sela jari tangan atau disela jari 
kaki. 
 Kata Kunci 
 Ibu rumah tangga umur 20 tahun 
 Keluhan bercak kemerahan 
 Muncul 4 hari yang lalu 
 Hangat pada perabaan 
 Terasa gatal dan tidak nyeri 
 Sifatnya kambuhan, terutama setelah mencuci 
 Disela-sela jari tangan atau jari-jari kaki 
 Pertanyaan 
1. Bagaimana struktur anatomi, histology, dan fisiologi kulit? 
2. Jelaskan hypersensitifitas menurut Gell and Coombs? 
3. Apa Differensial Diagnosis pada kasus tersebut? 
4. Apa diagnosis pada scenario? 
5. Apa penyebab dan gejala pada penyakit tersebut? 
6. Jelaskan patomekanisme penyakit tersebut? 
7. Bagaimana histopatologinya? 
8. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit tersebut? 
9. Apa pemerikasaan penunjang pada penyakit tersebut? 
10. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit tersebut?
JAWABAN 
1. Bagaimana struktur anatomi, histology, dan fisiologi kulit ? 
Anatomi Kulit : 
Histologi Kulit
Fisiologi Kulit 
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit 
menyokong penampilan dan kepribadian sesorang dan menjadi ciri berbagai tanda kehidupan yaitu 
ras, genetik, estetik, budaya, bangsa dan agama. 
Kulit juga dapat menjadi indikator kesehatan, kemakmuran, kemiskinan, dan kebiasaan, di 
samping sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan lainnya. 
Kulit juga dapat menjadi sarana kontak seksual, cinta, persahabatan, atau kebencian. Kerusakan 
lebih dari 30% luas kulit, misalnya akibat luka bakar, dapat segera menyebabkan kematian, karena 
kulit mempunyai faal yang vital bagi tubuh manusia. 
Faal Kulit 
Faal kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan lainnya di dalam tubuh manusia. 
Fungsi Proteksi 
Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, 
misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, 
asam, atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi tau sinar 
ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus. 
Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya 
lapisan kilit, dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan 
sinar UV diatasi oleh sel melanin yang menyerap sebagian sinar tersebut. Gangguan kimiawi 
ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit kulit yang 
mempunyai pH 5,0 – 6,5. Lemak permukaan kulit juga berperan dalam mengatasi banyak mikroba 
yang ingin masuk ke dalam kulit. 
Proses keratinisasi juga merupakan sawar mekanis karena sel-sel tanduk melepaskan diri secara 
teratur dan diganti oleh sel muda di bawahnya. Sawar kulit berfungsi ganda yaitu mencegah keluar 
atau masuknya zat yang berada di luar ke dalam tubuh atau dari dalam ke luar tubuh. Fungsi sawar 
kulit terutama berada di sel-sel epidermis dan kemampuan kulit sebagai sawar berbeda pada satu 
tempat kulit dengan tempat kulit lainnya bergantung pada kondisi epidermis di tempat tersebut. 
Skrotum adalah kulit dengan tinggi sawar paling rendah sehingga paling permeabel, disusul oleh 
kulit wajah dan punggung tangan. Sebaliknya telapak tangan dan telapak kaki adalah daerah kulit 
yang paling baik sawarnya sehingga hampir tidak dapat dilalui komponen apapun. 
Fungsi Absorpsi 
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat. tetapi cairan yang 
mudah menguap lebih mungkin diserap kulit, begitu pula zat yang larut dalam minyak. 
Peremeabilitas kulit terhadap gas CO2 atau O2 mengungkapkan kemungkinan kulit mempunyai 
peran dalam fungsi respirasi.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara, 
metabolisme dan jenis vehikulum zata yang menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah 
antar sel, saluran kelenjar atau saluran keluar rambut. 
Fungsi Ekskresi 
Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme 
dalam tubuh misalnya NaCl, urea, amonia, dan sedikit lemak. Kelenjar lemak. Kelenjar lemak pada 
fetus, atas pengaruh hormon androgen dari ibunya, akan menghasilkan sebum untuk melindungi 
kulitnya terhadap cairan amnion yang pada waktu lahir disebut vernix caseosa. Sebum yang 
diproduksi kelenjar palit kulit melindungi kulit dengan cara meminyaki kulit dan menahan 
penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan 
keringat di permukaan kulit membentuk keasaman kulit pada pH 5 – 6,5. Penguapan air dari dalam 
tubuh dapat pula terjadi secara difusi melaui sel-sel epidermis, tetapi karena sel epidermis baik 
fungsi sawarnya, maka kehilangan air melalui sel epidermis (transepidermal water loss) dapat 
dicegah agar tidak melebihi kebutuhan tubuh. 
Fungsi Pengindra (Sensori) 
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Badan Ruffini yang 
terletak di dermis, menerima rangasangan dingin dan rangsangan panas diperankan oleh badan 
Krausse. Badan taktil Meissner yang terletak di papil dermis menerima rangsang rabaan, demikian 
pula badan Merkel-Renvier yang terletak di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak 
jumlahnya di daerah erotik. 
Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi) 
Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding 
pembuluh darah kulit. Pada keadaan suhu meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak 
keringat ke permukaan kulit dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang pula kalori/panas 
tubuh. Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit melindungi diri dari 
kehilangan panas pada waktu dingin. Kulit kaya akan pembuluh darah kapiler sehingga cara ini 
cukup efektif. Mekanisme termoregulasi ini diatur oleh sistem saraf simpatis yang mengeluarkan 
zat perantara asetilkolin. Dinding pembuluh darah kulit pada bayi belum berfungsi secara sempurna 
sehingga mekanisme termoregulasi belum berjalan dengan baik. 
Fungsi Pembentukan Pigmen (Melanogenesis) 
Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan asal epidermis. Sel ini berasal dari 
rigi saraf, jumlahnya 1:10 dari sel basal. Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang 
terbentuk menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan bantuan 
enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen oleh sel melanosit di dalam melanosom dalam badan sel 
melanosit. Pajanan sinar matahari mempengaruhi produksi melanin. Bila pajanan bertambah,
produksi melanin akan meningkat. Pigmen disebarkan ke dalam lapisan atas sel epidermis melalui 
tangan-tangan yang mirip kaki cumi-cumi pada melanosit. Ke arah dermis pigmen, disebar melalui 
melanofag. Selain oleh pigmen, warna kulit dibentuk pula oleh tebal tipisnya kulit, Hb-reduksi, Hb-oksidasi, 
dan karoten. 
Fungsi Keratinisasi 
Lapisan epidermis kulit orang dewasa mempunyai tiga jenis sel utama: keratinosit, melanosit dan 
sel Langerhans. Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk 
lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula 
menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta 
intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, 
protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduksel tanduk 
secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak di bawahnya. Proses 
keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-21 hari. Proses ini 
berlangsung terus-menerus dan berguna untuk fungsi rehabilitasi kulit agar selalu dapat 
melaksanakan fungsinya secara baik. Pada beberapa macam penyakit kulit proses ini terganggu, 
sehingga kulit akan terlihat bersisik, tebal, dan kering. 
Fungsi Produksi Vitamin D 
Ternyata kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-dihidroksi kolesterol dengan 
bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin 
D sehingga diperlukan tambahan vitamin D dari luar melaui makanan. 
Fungsi Ekspresi Emosi 
Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu berfungsi sebagai 
alat untuk mentakan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia. Kegembiraan dpat dinyatakan oleh 
otot kulit muka yang relaksasi dan tersenyum, kesedihan diutarakan pleh kelenjar air mata yang 
meneteskan air matanya, ketegangan dengan otot kulit dan kelenjar keringat, ketakutan oleh 
kontraksi pembuluh darah kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat dan rasa erotik oleh kelenjar 
minyak dan pembuluh darah kulit yang melebar sehingga kulit tampak semakin merah, berminyak, 
dan menyebarkan bau khas. 
Semua fungsi kulit pada manusia berguna untuk mempertahankan kehidupannya sama seperti 
organ tubuh lain.
2. Jelaskan hypersensitifitas menurut Gell and Coombs? 
Mekanisme reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs 
Reaksi imun 
Mekanisme 
Klinis 
Waktu 
reaksi 
Tipe I 
(diperantarai 
IgE) 
Kompleks IgE-obat 
berikatan dengan sel 
mast melepaskan 
histamin dan mediator 
lain 
Urtikaria, 
angioedema, 
bronkospasme, 
muntah, diare, 
anafilaksis 
Menit 
sampai jam 
setelah 
paparan 
Tipe II 
(sitotoksik) 
Antibodi IgM atau IgG 
spesifik terhadap sel 
hapten-obat 
Anemia hemolitik, 
neutropenia, 
trombositopenia 
Variasi 
Tipe III (kompleks 
imun) 
Deposit jaringan dari 
kompleks antibodi-obat 
dengan aktivasi 
komplemen 
Serum sickness, 
demam, ruam, 
artralgia, 
limfadenopati, 
vaskulitis, urtikaria 
1-3 minggu 
setelah 
paparan 
Tipe IV (lambat, 
diperantarai oleh 
selular) 
Presentasi molekul obat 
oleh MHC kepada sel T 
dengan pelepasan 
sitokin 
Dermatitis kontak 
alergi 
2-7 hari 
setelah 
paparan 
(Dikutip dari Riedl MA dan Casillas AM, 2003) 
Ikatan obat dengan protein jaringan dapat mengubah struktur dan sifat jaringan sebagai antigen 
diri menjadi antigen yang tidak dikenal oleh sistem imun tubuh, sehingga dapat terjadi reaksi 
autoimun. Contoh obatnya antara lain klorpromazin, isoniazid, penisilamin, fenitoin dan 
sulfasalazin. Bila sel sasaran ini adalah endotel pembuluh darah, maka dapat terjadi vaskulitis 
akibat aktivasi komplemen oleh kompleks imun pada permukaan sel endotel (misalnya pada serum 
sickness). Aktivasi komplemen ini mengakibatkan akumulasi sel polimorfonuklear dan pelepasan 
lisozim sehingga terjadi reaksi inflamasi dan kerusakan dinding pembuluh darah. Obat yang dapat 
menimbulkan reaksi seperti ini antara lain penisilin, sulfonamid, eritromisin, salisilat, isoniazid, dan 
lain-lain. 
 Reaksi tipe I
merupakan hipersensitivitas cepat yang diperantarai oleh IgE dan menyebabkan reaksi seperti 
anafilaksis. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa urtikaria, edema laring, wheezing dan kolaps 
kardiorespiratorius. Penyebab umum adalah molekul biologis dan beberapa obat, seperti penisilin 
dan insulin. 
 Reaksi tipe II 
merupakan reaksi sitotoksik yang diinduksi oleh kompleks komplemen dengan antibodi 
sitotoksik IgM atau IgG. Reaksi ini terjadi sebagai respon terhadap obat yang mengubah membran 
permukaan sel. Contoh reaksi ini adalah anemia hemolitik yang disebabkan oleh metildopa dan 
penisilin, ataupun trombositopenia yang disebabkan oleh kuinidin. Obat lain yang bekerja melalui 
mekanisme ini antara lain sefalosporin, sulfonamida dan rifampisin. 
 Pada reaksi tipe III 
terdapat periode laten beberapa hari sebelum gejala timbul, yaitu periode yang dibutuhkan untuk 
membentuk kompleks imun yang dapat mengaktivasi komplemen. Reaksi terkadang baru timbul 
setelah obat dihentikan. Reaksi tersebut dapat pula berupa reaksi setempat yang dikenal sebagai 
reaksi Arthus. Terdapat pembengkakan dan kemerahan setempat pada tempat antigen berada, 
misalnya pada vaksinasi. Reaksi setempat ini terjadi oleh karena penderita telah mempunyai kadar 
antibodi yang tinggi sehingga terjadi presipitasi pada tempat masuk antigen yang terjadi dalam 
waktu 2 sampai 5 jam setelah pemberian. Manifestasi utama berupa demam, ruam, urtikaria, 
limfadenopati dan artralgia. Contoh obat tersebut antara lain penisilin, salisilat, sulfonamida, 
klorpromazin, tiourasil, globulin antilimfositik dan fenitoin. 
 Pada Reaksi Tipe IV 
Pada reaksi hipersensitivitas tipe lambat, limfosit bereaksi langsung dengan antigen, misalnya 
pada dermatitis kontak. Obat topikal yang secara antigenik biasanya berbentuk hapten, bila 
berikatan dengan protein jaringan kulit yang bersifat sebagai karier dapat merangsang sel limfosit T 
yang akan tersensitisasi dan berproliferasi. Pada pajanan berikutnya, sel T yang sudah tersensitisasi 
akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang menarik sel radang ke tempat antigen berada 
sehingga terjadi reaksi inflamasi. Contoh obat yang sering menimbulkan reaksi tipe IV antara lain 
benzil alkohol, derivat merkuri, neomisin, nikel, antibiotik topikal, krim steroid, antihistamin 
topikal, anestesi lokal, serta beberapa zat aditif yang sering terdapat pada obat topikal seperti 
parabens atau lanolin. 
Reaksi non imun yang tidak dapat diprediksi diklasifikasikan dalam pseudoalergi, idiosinkrasi 
atau intoleransi. Reaksi pseudoalergi merupakan hasil aktivasi sel mast secara langsung, tidak 
melibatkan IgE spesifik dan degranulasi oleh agen seperti opiat, koloid ekspander, polipeptida, 
antiinflamasi non-steroid dan media radiokontras. Reaksi yang bersifat non imunologi ini dapat 
terjadi saat pertama kali paparan. Reaksi idiosinkrasi hanya terjadi pada sebagian kecil populasi,
seperti hemolisis yang diinduksi obat pada orang dengan defisiensi glucose-6-phosphate 
dehydrogenase (G6PD). Intoleransi obat merupakan ambang batas yang lebih rendah terhadap aksi 
farmakologi obat, seperti terjadinya tinitus setelah pemberian aspirin. 
3. Apa Differensial Diagnosis pada kasus tersebut? 
I. Dermatitits Kontak Alergi 
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu 
sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 ? 
36 jam jam setelah kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke 
orang lain. Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak langsung dengan 
alergen 
Gejala dan tanda dematitis kontak antara lain: 
 Bintik-bintik atau benjolan kemerahan 
 Gatal dan bengkak 
 Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting- lenting dan bula pada kasus 
yang berat 
 Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja 
Epidemiolgi dan etiologi 
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik 
lebih sedikit. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia 
dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. 
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya 
penetrasi di kulit. 
Gejala Klinis 
 Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, 
misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja 
ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya 
misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida. 
 Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), 
sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. 
 Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal, 
alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkin 
disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. – Leher. Penyebanya kalung dari 
nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.
 Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing 
logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen. 
 Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, dan 
alergen yang ada di tangan. 
 Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet, 
kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal, neomisin, 
etilendiamin), semen, dan sepatu. 
Pengobatan 
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan 
terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul dan 
pemberian obat Kortikosteoroid untuk mengatasi peradangan. 
II. Dermatitis Kontak Iritan 
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan setempat yang non-imunologik pada kulit 
sesudah mendapat paparan iritan baik satu kali maupun berulang. Paparan sekali (tidak disengaja 
atau kecelakaan) biasanya dari iritan asam, basa dan sebagainya. Sedangkan paparan berulang yang 
merusak kulit secara kumulatif misalnya iritan yang lebih kecil dosisnya.2 Dermatitis kontak iritan 
(DKI) bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non 
spesifik kulit terhadap kerusakan akibat agen kimia, fisik, atau biologik dari luar yang kemudian 
melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis. 
Dermatitis kontak iritan merupakan bentuk paling lazim dari penyakit kulit akibat kerja. Lebih 
dari 80% dari seluruh kasus mengenai daerah kulit yang terpapar seperti tangan dan lengan bawah. 
Spektrum kulit sangat lebar, dari kemerahan ringan sampai bulla yang berat dan ulserasi. 
Epidemiologi 
DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan, diperkirakan sekitar 70%- 
80% dari semua penyakit kulit akibat kerja.5 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai 
golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama 
yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja).1 Insiden dari penyakit kulit akibat kerja di 
beberapa negara adalah sama, yaitu 50- 70 kasus per 100.000 pekerja pertahun. Pekerjaan dengan 
resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah 
sakit (perawat, cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja 
logam, penanam bunga, pekerja di gedung. 
Di Amerika, DKI sering terjadi pada orang- orang yang memiliki pekerjaan yang melibatkan 
kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan 
lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang
masak, dan penata rambut. Delapan puluh persen dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih 
sering mengenai tukang bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Di Jerman, angka insiden 
DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 
kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak. Berdasarkan jenis 
kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya 
frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik. 
Di Singapura, studi retrospektif memperlihatkan bahwa dari 74. 589 kasus baru, 34% 
diantaranya adalah eczema, 13,7% adalah dermatitis kontak, 39% adalah DKI dan 11% adalah 
dermatitis kontak alergi (DKA). Pada studi epidemiologi penyakit kulit pada pekerja di Singapura 
memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3 % diantaranya 
adalah DKI dan 33,7% adalah DKA. Cutting oils dan bahan pelarut dari industri mesin dan 
elektronik adalah jenis iritan yang sering dijumpai. 
Faktor predisposisi yang penting yaitu umur, ras, jenis kelamin, riwayat atopi sebelumnya, 
daerah kulit yang terekspos dan aktivitas sebasea. Perubahan kulit karena usia dapat merubah 
respon kulit terhadap zat iritan. Pada anak dan lanjut usia sering terkena DKI karena mereka 
memiliki sedikit jaringan epidermis yang sehat. Karakteristik ras juga memegang peranan penting 
dimana orang kulit hitam lebih resisten terhadap iritan dibandingkan orang kulit putih. Dan daerah 
yang sering terkena adalah tangan dan wajah. 
Etiologi 
Penyebab timbulnya DKI cukup rumit dan biasanya melibatkan gabungan berbagai iritan. Iritan 
adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam 
konsentrasi, waktu dan frekuensi yang cukup. Iritasi pada kulit merupakan sebab terbanyak dari 
dermatitis kontak. Beberapa contoh iritan akibat kerja yang lazim dijumpai adalah sebagai berikut : 
1. Sabun, detergen, dan pembersih lainnya. 
2. Asam dan alkalis, seperti asam hydrofluoric, asam kromat, fosfat, dan phenol metal salts. 
3. Bahan-bahan industri, seperti petroleum, klorinat hidrokarbon, etil eter, dan lain-lain. 
Penggunaan berulang dari sabun basa kuat dan produk industri dapat merusak struktur lunak 
pada sel. Asam dapat larut pada air dan menyebabkan dehidrasi pada kulit. Ketika kulit telah 
mengalami gangguan, pajanan dari bahan iritan lemah pun dapat menyebabkan inflamasi pada kulit. 
Besar intensitas dari inflamasi bergantung pada konsentrasi dari iritan dan lamanya terpajan dari 
bahan iritan tersebut. Iritan yang lembut dapat menyebabkan kulit kering, fissura, dan eritema. A 
mild eczematous reaction dapat timbul pada eksposure yang berkelanjutan. Pajanan yang 
berkelanjutan pada daerah seperti tangan, area diaper, atau pada sekeliling kulit yang terkadang 
menyebabkan eczematous inflamatour. Zat kimia kuat dapat menyebabkan reaksi yang berat.
Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi 
jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk 
menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi 
dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan 
penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang sama akan 
terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi individu (riwayat atopi misalnya), 
personal higiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan. 
Patogenesis 
Dermatitis kontak iritan adalah gambaran klinis proses inflamasi yang timbul akibat pelepasan 
sitokin proinflamasi dari sel- sel kulit (terutama keratinosit),yang biasanya timbul sebagai respon 
terhadap stimulus kimiawi. Terdapat 3 perubahan patofisiologi yang utama pada DKI yaitu 
gangguan fungsi pertahanan kulit, perubahan seluler epidermis, dan pengeluaran sitokin. 
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), 
diasilgliserida (DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi 
rostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan 
permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga 
bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast 
melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler.1,9,13 
Gejala Klinis 
DKI dapat dibagi atas DKI akut dan DKI kronis. Pada DKI akut penyebabnya iritan kuat, 
biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula (lihat gambar 
1). Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas. Pada umumnya kelainan 
kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat 
misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat. Pada DKI akut lambat, kelainan kulit baru 
terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu 
serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah 
esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan 
nekrosis. 
Pada DKI kronis yang disebut juga dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan 
iritan lemah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban 
rendah, panas atau dingin, juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). 
DKI kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara 
sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain 
baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-
tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis 
iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. 
Gejala klasik pada DKI kronis berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal 
(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas (lihat gambar 2). Bila kontak terus 
berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci 
yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit 
kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan 
mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang 
memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, 
membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun. 
Pemeriksaan Penunjang 
Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri. 
Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk menyingkirkan infeksi 
tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi. 
Uji tempel dilakukan untuk mengkonfirmasi DKA, dan mengidentifikasi allergennya. Walaupun 
keduanya ditemukan diagnosis DKI tetap ditegakkan. Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan 
kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau limfoma sel T. 
III. Urtikaria 
Definisi 
Urtikaria ilah reaksi vascular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai 
dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan 
kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif 
biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk. 
Epidemiologi 
Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria 
dibandingkan dengan usia muda. SHELDON (1951), menyatakan bahwa umur rata-rata penderita 
urtikaria adalah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun. 
Etiologi 
Pada penyelidikan ternyata hamper 80% tidak diketahui penyebabnya.diduga penyebab 
urtikaria bermacam-macam, diantaranya : obat-obatan, makanan, gigitan/sengatan serangga, bahwa 
fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetic, dan 
penyakit sistemik. 
Gejala Klinis
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan 
edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat 
paplar seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, nummular, sampai 
plakat. 
Pengobatan 
Pengobatan yang paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila mungkin 
menghindari penyebab yang dicuragai. Bila tidak mungkin paling tidak mengurangi penyebab 
tersebut, sedikit-dikitnya tidak menggunakan dan tidak berkontak dengan penyebabnya. 
Pengobatan dengan antihistaminpada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin 
telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamine pada reseptor-reseptornya. 
4. Apa diagnosis pada scenario? 
Dari Differensial Diagnosis, kami dapat menarik kesimpulan bahwa penyait pasien pada 
scenario adalah Suspek Dermatitis Kontak Alergi. 
5. Apa penyebab dan gejala pada penyakit tersebut? 
Tergantung dari penyebabnya, dermatitis kontak dibagi 2, yaitu: 
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) 
Dermatitis kontak iritan dicetuskan dari paparan ke bahan yang toksin atau iritatif ke kulit 
manusia, dan tidak disebabkan reaksi alergi. Pada anak-anak, bahan iritan yang paling sering 
menyebabkan DKI adalah popok bayi. Hal ini akan menyebabkan keadaan yang dinamakan “diaper 
dermatitis”, reaksi kulit di daerah yang terpapar popok bayi yang disebabkan kontak terlalu lama 
dengan bahan kimia alami terdapat di air seni dan tinja. Selain itu dapat pula DKI terjadi di sekitar 
mulut karena kulit terpapar dengan makanan bayi ataupun air liur. Pada orang dewasa, DKI terjadi 
seringkali karena paparan sabun dan deterjen. 
Dermatitis Kontak Alergi (DKA) 
Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu 
sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 – 
36 jam jam setelah kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke 
orang lain. Alergen (bahan yang menyebabkan alergi) yang biasa menjadi penyebab DKA adalah 
bahan kimia yang mengandung nikel yang banyak terdapat di jam tangan, perhiasan logam, 
resleting dan objek logam lainnya; neomisin pada antibiotik salep kulit; potassium dikromat, bahan 
kimia yang sering terdapat pada sepatu kulit dan baju; latex pada sarung tangan dan pakaian karet. 
Gejala
Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak langsung dengan alergen, 
walaupun beberapa kasus yang berat dapat mengenai daerah di luar yang berkontak langsung atau 
meluas ke seluruh tubuh. Terkadang alergen berpindah dari jari tangan, sehingga daerah yang tidak 
terpikirkan akan terkena seperti daerah kelopak mata atau kemaluan. 
Gejala dan tanda dematitis kontak antara lain: 
 Bintik-bintik atau benjolan kemerahan 
 Gatal dan bengkak 
 Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting- lenting dan bula pada kasus 
yang berat 
 Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja 
Gambar 1. DKA karena nikel pada jam tangan 
Gambar 2. DKI karena air liur Gambar 3. DKI karena deterjen saat mencuci pakaian. 
6. Jelaskan patomekanisme penyakit tersebut?
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan 
pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain 
ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan 
tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan 
(terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga 
gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. 
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit 
di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih 
mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens 
dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami 
(ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic. 
Dermatitis Kontak Alergi 
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya 
alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak 
lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo 
lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi 
alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. 
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan 
timbulnya lesi dermatitis ini yaitu : 
a.Fase Sensitisasi 
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi 
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau 
pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses 
dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan 
ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. 
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR 
(Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). 
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan 
terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan 
molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan 
molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal 
antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor 
antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen 
(antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan 
merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T 
sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan 
limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses 
ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini 
individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis 
kontak alergik. 
b.Fase elisitasi 
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan 
sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan 
mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan 
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit 
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T 
dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk 
melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya 
timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak 
sebagai dermatitis. 
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses 
skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta 
pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE- 
1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain 
itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam 
paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. 
Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya 
menekan atau meredakan peradangan. 
7. Bagaimana histopatologinya? 
Pada dermatitis akut perubahan pada epidermis berupa edema interseluler(spongiosis), 
terbentukanya vesikel dan atau bulla dan dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan 
infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. 
Dermatitis subakut memberikan gambaran histopatologis menyerupai bentuk akut dengan 
terdapatnya akantolisis dan kadang-kadang parakeratosis. 
Pada DKA terlihat akantolisasi hiperkeratisis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak 
adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi pervaskuler, pertambahan kapiler dan fibrsis.
Gambaran tersebut merupakan gambaran dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk 
membedakan gambaran histopatologik antara DKA dan DKI. 
8. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit tersebut? 
 Gambaran dermatitis mulai pada tempat terjadinya kontak dengan kulit, dapat menjadi 
generalisata. Kontak ulang kan menpercepat penyebarannya. 
 Erupsi akut  makula eritema & papul, vesikel/bula, edema  kelopak mata, penis, skrotum 
 eritema & edema > vesikulasi. 
 Subakut  vesikel, erosi, krusta 
 Kronik DKA  likenifikasi, hiperpigmentasi, skuama 
 Erupsi akut 24-48 jam stlh terpajan/bisa lbh lambat smp 4 hari 
Gambaran klinik 
9. Apa pemerikasaan penunjang pada penyakit tersebut? 
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan 
dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu : 
1.Tes Tempel Terbuka 
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah 
tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel 
terbuka adalah alergen yang menguap. 
2.Tes Tempel Tertutup 
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada 
bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai 
ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi. 
3.Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan 
yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan 
bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. 
Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah 
satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. 
Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan 
secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. 
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang 
penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel 
merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam 
keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya 
juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan 
kortikosteroid. 
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh 
International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah 
dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari 
penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita 
sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka 
penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, 
tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis 
misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah 
mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. 
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk 
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar 
dan secara klinis belum bernilai diagnosis. 
10. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit tersebut? 
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah 
mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang 
sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. 
1. Pencegahan 
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak 
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan 
karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,
penggunaan deterjen. 
2. Pengobatan 
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik. 
Pengobatan topical 
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis 
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut 
penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, 
pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan 
kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, 
diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya 
adalah : 
1) Kortikosteroid 
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan 
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi 
dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji 
antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan 
HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga 
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek 
imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan 
demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan 
triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk 
meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup 
dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa 
potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis. 
2) Radiasi ultraviolet 
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. 
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi 
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T 
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans 
(CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen 
dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan 
histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di 
epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok 
oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga 
merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. 
3) Siklosporin A 
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut 
percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh 
kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis. 
4) Antibiotika dan antimikotika 
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan 
Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) 
dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal. 
5) Imunosupresif topical 
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. 
Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti 
IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi 
peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 
merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 
0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada 
konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi 
kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun 
sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral. 
Pengobatan sistemik 
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus 
sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah : 
1) Antihistamin 
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang 
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang 
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, 
bradikinin dan asetilkolin. 
2) Siklosporin 
Mekanisme siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi 
sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan 
keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1. 
3) Pentoksifilin 
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit 
dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
4) FK 506 (Takrolimus) 
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, 
INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan 
serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal. 
5) Ca++ antagonis 
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid. 
6) Derivat vitamin D3 
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan 
mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol. 
7) SDZ ASM 981 
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan 
secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
REFERENSI 
I. Adhi Juanda, 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI 
II. Harahap Marwali, 2009. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta, hipokerates. 
III. Karnen, 2009. IMMUNOLOGI DASAR. FK UI 
IV. Penyakit Kulit dan kelamin, 2003, UMI 
V. Price, Sylvia Anderson. 2002. Patofisiologi . Jakarta : EGC 
VI. Guyton, Hall. 1999 . Fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC 
VII. SLIDE DOSEN PENGAMPUH 
VIII. BROUSING DARI INTERNET

More Related Content

What's hot (20)

Fisiologi Kulit
Fisiologi KulitFisiologi Kulit
Fisiologi Kulit
 
Presentasi sistem integumen
Presentasi sistem integumenPresentasi sistem integumen
Presentasi sistem integumen
 
Makalah kulit
Makalah kulitMakalah kulit
Makalah kulit
 
Sistem integumen manusia
Sistem integumen manusiaSistem integumen manusia
Sistem integumen manusia
 
Kulit part 1
Kulit part 1Kulit part 1
Kulit part 1
 
Sistem Integumen
Sistem IntegumenSistem Integumen
Sistem Integumen
 
Sistem Integumen dan Muskuloskeletal
Sistem Integumen dan MuskuloskeletalSistem Integumen dan Muskuloskeletal
Sistem Integumen dan Muskuloskeletal
 
Sistem Integumen
Sistem Integumen Sistem Integumen
Sistem Integumen
 
Sistem integumen (Struktur Hewan)
Sistem integumen (Struktur Hewan)Sistem integumen (Struktur Hewan)
Sistem integumen (Struktur Hewan)
 
Sistem integumen
Sistem integumenSistem integumen
Sistem integumen
 
Anatomi dan fisiologi kulit AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisiologi kulit AKPER PEMKAB MUNAAnatomi dan fisiologi kulit AKPER PEMKAB MUNA
Anatomi dan fisiologi kulit AKPER PEMKAB MUNA
 
Integumen
IntegumenIntegumen
Integumen
 
Anfis integumen
Anfis integumenAnfis integumen
Anfis integumen
 
Pp.....anfis sistem integumen
Pp.....anfis sistem integumenPp.....anfis sistem integumen
Pp.....anfis sistem integumen
 
struktur kulit
struktur kulitstruktur kulit
struktur kulit
 
Malakah Sistem integumen
Malakah Sistem integumenMalakah Sistem integumen
Malakah Sistem integumen
 
Anatomi fisiologi sistem integumen
Anatomi fisiologi sistem integumenAnatomi fisiologi sistem integumen
Anatomi fisiologi sistem integumen
 
Anatomi dan Fisiologi Kulit
Anatomi dan Fisiologi KulitAnatomi dan Fisiologi Kulit
Anatomi dan Fisiologi Kulit
 
Sistem integumen (1)
Sistem integumen (1)Sistem integumen (1)
Sistem integumen (1)
 
Struktur, fungsi, histologi sistem integumen
Struktur, fungsi, histologi sistem integumenStruktur, fungsi, histologi sistem integumen
Struktur, fungsi, histologi sistem integumen
 

Similar to BERCAKMERAH (20)

Dermatitis
Dermatitis Dermatitis
Dermatitis
 
Makalah kulit
Makalah kulitMakalah kulit
Makalah kulit
 
Makalah kulit
Makalah kulitMakalah kulit
Makalah kulit
 
Kulit dan cara kerjanya
Kulit dan cara kerjanyaKulit dan cara kerjanya
Kulit dan cara kerjanya
 
Anfis integumen
Anfis integumenAnfis integumen
Anfis integumen
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 
Tugas pp tik
Tugas pp tikTugas pp tik
Tugas pp tik
 
kulit ss
kulit sskulit ss
kulit ss
 
SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA KULIT
SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA  KULITSISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA  KULIT
SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA KULIT
 
INDERA_PERABA.pptx.pdfgevsxvgvz xnknKNXSNvg
INDERA_PERABA.pptx.pdfgevsxvgvz xnknKNXSNvgINDERA_PERABA.pptx.pdfgevsxvgvz xnknKNXSNvg
INDERA_PERABA.pptx.pdfgevsxvgvz xnknKNXSNvg
 
ANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.ppt
ANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.pptANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.ppt
ANATOMI SISTEM INTEGUMEN Budi Antoro.ppt
 
PENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptx
PENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptxPENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptx
PENGANTAR SISTEM INTEGUMEN.pptx
 
ANFIS Integument.ppt
ANFIS Integument.pptANFIS Integument.ppt
ANFIS Integument.ppt
 
PPT_ANATOMI_KULIT_DR_SHELLA.pptx
PPT_ANATOMI_KULIT_DR_SHELLA.pptxPPT_ANATOMI_KULIT_DR_SHELLA.pptx
PPT_ANATOMI_KULIT_DR_SHELLA.pptx
 
Makalah zull
Makalah zullMakalah zull
Makalah zull
 
Makalah zull
Makalah zullMakalah zull
Makalah zull
 
PPT KULIT.pptx
PPT KULIT.pptxPPT KULIT.pptx
PPT KULIT.pptx
 
Tugas pp tik new
Tugas pp tik newTugas pp tik new
Tugas pp tik new
 
anatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.ppt
anatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.pptanatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.ppt
anatomi_dan_fisiologi_kulit_ppt.ppt
 

BERCAKMERAH

  • 1. MODUL 1 BERCAK MERAH PADA KULIT OLEH : Kelompok 1 BLOK IMUNOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR TAHUN 2014
  • 2. NAMA ANGGOTA 1. A. Nurul Waasi u Pallawarukka 2. Ayu Puspita Sari 3. Caroline Chintia Suherman 4. Cichi Amalia 5. Farihatul Fitri 6. Junlianty Liambana 7. Nuraini Dharmayanti U 8. Ruslan 9. Irmawati 10. M. hasbiy 11. Irmawati 12. Devi ratna Pratiwi 13. Tiara Astriana 14. Nur Fauziah Agussalim
  • 3. MODUL 1 BERCAK MERAH PADA KULIT  Skenario 1 Seorang ibu rumah tangga berumur 35 tahun datang ke dokter praktek swasta dengan keluhan bercak kemerahan berbatas tegas di penrgelangan tangan, muncul 4 hari yang lalu. Bercak tersebut agak hangat pada perabaan, terasa gatal dan tidak ada nyeri penekanan. Kelainan ini sifatnya kambuhan terutama setelah mencuci. Lokasi kelainannya bisa disela-sela jari tangan atau disela jari kaki.  Kata Kunci  Ibu rumah tangga umur 20 tahun  Keluhan bercak kemerahan  Muncul 4 hari yang lalu  Hangat pada perabaan  Terasa gatal dan tidak nyeri  Sifatnya kambuhan, terutama setelah mencuci  Disela-sela jari tangan atau jari-jari kaki  Pertanyaan 1. Bagaimana struktur anatomi, histology, dan fisiologi kulit? 2. Jelaskan hypersensitifitas menurut Gell and Coombs? 3. Apa Differensial Diagnosis pada kasus tersebut? 4. Apa diagnosis pada scenario? 5. Apa penyebab dan gejala pada penyakit tersebut? 6. Jelaskan patomekanisme penyakit tersebut? 7. Bagaimana histopatologinya? 8. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit tersebut? 9. Apa pemerikasaan penunjang pada penyakit tersebut? 10. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit tersebut?
  • 4. JAWABAN 1. Bagaimana struktur anatomi, histology, dan fisiologi kulit ? Anatomi Kulit : Histologi Kulit
  • 5. Fisiologi Kulit Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit menyokong penampilan dan kepribadian sesorang dan menjadi ciri berbagai tanda kehidupan yaitu ras, genetik, estetik, budaya, bangsa dan agama. Kulit juga dapat menjadi indikator kesehatan, kemakmuran, kemiskinan, dan kebiasaan, di samping sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan lainnya. Kulit juga dapat menjadi sarana kontak seksual, cinta, persahabatan, atau kebencian. Kerusakan lebih dari 30% luas kulit, misalnya akibat luka bakar, dapat segera menyebabkan kematian, karena kulit mempunyai faal yang vital bagi tubuh manusia. Faal Kulit Faal kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan lainnya di dalam tubuh manusia. Fungsi Proteksi Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam, atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi tau sinar ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus. Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kilit, dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan sinar UV diatasi oleh sel melanin yang menyerap sebagian sinar tersebut. Gangguan kimiawi ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit kulit yang mempunyai pH 5,0 – 6,5. Lemak permukaan kulit juga berperan dalam mengatasi banyak mikroba yang ingin masuk ke dalam kulit. Proses keratinisasi juga merupakan sawar mekanis karena sel-sel tanduk melepaskan diri secara teratur dan diganti oleh sel muda di bawahnya. Sawar kulit berfungsi ganda yaitu mencegah keluar atau masuknya zat yang berada di luar ke dalam tubuh atau dari dalam ke luar tubuh. Fungsi sawar kulit terutama berada di sel-sel epidermis dan kemampuan kulit sebagai sawar berbeda pada satu tempat kulit dengan tempat kulit lainnya bergantung pada kondisi epidermis di tempat tersebut. Skrotum adalah kulit dengan tinggi sawar paling rendah sehingga paling permeabel, disusul oleh kulit wajah dan punggung tangan. Sebaliknya telapak tangan dan telapak kaki adalah daerah kulit yang paling baik sawarnya sehingga hampir tidak dapat dilalui komponen apapun. Fungsi Absorpsi Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat. tetapi cairan yang mudah menguap lebih mungkin diserap kulit, begitu pula zat yang larut dalam minyak. Peremeabilitas kulit terhadap gas CO2 atau O2 mengungkapkan kemungkinan kulit mempunyai peran dalam fungsi respirasi.
  • 6. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara, metabolisme dan jenis vehikulum zata yang menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah antar sel, saluran kelenjar atau saluran keluar rambut. Fungsi Ekskresi Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, amonia, dan sedikit lemak. Kelenjar lemak. Kelenjar lemak pada fetus, atas pengaruh hormon androgen dari ibunya, akan menghasilkan sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion yang pada waktu lahir disebut vernix caseosa. Sebum yang diproduksi kelenjar palit kulit melindungi kulit dengan cara meminyaki kulit dan menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di permukaan kulit membentuk keasaman kulit pada pH 5 – 6,5. Penguapan air dari dalam tubuh dapat pula terjadi secara difusi melaui sel-sel epidermis, tetapi karena sel epidermis baik fungsi sawarnya, maka kehilangan air melalui sel epidermis (transepidermal water loss) dapat dicegah agar tidak melebihi kebutuhan tubuh. Fungsi Pengindra (Sensori) Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Badan Ruffini yang terletak di dermis, menerima rangasangan dingin dan rangsangan panas diperankan oleh badan Krausse. Badan taktil Meissner yang terletak di papil dermis menerima rangsang rabaan, demikian pula badan Merkel-Renvier yang terletak di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah erotik. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi) Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada keadaan suhu meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak keringat ke permukaan kulit dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang pula kalori/panas tubuh. Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit melindungi diri dari kehilangan panas pada waktu dingin. Kulit kaya akan pembuluh darah kapiler sehingga cara ini cukup efektif. Mekanisme termoregulasi ini diatur oleh sistem saraf simpatis yang mengeluarkan zat perantara asetilkolin. Dinding pembuluh darah kulit pada bayi belum berfungsi secara sempurna sehingga mekanisme termoregulasi belum berjalan dengan baik. Fungsi Pembentukan Pigmen (Melanogenesis) Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan asal epidermis. Sel ini berasal dari rigi saraf, jumlahnya 1:10 dari sel basal. Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen oleh sel melanosit di dalam melanosom dalam badan sel melanosit. Pajanan sinar matahari mempengaruhi produksi melanin. Bila pajanan bertambah,
  • 7. produksi melanin akan meningkat. Pigmen disebarkan ke dalam lapisan atas sel epidermis melalui tangan-tangan yang mirip kaki cumi-cumi pada melanosit. Ke arah dermis pigmen, disebar melalui melanofag. Selain oleh pigmen, warna kulit dibentuk pula oleh tebal tipisnya kulit, Hb-reduksi, Hb-oksidasi, dan karoten. Fungsi Keratinisasi Lapisan epidermis kulit orang dewasa mempunyai tiga jenis sel utama: keratinosit, melanosit dan sel Langerhans. Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduksel tanduk secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak di bawahnya. Proses keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-21 hari. Proses ini berlangsung terus-menerus dan berguna untuk fungsi rehabilitasi kulit agar selalu dapat melaksanakan fungsinya secara baik. Pada beberapa macam penyakit kulit proses ini terganggu, sehingga kulit akan terlihat bersisik, tebal, dan kering. Fungsi Produksi Vitamin D Ternyata kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin D sehingga diperlukan tambahan vitamin D dari luar melaui makanan. Fungsi Ekspresi Emosi Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu berfungsi sebagai alat untuk mentakan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia. Kegembiraan dpat dinyatakan oleh otot kulit muka yang relaksasi dan tersenyum, kesedihan diutarakan pleh kelenjar air mata yang meneteskan air matanya, ketegangan dengan otot kulit dan kelenjar keringat, ketakutan oleh kontraksi pembuluh darah kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat dan rasa erotik oleh kelenjar minyak dan pembuluh darah kulit yang melebar sehingga kulit tampak semakin merah, berminyak, dan menyebarkan bau khas. Semua fungsi kulit pada manusia berguna untuk mempertahankan kehidupannya sama seperti organ tubuh lain.
  • 8. 2. Jelaskan hypersensitifitas menurut Gell and Coombs? Mekanisme reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs Reaksi imun Mekanisme Klinis Waktu reaksi Tipe I (diperantarai IgE) Kompleks IgE-obat berikatan dengan sel mast melepaskan histamin dan mediator lain Urtikaria, angioedema, bronkospasme, muntah, diare, anafilaksis Menit sampai jam setelah paparan Tipe II (sitotoksik) Antibodi IgM atau IgG spesifik terhadap sel hapten-obat Anemia hemolitik, neutropenia, trombositopenia Variasi Tipe III (kompleks imun) Deposit jaringan dari kompleks antibodi-obat dengan aktivasi komplemen Serum sickness, demam, ruam, artralgia, limfadenopati, vaskulitis, urtikaria 1-3 minggu setelah paparan Tipe IV (lambat, diperantarai oleh selular) Presentasi molekul obat oleh MHC kepada sel T dengan pelepasan sitokin Dermatitis kontak alergi 2-7 hari setelah paparan (Dikutip dari Riedl MA dan Casillas AM, 2003) Ikatan obat dengan protein jaringan dapat mengubah struktur dan sifat jaringan sebagai antigen diri menjadi antigen yang tidak dikenal oleh sistem imun tubuh, sehingga dapat terjadi reaksi autoimun. Contoh obatnya antara lain klorpromazin, isoniazid, penisilamin, fenitoin dan sulfasalazin. Bila sel sasaran ini adalah endotel pembuluh darah, maka dapat terjadi vaskulitis akibat aktivasi komplemen oleh kompleks imun pada permukaan sel endotel (misalnya pada serum sickness). Aktivasi komplemen ini mengakibatkan akumulasi sel polimorfonuklear dan pelepasan lisozim sehingga terjadi reaksi inflamasi dan kerusakan dinding pembuluh darah. Obat yang dapat menimbulkan reaksi seperti ini antara lain penisilin, sulfonamid, eritromisin, salisilat, isoniazid, dan lain-lain.  Reaksi tipe I
  • 9. merupakan hipersensitivitas cepat yang diperantarai oleh IgE dan menyebabkan reaksi seperti anafilaksis. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa urtikaria, edema laring, wheezing dan kolaps kardiorespiratorius. Penyebab umum adalah molekul biologis dan beberapa obat, seperti penisilin dan insulin.  Reaksi tipe II merupakan reaksi sitotoksik yang diinduksi oleh kompleks komplemen dengan antibodi sitotoksik IgM atau IgG. Reaksi ini terjadi sebagai respon terhadap obat yang mengubah membran permukaan sel. Contoh reaksi ini adalah anemia hemolitik yang disebabkan oleh metildopa dan penisilin, ataupun trombositopenia yang disebabkan oleh kuinidin. Obat lain yang bekerja melalui mekanisme ini antara lain sefalosporin, sulfonamida dan rifampisin.  Pada reaksi tipe III terdapat periode laten beberapa hari sebelum gejala timbul, yaitu periode yang dibutuhkan untuk membentuk kompleks imun yang dapat mengaktivasi komplemen. Reaksi terkadang baru timbul setelah obat dihentikan. Reaksi tersebut dapat pula berupa reaksi setempat yang dikenal sebagai reaksi Arthus. Terdapat pembengkakan dan kemerahan setempat pada tempat antigen berada, misalnya pada vaksinasi. Reaksi setempat ini terjadi oleh karena penderita telah mempunyai kadar antibodi yang tinggi sehingga terjadi presipitasi pada tempat masuk antigen yang terjadi dalam waktu 2 sampai 5 jam setelah pemberian. Manifestasi utama berupa demam, ruam, urtikaria, limfadenopati dan artralgia. Contoh obat tersebut antara lain penisilin, salisilat, sulfonamida, klorpromazin, tiourasil, globulin antilimfositik dan fenitoin.  Pada Reaksi Tipe IV Pada reaksi hipersensitivitas tipe lambat, limfosit bereaksi langsung dengan antigen, misalnya pada dermatitis kontak. Obat topikal yang secara antigenik biasanya berbentuk hapten, bila berikatan dengan protein jaringan kulit yang bersifat sebagai karier dapat merangsang sel limfosit T yang akan tersensitisasi dan berproliferasi. Pada pajanan berikutnya, sel T yang sudah tersensitisasi akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang menarik sel radang ke tempat antigen berada sehingga terjadi reaksi inflamasi. Contoh obat yang sering menimbulkan reaksi tipe IV antara lain benzil alkohol, derivat merkuri, neomisin, nikel, antibiotik topikal, krim steroid, antihistamin topikal, anestesi lokal, serta beberapa zat aditif yang sering terdapat pada obat topikal seperti parabens atau lanolin. Reaksi non imun yang tidak dapat diprediksi diklasifikasikan dalam pseudoalergi, idiosinkrasi atau intoleransi. Reaksi pseudoalergi merupakan hasil aktivasi sel mast secara langsung, tidak melibatkan IgE spesifik dan degranulasi oleh agen seperti opiat, koloid ekspander, polipeptida, antiinflamasi non-steroid dan media radiokontras. Reaksi yang bersifat non imunologi ini dapat terjadi saat pertama kali paparan. Reaksi idiosinkrasi hanya terjadi pada sebagian kecil populasi,
  • 10. seperti hemolisis yang diinduksi obat pada orang dengan defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD). Intoleransi obat merupakan ambang batas yang lebih rendah terhadap aksi farmakologi obat, seperti terjadinya tinitus setelah pemberian aspirin. 3. Apa Differensial Diagnosis pada kasus tersebut? I. Dermatitits Kontak Alergi Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 ? 36 jam jam setelah kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke orang lain. Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak langsung dengan alergen Gejala dan tanda dematitis kontak antara lain:  Bintik-bintik atau benjolan kemerahan  Gatal dan bengkak  Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting- lenting dan bula pada kasus yang berat  Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja Epidemiolgi dan etiologi Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit. Gejala Klinis  Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.  Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman.  Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. – Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.
  • 11.  Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen.  Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, dan alergen yang ada di tangan.  Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu. Pengobatan Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul dan pemberian obat Kortikosteoroid untuk mengatasi peradangan. II. Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan setempat yang non-imunologik pada kulit sesudah mendapat paparan iritan baik satu kali maupun berulang. Paparan sekali (tidak disengaja atau kecelakaan) biasanya dari iritan asam, basa dan sebagainya. Sedangkan paparan berulang yang merusak kulit secara kumulatif misalnya iritan yang lebih kecil dosisnya.2 Dermatitis kontak iritan (DKI) bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan akibat agen kimia, fisik, atau biologik dari luar yang kemudian melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis. Dermatitis kontak iritan merupakan bentuk paling lazim dari penyakit kulit akibat kerja. Lebih dari 80% dari seluruh kasus mengenai daerah kulit yang terpapar seperti tangan dan lengan bawah. Spektrum kulit sangat lebar, dari kemerahan ringan sampai bulla yang berat dan ulserasi. Epidemiologi DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan, diperkirakan sekitar 70%- 80% dari semua penyakit kulit akibat kerja.5 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja).1 Insiden dari penyakit kulit akibat kerja di beberapa negara adalah sama, yaitu 50- 70 kasus per 100.000 pekerja pertahun. Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja logam, penanam bunga, pekerja di gedung. Di Amerika, DKI sering terjadi pada orang- orang yang memiliki pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang
  • 12. masak, dan penata rambut. Delapan puluh persen dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak. Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik. Di Singapura, studi retrospektif memperlihatkan bahwa dari 74. 589 kasus baru, 34% diantaranya adalah eczema, 13,7% adalah dermatitis kontak, 39% adalah DKI dan 11% adalah dermatitis kontak alergi (DKA). Pada studi epidemiologi penyakit kulit pada pekerja di Singapura memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3 % diantaranya adalah DKI dan 33,7% adalah DKA. Cutting oils dan bahan pelarut dari industri mesin dan elektronik adalah jenis iritan yang sering dijumpai. Faktor predisposisi yang penting yaitu umur, ras, jenis kelamin, riwayat atopi sebelumnya, daerah kulit yang terekspos dan aktivitas sebasea. Perubahan kulit karena usia dapat merubah respon kulit terhadap zat iritan. Pada anak dan lanjut usia sering terkena DKI karena mereka memiliki sedikit jaringan epidermis yang sehat. Karakteristik ras juga memegang peranan penting dimana orang kulit hitam lebih resisten terhadap iritan dibandingkan orang kulit putih. Dan daerah yang sering terkena adalah tangan dan wajah. Etiologi Penyebab timbulnya DKI cukup rumit dan biasanya melibatkan gabungan berbagai iritan. Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi, waktu dan frekuensi yang cukup. Iritasi pada kulit merupakan sebab terbanyak dari dermatitis kontak. Beberapa contoh iritan akibat kerja yang lazim dijumpai adalah sebagai berikut : 1. Sabun, detergen, dan pembersih lainnya. 2. Asam dan alkalis, seperti asam hydrofluoric, asam kromat, fosfat, dan phenol metal salts. 3. Bahan-bahan industri, seperti petroleum, klorinat hidrokarbon, etil eter, dan lain-lain. Penggunaan berulang dari sabun basa kuat dan produk industri dapat merusak struktur lunak pada sel. Asam dapat larut pada air dan menyebabkan dehidrasi pada kulit. Ketika kulit telah mengalami gangguan, pajanan dari bahan iritan lemah pun dapat menyebabkan inflamasi pada kulit. Besar intensitas dari inflamasi bergantung pada konsentrasi dari iritan dan lamanya terpajan dari bahan iritan tersebut. Iritan yang lembut dapat menyebabkan kulit kering, fissura, dan eritema. A mild eczematous reaction dapat timbul pada eksposure yang berkelanjutan. Pajanan yang berkelanjutan pada daerah seperti tangan, area diaper, atau pada sekeliling kulit yang terkadang menyebabkan eczematous inflamatour. Zat kimia kuat dapat menyebabkan reaksi yang berat.
  • 13. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi individu (riwayat atopi misalnya), personal higiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan. Patogenesis Dermatitis kontak iritan adalah gambaran klinis proses inflamasi yang timbul akibat pelepasan sitokin proinflamasi dari sel- sel kulit (terutama keratinosit),yang biasanya timbul sebagai respon terhadap stimulus kimiawi. Terdapat 3 perubahan patofisiologi yang utama pada DKI yaitu gangguan fungsi pertahanan kulit, perubahan seluler epidermis, dan pengeluaran sitokin. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi rostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler.1,9,13 Gejala Klinis DKI dapat dibagi atas DKI akut dan DKI kronis. Pada DKI akut penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula (lihat gambar 1). Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas. Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat. Pada DKI akut lambat, kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis. Pada DKI kronis yang disebut juga dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). DKI kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-
  • 14. tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala klasik pada DKI kronis berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas (lihat gambar 2). Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri. Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk menyingkirkan infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi. Uji tempel dilakukan untuk mengkonfirmasi DKA, dan mengidentifikasi allergennya. Walaupun keduanya ditemukan diagnosis DKI tetap ditegakkan. Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau limfoma sel T. III. Urtikaria Definisi Urtikaria ilah reaksi vascular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Epidemiologi Urtikaria sering dijumpai pada semua umur, orang dewasa lebih banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. SHELDON (1951), menyatakan bahwa umur rata-rata penderita urtikaria adalah 35 tahun, jarang dijumpai pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun. Etiologi Pada penyelidikan ternyata hamper 80% tidak diketahui penyebabnya.diduga penyebab urtikaria bermacam-macam, diantaranya : obat-obatan, makanan, gigitan/sengatan serangga, bahwa fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetic, dan penyakit sistemik. Gejala Klinis
  • 15. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat paplar seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, nummular, sampai plakat. Pengobatan Pengobatan yang paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila mungkin menghindari penyebab yang dicuragai. Bila tidak mungkin paling tidak mengurangi penyebab tersebut, sedikit-dikitnya tidak menggunakan dan tidak berkontak dengan penyebabnya. Pengobatan dengan antihistaminpada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamine pada reseptor-reseptornya. 4. Apa diagnosis pada scenario? Dari Differensial Diagnosis, kami dapat menarik kesimpulan bahwa penyait pasien pada scenario adalah Suspek Dermatitis Kontak Alergi. 5. Apa penyebab dan gejala pada penyakit tersebut? Tergantung dari penyebabnya, dermatitis kontak dibagi 2, yaitu: Dermatitis Kontak Iritan (DKI) Dermatitis kontak iritan dicetuskan dari paparan ke bahan yang toksin atau iritatif ke kulit manusia, dan tidak disebabkan reaksi alergi. Pada anak-anak, bahan iritan yang paling sering menyebabkan DKI adalah popok bayi. Hal ini akan menyebabkan keadaan yang dinamakan “diaper dermatitis”, reaksi kulit di daerah yang terpapar popok bayi yang disebabkan kontak terlalu lama dengan bahan kimia alami terdapat di air seni dan tinja. Selain itu dapat pula DKI terjadi di sekitar mulut karena kulit terpapar dengan makanan bayi ataupun air liur. Pada orang dewasa, DKI terjadi seringkali karena paparan sabun dan deterjen. Dermatitis Kontak Alergi (DKA) Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 – 36 jam jam setelah kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke orang lain. Alergen (bahan yang menyebabkan alergi) yang biasa menjadi penyebab DKA adalah bahan kimia yang mengandung nikel yang banyak terdapat di jam tangan, perhiasan logam, resleting dan objek logam lainnya; neomisin pada antibiotik salep kulit; potassium dikromat, bahan kimia yang sering terdapat pada sepatu kulit dan baju; latex pada sarung tangan dan pakaian karet. Gejala
  • 16. Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak langsung dengan alergen, walaupun beberapa kasus yang berat dapat mengenai daerah di luar yang berkontak langsung atau meluas ke seluruh tubuh. Terkadang alergen berpindah dari jari tangan, sehingga daerah yang tidak terpikirkan akan terkena seperti daerah kelopak mata atau kemaluan. Gejala dan tanda dematitis kontak antara lain:  Bintik-bintik atau benjolan kemerahan  Gatal dan bengkak  Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting- lenting dan bula pada kasus yang berat  Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja Gambar 1. DKA karena nikel pada jam tangan Gambar 2. DKI karena air liur Gambar 3. DKI karena deterjen saat mencuci pakaian. 6. Jelaskan patomekanisme penyakit tersebut?
  • 17. Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic. Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu : a.Fase Sensitisasi Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).
  • 18. Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik. b.Fase elisitasi Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE- 1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan. 7. Bagaimana histopatologinya? Pada dermatitis akut perubahan pada epidermis berupa edema interseluler(spongiosis), terbentukanya vesikel dan atau bulla dan dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis subakut memberikan gambaran histopatologis menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantolisis dan kadang-kadang parakeratosis. Pada DKA terlihat akantolisasi hiperkeratisis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi pervaskuler, pertambahan kapiler dan fibrsis.
  • 19. Gambaran tersebut merupakan gambaran dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara DKA dan DKI. 8. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit tersebut?  Gambaran dermatitis mulai pada tempat terjadinya kontak dengan kulit, dapat menjadi generalisata. Kontak ulang kan menpercepat penyebarannya.  Erupsi akut  makula eritema & papul, vesikel/bula, edema  kelopak mata, penis, skrotum  eritema & edema > vesikulasi.  Subakut  vesikel, erosi, krusta  Kronik DKA  likenifikasi, hiperpigmentasi, skuama  Erupsi akut 24-48 jam stlh terpajan/bisa lbh lambat smp 4 hari Gambaran klinik 9. Apa pemerikasaan penunjang pada penyakit tersebut? Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu : 1.Tes Tempel Terbuka Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap. 2.Tes Tempel Tertutup Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi. 3.Tes tempel dengan Sinar
  • 20. Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid. Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis. 10. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit tersebut? Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. 1. Pencegahan Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,
  • 21. penggunaan deterjen. 2. Pengobatan Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik. Pengobatan topical Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah : 1) Kortikosteroid Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis. 2) Radiasi ultraviolet Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
  • 22. Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. 3) Siklosporin A Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis. 4) Antibiotika dan antimikotika Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal. 5) Imunosupresif topical Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral. Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah : 1) Antihistamin Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin. 2) Siklosporin Mekanisme siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1. 3) Pentoksifilin Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
  • 23. 4) FK 506 (Takrolimus) Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal. 5) Ca++ antagonis Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid. 6) Derivat vitamin D3 Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol. 7) SDZ ASM 981 Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
  • 24. REFERENSI I. Adhi Juanda, 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI II. Harahap Marwali, 2009. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta, hipokerates. III. Karnen, 2009. IMMUNOLOGI DASAR. FK UI IV. Penyakit Kulit dan kelamin, 2003, UMI V. Price, Sylvia Anderson. 2002. Patofisiologi . Jakarta : EGC VI. Guyton, Hall. 1999 . Fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC VII. SLIDE DOSEN PENGAMPUH VIII. BROUSING DARI INTERNET