Dokumen tersebut merupakan analisis stilistika pada cerpen "Cintaku Jauh di Komodo" karya Seno Gumira Ajidarma. Analisis ini mengkaji unsur-unsur stilistika seperti gaya bunyi, irama, gaya kata, dan semantik yang terdapat dalam cerpen tersebut. Beberapa temuan antara lain penggunaan simbolik bunyi dan irama yang menciptakan suasana murung, serta penggunaan kosakata dan kiasa yang memberikan gambaran yang
Analisis melalui pendekatan stilistika pada cerpen
1. ANALISIS MELALUI PENDEKATAN STILISTIKA PADA CERPEN “CINTAKU JAUH DI
KOMODO” KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA
I. PENDAHULUAN
Sebuah karya sastra memiliki banyak aspek untuk dikaji melalui berbagai pendekatan.
Misalnya pada sebuah cerpen, kita dapat mengkajinya dari sisi manapun sesuai dengan
pendekatan yang digunakan. Beragam pula pendekatan yang dapat diapkai untuk menganalisis
suatu karya sastra. Salah satunya adalah pendekatan stilistika.
Cerita pendek, yang merupakan salah satu jenis karya sastra dapat kita ambil beberapa
unsurnya untuk kemudian dijadikan sebagai objek yang dikaji melalui pendekatan stilistika.
Pendekatan stilistika sendiri meliputi gaya bunyi, irama, gaya kata, retorika, gaya kalimat, gaya
wacana dan sebagainya.
II. PEMBAHASAN
2.1.Gaya Bunyi
Gaya bunyi meliputi beberapa gaya kiasan bunyi. Dalam cerpen Cintaku Jauh di Komodo (CJK),
gaya bunyi yang diketemukan yaitu:
Simbolik bunyi
2. Simbolik bunyi adalah lambang rasa untuk menyimbolkan perasaan. Simbolik bunyi ini nampak
dalam beberapa bagian dalam cerpen ini.
Hanya laut. Hanya kekosongan. Laut dan langit bagai bertaut, tapi , mereka
sebetulnya tidak bersentuhan sama sekali. Apakah aku akan bisa bertemu dengan kekasihku kali
ini?………… ………………………..
………………………………………………………………(CJK, paragraf 6)
Kata Laut dan langit bagai bertaut, menimbulkan kesan bahwa dalam keindahan laut
yayang seolah-olah berhimpitan, si sku merasakan suatu kekosongan dan kesepian. Tercermin
suasana murung dan muram.
2.2.Irama
Irama berarti efek yang ditimbulkan oleh gaya bunyi karena ulangan bunyi yang berturut-turut,
tekanan bunyi, keras lemah, tinggi rendah. Dalam prosa, irama lebih bebas.
Irama dalam cerpen ini dibentuk dari diksi dan rangkaian kalimat. Kebanyakan percakapan
dalam cerpen ini menunjukkan irama yang menceriminkan suatu pengahrapan, dan keinginan
mengenai bersatunya kembali kisah cinta antara si aku dengan kekasihnya. Hal ini tercermin
dalam paragraf 1, 2, dan 3.
3. Hanya laut. Hanya kekosongan. Dunia hanyalah laut dan langit yang dibatasi garis tipis
melingkar, membentuk garis lingkaran yang tiada pernah berubah jaraknya, meski perahuku
melaju menembus angin yang bergaram.bibirku terasa asin dan rambutku menyerap garam, tapi
kutahu cintaku belum akan berkarat bila tiba di pulau itu. Bagaimana cinta akan berkarat hanya
karena sebuah jarak, dari suatu masa ketika cinta pertama kali ada? Lagi pula bagaimana cinta
akan berkarat karena angin yang bergaram jika cinta memang bukan besi? Aku dan kekasihku
diciptakan dari sepasang bayang-bayang di tambok yang tubuhnya sudah mati, dan semenjak
saat itu kami menjadi semacam takdir ketika tiada sesuatu pun di dunia ini yang bias
memutuskan hubungan cinta kami. Barankali itulah yang disebut dengan cinta abadi. (CJK,
paragraf 1)
AKU mengatakannya semacam takdir, karena kami memang tidak terpisahkan, tapi aku hanya
berani mengatakannya semacam takdir, dan bukan takdir itu sendiri, karena sesungguhnyalah
aku tidak akan bias tahu apakah cinta kami yang barangkali abadi itu adalah takdir. Kami seperti
tiba-tiba saja ada dan saling mencintai sepenuh hati, tapi sungguh mati memang hanya seperti
dan sekali lagihanya seperti, karena sesungguhnyalah hubungan cinta kami yang barangkali
abadi itu adalah sesuatu yang diperjuangkan. Cinta yang abadi kukira bukanlah sesuatu yang
diperjuangkan terus menerus sehingga cinta itu tetap ada, tetap bertahan, tetap membara, tetap
penuh pesona, tetap menggelisahkan, tetap misterius, dan tetap terus-menerus menimbulkan
tanda Tanya: Cintakah kau padaku? Cintakah kau padaku? (CJK, paragraf 2)
Setiap kali kami mati dan dilahirkan kembali, kami selalu bisa saling mengenali dan
mengusahakan seaglanya untuk menyatu kemabli. Kami memang diciptakan dari sepasang
bayang-bayang dan bayang-bayang bisa berkelebat menembus segala tabir, namun kami tidak
pernah lahir kembali sebagai sepasang baying-bayang yang bisa berkelebat seenak udel kami,
begitu juga bayang-bayang kami yang selalu mengikuti, menempel seperti ketan, lengket bagai
benalu, barangkali menunggu kami mati dan menjadi pasangan baru. Apabila kami berbeda kulit,
kemudian berbeda kelas sosial, lantas berbeda agama pula-betapa beratnya usaha kami
menyatukan diri. Walaupun kami terbukti saling mencintai, terlalu banyak menusia merasa
berhak untuk tidak setuju dan melarang hubungan kami. Apalagi jika kami lahir kembali masing-masing
sebagai pasangan resmi orang lain, nah, tiada seorangpun yang akan mengizinkan dirinya
untuk memahami, bahkan kami pun bisa bingung sendiri. (CJK, paragraf 3)
4. 2.3.Gaya kata
Etimologi
Etimologi meliputi asal usul kata dan penciptaan kata baru. Dalam cerpen CJK ditemukan
beberapa etimologi. Diantaranya ada kata takdir pada paragraf ke-1, dan kata sahih pada paragraf
ke-10.
Kata takdir berasal dari bahasa Arab, yang berarti ketentuan atau suratan Tuhan.
Sedangkan kata sahih juga berasal dari bahasa Arab yang artinya sah, yang dipercaya, atau
resmi. Kata-kata tersebut dapat dilihat di kutipan di bawah ini.
Hanya laut. Hanya kekosongan. Dunia hanyalah laut dan langit yang dibatasi garis tipis
melingkar, membentuk garis lingkaran yang tiada pernah berubah jaraknya, meski perahuku
melaju menembus angin yang bergaram.bibirku terasa asin dan rambutku menyerap garam, tapi
kutahu cintaku belum akan berkarat bila tiba di pulau itu. Bagaimana cinta akan berkarat hanya
karena sebuah jarak, dari suatu masa ketika cinta pertama kali ada? Lagi pula bagaimana cinta
akan berkarat karena angin yang bergaram jika cinta memang bukan besi? Aku dan kekasihku
diciptakan dari sepasang bayang-bayang di tambok yang tubuhnya sudah mati, dan semenjak
saat itu kami menjadi semacam takdir ketika tiada sesuatu pun di dunia ini yang bias
memutuskan hubungan cinta kami. Barankali itulah yang disebut dengan cinta abadi.
……………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………
5. Kami bertemu pada suatu siang yang panas dan aku sedang mendaki ketika kulihat ia merayap
ke arahku di bawah kerimbunan semak-semak. Apakah yang masih bisa kukenal dari kekasihku
yang cantik jelita pada komodo jantan ini? Tadinya masih kuharapkan pandangan mata yang
penuh dengan cintam tapi hanya kulihat sebuah pandangan mata yang kosong. Sudah jelas ia
tampak kelaparan, dan kukira ia tidak mengenaliku lagi-apakah masih sahih jika aku tetap
berusaha mempertahankan cinta? Dalam keadaan seperti ini, aku menajdi ragu, apakah cinta
yang abadi itu sebenarnya memang ada, ataukah hanya seolah-olah ada dan dipercaya begitu
rupa sehingga mengelabui para peminatnya? Mungkin cinta ternyata mengenal wujud-meskipun
komodo jantan itu memang penjelmaan kekasihku, dan aku sangat mencintainya, aku bertanya-tanya
apakah aku bisa mencintainya seperti aku mencintai kekasihku….
Morfologi
Morfologi berisikan pembentukan kata-kata secara gramatikal baik itu awalan, akhiran, maupun
awalan dan akhiran.
Kata
Dasar kata
Imbuhan
Awalan
18. ke+…+an
Semantik
Gaya semantik terdiri dari penekanan arti atau makna kata. diantaranya gaya kosakata, diksi atau
gaya pemilihan kata, gaya bahasa kiasan, dan gaya sarana retotika yang menekankan penggunaan
kata (bukan penggunaan kalimat).
Gaya kosakata
Gaya kosakata adalah penggunaan kosakata kosa kata tertentu untuk mendapatkan efek
kepuitisan tertentu. Cerpen CJK karya Seno Gumira Ajidarma menggunakan kata-kata bahasa
asing dan kata serpan dari bahasa daerah. Kata-kata itu adalah takdir, sahih, udel, apartemen.
Gaya pemilihan kata
19. Diksi digunakan untuk mendapatkan arti setepat-tepatnya guna intensitas pernyataan atau
ekspresi. Kata-kata yang dipergunakan dipilih oleh pengarang karena dianggap paling tepat
untuk mendapatkan makna.
kata
penggambaran
berkarat
sesuatu yang sudah berusia sangat tua dan tidak lagi nampak bagus
berkelebat
melintas, tetapi hanya sekilas
Kata-kata tersebut dapat dijumpai dalam kutipan sebagai berikut:
20. Hanya laut. Hanya kekosongan. Dunia hanyalah laut dan langit yang dibatasi garis tipis
melingkar, membentuk garis lingkaran yang tiada pernah berubah jaraknya, meski perahuku
melaju menembus angin yang bergaram.bibirku terasa asin dan rambutku menyerap garam, tapi
kutahu cintaku belum akan berkarat bila tiba di pulau itu. Bagaimana cinta akan berkarat hanya
karena sebuah jarak, dari suatu masa ketika cinta pertama kali ada? Lagi pula bagaimana cinta
akan berkarat karena angin yang bergaram jika cinta memang bukan besi? Aku dan kekasihku
diciptakan dari sepasang bayang-bayang di tambok yang tubuhnya sudah mati, dan semenjak
saat itu kami menjadi semacam takdir ketika tiada sesuatu pun di dunia ini yang bias
memutuskan hubungan cinta kami. Barangkali itulah yang disebut dengan cinta abadi. (CJK,
paragraf 1)
……………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………
Setiap kali kami mati dan dilahirkan kembali, kami selalu bisa saling mengenali dan
mengusahakan segalanya untuk menyatu kemabli. Kami memang diciptakan dari sepasang
bayang-bayang dan bayang-bayang bisa berkelebat menembus segala tabir, namun kami tidak
pernah lahir kembali sebagai sepasang bayang0bayang yang bisa berkelebat seenak udel kami,
begitu juga bayang-bayang kami yang selalu mengikuti, menempel seperti ketan, lengket bagai
benalu, barangkali menunggu kami mati dan menjadi pasangan baru. Apabila kami berbeda kulit,
kemudian berbeda kelas social, lantas berbeda agama pula-betapa beratnya usaha kami
menyatukan diri. Walaupuan kami terbukti saling mencintai, terlalu banyak menusia merasa
berhak untuk tidak setuju dan melarang hubungan kami. Apalagi jika kami lahir kembali masing-masing
sebagai pasangan resmi orang lain, nah, tiada seorangpun yang akan mengizinkan dirinya
untuk memahami, bahkan kami pun bisa bingung sendiri. (CJK, paragraf 3)
Gaya bahasa kiasan
21. Gaya bahasa kiasan adalah penggunaan bahasa kiasan untuk menyatakan suatu hal secara tidak
langsung dengan menyamakan suatu hal dengan hal yng lain yang sesungguhnya tidak sama aau
menyatakan suatu hal dengan hal lain untuk mendapatkan gambaran angan atau imaji yang jelas.
Kiasan menyatakan sesuatu secara tidak langsung. Ada beberapa kata yang mengandung
personifikasi dalam cerpen ini. Personifikasi adalah pengungkapan sesuatu yang disamakan
dengan makhluk yang hidup/dapat bergerak. Terdapat dalam paragraf ke-1 yaitu pada kata “…
perahuku melaju menembus angin…….”. kemudian pada paragraf ke 2 yaitu dalam kalimat
“……Sehingga cinta tetap ada, tetap bertahan, tetap membara, tetap penuh pesona……..”. Kata
menembus dan penuh pesona biasa digunakan untuk sesuatu yang hidup dan dapat bergerak.
Gaya bahasa lain yang terdapat dalam cerpen ini yaitu simile, yang meruapakan bahasa kiasan
yang menyamakan suatu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata pembanding : seperti,
sebagai, bagai, bak, semisal, umpama, dan kata-kata sejenis yang lain. Hal ini nampak pada
paragraf ke-3.
Setiap kali kami mati dan dilahirkan kembali, kami selalu bisa saling mengenali dan
mengusahakan seaglanya untuk menyatu kemabli. Kami memang diciptakan dari sepasang
bayang-bayang dan bayang-bayang bisa berkelebat menembus segala tabir, namun kami tidak
pernah lahir kembali sebagai sepasang bayang-bayang yang bisa berkelebat seenak udel kami,
begitu juga bayang-bayang kami yang selalu mengikuti, menempel seperti ketan, lengket bagai
benalu, barangkali menunggu kami mati dan menjadi pasangan baru. Apabila kami berbeda kulit,
kemudian berbeda kelas social, lantas berbeda agama pula-betapa beratnya usaha kami
menyatukan diri. Walaupuan kami terbukti saling mencintai, terlalu banyak menusia merasa
berhak untuk tidak setuju dan melarang hubungan kami. Apalagi jika kami lahir kembali masing-masing
sebagai pasangan resmi orang lain, nah, tiada seorangpun yang akan mengizinkan dirinya
untuk memahami, bahkan kami pun bisa bingung sendiri.(CJK, paragraf 3)
Kata sebagai lambang kebahasaan yang ada dalam karya sastra pada dasarnya adalah simbol.
Termasuk pada pemilihan sebuah kata atau susunan kata menjadi suatu judul. Judul tu sendiri
akan menyimbolkan serangkaian isi cerita. Pada cerpennya, CJK, Seno Gumira Ajidarma
mencoba mengungkan bentuk cinta yang tidak biasa, dalam hal ini cinta antara manusia dengan
22. hewan. Dalam penulisan cerpen ini, nampaknya pengarang terinspirasi pada karya yang lain dan
meramunya dengan beberapa fakta yang berkoherensi sehingga menciptakan sebuah karya baru
yang unik.
Diksi
Diksi adalah pemilihan penggunaan kata untuk mendapatkan arti yang tepat, untuk menunjukkan
ekspresi. Pemilihan diksi dalam cerpen ini menunjukkan adanya harapan, keinginan, walau
sedikit bercampur keputus asaan, seperti pada paragraf ke-1 dan juga paragraf ke-5.
Hanya laut. Hanya kekosongan. Dunia hanyalah laut dan langit yang dibatasi garis tipis
melingkar, membentuk garis lingkaran yang tiada pernah berubah jaraknya, meski perahuku
melaju menembus angin yang bergaram.bibirku terasa asin dan rambutku menyerap garam, tapi
kutahu cintaku belum akan berkarat bila tiba di pulau itu. Bagaimana cinta akan berkarat hanya
karena sebuah jarak, dari suatu masa ketika cinta pertama kali ada? Lagi pula bagaimana cinta
akan berkarat karena angin yang bergaram jika cinta memang bukan besi? Aku dan kekasihku
diciptakan dari sepasang bayang-bayang di tambok yang tubuhnya sudah mati, dan semenjak
saat itu kami menjadi semacam takdir ketika tiada sesuatu pun di dunia ini yang bias
memutuskan hubungan cinta kami. Barankali itulah yang disebut dengan cinta abadi. (CJK,
paragraf 1)
……………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………
Dalam sejarah percintaan kami dari abad ke abad, belum pernah kami lahir kembali dengan
berbeda spesies seperti ini. Karena kami selalu berperilaku baik, kami selalu lahir kembali
sebagai manusia-kesalahan apakah yang telah dilakukan kekasihku, dan aku tidak
mengetahuinya, sehingga lkahir kembali sebagai komodo? Apakah ia masih akan mengenaliku
23. dangan pancaindra dan otaknya sebagai seekor komodo? Kalaulah aku masih memnpunyai
kepekaan untuk mengenalinya, bagaimanakah caranya ia akan mengenaliku-dan apa yang akan
kami lakukan? Aku tidak mungkin mengawini dan membawanya sebagi seekor komodo ke
dalam apartemenku di Jakarta. Pasti Supermie tidak akan pula mengenyangkannya. Atas nama
cinta, apakah yang masih bisa kulakukan untukmu kekasihku? (CJK, paragraf 5)
2.4.Retorika
Penggunaan retorika disini bertujuan untuk berusaha menarik perasaan atau pikiran pembaca
sehingga pembaca ikut masuk dan merasakan apa yang dikhayalkan penulis hingga terasuk
pikirannya. Dalam cerpen ini, penulis berusaha menatik pikiran pembaca untuk hanyut
merasakan kegundahan hati si aku yang bertanya-tanya mengenai kisah cintanya sengan
kekasihnya.
2.5.Gaya kalimat dan gaya wacana
24. Gaya kalimat dan wacana dalam CJK secara keseluruhan menggunakan bahasa Indonesia yang
baku. Ada beberapa kata yang merupakan serapan dari bahasa asing seperti takdir, sahih,
apartemen. Ada juga kata serapan dari bahasa daerah seperti kata udel.