Kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid membahas secara komprehensif tentang keuangan publik dan kebijakan fiskal negara Islam, mencakup topik seperti zakat, pajak, hukum pertanahan, dan administrasi negara. Pemikiran ekonomi Abu Ubaid didasarkan pada prinsip keadilan dan keseimbangan hak dan kewajiban untuk mencapai kesejahteraan ekonomi dan keserasian sosial.
1. ABU UBAID BIN SALAM
Oleh:
Fitri Himatul Khasanah
Ayu Rahmawati
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
DENPASAR
PRODI EKONOMI SYARI’AH
SEMESTER III
2. Riwayat Hidup Abu Ubaid
Nama : Al-Qasim bin Sallam bin Miskin bin Zaid Al-
Harawi Al-Azadi Al-Baghdadi
TTL :150 H di kota Harrah, Khurasan, sebelah barat
laut Afghanistan.
• Abu Ubaid pergi berkelana untuk menuntut ilmu ke
berbagai kota, seperti Kufah, Basrah, Baghdad.
• Ilmu-ilmu yang dipelajarinnya antara lain mencakup
ilmu tata bahasa Arab, qira’at, tafsir, hadis, dan fiqih.
3. • Pada tahun 192 H, Tsabit ibn Nasr ibn Malik, Gubernur
Thugur di masa pemerintahan Khalifah Harun Al-Rashid,
mengangkat Abu Ubaid sebagai qadi (hakim) di Tarsus
hingga tahun 210 H.
• Setelah itu, penulis kitab al-Amwal ini tinggal di Baghdad
selama 10 tahun. Pada tahun 219 H, setelah berhaji, ia
menetap di Mekkah sampai wafatnya 224 H.
• Selama menjabat qadi di Tarsus, ia sering menangani
berbagai kasus pertahanan dan perpajakan serta
menyelesaikannya dengan baik.
• Pandangan-pandangan Abu Ubaid mengedepankan
dominasi intlektualitas islam yang berakar dari
pendekatannya yang bersifat holistic dan teologis terhadap
kehidupan manusia di dunia dan akhirat, baik yang bersifat
individual maupun sosial.
4. • Pandangan-pandangan Abu Ubaid
mengedepankan dominasi intlektualitas islam
yang berakar dari pendekatannya yang
bersifat holistic dan teologis terhadap
kehidupan manusia di dunia dan akhirat, baik
yang bersifat individual maupun sosial.
• Hasil karyanya ada sekitar 20, baik dalam
bidang ilmu Nahwu, Qawaidah, Fiqh, Syair
dan lain-lain. Yang terbesar dan terkenal
adalah Kitab Al-Amwal dalam bidang Fikih.
5.
6. Tiga bagian pertama dari kitab Al-Amwal meliputi beberapa bab yang membahas
penerimaan fai. Dalam hal ini, walaupun menurut Abu Ubaid juga mencakup
pendapatan negara yang berasal dari jizyah, kharaj dan ushr, tetapi ushr dibahas
dalam bab shadaqah. Sebaliknya, ghanimah (harta rampasan perang) dan fidyah
(tebusan untuk tawaran perang), yang tidak termasuk dalam definisi tersebut,
dibahas bersama dengan fai.
Pada bagian keempat, sesuai dengan perluasan wilayah Islam di masa klasik,
kitab al-Amwal berisi pembahasan mengenai pertahanan, administrasi, hukum
internasional, dan hukum perang.
Bagian kelima membahas tentang distribusi pendapatan fai’
bagian keenam kitab tersebut membahas tentang iqta, ihya al-mawat, dan hima.
7. The point of Kitab Al-Amwal……
Al-Amwal membahas tentang keuangan publik/kebijakan fiskal
secara komperhensif.
Dibahas secara mendalam tentang hak dan
kewajiban negara, pengumpulan dan
penyaluran zakat,khums, kharaj, faidan
sebagai sumber penerima negara yang lain.
menekankan mengenai perpajakan dan hukum pertanahan
serta hukum administrasi dan hukum internasional.
8. Pemikiran Ekonomi Abu Ubaid
1. Filosofi Hukum dari Sisi Ekonomi
Jika isi kitab al-Amwal dievaluasi dari sisi filosofi hukum, akan tampak bahwa
Abu Ubaid menekankan keadilan sebagai prinsip utama. Bagi Abu Ubaid,
pengimplementasian dari prinsip ini akan membawa kesejahtraan ekonomi dan
keselarasan sosial.
Abu Ubaid menyatakan :
Zakat tabungan dapat diberikan kepada negara ataupun langsung kepada
para penerimanya
Zakat komoditas harus diberikan kepada pemerintah dan jika tidak, maka
kewajiban agama diasumsikan tidak ditunaikan
Perbendaharaan negara tidak boleh disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh
penguasa untuk kepentingan pribadinya
9. Pentingnya keseimbangan antara kekuatan finansial penduduk
non-Muslim yang dalam terminologi finansial modern disebut
sebagai capacity to pay dengan kepentingan dari golongan
Muslim yang berhak menerimanya. Kaum Muslimin dilarang
menarik pajak terhadap tanah penduduk non-Muslim melebihi
dari apa yang diperbolehkan dalam perjanjian perdamaian.
Abu Ubaid menekankan kepada petugas pengumpul kharaj,
jizyah, ushur, atau zakat untuk tidak menyiksa masyarakat, dan di
lain sisi masyarakat agar memenuhi kewajiban finansialnya
secara teratur dan sepantasnya. Dengan perkataan lain, Abu
Ubaid berupaya untuk menghentikan terjadinya diskriminasi
10. 2. Dikotomi Badui-Urban
Abu ubaid menegaskan bahwa, kaum badui bertentangan dengan
kaum urban (perkotaan). Demikianlah adalah apa–apa yang
dilakukan oleh kaum urban:
l ) ikut terhadap keberlangsungan Negara dengan berbagi kewajiban
administrasi dari semua muslim.
2) memelihara dan memperkuat pertahanan sipil melalui mobilisasi
jiwa dan harta mereka
3) menggalakkan pendidikan dan pengajaran melalui pembelajaran
dan pengajaran al-Qur’an dan sunnah dengan penyebaran)
keunggulan kualitas isinya
4) melakukan kontribusi terhadap keselarasan sosial melalui
pembelajaran dan penerimaan hudud (prescribed finalties).
5) memberikan contoh universalisme Islam dengan shalat
berjamaah pada waktu Jum'at dan Id.
11. Disamping keadilan, Abu Ubaid juga mengembangkan suatu
negara Islam yang berdasarkan administrasi pertahanan,
pendidikan, hukum dan cinta. Karakteristik tersebut hanya
diberikan oleh Allah kepada kaum Urban, kaum Badui biasanya
tidak meyumbang pada kewajiban publik sebagaimana kewajiban
kaum urban
tidak dapat menerima manfaat pendapatan fai seperti kaum
urban, mereka memiliki hak klaim sementara terhadap
penerimaan. fai hanya pada saat terjadi tiga kondisi krisis seperti
saat invasi atau penyerangan rnusuh, kekeringan yang dahsyat,
dan kerusuhan sipil
Abu Ubaid mengakui adanya hak dari para budak perkotaan
terhadap jatah yang bukan tunjangan.
12. Namun, mekanisme yang disebut di atas membuat kultur
perkotaan unggul dan dominan dibanding kehidupan nomaden.
Dari apa yang dibahas sejauh ini dapat terbukti bahwa Abu Ubaid
selalu memelihara keseimbangan antara hak-hak dengan
kewajiban-kewajiban warganegara.
13. 3. Kepemilikan dalam Konteks Kebijakan
Perbaikan Pertanian
Menurutnya, kebijakan pemerintahan terhadap tanah
gurun dan deklarasi resmi terhadap kepemilikan
individual dari tanah tandus atau tanah yang sedang
diusahakan kesuburannya atau diperbaiki untuk
meningkatkan produksi pertanian, maka tanah yang
diberikan dengan persyaratan untuk ditanami dibebaskan
dari kewajiban membayar pajak.
14. Hukum pertanahan yang dikemukakan oleh Abu
Ubaid
Ihya' al-
Mawat
tanah yang diberikan oleh kepala negara kepada seorang
rakyat untuk menguasai sebidang tanah dengan
mengabaikan yang lainnya
Iqtha'
Hima
menghidupkan kembali tanah yang mati, tandus, tidak
terurus, tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan
dengan membersihkannya, mengairi, mendirikan
bangunan dan menanam kembali benih – benih kehidupan
pada tanah tersebut. Dalam hal ini negara berhak
menguasai tanah tersebut dengan menjadikannya milik
umum dan manfaatnya diserahkan untuk kemaslahatan
umat.
lahan yang tidak berpenduduk yang dilindungi negara
untuk tempat mengembala hewan-hewan ternak.
15. 4. Reformasi distribusi zakat
Kelompok sosio-ekonomi yang terkait dengan setatus
zakat, yaitu:
a. Kalangan kaya yang terkena wajib zakat
b. Kalangan menengah yang tidak terkena wajib zakat, tetapi
juga tidak berhak menerima zakat.
c. Kalangan menerima zakat
“bagi setiap orang adalah sesuai dengan haknya”.
16. 5. Fungsi Uang
Abu Ubaid mengakui adanya dua fungsi uang, yakni sebagi
standar nilai pertukaran (standard of exchange value) dan
media pertukaran (medium of exchange)
17. Pandangan-pandangan Abu Ubaid mengedepankan dominasi
intlektualitas islam yang berakar dari pendekatannya yang
bersifat holistic dan teologis terhadap kehidupan manusia di
dunia dan akhirat, baik yang bersifat individual maupun sosial.