SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PEMOTONGAN
AYAM TRADISIONAL DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Wahyu Supartono, M. Yunus, Henry Yuliando
Jurusan Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Gadjah Mada
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha pemotongan ayam
tradisional yang mulai banyak dikembangkan di DIY secara finansial. Analisis dan
penentuan tingkat kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria Pay
Back Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit
Cost Ratio (B/C Ratio) dan Break Even Point (BEP)
Pemilihan lokasi pasar yang digunakan sebagai sampel penelitian menggunakan
metode area random sampling, yaitu sampel diambil secara random dari setiap
Kabupaten/ kota (Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta, Kulon Progo dan Gunung Kidul).
Berdasarkan bidang atau sifat usahanya, usaha pemotongan ayam tradisional di DIY
dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu usaha pemotongan ayam yang
bergerak di bidang jasa dan non jasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelayakan finansial usaha ini berdasarkan wilayah
yang paling layak adalah usaha pemotongan ayam di Sleman, KotaYogyakarta, Bantul,
Kulon Progo dan Gunung Kidul. Disamping itu, juga dilakukan analisis perbandingan
kelayakan finansial usaha di antara kedua jenis usaha serta diperoleh hasil bahwa
usaha pemotongan ayam tradisional non jasa lebih layak secara finansial dibandingkan
dengan yang bersifat jasa.
1. Pendahuluan
Seiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia maka makin meningkat pula
kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari hewan terutama daging.
Penyediaan pangan berupa daging bagi masyarakat dalam jumlah yang mencukupi dengan mutu
yang baik merupakan salah satu tujuan pembangunan sektor pertanian, di samping peningkatan
pendapatan para peternak dan peningkatan peranan pertanian khususnya sub sektor peternakan
dalam tata ekonomi nasional. Untuk mencapai sasaran tersebut maka peranan ayam sebagai salah
satu sumber protein hewani dapat diandalkan karena ayam merupakan salah satu aset nasional yang
turut menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Sebagian besar kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam dipenuhi oleh pemotong ayam
tradisional karena perusahaan pemotongan ayam yang menggunakan mesin pemotong modern
masih sedikit. Menjamurnya usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta
menunjukkan bahwa usaha tersebut memiliki prospek pasar yang baik, namun masih perlu dilakukan
studi kelayakan usaha terutama kelayakan finansialnya agar dapat diteliti secara ilmiah dan detail
mencakup kriteria Pay Back Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR),
Benefit Cost Ratio (BCR), dan Break Even Point (BEP).
Analisis kelayakan finansial adalah penilaian atas proyek yang didasarkan pada apakah
proyek tersebut nantinya secara finansial menguntungkan atau tidak. Dengan diketahui layak atau
tidaknya usaha tersebut maka membantu pengembangan dan perencanaan usaha di masa
mendatang.
Dalam penelitian ini dianalisis tingkat kelayakan finansial pada usaha pemotongan ayam
tradisional yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga dapat membantu pengusaha
683
pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perencanaan usahanya untuk
peningkatan efisiensi dan produktivitas usahanya.
2. Metodologi
Obyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Usaha Pemotongan Ayam yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pemilihan lokasi pasar yang menjadi sampel penelitian menggunakan
metode Area Random Sampling yaitu sampel diambil secara random dari tiap kabupaten yang ada di
Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kodya Yogyakarta,
Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul.
Data yang diperlukan adalah :
1. Keberadaan dan jenis Usaha Pemotongan Ayam di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Jumlah pekerja pada Usaha Pemotongan Ayam.
3. Teknik pemotongan ayam yang dilakkan pada Usaha Pemotongan Ayam tersebut serta
peralatan yang digunakan.
4. Data pendapatan dan biaya Usaha Pemotongan Ayam di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Data-data di atas diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Peternakan DIY, BPS DIY, dan
Usaha Pemotongan Ayam yang diteliti. Metode pencarian data yang digunakan adalah :
1. Observasi yaitu cara untuk memperoleh data primer dengan mengamati pelaku dan
lingkungannya. Observasi adalah cara yang paling tidak formal di antara ketiga cara pencarian
data primer. Data diperoleh dengan melihat, mengamati dan mendengar secara langsung dari
pengusaha pemotongan ayam di DIY.
2. Survei merupakan pendekatan yang biasa digunakan untuk penelitian deskriptif. Survei
mempunyai sifat lebih formal dibandingkan dengan observasi. Survei ini dilakukan langsung di
tempat pemotongan dan penjualan ayam yang diteliti.
3. Wawancara yaitu mengumpulkan data yang terkait dengan usaha pemotongan ayam tradisional
yang diteliti dan bertanya langsung maupun dengan kuisioner.
4. Studi pustaka yaitu mencari referensi dan literatur untuk memperoleh data sekunder mengenai
usaha pemotongan ayam tradisional.
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan metode berikut :
1. Description Analysis yaitu melakukan analisis deskripsi dari data-data yang dikumpulkan
terhadap usaha pemotongan ayam di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Analisis dan penentuan tingkat kelayakan finansial dengan menggunakan kriteria-kriteria seperti
Pay Back Period (PBP), Net Presen Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Benefit Cos
Ratio (BCR), dan Break Even Point (BEP). Penggunaan macam-macam kriteria dalam
menentukan tingkat kelayakan usaha pemotongan ayam untuk melihat ketahanan usaha dan
tingkat kemampuannya yang berada pada kondisi yang dinamis atas nailai investasi yang
ditanamkannya.
3. Hasil dan Pembahasan
Usaha Pemotongan Ayam Tradisional di DIY
Usaha pemotongan ayam tradisional atau yang disebut rumah rumah potong ayam tradisional
di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki prospek yang baik. Hal ini terlihat dari banyaknya usaha
684
pemotongan ayam yang bermunculan terutama di pasar tradisional, yang saat ini mulai
dikembangkan oleh pemerintah daerah.
Menurut Dinas Peternakan Daerah Istimewa Yogyakarta, walaupun usaha pemotongan ayam
di DIY umumnya masih dikelola secara sederhana namun pertumbuhan usaha tersebut menunjukkan
trend meningkat setiap tahunnya sehingga jumlahnya tidak dapat dipastikan setiap saat. Sulitnya
memastikan jumlah usaha tersebut dikarenakan hampir tiap minggu usaha tersebut bermunculan baik
secara sporadis hanya di saat hari raya atau momen tertentu maupun secara kontinyu sebagai usaha
tetap. Skala produksi usaha pemotongan ayam tradisional yang dikelola secara sederhana umumnya
di bawah 1000 ekor ayam perhari bahkan bisa mencapai puluhan ekor perharinya.
Selain itu, ketersediaan bahan baku berupa ayam hidup selama beberapa waktu terakhir
masih cukup atau tidak kekurangan karena didukung oleh pasokan ayam yang melebihi kebutuhan
setiap harinya baik dari peternak lokal maupun peternak luar DIY. Jenis ayam yang dikonsumsi ada
tiga macam yaitu ayam ras peterlur, ayam ras pedaging dan ayam kampung (buras).
Ketiga jenis ayam tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Konsumsi
ayam ras pedaging masih berada di peringkat pertama, masyarakat di DIY lebih banyak
mengkonsumsi daging ayam ras pedaging karena jenis ayam ini cepat berkembang biak, harganya
relatif murah dan dagingnya yang lebih besar. Konsumsi ayam buras juga mendekati ayam ras
pedaging karena dagingnya yang lebih lezat (proteinnya lebih banyak) dan memiliki daya tahan hidup
yang tinggi. Sedangkan jenis ayam ras petelur masih sedikit dikonsumsi. Hal ini bisa disebabkan
karena ayam ras petelur lebih banyak dikembangbiakkan untuk menghasilkan telur sehingga jarang
dikonsumsi.
Berdasarkan bidang atau sifat usahanya, usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah
Istimewa Yogyakarta dapat diklasifikasikan menjadi dua macam antara lain :
1. Usaha pemotongan ayam yang bergerak di bidang jasa pemotongan ayam. Biasanya usaha ini
hanya menyediakan jasa untuk memotong ayam sampai bersih dan siap untuk dikelola lebih
lanjut oleh konsumen. Kegiatan yang dilakukan mulai dari menyembelih ayam, membuang
darahnya, beberapa usaha ada yang mencabut sebagian bulu secara manual untuk dijual,
merebus ayam beberapa menit, mencabut bulu ayam seluruhnya dengan mesin pencabut bulu
atau secara manual, mencuci ayam, mengeluarkan dan membersihkan jeroan serta memotong
karkas. Skala produksi usaha yang bersifat jasa ini umumnya bisa mencapai ratusan ekor ayam
bila menggunakan mesin (semi-otomatis). Selain itu, tenaga kerja yang dibutuhkan umumnya
berjumlah satu orang atau lebih.
2. Usaha pemotongan ayam yang bergerak di bidang penjualan daging ayam. Usaha tersebut
melakukan penjualan produk berupa daging ayam yang telah dipotong dan dibersihkan secara
langsung kepada konsumen di pasar-pasar tradisional. Proses pengerjaannya dimulai dari
menymbelih ayam, membuang darahnya, beberapa usaha ada yang mencabut bulu yang tersisa
secara manual, mencuci karkas, mengeluarkan dan membersihkan jeroan kemudian dijual di
pasar sesuai keinginan konsumen. Peralatan yang digunakan masih sangat sederhana dan
biasanya dikerjakan sendiri oleh anggota keluarga, begitu pula dengan proses penjualannya.
Kelebihan dari usaha tersebut adalah penjualan dilakukan perbagian dari daging ayam (karkas)
sehingga lebih fleksibel karena dapat disesuaikan dengan kebutuhan konsumen saat itu. Selain
itu, dengan sistem penjualan tersebut keuntungan yang diperoleh semakin besar.
Kekurangan dari usaha pemotongan ayam tradisional ini, selain kapasitas produksinya yang
tidak besar, juga pelaksanaan proses produksinya kurang higienis, karena dalam melakukan proses
pemotongan, pencucian, pembersihan karkas dan jeroan sampai proses penjualan dilakukan dengan
air yang tidak mengalir atau menggenang dan tempatnya kurang terjaga kebersihannya, bahkan
sering dijumpai proses pembersihan jeroan yang bercampur dengan air cucian karkas (daging ayam).
Tahap ini sangat mempengaruhi kualitas daging ayam yang dijual atau dipotong di tempat tersebut.
Namun usaha tetap banyak dikunjungi konsumen karena harga yang murah dan tempat yang
strategis sebab dapat ditemui di pasar-pasar tradisional.
Usaha pemotongan ayam yang bersifat non jasa di lima Kabupaten di Daerah Istimewa
Yogyakarta merupakan usaha pemotongan dengan kategori I dan kelas C karena usaha tersebut
memenuhi kebutuhan dalam kabupaten yang bersangkutan dan usahanya dikelola sendiri karena
usaha tersebut adalah milik sendiri. Sedangkan usaha pemotongan ayam yang bersifat jasa
merupakan usaha pemotongan dengan kategori II dan kelas C karena usaha tersebut memenuhi
kebutuhan dalam kabupaten bersangkutan dan usahnya hanya melayani jasa pemotongan ayam
saja.
685
Adapun perkiraan investasi awal, biaya operasional dan pemeliharaan (biaya tetap dan biaya
variabel), pendapatan dan keuntungan masing-masing usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah
Istimewa Yogyakarta ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkiraan investasi awal, biaya operasional dan pemeliharaan (biaya tetap dan biaya
varibel), pendapatan dan keuntungan masing-masing usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Sampel
ke-
Kab/
Kodya
Perkiraan
Investasi awal
Biaya Tetap
(per tahun)
Biaya Variabel
(per tahun)
Perkiranan
Pendapatan
(per tahun)
Perkiranan
keuntungan
(per tahun)
1 Yogyakarta 11,348,000.00 15,610,650.00 22,361,760.28 52,376,608.00 13,981,197.7
2
2 18,147,000.00 42,757,000.00 146,547,816.55 213,957,460.8
0
20,963,748.5
2
3 13,194,000.00 9,128,350.00 13,035,914.78 33,393,812.00 10,885,547.2
3
4 Sleman 43,110,000.00 6,892,000.00 184,510,774.24 245,731,731.2
0
53,868,956.9
6
5 35,560,000.00 6,862,900.00 275,425,481.40 331,542,272.0
0
49,253,890.6
0
6 Bantul 22,205,000.00 4,376,900.00 106,070,007.40 134,369,760.0
0
23,487,852.6
0
7 22,155,000.00 3,927,550.00 132,587,509.25 162,446,147.2
0
25,606,087.9
5
8 Kulon
Progo
29,840,000.00 3,760,350.00 109,858,221.95 125,446,492.0
0
10,765,972.0
5
9 28,900,000.00 3,922,050.00 152,865,598.90 184,062,072.0
0
27,274,423.1
0
10 Gunung Kdl 46,860,000.00 11,244,750.00 1,063,552,376.
72
1,186,211,686.
40
110,454,559.
68
11 4,830,000.00 4,832,850.00 15,375,694.35 22,571,262.00 2,032,717.65
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pemotongan Ayam Di DIY
Analisis kelayakan finansial usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa
Yogyakarta dilakukan dengan membandingkan nilai kelima kriteria kelayakan finansial berdasarkan
wilayah dan sifat usaha.
Sampel
ke-
Kab/Kodya Sifat Usaha NPV(per 5 th,
i=19%)
IRR (%/th) BCR PBP BEP(
%th)
1 Yogyakarta Jasa potong 23,404,030.53 59.46 1.18 2.52 52.01
2 Jasa potong 44,784,457.82 66.38 1.08 2.22 63.43
3 Jasa potong 14,139,761.51 44.84 1.18 2.84 44.84
4 Sleman Non Jasa 92,766,057.26 62.61 1.15 2.35 11.26
5 Non Jasa 78,826,424.11 54.04 1.14 2.82 12.23
6 Bantul Non Jasa 34,439,580.56 49.27 1.10 2.81 15.47
7 Non Jasa 38,627,426.75 50.43 1.09 2.82 13.15
8 Kulon
Progo
Non Jasa 12,835,498.66 53.76 1.03 1.16 24.12
9 Non Jasa 34,848,415.47 42.46 1.07 3.07 12.57
10 Gunung Kdl Non Jasa 197,488,592.72 61.88 1.06 2.82 9.17
11 Jasa potong 1,747,001.97 36.82 1.03 2.31 67.16
686
1. Perbandingan Kelayakan Usaha Antar Wilayah
Untuk nilai NPV tertinggi dimiliki oleh sampel kesepuluh dari Kabupaten Gunung Kidul. Hal ini
disebabkan usaha tersebut memiliki keuntungan yang besar karena skala produksinya lebih besar
yaitu penjualan karkas ayam rata-rata 300 ekor ayam perhari dengan strategi penjualan karkas
perbagian sehingga keuntungannya menjadi lebih banyak. Nilai BCR tertinggi diperoleh oleh sampel
kesatu dan kedua dari Kodya Yogyakarta karena kedua usaha tersebut memilik perbandingan dengan
usaha lainnya walaupun keuntugnannya lebih kecil namun karena nilai pemasukan jauh lebih besar
dari nilai pengeluarannya maka nilai BCR-nya jauh lebih besar.
Nilai IRR tertinggi diperoleh sampel kedua di Kodya Yogyakarta dengan IRR sebesar
66,38%. Hal ini disebabkan keuntungan pertahun yang diperoleh usaha tersebut jauh lebih besar dari
usaha lainnya dalam tiap periodenya, walaupun bila keuntungan tersebut diakumulasikan selama lima
tahun ternyata masih lebih kecil dari usaha lainnya. Untuk titik impas terkecil diperoleh sampel
kesepuluh di Kabupaten Gunung Kidul dengan nilai 9,17%. Hal ini disebabkan karena faktor selisih
antara pendapatan dan biaya variabel yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan biaya tetap
usaha tersebut sehingga dihasilkan nilai BEP yang lebih kecil dari usaha lainnya.
Sedangkan untuk periode pengembalian modal terkecil dimiliki oleh sampel kedelapan di
Kabupaten Kulon Progo dengan PBP sebesar 1,16 tahun. Nilai yang kecil ini disebabkan investasi
yang dimiliki usaha ini lebih kecil dibandingkan dengan yang lainnya yaitu sebesar Rp. 3.760.350,00
pertahun (tabel 2). Selain itu, keuntungan yang diperoleh cukup besar dan tersedia untuk membayar
investasi tersebut secepatnya.
Dari kelima kriteria di atas, usaha pemotongan ayam traidisional di Kabupaten Sleman
memiliki rata-rata NPV, IRR, BCR yang paling tinggi yaitu NPV di atas 70 juta rupiah, IRR berkisar
50% sampai 65% dan BCR berada pada nilai 1,14-1,15. Di samping itu, nilai rata-rata PBP dan BEP
usaha pemotongan ayam tradisional ini paling kecil yaitu PBP selama kurang dari tiga tahun dan
mencapai titik impas pada 11-12% penjualan pertahun. Hal ini disebabkan keuntungan dan
pendapatan yang diperoleh dari kedua sampel di Kabupaten Sleman rata-rata lebih besar
dibandingkan usaha lainnya (Tabel 2.).
Urutan kedua untuk nilai IRR diperoleh usaha pemotongan ayam tradisional di Kodya
Yogyakarta yaitu berkisar antara 44% sampai 66% pertahunnya. Nilai BCR usaha tersebut berkisar
antara 1,08 sampai 1,18. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan antara pendapatan dan
pengeluaran masih lebih tinggi. Begitu pula dengan nilai NPV berada di atas 14 juta rupiah.
Sedangkan untuk sampel di Kabupaten Bantul di urutan ketiga. Dengan nilai NPV di atas rata-rata 30
juta rupiah, nilai IRR berkisar antara 49% sampai 51% pertahun dan nilai BCR antara 1,09 sampai
1,10. Walaupun bila dibandingkan dengan nilai NPV usaha pemotongan ayam tradisional di Kodya
Yogyakarta masih lebih tinggi, namun laju keuntungan yang diperoleh pertahunnya masih lebih
rendah. Hal ini disebabkan usaha pemotongan ayam tradisional di Kodya Yogyakarta memiliki
kemampuan menghasilkan keuntungan lebih cepat dibanding usaha pemotongan ayam tradisional di
Kabupaten Bantul perperiode karena skala produksinya lebih besar pula.
Untuk usaha pemotongan ayam tradisional di Kabupaten Kulon Progo memiliki rata-rata IRR
yang lebih besar dibandingkan dengan usaha pemotongan ayam tradisional di Kabupaten Gunung
Kidul. Walaupun nilai NPV sampel kesepuluh jauh lebih besar naum nilai BCR dari usaha
pemotongan ayam tradisional di Kabupaten Kulon Progo masih lebih unggul. Hal ini disebabkan laju
keuntungan dan perbandingan pemasukan dengan pengeluaran masih lebih besar. Hal ini dapat
dibuktikan dengan persentase titik impasnya, usaha pemotongan ayam tradsional di Kulon Progo
masih lebih kecil yaitu berkisar antara 12% sampai 25% dari penjualan total pertahunnya. Sedangkan
usaha pemotongan ayam tradisional di Gunung Kidul berkisar antara 9% sampai 68% dari penjualan
total pertahunnya.
2. Perbandingan Kelayakan Usaha Antar Sifat Usaha
Dari 11 sampel usaha pemotongan ayam tradisional yang diteliti di Daerah Istimewa
Yogyakarta terdapat empat usaha pemotongan ayam tradsional yang bersifat jasa sedangkan sisanya
tujuh sampel bersifat non jasa. Dari kelima kriteria kelayakan finansial, usaha pemotongan ayam
tradisional yang bersifat non jasa masih lebih unggul secara finansial dibandingkan usaha
pemotongan ayam tradisional yang bersifat jasa. Dilihat dari NPV da IRR yang diperoleh usaha
687
pemotongan ayam tradisional yang bersifat non jasa rata-rata lebih besar yaitu NPV lebih besar dari
20 juta rupiah dan IRR diantara 40% sampai 63%. Sedangkan untuk usaha pemotongan ayam
tradsional yang bersifat jasa memiliki nilai NPV di bawah 20 juta rupaih dan IRR di antara 36% sampai
66%. Hal ini dikarenakan keuntungan usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat jasa jauh
lebih besar tiap tahunnya sebab strategi penjualan yang dilakukan secara perbagian memberikan
keuntungan yang lebih besar pula.
Untuk BEP usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat non jasa mencapai titik impas
kurang dari 30% penjualan tiap tahun. Sedangkan untuk usaha pemotongan ayam tradisional yang
bersifat jasa mencapai titik impas lebih dari 40% penjualan tiap tahun.
Walaupun nilai BCR dan PBP relatif mendekati di antara kedua jenis usaha tersebut yaitu nilai
BCR berada di antara 1,03 sampai 1,18 dan PBP rata-rata kurang dari tiga tahun penjualan. Namun
perbedaan dengan tiga kriteria di atas (NPV, IRR, BEP) sudah bisa menyatakan bahwa usaha
pemotongan ayam tradisional yang bersifat non jasa lebih layak secara finansial dibandingkan usaha
pemotongan ayam tradisional yang bersifat jasa.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain :
1. Berdasarkan bidang atau sifat usahanya, usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah
Istimewa Yogyakarta dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu usaha pemotongan ayam
tradisional yang bergerak di bidang jasa dan non jasa atau penjualan secara langsung.
2. Usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta umumnya berkelas C dan
berkategori I untuk usaha yang bersifat non jasa dan berkategori II untuk usaha yang bersifat
jasa.
3. Dari perbandingan kelayakan usaha secara finansial di antara kedua jenis usaha pemotongan
ayam tradisional yang bersifat non jasa lebih layak secara finansial dibandingkan usaha
pemotongan ayam tradisional yang bersifat jasa.
Daftar Pustaka
1. Cahyono, B. 1998. Ayam Buras Pedaging. Trubus Agriwidaya. Jakarta.
2. Husnan, S dan Suwarsono. 1997. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
3. Priyatno, M.A. 1999. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta.
688

More Related Content

Similar to Wahyu patpi2004 analisa-finansial_rpa_[edited]

Perlindungan hukum bagi konsumen atas peredaran daging ayam
Perlindungan hukum bagi konsumen atas peredaran daging ayamPerlindungan hukum bagi konsumen atas peredaran daging ayam
Perlindungan hukum bagi konsumen atas peredaran daging ayamFais PPT
 
PPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptxPPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptxfarissandi1
 
Morfologi ayam boiler
Morfologi ayam boilerMorfologi ayam boiler
Morfologi ayam boilerputri kembar
 
AT Modul 6 kb 2
AT Modul 6 kb 2AT Modul 6 kb 2
AT Modul 6 kb 2PPGhybrid3
 
Biaya dan Pendapatan Usaha Babi Panggang di Desa Daru Kecamatan Kao Utara
Biaya dan Pendapatan Usaha Babi Panggang di Desa Daru Kecamatan Kao UtaraBiaya dan Pendapatan Usaha Babi Panggang di Desa Daru Kecamatan Kao Utara
Biaya dan Pendapatan Usaha Babi Panggang di Desa Daru Kecamatan Kao UtaraZeth Patty
 
Pengembangan konsep model sistem jaminan halal
Pengembangan konsep model sistem jaminan halalPengembangan konsep model sistem jaminan halal
Pengembangan konsep model sistem jaminan halalAtal Tamara Setiawan
 
AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4PPGhybrid3
 
AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4PPGhybrid3
 
kuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.pptkuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.pptbudiresno
 
Analisis investasi usaha ternak kerbau di kecamatan welahan kabupaten jepara
Analisis investasi usaha ternak kerbau di kecamatan welahan kabupaten jeparaAnalisis investasi usaha ternak kerbau di kecamatan welahan kabupaten jepara
Analisis investasi usaha ternak kerbau di kecamatan welahan kabupaten jeparaUniversitas Muhadi Setiabudi
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaOperator Warnet Vast Raha
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaSeptian Muna Barakati
 
Beternak ayam pedaging
Beternak ayam pedagingBeternak ayam pedaging
Beternak ayam pedagingBenmart Manalu
 
Wirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedagingWirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedagingiman prasetyo
 
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Iwan Tea
 
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Iwan Tea
 

Similar to Wahyu patpi2004 analisa-finansial_rpa_[edited] (20)

Wirausaha ternak ayam
Wirausaha ternak ayamWirausaha ternak ayam
Wirausaha ternak ayam
 
Jen 1
Jen 1Jen 1
Jen 1
 
Perlindungan hukum bagi konsumen atas peredaran daging ayam
Perlindungan hukum bagi konsumen atas peredaran daging ayamPerlindungan hukum bagi konsumen atas peredaran daging ayam
Perlindungan hukum bagi konsumen atas peredaran daging ayam
 
416-693-1-PB(1)
416-693-1-PB(1)416-693-1-PB(1)
416-693-1-PB(1)
 
PPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptxPPT ANS FIX.pptx
PPT ANS FIX.pptx
 
Morfologi ayam boiler
Morfologi ayam boilerMorfologi ayam boiler
Morfologi ayam boiler
 
Ayam akn (1)
Ayam akn (1)Ayam akn (1)
Ayam akn (1)
 
AT Modul 6 kb 2
AT Modul 6 kb 2AT Modul 6 kb 2
AT Modul 6 kb 2
 
Biaya dan Pendapatan Usaha Babi Panggang di Desa Daru Kecamatan Kao Utara
Biaya dan Pendapatan Usaha Babi Panggang di Desa Daru Kecamatan Kao UtaraBiaya dan Pendapatan Usaha Babi Panggang di Desa Daru Kecamatan Kao Utara
Biaya dan Pendapatan Usaha Babi Panggang di Desa Daru Kecamatan Kao Utara
 
Pengembangan konsep model sistem jaminan halal
Pengembangan konsep model sistem jaminan halalPengembangan konsep model sistem jaminan halal
Pengembangan konsep model sistem jaminan halal
 
AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4AT Modul 5 kb 4
AT Modul 5 kb 4
 
AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4AT Modul 4 kb 4
AT Modul 4 kb 4
 
kuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.pptkuliah manajemen usaha peternakan.ppt
kuliah manajemen usaha peternakan.ppt
 
Analisis investasi usaha ternak kerbau di kecamatan welahan kabupaten jepara
Analisis investasi usaha ternak kerbau di kecamatan welahan kabupaten jeparaAnalisis investasi usaha ternak kerbau di kecamatan welahan kabupaten jepara
Analisis investasi usaha ternak kerbau di kecamatan welahan kabupaten jepara
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
 
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. munaAnalisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
Analisis sosial ekonomi penggemukan sapi potong gaduhan kab. muna
 
Beternak ayam pedaging
Beternak ayam pedagingBeternak ayam pedaging
Beternak ayam pedaging
 
Wirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedagingWirausaha produk budidaya unggas pedaging
Wirausaha produk budidaya unggas pedaging
 
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
 
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
Analisis ekonomi-usaha-ayam-petelur-cv.-santoso-farm-di-desa-kerjen-kecamatan...
 

Wahyu patpi2004 analisa-finansial_rpa_[edited]

  • 1. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PEMOTONGAN AYAM TRADISIONAL DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Wahyu Supartono, M. Yunus, Henry Yuliando Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Gadjah Mada Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha pemotongan ayam tradisional yang mulai banyak dikembangkan di DIY secara finansial. Analisis dan penentuan tingkat kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria Pay Back Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) dan Break Even Point (BEP) Pemilihan lokasi pasar yang digunakan sebagai sampel penelitian menggunakan metode area random sampling, yaitu sampel diambil secara random dari setiap Kabupaten/ kota (Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta, Kulon Progo dan Gunung Kidul). Berdasarkan bidang atau sifat usahanya, usaha pemotongan ayam tradisional di DIY dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu usaha pemotongan ayam yang bergerak di bidang jasa dan non jasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelayakan finansial usaha ini berdasarkan wilayah yang paling layak adalah usaha pemotongan ayam di Sleman, KotaYogyakarta, Bantul, Kulon Progo dan Gunung Kidul. Disamping itu, juga dilakukan analisis perbandingan kelayakan finansial usaha di antara kedua jenis usaha serta diperoleh hasil bahwa usaha pemotongan ayam tradisional non jasa lebih layak secara finansial dibandingkan dengan yang bersifat jasa. 1. Pendahuluan Seiring dengan makin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia maka makin meningkat pula kebutuhan bahan makanan, termasuk bahan makanan yang berasal dari hewan terutama daging. Penyediaan pangan berupa daging bagi masyarakat dalam jumlah yang mencukupi dengan mutu yang baik merupakan salah satu tujuan pembangunan sektor pertanian, di samping peningkatan pendapatan para peternak dan peningkatan peranan pertanian khususnya sub sektor peternakan dalam tata ekonomi nasional. Untuk mencapai sasaran tersebut maka peranan ayam sebagai salah satu sumber protein hewani dapat diandalkan karena ayam merupakan salah satu aset nasional yang turut menunjang kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Sebagian besar kebutuhan masyarakat terhadap daging ayam dipenuhi oleh pemotong ayam tradisional karena perusahaan pemotongan ayam yang menggunakan mesin pemotong modern masih sedikit. Menjamurnya usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa usaha tersebut memiliki prospek pasar yang baik, namun masih perlu dilakukan studi kelayakan usaha terutama kelayakan finansialnya agar dapat diteliti secara ilmiah dan detail mencakup kriteria Pay Back Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Break Even Point (BEP). Analisis kelayakan finansial adalah penilaian atas proyek yang didasarkan pada apakah proyek tersebut nantinya secara finansial menguntungkan atau tidak. Dengan diketahui layak atau tidaknya usaha tersebut maka membantu pengembangan dan perencanaan usaha di masa mendatang. Dalam penelitian ini dianalisis tingkat kelayakan finansial pada usaha pemotongan ayam tradisional yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga dapat membantu pengusaha 683
  • 2. pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam perencanaan usahanya untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas usahanya. 2. Metodologi Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Usaha Pemotongan Ayam yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pemilihan lokasi pasar yang menjadi sampel penelitian menggunakan metode Area Random Sampling yaitu sampel diambil secara random dari tiap kabupaten yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kodya Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul. Data yang diperlukan adalah : 1. Keberadaan dan jenis Usaha Pemotongan Ayam di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Jumlah pekerja pada Usaha Pemotongan Ayam. 3. Teknik pemotongan ayam yang dilakkan pada Usaha Pemotongan Ayam tersebut serta peralatan yang digunakan. 4. Data pendapatan dan biaya Usaha Pemotongan Ayam di Daerah Istimewa Yogyakarta. Data-data di atas diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Peternakan DIY, BPS DIY, dan Usaha Pemotongan Ayam yang diteliti. Metode pencarian data yang digunakan adalah : 1. Observasi yaitu cara untuk memperoleh data primer dengan mengamati pelaku dan lingkungannya. Observasi adalah cara yang paling tidak formal di antara ketiga cara pencarian data primer. Data diperoleh dengan melihat, mengamati dan mendengar secara langsung dari pengusaha pemotongan ayam di DIY. 2. Survei merupakan pendekatan yang biasa digunakan untuk penelitian deskriptif. Survei mempunyai sifat lebih formal dibandingkan dengan observasi. Survei ini dilakukan langsung di tempat pemotongan dan penjualan ayam yang diteliti. 3. Wawancara yaitu mengumpulkan data yang terkait dengan usaha pemotongan ayam tradisional yang diteliti dan bertanya langsung maupun dengan kuisioner. 4. Studi pustaka yaitu mencari referensi dan literatur untuk memperoleh data sekunder mengenai usaha pemotongan ayam tradisional. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan metode berikut : 1. Description Analysis yaitu melakukan analisis deskripsi dari data-data yang dikumpulkan terhadap usaha pemotongan ayam di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Analisis dan penentuan tingkat kelayakan finansial dengan menggunakan kriteria-kriteria seperti Pay Back Period (PBP), Net Presen Value (NPV), Internal Rate Of Return (IRR), Benefit Cos Ratio (BCR), dan Break Even Point (BEP). Penggunaan macam-macam kriteria dalam menentukan tingkat kelayakan usaha pemotongan ayam untuk melihat ketahanan usaha dan tingkat kemampuannya yang berada pada kondisi yang dinamis atas nailai investasi yang ditanamkannya. 3. Hasil dan Pembahasan Usaha Pemotongan Ayam Tradisional di DIY Usaha pemotongan ayam tradisional atau yang disebut rumah rumah potong ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki prospek yang baik. Hal ini terlihat dari banyaknya usaha 684
  • 3. pemotongan ayam yang bermunculan terutama di pasar tradisional, yang saat ini mulai dikembangkan oleh pemerintah daerah. Menurut Dinas Peternakan Daerah Istimewa Yogyakarta, walaupun usaha pemotongan ayam di DIY umumnya masih dikelola secara sederhana namun pertumbuhan usaha tersebut menunjukkan trend meningkat setiap tahunnya sehingga jumlahnya tidak dapat dipastikan setiap saat. Sulitnya memastikan jumlah usaha tersebut dikarenakan hampir tiap minggu usaha tersebut bermunculan baik secara sporadis hanya di saat hari raya atau momen tertentu maupun secara kontinyu sebagai usaha tetap. Skala produksi usaha pemotongan ayam tradisional yang dikelola secara sederhana umumnya di bawah 1000 ekor ayam perhari bahkan bisa mencapai puluhan ekor perharinya. Selain itu, ketersediaan bahan baku berupa ayam hidup selama beberapa waktu terakhir masih cukup atau tidak kekurangan karena didukung oleh pasokan ayam yang melebihi kebutuhan setiap harinya baik dari peternak lokal maupun peternak luar DIY. Jenis ayam yang dikonsumsi ada tiga macam yaitu ayam ras peterlur, ayam ras pedaging dan ayam kampung (buras). Ketiga jenis ayam tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Konsumsi ayam ras pedaging masih berada di peringkat pertama, masyarakat di DIY lebih banyak mengkonsumsi daging ayam ras pedaging karena jenis ayam ini cepat berkembang biak, harganya relatif murah dan dagingnya yang lebih besar. Konsumsi ayam buras juga mendekati ayam ras pedaging karena dagingnya yang lebih lezat (proteinnya lebih banyak) dan memiliki daya tahan hidup yang tinggi. Sedangkan jenis ayam ras petelur masih sedikit dikonsumsi. Hal ini bisa disebabkan karena ayam ras petelur lebih banyak dikembangbiakkan untuk menghasilkan telur sehingga jarang dikonsumsi. Berdasarkan bidang atau sifat usahanya, usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat diklasifikasikan menjadi dua macam antara lain : 1. Usaha pemotongan ayam yang bergerak di bidang jasa pemotongan ayam. Biasanya usaha ini hanya menyediakan jasa untuk memotong ayam sampai bersih dan siap untuk dikelola lebih lanjut oleh konsumen. Kegiatan yang dilakukan mulai dari menyembelih ayam, membuang darahnya, beberapa usaha ada yang mencabut sebagian bulu secara manual untuk dijual, merebus ayam beberapa menit, mencabut bulu ayam seluruhnya dengan mesin pencabut bulu atau secara manual, mencuci ayam, mengeluarkan dan membersihkan jeroan serta memotong karkas. Skala produksi usaha yang bersifat jasa ini umumnya bisa mencapai ratusan ekor ayam bila menggunakan mesin (semi-otomatis). Selain itu, tenaga kerja yang dibutuhkan umumnya berjumlah satu orang atau lebih. 2. Usaha pemotongan ayam yang bergerak di bidang penjualan daging ayam. Usaha tersebut melakukan penjualan produk berupa daging ayam yang telah dipotong dan dibersihkan secara langsung kepada konsumen di pasar-pasar tradisional. Proses pengerjaannya dimulai dari menymbelih ayam, membuang darahnya, beberapa usaha ada yang mencabut bulu yang tersisa secara manual, mencuci karkas, mengeluarkan dan membersihkan jeroan kemudian dijual di pasar sesuai keinginan konsumen. Peralatan yang digunakan masih sangat sederhana dan biasanya dikerjakan sendiri oleh anggota keluarga, begitu pula dengan proses penjualannya. Kelebihan dari usaha tersebut adalah penjualan dilakukan perbagian dari daging ayam (karkas) sehingga lebih fleksibel karena dapat disesuaikan dengan kebutuhan konsumen saat itu. Selain itu, dengan sistem penjualan tersebut keuntungan yang diperoleh semakin besar. Kekurangan dari usaha pemotongan ayam tradisional ini, selain kapasitas produksinya yang tidak besar, juga pelaksanaan proses produksinya kurang higienis, karena dalam melakukan proses pemotongan, pencucian, pembersihan karkas dan jeroan sampai proses penjualan dilakukan dengan air yang tidak mengalir atau menggenang dan tempatnya kurang terjaga kebersihannya, bahkan sering dijumpai proses pembersihan jeroan yang bercampur dengan air cucian karkas (daging ayam). Tahap ini sangat mempengaruhi kualitas daging ayam yang dijual atau dipotong di tempat tersebut. Namun usaha tetap banyak dikunjungi konsumen karena harga yang murah dan tempat yang strategis sebab dapat ditemui di pasar-pasar tradisional. Usaha pemotongan ayam yang bersifat non jasa di lima Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan usaha pemotongan dengan kategori I dan kelas C karena usaha tersebut memenuhi kebutuhan dalam kabupaten yang bersangkutan dan usahanya dikelola sendiri karena usaha tersebut adalah milik sendiri. Sedangkan usaha pemotongan ayam yang bersifat jasa merupakan usaha pemotongan dengan kategori II dan kelas C karena usaha tersebut memenuhi kebutuhan dalam kabupaten bersangkutan dan usahnya hanya melayani jasa pemotongan ayam saja. 685
  • 4. Adapun perkiraan investasi awal, biaya operasional dan pemeliharaan (biaya tetap dan biaya variabel), pendapatan dan keuntungan masing-masing usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Perkiraan investasi awal, biaya operasional dan pemeliharaan (biaya tetap dan biaya varibel), pendapatan dan keuntungan masing-masing usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sampel ke- Kab/ Kodya Perkiraan Investasi awal Biaya Tetap (per tahun) Biaya Variabel (per tahun) Perkiranan Pendapatan (per tahun) Perkiranan keuntungan (per tahun) 1 Yogyakarta 11,348,000.00 15,610,650.00 22,361,760.28 52,376,608.00 13,981,197.7 2 2 18,147,000.00 42,757,000.00 146,547,816.55 213,957,460.8 0 20,963,748.5 2 3 13,194,000.00 9,128,350.00 13,035,914.78 33,393,812.00 10,885,547.2 3 4 Sleman 43,110,000.00 6,892,000.00 184,510,774.24 245,731,731.2 0 53,868,956.9 6 5 35,560,000.00 6,862,900.00 275,425,481.40 331,542,272.0 0 49,253,890.6 0 6 Bantul 22,205,000.00 4,376,900.00 106,070,007.40 134,369,760.0 0 23,487,852.6 0 7 22,155,000.00 3,927,550.00 132,587,509.25 162,446,147.2 0 25,606,087.9 5 8 Kulon Progo 29,840,000.00 3,760,350.00 109,858,221.95 125,446,492.0 0 10,765,972.0 5 9 28,900,000.00 3,922,050.00 152,865,598.90 184,062,072.0 0 27,274,423.1 0 10 Gunung Kdl 46,860,000.00 11,244,750.00 1,063,552,376. 72 1,186,211,686. 40 110,454,559. 68 11 4,830,000.00 4,832,850.00 15,375,694.35 22,571,262.00 2,032,717.65 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pemotongan Ayam Di DIY Analisis kelayakan finansial usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan dengan membandingkan nilai kelima kriteria kelayakan finansial berdasarkan wilayah dan sifat usaha. Sampel ke- Kab/Kodya Sifat Usaha NPV(per 5 th, i=19%) IRR (%/th) BCR PBP BEP( %th) 1 Yogyakarta Jasa potong 23,404,030.53 59.46 1.18 2.52 52.01 2 Jasa potong 44,784,457.82 66.38 1.08 2.22 63.43 3 Jasa potong 14,139,761.51 44.84 1.18 2.84 44.84 4 Sleman Non Jasa 92,766,057.26 62.61 1.15 2.35 11.26 5 Non Jasa 78,826,424.11 54.04 1.14 2.82 12.23 6 Bantul Non Jasa 34,439,580.56 49.27 1.10 2.81 15.47 7 Non Jasa 38,627,426.75 50.43 1.09 2.82 13.15 8 Kulon Progo Non Jasa 12,835,498.66 53.76 1.03 1.16 24.12 9 Non Jasa 34,848,415.47 42.46 1.07 3.07 12.57 10 Gunung Kdl Non Jasa 197,488,592.72 61.88 1.06 2.82 9.17 11 Jasa potong 1,747,001.97 36.82 1.03 2.31 67.16 686
  • 5. 1. Perbandingan Kelayakan Usaha Antar Wilayah Untuk nilai NPV tertinggi dimiliki oleh sampel kesepuluh dari Kabupaten Gunung Kidul. Hal ini disebabkan usaha tersebut memiliki keuntungan yang besar karena skala produksinya lebih besar yaitu penjualan karkas ayam rata-rata 300 ekor ayam perhari dengan strategi penjualan karkas perbagian sehingga keuntungannya menjadi lebih banyak. Nilai BCR tertinggi diperoleh oleh sampel kesatu dan kedua dari Kodya Yogyakarta karena kedua usaha tersebut memilik perbandingan dengan usaha lainnya walaupun keuntugnannya lebih kecil namun karena nilai pemasukan jauh lebih besar dari nilai pengeluarannya maka nilai BCR-nya jauh lebih besar. Nilai IRR tertinggi diperoleh sampel kedua di Kodya Yogyakarta dengan IRR sebesar 66,38%. Hal ini disebabkan keuntungan pertahun yang diperoleh usaha tersebut jauh lebih besar dari usaha lainnya dalam tiap periodenya, walaupun bila keuntungan tersebut diakumulasikan selama lima tahun ternyata masih lebih kecil dari usaha lainnya. Untuk titik impas terkecil diperoleh sampel kesepuluh di Kabupaten Gunung Kidul dengan nilai 9,17%. Hal ini disebabkan karena faktor selisih antara pendapatan dan biaya variabel yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan biaya tetap usaha tersebut sehingga dihasilkan nilai BEP yang lebih kecil dari usaha lainnya. Sedangkan untuk periode pengembalian modal terkecil dimiliki oleh sampel kedelapan di Kabupaten Kulon Progo dengan PBP sebesar 1,16 tahun. Nilai yang kecil ini disebabkan investasi yang dimiliki usaha ini lebih kecil dibandingkan dengan yang lainnya yaitu sebesar Rp. 3.760.350,00 pertahun (tabel 2). Selain itu, keuntungan yang diperoleh cukup besar dan tersedia untuk membayar investasi tersebut secepatnya. Dari kelima kriteria di atas, usaha pemotongan ayam traidisional di Kabupaten Sleman memiliki rata-rata NPV, IRR, BCR yang paling tinggi yaitu NPV di atas 70 juta rupiah, IRR berkisar 50% sampai 65% dan BCR berada pada nilai 1,14-1,15. Di samping itu, nilai rata-rata PBP dan BEP usaha pemotongan ayam tradisional ini paling kecil yaitu PBP selama kurang dari tiga tahun dan mencapai titik impas pada 11-12% penjualan pertahun. Hal ini disebabkan keuntungan dan pendapatan yang diperoleh dari kedua sampel di Kabupaten Sleman rata-rata lebih besar dibandingkan usaha lainnya (Tabel 2.). Urutan kedua untuk nilai IRR diperoleh usaha pemotongan ayam tradisional di Kodya Yogyakarta yaitu berkisar antara 44% sampai 66% pertahunnya. Nilai BCR usaha tersebut berkisar antara 1,08 sampai 1,18. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran masih lebih tinggi. Begitu pula dengan nilai NPV berada di atas 14 juta rupiah. Sedangkan untuk sampel di Kabupaten Bantul di urutan ketiga. Dengan nilai NPV di atas rata-rata 30 juta rupiah, nilai IRR berkisar antara 49% sampai 51% pertahun dan nilai BCR antara 1,09 sampai 1,10. Walaupun bila dibandingkan dengan nilai NPV usaha pemotongan ayam tradisional di Kodya Yogyakarta masih lebih tinggi, namun laju keuntungan yang diperoleh pertahunnya masih lebih rendah. Hal ini disebabkan usaha pemotongan ayam tradisional di Kodya Yogyakarta memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan lebih cepat dibanding usaha pemotongan ayam tradisional di Kabupaten Bantul perperiode karena skala produksinya lebih besar pula. Untuk usaha pemotongan ayam tradisional di Kabupaten Kulon Progo memiliki rata-rata IRR yang lebih besar dibandingkan dengan usaha pemotongan ayam tradisional di Kabupaten Gunung Kidul. Walaupun nilai NPV sampel kesepuluh jauh lebih besar naum nilai BCR dari usaha pemotongan ayam tradisional di Kabupaten Kulon Progo masih lebih unggul. Hal ini disebabkan laju keuntungan dan perbandingan pemasukan dengan pengeluaran masih lebih besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan persentase titik impasnya, usaha pemotongan ayam tradsional di Kulon Progo masih lebih kecil yaitu berkisar antara 12% sampai 25% dari penjualan total pertahunnya. Sedangkan usaha pemotongan ayam tradisional di Gunung Kidul berkisar antara 9% sampai 68% dari penjualan total pertahunnya. 2. Perbandingan Kelayakan Usaha Antar Sifat Usaha Dari 11 sampel usaha pemotongan ayam tradisional yang diteliti di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat empat usaha pemotongan ayam tradsional yang bersifat jasa sedangkan sisanya tujuh sampel bersifat non jasa. Dari kelima kriteria kelayakan finansial, usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat non jasa masih lebih unggul secara finansial dibandingkan usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat jasa. Dilihat dari NPV da IRR yang diperoleh usaha 687
  • 6. pemotongan ayam tradisional yang bersifat non jasa rata-rata lebih besar yaitu NPV lebih besar dari 20 juta rupiah dan IRR diantara 40% sampai 63%. Sedangkan untuk usaha pemotongan ayam tradsional yang bersifat jasa memiliki nilai NPV di bawah 20 juta rupaih dan IRR di antara 36% sampai 66%. Hal ini dikarenakan keuntungan usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat jasa jauh lebih besar tiap tahunnya sebab strategi penjualan yang dilakukan secara perbagian memberikan keuntungan yang lebih besar pula. Untuk BEP usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat non jasa mencapai titik impas kurang dari 30% penjualan tiap tahun. Sedangkan untuk usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat jasa mencapai titik impas lebih dari 40% penjualan tiap tahun. Walaupun nilai BCR dan PBP relatif mendekati di antara kedua jenis usaha tersebut yaitu nilai BCR berada di antara 1,03 sampai 1,18 dan PBP rata-rata kurang dari tiga tahun penjualan. Namun perbedaan dengan tiga kriteria di atas (NPV, IRR, BEP) sudah bisa menyatakan bahwa usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat non jasa lebih layak secara finansial dibandingkan usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat jasa. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain : 1. Berdasarkan bidang atau sifat usahanya, usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu usaha pemotongan ayam tradisional yang bergerak di bidang jasa dan non jasa atau penjualan secara langsung. 2. Usaha pemotongan ayam tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta umumnya berkelas C dan berkategori I untuk usaha yang bersifat non jasa dan berkategori II untuk usaha yang bersifat jasa. 3. Dari perbandingan kelayakan usaha secara finansial di antara kedua jenis usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat non jasa lebih layak secara finansial dibandingkan usaha pemotongan ayam tradisional yang bersifat jasa. Daftar Pustaka 1. Cahyono, B. 1998. Ayam Buras Pedaging. Trubus Agriwidaya. Jakarta. 2. Husnan, S dan Suwarsono. 1997. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. 3. Priyatno, M.A. 1999. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta. 688