Kebahagiaan sejati bersifat permanen dan berasal dari cara hidup yang sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Tujuan hidup seorang Muslim adalah mencari keridhaan Allah dengan melakukan segala perbuatan sesuai perintah-Nya dan menyadari ketergantungan manusia kepada-Nya.
Makalah ini dibuat untuk mengetahui apa itu kenakalan remaja dan pencegahanny...
Kebahagiaan hakiki
1. Kebahagiaan Hakiki<br />Kebahagiaan adalah suatu cara hidup, pandangan hidup sebagai hasil reaksi berantai dari sistem kimia, biologi dan neurologis yang tertanam didalam otak, kebahagiaan tidak datang begitu saja bersifat sementara kemudian hilang seiring waktu yang berlalu, kebahagiaan adalah produk sampingan reaksi berantai yang terangkum dalam berbagai kondisi yang berasal dari beberapa kualitas esensial dalam hubungan antara manusia dengan manusia dan hubungan antara manusia dengan Tuhannya untuk mencapai tujuan hidup<br />Suatu ketika pada saat berkumpul bersama teman-teman dalam suatu suasana yang santai, kerap terjadi diskusi dengan spontan tanpa suatu perencanaan, topiknya bermacam-macam terkadang nyerempet ke informasi yang sedang heboh saat kejadian pertemuan tersebut berlangsung sampai ke situasi dan kondisi kejadian jaman dahulu ketika masih belia, suatu memory nostalgia yang amat melekat dihati masing-masing. Biasanya yang paling berkesan atas suatu peristiwa dan melekat erat dalam memory otak dan sanubari kita adalah mengenai hal-hal yang menimbulkan kesenangan dan kesusahan atau kebahagiaan dan ketakutan suatu kondisi kejiwaan yang bertolak belakang tetapi itulah hidup dan dinamikanya dan peristiwa tersebut menjadi kenangan tersendiri dan mempengaruhi hidup pada saat berinteraksi dengan lingkungan, baik pada masa lalu pada saat kejadian tersebut berlangsung sampai kemasa kini bahkan akan mempengaruhi keputusan-keputusan hidup dimasa yang akan datang.<br />Betapa bahagianyanya ketika nilai mata pelajaran/ kuliah mendapatkan nilai yang memuaskan ternyata jerih-payah belajar telah menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan harapan kita. kemudian ketika lulus ujian sesuai dengan hasil yang diinginkan, ketika mendapatkan pacar yang sesuai dengan angan-angan dan cinta bak gayung bersambut, demikian juga ketika mendapatkan pekerjaan, nikah, ketika anak kita pertama lahir ketika hal yang diprioritaskan dan yang menjadi panutan muncul dan hadir beroleh keberhasilan dan lain-lain yang telah mengantarkan kepada situasi kejiwaan yang membahagiakan.<br />Sebaliknya ketika mendapatkan nilai jelek, tidak lulus ujian, gagal bercinta, perceraian yang tidak diharapkan, dipecat dari pekerjaan, keadaan perekonomian keluarga yang terpuruk, seuatu atau seseorang yang diharapkan tidak muncul dan hadir dalam kehidupan kita dan lain-lain yang menimbulkan suatu situasi dan kondisi kejiwaan yang menyedihkan yang berujung kepada ketakutan untuk menjalani proses hidup dan berkehidupan selanjutnya.<br />Situasi dan kondisi yang membahagiakan dan menakutkan tersebut sering dikaitkan dengan reaksi alamiah dari sistem tubuh manusia dalam menilai lingkungan sekitarnya setelah ditangkap oleh panca indera dan direspon oleh salah satu bagian diotak kita, Reaksi kimia biologis dan neurologis ini yang menunjukan seseorang bahagia atau mengalami trauma ketakutan yang luar biasa.<br />Kalau kita perhatikan reaksi manusia dalam merespon lingkungan berdasarkan pengalaman yang tertanam dimemori semenjak kecil sampai dengan saat ini ternyata ketakutanlah yang menyebabkan hidup kita bisa bertahan, orang tua, guru dan para pembimbing spiritual kita selalu mengarahkan agar selalu berhati-hati melangkah dan tetap selalu berpedoman terhadap nilai-nilai spiritual, sesuai dengan nilai luhur yang tertanam dalam Agama yang diyakini, rasa takut bahwa Allah SWT selalu memperhatikan kita bahkan sangat dekat lebih dekat dengan urat leher kita sendiri sehingga menjauhi segala lararangan dan melaksanakan segala perintah dan kewajibanNya justru membimbing untuk tidak terlena, tenggelam dalam kerendahan dan kenistaan sebagai manusia itulah sebenarnya pencerminan manusia yang ber-Akhlakulkarimah demi kebahagiaan manusia itu sendiri. Sebagaimana sejarah manusia dalam menghadapi lingkungannya yang liar. manusia jaman purba menciptakan senjata dan hidup berkelompok untuk mempertahankan diri dari keganasan hewan buas yang akan memangsa, menciptakan cara bercocok tanam yang diharapkan dapat menghasilkan bahan makanan yang tersedia sepanjang tahun, berburu hewan yang dapat di santap bersama-sama, menciptakan pakaian untuk menghindari dingin dan membuat tempat-tempat perlindungan untuk berteduh dan beristirahat. Ketakutanlah yang membuat manusia menjadi kreatif dan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai dengan suatu jaman ketika diutusnya Rosul untuk mengarahkan kejalan yang lurus, dengan demikian agama sebenarnya bukan membuat dan menciptakan rasa takut pada manusia akan tetapi justru membimbing agar tidak terjerumus kedalam kehancuran dan pemusnahan populasi dan hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam lingkungannya sehingga tercapai bahagia lahir dan bathin. Reaksi ketakutan yang berlebihan justru akan menghambat hidup untuk mencapai kebahagiaan yang sebenarnya. Dijaman modern ini, ketakutan jaman purba bergeser kepada ketakutan era kekinian yang menyimpan trauma masa lalu , kemelut dan kesusahan saat ketika kita menjalani hidup saat kini, kecemasan akan hidup dimasa depan yang belum tahu apakah kita bisa sampai melangkah hidup ke masa yang akan datang dan kehati-hatian bawaan yang sudah tertanam dalam memori otak manusia sebagai fitrah yang diberikan oleh Tuhan.<br />Kebahagiaan juga bukan hanya merasakan suasana hati yang menyenangkan sepanjang hari-hari ketika kita menjani proses hidup dan kehidupan atau merasasakan emosi kegembiraan dalam suatu ephoria mendalam, meluapkan rasa kegembiaraan yang luar biasa. situasi tersebut hanya berupa reaksi biokimia dan neurologis dalam otak yang spontan dan sifatnya hanya sementara saja. Ketika moment tersebut berlalu seiring berjalannya waktu maka suasana hati dan emosi yang meledak tersebut dengan sendirinya akan hilan ditelan angin.<br />Kebahgiaan yang hakiki adalah suatu cara hidup dan pandangan hidup sebagai hasil reaksi berantai dari sistem kimia, biologi dan neurologis yang tertanam didalam otak, dimana kebahagiaan tidak datang begitu saja, bersifat sementara kemudian hilang seiring waktu yang berlalu. Kebahagiaan adalah produk sampingan reaksi berantai tersebut yang terangkum dalam berbagai kondisi yang berasal dari beberapa kualitas yang bermutu sebagai amal ibadah yang mengarah kepada tujuan hidup manusia itu sendiri.<br />Tujuan seorang muslim dalam melakukan segala perbuatan harus sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT. Tujuan tersebut dibangun atas kesadarannya dalam melakukan hubungannya dengan Allah, dalam hal ini tujuan tersebut hanya mencari keridhlaan Allah SWT semata, bukan sekedar mendapatkan manfaat dari peraturan tersebut. Oleh karena itu seorang muslim terdapat aspek rohaniah dalam keterlibatanya dengan segala sesuatu, harus melibatkan secara sadar dengan Allah SWT tatkala melakukan seluruh amal perbuatannya, sebagaimana harus dipahami dengan jelas bahwasanya arti aspek kerohanian atas segala sesuatu itu merupakan makhluk bagi Khaliq, yaitu hubungan makhluk dengan Khaliq-nya<br />Dengan tinjauan yang mendalam tentang alam, manusia, dan hidup, serta apa-apa yang berada di sekitarnya dan yang berkaitan dengannya, maka manusia akan dapat membuktikan kekurangan, kelemahan, dan ketergantungan dirinya, yang dapat diindera dan disaksikan atas segala sesuatu yang berkaitan dengannya (yaitu alam semesta, manusia, dan hidup, ). Inilah yang menunjukkan secara pasti bahwa ketiganya adalah makhluk bagi Khaliq dan diatur menurut perintah dan kehendak-Nya. Dan bahwasanya manusia itu dalam menjalankan kehidupannya memerlukan suatu sistem yang mengatur naluri dan kebutuhan jasmaninya. Tentu saja aturan itu tidak mungkin berasal dari manusia, karena ia lemah dan tidak mampu mengetahui segala sesuatu. Juga karena pemahaman manusia terhadap tata aturan sangat mungkin sekali terjadi perbedaan, perselisihan, dan pertentangan. Suatu hal yang hanya akan melahirkan tata aturan yang saling bertentangan, yang membawa akibat kesengsaraan pada manusia.<br />Oleh karena itu, peraturan tersebut haruslah berasal dari Allah SWT. Konsekuensinya, manusia harus menyesuaikan seluruh amal perbuatannya dengan peraturan yang bersumber dari Allah SWT. Hanya saja apabila dalam mengikuti peraturan ini didasarkan hanya pada manfaat peraturan, bukan didasarkan pada kesadaran bahwa peraturan bersumber dari Allah, tentu tidak terdapat aspek kerohanian di dalamnya. Berdasarkan hal ini, hendaknya seluruh amal perbuatan manusia diatur berdasarkan perintah dan larangan Allah yang dilandasi oleh kesadaran manusia terhadap hubungannya dengan Allah SWT, sehingga akan terwujudlah ruh dalam amal-amal perbuatannya. Dengan kata lain haruslah ada kesadaran akan hubungannya dengan Allah, kemudian dengan kesadaran ini manusia akan menyesuaikan seluruh amal perbuatannya sesuai dengan perintah Allah dan larangan-Nya. Sehingga ruh akan nampak pada saat melakukan setiap amal perbuatannya. Sebab, arti ruh itu adalah kesadaran manusia akan hubungannya dengan Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan menggabungkan ruh dengan materi adalah terwujudnya kesadaran akan hubungannya dengan Allah, tatkala ia melakukan amal perbuatan. Dengan demikian, manusia akan menyesuaikan setiap amal perbuatannya dengan peintah Allah dan larangan-Nya berdasarkan kesadaran akan hubungannya dengan Allah.<br />