1. Sejarah Bahasa Indonesia — Webinar Transcript
1. Wisnu Sujianto [email_address]
2. Kelahiran Bahasa Indonesia Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa
dengan berbagai ragam bahasa daerah yang dimilikinya memerlukan adanya satu bahasa
persatuan guna menggalang semangat kebangsaan. Semangat kebangsaan ini sangat
penting dalam perjuangan mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Kesadaran politis
semacam inilah yang memunculkan ide pentingnya bahasa yang satu, bahasa persatuan,
bahasa yang dapat menjembatani keinginan pemuda-pemudi dari berbagai suku bangsa
dan budaya di Indonesia saat itu.
3. Pemuda-pemudi Indonesia pada masa pergerakan berhasil menyelenggarakan Kongres
Pemuda Indonesia. Dalam kongres tersebut tercetuslah ikrar bersama yang lebih dikenal
dengan Sumpah Pemuda . Ikrar Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada tanggal 28
Oktober 1928 itu salah satu butirnya adalah menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia. Adapun bunyi ikrar lengkap pemuda Indonesia yang dikenal dengan sebutan
Sumpah Pemuda itu adalah sebagai berikut.
4. Teks Sumpah Pemuda Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah
yang satu, Tanah Air Indonesia. Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa
yang satu, Bangsa Indonesia. Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, Bahasa Indonesia.
5. Secara historis bahasa Indonesia berakar pada bahasa Melayu Riau sebab bahasa yang
dipilih sebagai bahasa nasional itu adalah bahasa Melayu, yang sudah menjadi lingua
franca di pelabuhan-pelabuhan perniagaan yang tersebar di wilayah Nusantara, yang
kemudian diberi nama bahasa Indonesia. Alasan dipilihnya bahasa Melayu sebagai
bahasa nasional adalah sebagai berikut. Bahasa Melayu telah berabad-abad lamanya
dipakai sebagai lingua franca (bahasa perantara atau bahasa pergaulan di bidang
perdagangan) di seluruh wilayah NUsantara. Bahasa Melayu memunyai struktur
sederhana sehingga mudah dipelajari, mudah dikembangkan pemakaiannya, dan mudah
menerima pengaruh luar untuk memerkaya dan menyempurnakan fungsinya. Bahasa
Melayu bersifat demokratis, tidak memperlihatkan adanya perbedaan tingkatan bahasa
berdasarkan perbedaan status sosial pemakainya, sehingga tidak menimbulkan perasaan
sentimen dan perpecahan. Adanya semangat kebangsaan yang besar dari pemakai bahasa
daerah lain untuk menerima bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Ada nya semangat
rela berkorban dari masyarakat Jawa demi tujuan yang mulia.
6. Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum Masa Kolonial Meskipun bukti-bukti
autentik tidak ditemukan, bahasa yang digunakan pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya
pada abad VII adalah bahasa Melayu. Sementara itu, bukti-bukti yang tertulis mengenai
pemakaian bahasa Melayu dapat ditemukan pada tahun 680 Masehi, yakni digunakannya
bahasa Melayu untuk penulisan batu prasasti, di antaranya sebagai berikut. Prasasti yang
ditemukan di Kedukan Bukit berangka tahun 683 Masehi. Prasasti yang ditemukan di
Talang Tuwo (dekat Palembang) berangka tahun 686 Masehi. Prasasti yang ditemukan di
Kota Kapur (Bangka Barat) berangka tahun 686 Masehi. Prasasti yang ditemukan di
Karang Brahi (antara Jambi dan Sungai Musi) berangka tahun 686 Masehi. Prasasti
dengan nama Inskripsi Gandasuli yang ditemukan di daerah Kedu dan berasal dari tahun
832 Masehi. Pada tahun 1356 ditemukan lagi sebuah prasasti yang bahasanya berbentuk
2. prosa diselingi puisi (?). Pada tahun 1380 di Minye Tujoh, Aceh, ditemukan batu nisan
yang berisi suatu model syair tertua .
7. Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Kolonial Pada abad XVI, ketika orang-orang
Eropa datang ke Nusantara mereka sudah mendapati bahasa Melayu sebagai bahasa
pergaulan dan bahasa perantara dalam kegiatan perdagangan. Bukti lain yang dapat
dipaparkan adalah naskah/daftar kata yang disusun oleh Pigafetta pada tahun 1522. Di
samping itu, pengakuan orang Belanda, Danckaerts, pada tahun 1631 yang mendirikan
sekolah di Nusantara terbentur dengan bahasa pengantar. Oleh karena itu, pemerintah
kolonial Belanda mengeluarkan surat keputusan: K.B. 1871 No. 104 yang menyatakan
bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumiputera diberi dalam bahasa Daerah, kalau
tidak dipakai bahasa Melayu.
8. Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Pergerakan Setelah Sumpah Pemuda,
perkembangan Bahasa Indonesia tidak berjalan dengan mulus. Belanda sebagai penjajah
melihat pengakuan pada bahasa Indonesia itu sebagai kerikil tajam. Oleh karena itu,
dimunculkanlah seorang ahli pendidik Belanda bernama Dr. G.J. Niewenhuis dengan
politik bahasa kolonialnya. Isi politik bahasa kolonial Niewenhuis itu lebih kurang
sebagai berikut.
9. Pengaruh politik bahasa yang dicetuskan Niewenhuis itu tentu saja menghambat
perkembangan bahasa Indonesia. Banyak pemuda pelajar berlomba-lomba mempelajari
bahasa Belanda, bahkan ada yang meminta pengesahan agar diakui sebagai orang
Belanda (seperti yang dilukiskan Abdul Muis dalam roman Salah Asuhan pada tokoh
Hanafi). Sebaliknya, pada masa pendudukan Dai Nippon, bahasa Indonesia mengalami
perkembangan yang pesat. Tentara pendudukan Jepang sangat membenci semua yang
berbau Belanda; sementara itu orang-orang bumiputera belum bisa berbahasa Jepang.
Oleh karena itu, digunakanlah bahasa Indonesia untuk memperlancar tugas-tugas
administrasi dan membantu tentara Dai Nippon melawan tentara Belanda dan sekutu-
sekutunya.
10. Kedudukan Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang
sangat penting, yaitu (1) sebagai bahasa nasional , dan (2) sebagai bahasa resmi/negara .
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional diperoleh sejak awal kelahirannya,
yaitu tanggal 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda. Bahasa Indonesia dalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional sekaligus merupakan bahasa persatuan.
11. Adapun dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional , bahasa Indonesia mempunyai
fungsi sebagai berikut. Lambang jati diri (identitas). Lambang kebanggaan bangsa. Alat
pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang etnis dan sosial-budaya,
serta bahasa daerah yang berbeda. Alat penghubung antarbudaya dan antardaerah.
12. Kedudukan bahasa Indonesia yang kedua adalah sebagai bahasa resmi/negara;
kedudukan ini mempunyai dasar yuridis konstitusional, yakni Bab XV pasal 36 UUD
1945. Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi/negara, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai berikut. Bahasa resmi negara . Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga
pendidikan. Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan. Bahasa resmi dalam
pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi.
13. Perkembangan Bahasa Indonesia
14. 1. Pada tahun 1908 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Commissie voor de
Volkslectuur (Komisi untuk Bacaan Rakyat) melalui Surat Ketetapan Gubernemen
3. tanggal 14 September 1908 yang bertugas: mengumpulkan dan membukukan cerita-cerita
rakyat atau dongeng-dongeng yang tersebar di kalangan rakyat, serta menerbitkannya
dalam bahasa Melayu setelah diubah dan disempurnakan; menerjemahkan atau menyadur
hasil sastra Eropa; menerima karangan pengarang-pengarang muda yang isinya sesuai
dengan keadaan hidup di sekitarnya.
15. 2 Tahun 1933 terbit majalah Pujangga Baru yang diasuh oleh Sutan Takdir
Alisyahbana, Amir Hamzah, dan Armijn Pane. Pengasuh majalah ini adalah sastrawan
yang banyak memberi sumbangan terhadap perkembangan bahasa dan sastra Indonesia.
Pada masa Pujangga Baru ini bahasa yang digunakan untuk menulis karya sastra adalah
bahasa Indonesia yang dipergunakan oleh masyarakat dan tidak lagi dengan batasan-
batasan yang pernah dilakukan oleh Balai Pustaka.
16. 3 Tahun 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda,
diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah. Kongres ini dihadiri
oleh bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Prof. Dr. Hoesein
Djajadiningrat, Prof. Dr. Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara. Dalam kongres tersebut
dihasilkan beberapa keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan
perkembangan bahasa Indonesia. Keputusan tersebut, antara lain: mengganti Ejaan van
Ophuysen, mendirikan Institut Bahasa Indonesia, dan menjadikan bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan .
17. 4 Tahun 1942-1945 (masa pendudukan Jepang), Jepang melarang pemakaian bahasa
Belanda yang dianggapnya sebagai bahasa musuh. Penguasa Jepang terpaksa
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi untuk kepentingan
penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan sebagai bahasa pengantar di lembaga
pendidikan, sebab bahasa Jepang belum banyak dimengerti oleh bangsa Indonesia. Hal
yang demikian menyebabkan bahasa Indonesia mempunyai peran yang semakin penting.
18. 5 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia dinyatakan secara resmi sebagai bahasa negara
sesuai dengan bunyi UUD 1945, Bab XV pasal 36: Bahasa negara adalah bahasa
Indonesia.
19. 6 19 Maret 1947 (SK No. 264/Bhg. A/47) Menteri Pendidikan Pengajaran dan
Kebudayaan Mr. Soewandi meresmikan Ejaan Republik sebagai penyempurnaan atas
ejaan sebelumnya. Ejaan Republik ini juga dikenal dengan sebutan Ejaan Soewandi.
20. 7 Tahun 1948 terbentuk sebuah lembaga yang menangani pembinaan bahasa dengan
nama Balai Bahasa. Lembaga ini, pada tahun 1968, diubah namanya menjadi Lembaga
Bahasa Nasional dan pada tahun 1972 diubah menjadi Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Pusat Bahasa.
21. 8 28 Oktober s.d. 1 November 1954 terselenggara Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan, Sumatera Utara. Kongres ini terselenggara atas prakarsa Menteri Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan, Mr. Mohammad Yamin.
22. 9 Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang
berlaku mulai 17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan
Tap.MPR No. 2/1972
23. 10 s.d. 14 25 s.d. 28 Februari 1975 di Jakarta diselenggarakan Seminar Politik Bahasa
Indonesia. Tahun 1978, bulan November, di Jakarta diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia III. Tanggal 21 s.d. 26 November 1983 berlangsung Kongres Bahasa Indonesia
IV di Jakarta. Tanggal 27 Oktober s.d. 3 November 1988 berlangsung Kongres Bahasa
4. Indonesia V di Jakarta. Tanggal 28 Oktober – 2 November 1993 berlangsung Kongres
Bahasa Indonesia VI di Jakarta.
24. Sebenarnya ada usaha-usaha bersama dari pemerintah Republik Indonesia dan
pemerintah Diraja Malaysia untuk mengadakan satu ejaan dengan mengingat antara
bahasa Indonesia dan bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai bahasa resmi
pemerintah Diraja Malaysia masih satu rumpun atau memiliki kesamaan. Usaha itu antara
lain pemufakatan ejaan Melindo (Melayu-Indonesia), namun usaha ini akhirnya kandas
karena situasi politik antara Indonesia dan Malaysia yang sempat memanas pada tahun
1963.