Cerita ini menceritakan kisah cinta segitiga antara Arza, Naja, dan seorang gadis lain. Arza jatuh cinta pada Naja namun kemudian salah paham ketika melihat Naja bersama gadis lain di hari ulang tahunnya. Arza pun pergi ke kota lain untuk melupakan Naja. Kondisi kesehatan Arza dan Naja memburuk akibat berpisah. Akhirnya Arza mengetahui kesalahpahamannya dan kembali
Kisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang Terbaru
Jarak sebab_ambigu_-lidia-pratama-febrian
1. JARAK SEBAB AMBIGU
Lidia Pratama Febrian
Mata hitam bulat menatap elok begitu manja. Memperhatikan pria yang selalu membuatnya
gila dengan berbagai indah dan permainan biola yang menari di telinga. Seorang gadis polos
dengan senyum merekah. Arza Atnajingga. Gadis tembam, dengan hidung mungil dan rambut
pendek sedada serta tegak yang tidak terlalu tinggi.
“Huuu ... prok, prok, prok,” suasana riuh sorakan dan tepuk tangan mengakhiri
penampilannya.
Pria itu mengakhiri penampilannya dengan senyum sumringah memamerkan gigi gingsul
dan keindahan mata yang seketika mengecil saat tersenyum. Pria dengan tubuh tinggi
semampai, mata sipit, hidung mancung lancip, dada bidang dan kulit sawo matang karena
terbakar matahari. Naja Husain, itulah namanya.
“Luar biasa Naja. Pruk, pruk, pruk...” decak kagum diiringi tepuk tangan seorang bertubuh
tinggi dengan cambang bauk yang tidak ketinggalan. Dia adalah Zacky Agasta, pelatih
sekaligus pemilik tempat latihan bermusik ternama di Padang yang dikenal dengan nama
‘sebuah nada.’
Disela keheningan malam Arza, ia menatap langit-langit kamarnya. Ia terkejut mendengar
deringan ponsel yang menandakan pesan masuk. Terlihat sebuah ucapan ‘selamat malam’ dari
pemilik gigi gingsul dan mata sipit. Naja lelaki yang dua tahun lebih tua darinya itu selalu
membuat dirinya terbuai rasa.
Beginilah hari-hari Arza yang selalu ditemani dengan obrolan hangat dan pertemuan indah
bersama Naja, semenjak ia bergabung di organisasi sebuah nada. Lima belas bulan lebih
mereka melalui hari-hari dengan semua romantisme tanpa suatu keterikatan.
“Hatiku menerima dentuman keras keambiguan, menghancurkan pasti langkah, membuatku
tetap di sini bersama mu.” gumam Arza lirih sambil menatap sebuah foto.
***
Naja akan mengikuti kompetisi biola tingkat nasional di luar Kota padang. Tidak tanggung-
tanggung, Arza bersama beberapa teman dan pelatihnya juga ikut mengiringi untuk
memberikan dukungan secara langsung. Namun, kondisi kesehatan Arza tidak benar-benar
baik kala itu. Naja sudah mencoba menahan Arza. Namun, Arza yang tetap bergeming dengan
keputusannya membuat Naja tidak dapat menghentikan keinginan Arza.
Arza dengan kondisinya yang lemah lebih banyak memilih tidur dan beristirahat. Naja selalu
menyediakan dekapan hangat dan sesekali melirik kemudian memeriksa keadaan Arza.
Namun, Arza bukan gadis manja yang akan terus merepotkan sang pujaan hati dengan
keadaannya.
Naja tampak begitu gugup sebelum menaiki panggung. Arza kemudian memberikan
pelukan hangat untuk menenangkan orang yang dicintainya itu.
2. “Menang kalah gak menjadi soal, yang terpenting tampil dengan kemampuan terbaik. Tuhan
sekalipun tidak akan kecewa jika kita kalah dalam kesungguhan.” gumam Arza lembut di dalam
pelukannya.
Naja tampil dengan sangat hebat. Sorak-sorai tepuk tangan menjadi akhir dari penampilannya
yang begitu manis. Hingga akhirnya tiba saat pengumuman sang juara.
“Juara pertama diraih oleh ... Naja Husain,” sorakan pembawa acara mengumumkan
pemenang lomba yang diikuti dengan tepuk tangan dari penonton.
Mereka semua bergembira di tengah keramaian merayakan kemenangan Naja. Namun semua
tidak baik-baik saja untuk Arza.
Bruuuk ... Arza jatuh pingsan tepat di tengah keramaian
Di Rumah Sakit, Naja menemani Arza seorang diri karena teman-temannya yang lain
memilih pulang, karena harus mengurusi urusan yang lain. Arza juga sudah tidak memiliki orang
tua dan kakaknya yang bekerja jauh di Medan sana. Naja memberikan perhatian penuh. Waktu
terus bergulir, keadaan Arza terus membaik dan diizinkan untuk pulang.
***
Di dalam kamar, Arza terus memandangi sebuah tanggal pada kalender ponselnya sambil
berbaring.
‘Ulang tahun Kak Naja 2 bulan agi. Tapi gue kasih dia kado apa ya? Lagian gue juga belum
punya uang buat beli Kado. Gue gak mungkin minta uang sama Kak Harif apalagi cuma buat
beli sebuah kado. Kalo gue kerja pasti Kak Harif marah karena gue udah janji sama dia dan gue
gak mungkin langgar janji itu, gue ga mau bikin Kak Harif kecewa. Terus gue dapat uang
darimana coba?’ batin Arza gelisah.
“Ah, iya! Kenapa gue gak kepikiran dari tadi coba? Gue harus ngirit,” ujar Arza.
Esok harinya, Arza datang ke supermarket untuk membeli makanan yang dapat membuatnya
bertahan selama menghemat. Pilihannya tertuju pada mie instan dan kopi.
Hari-hari berlalu, ulang tahun Naja tinggal tiga minggu lagi. Sudah satu bulan lebih ia
menjalani hari-harinya dengan hanya menyantap mie instan dengan menyeruput segelas kopi
setiap harinya.
Hari ini Arza berjalan dengan langkah tergontai menyusuri koridor kampus.
“Eh, kenapa lu Za? Lu kelihatan pucat banget Za! Lu sakit?” tanya Ana sahabat dekat Arza
sedari SMP.
“Gue gak apa-apa kok!” sahut Arza lesu sebelum akhirnya terjatuh.
Bruuuk ...
Ana yang panik langsung meminta pertolongan dan membawa Arza ke ruang kesehatan.
Tidak berapa setelah diperiksa Arza sadarkan diri, kemudian Ana mengantarkan Arza pulang.
Uhuk ... uhuk
3. “Eh lu kenapa Za? Gue ambilin minum bentar ya!” ujar Ana dan bergegas ke dapur untuk
mengambil air minum.
‘Aduuhh ... gimana ini?’ batin Arza panik
Ana bergegas ke dapur dan sontak terkejut dengan apa yang dilihatnya. Ada begitu banyak mie
instan dan juga kopi. Kemudian Ana berlalu dengan air yang yang dibawanya.
“Maksudnya apa Za? Kenapa banyak banget mie instan dan kopi di dapur lu?” tanya Ana
sambil mmberikan air kepada Arza. Arza meneguk air itu kemudian menarik nafasnya panjang
dan menghembuskannya berat.
“Gue sediain mie instan sama kopi buat persediaan makan gue sehari hari. Gue harus ngirit,
karena bentar lagi Kak Naja ulang tahun. Masa gue gak kasih apa-apa? Gue gak mau ngerepotin
Kakak gue cuma buat beli kado,” jawab Arza dengan tertunduk. Tanpa kata-kata Ana langsung
memeluk Arza erat dan memberikan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan Arza.
***
Hari yang ditunggu-tunggu hadir menyapa, ulang tahun Naja. Arza telah menyiapkan sebuah
kado spesial untuk sang pujaan hati. Ulang tahun naja pada tahun ini bertepatan dengan salah satu
jadwal latihan organisasi ‘sebuah nada.’
Awalnya, Arza berniat memberikan hadiah itu saat setelah selesai latihan. Namun sayang,
keadaan tidak berpihak kepada Arza. Hari ini Naja libur latihan. Arza sedikit kecewa, namun
tidak menyurutkan semangat gadis itu. Arza berniat mendangi rumah Naja sepulang latihan.
Tuk ... tuk
“Loh, Arza. Ada apa malam-malam ke sini? Mau cari Naja ya nak?” sapa seorang wanita
paruh baya saat membuka pintu. Suara khas itu tidak asing lagi ditelinga Arza, dia adalah Bunda
Naja.
“Iya, Tante. Kak Najanya ada?” tanya Arza dengan sopan.
“Ada, Nak. Lansung masuk aja ya! Naja ada di kamarnya”
“Oh yaudah Tante. Aku masuk ya Tante. Permisi,” ujar Arza menunjukkan senyum
ramahnya dan berlalu.
Mungkin hari ini bukanlah hari keberuntungan Arza. Ada seorang gadis cantik berkulit
putih, berhidung mancung dan tinggi semampai yang tengah belajar gitar bersama Naja. Mereka
terlihat begitu dekat, sangat dekat. Arza hanya memperhatikan dari luar pintu kamar. Tidak tahan
dengan apa yang disaksikannya, Arza sontak meninggalkan kamar Naja dangan terburu-buru
sambil sesekali menyeka air mata.
“Loh, Arza? Kamu udah ketemu sama Naja?” tanya Bunda Naja dibalas dengan senyuman nanar
gadis itu.
“Aku cuma mau ngasih ini aja kok Tante. Tolong kasihin sama Kak Naja ya Tante. Aku mau pulang
dulu,” ujar Arza sambil memberikan kotak hadiah itu kemudian mencium tangan wanita paruh
banya tersebut dan berlalu.
4. Setelah beberapa waktu, Naja keluar dari kamarnya hendak mengambil minum. Ia terkejut
dan penasaran dengan kotak yang berada di samping wanita paruh baya yang dipanggilnya Bunda
itu.
“Itu apa Bun?”
“Oh ini dari Arza Ja katanya buat kamu, tadi Bunda mau kasih tapi takut ganggu kamu,” sahut
wanita paruh itu yang masih berkutat dengan majalah yang ada dihadapannya.
“Oh yaudah. Aku bawa ya Bun?” lontar Naja yang dibalas dengann anggukan lembut sang
Bunda.
Naja menenteng kotak itu ke dalam kamarnya dan tidak sabar ingin membukanya.
“Ja, aku belum bisa nih. Ajarin lagi!” pinta gadis cantik berkulit putih. Tanpa membuka kado
tersebut, Naja kembali berkutat mengajari gadis itu bermain gitar.
Arza menangis sepanjang perjalanan pulang. Ia menangis sepenajang malam dan akhirnya
tertidur karena terlalu lama menangis. Esok harinya Arza bangun lebih awal untuk mengemas
semua barang-barangnya lalu berangkat ke Medan ke tempat sang Kakak berada. Ia bergegas
pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal kepada siapapun. Ia hanya mengirim pesan singkat
kepada sang sahabat dan pelatih musiknya, Zacky.
“Gue bakalan pergi kok Kak. Gue gak akan ganggu hidup lu lagi!” gumam Arza lirih
sepanjang perjalanan.
Sang Kakak dan keramaian Kota Medan menyambut kedatangan Arza dan tidak ketinggalan
dengan mata sembabnya akibat menangis terlalu lama.
Naja melihat sebuah kontak yang terduduk cantik di atas meja belajar dan membuatnya
teringat seseorang. Ia membukanya dengan sangat hati-hati. Matanya berbinar melihat sebuah
biola dengan warna elegan nan anggun. Naja membuka sepucuk surat berisi kalimat-kalimat
manis ucapan selamat ulang tahun. Ia langsung menghubungi Arza namun tidak ada jawaban
begitu juga dengan pesannya. Pada akhirnya ia memutuskan untuk menemui Ana dan
menanyakan keadaan dan keberadaan Arza serta apa yang terjadi.
Naja hanya mematung mendengar semua penjelasan ketus yang dilontarkan oleh Ana.
Karena geram, Ana berlalu meninggalkan Naja yang terdiam seribu bahasa tanpa memberikan
penjelasan kemana sebenarnya Arza pergi.
Semenjak kepergian Arza, kondisi Naja memburuk. Setiap hari ia mencari Arza ke setiap
sudut kota namun tidak kunjung menemukan titik terang. Begitu pula dengan panggilan dan
pesan yang tidak pernah ada jawaban. Naja hidup seperti mayat hidup, tidak peduli dengan
makan, jam tidur ataupun dengan kondisi dirinya. Keadaan Arza tidak lebih baik dari Naja. Setiap
hari langkahnya gontai karena kurang tidur dan makan, mata yang selalu sembab dan setiap hari
melamun adalah tradisi yang tidak pernah ditinggalkannya kini.
Drrttt ... drrttt
“Halo Za! Lu harus pulang sekarang! Kak Naja Za, Kak Naja jatuh sakit semenjak lu pergi
keadaannya memburuk Za! Kasian Kak Naja Za! Lu salah paham soal malam itu, sebenernya
5. ...” Ana menjelaskan semua yang terjadi sebenarnya bahwa gadis yang bersama Naja malam itu
adalah sepupu Naja.
“Terkadang kamuflase emosi menghasilkan olah pikir logika yang menyesatkan langkah,
mengacuhkan hati, dan berakhir dengan keputusan salah.”
Tuuut ... tuuut. Tanpa menjawabm sepatah katapun, Arza langsung memesan tiket untuk
pulang kampung. Disepanjang perjalanan cemas, takut, sedih, kesal, sesal menjadi sesuatu yang
tidak bisa disuarakan oleh Arza.
Ceklek
Arza membuka pintu ruang perawatan Naja dan langsung berlari memeluk Naja. Ia
melepaskan semua sesak yang digumamnya sendiri.
“Maafin Arza Kak! Arza memang egois! Arza bodoh!” lirihnya sambil memukul dada yang
terasa sesak.
“Kakak yang salah Za! Kakak yang gak pernah berani buat bilang kalo Kakak sayang banget
sama kamu Za. Jangan tinggalin Kakak lagi Za! Kakak mau kita bareng terus,
kamu mau kan Za?” ujar Naja yang dibalas dengan sebuah anggukan tersipu dan haru Arza.
~Selesai~
Biodata Penulis
6. Lidia Pratama Febrian,lebihakrab dipanggil Lidia.Seorang gadis kelahiran Pesisir Selatan,04
Februari 2003.Seorang Penikmat lembutnya cahaya fajar dan tenggelamnya senja.Saat ini ia
tercatat sebagai pelajar di SMA Negeri 1 Tanjung Mutiara.Ia juga pernah menggeluti dunia
Peagent,dan berhasil merah beberapa gelas kedutaan,serta aktif dalam organisasi baik sekolah
maupun lingkungan masyarakat.Ia juga sudah merai beberapa prestasi dunia kepenulisan,Juara
1 lomba puisi "Ayah" Nasional,dan juga menulisesay tentang Buya Hamka.
Ingin tahu lebih dalam tentang gadis ini?temukan ia pada:
Instagram :@lidia_pratama.f04
Facebook : Senja Bintang Hujan
Email :lidiapratamafebrian@gmail.com