SlideShare a Scribd company logo
Lost One Love 
Brukk!!! Tiba – tiba cowok itu jatuh. Jatuh tepat di depanku. Aku yang panik kemudian 
menghampirinya. Kulihat wajahnya pucat tak berdaya. Aku benar – benar bingung 
dengan ini semua. Sekuat yang aku mampu, aku mencoba berteriak meminta 
pertolongan. Hening. Tak ada balasan apapun. Kulihat sekelilingku memang benar – 
benar hening seolah tak ada kehidupan. Aku bertambah panik, sempat terpikir di 
benakku untuk menyadarkannya dengan memberi nafas buatan. Akh!! Tidak. Aku tak 
mengenalnya, lagipula aku tak tahu bagaimana caranya. Di tengah kepanikanku, aku 
teringat akan seseorang. Ray! Aku mengambil ponsel di saku celanaku. Segera saja 
kuhubungi dia. Tak lama kemudian panggilanku tersambung. 
“Hallo. . . ?,” ucap seseorang dari seberang. 
“Ray, tolongin aku!!!,” ucapku panik. 
“Dhea, kamu kenapa? Ada apa?,” tanya Rayhan yang juga ikut panik. 
“Ada orang pingsan di depanku, Ray!Aku gak tahu kenapa tiba – tiba dia pingsan!,” 
jawabku.
“Kamu di mana sekarang? Kenapa malam – malam gini kamu masih keluyuran?,” tanya 
Rayhan. 
“ Aku di lapangan basket belakang sekolah kita. Aku gak keluyuran kok!! Aku cuma 
cari angin aja!!,” jawabku membela diri. 
“Ya udah, aku ke situ sekarang!,” ucapnya. 
Sambungan telepon pun terputus. Aku benar – benar bersyukur Rayhan mau 
menolongku. Dia memang sahabat terbaikku. 
Kupandang lagi cowok yang ada di pangkuanku ini sekarang. Wajahnya seolah – olah 
tak asing lagi di benakku. Rasanya aku pernah bertemu dengannya sebelumnya. Dan 
sepertinya aku sudah mengenalnya lama. Akh!! Tak mungkin. Jangan berkhayal, 
Dhea!! ucapku pada diriku sendiri. Tiba – tiba terdengar suara klakson mobil yang 
membuyarkan lamunanku. Kulambaikan tanganku kepada mereka. Rayhan datang 
bersama Dimas dan Nathan. Mereka adalah sahabat – sahabatku. 
“Kenapa bisa begini?,” tanya Dimas. 
“Aku gak tahu. Tiba – tiba aja dia pingsan pas main basket!,” jawabku. 
“Kamu kenal?,’ tanya Nathan.
“Enggak!,” jawabku singkat. 
“Ya udah, bawa dia masuk mobil,” ucap Rayhan. 
Mereka bertiga akhirnya membawanya masuk mobil. Aku mengikuti dari belakang. 
Rayhan benar – benar mengemudikan mobilnya dengan cepat. 
*** 
Perlahan – lahan matanya yang indah itu terbuka. Pandangannya seolah kaget, heran, 
dan bingung saat melihat kami. Matanya seakan bertanya – tanya tentang apa yang 
sudah terjadi. 
“Kamu tadi pingsan waktu main basket. Aku tadi sempat melihatmu bermain. 
Permainan basketmu indah. Tapi, tiba – tiba kamu jatuh. Kukira kamu cuma bercanda, 
tapi ternyata kamu malah pingsan,”ucapku. 
“Kamu kenapa sih? Kata dokter tadi kamu . . . ,” ucap Rayhan terputus seakan dia 
ingin menyembunyikan sesuatu. 
“Aku gak pa – pa kok!! Mungkin aku cuma kecapekan latihan. Besok ada pertandingan 
basket!,” ucapnya.
“Oo. . .seharusnya kamu gak gitu dong! Kasihan badan kamu! Apalagi besok kamu mau 
tanding, kamu itu baiknya istirahat aja, siapin mental, jangan malah bikin badan 
tambah rusak. Aku yakin kamu besok menang, permainanmu tadi benar – benar 
menakjubkan! Bagus banget!,” ucapku. 
“Makasih!,” ucapnya padaku. Pandangannya yang sekarang berbeda dengan yang tadi. 
Ada selintas rasa di matanya. Aku benar – benar merasakannya. Tapi aku hanya 
tersenyum mengiyakan ucapannya. 
“O iya, nama kamu siapa? Rumah kamu mana?,” tanya Dimas. 
“Aku Alvin. Rumahku gak jauh kok dari sekolah kalian itu!,” jawabnya. 
“Aku Dimas. Ini Nathan, itu Rayhan, dan dia . . . .” 
“Aku Dhea!,” ucapku memotong kata – kata Dimas. 
“Makasih ya semua! Udah mau nolongin aku!,” ucap Alvin kepada kami. 
“Iya, gak pa – pa kok!,” ucapku senang.
“He eh, gak pa – pa!,” ucap Nathan. Sepertinya dia terpaksa ikut ke sini. Aku tahu dia 
jam segini pasti sudah tidur. Kasihan dia, gara – gara aku matanya jadi merah gitu. 
Sedangkan Dimas dan Rayhan hanya mengangguk mengiyakan. 
“Udah malem nih,kalian gak pulang?,” tanya Alvin. 
“Iya nih! Udah jam 12. Kita pulang yuk!,” ajak Nathan yang sedari tadi bertingkah 
laku aneh. Mungkin dia merengek pada Ray. Memang cuma Ray yang mengertikan 
keadaan kami. Dia sosok sahabat yang benar – benar the best bagiku. Dia paling 
dewasa di antara kami berenam. 
“Lha Alvin gimana?,” tanyaku cemas. 
Semuanya diam. Seolah di kamar rumah sakit ini tak ada tanda – tanda kehidupan lagi. 
Mungkin mereka berpikir. Atau malah mengantuk? Aku tak tahu pasti, tetapi kulihat 
pandangan mata Rayhan menatapku dengan aneh. Pandangan yang belum pernah 
kulihat sebelumnya. Mungkin dari kecil, aku mempunyai bakat lebih dari orang lain. 
Aku bisa membaca tatapan mata seseorang. Mungkin cocoknya aku jadi psikolog ya? 
“Alvin ikut aja ya sama kita? Kan udah malem. Kata dokter tadi kamu juga udah boleh 
pulang kok!,” ucapku menyarankan. 
“Gak usah, Dhe! Aku tadi udah sms kakakku buat jemput aku. Kalian duluan aja!,” 
tolak Alvin secara halus.
“Ya udah yuk pulang! Aku dah ngantuk banget nih!,” pinta Nathan dengan muka kusut 
dan memelas. 
“Ya udah yuk!,” ucap Rayhan. Dia yang sedari tadi hanya terdiam memandangku dan 
Alvin dengan pandangan aneh, akhirnya bicara juga. 
“Ya udah deh! Da – da, Alvin! Moga cepet sembuh ya! Good luck juga! Moga besok 
menang!,” ucapku memberinya semangat. 
“Iya, Dhea! Makasih ya buat semua,” ucap Avin lembut. 
Aku tersenyum kepadanya. Kami sekarang berpisah. Kulihat tatapan aneh itu lagi di 
mata Rayhan. Hal itu semakin membuatku bertanya – tanya apa arti tatapan itu. 
*** 
“Kriiiiiingggg!!!!!” 
Jam weker di kamarku berbunyi. 
“Astaga! Jam 06.45! Aku telat nih!”, teriakku.
Segera saja aku lompat dari tempat tidurku, cepat – cepat mandi dan berganti 
pakaian. Mungkin tak sempat lagi bila aku harus sarapan. Omelan rutin mamaku masih 
saja terngiang di otakku, tapi kali ini aku tak mempedulikannya. Setelah berpamitan, 
segera saja aku meminta pak Jon untuk mengantarku ke sekolah. 
*** 
Keberuntungan mungkin sedang bersamaku sekarang. Aku sampai di sekolah tepat 
sebelum bel masuk berbunyi. Pintu gerbang itu masih terbuka untukku. 
“Untung kamu gak telat, Dhe!,” ucap Abel. 
“Iya, biasanya mesti telat, terus nyuruh Ray buat nylametin dari pak satpam itu 
deh!,” tambah Rere. 
Mereka berdua adalah sahabatku. Kami berenam sudah bersahabat sejak SD. Sepuluh 
tahun sudah kami bersama, karena sekarang kami duduk di bangku kelas 2 SMA. Aku, 
Rayhan, Dimas, Rere, Abel dan Nathan adalah enam sahabat yang tak akan 
terpisahkan. Semoga. 
“Maybe, this is my lucky day!!,” ucapku girang. 
Kami bertiga hanya tertawa mendengar ucapanku tadi.
Pelajaran hari ini seakan membuatku tersenyum sepanjang hari. Waktu seolah – olah 
ingin cepat kuputar. Tak sabar lagi aku menunggu waktu saat aku dipertemukan lagi 
dengannya. 
“Teng . . teng . . teng!!!!” 
Akhirnya waktu yang aku tunggu – tunggu tiba. Waktu di mana aku bertemu lagi 
dengan dia. Mungkin aku telah menyukainya sejak pertama berjumpa. 
“Kita jadi ke caffe kan?,” suara seseorang tiba – tiba membuyarkan lamunanku. 
“Jadi dong! Masak ditraktir gak mau sih!,” ucap Dimas dan Abel serempak. Sepertinya 
mereka telah merangkai kata – kata itu sebelumnya. 
“Nathan gak ikut?,” tanyanya. 
“Enggak, dia tadi kayaknya pergi sama ceweknya kok!,” ucapku. 
“Ya udah, ayo berangkat!,” ajaknya. 
Aku tersenyum kepadanya. Rayhan tiba – tiba mendekatiku.
“Kamu bareng siapa? Aku apa Alvin?,” tanyanya kepadaku. 
Belum sempat aku menjawab, Rere cepat - cepat membonceng di sepeda motor 
Rayhan. 
“Aku bareng Ray aja ya! Aku kan gak kenal sama Alvin, jadi kamu yang bareng ma dia 
aja ya, Dhe!,” ucapnya. 
“It’s OK!!,” jawabku dengan tersenyum lembut kepadanya. Hatiku seolah – olah ingin 
berteriak bahwa memang ini yang kuharapkan. Aku bisa bersamanya. 
Alvin tersenyum kepadaku. Dia menyalakan motornya dan aku akhirnya pergi 
bersamanya, tapi . . . aku sempat melihat tatapan yang sama seperti tempo hari itu 
lagi di mata Ray. Dia benar – benar membuatku bertanya – tanya. Namun segera saja 
kutepiskan semua anggapanku. Kuingin siang ini menjadi hari yang berkesan untukku. 
Siang ini Alvin bermaksud mengajak kami berlima makan dan bersenang – senang 
sebagai ucapan terima kasihnya. Dan kuharap siang ini benar – benar indah dan 
mengesankan. 
*** 
Sejak siang itu, otakku serasa dipenuhi oleh nama seorang cowok. Ya. Alvin. Mungkin 
aku sangat menyukainya dan ternyata dia pun begitu kepadaku. Kita sekarang 
berhubungan dekat, lebih dari teman. Aku dan dia saling menyayangi, hingga kami 
benar – benar tak ingin berpisah apalagi kehilangan.
Satu bulan sudah, hubunganku dengannya terjalin. Selama ini hubungan kita baik – 
baik saja. Tak ada masalah apapun yang mengganjal. Tetapi tidak untuk siang ini. 
Mata dan telingaku mengetahui apa yang sedang terjadi sekarang. Kupandang Alvin 
dan Ray sedang bertengkar di seberang jalan depan sekolahku. Kudengar mereka 
beradu argumen yang sebenarnya tidak aku mengerti. Aku cepat – cepat menghampiri 
mereka. 
“Alvin! Rayhan! Kalian ini kenapa?,”teriakku kepada mereka. 
Mereka berdua memandangku dan berhenti berdebat. 
“Sayang, ini urusanku dengan Ray,” ucap Alvin. 
“Iya Dhe, aku bener – bener harus nyelesain ini semua!,” ucap Rayhan. 
“Kalian ini ngomong apa sih? Aku gak ngerti! Sayang, bisa kan kamu ma Rayhan tuh 
ngomong baik – baik aja!,” ucapku dengan menangis. Air mataku seolah – olah tak 
tertahan lagi. Aku gak mau orang – orang yang aku sayang bertengkar seperti ini. 
“Dan kalian gak perlu berantem pukul – pukulan kayak tadi kan!!,” tambahku. 
“Maafin kita, Dhe!,” ucap Rayhan menyesal.
“Iya, maafin aku juga ya, Sayang! Aku gak bermaksud buat kamu sedih dan nangis 
kayak gini. Aku gak tega nglihatnya. Udah ya Sa, gak usah nangis lagi,” ucap Alvin 
mencoba menenangkanku. Dia mengusap air mata di pipiku. Aku memandangnya 
penuh harapan agar dia tak seperti ini lagi. Ia mengangguk pelan dan memelukku. Aku 
akhirnya berhenti menangis, tapi tiba – tiba mataku memandang tatapan aneh itu lagi 
di mata Ray. Segera saja aku melepaskan pelukan Alvin. 
“Janji ya kalian gak berantem lagi!,” pintaku. 
“Iya Boss!!,” ucap mereka serempak. 
Aku tersenyum lega. Tetapi, tiba – tiba pandanganku terpusat pada wajah Alvin yang 
benar – benar pucat. 
“Sayang, kamu kenapa?,” tanyaku cemas. 
“Aku gak apa – apa kok!,” jawabnya lemas. 
“Sayang, kamu tuh pucat banget! Kita bawa ke rumah sakit ya. . .,” ucapku mulai 
panik.
Rayhan yang seolah tahu apa yang sedang terjadi, segera saja ia menelepon rumah 
sakit. Dan yang aku ketahui sekarang, kulihat wajah Alvin semakin pucat dan ia 
pingsan. 
*** 
“Kamu bener – bener sayang sama Alvin ya, Dhe?,” tanya Rayhan kepadaku. 
“Iya, Ray! Aku beneran sayang sama dia, aku gak mau dia pergi secepat ini!,” jawabku 
sambil menangis di pelukan Rayhan. 
Aku dan Rayhan sekarang ada di depan ruang ICU. Aku melihat orang yang sangat aku 
sayang berbaring lemas tak berdaya di depan sana. Berbaring lemas karena penyakit 
yang belum pernah aku ketahui sebelumnya. Alvin menderita penyakit gagal ginjal 
stadium akhir. 
“Maafin aku ya, Dhe! Sebenernya dari awal kita kenal ma Alvin, aku udah tahu kalau 
dia punya penyakit gagal ginjal ini. . .,” ucap Rayhan menyesal. 
Aku melepaskan pelukan Rayhan. Kutatap dia dengan pandangan kecewa dan penuh 
tanda tanya. 
“Iya, Dhe! Aku tuh dah tahu dari awal, tapi Alvin nglarang aku buat bilang ini semua 
ke kamu. Dia gak mau buat kamu sedih apalagi menangis kayak gini. Dia juga beneran
sayang sama kamu, Dhe! Dan asal kamu tahu aja, aku tadi berantem sama dia karena 
dia mencoba buat bunuh diri. . . .” 
“Hah!!!!! Bunuh diri?????!!!!!,” teriak Abel, Nathan, Dimas, dan Rere serempak. 
Ternyata mereka telah menyusul kami. 
“Iya. Alvin tahu kalau umurnya gak lama lagi. Dia gak mau kehilangan orang – orang 
yang dia sayang. Dia gak mau orang – orang itu sedih gara – gara dia. Dia gak mau 
orang – orang tahu bahwa dia punya penyakit seperti ini. Sulit bagi dia untuk jujur 
sama kita, apalagi sama kamu, Dhea! Dia gak mau buat kamu sedih kayak gini, Dhe!,” 
jelas Rayhan. 
Aku hanya terdiam. Aku tak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi. Bibirku pun 
seakan sulit mengucap, hanya pandanganku yang semakin kecewa setelah mengetahui 
ini semua. Air mataku semakin banyak yang terbuang. Badanku lemas dan hampir 
terjatuh jika tak ditolong oleh Abel dan Rere. Mereka berdua memelukku dan 
mencoba menguatkanku, walaupun sebenarnya mereka juga menangis karena ini. 
“Trus sekarang keadaan Alvin gimana?,” tanya Dimas. 
“Dokter tadi bilang sama tante dan om kalau keadaan Alvin itu kritis. Alvin butuh 
donor ginjal, karena ginjal Alvin yang berfungsi hanya satu,” ucap mama Alvin 
mencoba tenang dan menyembunyikan kesedihannya. 
“Trus udah ada ginjal yang pas buat Alvin belum, Tante?,” tanya Rere.
“Pakai ginjal saya aja, Tante!,” pintaku lirih. 
“Jangan, Dhea! Keadaan kamu lagi gak stabil. Tante tahu kok kalau kamu gak mau 
kehilangan Alvin. Kita pun juga. Tapi Alvin tadi kan bilang gak mau nglihat orang – 
orang yang dia sayang menangis, jadi jangan nangis lagi ya, Dhe! Kita berdoa aja 
mudah – mudahan apapun yang terjadi, ini memang yang terbaik untuk kita,” ucap 
mama Alvin mencoba menenangkanku. 
“Dokter tadi bilang kalau ginjal aku pas sama ginjal Alvin, jadi biar aku aja yang 
mendonorkan ginjal ini buat Alvin,” ucap Rayhan tiba – tiba. 
“Jangan, Ray! Aku gak mau kehilangan kamu juga. . .,” ucapku dengan masih 
menangis. 
“Dhea, apapun yang terjadi nanti, aku yakin ini terbaik buat kita kayak yang dibilang 
tante tadi. Aku gak mau nglihat orang yang paling aku sayang sedih dan menangis 
karena orang yang dia sayang pergi ninggalin dia. Aku akan berusaha agar operasi ini 
lancar. Kalaupun nanti aku atau Alvin pergi,atau kami berdua ataupun tidak ada sama 
sekali, pasti itu semua udah kehendak-Nya. Kamu gak perlu menangis ataupun 
bersedih kayak gini, Dhe! Tersenyum ya, Dhe, doain kita. Moga operasinya nanti 
lancar. Yakinlah bahwa apapun yang terjadi nanti, itu pasti yang terbaik,” ucap 
Rayhan menguatkanku. Aku mencoba tersenyum walau hatiku menangis. 
“Aku sayang kamu, Dhea!,” ucap Rayhan sambil mencium keningku. Inikah jawaban 
dari semua tatapan penuh tanda tanya itu? Aku tak mengerti dan tak tahu pasti.
“Aku juga sayang sama kamu, Ray!,” ucapku sambil memeluknya. 
“Kita juga!,” ucap teman – temanku yang lain. 
Kami berenam akhirnya berpelukan. Kami tak ingin berpisah satu sama lain apalagi 
kehilangan. Kami ingin selalu bersama. Tapi ini semua sudah keputusan Rayhan. Aku 
yakin ini yang terbaik dan kami hanya bisa berdoa di sini. Berharap operasinya lancar 
dan kami bisa berkumpul bersama lagi. 
*** 
Satu jam sudah aku menunggu di sini. Di samping orang yang paling aku sayang. 
Operasi tadi masih membuatku cemas karena sampai sekarang mereka berdua belum 
sadarkan diri juga. Lama aku menunggu, akhirnya Alvin terbangun dari tidurnya. 
“Alvin, akhirnya kamu sadar juga!,” ucapku senang. 
Aku memeluknya erat. Berharap dia tak akan meninggalkanku lagi. 
“Iya Sayang, ini semua juga karena doa kamu dan yang lainnya,” ucapnya. 
Aku melepaskan pelukanku.
“Sayang, kamu tadi nangis ya? Aku kan dah bilang jangan nangis lagi,” tanya Alvin. 
“Maafin aku! Aku cuma gak mau kamu pergi ninggalin aku!,” jawabku. 
“Kalaupun aku pergi, aku akan selalu ada kok di hati kamu. Dan aku akan selalu jagain 
kamu, Dhea!,” ucapnya sambil tersenyum padaku. 
“Eh yang lain mana, Dhe? Rayhan mana?,” tanya Alvin tiba - tiba. 
Aku terdiam sejenak. Aku bingung akan menjawab apa. 
“Yang lain ada kok! Di luar,” jawabku lirih. 
“Sayang, ada apa sih sebenernya? Apa yang udah terjadi?,” tanya Alvin cemas. 
Sepertinya dia tahu kalau aku berbohong padanya. 
Belum sempat aku menjawab, tiba – tiba Abel, Rere, dan orang tua Alvin datang. 
“Sayang kamu udah sadar? Syukurlah!,” ucap mama Alvin senang. 
“Iya, Ma!,” ucap Alvin.
“Anak papa kan kuat!!,” ucap papa Alvin. 
“Iya dong, Pa!,” ucap Alvin girang. 
“Iya, Vin, kita juga seneng kamu udah sadar,” ucap Abel dan Rere. 
“Makasih semua,” ucap Alvin dengan tersenyum. 
Abel dan Rere pun membalas senyum itu. 
“Rayhan mana?,” tanya Alvin mulai cemas. 
“Rayhan . . .,” ucapan Rere terputus. 
“Dhea, Ray kritis, Dhe!!,” teriak Nathan yang tiba – tiba datang dan mengagetkanku. 
“Rayhan!!!!!!!!,” teriakku histeris. 
Seketika itu juga aku, Rere dan Abel berlari menyusul Nathan menuju ruang rawat 
Rayhan.
“Ray, bangun Ray!!! Ray bangun!!!,” teriakku cemas mencoba menyadarkannya. 
“Ray, bangun Ray!!! Sadar Ray!!!,” teriak Rere yang juga ikut cemas. 
Tetapi Rayhan tetap terdiam. Apapun yang kami lakukan tak sedikitpun membuat 
Rayhan tersadar. 
“Sebenernya keadaan Ray itu gimana sih, Dok?,” tanya Abel cemas. 
“Ehm . . . Kami sudah berusaha sekuat yang kami mampu. Tapi, Tuhan berkehendak 
lain . . .,” ucap dokter itu dengan tenang. 
“Enggak, gak mungkin!!! Rayhan!!!!!!!,” teriakku histeris sambil memeluknya. 
“Ray. . . .,” ucap yang lain lirih. 
Teman – temanku juga ikut memeluknya. Kami semua menangis. Ini memang sungguh 
sulit bagi kami. 
“Ini gak mungkin terjadi!! Rayhan gak mungkin ninggalin kita kan???,” tanyaku dengan 
masih saja menangis histeris. Aku tak percaya kalau ini memang benar – benar terjadi.
Aku seakan hanya tenggelam dalam mimpi burukku dan ingin cepat – cepat terbangun 
dari tidurku ini. 
“Sayang, sabar ya! Kita semua juga ngrasa kehilangan, tapi ini semua udah kehendak- 
Nya!,” ucap Alvin menenangkanku. Dia berusaha mengusap air mata yang semakin 
deras mengalir di pipiku ini. Namun ternyata itu sulit. Air mataku semakin banyak 
yang terbuang. Hingga mataku seolah – olah kering karena tangisan tadi. Hatiku perih 
dan benar – benar hancur. Aku bingung akan ini semua. Kenapa Tuhan memisahkanku 
dengan sahabat terbaikku? Apakah mungkin aku akan menemukan lagi sahabat sebaik 
dia di dunia ini? Sahabat yang berani berkorban untuk kebahagiaan sahabatnya. 
Sahabat yang selalu ada untuk sahabatnya. Dan sahabat terbaik yang akan selalu ada 
di hati kami. 
Tuhan, kuatkan kami! Kini aku dan yang lain hanya bisa diam termenung dan berdoa. 
Air mata kami telah habis untuk menangisi kepergian Rayhan. Tapi kami yakin pasti 
ada hikmah dibalik ini semua. 
Dan kini yang aku tahu ,“Jika kamu berani menyayangi seseorang, berarti kamu harus 
berani untuk kehilangan dia. Karena di setiap pertemuan itu pasti akan ada 
perpisahan”. 
Rayhan, semoga kamu tenang dan bahagia di alam sana. Kami yakin malaikat akan 
membawamu ke tempat terindah di sisi-Nya. Amin. 
“We love you, Ray. We’ll always miss you”.
Sekian.

More Related Content

What's hot

Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
Nur Fatihah
 
Ccccc
CccccCcccc
Cerita versi ku
Cerita versi kuCerita versi ku
Cerita versi ku
Galang Adhi Pradipta
 
Aku terpaksa-menikahinya
Aku terpaksa-menikahinyaAku terpaksa-menikahinya
Aku terpaksa-menikahinya
Pangeran Multilevel
 
Deja Vu
Deja VuDeja Vu
Contoh cerpen persahabatan
Contoh cerpen persahabatanContoh cerpen persahabatan
Contoh cerpen persahabatan
Operator Warnet Vast Raha
 
My cerpen "Kotak Buah"
My cerpen "Kotak Buah"My cerpen "Kotak Buah"
My cerpen "Kotak Buah"
Anggy Herny Anggraeni
 
Cerpen 1 pop
Cerpen 1 popCerpen 1 pop
Cerpen 1 pop
rully prasetyawati
 
Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desember
Zahrotin Niza
 
Karangan cerpen sendiri
Karangan cerpen sendiriKarangan cerpen sendiri
Karangan cerpen sendiri
Polytechnic State Semarang
 
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by MardhatillahCerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Mardhatillah Ibrahim
 
Bidadariku annisa
Bidadariku annisaBidadariku annisa
Bidadariku annisa
Nurul Aulia
 
Cerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalCerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalBigboy Zam
 
Aku tersesat
Aku tersesatAku tersesat
Aku tersesat
Nelva Kirana
 
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
Mohammad Al-hamzawiyyah
 
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat IstrikuCerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
christineong2212
 
Layu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembangLayu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembangdesmin
 
Terjalnya jalan hidupku
Terjalnya  jalan hidupkuTerjalnya  jalan hidupku
Terjalnya jalan hidupkuHeni Handayani
 
Cerpen:Takdir Cintaku
Cerpen:Takdir CintakuCerpen:Takdir Cintaku
Cerpen:Takdir Cintaku
Ili Ily
 
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Satrio Arismunandar
 

What's hot (20)

Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Ccccc
CccccCcccc
Ccccc
 
Cerita versi ku
Cerita versi kuCerita versi ku
Cerita versi ku
 
Aku terpaksa-menikahinya
Aku terpaksa-menikahinyaAku terpaksa-menikahinya
Aku terpaksa-menikahinya
 
Deja Vu
Deja VuDeja Vu
Deja Vu
 
Contoh cerpen persahabatan
Contoh cerpen persahabatanContoh cerpen persahabatan
Contoh cerpen persahabatan
 
My cerpen "Kotak Buah"
My cerpen "Kotak Buah"My cerpen "Kotak Buah"
My cerpen "Kotak Buah"
 
Cerpen 1 pop
Cerpen 1 popCerpen 1 pop
Cerpen 1 pop
 
Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desember
 
Karangan cerpen sendiri
Karangan cerpen sendiriKarangan cerpen sendiri
Karangan cerpen sendiri
 
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by MardhatillahCerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
Cerpen "Cinta salah benci juga salah" by Mardhatillah
 
Bidadariku annisa
Bidadariku annisaBidadariku annisa
Bidadariku annisa
 
Cerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalCerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggal
 
Aku tersesat
Aku tersesatAku tersesat
Aku tersesat
 
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
 
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat IstrikuCerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
Cerita Dewasa Sensasi Mesum Bersama Sahabat Istriku
 
Layu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembangLayu sebelum berkembang
Layu sebelum berkembang
 
Terjalnya jalan hidupku
Terjalnya  jalan hidupkuTerjalnya  jalan hidupku
Terjalnya jalan hidupku
 
Cerpen:Takdir Cintaku
Cerpen:Takdir CintakuCerpen:Takdir Cintaku
Cerpen:Takdir Cintaku
 
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
 

Similar to Lost One Love

Pantun
PantunPantun
Karena dia
Karena diaKarena dia
Karena dia
Tommy Kurniawan
 
The Unforgetable
The UnforgetableThe Unforgetable
The Unforgetable
Lasma Frida
 
Cinta pertama
Cinta pertamaCinta pertama
Cinta pertama
Niluh Dewi
 
Mungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkinMungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkinFatihah Fiqri
 
85242 aku dan kamu
85242 aku dan kamu85242 aku dan kamu
85242 aku dan kamu
Alimah Hanan
 
Sahabat dari dunia lain
Sahabat dari dunia lainSahabat dari dunia lain
Sahabat dari dunia lainindaheja
 
Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
Hermansu Herman
 
Cerpen akhir sebuah penantian
Cerpen akhir sebuah penantianCerpen akhir sebuah penantian
Cerpen akhir sebuah penantian
Nyamuk Hitam
 
Too Late.docx
Too Late.docxToo Late.docx
Too Late.docx
Sarif Hidayat
 
cerpen Dibalik sketsa foto ibu
cerpen Dibalik sketsa foto ibucerpen Dibalik sketsa foto ibu
cerpen Dibalik sketsa foto ibu
Raya Dewinta
 
Dibalik sketsa foto ibu
Dibalik sketsa foto ibuDibalik sketsa foto ibu
Dibalik sketsa foto ibuRaya Dewinta
 
My Imaginary Story
My Imaginary StoryMy Imaginary Story
My Imaginary Story
Ahnafig1
 
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa FadilaStruktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
nadyaera24
 
Memandang lebih dalam (sendiri)
Memandang lebih dalam (sendiri)Memandang lebih dalam (sendiri)
Memandang lebih dalam (sendiri)
Mungkin AndaKenal
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
Vilkar Net
 

Similar to Lost One Love (20)

Pantun
PantunPantun
Pantun
 
Karena dia
Karena diaKarena dia
Karena dia
 
Post 1
Post 1Post 1
Post 1
 
Science of love
Science of loveScience of love
Science of love
 
The Unforgetable
The UnforgetableThe Unforgetable
The Unforgetable
 
Cinta pertama
Cinta pertamaCinta pertama
Cinta pertama
 
Mungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkinMungkinkah itu mungkin
Mungkinkah itu mungkin
 
85242 aku dan kamu
85242 aku dan kamu85242 aku dan kamu
85242 aku dan kamu
 
Sahabat dari dunia lain
Sahabat dari dunia lainSahabat dari dunia lain
Sahabat dari dunia lain
 
Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
 
Cerpen akhir sebuah penantian
Cerpen akhir sebuah penantianCerpen akhir sebuah penantian
Cerpen akhir sebuah penantian
 
Too Late.docx
Too Late.docxToo Late.docx
Too Late.docx
 
cerpen Dibalik sketsa foto ibu
cerpen Dibalik sketsa foto ibucerpen Dibalik sketsa foto ibu
cerpen Dibalik sketsa foto ibu
 
Dibalik sketsa foto ibu
Dibalik sketsa foto ibuDibalik sketsa foto ibu
Dibalik sketsa foto ibu
 
My Imaginary Story
My Imaginary StoryMy Imaginary Story
My Imaginary Story
 
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa FadilaStruktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
 
Memandang lebih dalam (sendiri)
Memandang lebih dalam (sendiri)Memandang lebih dalam (sendiri)
Memandang lebih dalam (sendiri)
 
Ceritaku
CeritakuCeritaku
Ceritaku
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
cerpen Thank you
cerpen Thank you cerpen Thank you
cerpen Thank you
 

More from Dian Arifin

Soal Ujian Teori SIM C
Soal Ujian Teori SIM CSoal Ujian Teori SIM C
Soal Ujian Teori SIM C
Dian Arifin
 
Sejarah Ubuntu
Sejarah UbuntuSejarah Ubuntu
Sejarah Ubuntu
Dian Arifin
 
PENGERTIAN TENTANG PHP, MYSQL, CSS, HTML DAN XML
PENGERTIAN TENTANG PHP, MYSQL, CSS, HTML DAN XMLPENGERTIAN TENTANG PHP, MYSQL, CSS, HTML DAN XML
PENGERTIAN TENTANG PHP, MYSQL, CSS, HTML DAN XML
Dian Arifin
 
Pengertian Ip Address
Pengertian Ip AddressPengertian Ip Address
Pengertian Ip Address
Dian Arifin
 
Indikasi Kerusakan Pada Jaringan
Indikasi Kerusakan Pada JaringanIndikasi Kerusakan Pada Jaringan
Indikasi Kerusakan Pada Jaringan
Dian Arifin
 
Laporan Tentang Rangkaian Sistem Kelistrikan
Laporan Tentang Rangkaian Sistem KelistrikanLaporan Tentang Rangkaian Sistem Kelistrikan
Laporan Tentang Rangkaian Sistem Kelistrikan
Dian Arifin
 
Code HTML Lengkap
Code HTML LengkapCode HTML Lengkap
Code HTML Lengkap
Dian Arifin
 
Laporan Perjalanan Study Tour Smk Trisakti Ngawi
Laporan Perjalanan Study Tour Smk Trisakti NgawiLaporan Perjalanan Study Tour Smk Trisakti Ngawi
Laporan Perjalanan Study Tour Smk Trisakti Ngawi
Dian Arifin
 
Biografi victor frankl
Biografi victor franklBiografi victor frankl
Biografi victor frankl
Dian Arifin
 
Tools-Tools Corel Draw
Tools-Tools Corel DrawTools-Tools Corel Draw
Tools-Tools Corel Draw
Dian Arifin
 
Adobe photoshop
Adobe photoshopAdobe photoshop
Adobe photoshop
Dian Arifin
 
Komponen elektronika
Komponen elektronikaKomponen elektronika
Komponen elektronika
Dian Arifin
 

More from Dian Arifin (12)

Soal Ujian Teori SIM C
Soal Ujian Teori SIM CSoal Ujian Teori SIM C
Soal Ujian Teori SIM C
 
Sejarah Ubuntu
Sejarah UbuntuSejarah Ubuntu
Sejarah Ubuntu
 
PENGERTIAN TENTANG PHP, MYSQL, CSS, HTML DAN XML
PENGERTIAN TENTANG PHP, MYSQL, CSS, HTML DAN XMLPENGERTIAN TENTANG PHP, MYSQL, CSS, HTML DAN XML
PENGERTIAN TENTANG PHP, MYSQL, CSS, HTML DAN XML
 
Pengertian Ip Address
Pengertian Ip AddressPengertian Ip Address
Pengertian Ip Address
 
Indikasi Kerusakan Pada Jaringan
Indikasi Kerusakan Pada JaringanIndikasi Kerusakan Pada Jaringan
Indikasi Kerusakan Pada Jaringan
 
Laporan Tentang Rangkaian Sistem Kelistrikan
Laporan Tentang Rangkaian Sistem KelistrikanLaporan Tentang Rangkaian Sistem Kelistrikan
Laporan Tentang Rangkaian Sistem Kelistrikan
 
Code HTML Lengkap
Code HTML LengkapCode HTML Lengkap
Code HTML Lengkap
 
Laporan Perjalanan Study Tour Smk Trisakti Ngawi
Laporan Perjalanan Study Tour Smk Trisakti NgawiLaporan Perjalanan Study Tour Smk Trisakti Ngawi
Laporan Perjalanan Study Tour Smk Trisakti Ngawi
 
Biografi victor frankl
Biografi victor franklBiografi victor frankl
Biografi victor frankl
 
Tools-Tools Corel Draw
Tools-Tools Corel DrawTools-Tools Corel Draw
Tools-Tools Corel Draw
 
Adobe photoshop
Adobe photoshopAdobe photoshop
Adobe photoshop
 
Komponen elektronika
Komponen elektronikaKomponen elektronika
Komponen elektronika
 

Lost One Love

  • 1. Lost One Love Brukk!!! Tiba – tiba cowok itu jatuh. Jatuh tepat di depanku. Aku yang panik kemudian menghampirinya. Kulihat wajahnya pucat tak berdaya. Aku benar – benar bingung dengan ini semua. Sekuat yang aku mampu, aku mencoba berteriak meminta pertolongan. Hening. Tak ada balasan apapun. Kulihat sekelilingku memang benar – benar hening seolah tak ada kehidupan. Aku bertambah panik, sempat terpikir di benakku untuk menyadarkannya dengan memberi nafas buatan. Akh!! Tidak. Aku tak mengenalnya, lagipula aku tak tahu bagaimana caranya. Di tengah kepanikanku, aku teringat akan seseorang. Ray! Aku mengambil ponsel di saku celanaku. Segera saja kuhubungi dia. Tak lama kemudian panggilanku tersambung. “Hallo. . . ?,” ucap seseorang dari seberang. “Ray, tolongin aku!!!,” ucapku panik. “Dhea, kamu kenapa? Ada apa?,” tanya Rayhan yang juga ikut panik. “Ada orang pingsan di depanku, Ray!Aku gak tahu kenapa tiba – tiba dia pingsan!,” jawabku.
  • 2. “Kamu di mana sekarang? Kenapa malam – malam gini kamu masih keluyuran?,” tanya Rayhan. “ Aku di lapangan basket belakang sekolah kita. Aku gak keluyuran kok!! Aku cuma cari angin aja!!,” jawabku membela diri. “Ya udah, aku ke situ sekarang!,” ucapnya. Sambungan telepon pun terputus. Aku benar – benar bersyukur Rayhan mau menolongku. Dia memang sahabat terbaikku. Kupandang lagi cowok yang ada di pangkuanku ini sekarang. Wajahnya seolah – olah tak asing lagi di benakku. Rasanya aku pernah bertemu dengannya sebelumnya. Dan sepertinya aku sudah mengenalnya lama. Akh!! Tak mungkin. Jangan berkhayal, Dhea!! ucapku pada diriku sendiri. Tiba – tiba terdengar suara klakson mobil yang membuyarkan lamunanku. Kulambaikan tanganku kepada mereka. Rayhan datang bersama Dimas dan Nathan. Mereka adalah sahabat – sahabatku. “Kenapa bisa begini?,” tanya Dimas. “Aku gak tahu. Tiba – tiba aja dia pingsan pas main basket!,” jawabku. “Kamu kenal?,’ tanya Nathan.
  • 3. “Enggak!,” jawabku singkat. “Ya udah, bawa dia masuk mobil,” ucap Rayhan. Mereka bertiga akhirnya membawanya masuk mobil. Aku mengikuti dari belakang. Rayhan benar – benar mengemudikan mobilnya dengan cepat. *** Perlahan – lahan matanya yang indah itu terbuka. Pandangannya seolah kaget, heran, dan bingung saat melihat kami. Matanya seakan bertanya – tanya tentang apa yang sudah terjadi. “Kamu tadi pingsan waktu main basket. Aku tadi sempat melihatmu bermain. Permainan basketmu indah. Tapi, tiba – tiba kamu jatuh. Kukira kamu cuma bercanda, tapi ternyata kamu malah pingsan,”ucapku. “Kamu kenapa sih? Kata dokter tadi kamu . . . ,” ucap Rayhan terputus seakan dia ingin menyembunyikan sesuatu. “Aku gak pa – pa kok!! Mungkin aku cuma kecapekan latihan. Besok ada pertandingan basket!,” ucapnya.
  • 4. “Oo. . .seharusnya kamu gak gitu dong! Kasihan badan kamu! Apalagi besok kamu mau tanding, kamu itu baiknya istirahat aja, siapin mental, jangan malah bikin badan tambah rusak. Aku yakin kamu besok menang, permainanmu tadi benar – benar menakjubkan! Bagus banget!,” ucapku. “Makasih!,” ucapnya padaku. Pandangannya yang sekarang berbeda dengan yang tadi. Ada selintas rasa di matanya. Aku benar – benar merasakannya. Tapi aku hanya tersenyum mengiyakan ucapannya. “O iya, nama kamu siapa? Rumah kamu mana?,” tanya Dimas. “Aku Alvin. Rumahku gak jauh kok dari sekolah kalian itu!,” jawabnya. “Aku Dimas. Ini Nathan, itu Rayhan, dan dia . . . .” “Aku Dhea!,” ucapku memotong kata – kata Dimas. “Makasih ya semua! Udah mau nolongin aku!,” ucap Alvin kepada kami. “Iya, gak pa – pa kok!,” ucapku senang.
  • 5. “He eh, gak pa – pa!,” ucap Nathan. Sepertinya dia terpaksa ikut ke sini. Aku tahu dia jam segini pasti sudah tidur. Kasihan dia, gara – gara aku matanya jadi merah gitu. Sedangkan Dimas dan Rayhan hanya mengangguk mengiyakan. “Udah malem nih,kalian gak pulang?,” tanya Alvin. “Iya nih! Udah jam 12. Kita pulang yuk!,” ajak Nathan yang sedari tadi bertingkah laku aneh. Mungkin dia merengek pada Ray. Memang cuma Ray yang mengertikan keadaan kami. Dia sosok sahabat yang benar – benar the best bagiku. Dia paling dewasa di antara kami berenam. “Lha Alvin gimana?,” tanyaku cemas. Semuanya diam. Seolah di kamar rumah sakit ini tak ada tanda – tanda kehidupan lagi. Mungkin mereka berpikir. Atau malah mengantuk? Aku tak tahu pasti, tetapi kulihat pandangan mata Rayhan menatapku dengan aneh. Pandangan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Mungkin dari kecil, aku mempunyai bakat lebih dari orang lain. Aku bisa membaca tatapan mata seseorang. Mungkin cocoknya aku jadi psikolog ya? “Alvin ikut aja ya sama kita? Kan udah malem. Kata dokter tadi kamu juga udah boleh pulang kok!,” ucapku menyarankan. “Gak usah, Dhe! Aku tadi udah sms kakakku buat jemput aku. Kalian duluan aja!,” tolak Alvin secara halus.
  • 6. “Ya udah yuk pulang! Aku dah ngantuk banget nih!,” pinta Nathan dengan muka kusut dan memelas. “Ya udah yuk!,” ucap Rayhan. Dia yang sedari tadi hanya terdiam memandangku dan Alvin dengan pandangan aneh, akhirnya bicara juga. “Ya udah deh! Da – da, Alvin! Moga cepet sembuh ya! Good luck juga! Moga besok menang!,” ucapku memberinya semangat. “Iya, Dhea! Makasih ya buat semua,” ucap Avin lembut. Aku tersenyum kepadanya. Kami sekarang berpisah. Kulihat tatapan aneh itu lagi di mata Rayhan. Hal itu semakin membuatku bertanya – tanya apa arti tatapan itu. *** “Kriiiiiingggg!!!!!” Jam weker di kamarku berbunyi. “Astaga! Jam 06.45! Aku telat nih!”, teriakku.
  • 7. Segera saja aku lompat dari tempat tidurku, cepat – cepat mandi dan berganti pakaian. Mungkin tak sempat lagi bila aku harus sarapan. Omelan rutin mamaku masih saja terngiang di otakku, tapi kali ini aku tak mempedulikannya. Setelah berpamitan, segera saja aku meminta pak Jon untuk mengantarku ke sekolah. *** Keberuntungan mungkin sedang bersamaku sekarang. Aku sampai di sekolah tepat sebelum bel masuk berbunyi. Pintu gerbang itu masih terbuka untukku. “Untung kamu gak telat, Dhe!,” ucap Abel. “Iya, biasanya mesti telat, terus nyuruh Ray buat nylametin dari pak satpam itu deh!,” tambah Rere. Mereka berdua adalah sahabatku. Kami berenam sudah bersahabat sejak SD. Sepuluh tahun sudah kami bersama, karena sekarang kami duduk di bangku kelas 2 SMA. Aku, Rayhan, Dimas, Rere, Abel dan Nathan adalah enam sahabat yang tak akan terpisahkan. Semoga. “Maybe, this is my lucky day!!,” ucapku girang. Kami bertiga hanya tertawa mendengar ucapanku tadi.
  • 8. Pelajaran hari ini seakan membuatku tersenyum sepanjang hari. Waktu seolah – olah ingin cepat kuputar. Tak sabar lagi aku menunggu waktu saat aku dipertemukan lagi dengannya. “Teng . . teng . . teng!!!!” Akhirnya waktu yang aku tunggu – tunggu tiba. Waktu di mana aku bertemu lagi dengan dia. Mungkin aku telah menyukainya sejak pertama berjumpa. “Kita jadi ke caffe kan?,” suara seseorang tiba – tiba membuyarkan lamunanku. “Jadi dong! Masak ditraktir gak mau sih!,” ucap Dimas dan Abel serempak. Sepertinya mereka telah merangkai kata – kata itu sebelumnya. “Nathan gak ikut?,” tanyanya. “Enggak, dia tadi kayaknya pergi sama ceweknya kok!,” ucapku. “Ya udah, ayo berangkat!,” ajaknya. Aku tersenyum kepadanya. Rayhan tiba – tiba mendekatiku.
  • 9. “Kamu bareng siapa? Aku apa Alvin?,” tanyanya kepadaku. Belum sempat aku menjawab, Rere cepat - cepat membonceng di sepeda motor Rayhan. “Aku bareng Ray aja ya! Aku kan gak kenal sama Alvin, jadi kamu yang bareng ma dia aja ya, Dhe!,” ucapnya. “It’s OK!!,” jawabku dengan tersenyum lembut kepadanya. Hatiku seolah – olah ingin berteriak bahwa memang ini yang kuharapkan. Aku bisa bersamanya. Alvin tersenyum kepadaku. Dia menyalakan motornya dan aku akhirnya pergi bersamanya, tapi . . . aku sempat melihat tatapan yang sama seperti tempo hari itu lagi di mata Ray. Dia benar – benar membuatku bertanya – tanya. Namun segera saja kutepiskan semua anggapanku. Kuingin siang ini menjadi hari yang berkesan untukku. Siang ini Alvin bermaksud mengajak kami berlima makan dan bersenang – senang sebagai ucapan terima kasihnya. Dan kuharap siang ini benar – benar indah dan mengesankan. *** Sejak siang itu, otakku serasa dipenuhi oleh nama seorang cowok. Ya. Alvin. Mungkin aku sangat menyukainya dan ternyata dia pun begitu kepadaku. Kita sekarang berhubungan dekat, lebih dari teman. Aku dan dia saling menyayangi, hingga kami benar – benar tak ingin berpisah apalagi kehilangan.
  • 10. Satu bulan sudah, hubunganku dengannya terjalin. Selama ini hubungan kita baik – baik saja. Tak ada masalah apapun yang mengganjal. Tetapi tidak untuk siang ini. Mata dan telingaku mengetahui apa yang sedang terjadi sekarang. Kupandang Alvin dan Ray sedang bertengkar di seberang jalan depan sekolahku. Kudengar mereka beradu argumen yang sebenarnya tidak aku mengerti. Aku cepat – cepat menghampiri mereka. “Alvin! Rayhan! Kalian ini kenapa?,”teriakku kepada mereka. Mereka berdua memandangku dan berhenti berdebat. “Sayang, ini urusanku dengan Ray,” ucap Alvin. “Iya Dhe, aku bener – bener harus nyelesain ini semua!,” ucap Rayhan. “Kalian ini ngomong apa sih? Aku gak ngerti! Sayang, bisa kan kamu ma Rayhan tuh ngomong baik – baik aja!,” ucapku dengan menangis. Air mataku seolah – olah tak tertahan lagi. Aku gak mau orang – orang yang aku sayang bertengkar seperti ini. “Dan kalian gak perlu berantem pukul – pukulan kayak tadi kan!!,” tambahku. “Maafin kita, Dhe!,” ucap Rayhan menyesal.
  • 11. “Iya, maafin aku juga ya, Sayang! Aku gak bermaksud buat kamu sedih dan nangis kayak gini. Aku gak tega nglihatnya. Udah ya Sa, gak usah nangis lagi,” ucap Alvin mencoba menenangkanku. Dia mengusap air mata di pipiku. Aku memandangnya penuh harapan agar dia tak seperti ini lagi. Ia mengangguk pelan dan memelukku. Aku akhirnya berhenti menangis, tapi tiba – tiba mataku memandang tatapan aneh itu lagi di mata Ray. Segera saja aku melepaskan pelukan Alvin. “Janji ya kalian gak berantem lagi!,” pintaku. “Iya Boss!!,” ucap mereka serempak. Aku tersenyum lega. Tetapi, tiba – tiba pandanganku terpusat pada wajah Alvin yang benar – benar pucat. “Sayang, kamu kenapa?,” tanyaku cemas. “Aku gak apa – apa kok!,” jawabnya lemas. “Sayang, kamu tuh pucat banget! Kita bawa ke rumah sakit ya. . .,” ucapku mulai panik.
  • 12. Rayhan yang seolah tahu apa yang sedang terjadi, segera saja ia menelepon rumah sakit. Dan yang aku ketahui sekarang, kulihat wajah Alvin semakin pucat dan ia pingsan. *** “Kamu bener – bener sayang sama Alvin ya, Dhe?,” tanya Rayhan kepadaku. “Iya, Ray! Aku beneran sayang sama dia, aku gak mau dia pergi secepat ini!,” jawabku sambil menangis di pelukan Rayhan. Aku dan Rayhan sekarang ada di depan ruang ICU. Aku melihat orang yang sangat aku sayang berbaring lemas tak berdaya di depan sana. Berbaring lemas karena penyakit yang belum pernah aku ketahui sebelumnya. Alvin menderita penyakit gagal ginjal stadium akhir. “Maafin aku ya, Dhe! Sebenernya dari awal kita kenal ma Alvin, aku udah tahu kalau dia punya penyakit gagal ginjal ini. . .,” ucap Rayhan menyesal. Aku melepaskan pelukan Rayhan. Kutatap dia dengan pandangan kecewa dan penuh tanda tanya. “Iya, Dhe! Aku tuh dah tahu dari awal, tapi Alvin nglarang aku buat bilang ini semua ke kamu. Dia gak mau buat kamu sedih apalagi menangis kayak gini. Dia juga beneran
  • 13. sayang sama kamu, Dhe! Dan asal kamu tahu aja, aku tadi berantem sama dia karena dia mencoba buat bunuh diri. . . .” “Hah!!!!! Bunuh diri?????!!!!!,” teriak Abel, Nathan, Dimas, dan Rere serempak. Ternyata mereka telah menyusul kami. “Iya. Alvin tahu kalau umurnya gak lama lagi. Dia gak mau kehilangan orang – orang yang dia sayang. Dia gak mau orang – orang itu sedih gara – gara dia. Dia gak mau orang – orang tahu bahwa dia punya penyakit seperti ini. Sulit bagi dia untuk jujur sama kita, apalagi sama kamu, Dhea! Dia gak mau buat kamu sedih kayak gini, Dhe!,” jelas Rayhan. Aku hanya terdiam. Aku tak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi. Bibirku pun seakan sulit mengucap, hanya pandanganku yang semakin kecewa setelah mengetahui ini semua. Air mataku semakin banyak yang terbuang. Badanku lemas dan hampir terjatuh jika tak ditolong oleh Abel dan Rere. Mereka berdua memelukku dan mencoba menguatkanku, walaupun sebenarnya mereka juga menangis karena ini. “Trus sekarang keadaan Alvin gimana?,” tanya Dimas. “Dokter tadi bilang sama tante dan om kalau keadaan Alvin itu kritis. Alvin butuh donor ginjal, karena ginjal Alvin yang berfungsi hanya satu,” ucap mama Alvin mencoba tenang dan menyembunyikan kesedihannya. “Trus udah ada ginjal yang pas buat Alvin belum, Tante?,” tanya Rere.
  • 14. “Pakai ginjal saya aja, Tante!,” pintaku lirih. “Jangan, Dhea! Keadaan kamu lagi gak stabil. Tante tahu kok kalau kamu gak mau kehilangan Alvin. Kita pun juga. Tapi Alvin tadi kan bilang gak mau nglihat orang – orang yang dia sayang menangis, jadi jangan nangis lagi ya, Dhe! Kita berdoa aja mudah – mudahan apapun yang terjadi, ini memang yang terbaik untuk kita,” ucap mama Alvin mencoba menenangkanku. “Dokter tadi bilang kalau ginjal aku pas sama ginjal Alvin, jadi biar aku aja yang mendonorkan ginjal ini buat Alvin,” ucap Rayhan tiba – tiba. “Jangan, Ray! Aku gak mau kehilangan kamu juga. . .,” ucapku dengan masih menangis. “Dhea, apapun yang terjadi nanti, aku yakin ini terbaik buat kita kayak yang dibilang tante tadi. Aku gak mau nglihat orang yang paling aku sayang sedih dan menangis karena orang yang dia sayang pergi ninggalin dia. Aku akan berusaha agar operasi ini lancar. Kalaupun nanti aku atau Alvin pergi,atau kami berdua ataupun tidak ada sama sekali, pasti itu semua udah kehendak-Nya. Kamu gak perlu menangis ataupun bersedih kayak gini, Dhe! Tersenyum ya, Dhe, doain kita. Moga operasinya nanti lancar. Yakinlah bahwa apapun yang terjadi nanti, itu pasti yang terbaik,” ucap Rayhan menguatkanku. Aku mencoba tersenyum walau hatiku menangis. “Aku sayang kamu, Dhea!,” ucap Rayhan sambil mencium keningku. Inikah jawaban dari semua tatapan penuh tanda tanya itu? Aku tak mengerti dan tak tahu pasti.
  • 15. “Aku juga sayang sama kamu, Ray!,” ucapku sambil memeluknya. “Kita juga!,” ucap teman – temanku yang lain. Kami berenam akhirnya berpelukan. Kami tak ingin berpisah satu sama lain apalagi kehilangan. Kami ingin selalu bersama. Tapi ini semua sudah keputusan Rayhan. Aku yakin ini yang terbaik dan kami hanya bisa berdoa di sini. Berharap operasinya lancar dan kami bisa berkumpul bersama lagi. *** Satu jam sudah aku menunggu di sini. Di samping orang yang paling aku sayang. Operasi tadi masih membuatku cemas karena sampai sekarang mereka berdua belum sadarkan diri juga. Lama aku menunggu, akhirnya Alvin terbangun dari tidurnya. “Alvin, akhirnya kamu sadar juga!,” ucapku senang. Aku memeluknya erat. Berharap dia tak akan meninggalkanku lagi. “Iya Sayang, ini semua juga karena doa kamu dan yang lainnya,” ucapnya. Aku melepaskan pelukanku.
  • 16. “Sayang, kamu tadi nangis ya? Aku kan dah bilang jangan nangis lagi,” tanya Alvin. “Maafin aku! Aku cuma gak mau kamu pergi ninggalin aku!,” jawabku. “Kalaupun aku pergi, aku akan selalu ada kok di hati kamu. Dan aku akan selalu jagain kamu, Dhea!,” ucapnya sambil tersenyum padaku. “Eh yang lain mana, Dhe? Rayhan mana?,” tanya Alvin tiba - tiba. Aku terdiam sejenak. Aku bingung akan menjawab apa. “Yang lain ada kok! Di luar,” jawabku lirih. “Sayang, ada apa sih sebenernya? Apa yang udah terjadi?,” tanya Alvin cemas. Sepertinya dia tahu kalau aku berbohong padanya. Belum sempat aku menjawab, tiba – tiba Abel, Rere, dan orang tua Alvin datang. “Sayang kamu udah sadar? Syukurlah!,” ucap mama Alvin senang. “Iya, Ma!,” ucap Alvin.
  • 17. “Anak papa kan kuat!!,” ucap papa Alvin. “Iya dong, Pa!,” ucap Alvin girang. “Iya, Vin, kita juga seneng kamu udah sadar,” ucap Abel dan Rere. “Makasih semua,” ucap Alvin dengan tersenyum. Abel dan Rere pun membalas senyum itu. “Rayhan mana?,” tanya Alvin mulai cemas. “Rayhan . . .,” ucapan Rere terputus. “Dhea, Ray kritis, Dhe!!,” teriak Nathan yang tiba – tiba datang dan mengagetkanku. “Rayhan!!!!!!!!,” teriakku histeris. Seketika itu juga aku, Rere dan Abel berlari menyusul Nathan menuju ruang rawat Rayhan.
  • 18. “Ray, bangun Ray!!! Ray bangun!!!,” teriakku cemas mencoba menyadarkannya. “Ray, bangun Ray!!! Sadar Ray!!!,” teriak Rere yang juga ikut cemas. Tetapi Rayhan tetap terdiam. Apapun yang kami lakukan tak sedikitpun membuat Rayhan tersadar. “Sebenernya keadaan Ray itu gimana sih, Dok?,” tanya Abel cemas. “Ehm . . . Kami sudah berusaha sekuat yang kami mampu. Tapi, Tuhan berkehendak lain . . .,” ucap dokter itu dengan tenang. “Enggak, gak mungkin!!! Rayhan!!!!!!!,” teriakku histeris sambil memeluknya. “Ray. . . .,” ucap yang lain lirih. Teman – temanku juga ikut memeluknya. Kami semua menangis. Ini memang sungguh sulit bagi kami. “Ini gak mungkin terjadi!! Rayhan gak mungkin ninggalin kita kan???,” tanyaku dengan masih saja menangis histeris. Aku tak percaya kalau ini memang benar – benar terjadi.
  • 19. Aku seakan hanya tenggelam dalam mimpi burukku dan ingin cepat – cepat terbangun dari tidurku ini. “Sayang, sabar ya! Kita semua juga ngrasa kehilangan, tapi ini semua udah kehendak- Nya!,” ucap Alvin menenangkanku. Dia berusaha mengusap air mata yang semakin deras mengalir di pipiku ini. Namun ternyata itu sulit. Air mataku semakin banyak yang terbuang. Hingga mataku seolah – olah kering karena tangisan tadi. Hatiku perih dan benar – benar hancur. Aku bingung akan ini semua. Kenapa Tuhan memisahkanku dengan sahabat terbaikku? Apakah mungkin aku akan menemukan lagi sahabat sebaik dia di dunia ini? Sahabat yang berani berkorban untuk kebahagiaan sahabatnya. Sahabat yang selalu ada untuk sahabatnya. Dan sahabat terbaik yang akan selalu ada di hati kami. Tuhan, kuatkan kami! Kini aku dan yang lain hanya bisa diam termenung dan berdoa. Air mata kami telah habis untuk menangisi kepergian Rayhan. Tapi kami yakin pasti ada hikmah dibalik ini semua. Dan kini yang aku tahu ,“Jika kamu berani menyayangi seseorang, berarti kamu harus berani untuk kehilangan dia. Karena di setiap pertemuan itu pasti akan ada perpisahan”. Rayhan, semoga kamu tenang dan bahagia di alam sana. Kami yakin malaikat akan membawamu ke tempat terindah di sisi-Nya. Amin. “We love you, Ray. We’ll always miss you”.