1. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 1
BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latarbelakang
Perpustakaan merupakan salah satu sumber informasi dan pembelajaran bagi
masyarakat, sehingga terdapat hubungan erat antara penyelenggaraan perpustakaan dan
masyarakat. Sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 pada
Pasal 43 yang berbunyi “masyarakat berperan serta dalam pembentukan, penyelenggaraan,
pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan perpustakaan”. Peran masyarakat dalam
penyelengaraan perpustakaan sangatlah besar, karena tanpa peran dan kontribusi masyarakat,
mungkin perpustakaan akan kehilangan esensi dan fungsinya. Masyarakat pun dapat
membangun perpustakaan sendiri jika belum terdapat perpustakaan di sekitarnya,
sebagimana amanat Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 22 yang menyebutkan
“masyarakat dapat menyelenggarakan perpustakaan umum untuk memfasilitasi terwujudnya
masyarakat pembelajar sepanjang hayat”.
Proses pembangunan sebuah bangunan seringkali memakai banyak energi yang dapat
merusak lingkungan. Dalam rangka mengurangi hal tersebut, banyak sekali upaya-upaya
yang coba dilakukan oleh berbagai kalangan khususnya arsitek dalam mewujudkan hunian
atau rumah tinggal bahkan bangunan lainnya yang ramah lingkungan yaitu dengan
menerapkan prinsip-prinsip arsitektur hijau, baik secara keseluruhan elemen maupun sekedar
elemen tertentu atau parsial saja. Arsitektur hijau memiliki berbagai macam elemen atau
indicator diantaranya yang disebutkan dalam Green Building Council Indonesia (GBCI) yang
didirikan tahun 2009, bahwa ada 6 aspek penilaian desain Greenship Homes (GBCI, 2014)
yaitu, Tepat guna lahan, Efisiensi energi dan konservasi, Konservasi air, Sumber dan siklus
material, Kesehatan dan kenyamanan ruang dalam, serta Manajemen lingkungan bangunan.
Menurut Green Building Council Indonesia, bangunan hijau adalah bangunan di mana
di dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian serta dalam pemeliharaannya
memperhatikan aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, mengurangi penggunaan
2. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 2
sumber daya alam, menjaga mutu baik bangunan maupun kualitas udara di dalam ruangan,
dan juga memperhatikan kesehatan penghuninya yang semuanya berdasarkan kaidah
pembangunan berkelanjutan.
Pencahayaan adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam suatu bangunan,
dalam kasus ini adalah pada ruang baca perpustakaan. Ruang baca pada perpustakaan
standarnya harus mampu menyediakan pencahayaan yang baik untuk pengguna atau pembaca
di dalam ruangnya. Pada pertengahan tahun 1970-an, dunia barat mengalami krisis energi
sehingga dilakukan peninjauan kembali tentang penerapan cahaya alami untuk hampir
seluruh bangunan, terutama bangunan publik. Penggunaan listrik juga berkontribusi terhadap
isu pemanasan global dan pelepasan emisi karbon, selain itu energi listrik merupakan energi
yang terbatas. Pencahayaan alami coba diterapkan pada bangunan MicroLibrary di Taman
Lansia Kota Bandung yang fasad berongga dengan pipa-pipa dari berbagai ukuran. Selain
untuk pencahayaan alami pipa-pipa tersebut juga sebagai elemen penambah estektika pada
fasad. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang mendapat penyinaran matahari
berlimpah. Selain mendapatkan pencahayaan alami bagi bangunan guna mengurangi
penggunaan konsumsi energi listrik, juga bisa menimbulkan masalah lain.
Masalah yang kemudian muncul adalah kenyamanan visual yang ditimbulkan
pencahayaan alami kedalam ruang karena cahaya yang masuk melewati lubang pipa-pipa
tersebut. Pipa-pipa berbagai ukuran ini di manfaatkan menjadi pengganti jendela dan kaca
untuk masuknya sirkulasi cahaya matahari ke dalam bangunan perpustakaan. Karena fungsi
utama ruang untuk membaca yang mana kegiatan tersebut sangat mengandalkan mata maka
dibutuhkan kenyamanan untuk mendukung kegiatan yang diwadahi. Persyaratan tingkat
pencahayaan rata-rata dalam ruangan yang direkomendasikan menurut SNI 03- 6197-2000
adalah 300 lux. Tinggi rendahnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam ruang
berdasarkan material fasade bangunan yang ditembus. Dengan penggunaan pipa-pipa ini
sebagai fasad tentu menambah intensitas cahaya alami yang masuk ke dalam ruangan
perpustakaan. Pencahayaan alami yang masuk ke dalam bangunan diharapkan dapat
membantu menambah intensitas cahaya di ruang baca.
Berdasarkan permasalah yang telah di jelaskan di atas maka penulis tertarik
melakukan penelitian yang berjudul “Kajian Penerapan Arsitektur hijau terhadap
3. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 3
Pencahayaan alami di Microlibrary- Taman Lansia, Bandung, Jawa Barat” untuk
mengetahui tingkat keefektifan penggunaan pipa pada fasad untuk pencahayaan alami guna
mendukung kenyamanan visual pengguna dan juga persepsi pengguna terhadap perpustakaan
umum tersebut.
1.2. Pernyataan Masalah
Berdasarkan latarbelakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebgai berikut:
1. Apa saja aspek arsitektur hijau yang diterapkan di microlibrary-Taman Lansia?
2. Bagaimana tingkat keefektifan fasad bangunan terhadap pencahayaan alami dalam
bangunan MicroLibrary-Taman lansia?
3. Bagaimana persepsi pengguna terhadap kenyamana visual melalui pencahayaan alami
di microlibary-Taman Lansia, Bandung ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian arsitektur ini mengacu pada rumusan masalah. Maka tujuan dari
penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui aspek-aspek arsitektur hijau yang diterapkan di Microlibrary-
Taman lansia
2. Untuk mengetahui tingkat keefektifan tingkat keefektifan fasad bangunan terhadap
pencahayaan alami dalam bangunan MicroLibrary-Taman lansia, Bandung
3. Untuk mengetahui persepsi pengguna terhadap kenyamana visual melalui
pencahayaan alami di microlibary-Taman Lansia, Bandung
1.4. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini memiliki manfaat bagi:
1. Penulis
Membantu penulis untuk memenuhi syarat kelulusan pada tingkat Strata satu
jurusan Teknik Arsitektur di Universitas Mercubuana. Salin daripada itu juga
4. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 4
penelitian ini dapat memberi manfaat untuk bisa mengembangkan desain yang
menarik dengan menggunakan bahan daur ulang dan mengimplentasikan Arsitektur
Hijau di dalam perancangan yang di buat
2. Masyarakat luas.
Diharapkan dari karya ilmiah yang di susun dengan baik ini dapat mendorong
masyarakat luas untuk tetap menjaga lingkungan terkhusus dalam segmen
perancangan bangunan. Dari penelitian yang mengambil studi lapangan Microlibary
dengan bahan bekas dapat mendorong inovasi dalam bidang teknologi bangunan
dengan material daur ulang/bahan bekas.
1.5. Sistimatika Penulisan Proposal Penelitian
Dalam penyusunan hasil penelitian menjadi sebuah karya ilmiah yang teoritis dan dapat
diuji perlu adanya sistematika penelitian yang teratur. Sistematika yang umumnya digunakan
dalam penyusunan sebuah proposal penelitian adalah sebagai berikut:
a. Halaman Judul.
Judul penelitian pada wujudnya merupakan kalimat dalam bentuk satu kalimat
penyataan (dan bukan kalimat pertanyaan). Judul terdiri dari kata-kata yang jelas (tidak
kabur), singkat (tidak bertele-tele), deskriptif (berkaitan atas runtut), dan pernyataan
tidak terlalu puitis atau bombastis.
b. Kata Pengantar
Dalam kata pengantar dapat dicantumkan ucapan terimakasih penulis kepada orang-
orang, organisasi atau Lembaga-lembaga yang terlibat selama proses penelitian ini
berlangsung.
c. Daftar Isi
Lembar halaman yang menjadikan petunjuk pokok isi buku beserta nomer halaman.
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah.
5. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 5
Pada bagian ini penulis menguraikan masalah yang hendak diteliti dan yang sedang
terjadi di lapangan. Penulis menguraikan fakta-fakta yang ada di lapangan berdasarkan
topik dan judul yang di angkat. Fakta-fakta tersebut dapat didukung oleh penelitian
terdahulu mengenai masalah yang relevan dengan topik dari penelitian yang diangkat.
b. Perumusan Masalah.
Permasalahan yang diangkat penulis hendaknya ditulis dengan terperinci dan relevan
dengan judul penelitian. Masalah yang diangkat harus dari kajian Pustaka yang layak
dan perlu diteliti. Rumusan masalah harus berbentuk kalimat tanya.
c. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian hendaknya dirumuskan secara singkat dengan mendasarkan pada
permasalahan yang dikemukakan. Pernyataan yang ditulis pada tujuan penelitian harus
sejalan dengan rumusan masalah yang telah ditentukan.
d. Manfaat Penelitian.
Manfaat penelitian berfungsi untuk menegaskan kegunaan penelitian yang dapat diraih
setelah peneliti berlangsung.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
a. Kajian Teori
Kajian teori menguraikan kerangka teori yang merujuk pada referensi berbagai ahli
tertentu maupun berbagai teori-teori yang ada, sehingga nantinya akan mendasari hasil
dan pembahasan secara detail. Kajian teori dapat berupa definisi-definisi atau model
matematis yang langsung berkaitan dengan tema atau masalah yang diteliti.
b. Kerangka Teori.
Kerangka teori terdiri dari teori-teori atau isu-isu dimana penelitian yang penulis
lakukan terlibat di dalamnya dan memberikan panduan pada saat peneliti membaca
pustaka.Kerangka teori tidak dapat dikembangkan kalau peneliti belum mempelajari
pustaka dan sebaliknya kalau peneliti belum mempunyai kerangka teori maka peneliti
tidak akan dapat membaca pustaka dengan efektif.
c. Hipotesis.
Hipotesis memuat : pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau
tinjauan pustaka dan merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dihadapi
6. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 6
BAB III METODE PENELITIAN
a. Pendekatan Penelitian
Penulis dapat menetukan jenis pedekatan penelitian yang hendak dilakukan utnuk
meneliti suatu objek. Pendekatan penelitian dapat beruapa penelitian kualitatif atau
penelitian kuantitatif.
b. Tempat dan Waktu Penelitian
Menunjukan tempat dan waktu untuk subjek penelitian yang hendak penulis lakukan.
c. Subjek Penelitian
Menjelaskan profil singkat mengenai subjek yang diteliti, mulai informasi macro
hingga micro. Suharsimi Arikunto (1993:116) menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan subjek penelitian adalah suatu benda, hal atau orang tempat data variabel
penelitian melekat dan yang dipermasalahkan.
d. Teknik Pengumpulan data.
Pengumpulan data merupakan langkah penting dalam metode ilmiah. Pengumpulan
data menurut Sugiyono (2007: 193) dapat dilakukan dengan berbagai setting, berbagai
sumber, dan berbagai cara dalam upaya mengumpulkan data. Sementara itu, Moh.
Nazir (2005: 174) mengemukakan hal yang sama mengenai pengumpulan data yaitu
prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.
e. Instrument penelitian.
Menurut Suharsimi Arikunto (2000: 177) instrumen penelitian merupakan alat bantu
bagi peneliti dalam mengumpulkan data. Kualitas instrumen akan menentukan kualitas
data yang terkumpul. Instrumen yang digunakan peneliti adalah skala daya lentur
(resilience).
f. Teknik analisis data.
Teknis analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam proses
penelitian, karena disinilah hasil penelitian akan tampak. Analisis data mencakup
seluruh kegiatan mengklasifikasikan, menganalisa, memaknai dan menarik kesimpulan
dari semua data yang terkumpul. Oleh karena itu perlu menggunakan dasar pemikiran
untuk menentukan pilihan-pilihan teknik analisis data yang akan digunakan.
BAB V KESIMPULAN
7. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 7
a. Kesimpulan.
Penulis menyimpulkan penelitian yang dilakukan sesuai dengan dasar teori yang ada.
Kesimpulan juga berisi dari keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka berisi catatn dari sumber-sumber terpercaya dan valid yang digunakan
penulis untuk mendukung penelitiannya. Ditulis dengan sistematis mulai dari nama
penulis, penerbit, tahun terbit, dan tempat diterbitkannya sumber tersebut. Daftar
Pustaka ditulis secara konsiten menurut America Phycological Association(APA),
Publication Manual atau Modern Language Association(MLA).
LAMPIRAN
Lampiran memuat : keterangan atau informasi yang diperlukan pada pelaksanaan
penelitian seperti : peta, surat penelitian, kuesioner, atau data lain yang sifatnya
melengkapi usulan atau proposal skripsi.
8. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 8
1.6. Kerangka Pikir Penelitian
Kajian Penerapan Arsitektur hijau dengan pada fasad terhadap
Pencahayaan alami di Perpustakaan Microlibrary- Taman Lansia,
Bandung, Jawa Barat
Mengkaji Penerapan arsitektur hijau pada microlibrary taman Lansia,
Bandung.
Studi Pustaka:
1. Tinjauan Umum
2. Tinjauan Arsitektur Hijau
3.
Studi Lapangan
Studi Literatur
Teori Arsitektur Hijau
Pencahayaan alami
Standar kenyamaan
visual perpustakaan
Penerapan arsitektur
hijau pada fasad
bangunan
Metode Penelitian
Analisa data
Kesimpulan
9. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 9
1.7. Definisi Operasional
Berisi pengertian istilah-istilah yang akan sering dipergunakan didalam penelitian.
Pengertian istilah ini harus dari sumber terpercaya (penulis jurnal/buku/artikel).
Cantumkan sumber.
10. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 10
Bab II: Tinjauan Pustaka
2.1. Landasan Teoritis
Meninjau dan menggali dari beberapa jurnal penelitian terdahulu mengenai topik yang
sesuai pada penelitian ini yaitu penerapan arsitektur hijau terdapat lima jurnal yang sesuai dengan
topik tersebut diantaranya oleh (Adhitya, Haripradianto, & Yatnawijaya), (Dian Suci Wulandari
Ningrum, 2019), (Fajar Dewantoro, Wahyu Setia Budi, & Eddy Prianto, 2019), (Pangestu &
Citraningrum, 2019), & (Jusuf Thojib & Muhammad Satya Adhitama, 2018)
Dari jurnal penelitian yang telah disebutkan diatas, terdapat dua kategori topik yang
berbeda. Pertama, mengenai konsep arsitektur hijau dengan material daur ulang(re-use). Kedua,
Pengaruh penerapan arsitektur hijau terhadap kenyamanan visual dan pencahayaan alami. Jurnal
penelitian yang didapatkan dan digali tiga diantaranya membahas mengenai topik yang pertama,
yaitu konsep arsitektur hijau dengan penggunaan material daur ulang. Penelitian pertama
dilakukan oleh (Adhitya, Haripradianto, & Yatnawijaya) yang membahas mengenai penerapan
material daur ulang pada Trash Art Gallery di Yogyakarta, yang mana pada jurnal ini membahas
mengenai desain bangunan dengan pendekatan arsitektur hijau dengan memanfaatkan botol bekas
yang ada di daerah Yogyakarta.
Sama halnya dengan jurnal penelitian oleh (Dian Suci Wulandari Ningrum, 2019) yang
membahas mengenai penerapan reuse material bekas sebagai bahan material pada bangunan
sebagai bentuk dari arsitektur hijau. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah
literature-based method (metode berbasis literatur). Data diperoleh dari studi literatur dan studi
penelitian sejenis untuk dijadikan perbandingan dan acuan dalam penelitian. Studi kasus pada
penelitian ini adalah Rumah karya Dr. Heinz Frick yang terletak di Jalan Srinindito, Simongan,
Semarang, Rumah Butet Kertaradjasa karya arsitek Eko Prawoto Yancey Chapel dan Mason’s
Bend Community Center, Alabama, Amerika Serikat. Berdasarkan analisa aplikasi material bekas
dengan memanfaatkan kembali (reuse) pada empat studi kasus diatas memiliki karakteristik
sebagai berikut:
tidak mengalami perubahan bentuk produk,
proses tidak membutuhkan teknologi,
relatif tidak membutuhkan energi,
11. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 11
dapat dilakukan dalam skala kecil ataupun besar, namun tidak membutuhkan pabrikasi,
membutuhkan modal yang sangat kecil,
proses tidak melibatkan proses fisika maupun kimia.
Topik yang kedua oleh (Jusuf Thojib & Muhammad Satya Adhitama, 2018) yang
membahas kenyamanan visual melalui pencahayaan alami pada kantor dengan studi kasus Gedung
Dekanat Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang. Pencahayaan alami pada Gedung
Dekanat FT UB dicapai dengan menggunakan tipe side-lighting dengan jendela pada sisi dinding
utara, timur, atau barat ruangan. Ruang-ruang di Gedung Dekanat FT UB mayoritas kurang
nyaman secara visual, hanya beberapa saja yang sudah cukup nyaman secara visual. Tidak ada
ruang yang terkategorikan sangat nyaman secara visual. Hasil pengukuran dan pengamatan
lapangan menunjukkan kondisi terang alami beragam antara kurang – cukup, disebabkan standar
iluminasi yang tidak sesuai standar iluminasi yang dipersyaratkan SNI 03-2000 tentang
Konservasi Energi Sistem Pencahayaan pada Bangunan Gedung maupun karena adanya berkas
sinar matahari langsung yang mausk ke dalam ruang. Respon pengguna terhadap kualitas
kenyamanan visual ruang beragam dari positif – negatif dengan mayoritas pengguna memberikan
respon sedang (cukup sesuai dengan kenyamanan pengguna).
Sama halnya dengan (Fajar Dewantoro, Wahyu Setia Budi, & Eddy Prianto, 2019) yang
membahas mengenai “Pencahayaan Alami Ruang Baca Perpustakaan Universitas Indonesia” .
Dalam penelitian ini metode yang di gunakan adalah metode kuantitatif dengan menggunakan
metode obervasi dan proses yang bersifat deduktif. Dalam metode ini dimana untuk menjawab
rumusan masalah dangan membandingkan teori-teori yang ada dengan kenyataan dilapangan,
kemudian dirumuskan hipotesisnya. Pada teknik pengumpulan data menggunakan intrumen
penelitian dan akan di dapat data analisan yang besifat kuantitatif statistik untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan. Objek penelitian ini adalah Perpustakaan Universitas Indonesia terletak di
Depok, pada area seluas tiga hektar, memiliki 8 lantai dan dirancang oleh DCM Architect.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diambil beberapa kesimpulan dari pencahayaan
alami pada ruang baca lantai 2 masih belum memenuhi standart dari SNI NO.03- 2396-2001
Tentang tata Cara Perancangan Sistem Pencahayan Alami, Faktor pencahayaan alami siang hari.
Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan alami yang telah dilakukan maka didapatkan data
intensitas cahaya ruang baca lantai 2. Angka intensitas di seluruh titik ukur tidak memenuhi
standart kenyamanan vuisual ruang baca yakni 250 Lux.Pada ruang baca bukaan atas angka
12. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 12
intensitas yang didapetkan relatif kecil, data pengukuran menunjukan intensitas cahaya yang
paling besar adalah pada saat jam 12.00 pada ruang baca bukaan atas, Sedangkan untuk ruang baca
bukaan samping intensitas cahaya lebih besar dan titik besar pada pagi hari pukul 09.00 – 12.00.
Jurnal oleh (Pangestu & Citraningrum, 2019) membahas mengenai Pengaruh Material
Bekas Pada Fasade Bangunan Terhadap Kenyamanan visual: studi kasus Microlibrary, Cicendo
Bandung. Topik yang dibahas kali ini berkaitan dengan yang dibahas oleh penulis, yaitu dengan
studi kasus yang sama yaitu microlibrary, namun topiknya yang berbeda yaitu membahas
mengenai penerapan arsitektur hijau terhadap pencahayaan alami di microlibrary-taman lansia.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Pangestu & Citraningrum, 2019), intensitas cahaya
di dalam ruang baca Microlibrary berada pada angka di bawah standar yaitu rata-rata maksimum
84 lux dan rata-rata minimum 43 lux. Penelitian ini menyatakan bahwa material daur ulang yang
digunakan kurang efektif untuk digunakan. Berdasarkan pengelompokan artikel diatas, maka
penelitian ini berjudul “ Kajian Penerapan Arsitektur hijau pada fasad terhadap
Pencahayaan alami di Microlibrary- Taman Lansia, Bandung, Jawa Barat”
1.2. Kajian Teoritis
2.2.1. Arsitektur Hijau
2.2.1.1. Pengertian
Arsitektur hijau merupakan arsitektur yang mencakup lingkungan sekitar serta
berpatokan kepedulian mengenai pemeliharaan atau perlindungan terhadap lingkungan
di dunia dengan menggunakan terhadap energy efficient (efisiensi energi), (sustainable
concept) konsep berkelanjutan, serta holistic application (penerapan holistik)
(Priatman, 2002). Arsitektur hijau juga merupakan sebuah pengenalan untuk
merencanakan arsitektur dengan meminimalisir dampak buruk terhadap kesehatan
manusia maupun lingkungan sekitarnya, sehingga memiliki tujuan utama seperti
menciptakan eco desain, kepedulian terhadap lingkungan, menciptakan arsitektur yang
alami serta arsitektur yang berkelanjutan (Rusadi, Purwatiasning, & Satwikasari,,
2019).Selain itu juga, Arsitektur hijau adalah karya arsitektur yang: memberikan solusi
terhadap permasalahan iklim di lingkungannya dan harus didekati oleh bidang sains
bangunan (Karyono, 2010); menghemat energi, mereduksi emisi, konservasi,
meningkatkan produksi, meminimalisasi pengeluaran dan meningkatkan nilai tambah
13. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 13
bangunan; berkelanjutan, ramah lingkungan, tanggap iklim, sadar energi dan cerdas
budaya (Nugroho, 2018). Elemen indikator arsitektur hijau ada 6 aspek penilaian
desain Greenship Homes dalam Green Building Council Indonesia (GBCI, 2014) yaitu:
1. Tepat guna lahan,
2. Efisiensi energi dan konservasi,
3. Konservasi air,
4. Sumber dan siklus material,
5. Kesehatan dan kenyamanan ruang dalam,
6. Manajemen lingkungan benguna.
Tujuan utama dari green architecture adalah menciptakan eco design, arsitektur
ramah lingkungan, arsitektur alami dan pembangunan berkelanjutan. Arsitektur hijau
dapat diterapkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air dan pemakaian
bahan-bahan yang mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan. Perancangan
Arsitektur hijau meliputi tata letak, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan bangunan.
2.2.1.2. Prinsip arsitektur Hijau
Dalam jurnal artikel oleh (Icha, 2019) Prinsip-prinsip Arsitektur Hijau menurut
Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo Sustainable Future:
A. Conserving Energy (Hemat Energi).
Pada arsitektur hijau, pemanfaatan energi secara baik dan benar menjadi
prinsip utama. Bangunan yang baik harus memperhatikan pemakaian energi
sebelum dan sesudah bangunan dibangun. Desain bangunan harus mampu
memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah
kondisi lingkungan yang sudah ada. Berikut ini desain bangunan yang menghemat
energi :
Bangunan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkanpencahayaan
dan menghemat energi listrik.
Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal
sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat Photovaltai yang diletakkan
di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding
14. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 14
timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan
sinar matahari yang maksimal
Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain
itu juga menggunakan alat kontrol pengurangan intensitas lampu otomatis
sehingga lampu hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan
sampai tingkat terang tertentu.
Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur
intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang
bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.
Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan
oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift
B. Working with Climate (memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami).
Pendekatan green architecture bangunan berdaptasi dengan lingkungannya,
hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungan
sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara :
Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
Menggunakan sistem air pump dan cross ventilation untuk mendistribusikan
udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim.
Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk
mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.
C. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan).
Perencanaan mengacu pada interaksi antar bangunan dan tapaknya. Hal ini
bertujuan keberadaan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan
pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut:
Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti
bentuk tapak yang ada.
Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain
bangunan secara vertikal.
Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.
15. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 15
D. Respect for Use (memperhatikan pengguna bangunan).
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat
erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai
yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya
E. Limitting New Resources (meminimalkan Sumber Daya Baru).
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada
dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur
bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
F. Holistic.
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di
atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture
pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain.
Tentu secar parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh
karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada
secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.
2.2.2. Pencahayaan.
2.2.2.1. Definisi Cahaya.
Menurut (Kaufman, 1984) cahaya adalah pancaran energi dari sebuah
partikel yang dapat merangsang retina manusia dan menimbulkan sensasi visual.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, cahaya merupakan sinar atau terang dari
suatu benda yang bersinar seperti bulan, matahari, dan lampu yang
menyebabkan mata dapat menangkap bayangan dari benda – benda di
sekitarnya.
2.2.2.2. Definisi pencahayaan.
Pencahayaan didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang jatuh pada sebuah
bidang permukaan. Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan didefinisikan
sebagai tingkat pencahayaan rata – rata pada bidang kerja, dengan bidang kerja
yang dimaksud adalah sebuah bidang horisontal imajiner yang terletak setinggi
0,75 meter di atas lantai pada seluruh ruangan (SNI 03-6575-2001 tentang Tata
Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung.).
Pencahayaan memiliki satuan lux (lm/m²), dimana lm adalah lumens dan m²
adalah satuan dari luas permukaan. Pencahayaan dapat mempengaruhi keadaan
16. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 16
lingkungan sekitar. Pencahayaan yang baik menyebabkan manusia dapat
melihat objek – objek yang dikerjakannya dengan jelas.
2.2.2.3. Pencahayaan alami.
Menurut (Merlindriati, 2016) Pencahayaan alami adalah sumber
pencahayaan yang berasal dari sinar matahari. Sinar alami mempunyai banyak
keuntungan, selain menghemat energi listrik juga dapat membunuh kuman.
Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-
jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas
lantai. Menurut (P. E. Dora & P. F. Nitasari, 2011) Pencahayaan Alami adalah
suatu cahaya yang berasal dari benda penerang alam seperti matahari, bulan dan
bintang sebagai benda penerang ruang secara alami. Karena penerang tersebut
berasal dari alam, cahaya alami dapat berubah dikarenakan iklim, musim dan
cuaca, juga bisa dikatakan bersifat tidak menentu. Dalam hal penerengan, dari
seluruh sumber cahaya alami, matahari memiliki sinar yang paling kuat dan
besar sehingga matahari sangat bermanfaat bagi penerangan dalam ruang.
(Fajar Dewantoro, Wahyu Setia Budi, & Eddy Prianto, 2019) menyebutkan
Pencahayaan alami pada bangunan berkaitan dengan orientasi bangunan
terhadap matahari dan juga bukaan dinding yang terdapat pada bangunan
karena dua hal tersebut dapat mempengaruhi banyak sedikitnya cahaya yang
masuk kedalam bangunan, oleh karena itu dalam penelitian ini pada kondisi
pencahayaan alami yang akan dibahas adalah orientasi bangunan terhadap
matahari dan juga dimensi bukaan dinding pada ruang baca.
2.2.2.4. Standarisasi pencahayaan alami
Menurut Atmodiwirjo dan Yatmo (2009:36) dalam (Indyra, pp. 12-14),
prinsip pencahayaan pada ruang perpustakaan umum terdiri atas :
a. Diperlukan adanya pencahayaan yang merata pada seluruh area ruang
baca.
b. Diperlukan adanya pencahayaan secara alami agar mendapatkan
cahaya yang memadai pada siang hari.
c. Cahaya matahari yang masuk dapat menyinari ruangan tanpa
terhalang.
d. Diperlukan adanya pencahayaan buatan pada saat hari mendung atau
hujan.
17. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 17
e. Diperlukan adanya pertimbangan untuk penataan koleksi dalam ruang
perpustakaan bagi cahaya yang masuk.
f. Perlunya pengaturan pencahayaan bagi ruang perpustakaan supaya
tidak terdapat silau yang mengganggu kenyamanan pengguna.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002, indikator pencahayaan terdiri atas :
a. Pencahayaan alam maupun buatan diusahakan agar tidak menimbulkan
kesilauan.
b. Penempatan bola lampu harus menghasilkan pencahayaan yang optimal.
c. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik harus segera diganti.
Berdasarkan SNI 03-2396-2001pencahayaan alami dapat dikatakan baik
apabila :
a. Banyak cahaya yang masuk ke dalam ruangan pada jam 08.00 – 16.00
b. Cahaya tidak menimbulkan silau yang mengganggu ketika bersinar ke
dalam ruangan.
Selain itu, menurut SNI 03-6575-2001 tingkat penerangan minimum
yang direkomendasikan pada perpustakaan yaitu sebesar 300 lux.
2.2.2.5. Sistem Pencahayaan alami dalam ruangan.
Secara umum, cahaya alami didistribusikan ke dalam ruangan melalui
bukaan di saping (side lighting), bukaan di atas (top lighting), atau kombinasi
keduanya. Tipe bangunan, ketinggian, rasio bangunan dan tata massa, dan
keberadaan bangunan lain di sekitar merupakan pertimbangan-pertimbangan
pemilihan strategi pencahayaan (Kroelinger, 2005). Sistem pencahayaan
samping (side lighting) merupakan sistem pencahayaan alami yang paling
banyak digunakan pada bangunan. Selain memasukkan cahaya, juga
memberikan keleluasaan view, orientasi, konektivitas luar & dalam, dan
ventilasi udara. Posisi jendela pada dinding dapat dibedakan menjadi 3: tinggi,
sedang, rendah, yang penerapannya berdasarkan kebutuhan distribusi cahaya
dan sistem dinding. Strategi desain pencahayaan samping yang umum digunakan
antara lain:
18. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 18
Single side lighting, bukaan disatu sisi dengan intensitas cahaya searah
yang kuat, semakin jauh jarak dari jendela intensitasnya semakin
melemah.
Bilateral lighting, bukaan di dua sisi bangunan sehingga meningkatkan
pemerataan intensitas cahaya, bergantung pada lebar dan tinggi ruang,
serta letak bukaan pencahayaan ruang.
Multilateral lighting, bukaan di beberapa lebih dari dua sisi banguna
mengurangi silau dan kontras, meningkatkan pemerataan distribusi
cahaya pada permukaan horizontal dan vertikal, dan memberikan lebih
dari satu zona utama pencahayaan alami.
Clerestories, jendela atas dengan ketinggian 210 cm di atas lantai,
merupa strategi yang baik untuk pencahayaan setempat pada
permukaan horizontal atau vertikal. Perletakan bukaan cahaya tinggi di
dinding dapat memberikan penetrasi cahaya yang lebih dalam ke dalam
bangunan.
Light shelves, memberikan pembayangan untuk posisi jendela yang
memisahkan kaca untuk pandangan dan kaca untuk pencahayaan. Bisa
berupa elemen eksternal, internal, atau kombinasi keduanya.
Borrowed light, konsep pencahayaan bersama antar dua ruangan yang
misalnya pencahayaan koridor yang di transparan untuk ruang di
sebelahnya.
2.2.3. Persepsi Penggunanya.
2.2.3.1. Pengertian persepsi.
(Sugihartono, 2007)mengemukakan bahwa persepsi merupakan
kemampuan panca indera dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk
menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia . Persepsi
manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan yang
mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi
negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
Menurut (Mulyana, 2000) persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan
penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-
balik (decoding) dalam proses komunikasi. Selanjutnya Mulyana
19. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 19
mengemukakan persepsilah yang menentukan pemilihan suatu pesan dan
mengabaikan pesan lain.
Menurut (Rahkmat & Jalaludin, 2005) mengungkapkan bahwa persepsi
adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi
ialah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli). Sedangkan
menurut (Walgito & Bimo, 1981) mengatakan, “persepsi adalah sesuatu yang
menunjukkan aktivitas merasakan, menginterpretasikan dan memahami objek,
baik fisik maupun sosial”. Berdasarkan dari beberapa definisi menurut sumber
yang dijelaskan di atas, secara umum persepsi dapat didefinisikan pemberian
makna dan interpretasi dari stimulus terhadap pengalaman mengenai suatu
objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh oleh seseorang dalam
suatu keadaan tertentu dan sangat dipengaruhi faktor faktor internal maupun
ekternal masing – masing individu tersebut.
2.2.3.2. Faktor yang mempengaruhi persepsi.
Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional (Rahkmat &
Jalaludin, 2005). David Krech dan Richard S. Cruthfield (1997:235) dalam
(Rahkmat & Jalaludin, 2005) menyebutnya faktor fungsional dan faktor
struktural. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
Faktor Fungsional: Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman
masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor-faktor personal.
Persepsi tidak ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik
orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut.
Faktor Struktural: Faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-
efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu.
(Restiyanti, Prasetijo , & Ihwalauw, p. 69) mengungkapkan bahwa faktor –
faktor yang mempengaruhi persepsi, dapat dikelompokan dalam dua faktor
utama yaitu:
Faktor internal, meliputi : Pengalaman, Kebutuhan, Penilaian, Ekspektasi /
pengharapan.
20. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 20
Faktor eksternal, meliputi : Tampakan luar, Sifat – sifat stimulus, Situasi
lingkungan.
Menurut Stephen P. Robbins dalam (Ben Fauzi Ramadhan, 2009) faktor yang
dapat mempengaruhi persepsi seseorang terdapat 3 faktor, antara lain :
a. Individu yang bersangkutan Jika seseorang melihat sesuatu dan berusaha
memberikan intepretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia akan dipengaruhi
oleh karakteristik individual yang dimilikinya seperti sikap, motif,
kepentingan, minat, pengalaman, pengetahuan dan harapannya.
b. Sasaran terhadap persepsi Sasaran dari persepsi dapat berupa objek orang,
benda, maupun peristiwa. Sifat-sifat tersebut dapat berpengaruh terhadap
persepsi orang yang melihatnya. Persepsi terhadap sesaran bukan
merupakan sesuatu yang dilihat secara teori melainkan dalam kaitannya
dengan orang lain yang terlibat. Hal tersebut yang dapat menyebabkan
seseorang cenderung mengelompokkan orang, benda, ataupun peristiwa
sejenis dan memisahkannya dari kelompok lain yang tidal serupa.
c. Situasi Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana
persepsi tersebut timbul, harus mendapat perhatian. Situasi merupakan
faktor yang turut berperan dalam proses pembentukan persepsi seseorang.
21. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 21
1.3. Kerangka Teoritis
Rangkuman teori yg dipergunakan dalam penelitian dalam bentuk kerangka
1.4. Kesimpulan
Berisi kesimpulan teori berupa variabel yg akan dipergunakan atau teori-teori penting yang akan
dipergunakan pada pembahasan dan analisa (khusus untuk penelitian kualitatif)
Kajian Penerapan Arsitektur hijau terhadap Pencahayaan alami di
Microlibrary- Taman Lansia, Bandung, Jawa Barat
Teori
Arsitektur Hijau
Pencahayaan
alami
Persepsi
pengguna
Standarisai
Standarisasi
nasional
Indonesia
Jurnal & karya
tulis
(Restiyanti, Prasetijo , &
Ihwalauw,)
faktor
mempengaruhi
persepsi:
1. faktor internal
2. faktor Eksternal
Metode Penelitian
Kualitatif Deskriptif
Kesimpulan
22. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 22
BAB III: METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Metode Penelitian
Pendekatan Metode Penelitian yang dipergunakan (kualititatif/kuantitaif atau gabungan)
3.2. Gambaran Umum Lokasi/objek Penelitian
kriteria pemilihan objek penelitian, deskripsi umum dan data fisik objek penelitian,
criteria penentuan sampel dan jumlah sampel penelitian)
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dan rancangan instrument penelitian yang akan digunakan
3.4. Metode Analisa
DAFTAR PUSTAKA
23. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 23
Adhitya, N., Haripradianto, T., & Yatnawijaya, B. (n.d.). TRASH ART GALLERY DI
YOGYAKARTA DENGAN PENERAPAN MATERIAL DAUR ULANG. Jurusan Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya Malang, 1-9.
Annisa Riza Nuraini Gunawan. (2020). Penggunaan Material Reuse pada Bangunan Bergaya
Industrial dan Kaitannya dengan Sumber Daya Alam dan Manusia. FAKULTAS SENI
RUPA INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA, 1-9.
Ben Fauzi Ramadhan. (2009). 9.
Berge, B. (2000). The Ecology of Building Materials. Oxford: Architectural Press.
Cahyani, A. R. (2020). Konsep Bangunan Rumah Tinggal sebagai Penerapan Arsitektur Hijau
pada Perumahan Sumber Indah Kudus dengan Material Daur Ulang. Indonesian Journal
of Conservation, 101-105.
Dian Suci Wulandari Ningrum. (2019). PENERAPAN REUSE MATERIAL BEKAS SEBAGAI
BAHAN MATERIAL PADA BANGUNAN. 1-9.
Ervianto, W. (2012). Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit AAndi.
Fajar Dewantoro, Wahyu Setia Budi, & Eddy Prianto. (2019). KAJIAN PENCAHAYAAN ALAMI
RUANG BACA PERPUSTAKAAN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS INDONESIA.
ARCADE:Jurnal Arsitektur, 1-6.
Icha. (2019). Prinsip-prinsip Green Architecture. KUPDF.NET, 1-13.
Indyra, A. Y. (2020). Persepsi pengguna Terhadap Kenyamanan Ruang Baca Pada Dinas
Kearsipan dan Perpustakaan Kota Pematang Siantar. 12-14.
Jusuf Thojib, & Muhammad Satya Adhitama. (2018). KENYAMANAN VISUAL MELALUI
PENCAHAYAAN ALAMI PADA KANTOR(STUDI KASUS GEDUNG DEKANAT
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG). Jurnal RUAS VOL. 3, 1-6.
Karyono. (2010). Green Architecture: Pengantar pemahaman Arsitektur Hijau di Indonesia.
Jakarta: Rajawali.
Kaufman. (1984). IESNA Lighting Hand Book edisi 10. North America: Illuminating Engineering.
Kurniastuti. (2018). Bangunan Ramah Lingkungan. Forum Teknologi Vol. 05 No. 1 Hal. 8-15.
24. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 24
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002. (2002). Jakarta.
Merlindriati. (2016, April). Retrieved from gunadarma.ac.id:
http://merlindriati.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30545/Pencahayaan.pdf%20dia
kses%20pada%20April%202016
Mulyana, D. (2000). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nugroho, A. M. (2018). Arsitektur Tropis Indonesia: Rumah Tropis Indonesia. Malang: Tim UB
Press.
P. E. Dora, & P. F. Nitasari. (2011). Pemanfaatan Pencahayaan Alami pada Rumah Tinggal Tipe
Townhouse di Surabaya. Universitas Kristen Petra.
Pangestu, P. I., & Citraningrum, A. (2019). Pengaruh Material Bekas Pada Fasade Bangunan
Terhadap Kenyamanan Visual (Studi Kasus: Microlibrary, Bandung). Mahasiswa Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, 1-9.
Priatman. (2002). ”ENERGY-EFFICIENT ARCHITECTURE”PARADIGMA DAN MANIFESTASI
ARSITEKTUR HIJAU.DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 30, No. 2.
Rahkmat, & Jalaludin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Restiyanti, Prasetijo , & Ihwalauw, J. J. (2005). In Perilaku Konsumen (p. 69). Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Rusadi, P., Purwatiasning, A. W., & Satwikasari,, A. F. (2019). PENERAPAN KONSEP
ARSITEKTUR HIJAU PADA PERENCANAAN ARGOWISATA KPOPI DI
TEMANGGUNG. Jurnal arsitektur purwarupa vol 3, 25.
SNI 03-2396-2001 tentang Tata Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan
Gedung. Badan Standardisasi Nasional. (2001). Jakarta.
SNI 03-6197-2000 TENTANG KONSERVASI ENERGI SISTEM PENCAHAYAAN PADA
BANGUNAN GEDUNG. (2000). Jakarta.
SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada
Bangunan Gedung. (2001). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
25. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 25
Sucipto, Hatmoko, Sumarni, S., & Pujiastuti. (2014). Kajian Penerapan Green Building Pada
Gedung Bank Indonesia Surakarta. JIPTEK, Vol. VII No.2 Hal. 17-24. Surkarta.
Sugihartono. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Surjana, & Ardiyansyah. (2013). PERANCANGAN ARSITEKTUR
RAMAHLINGKUNGAN:PENCAPAIAN RATING GREENSHIP GBCI. Jurnal Arsitektur
Universitas Bandar Lampung, hal 1-14.
Vale, Robert, & Brenda. (1991). Green Architecture Design to Sustainable Future. London:
Thames and Hudson.
Walgito, & Bimo. (1981). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: UNY Press.
Widyarthara, A., Hamka, & Winarni, S. (2019). PENERAPAN ARSITEKTUR HIJAU DENGAN
MENGGUNAKAN MATERIAL DAUR ULANG PADA RUMAH TINGGAL ARSITEK DI
KOTAMALANG. Seminar Nasional Infrastruktur Berkelanjutan 2019 Era Revolusi Industri
4.0, 1-8.
1. Daftar pustaka dibuat sesuai dengan urutan abjad dan TIDAK DITULIS DENGAN
UPPERCASE (huruf besar semua).
2. Semua referensi yang digunakan dalam isi proposal ini harus disenaraikan dalam daftar
pustaka. Baik artikel utama maupun artikel penunjang.
3. Semua harus melengkapi dengan: Nama belakang seluruh penulis atau institusi yang
mengeluarkan statemen, tahun, judul tulisan, lokasi/event:
- Untuk ARTIKEL JURNAL dilengkapi dengan nama jurnal, volume dan nomor
terbitan.
- Untuk BUKU dilengkapi dengan judul buku, penerbit, dan kota tempat terbit
- Untuk LAPORAN PENELITIAN/SKRIPSI/THESIS/DISERTASI dilengkapi
dengan program studi dan nama perguruan tingginya
- Untuk PROSIDING SEMINAR/SYMPOSIUM/KONFERENSI dilengkapi dengan
nama acara, penyelenggara, dan tempat pelaksanaan kegiatan
26. Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana | 26
- Untuk KORAN/MAJALAH dilengkapi dengan nama Koran/majalah, volume dan
nomor terbitan (majalah) atau hari dan tanggal terbit (Koran)
- Untuk sumber dari INTERNET dilengkapi dengan alamat web-site dan tanggal
upload (bila tidak didapatkan bisa diganti dengan tanggal download)
- Untuk MODUL PERKULIAHAN dilengkapi dengan nama mata kuliah, nama
Perguruan Tinggi, tahun akademik saat modul tersebut didapat/digunakan. Tahun
yang ditulis adalah tahun modul tersebut dibuat (bila tidak didapatkan bisa diganti
dengan tahun waktu modul tersebut disampaikan).