SlideShare a Scribd company logo
1 of 58
Download to read offline
KATA PENGANTAR
Shalom, Assalamu'alaikum Wr. Wb. Salve, Om Swastiastu, Namo Budaya, Salam
Kebajikan
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, karena berkat
dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan dokumen orasi ilmiah Universitas
Tribuana Kalabahi dengan judul “Model Spasial Kemunculan Cetacea di Perairan
Laut Sawu dan Selat Alor”.
Penuliasan dokumen orasi ilmiah ini diambil dari sebagian kecil variabel
penelitian Disertasi penulis yang sudah dipertanggunjawabkan di depan promotor
dan co-promotor serta sudah mendapatkan gelar Doktor (Dr) di bidang Kelautan
dan Perikanan di Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 2022 lalu.
Dokumen orasi ilmiah ini akan membahas secara spesifiik jalur lintasan cetacea
terkhususunya paus pada musim timur. Dokumen orasi ilmiah ini akan di
sampaikan pada wisuda Universitas Tribuana Kalabahi Ke XV pada Tahun 2023
tidak lupa penulis menyampaikan limpah terima kasih kepada:
1. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan Republik
Indonesia selaku pemberi beasiswa melalui program Beasiswa Unggulan Dosen
Indonesia Dalam Negeri (BUDI - DN) sehingga penulis dapat melanjutkan
pendidikan Doktoral (S3);
2. Istri Tercinta (Ibu Susi Yanti Boik, S.Pd.,MA yang selalu mendoakan penulis
dalam menyelesaikan studi;
3. Orang Tua Terkasih (AYAH) yang selalu memberikan motivasi dan doa kepada
penulis dalam menyelesaikan studi;
4. Ketua Yayasan Tribuana Alor dan Rektor Universitas Tribuana Kalabahi yang
sudah mempercayakan penulis untuk melanjutkan studi S3 hingga selesai serta
memberikan penulis kesempatan untuk menyampaikan hasil penelitian di Orasi
Ilmiah Wisuda Angkatan XV Universitas Tribuana Kalabahi tahun 2023;
5. Peneliti - peneliti terdahulu baik di skala nasional maupun internasional tentang
Cetacea;
6. Tim survei Disertasi (Micahel Dakahamapu, Farida Lamma Kolly, S.Si.,M.Si,
Toni Kehi, Yohanes Imanuel Bella dan Yahfet Balol);
7. Teman-teman Doktor Manajemen Sumber Daya Perairan Angkatan 2019 yang
selalu mendukung dan memberikan semangat untuk penyelesaian studi Doktoral
(S3).
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan disertasi ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya kritik dan saran
sangat penulis harapkan guna perbaikan Disertasi ini. Penulis menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih atas saran dan
masukan serta kerjasamanya.
Semarang, April 2022
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perairan Indonesia dihuni oleh 31 jenis Cetacea, (whale, porpoise, dolphin)
dua belas diantaranya adalah paus dan sisanya yaitu lumba – lumba selain itu adalah
duyung (Dugong-dugong) (Rosas et al.,2012). Satwa tersebut tersebar diseluruh
perairan pantai hingga laut dalam baik bertabiat menetap maupun migran (Salim,
2011). Beberapa jenis Cetacea yang bersifat migran/ pengembara menggunakan
perairan Indonesia bagian Timur sebagai jalur migrasi di antara Samudera Hindia
dan Pasifik melalui perairan Kepulauan Komodo, Solor - Lembata (NTT), Laut
Banda (Maluku), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Sorong - Fakfak (Papua)
(Salim, 2011). Perairan timur Indonesia, khususnya dibeberapa terusan dalam antar
pulau, diduga berfungsi sebagai pintu masuk jalur migrasi mamalia laut (Cetacea)
seperti paus, lumba - lumba dan dugong. Selain jenis Cetacea berbagai jenis biota
laut peruaya lainnya termasuk jenis penyu.
Dewasa ini perhatian masyarakat dunia sebagian besar tertuju pada
perlindungan mamalia laut serta melihat pola migrasi dan penyebarannya terutama
Cetacea (Dréo et al., 2019). Hal ini disebabkan oleh makin menurunnya populasi
Cetacea yang diakibatkan oleh pengaruh aktivitas manusia, seperti adanya
pengkapan secara illegal, pencemaran dan perusakan lingkungan, sehingga
menyebabkan keberadaan Cetacea harus dilindungi (González Carman et al.,
2019). Penelitian tentang jalur migrasi Cetacea terkhususnya Paus, lumba-lumba
dan dugong masih sangat jarang dilakukan, sehingga akan sulit untuk
melestarikannya jika keberadaannya belum diketahui dengan pasti.
Laut Sawu dan Selat Alor terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
merupakan salah satu daerah yang terletak di dalam Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia dan berbatasan langsung dengan wilayah pesisir barat Timor Leste.
Daerah ini juga merupakan wilayah lintasan arus lintas Indonesia (Arlindo), yaitu
pertemuan dua massa arus dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia (Putra et
al., 2016).
Laut Sawu dan Selat Alor juga memiliki keunikan perairan yang dinamik
yaitu memiliki perubahan suhu dan salinitas permukaan yang signifikan pada
musim angin muson tenggara. Dinamika perairan tersebut terjadi di lapisan
permukaan yang dipengaruhi pola tiupan angin muson. Kondisi tersebut, berakibat
terjadinya upwelling di perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Proses pengadukan
masa air (upwelling) di perairan akan mempengaruhi kondisi kehidupan
fitoplankton, hidrologi dan pengkayaan nutrisi di perairan tersebut (Sediadi, 2004 ;
Packard et al., 2015). Salah satu dampak upwelling yang cukup signifikan adalah
meningkatnya kesuburan (kelimpahan plankton sebagai pakan alami) serta
peningkatan suhu air laut (hangat), sehingga memberikan kenyamanan bagi
sekumpulan Cetacea diantaranya paus, lumba-lumba dan dugong yang tinggal dan
bermigrasi di perairan Laut Sawu dan Selat Alor (Mujiyanto, et al., 2017).
Menurut data Badan Konservasi Nasional Indonesia tahun 2016, setiap
tahunya terdapat 31 spesies mamalia laut yang terdiri dari 18 spesies paus, 12
spesies lumba - lumba dan 1 spesies dugong, yang melintas di perairan ini, hal ini
menjadikan Laut Sawu dan Selat Alor kaya akan sumber daya perairan
terkhususnya mamalia.
Perlindungan cetasean di perairan Laut Sawu merupakan salah satu
keunikan di (YPPL- TNC, 2011). Dijelaskan dalam Dokumen Rencana Aksi
Nasional (RAN) konservasi Cetacea di Indonesia periode 2016 - 2020 bahwa
penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) di Laut Sawu adalah
salah satunya ditujukan sebagai wilayah perlindungan paus, lumba-lumba dan
dugong yaitu habitat dan jalur migrasinya. Tahun 2014 melalui Keputusan Menteri
Nomor 5/KEPMEN-KP/2014 ditetapkan sebagai Taman Nasional Perairan Laut
Sawu yang kemudian disebut sebagai TNP Laut Sawu. Tindak lanjut dari penetapan
tersebut, melalui Rencana Pengelolaan dan Zonasi yang dalam hal ini adalah
Kawasan Konservasi Perairan TNP Laut Sawu dapat ditinjau sekurang - kurangnya
5 (lima) tahun sekali sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor 6/KEPMEN-
KP/2014).
Keseimbangan antara keberlanjutan migrasi cetasea dengan kebutuhan
masyarakat terhadap sumber daya kelautan dan perikanan berdampak kepada
persinggungan antara wilayah tangkap dengan area perlindungan dan migrasi paus.
Kondisi tersebut jika dibiarkan berlarut - larut akan mengakibatkan perubahan
perilaku pada spesises cetasea . Gangguan terhadap populasi paus dan predator
utama lainnya menyebapkan pergeseran dominasi predator utama yang pada
akhirnya menyebabkan terganggunya rantai makanan (Beum and Worm, 2009).
Kendala terbesar yang dihadapi oleh pemerintah Propinsi Nusa Tenggara
adalah belum adanya pembuktian penelitian yang akurat tentang jalur migrasi
kelompok cetasea seperti paus, lumba-lumba dan dugong secara efesien, melalui
pendekatan behavior seperti blowing, logging, fluking, flipper - slapping, tail-
slapping, spy-hopping, breaching dan feeding. Menurut penelitian (Priyadarshana
et al., 2016) di perairan teluk Sri Langka untuk melihat pola distribusi migrasi ikan
paus dengan pendekatan citra satelit aqua modis dan survei lapangan menemukan
bahwa tujuan cetasea melakukan migrasi di perairan tersebut untuk mencari makan.
Hal ini juga dibuktikan oleh (Reisinger et al., 2015) yang melakukan penelitian di
kepulauan perairan Samudera Hindia, hasil penelitian menemukan bahwa paus
jenis Sperm Whale (Balaenoptera musculus) ditemukan di perairan dengan
kedalaman 20 meter tujuan paus ke daerah tepian pantai, dengan tujuan mencari
makan. Penelitian - penelitian ini sebagai bukti dan sebagai sumber yang akurat
untuk melakukan penelitian jalur migrasi cetasea di Laut Sawu dan Selat Alor yang
sampai saat ini belum diketahui secara jelas.
Penelitian tentang migrasi cetasea perlu dilakukan dengan metode yang
akurat yaitu observasi lapangan dengan pendekatan teknologi pengindraan jauh
(remote sensing) agar dapat melihat secara luas jalur migrasi dan pola sebaranya
melalui variabel - variabel oseanografi dan kualitas perairan di perairan Laut Sawu
dan Selat Alor.
Teknologi pengindraan jauh (remote sensing) adalah salah satu metode yang
cukup potensial dan efektif dalam melakukan pemantauan untuk suatu area perairan
yang luas seperti samudera maupun dalam selat (Hartoko et al., 2019). Data
pengindraan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Sentinel
2B dan Aqua modis, kedua citra satelit ini digunakan untuk melakukan pemantauan
variabel - variabel oseanografi agar dapat memprediksi secara spesifik jalur migrasi
ikan paus di Laut Sawu dan Selat Alor. Menurut penelitian dari (Fossette et al.,
2014), tentang pola migrasi Humpback whale di bagian barat Samudra Hindia
menggunakan citra satelit Aqua modis, Citra SPOT 5 dan data General Bathymetric
Chart of the Oceans (GEBCO), mengungkapkan rute migrasi, tempat singgah dan
situs mencari makan potensial paus di Samudra Hindia secara akurat. Penelitian
juga dilakukan oleh (Putra et al., 2016), tentang model biomassa plankton
berdasarkan sistem informasi geografis (GIS) dan teknik penginderaan jauh untuk
memprediksi titik panas megafauna laut di perairan solor, data satelit yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Aqua modis dan data data General
Bathymetric Chart of the Oceans (GEBCO). Menurut (Hartoko et al., 2019),
permodelan data citra satelit dan data hasil observasi lapangan akan menemukan
sebuah model algoritma baru yang akurat untuk melakukan perhitungan numerik
sebuah objek penelitian di laut.
Melihat dari permasalahan yang tersampaikan di pembahasan pendahuluan
dan merujuk pada sumber penelitian - penelitian terdahulu, maka diangap sangatlah
penting untuk melakukan penelitian tentang model spasial kemunculan cetacea di
perairan laut sawu dan selat alor, agar dapat membantu pemerintah dalam
melakukan pengelolaan berkelanjutan.
1.2. Rumusan Masalah (Research Question)
Maka melihat dari uraian pendekatan masalah melalui penelitian - penelitian
terdahulu tentang kelompok cetasea seperti paus dan lumba - lumba di beberapa
Negara dan perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor, maka yang menjadi
pertanyan - pertanyan penelitian (Research Question) dalam penelitian ini sebagai
berikut:
1. Pada musim apakah Cetacea menjadikan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai
Alur Migrasi Pada ?
2. Berapakah jenis Cetacea yang melakukan migrasi di perairan Laut Sawu
dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur?
3. Faktor - faktor oseanografi dan bioekologi apa saja yang dominan
mempengaruhi migrasi ?
4. Berapakah kisaran sebaran variabel oseanografi hasil permodelan algoritma
Digital Number (DN) citra satelit Sentinel 2B, Aqua Modis, dan nilai rata-
rata data lapangan temperature permukaan laut dan klorofil-a di Perairan
Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur?
5. Bagamana srategi pengelolaan secara berkelanjutan untuk kawasan lintasan
paus, lumba - lumba dan dugong di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor
Provinsi Nusa Tenggara Timur?
1.3. Tujuan Penelitian (Research Purposes)
Melihat dari uraian permasalahan yang tersirat pada pendahuluan penulisan
maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis musim apakah Cetacea menjadikan Laut Sawu dan
Selat Alor sebagai Alur Migrasi;
2. Untuk menganalisis jenis Cetacea yang melakukan migrasi di perairan Laut
Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur;
3. Untuk menganalisis faktor - faktor oseanografi dan bioekologi apa saja yang
dominan mempengaruhi migrasi;
4. Untuk menganalisis kisaran sebaran variabel oseanografi dan bioekologi
hasil permodelan algoritma Digital Number (DN) citra satelit Sentinel 2B,
Aqua Modis, dan nilai rata-rata data lapangan temperature permukaan laut
dan klorofil-a di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara
Timur;
5. Untuk menganalisis srategi pengelolaan secara berkelanjutan untuk
kawasan lintasan Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi
Nusa Tenggara Timur.
1.4. Orisinalitas, Aktualitas dan Noveltis
Penyelusuran terhadap penelitian sebelumnya dilakukan untuk menentukan
orisinalitas penelitian ini. Hasil penyelusuran tersebut tidak ditemukan adanya
kesesamaan ide, judul atau metode dengan penelitian disertasi ini.
Penelitian pola migrasi Cetacea yang telah dilakukan di perairan Laut Sawu
dan Selat Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan melihat karakteristik
oseanografi dan bioekologi melalui pendekatan model algoritma spasio
temporal. Oseanografi terdiri dari beberapa cabang yaitu oseanografi fisik,
oseanografi kimia dan oseanografi biologi. Penelitian ini fokus pada
karakteristik oseanografi yang mempengaruhi jalur migrasi Cetacea yaitu
oseanografi fisika (kecepatan arus dan kedalaman perairan), oseanografi kimia
(salinitas perairan dan temperature perairan,). Sedangkan karakteristik
bioekologi terfokus pada klorofil-a, fitoplankton dan zooplankton. Hasil
penelusuran penelitian - penelitian terdahulu tentang migrasi Cetacea. di
beberapa Negara menemukan bahwa karakteristik oseanografi seperti kecepatan
arus, kedalaman perairan, temperature perairan dan salinitas serta bioekologi
seperti klorofil-a, fitoplankton dan zooplankton, sangat berpengaruh terhadap
migrasi paus untuk blowing, logging, fluking, flipper - slapping, tail- slapping,
spy-hopping, breaching dan feeding.
Hasil penelusuran yang dapat dijadikan State of The Art, yang ditampilkan
dalam Matriks Saintifik Evidensi. untuk mendukung orisinalitas dibedakan
menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, dilakukan penelusuran terhadap
hasil - hasil penelitian terdahulu dan pustaka - pustaka penunjang lainnya yang
secara spesifik mengkaji masalah migrasi Cetacea di perairan samudera dan
perairan teluk melihat dari faktor – faktor oseanografi dan bioekologi. Kelompok
kedua, dilakukan penelusuran terhadap hasil penelitian terdahulu dan pustaka –
pustaka penunjang lainnya tentang penggunaan teknologi pengindraan jauh dan
sistem informasi geografis untuk memetakan jalur migrasi Cetacea di beberapa
belahan dunia melalui pendekatan variabel oseanografi dan bioekologi (Tabel
Tidak dapat di tampilkan karena keterbatasan halaman).
Penelitian berjudul Karakteristik Oseanografi dan Bioekologi Untuk
Pengelolaan Alur Migrasi Cetasea Menggunakan Basis Data Spasio Temporal
di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur, dari segi
konsep keilmuan akan mengkaji dan menganalisis secara konkret tentang
penggunaan data oseanografi, bioekologi serta data pengindraan jauh secara
spesifik untuk menduga migrasi cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor
agar dapat menjawab konsep ontologis keilmuan dalam penelitian ini. Metode
dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini secara spesifik berkaitan
dengan hakikat teori pengetahuan kahususnya pengembangan keilmuan
oseanografi, bioekologi dan strategi pengelolaan dalam menganalisis jalur
lintasan cetacea secara menyeluruh, maka penelitian ini sudah secara jelas
menjawab konsep epistimologis dalam pengunaan kensep dan metode
penelitian. Hasil penelitian ini akan memberikan rekomendasi secara spesifik
untuk pengelolaan jalur lintasan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor
agar berkelajutan, maka konsep dan hasil penelitian ini sudah menjawab konsep
keilmuan aksiologis dalam penelitian ini.
Berdasarkan permasalahan di atas dan merujuk pada beberapa penelitian
terkait serta melihat konsep kilmuan ontologis, epistimologi dan aksiologi yang
sudah dijelasakan secara jelas dalam perumusan noveltis ini, maka diyakini
bahwa penelitian model spasial kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan
Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah baru dan orisinil. Penelitian
ini diharapkan menghasilkan Noveltis / temuan baru berupa :
1). Pola migrasi Cetacea secara spesifik menggunakan data karakteristik
oseanografi dan bioekologi berbasis spasio temporal di perairan Laut
Sawu dan Selat Alor;
2). Menghasilkan model allgoritma baru tentang pola sebaran spesifik
Cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dengan permodelan data
lapangan oseanografi dan bioekologi dengan basis data spasio temporal
citra satelit sentinel 2B dan citra satelit Aqua Modis;
3). Menghasilkan strategi pengelolaan berkelanjutan untuk migrasi Cetacea
secara berkelanjutan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2020 - Desember 2020,
matriks penelitian dapat dilihat pada lampiran 11. Lokasi penelitian berada pada
perairan Laut Sawu dan Selat Alor Nusa Tenggara tersaji pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Laut Sawu dan Selat Alor dan Laut Sawu
dan Selat Alor dan Selat Alor
2.2. Metode Penetuan Lokasi Survei dan Pengamatan Cetacea
Penentuan lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pada habitat Cetacea
yang akan diamati. Lokasi penelitian ditentukan di sekitar Perairan Alor, Pantar,
Lembata dan perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Penelitian dilakukan di sekitar
Selat Ombai hingga Laut Flores melalui Selat Pantar dan Selat Lembata yang
merupakan titik kemunculan Cetacea. Bagian utara Pulau Alor akan mewakili
wilayah perairan yang terlindung, berada di antara pulau - pulau di Nusa Tenggara.
Bagian selatan Pulau Lembata dan Alor mewakili wilayah perairan yang hanya
diapit oleh Pulau Flores dan Pulau Timur yang merupakan laut lepas dan memiliki
pengaruh langsung dengan Samudera Hindia.
2.3. Pengamatan Objek Penelitian dan Identifikasi Objek
Pengamatan objek dilakukan setelah ditemukannya objek penelitian pada
lokasi yang telah ditentukan. Pengamatan dilakukan di atas kapal pengamat, Kapal
Motor. Adapun kapal pengamatan memiliki ukuran panjang ± 20 mater dan lebar
± 6 meter, dengan kecepatan rata-rata 6-7 knot, memiliki 2 dek pengamatan. Teknik
pengamatan di atas kapal dilakukan dengan cara: Pengamatan secara visual
dilakukan di atas kapal. Pengamatan visual (Visual survey) hanya dilakukan dengan
mata telanjang disertai dengan alat bantu teropong (binocular) dan drone. Adapun
pengamatan di atas kapal yang dilakukan dengan model Dual Platform (dua dek),
pengamat melakukan pengamatan di dek bawah dan atas (Kahn and Kahn,
2016);(Kahn, 2017); (National et al., 2018);(Mustika et al., 2009). Desain
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.
2.4. Analisis Data
2.4.1. Validasi Data Satelit
Data satelit divalidasi dengan menggunakan data insitu dari data
pengukuran hasil survey lapangan. Dengan menggunakan data SPL (suhu
permukaan laut) dan klorofil-a pada lokasi yang dan waktu yang sama
maka akan dapat diketahui validitas data satelit tersebut. Validasi
dilakukan dengan menggunakan uji median (median test), (Hartoko et al.,
2016); (Prieto, Tobeña, and Silva 2017).
2.4.2. Analisis Principal Component Analysis (PCA)
Analisis Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk
menganalisis linieritas pada setiap variabel penelitian. Variabel-variabel
baru disebut sebagai principle component dan nilai-nilai bentukan dari
varible ini disebut sebagai principle component score. Metode ini diadopsi
dari (Fabozzi, Mann and Choudhry, 2002) .
2.4.3. Model Fungsi Distribusi Spasial Cetacea
Untuk mendapatkan nilai optimum daerah potensial kemunculan Cetacea,
dilakukan analisis distribusi data ekstraksi dari karakteristik oseanografis
dengan menggunakan analisis empirical cumulative distribution function
(ECDF). Analisis ECDF dilakukan dengan mengaplikasikan tiga langkah
utama yaitu sebagaimana Andrade & Garcia (1999) yaitu Ektraksi Data sub-
surface temperature di daerah kemunculan cetacea, Fluktuasi SPL dan
Klorofil-a dan Analisis Korelasi data lapangan dengan SPL danKlorofil-a
2.4.4. Penyusunan Model Spasial Dstribusi Karakteristik Oseanografi dan
Bioekologi Kemunculan Cetacea
Setelah didapatkan nilai optimum lokasi kemunculan Cetacea pada variabel
sub-surface temperature dengan analisis ECDF maka kemudian dilakukan
penyusunan model spasial distribusi Cetacea. Model spasial disusun untuk
melihat kondisi potensi daerah kemunculan pada waktu tertentu yang
didasarkan pada nilai D(t) yang didapatkan pada hasil analisis ECDF
terhadap sub-surface temperature. Model spasial disusun berdasarkan
analisis regresi polinomial. Regresi polinomial digunakan untuk
memodelkan masalah yang tidak bersifat linear (Hartoko et al., 2015).
Model spasial disusun dengan model non linear karena nilai optimum
variabel penyusunnya berdasarkan perhitungan distribusi ECDF tidak
bersifat linear.
2.4.5. Perhitungan Visual Search Time (VST)
Visual Search Time (VST) adalah rata-rata interval keseluruhan waktu
pengelihatan dengan spesies tertentu. Visual Search Time (VST) dilakukan
untuk mengurangi terjadinya bias terhadap masing - masing spesies
Cetacea yang ditemukan saat pengamatan. VST dapat dihitung jika jumlah
pertemuan dengan Cetacea lebih dari 2 kali, tepatnya n ≥3. VST dihitung
dengan mencatat waktu antar pertemuan terhadap spesies Cetacea yang
sama (Kahn, 2016) .
2.4.6. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pengindraan Jauh
Penginderaan jauh atau inderaja (remote sensing) adalah seni dan ilmu
untuk mendapatkan informasi tentang obyek, area atau fenomena melalui
Analisa terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa
kontak langsung dengan obyek, daerah ataupun fenomena yang dikaji
(Lillesand et al.,1979). Dalam penelitian ini menggunakan data
pengindraan jauh Aqua modis dimana jenis citra ini terfokus pada
perekaman suhu permukaan laut dan klorofil-a serta beberapa variabel
yang lain. Kelebihan metode ini adalah mampu menggambarkan objek,
daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan wujud dan letak objek yang
mirip wujud dan letak di permukaan bumi, relatif lengkap, meliputi daerah
yang luas, serta bersifat permanen hasil perekamannya akurat dan efesien
sehingga sangat cocok untuk digunakan dalam penelitian yang memiliki
cakupan wilayah yang luas seperti penelitian tentang Cetacea yang
memiliki jalur lintasan yang luas baik dari samudera sampai pada perairan
teluk, dengan pendekatan variabel oseanografi dan bioekologi. Kelemhan
metode ini adalah perekaman dapat terganggu apabila ada gangguan luar
angkasa seperti pesawat terbang, benda luar angkasa dan cuaca yang buruk
seperti awan tebal sehingga proses perekaman tidak mendapatkan citra
yang baik untuk digunakan dalam melakukan analisis, sehingga perlu
adanya koreksi geometri dan radiometri pada citra satelit. Perlu diketahui
bahwa penggunan data pengindraan jauh ini sebagai alat bantu dalam
melakukan pengolahan data oseanografi dan bioekologi dalam
memprediksi jalur migrasi cetacea, buka untuk melihat secara jelas
gambaran cetacea di permukaan air laut pada saat kemunculan cetacea.
2.4.7. Analisi Data SWOT
Teknik analisis data yang digunakan dalam merampung data wawancara
dan FGD jalur lintasan Cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan
Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor adalah menggunakan teknik
analisis SWOT dengan pendekatan kualitatif, yang terdiri dari Strenghts,
Weakness, Opportunities dan Threaths. Analisis SWOT bertujuan untuk
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun
dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threaths).
Menurut Syugionon, 2014 analisis SWOT adalah suatu identifikasi faktor
strategis secara sistematis untuk merumuskan strategi. Strategi adalah alat
yang sangat penting untuk mencapai tujuan dari pengertian SWOT
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Evaluasi faktor Internal a.
Kekuatan (strength), yaitu kekuatan apa yang dimiliki dalam melakukan
pengelololaan jalur lintasan cetacea. Dengan mengetahui kekuatan, maka
jalur lintasan cetacea dapat dikembangkan menjadi lebih konservatif dan
sebagai pengembangan ekonomi masayarakat dibidang pariwisata bahari.
b. Kelemahan (weakness), yaitu segala faktor yang tidak menguntungkan
atau merugikan bagi pengembangan dan pengelolaan jalur lintasan cateca
di Laut Sawu dan Selat Alor 2. Evaluasi Faktor Eksternal a. Peluang
(opportunities), yaitu semua peluang yang ada sebagai kebijakan
pemerintah dalam pengembangan jalur lintasan cetacea dan bagi
pariwisata bahri untuk tumbuh serta berkembang di masa yang akan
datang. b. Ancaman (threaths), yaitu hal-hal yang dapat mendatangkan
kerugian bagi jalur lintasan cetacea, seperti penggerusan lingkungan yang
diakibatkan oleh pemanfaatan yang tidak terkontrol di Kawasan jalur
lintasan Cetacea seperti tumpahan minyak, kerusakan ekosistem pesisir
dan penagkapan ikan tidak ramah lingkungan lainya. Berdasarkan hasil
analisis SWOT, terdapat empat alternatif strategi yang tersedia yaitu
strategi SO, WO, ST dan WT. Matriks SWOT digambarkan dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Matriks SWOT Dalam Remusukan Strategi Pengelolaan
IFE
EFE
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Peluang (O)
Strategi SO (Strategi yang
memanfaatkan kekuatan dan
memanfaatkan peluang)
Strategi WO (Strategi yang
meminimalkan kelemahan
dan memanfaatkan peluang)
Ancaman (T)
Strategi ST (Strategi yang
menggunakan kekuatan dan
mengatasi ancaman)
Strategi WT (Strategi yang
meminimalkan kelemahan
dan menghindari ancaman)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dideklarasikan oleh pemerintah sebagai
sebuah Taman Nasional Perairan dengan nama Taman Nasional Perairan Laut
Sawu (TNP Laut Sawu) melalui sebuah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia No. 38/2009 tanggal 8 Mei 2009. TNP Laut Sawu mempunyai
luas perairan sekitar 3,5 juta hektar. TNP Laut Sawu terdiri dari 2 bagian yaitu
wilayah Perairan Selat Sumba dan sekitarnya, seluas 567.165, 64 ha dan Wilayah
Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan sekitarnya, seluas 2.953.964, 37 hektar
perairan Laut Sawu. Sedangkan Perairan Selat Alor berada di bagian selatan Laut
Sawu yang dimana selat ini menghubungkan Pulau Alor, Pulau Pantar dan Pulau
Flores. Perairan ini memiliki tingkat kenakeragaman hayati yang tinggi baik dari
spesies ikan dan mamalia laut yang melakukan migrasi ke perairan ini untuk
mencari makan, reproduksi dan berlindung.
3.2. Bulan dan Musim Kemunculan Cetacea Di Perairan Laut Sawu dan
Selat Alor dan Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor
Penelitian tentang pemantauan jalur lintasan Cetacea dan mamalia laut di
perairan Laut Sawu (Barat Teluk Kupang, Barat Teluk Kupang, Laut Sawu, Laut
Sawu) dan Selat Alor (Alor Kecil, Timur Pura, Batu Putih, Selat Pantar, Selat
Pantar, Pulau Lapang, Puntaru, Marica, Pulau Batang, Laut Sawu dan Selat Alor
dan Selat Alor, Lembata, Laut Sawu dan Selat Alor, Perairan Lamalera, Selatan
Lamamera, Munaseli, Selat Ombai) dilakukan dalam dua musim yang berbeda
yaitu musim timur dari bulan Mei-Juni 2020 dan musim barat dari bulan November-
Desember 2020 sampai dengan bulan November tahun 2020. (Dalam Orasi Ilmiah
ini akan disampaikan penelitian di musim timur, karena waktu yang terbatas).
Survei lapangan dilakukan dalam pada Mei sampai Juni 2020 dilakukan
pengambilan data untuk mewakili musim Timur. Menurut penelitian dari
Muskananfola et al., 2021 mengatakan bahwa musim timur di Perairan Laut Sawu
dan Selat Alor terjadi pada Mei-Agustus sedangkan musim barat terjadi pada bulan
Desember-Februari. Penelitian juga dilakukan oleh Dida et al. (2016) di Perairan
Indonesia menemukan bahwa angin muson secara bergantian bergerak melintasi
wilayah Indonesia sepanjang tahun dengan periode enam bulan yakni bulan April
hingga September (angin muson timur) dan Oktober hingga Maret (angin muson
barat). Hasil Survei menujukan pada musim timur titik kemunculan cetacea di
perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat dilihat pada Gambar 3. Jalur survei pada
musim timur dimulai dari Perairan Alor, Perairan Flores sampai dengan Perairan
Laut Sawu dengan kecepatan laju kapal berkisar antara 7 knot - 10 knot dengan
jalur zig-zag, maka ditemukan titik-titik kemunculan cetacea pada musim timur
bulan Mei sampai dengan Juni 2020 terdapat 34 titik kemunculan Cetacea di
Perairan Laut Sawu dan Selat Alor (Gambar 3) . Menurut penelitian dari Balai
Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang tahun 2013,
menemukan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai salah satu kawasan perairan yang
selalu dilintasi oleh Cetacea dan mamalia laut lainnya seperti Paus, Lumba-lumba
dan Dugong oleh karena Laut Sawu dan Selat Alor berada diantara Samudra Hindia
dan Samudera Pasifik yang dimana setiap tahunnya terjadi pertemuan arus
samudera dan mengakibatkan terjadinya upwelling di perairan tersebut maka
cenderung sering terjadi peningkatan produktivitas primer di Perairan Laut Sawu
dan Selat Alor. Banyak Cetacea dan mamalia laut lainnya yang bermigrasi ke
perairan tersebut untuk mencari makan, beranak dan berlindung. Penelitian
dilakukan oleh Kahn, 2017, menemukan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai jalur
migrasi dan tempat tinggal bagi Cetacea dan mamalia laut lainnya. Hal ini
dikarenakan letak Laut Sawu dan Selat Alor serta perairan disekitaranya sangat
strategis di mana setiap tahunnya terjadi pertemuan arus Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik sehingga meningkatkan temperatur permukaan laut yang hangat
serta meningkatnya produktivitas primer di perairan tersebut. Peningkatan
produktivitas primer pada badan perairan berdapak pada kesuburan perairan yang
mengundang banyak mamalia laut yang berdatangan untuk mencari makan,
menetap dan melakukan traveling di perairan tersebut.
Gambar 3. Titik Kemunculan Cetacea dan Mamalia laut Pada Musim Timur
Tahun 2020
3.2.1. Kemunculan Paus di Badan Perairan
Jenis cpaus yang ditemukan di pada saat survei pada musim timur dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis paus yang muncul di badan perairan saat survei musim Timur
Tahun 2020
No Latitude Longitude Lokasi Jumlah Jenis Kemunculan
1
125,193471 -8,124659
Alor
Selatan
1
Pygmy Sperm
Whale (Kogia
breviceps)
1
2
124,163432 -8,231114
Timur
Pulau
Batang 2
Blue Whale
(Balaenoptera
musculus)
2
3
123,64931 -8,519334
Perairan
Lembata
1
Sperm Whale
(Physeter
macrocephalus)
3
4
123,342676 -8,700972
Utara
Lembata
1
Sperm Whale
(Physeter
macrocephalus)
2
5
122,854419 -9,111263
Laut
Sawu
dan
Selat
Alor I 2
Blue Whale
(Balaenoptera
musculus)
4
6
122,801963 -9,692648
Laut
Sawu
dan
Selat
Alor II 1
Pygmy Sperm
Whale (Kogia
breviceps)
2
7
123,239095 -9,758218
Barat
Teluk
Kupang 1
Pygmy Sperm
Whale (Kogia
breviceps)
3
8
123,842336 -8,96701
Utara
Laut
Sawu
dan
Selat
Alor II 1
Sperm Whale
(Physeter
macrocephalus)
4
9
124,596404 -8,908788
Selat
Ombai
2
Blue Whale
(Balaenoptera
musculus)
1
Jumlah 12 22
Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa kemunculan paus pada musim timur banyak
ditemukan di Laut Sawu dan Selat Alor yaitu di Perairan Alor Selatan dengan
jumlah individu 1 dan kemunculanya 1 dengan tingkah laku Lobtailing dan
Feeding, Perairan Pulau Batang dengan jumlah individu sebanyak 2 dan jumlah
kemunculan 2 kali dengan tingkah laku Lobtailing dan Feeding, Perairan Lambata
dengan jumlah individu 1 dan titik Kemunculan 3 dengan tingkah laku Lobtailing
dan Avoidance, Perairan Utara Lembata jumlah individu 1 dan jumlah kemunculan
2 kali dengan tingkah laku Lobtailing dan Feeding, Perairan Laut Sawu I ditemukan
2 individu dengan kemunculan sebanyak 4 kali dengan tingkah laku Lobtailing,
Laut Sawu II ditemukan jumlah individu 1 dengan jumlah kemunculan sebanyak 2
kali dengan tingkah laku Lobtailing dan Feeding, kemunculan berikutnya Barat
Teluk Kupang dengan jumlah individu 1 dan jumlah kemunculan sebanyak 3 kali
dengan tingkah laku Feeding, ditemukan di Peraian Laut Sawu dan Selat Alor III
dengan jumlah individu 1 dengan jumlah kemunculan 4 kali serta memiliki tingkah
laku Breaching dan yang terakhir di Perairan Selat Ombai dengan jumlah individu
2 dan jumlah kemunculan sebanyak 1 kali dengan tingkah laku Lobtailin.
Rata-rata titik kemunculan di setiap perairan di kawansan Laut Sawu dan Selat
Alor memiliki frekwensi kemunculan yang beragam dengan jumlah individu yang
beragam yaitu berkisar antara 1- 4 kali kemunculan dengan jumlah individu paus
berkisar antara 1- 2 individu. Jenis dan individu paus yang paling banyak ditemukan
di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor adalah jenis Sperm Whale (Physeter
macrocephalus) yang selalu ditemukan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada
musim timur bulan Mei-Juni 2020. Menurut penelitian dari (Savu et al., 2017) ;
(Mustika, 2006) ; (Putra et al.,2021) ; Juga menemukan jenis paus yang sering
melintasi Perairan Laut Sawu dan Selat Alor yaitu jenis paus Pygmy Sperm Whale
(Kogia breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus), Sperm Whale (Physeter
macrocephalus), khususnya jenis Paus Sperm Whale (Physeter macrocephalus)
ditemukan melakukan memiliki tingkah laku mencari makan dan sering kali
ditemukan di perairan tersebut maka peneliti - peneliti sebelumnya menduga jenis
paus ini mejadikan Laut Sawu dan Selat Alor tempat tinggal. Penelitian yang sama
juga dilakukan oleh beberapa peneliti Cetacea yaitu (Praca et al., 2009) ; (Forney,
2007) ; (Redfern et al., 2006); (Smith et al., 1986) ; mengatakan bahwa Cetacea
yang sering ditemukan di sebuah perairan dan tidak pernah pergi meninggalkan
perairan tersebut maka dapat dikatakan bahwa Cetacea tersebut sudah menjadikan
perairan itu sebagai tempat tinggal untuk berkembang biak.
3.2.2. Visual Search Time (VST) Paus
Total kemunculan paus di musim timur di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor
maka perlu dihitung Visual Search Time (VST) atau hasil perhitungan Visual
Search Time untuk spesies paus yang muncul di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor
pada musim timur bulan Mei sampai Juni 2020 selama survei lapangan. VST
dihitung dengan Waktu Pertemuan Spesis A dikurangi dengan Waktu yang
dihabiskan untuk melihat spesies lain serta dibagi dengan jumlah total pertemuan
Spesies A maka mendapatkan hasil perhitungan frekwensi kemunculan paus di
badan perairan yang dapat dilihat pada Gambar 4.
7
9
6
0,47
0,53
0,54
0,42
0,44
0,46
0,48
0,50
0,52
0,54
0,56
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pygmy Sperm Whale (Kogia
breviceps)
Sperm Whale (Physeter
macrocephalus)
Blue Whale (Balaenoptera
musculus)
Frekwensi
Kemunculan
VST
Gambar 4. Frekwensi Kemunculan Paus Di Badan Perairan
VST kemunculan Paus di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor berkisar antara
0,47 jam sampai dengan 0,54 jam. Dimana Balaenoptera musculus muncul setiap
0,54 jam dengan frekwensi kemunculan 6 kali, Physeter macrocephalus muncul
setiap 0,53 dengan frekwensi kemunculan 9 kali dan Kogia breviceps muncul setiap
0,47 dengan frekwensi kemunculan 7 kali.
Total kemunculan tertinggi ada pada jenis Physeter macrocephalus yaitu
berjumlah 9 kemunculan dan di iikuti oleh Kogia breviceps dengan frekwensi
kemunculan sebanyak 7 kali di perairan Laut Sawu dan Selat Alor jumlah terendah
untuk kemunculan individu di badan perairan adalah Balaenoptera musculus. Akan
tetapi nilai Visual Search Time (VST) untuk kemunculan individu tertinggi adalah
jenis paus Balaenoptera musculus. Hal ini dikarenakan tingginya VST bukan
tergantung dari banyakanya kemunculan paus di badan perairan akan tetapi
tingginya waktu kemunculan dan perjumpaan terhadap individu tersebut. Waktu
perjumpaan yang singkat akan berakibat pada rendahnya VST pada spesies
tersebut.
Menurut penelitian (Anshori et al., 2005) ; (Kahn, 2017) ; (Sukresno et al.,
2018) yang dilakukan di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan Perairan Taman
Nasional Komodo menemukan bagian utara Perairan Taman Nasional Komodo dan
Laut Sawu menemukan 4 spesies Cetacea yaitu Stenella longirostris, Stenella
attenuata, Physeter macrocephalus, dan Tursiops truncatus dengan rata – rata VST
berkisar antara 0,1 jam sampai dengan 0,3 jam dengan rata-rata jumlah perjumpaan
individu berkisar antara 4 – 8 kali perjumpaan spesies.
Tingkah laku merupakan perilaku Paus di perairan saat melakukan aktivitas.
Tingkah laku sebagai variabel penting dalam kita meneliti jalur lintasan dari Paus
(whale) (Fish et al.,1995) ; (Benoit-Bird, 2004). Penelitian yang dilakukan di
Perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim timur bulan Mei-Juni 2020
menemukan beberapa tingkah laku yang dilakukan oleh setiap individu Paus di
badan perairan. Identifikasi tingkah laku ini disesuaikan dengan tabel tingkah laku
Cetacea yang dikembangkan oleh (Carwadine, 1995) (Kahn, 2017). maka pada saat
penelitian musim timur bulan Mei-Juni 2020 di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor
menemukan 3 jenis Cetacea dengan tingkah laku yang cukup beragam. Tabel hasil
penelitian untuk tingkah laku kemunculan Paus pada musim timur di Perairan Laut
Sawu dan Selat Alor dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkah Laku Paus pada saat kemunculan di badan perairan
Lokasi Jenis Tingkah Laku (Behavior)
Alor Selatan Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) Lobtailing, Feeding
Timur Pulau Batang Blue Whale (Balaenoptera musculus) Lobtailing, Feeding
Perairan Lembata Sperm Whale (Physeter macrocephalus) Lobtailing dan Avoidance
Utara Lembata Sperm Whale (Physeter macrocephalus) Lobtailing, Feeding
Laut Sawu I Blue Whale (Balaenoptera musculus) Lobtailing
Laut Sawu II Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) Lobtailing, Feeding
Barat Teluk Kupang Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) Feeding
Utara Laut Sawu Sperm Whale (Physeter macrocephalus) Breaching
Selat Ombai Blue Whale (Balaenoptera musculus) Lobtailing
Dari hasi penelitian menemukan jenis Paus Pygmy Sperm Whale (Kogia
breviceps) yang ditemukan di Perairan Alor Selatan, Laut Sawu II dan Barat Teluk
Kupang memiliki tingkah laku yang cukup beragama yaitu Lobtailing dan
Feeding, Jenis Blue Whale (Balaenoptera musculus) juga memiliki tingkah laku
yang beragam dimana jenis paus ini ditemukan di Perairan Timur Pulau Batang,
Laut Sawu I dan Selat Ombai dengan tingkah laku Lobtailing dan Feeding dan
jenis yang terakhir adalah jenis Paus Sperm Whale (Physeter macrocephalus)
jenis paus ini ditemukan di Perairan Lembata, Utara Lembata dan Utara Laut
Sawu dan Selat Alor dengan tingkah laku Lobtailing, Avoidance dan Feeding.
Dengan melihat tingkah laku paus untuk 3 jenis Paus Pygmy Sperm Whale (Kogia
breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan Sperm Whale (Physeter
macrocephalus) diduga ketiga paus ini melakukan migrasi untuk mencari makan
dan berkembang biak di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Hal ini didukung
dengan penelitian tentang beberapa Odontoceti diduga melakukan kerjasama
dalam kelompok besar dan terpusat ketika menggiring schooling ikan-ikan
pelagis. Beberapa spesies Paus bergerak dan tersebar di daerah yang luas,
dimungkinkan berkomunikasi secara akustik dan visual dan menggunakan broad
band echolocation clicks untuk mencari makan. Tingkah laku paus yakni
melakukan aktivitas melompat ke udara dengan terlebih dahulu dan menjatuhkan
diri kembali ke air Aktivitas ini disebut dengan istilah breaching. Aktivitas ini
diduga untuk menghilangkan parasit yang menempel pada tubuhnya, unjuk
kekuatan, sekedar kesenangan (Carwadine, 1995), dan suatu bentuk komunikasi
pada kelompok mereka (Carwadine, et al., 1997). Salah satu aktivitas yang sangat
sering dilakukan oleh Paus adalah Lobtailing dan Feeding yaitu gerakan
mengangkat fluks ke luar permukaan air dan memukul-mukulkan ke permukaan
air dan banyak gerombolan ikan yang berada di sekitarnya tingkah laku seperti ini
diduga paus melakukan aktivitas mencari makan. Gerakan seperti ini berkaitan
dengan kegiatan mencari mangsa dan pergerakan waktu migrasi. Keuntungan
hidup berkelompok akan mempermudah pencarian makanan, proses perkawinan,
proses membesarkan anak serta melindungi diri dari ancaman pemangsa (Evans,
1987).
3.2.3. Jenis Fito Plankton dan Zoo Plankton di Setiap Lokasi
Kemunculan Paus Pada Musim Timur Mei – Juni 2020
Survei lapangan yang dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2020 pun
dilakukan pengembilan data Fitoplankton dan Zooplankton di setiap kemunculan
Paus di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Data Jenis Fitoplankton dan
Zooplankton hasil analisis dan identifikasi dapat dilihat pada 4.
Tabel 11. Data Total Fitoplankton dan Zooplankton Setiap Kelas di Lokasi
Kemunculan Paus pada Musim Timur
Lokasi Kemunculan Jenis Paus
Jumlah
Kemunculan
Kelas Fito
Plankton
Jumlah
Total
Fito
(Sel/L)
Kelas Zoo
Plankton
Jumlah
Total Zoo
(Ind/l)
Alor Selatan Kogia breviceps 1 Bacillariophyceae 522 Sarcodina 177
Timur Pulau Batang Balaenoptera musculus 2 Bacillariophyceae 412 Polychaeta 250
Perairan Lembata Physeter macrocephalus 3 Bacillariophyceae 874 Crustacea 320
Utara Lembata Physeter macrocephalus 2 Bacillariophyceae 434 Gastropoda 170
Laut Sawu I Balaenoptera musculus 4 Bacillariophyceae 439 Ophiuroidea 43
Laut Sawu II Kogia breviceps 2 Cyanophyceae 524 Sarcodina 102
Barat Teluk Kupang Kogia breviceps 3 Dinophyceae 433 Polychaeta 97
Utara Laut Sawu Physeter macrocephalus 4 Bacillariophyceae 747 Crustacea 410
Selat Ombai Balaenoptera musculus 1 Bacillariophyceae 208 Gastropoda 382
Bentuk dari setiap kelas plankton baik Fitoplankton dan Zooplankton yang
ditemukan saat musim timur di lokasi kemunculan Paus di Perairan Laut Sawu
dan Selat Alor dapat dilihat pada Gambar 5. hasil identifikasi Fitoplankton dan
Zooplankton pada survei bulan Mei sampai Juni 2020 pada musim timur maka
dapat dijelaskan bahwa kelas Fitoplankton ditemukan terdapat 3 kelas yang
ditemukan yaitu Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan Dinophyceae setiap kelas
dan bentuk Fitoplankton dapat dilihat pada Gambar 5. Dari ketiga kelas
Fitoplankton tersebut yang memiliki jumlah total terbanyak setiap sel/l di perairan
kemunculan Paus adalah kelas Bacillariophyceae dengan jumlah 874 sel/l dengan
kemunculan jenis Physeter macrocephalus di Perairan Lembata. Sedangkan yang
memiliki jumlah total terendah adalah kelas Bacillariophyceae dengan
kemunculan Paus jenis Balaenoptera musculus di Selat Ombai.
Sedangkan untuk Zooplankton yang ditemukan di setiap kemunculan Paus pada
bulan Mei - Juni 2020 musim timur ditemukan 5 kelas yaitu Sarcodina,
Polychaeta, Crustacea, Gastropoda dan Ophiuroidea dapat dilihat pada Tabel 11.
Dari ke 5 kelas Zooplankton tersebut yang memiliki kemunculan terbanyak adalah
kelas Crustacea dengan jumlah 410 ind/l dengan kemunculan paus jenis Physeter
macrocephalus di Perairan Utara Laut Sawu. Kemudian jumlah kelas
Zooplankton terendah adalah Ophiuroidea dengan jumlah 43 ind/l pada
kemunculan jenis Paus Balaenoptera musculus di perairan Laut Sawu I.
Menurut Nybakken (1992) bagian terbesar Zooplankton adalah anggota
filum Arthropoda. Dari Phylum Arthropoda hanya Crustacea yang hidup sebagai
plankton dan merupakan Zooplankton terpenting bagi ikan di perairan air tawar
maupun air laut. Crustacea berarti hewan-hewan yang mempunyai sel yang terdiri
dari kitin atau kapur yang sukar dicerna. Crustacea dapat dibagi menjadi 2
golongan: Entomostracea atau udang-udangan tingkat rendah dan Malacostracea
atau udang-udangan tingkat tinggi. Menurut penelitian (Werth et al., 2019 ;
Burkard et al., 2015 ; Chen, 2012) Paus memiliki elevasi kranial yaitu pengeluaran
air yang disaring dimulai dengan percikan kecil di anterior mulut, diikuti oleh
aliran keluar berkelanjutan di daerah tengah atau posterior mulut terlepas dari
percikan di dalam mulut yang bebas turbulensi selama menelan, tetapi
perendaman kepala Paus menciptakan pusaran di kolong air dan pusaran air
permukaan yang cukup besar dengan tujuan untuk mengumpulkan mangsa seperti
udang kecil dan ikan kecil berkelompok untuk di makan. Rice (1967) menyatakan
bahwa Odontoceti memakan variasi nekton, plankton, ikan bentik dan
Cephalopoda. Penelitian yang dilakukan oleh (Aragones et al.,2013) ;
(Cotté.,2011) ; (Salim, 2011) ; (Jourdain.,2017) Makanan pokok Paus Kogia
breviceps, Balaenoptera musculus dan Physeter macrocephalus adalah Krill,
Copepoda, Crustacea dan Gastropoda dan kadang mereka juga memakan cumi-
cumi dalam jumlah kecil. Spesies dan kelas Zooplankton ini dimakan oleh
berbagai paus biru dari satu samudra ke samudra lain. Di Atlantik Utara,
Meganyctiphanes norvegica, Thysanoessa raschii, Thysanoessa inermis dan
Thysanoessa longicaudata merupakan makanan yang umum.
Gambar 5. Jenis Fito Plankton dan Zoo Plankton yang di temukan pada saat
kemunculan Pasu
3.2.4. Faktor Oseanografi Kemunculan Paus
A. Kedalaman Perairan dan Temperatur Kedalaman Kemunculan Paus
di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor
dan Selat Alor
Rata-rata kedalaman perairan dan temperatur perairan kemunculan Paus di
Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat
Alor sesuai dengan permodelan data General Bathymetric Chart of the Oceans
(GEBCO) dan Copernicus Marine Service (CMS) dengan berkisar antara 1003 m
– 3318 m sedangkan data temperatur kedalaman berkisar antara 10,2 – 4,10
C.
Kisaran kedalam dan temperatur kedalaman ini diekstrak dari data GEBCO dan
CMS sesuai dengan titik kemunculan Paus di badan perairan. Perbandingan rata-
rata kedalaman perairan dan temperature kedalaman titik kemunculan Paus di
setiap titik kemunculan dapat dilihat pada pada Gambar 6.
Gambar 6. Kedalaman titik kemunculan Paus di perairan
Melihat dari gambar di atas dapat dijelskan bahwa titik kemuncualn setiap jenis
paus Kogia breviceps barada pada kedalaman 1347m – 3316m dengan kisaran
temperatur kedalaman adalah 4,2 0
C - 10,2 0
C jenis Balaenoptera musculus berada
di kedalaman 1003m-3318m dengan kisaran temperatur kedalaman berkisar antara
10,2 0
C – 4,2 0
C, jenis Physeter macrocephalus ditemukan di kedalaman 1918 m –
3309m dengan temperature kedalaman 4,2 0
C - 10,2 0
C. Rata-rata kedalaman dan
temperatur ini kemudian dianalisis lebih spesifik sesuai dengan kemunculan jenis
paus agar dapat memberikan gambaran secara jelas kemunculan dan topografi dasar
Laut Sawu dan Selat Alor menggunakan model 3 dimensi multi layer untuk dapat
melihat secara spesifik kisaran temperatur kedalaman dari kedalaman 10 m -3000
m. Model 3 dimensi multi layer dapat dilihat pada Gambar 7.
Kemuncualn jenis paus Kogia breviceps barada pada kedalaman 1347m - 3316
dengan kisaran temperature kedalam adalah 4,2 0
C - 10,2 0
C jenis Balaenoptera
musculus berada di kealaman 1003m – 3318m dengan kisaran temperature
kedalaman berkisar antara 10,2 0
C – 4,2 0
C, jenis Physeter macrocephalus
ditemukan di kedalaman 1918 m – 3000 m dengan temperature kedalam 4,2 0
C -
10,2 0
C di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat juga dianalisis bahwa ke
beradaan jenis paus di perairan ini diduga kuat karena mengikuti temperatur
kedalaman laut yang dingin dari Samudera Hindia. Hal ini dibuktikan dengan
model multilayer 3 dimensi secara vertikal sebaran temperature kedalaman perairan
dari kedalaman 10m – hingga 3000 m menujukan bahwa arus dingin dari Samudera
Hindia masuk melalui dasar laut yang landai hingga kedalaman 3000m dengan
temperatur turuan mencapai 4,1 0
C . Rendahnya Menurut penelitian dari (Frantzis
et al., 2011) ; (Kahn, et al 1993) ; (Lubis, et al 2017) bahwa paus adalah mamalia
laut yang memili tingkat ruaya mencapai 800 km dengan kedalaman mencapai 3000
m, paus dapat hidup di daerah dengan kisaran temperature mencapai 30
C dimana
rata-rata temperature ini seperti ini ditemukan di daerah topografi dasar laut yang
cukup landai, keberadaan paus di dasar perairan yang landai dengan tujuan agar
dapat melindungi dari dari mangsa dan cuaca yang ekstrim. Penelitian juga
dilakukan oleh (Dolar et al., 2006) ; (Smith et al., 2012) ; (Rowat et al., 2009) di
Perairan Filipina dan Australia menemukan menggunakan gelombang suara untuk
mengidentifikasi kemunculan paus di dasar perairan menemukan kemunculan paus
di kedalaman 2700m dengan dengan kondisi dasar laut yang landai, penelitian ini
menyimpulkan bahwa salah satu cara yang dilakukan oleh paus agar terhindar dari
serangan predator adalah menengelamkan diri di dasar laut agar tidak mendapatkan
ancaman dari lingkungan sekitarnya.
Gambar 7. Multi layars kedalaman di setiap kemunculan Paus di Laut Sawu
dan Selat Alor
3.3. Algoritma Sebaran Temperatur Permukaan Laut dan Klorofil a
Data Sentinel 2B , Data Aqua Modis dan Data Lapangan
Kemunculan Paus di Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu
dan Selat Alor dan Selat Alor Musim Timur
Permodelan algoritma temperature permukaan laut data survei lapangan
dengan data sentinel 1A dilakukan menggunakan regresi polynomial. Hal ini
dikarenakan dengan melalui uji regresi linier, regresi quadratic dan regresi
berganda yang memiliki nilai R2
terbesr adalah regresi polynomial. Sehingga
digunakan untuk melakukan permodelan algoritma untuk temperatur
permukaan laut. Menurut penelitian (Hartoko et al, 2015) mengatakan bahwa
model regresi yang cocok dalam melakukan permodelan algoritma data
lapangan dan data satelit adalah menggunakan regresi polynomial.
Model sebaran rata-rata temperature dan nilai R2
regresi polynomial data
temperatur permukaan laut survey lapangan dan data DN (Digital Number) citra
satelit Sentinel 1A kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik Hubungan Temperatur Permukaan laut Survei Lapangan dan
DN Band 1 / Band 2 Sentinel 2B Musim Timur.
Hasil uji regresi polynomial didapatkan antara band1/band2 citra satelit Sentinel
2B dengan nilai rata-rata temperatur permukaan laut hasil survey lapangan di
setiap kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor menunjukkan
bahwa nilai koefisien determinasi R2
sebesar 0,96 dengan nilai korelasi r
sebesar 0,97 maka persamaan regresi polynomial yang didapatkan : Temp = -
2,6798*((B1 / B2)*(i1/i2)) + 158,55*(i1/i2) – 2315,3). Berdasarkan nilai r yang
didapatkan mengindikasikan bahwa ada hubungan yang kuat antar nilai DN
Band1/Band2 citra satelit Sentinel 2B dan nilai temperatue permukaan laut hasil
pengukuran lapangan kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat
Alor. Permodelan algoritma antara data temperatur permukaan laut survey
lapangan kemunculan cetacea dan data DN Sentinel 2B band1/band2
menghasilkan sebaran rata-rata temperatur permukaan di lokasi kemunculan
cetacea Laut Sawu dan Selat Alor. Peta sebaran temperatur permukaan laut di
perairan Laut Sawu dan Selat Alor hasil permodelan algoritma tersaji pada
Gambar 9.
y = -2,6798x2 + 158,55x - 2315,3
R² = 0,963
r = 0,97
00
05
10
15
20
25
30
35
26 27 28 29 30 31
Data
Lapangan
SST
(Derajat
C)
B1/B2 Sentinel 2B (Derajat C)
New Algoritma (Temp = -2,6798*((B1 / B2)*(i1/i2)) + 158,55*(i1/i2) – 2315,3)
Gambar 9 . Peta Sebaran rata-rata temperature permukaan laut hasil
permodelan algoritma kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor
sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor Musim Timur 2020
Melihat dari Gambar 9. dapat dijelaskan bahwa sebaran rata-rata temperatur
permukaan laut musim timur di lokasi kemunculan cetacea pada perairan Laut
Sawu dan Selat Alor berkisar antara 12,0 0
C – 30,0 0
C dengan titik kemunculan
terbanyak berada di kisaran temperatur permukaan laut 160
C – 28.50
C . Penurunan
temperature yang sangat signifikan pada perairan Laut Sawu dan Selat Alor
terutama di perairan Alor Kecil waktu survei lapangan bulan Mei 2020 terjadinya
air laut dingin hal ini diduga adanya proses upwelling di perairan tersebut sehingga
berdampak pada penurunan temperatur permukaan laut. Menurut penelitian
(Tubalawony et al, 2012) ; (Sydeman et al., 2014) ; (Zhou et al., 2019) mengatakan
bahwa penurunan temperatur permukaan laut diakibatkan karena adanya aktivitas
upwelling. Menurut penelitian (National et al., 2018) ; (Putra et al.,2021) ;
(Muskananfola et al, 2021) ; (Mustika, 2006) ; (Sukresno et al., 2018) ; (Kahn,
2017) mengatakan bahwa perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim timur
kisaran temperatur permukaan laut normal berkisar antara 20,00
C – 30,00
C.
Kemunculan cetacea di permukaan survei musim timur menemukan kisaran
temperatur 18,00
C – 28.00
C kisaran rata-rata temperature permukaan laut ini sangat
sering ditemukan penampakan cetacea pada musim Timur. Penelitian yang
dilakukan oleh (Forestell et al., 2011) mengatakan bahwa kisaran temperatur
penampakan cetacea di badan perairan berkisar antara 12,00
C – 28,0
C.
3.4. Permodelan Algoritma Klorofil-a Citra Satellit Aqua Modis Level 3
dan Data Citra Sentinel 2B.
Permodelan algoritma temperatur permukaan laut data Aqua MODIS Level 3
dengan data sentinel 2B dilakukan menggunakan regresi polynomial. Hal ini
dikarenakan dengan melalui uji regresi linier, regresi quadratic dan regresi berganda
yang memiliki nilai R2
terbesar adalah regresi polynomial. Sehingga digunakan
untuk melakukan permodelan algoritma untuk sebaran klorofil-a. Menurut
penelitian (Hartoko et al., 2015) mengatakan bahwa model regresi yang cocok
dalam melakukan permodelan algoritma data lapangan dan data satelit adalah
menggunakan regresi polynomial.
Model sebaran rata-rata temperatur dan nilai R2
regresi polynomial data
klorofil-a survey satelit Aqua MODIS level 3 dan data DN (Digital Number) citra
satelit Sentinel 2B dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Hubungan Klorofila-a Aqua MODIS Level 3 dan DN
Band 3 / Band 1 Sentinel 2B Musim Timur.
Hasil uji regresi polynomial didapatkan antara band3/band2 citra satelit Sentinel
2B dengan nilai rata-rata klorofil-a hasil survey satelit aqua MODIS level 3 di setiap
kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor hingga Laut Sawu dan
Selat Alor dan Selat Alor menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R2
sebesar 0,97 dengan nilai korelasi r sebesar 0,98 maka persamaan regresi
polynomial yang didapatkan : Klorofil-a = -0.2196 *((B3 / B1)*(i1/i2)) +
1.4365*(i1/i2) – 0.0909. Berdasarkan nilai r yang didapatkan mengindikasikan
bahwa ada hubungan yang kuat antar nilai DN Band1/Band2 citra satelit Sentinel
2B dan nilai klorofil-a data satelit Aqua Modis Level 3 untuk kemunculan cetacea
di perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Permodelan algoritma antara data klorofil-a
citra satelit Aqua Modis kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor
dan data DN Sentinel 2B band3/band1 menghasilkan sebaran rata-rata klorofil-a di
lokasi kemunculan cetacea Laut Sawu dan Selat Alor sampai pada Laut Sawu dan
Selat Alor dan Selat Alor. Peta sebaran klorofil-a di perairan Laut Sawu dan Selat
Alor hasil permodelan algoritma tersaji pada Gambar 11.
y = -0,2196x2 + 1,4365x - 0,0909
R² = 0,97
r = 0.98
00
00
00
01
01
01
01
01
02
02
02
00 01 01 02 02
Data
Aqua
MODIS
Klorofil-a
DN B3/B1 Sentinel 2B
New Algoritma: Klorofil-a = -0.2196 *((B1/ B3)*(i1/i2)) + 1.4365*(i1/i2) – 0.0909
Gambar 10. Peta Sebaran rata-rata klorofil-a hasil permodelan algoritma kemunculan cetacea di
perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor Musim Timur 2020
Melihat dari Gambar 33. dapat dijelaskan bahwa sebaran rata-rata klorofil-a
musim timur di lokasi kemunculan cetacea pada perairan Laut Sawu dan Selat Alor
berkisar natara 0.1 mm/m3
– 1.0 mm/m3
dengan titik kemuncualn terbanyak berada
di kisaran temperatur permukaan laut antara 0.1 mm/m3
– 0.8 mm/m3
. Menurut
penelitian (National et al., 2018) ;( Putra et al.,2021) ; (Muskananfola et al, 2021)
; (Mustika, 2006) ; (Sukresno et al., 2018) ; (Kahn, 2017) mengatakan bahwa
perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim timur kisaran klorofil-a berkisar
antara 0.1 mm/m3
– 1.0 mm/m3
dengan rata-rata kemunculan cetacea berada di
perairan yang memiliki tingkat klorofil-a yang berada diantara 0.2 mm/m3
0.8
mm/m3
kisaran rata - rata klorofil-a ini sangat sering ditemukan penampakan
cetacea pada musim Timur di Laut Sawu dan Selat Alor.
3.5. Emperical Cumulative Distribusi Function (ECDF) Faktor
Oseanografi dan Kemunculan Cetacea pada Musim Timur di
Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat
Alor dan Selat Alorf-Flores
Empirical cumulative distribution function (ECDF) merupakan fungsi
distribusi komulatif yang digabungkan dengan pengukuran empiris dari suatu
deret sampel. Cumulative distribution function sendiri merupakan fungsi
langkah atau fungsi deret yang menghitung sampel berdasarkan pada 1/n dari
sejumlah n sampel. Sedangkan empirical distribution function digunakan dalam
estimasi Cumulative distribution function pada setiap point dari sampel
(Shorack et al.,1986)
Penentuan model spasial kemunculan cetacea musim timur dilakukan
dengan menggunakan data temperatur permukaan laut dan data klorofil-a. Jenis
data yang digunakan dalam analisis ini adalah menggunakan data Citra Satelit
Aqua MODIS. Analisis yang digunakan adalah metode Empirical cumulative
distribution function (ECDF) terhadap temperatur permukaan laut, data
Klorofil-a dan data kedalaman untuk setiap kemunculan.
Analisis ECDF digunakan untuk melihat distribution function temperatur
permukaan laut untuk kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor
dan Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor. Permodelan ini menggunakan
aplikasi MITAB 18 dimana koordinat setiap titik kemunculan cetacea di overlay
dengan temperatur permukaan laut citra satelit Aqua MODIS level 3 kemudian
data tersebut di ekstrak untuk mengambil nilai numerik temperatur permukaan
laut di setiap titik kemunculan cetacea. Grafik sebaran rata-rata temperatur
permukaan laut untuk kemunculan cetacea pada musim timur bulan Mei sampai
Juni 2020 dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Emphirical cumulative distribution function (ECDF) Temperatur
Permukaan Laut Kemunculan Cetacea Musim Timur di Perairan
Laut Sawu dan Selat Alor.
Melihat dari data sebaran temperatur permukaan laut untuk kemunculan
cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat dijelaskan bahwa dalam
kategori normal hal ini dilihat dari besaran nilai standar deviasi yang mencapai
0.62. Menurut penelitian (Sukresno, 2010) ; (Sukresno et al., 2018) mengatakan
bahwa sebaran rata-rata sebuah variabel melalui analisis ECDF harus memiliki nilai
standar deviasi berkisar 0.1 – 0.8 maka data tersebut dikategori normal.
Berdasarkan pada hasil analisis ECDF kemunculan cetacea berada di kisaran
temperatur permukaan laut antara antara 28.00
C – 31.00
C. Dengan nilai yang ada
dan melihat dari model sebaran temperatur permukaan laut di perairan Laut Sawu
dan Selat Alor hingga Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor dikatakan normal
dan data tersebut dapat dipergunakan untuk melakukan permodelan algoritma dapat
dilihat pada sebaran algoritma temperatur permukaan laut pada Gambar 34.
Menurut (Sukresno, 2010) palam penentuan model spasial metode ECDF
digunakan untuk menganalisa daerah yang memiliki potensi dimana analisis
dilakukan terhadap variabel oseanografis yang dikorelasikan dengan koordinat
daerah potensial. Penentuan model spasial cetacea dilakukan dengan menganalisis
variabel oseanografis yang sesuai terhadap lingkungan dimana ditemukan
kemunculan cetacea. Variabel oseanografis yang digunakan antara lain temperatur
permukaan laut.
4.6 Principal Component Analysis Kemunculan Cetacea di Perairan Laut
Sawu dan Selat Alor pada Musim Timur Bulan Mei sampai Juni 2020
Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) adalah
analisis multivariate yang mentransformasi variabel-variabel asal yang saling
berkorelasi menjadi variabel-variabel baru yang tidak saling berkorelasi dengan
mereduksi sejumlah variabel tersebut sehingga mempunyai dimensi yang lebih
kecil namun dapat menerangkan sebagian besar keragaman variabel aslinya (Praca
et al., 2009). Dalam penelitian ini Principal Component Analysis (PCA) digunakan
untuk melihat sebaran cetacea kahusunya lumba-lumba dan paus yang muncul lebih
dari satu kali di perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Dimana dalam analisis ini yang
menjadi variable komponen 1 (X) adalah jumlah kemunculan cetacea dan sebagi
komponen 2 (Y) adalah rata-rata Sea Surface Height (SSH) perairan dari 0 meter
hingga 50 meter, 50 meter – 100 meter dan 100 meter – 200 meter CMS data survei.
Analisis ini dilakukan dengan menampilkan masing-masing layer dengan
kedalaman yang berbeda untuk kemunculan cetacea. Aplikasi yang digunakan
dalam pengolahan data PCA adalah PAST Statistik 4.03. Sebaran rata-rata
komponen cetacea dapat dilihat pada Gambar 12
Pola sebaran cetacea pada musim timur bulan Mei sampai Juni 2020 untuk
kemunculan Paus banyak terlihat di Laut Sawu dan Selat Alor, Selat Ombai, Teluk
Kupang, Perairan Lembata dan Pulau Batang di kedalaman 0 m – 3000 m .
Kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dilihat dari pola sebaran
komponan maka dapat dianalisis dan disimpukan bahwa kemunculan paus terlihat
lebih banyak di perairan Laut Sawu dibandingkan dengan perairan lainya. Dengan
melihat kemunculannya yang lebih banyak di Laut Sawu maka dapat dijelaskan
bawah paus menjadikan Laut Sawu sebagai tempat tinggal dan tempat untuk
berkembangbiak dan mencari makan paus.
Menurut penelitian dari (Kahn, 2017) ; (Hodgson et al, 2013) ; (Balance et
al., 2006) ; (Evans et al., 2004) menemukan bawah paus atau mamalia laut lainya
yang sering kali muncul dan ditemukan di perairan tersebut maka dapat diduga
mamalia tersebut menjadikan perairan tersebut sebagai tempat tinggal. Hal yang
sama juga disampaikan (Ballance, 2009) ; (Tynan et al., 2005) ; (Goetz et al., 2015)
; (Dolar et al., 2006) juga menemukan cetacea yang sering ditemukan di suatu
badan perairan teluk maupun laut lepas dan di daerah yang sama maka cetacea
tersebut menjadikan perairan tersebut sebagai tempat tinggal dan tempat reproduksi
untuk melanjutkan keturunannya.
Gambar 12. PCA Sebaran Kemunculan cetacea dan Sub-Surface Temperature
0m - 50m data CMS pada musim Timur bulan Mei sampai Juni 2020 di Laut
Sawu dan Selat Alor
Keterangan : Warna Hijau: Paus; Warna Coklat : Lumba - lumba
3.6. Prediksi Jalur Lintasan Cetacea Pada Musim Timur di Perairan
Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan
Selat Alor
Analisis jalur lintasan cetacea (lumba-lumba dan Paus) dilakukan dengan
cara melakukan overlay titik kemunculan cetacea saat survei musim timur bulan
Mei sampai Juni 2020 dengan variabel oseanografi seperti temperatur
permukaan laut, klorofil-a dan mencari data-data kemunculan cetacea dan jalur
lintasan yang sudah pernah dilakukan penelitian oleh Balai Koservasi Perairan
Nasonal (BKPN) Kupang. Dari data - data ini maka ditemukan jalur lintasan
cetacea musim timur di perairan Laut Sawu dan Selat Alor hingga perairan Laut
Sawu dan Selat Alor pada musim Timur yang dapat dilihat pada Gambar 13.
Melihat dari gambar 13. dapat dijelaskan bahwa jalur lintasan cetacea
seperti lumba-lumba (merah) dan paus (coklat) kemunculan lumba-lumba dan
paus yang cenderung ditemukan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada
musim Timur. Rata-rata sebaran cetacea, variabel oseanografi dan pemetaan
jalur lintasan cetacea yang dilakukan oleh BKPN Kupang maka dapat
disimpulkan jalur lintasan cetacea pada musim Timur mengikuti temperatur
arus dingin yang masuknya dari Samudera Hindia ke arah selatan Laut Sawu
dan Selat Alor yang dimana pada perairan Laut Sawu dan Selat Alor terjadi
penurunan temperature permukaan laut pada bulan Mei sampai Juni. Pola
migrasi cetacea pada musim timur mengikuti arus dingin dari Samudera Hindia
yang masuk ke perairan Laut Sawu dan Selat Alor kemudian bergerak ke
perairan Laut Sawu dan keluar ke selat ombai serta menuju Laut Banda
kemudian keluar ke perairan Australian bagian selatan mengikuti pola arus
dingin. Cetacea seperti paus akan muncul ke badan perairan di Laut Sawu dan
Selat Alor di musim timur pada bulan Mei sampai Agustus sedangkan
September sampai Oktober paus mulai melakukan migrasi ke Laut Banda dan
selatan Australia mengikuti pola arus dingin.
Gambar 13. Peta Prediksi Jalur Lintasan Cetacea Musim Timur di Perairan
Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan
Selat Alor
Menurut (Mujiyanto et al., 2018); (Kahn and Leitenu, 2016) menemukan
penampakan paus biru di perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim timur
bulan Juli. Penurunan temperatur permukaan laut ini diakibatkan karena
masuknya arus dari Samudera Hindia yang membawa temperatur dingin dan
terjadi percampuran dengan temperatur panas dari Samudra Pasifik sehingga
terjadi pengadukan masa air laut dari dasar laut naik ke permukaan perairan
(upwelling) yang diakibatkan oleh pertemuan 2 masa arus besar tersebut. Maka
kecenderungan yang terjadi adalah peningkatan klorofil-a pada perairan Laut
Sawu dan Selat Alor membuat perairan tersebut kaya akan nutrien. Keberadaan
cetacea di Laut Sawu dan Selat Alor akan bergerak keluar mengikuti arus dingin
menuju arah selatan yaitu masuk ke perairan Laut Sawu, selat alor kemudian
masuk ke perairan Lamalera dimana setiap musim timur dilakukan penagkapan
paus untuk upacara keagamaan dan budaya.
Masuknya arus dingin ke parairan Laut Sawu mengakibatkan di beberapa
kawasan perairan seperti di perairan Alor kecil sering kali terjadi air laut dingin
pada musim timur yaitu bulan Mei, Juli dan September. Masuknya arus dingin
dari Samudera Hindia mengakibatkan terjadi pertemuan arus di Laut Sawu dan
Selat Alor dimana perairan ini sering kali terjadinya upwelling dan dampak
yang terjadi adalah penurunan temperatur permukaan laut mencapai 120
C.
Pengukuran temperatur permukaan laut ini menggunakan data citra satelit Aqua
modis dan data survei lapangan pada bulan Mei 2020 sebaran rata-rata
permukaan laut dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Rata-rata temperature harian
penurunan permukaan laut bulan Mei 2020 di
perairan Laut Sawu dan Selat Alor
menggunakan Sentinel 2B, Aqua Modis Mei
2020 dan Data Lapanagan.
Rata - rata penuruan temperatur permukaan laut harian pada bulan Mei sampai
bulan Juni tahun 2020 juga dibuktikan dengan grafik pengukuran temperatur
permukaan laut di Selat Pantar sampai pada Laut Sawu dan Selat Alor Kecil dengan
temperatur permukaan laut yang turun mencapai120
C pada bulan Mei sampai
Oktober tahun 2020 dapat dilihat pada Gambar 15. Melihat dari data sebaran
temperatur harian di bulan Mei sampai Juni 2020 menujukan kisaran rata-rata
temperatur berkisar antara 12.00
C – 30.5.0
C hal ini diduga aktivitas upwelling
dimana terjadinya percampuran masa air digin dari Samudra Hindia dan Samudera
Pasifik yang mengakibatkan terjadinya penurunan temperatur permukaan laut.
Analisi juga dilakukan menggunakan meodel pola sebaran temperature kedalaman
(sub-Surface temperature) menggunakan data CMS dan menemukan dampak
aktivitas upwelling dan downwelling di perairan Laut Sawu, Selat Alor, perairan
lembata, pantar sampai pada Alor kecil dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.
Gambar 15. Sebaran Temperatur Permukaan Laut
bulanan di Alor Kecil Sumber Pemgabungan data
Lapangan dan Aqua Modi Level 3. Sumber Data
Penelitian Mei, 2020)
Gambar 16. Model pola sebaran secara vertikal aktivitas Upwelling dan
Downwelling di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai pada Laut Sawu dan
Selat Alor dan Selat Alor – Flores
Gambar 17. Mode pola sebaran secara horisontal aktivitas Upwelling dan
Downwelling di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai pada Laut Sawu dan
Selat Alor dan Selat Alor
Menurut penelitian (Trinchin et al, 2019) ; (Zhou et al., 2019) ; (Lyu et al.,
2016) ; (García-Reyes et al., 2015) ; (Díaz et al.,2019) menemukan terjadinya
penurunan temperature permukaan laut di sebuah badan perairan diakibatkan oleh
aktivitas upwelling dimana proses tersebut terjadi karena adanya pertamuan arus
yang berbeda sehingga terjadinya perses pengadukan ke dari dasar lau ke
permukaan perairan laut yang mengakibatkan terjadinya pengakatan unsur hara di
dasar laut serta terjadinya penurunan temperature permukaan laut yang signifikan
di sebuah badan perairan. Pola arus dingin ini dianalisis dan di overlay dengan data
kemunculan cetacea pada musim timur tahun 2020 maka dapat dijelaskan bahwa
lintasan cetacea bermigrasi masuk dari Samudera Hindia mengikuti pola arus
dingin ke Laut Sawu dan Selat Alor kemudian masuk melalui Laut Sawu dan Selat
Alor - Flores dan ke laut Banda serta ke arah selatan Australia. Hal ini juga sesuai
dengan penelitian dari BKKPN Kupang, 2017 ; (Kahn, 2017) ; (Savu et al., 2017)
yang menemukan jalur lintasan cetacea pada musim timur yaitu pergerakanya
masuk dari Samudera Hindia ke perairan Laut Sawu melewati perairan Jawa dan
selat Bali- Lombok, kemudian cetacea tersebut akan bermigrasi ke selatan Laut
Sawu Selat Alor - Flores dan keluar menju ke laut banda dan Australia seperti
terlihat pada Gambar 13.
3.7. Strategi Pengelolaan Jalur Lintasan Cetacea di Perairan Laut
Sawu dan Selat Alor
Pengambilan data strategi pengelolaan jalur lintasan cetacea di perairan
Laut Sawu dan Selat Alor dilakukan dengan cara wawancara dan FGD (Focus
Group Discussion) dimana dihadiri oleh BKKPN (Balai Kawasan Konservasi
Perairan Nasional), Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
,Kantor Cabang Dinas Perikanan dan Keluatan (KCD) Provinsi Nusa Tenggara
Timur di Kabupatena Alor, Kantor Cabang Dinas Perikanan dan Keluatan (KCD)
Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kabupatena Alor, Kantor Cabang Dinas
Perikanan dan Keluatan (KCD) Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kabupeten Flores
Timur, Dinas Pariwisata Provinsi, Biro Hukum SETDA Provinsi Nusa Tenggara
Timur, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Alor, Badan Perencanaan
Penelitian dan Pengembangan Derah Nusa Tenggara Timur, Dinas Lingkungan
Hidup Daerah (DLHD), Badan Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Biro Hukum SETDA Alor, Dinas Pariwisata Kabupaten Alor,
WWF-Lesser Sunda, LSM, Pemerhati lingkungan dan Kelompok Masyarakat yang
mengelola dan memanfaatkan kawasan Laut Sawu dan Selat Alor. Wawancara dan
FGD ini terfokus pada pengelolaan jalur lintasan cetacea yang ditemukan di
perairan Laut Sawu dan Selat Alor selama penelitian. Untuk perairan Laut Sawu
dan Selat Alor dari konsep pengembangan jalur lintasan dan perlindungan kawasan
untuk kemunculan cetacea saat ini sudah berjalan sehingga dalam wawancara dan
FGD ini terfokus pada stretegi pengelolaan jalur lintasan dan pengembangan
pariwisata untuk melihat Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor yang
sebagai salah satu jalur lintasan Cetacea. Tujuan dari wawancara dan FGD ini agar
mendapatkan pendangan dari para stakeholder tentang proses pengelolaan dan
pemanfaatan secara berkelanjutan untuk kawasan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai
salah satu perairan di Indonesia yang menjadi jalur lintasan Cetacea dan tempat
tinggal cetacea. Tujuan pengelolaan pada saat wawancara baik dengan pemerintah
dan masyarakat dikhususkan pada perlindungan populasi mamalia laut dan
habitatnya, tetapi dapat diperluas pada tingkat ekosistem yang berhubungan dengan
proses makan-memakan pada populasi Cetacean dan proses biologis-fisik untuk
mempertinggi produktifitas Cetacea yang ada di perairan.
Dalam wawancara ini mendapatkan 4 point penting dalam melakukan
pengelolaan secara berkelanjutan untuk jalur lintasan cetacea di perairan Laut Sawu
dan Selat Alor dan Selat Alor - Flores diantaranya adalah A. Melindungi spesies
dan habitat Cetacea; B. Melindungi ekosistem dan rantai makanan bagi Cetacea C.
Melindungi spesies migrasi dan alur migrasinya dan D. Pengembangan Parwiwisata
menonton cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor di Provinsi Nusa Tenggara
Timur . Dari 4 poin ini kemudian dirumuskan lebih terinci untuk dapat dilakukan
pengolahan data Strategi menggunakan SWOT agar mendapatkan strategi yang
tepat dalam melakukan pengelolaan. Setiap point indikator SWOT dapat dilihat
pada matriks hasil keputusan dan kesepakatan indikator pertanyaan saat wawancara
dan FGD terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Matrik keputusan dan kesepakatan indikator pertanyaan saat wawancara
dan FGD
Dari hasil kesepakatan bersama menghasilkan indikator Kekuatan (Strength-S)
sebanyak 6 indikator, Kelemahan (Weaknesses-W) sebanyak 6 indikator, Peluang
(Opportunities-O) sebanyak 7 indikator dan Ancaman (Threats-T) sebanyak 5
indikator. Setiap indikator ini kemudian dilakukan skoring untuk setiap indikator
untuk menaganalisis strategi IFAS dan EFAS dengan cara pembobotan. Hasil
analisis strategi IFAS dan EFAS dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil analisis strategi IFAS dan EFAS
Kekuatan (Strength-S)
No
Faktor
Ekstrnal Bobot Relatif Rating Skor
1 Indikator 1 20,00 1,20 0,052 0,0624
2 Indikator 2 20,00 1,20 0,052 0,0624
3 Indikator 3 20,00 1,20 0,052 0,0624
4 Indikator 4 20,00 1,20 0,052 0,0624
5 Indikator 5 10,00 0,60 0,026 0,0156
6 Indikator 6 10,00 0,60 0,026 0,0156
Total 100,00 6,00 0,28
Kelemahan (Weaknesses-W)
No
Faktor
Ekstrnal Bobot Relatif Rating Skor
1 Indikator 1 20,00 1,20 0,052 0,0624
2 Indikator 2 20,00 1,20 0,052 0,0624
3 Indikator 3 20,00 1,20 0,052 0,0624
4 Indikator 4 20,00 1,20 0,052 0,0624
5 Indikator 5 10,00 0,60 0,026 0,0156
6 Indikator 6 10,00 0,60 0,026 0,0156
Total 100,00 6,00 0,2808
Total IFAS 200,00 6,60 0,00
Peluang (Opportunities-O)
No
Faktor
Ekstrnal Bobot Relatif Rating Skor
1 Indikator 1 20,00 1,40 0,054 0,0756
2 Indikator 2 20,00 1,40 0,054 0,0756
3 Indikator 3 20,00 1,40 0,054 0,0756
4 Indikator 4 20,00 1,40 0,054 0,0756
5 Indikator 5 10,00 0,70 0,017 0,0119
6 Indikator 6 5,00 0,35 0,02 0,00805
7 Indikator 7 5,00 0,35 0,02 0,00805
Total 100,00 7,00 0,32235
Ancaman (Threats-T)
No
Faktor
Ekstrnal Bobot Relatif Rating Skor
1 Indikator 1 20,00 1,00 0,04 0,04
2 Indikator 2 30,00 1,50 0,03 0,0375
3 Indikator 3 20,00 1,00 0,04 0,04
4 Indikator 4 20,00 1,00 0,04 0,04
5 Indikator 5 10,00 0,50 0,015 0,0075
Total 100,00 5,00 0,165
Total EFAS 200,00 12,00 0,15735
Melihat dari hasil analisis SWOT pada Tabel 13 dapat dijelasakan bahwa matriks faktor
IFAS diperoleh nilai total IFAS sebesar 0,00. Kekuatan utama untuk permasalahan ini adalah
indikator 3 (Tempat mencari makan cetacea dan mamalia laut lainya) dengan skor 0,06,
sedangkan kelemahan utama adalah indikator 2 ( Minimnya Sumber Daya Manusia) dengan
jumlah skor 0,06. Nilai total skor EFAS adalah 0,15 dengan skor peluang utama sebesar 0,07
ada pada indikator 4 (Penetepan zonasi dan revisi Zonasi untuk pengembangan pariwisata) dan
5 (Pemanfaatan Kawasan sebagai pusat unggulan pembelajaran (COE) dengan skor 0,01,
sedangkan ancaman utama adalah 0,03 untuk indikator 2 (Perubahan faktor osenografi) dan 3
(Penagkapan paus dan lumba-lumba yang tidak terkontrol di perairan Lamalera dan Alor)
dengan skor 0,04. Menurut penelitian (Kismartini et al.,2015) ; (Vlados, 2019) mengatakan
bahwa penilaian bobot indikator dianalisis SWOT khususnya nilai indikator pada IFAS dan
EFAS dilihat pada setiap besaran bobot pada table IFAS dan EFAS apabila nilai bobot
indikator lebih besar dari semua indikator yang ada maka indikator tersebut sangat berpengaruh
dan penting untuk ditindaklanjuti dalam melakukan pengelolaan berkelajutan. Sehingga
melihat dari nilai indikator baik kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman point-poin
indikator yang memiliki nilai tertinggi sebagai prioritas dalam melakukan pengelolaan secara
berkelanjutan dan konservasi adalah A. Tempat mencari makan cetacea dan mamalia laut
lainya (Kekuatan); B. Minimnya Sumber Daya Manusia (Kelemahan); C. Penetepan zonasi dan
revisi Zonasi untuk pengembangan pariwisata dan Pemanfaatan Kawasan sebagai pusat
unggulan pembelajaran (COE) (Peluang); D. Perubahan faktor osenografi dan Penagkapan
paus dan lumba-lumba yang tidak terkontrol di perairan Lamalera dan Alor.
3.7.1. Analisis Matrik IE (Internal Ekstrnal)
Matriks internal dan ekstrnal (IE) merupakan gabungan sektor dari mastriks IFAS dan
EFAS untuk mendapatkan posisi atau kuadran sel dari permasalahan yang ada (Zima, et
al.,2020) ; (Wang et al.,2020) ; (Benzaghta et al., 2021). Hal tersebut dilakukan dengan cara
perhitungan matriks IFAS dan EFAS yang dapat dilihat pada Table 14.
Tabel 14. Matriks IFAS dan EFAS
Matriks IFAS dan EFAS
Indikator X Y Jumlah Peringkat
Kekuatan VS Peluang 0,28 0,32 0,60 1
Kelemahan VS Peluang 0,00 0,32 0,32 2
Kelemahan VS Ancaman 0,00 0,16 0,16 4
Kekuatan VS Ancaman 0,28 0,16 0,44 3
Kekuatan VS Peluang 0,28 0,32 0,60
Melihat dari matriks IFAS dan EFAS pada Tabel 14 dapat dijelaskan bahwa nilai
matriks IFAS dan EFAS yang memiliki jumlah tertinggi ada pada Kekuatan VS Peluang
dengan jumlah nilai 0,60 dengan peringkat 1. Sedangkan jumlah nilai terendah pada matriks
IFAS dan EFAS adalah Kelemahan VS Ancaman 0,16 dengan peringkat 4. Dari table di atas
dapat dijelaskan bahwa kekuatan serta peluang dalam melakukan pengelolaan jalur lintasan
cetacea sangat tinggi dibandingkan dengan kelemahan dan ancamanya. Hal ini menujukan
bahwa posisi organisasi pemerintah harus lebih memperhatikan mengambil strategi agar
kelemahan serta ancama dapat teratasi dalam melakukan pengelolaan. Komitmen dalam
melakukan pengelolaan secara kolaborasi dan berkelanjutan di Perairan Laut Sawu dan Selat
Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur sangatlah penting agar setiap kelemhan dan ancaman
dapat teratasi. Hasil analisis diagram SWOT untuk posisi strategi pengelolaan jalur lintasan
ceatacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Hasil Analisis Diagram SWOT Strategi Pengelolaan Jalur Lintasan Cetacea di
Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan Laut Sawu dan Selat Alor
Melihat dari hasil pemetaan dengan kuadaran pada gambar 18 menujukan bawah
strategi pengelolaan jalur lintasan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor ditinjau dari
aspek aspek bioekologi dan oseanografi jalur lintasan cetacea memiliki kekuatan dan
kelemahan yang besar terhadap ancaman dan kelemahan yang ada. Posisi internal dan ekstrnal
yang berada pada kuadran 1 memerlukan strategi yang bersifat agresif (Growth Oriented
Strategy). Menurut penelitian Menurut penelitian (Stoller, 2021) ; (Benzaghta et al., 2021) ;
(Zima et al., 2020) ; (Wiseli, 2017) mengatakan bahwa strategi agresif merupakan situasi yang
sangat menguntungkan, organisasi/perusahan tersebut memiliki peluang dan kekuatan internal,
sehingga dengan kekuatan yang dimilikinya dapat memanfaatkan peluang yang ada menjadi
keutungan bagi perusahan dan meminimalisisr kelemahan dan ancaman dalam pengelolaan.
Strategi agresif memerlukan pemerintah melalui instansi terkait (BKKPN Kupang dan
DKP Provinsi Nusa Tenggara Timur) dan masyarakat, harus lebih aktif mendukung
keberlajutan integrasi pengelolaan jalur lintasan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor.
Melihat kondisi tersebut strategi yang direkomendasaikan adalah progresif, artinya perairan
Laut Sawu dan Selat Alor dengan posisi geografis serta potensi jalur lintasan cetacea yang
dimiliki mempunyai peluang keberlajutan intgrasi pengelolaan jalur lintasan cetacea.
Selajutnya dengan memanfaatkan semua kakuatan serta peluang dan meminimalisir kelemhan
serta ancman yang dimiliki dalam pengelolaan jalur lintasan cetacea agar diharapkan
keberalajutanya untuk dijadikan sebagai potensi wisata agar masayarakat yang berpemukiman
di pesisir jalur lintasan cetacea dapat memanfaatkan potensi ini sebagai sumber pendapatan
ekonomi. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam hal ini Dinas Kelautan
Perikanan Provinsi, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang dan
semua stakeholder yang terkait, saat ini sudah mejalankan setiap program khususnya
pengelolaan jalur lintasan cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sudah berjalan sesuai
dengan perencanaan seperti konservasi habitat dan perlindungan jalur lintasan cetacea akan
tetapi belum secara maksimal baik dari segi konservasi, rehabilitasi, pemberdayaan masyarakat
yang tinggal di jalur lintasan cetacea.
I
II
III
IV
Formulasi alternatif strategi pemanfaatan jalur lintasan cetacea di Perairan Laut Sawu
dan Selat Alor perlu dengan beberapa pendekatan agar dapat berjalan secara maksimal yaitu
dilakukan dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap pengelola,
lingkungan Perairan sebagai jalur lintasan cetacea, kondisi sosial ekonomi dan masyarakatnya
yang kemudian dilakukan analisis matriks SWOT yang dapat dilihat pada Tabel 19.
Kekuatan (Strength-S) Kelemahan (Weaknesses-W)
1. Jalur Lintasn Cetacea
Seperti Paus, Lumba-
lumba dan Mamalia laut
lainya diantaranya Dugong
dugon yang berada di
perairan Kabola;
2. Tempat mencari makan
cetacea dan mamalia laut
lainya;
3. Tempat untuk
berkembangbiak untuk
mamalia laut;
4. Memiliki factor
oseanografi yang
mendukung kemunculan
cetacea;
5. Memiliki potensi sumber
daya Ekosistem pesisir
yang tinggi;
6. Memiliki potensi
pariwisata Menonton
Cetacea.
1. Pengelolaan dan Pemanfaatan sudah berjalan
tetapi belum maksimal;
2. Peningkatan Sumber Daya Manusia;
3. Kebijakan pengelolaan kawasan belum
disesuaikan dengan kebijakan terbaru sesuai
dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 Pemerintah
daerah dan Permen KP No 31 Tahun 2020 tentang
Penataan Ruang;
4. Peran masyarakat dalam melakukan konservasi
belum berjalan;
5. Pengkapan ikan yang tidak ramah lingkungan
menggunakan BOM dan Potasium;
6. Fasilaitas yang belum memadai di wilayah pesisir
dan laut sekitarnya untuk menujang pariwisata;
Peluang (Opportunities-O)
1. Jalur lintasan cetacea
dapat dikembangkan
menjadi wisata menonton
cetacea;
2. Jalur lintasan Cetace
sebagai isu untuk
melakukan pengelolaan
dan penetapan zonasi
untuk pengelolaan secara
berkelanjutan;
3. Kebijakan pemerintah
tentang pengelolaan jalur
lintasan cetacea yang
disesuaikan dengan PP No
21 Tahun 2021 tentang
Penataan Ruang;
4. Penetepan zonasi dan
revisi Zonasi untuk
1. Jalur lintasan cetacea diperairan Laut Sawu dan
Selat Alor sebagai salah satu potensi besar untuk
dikembangkan sebagai wisata Nasional maupun
Internasional. Akan tetapi perlu dilakukan promosi
agar dapat diketahui oleh warga negara lain;
2. Perlu diperkuat lagi penelitian tentang pengelolaan
dan penetapan zonasi kahususnya di perairan Flores
Timur dan Perairan Kabupaten Alor agar jalur
lintasan cetacea dapat dilakukan konservasi agar
dapat berkelanjutan;
3. Sosialisasi dan Pembentukan kelembagaan
kolaborasi;
4. Perlinduangan/Konservasi untuk spesies khususnya
Dugong dugon yang berada di perairan Kabola
Kabupaten Alor harus segera dilakukan untuk
menjaga kepunahan pada sepesies tersebut;
5. Pengembangan Kawasan agar dapat dijadikan
sebagai pusat pembelajaran unggulan terpadu untuk
EKSTERNAL
INTERNAL
Tabel 19. Identifikasi Masalah dalam melakukan pengelolaan jalur Lintasam Cetacea di Perairan
Laut Sawu dan Selat Alor
pengembangan pariwisata
;
5. Pemanfaatan Kawasan
sebagai pusat unggulan
pembelajaran (COE)
;
6. Sebagai sentral penelitian
dan pengabdian kepada
masyarakat cetacea;
7. Peningkatan Ekonomi
Masyarakat melalui sector
pariwisata cetacea.
mendukung Kampus Merdeka dan Merdeka
belajar;
6. Kajian sosial ekonomi masyarakat, harus dilakukan
secara spesifik untuk masyarakat yang tinggal
diwilayah pesisir khususnya di daerah jalur lintasan
cetacea, agar mendapatkan solusi untuk masyarakat
lokal yang sampai saat ini masih melakukan
aktivitas pengkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor;
7. Pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan
strategis;
8. Penyesuaian kategori kawasan untuk menjamin
pemanfaatan potensi pariwsata di dalam kawasan
secara berkelanjutan.
Ancaman (Threats-T)
1. Perubahan Iklim Global;
2. Perubahan factor
osenografi;
3. Penagkapan paus dan
lumba-lumba yang tidak
terkontrol di perairan
Lamalera dan Alor;
4. Aktivitas masyarakat yang
memiliki pola pikir
tradisonal berdampak pada
keberadaan cetacea di
perairan;
5. Meningkatnya sampah
plastik yang diakibatkan
oleh karena peningkatan
pariwisata
1. Perubahan iklim global sangat berpengaruh terhadap
jalur lintasan cetacea. Hal ini perlu dipertimbangkan
dalam melakukan keputusan. Perlu adanya
penelitian secara efesian dan efektif untuk mengabil
keputusan, agar dapat dimanfaatkan secara
berkelajutan;
2. Perubahan faktor dan variabel oseanografi akan
berdampak pada perubahan lingkungan secara
menyeluruh sehingga mengakibatkan terjadinya
pergeseran untuk ruaya mencari makan, berlindung
dan berkembangbiak. Peningkatan penelitian secara
kolaborasi sangatlah penting agar dapat
memprediksi perubahan-perubahan alam kedepanya
dapat melakukan antisipasi dalam pengelolaan;
3. Sosisialisasi peraturan perundang-undangan tentang
konservasi dengan pendekatan budaya dan kearifan
lokal sangatlah penting kepada nelayan maupun
masyarakat pesisir yang tinggal di dalam kawasan
jalur lintasan cetacea, agar dapat mengurangi
aktivitas pengkapan terhadap cetacea maupun
mamalia laut lainya yang melintas pada Perairan
Laut Sawu dan Selat Alor;
4. Peningkatan sumber daya manusia kahususnya
program pemberdayaan masyarakat agar dapat
mengelola kawasan dan memanfaatkan secara
bertanggungjawab dan berkelanjutan.
Berdasasrkan hasil analisis SWOT yang diperoleh dalam penelitian, hal tersebut tidak jauh
berbeda dengan yang dikemukakan oleh Senel (2012), bahwa rumusan strategi agresif ,
digunakan untuk mengelola suatu lingkungan dengan karakteristik yang dinamis, tidak dapat
diprediksi faktor lingkunganya setiap waktu, dengan permasalahan kompleks yang dihadapi
karena kepentingan yang berbeda dari berbagai pihak, serta lingkungan sebagai penyedia
sumberdaya yang melimpah yang selalu diambil manfaatnya oleh manusia, sehingga
menyebabkan terjadinya kejanggalan dalam pengelolaan oleh karena perubahan yang selalu
EKSTERNAL
INTERNAL
terjadi setiap saat maupun waktu. 14 strategi hasil analisisi matriks SWOT dibagi kedalam 4
kelompok yaitu Strategi S-O, W-O, S-T dan W-T, yang dapat dijabarkan sebagi berikut:
A. Strategi S-O (Kekuatan dan Peluang)
Strategi S-O yaitu menggunakan kekuatan untuk menangkap peluang yang ada, dapat
dijelasakan sebagi berikut:
1. Jalur lintasan cetacea diperairan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai salah satu
potensi besar untuk dikembangkan sebagai wisata Nasional maupun Internasional.
Jalur lintasan cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai salah satu objek wisata
unggulan untuk daerah, dalam meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir, terkhusunya
yang tinggal dekat dengan jalur lintasan cetacea. Apabila wisata ini dikembangkan dan
dipromosikan ke skala internasonal maka, akan menjadi satu destinasi baru yang unggulan
di Perairan Indonesia kahususnya di provinsi Nusa Tenggara Timur dan akan menopang
ekonomi masayarakat pesisir yang tinggal di kawasan jalur lintasan cetacea.
2. Perlu diperkuat lagi penelitian tentang pengelolaan dan penetapan zonasi kahususnya
di perairan Flores Timur dan Perairan Kabupaten Alor agar jalur lintasan cetacea
dapat dilakukan konservasi agar dapat berkelanjutan.
Saat ini di kawasan konservasi Perairan daearah (KKPD) Flores Timur dan Kabupaten
Alor belum memasukan perlindungan cetacea di dalam rencana zonasi pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K), saat ini kedua kawasan ini sementara
melakukan revisi pada kawasan dan akan memasukan jalur lintasan cetacea dalam zona
perlindungan dan zona pariwisata berkelajutan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2020 tanggal 22 September 2020 Tentang Rencana
Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan.
3. Melindungi Jalur lintasan Spesies cetacea dan Mamalia Laut lainya beserta
Habitanya
Melindungi spesies mamalia laut dan habitatnya khususnya di perairan Laut Sawu dan
Selat Alor dimana aktivitas pemburuan mamalia laut khusunya paus yang saat ini masih
sangat tinggi di beberapa lokasi yaitu lamalera dan pulau pantar. Maka diperlukan
perencanaan yang baik khususnya untuk melakukan perlindungan pada mamalia laut.
Salah satu strategi dalam meningkatkan pola pikir masyarakat pesisir terkhususnya
nelayan maka diperlukan adanya soaialisasi secara merata dan pelatihan untuk
pengembangan alternative pekerjaan yang baru agar dapat mengurangi aktivitas perburuan
mamalia laut terlebih pada paus dan lumba-lumba.
4. Sosialisasi dan Pembentukan kelembagaan kolaborasi untuk pengelolaan jalur
lintasan cetacea;
Memelihara status daerah konservasi sebagai area cetacea dan mamalia laut lainya memiliki
jarak yang cukup jauh dengan area yang cukup luas untuk ke habitat dari spesies ini
merupakan hal yang tidak mudah dan dibutuhkan penetapan zona-zona strategis yang mantap
maupun informasi data - data lingkungan perairan yang lengkap, karena hal ini akan
berhubungan dengan migrasi musiman, lingkungan perairan yang sesuai bagi Cetacea,
sehingga strategi yang penting dalam melakukan pengelolaan adalah dengan cara melakukan
kolaborasi multi stakeholders di lingkup pemerintahan, perguruan tinggi, NGO, LSM,
Pencinta Lingkungan dan masyarakat agar dapat berkolaborasi dalam melakukan pengelolaan
secara berkelajutan.
5. Melindungi Rantai Makanan Mamalia Laut (Cetacea) dan Ekosistemnya pada jalur
lintasan cetacea
Strategi dalam melakukan perlindungan terhadap rantai makanan maka diperlukan
identifikasi yang mendalam mengenai karakteristik terhadap perlindungan dan fungsi
ekologisnya. Spesifiknya, dengan mempertimbangkan setiap sepesies dan jenis makannya
kawasan konservasi di tingkat ekosistem memerlukan mekanisme perlindungan yang besar
bagi spesies cetacea untuk bisa dalam mencari makanannya. Maka identifikasi spesies paus
dan lumba - lumba perlu di lihat dari jenis makannya sebagi contoh udang - udang kecil,
ikan layang dan cumi-cumi harus dilestarikan dan dilindungi sebagai salah satu makanan
pokok dari cetacea.
B. Strategi S-T (Kekuatan dan Ancaman)
1. Perubahan iklim global
Perubahan iklim global sebagai salah satu ancaman sangat berpengaruh terhadap jalur
lintasan cetacea. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam melakukan keputusan untuk
pengelolaan jalur lintasan cetacea, maka perlu adanya kerja sama antara peneliti dalam
negeri, luar negeri dan NGO agar dapat memprediksi secara spesifik jalur lintasan cetacea
dari Laut Sawu dan Selat Alor hingga Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor Flores agar
dapat dimanfaatkan secara berkelajutan.
2. Sosisialisasi peraturan perundang-undangan tentang konservasi jalur lintasan
mamalia laut khususnya cetacea.
Strategi dalam mengurangi ancaman terhadap penangkapan paus dan lumba-lumba di
perairan Flores Timur dan Alor adalah karena minimnya pengetahuan tentang peraturan
perundang-undangan tentang spesies mamalia laut khususnya cetacea yang di lindungi.
Strategi yang digunakan dalam melakukan sosialisasi ini adalah dengan kearifan lokal yaitu
melalui Jalan adat. Hal ini akan sangat membantu dalam mengurangi pembunuhan paus dan
lumba-lumba di Flores Timur khususnya di lamalera, lamakera dan pulau pantar Kabupaten
Alor.
3. Peningkatan sumber daya manusia dalam pengelolaan jalur lintasan cetacea
Program pemberdayaan masyarakat dan sosialisasai tentang pengelolaan kawasan serta
spesies mamalia laut yang dilindungi kepada masayarakat pesisir yang tinggal dalam
kawasan jalur lintasan cetacea dari perairan Laut Sawu dan Selat Alor .
C. Strategi W-O (Kelemahan dan Peluang)
1. Pengelolaan dan Pemanfaatan jalur lintasan cetacea sudah berjalan akan tetapi
belum maksimal
Strategi pengelolaan dan pemanfaatan untuk jalur lintasan cetacea dapat dikelola dan
dikembangkan sebagi destinasi wisata menonton paus, dan lumba-lumba, Pemanfaatan
Kawasan sebagai pusat unggulan pembelajaran (COE) dan sentral penelitian agar dapat
memberikan kontribusi baik dari segi ekonomi dan data dalam melakukan pengelolaan
jalur lintasan cetacea secara maksimal dan berkelajutan di perairan luat Sawu dan Laut
Sawu dan Selat Alor.
2. Penetepan zonasi dan revisi Zonasi untuk pengembangan pariwisata menonton
cetacea di jalur lintasan cetacea
Melakukan revisi zonasi kahususnya di 12 mil yang masuk dalam kawasan Provinsi
sesuai Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah dikelola dan
dikembangkan sebagai kawasan wisata perairan menonton paus, strategi ini sangat
memberikan dampak ekonomi kepada masayarakt pesisir yang tinggal dalam kawasan.
4. Penagkapan paus dan lumba-lumba yang tidak terkontrol di perairan Lamalera
dan Alor kahususnya di jalur lintasan cetacea.
Melakukan festival penagkapan paus dan lumba-lumba dengan menggunakan dan
mendesain pelampung yang menyerupai paus dan lumba-lumba disertai dengan kearifan
lokal setiap tahunya di perairan Lamalera, Lamakera dan Alor dengan tujuan
memberikan edukasi kepada masyarakat tentang aktivitas penagkapan paus dan lumba-
lumba secara nyata dapat memberikan dampak kepada kepunahan spesies di perairan
tersebut. Festival ini buat sebagai salah satu destinasi baru dan dipromosikan kepada
masyarakat lokal, nasional maupun internasonal agar dapat berkunjung setiap tahunya
untuk menyaksikan atraksi pengkapan paus secara simbolis. Hal ini dapat meningkatakan
ekonomi masayarakt yang tinggal di kawasan pesisir dengan usaha homestay dan kuliner.
D. Strategi W-T (Kelemahan dan Ancaman)
1. Jalur lintsan cetacea dijadikan sebagi lokasi penagkapan paus dan lumba-lumba
yang tidak terkontrol di perairan Lamalera dan Alor;
Aktivitas pengkapan paus dan lumba-lumba di Lamalera, Lamakera dan perairan Alor
diakibatkan karena belum maksimalnya pengelolaan kawasan khusunya penegakan
hukum sesuai perundang-undangan konservasi spesies dengan baik dan benar hal ini
sebagai penyebab aktivitas pengakapan paus dan lumba-lumba yang tidak terkontrol
perlu adanya kolaborasai dengan pendekatan budaya setempat dalam melakukan
pengelolaan dan penyadaran tentang pentingnya konservasi spesies terkhususnya
spesies lumba-lumba dan Paus agar dapat dimanfaatkan secara berkelajutan.
2. Keterlibatan masayarak dalam melakukan pengelolaan jalur lintasan cetacea
sudah berjlan akan tetapi belum masimal
Aktivitas masyarakat yang tidak ramah lingkungan seperti menggunakan bahan peledak
dan potasium untuk menangkap ikan sebagai salah satu ancaman dan kelemahan yang
dapat berakibat pada kerusakan habitat. Hal ini perlu pendekatan strategi melalui
keraifan lokal setempat dengan dasar undang-undang konservasi agar dapat melakukan
sosialisas dan edukasai tentang alat tangkap yang ramah lingkungan agar dapat
dimanfaatkan secara berkelajutan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian Disertasi dengan judul “Model Spasial Kemunculan Cetacea di
Perairan Laut Sawu dan Selat Alor”. ”. Perlu diketahui bahwa penelitian ini hanya
terfokus pada variabel oseanografi dan bioekologi yang mempengaruhi jalur lintasan
cetacea serta strategi pengelolaannya dengan kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian disertasi yang dilakukan di perairan Laut Sawu sampai pada Selat Alor
Flores pada bulan Mei - Juni mewakili musim timur menemukan 3 jenis paus yaitu
Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan
Sperm Whale (Physeter macrocephalus). Dengan jumlah individu Pygmy Sperm Whale
(Kogia breviceps) sebanyak 3 individu Blue Whale (Balaenoptera musculus) sebanyak
6 individu dan Sperm Whale (Physeter macrocephalus) sebanyak 3 individu. Frekwensi
rata-rata kemunculan di badan perairan berkisar antara 6 kali–9 kali dengan Visual
Search Time (VST) berkisar anatra 0.47 jam – 0.54 jam. Jumlah kemunculan terbanyak
adalah jenis paus Sperm Whale (Physeter macrocephalus) dengan jumlah sebanyak 9
kali muncul di badan perairan dimulai dari Laut Sawu hingga Selat Alor Flores dan
memiliki jumlah kemunculan terkecil adalah jenis Blue Whale (Balaenoptera
musculus) dengan jumlah frekwensi kemunculan sebayak 6 kali. Visual Search Time
(VST) tertinggi ditemukan pada jenis paus Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan
terendah pada jenis paus Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps). Penelitian inipun
menemukan 4 tingkah laku yang dilakukan oleh jenis paus Pygmy Sperm Whale (Kogia
breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan Sperm Whale (Physeter
macrocephalus) pada saat muncul ke badan perairan di Laut Sawu hingga Selat Alor
Flores yaitu Lobtailing, Feeding, Avoidance dan Breaching;
2. Menemukan 3 kelas fitplankton saat kemunculan jenis paus Pygmy Sperm Whale
(Kogia breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan Sperm Whale (Physeter
macrocephalus) pada musim timur bulan Mei-Juni 2020 di perairan laut Sawu hingga
Selat Alor Flores adalah Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan Dinophyceae dan 5
kelas zooplankton saat kemunculan jenis paus Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps),
Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan Sperm Whale (Physeter macrocephalus) pada
musim timur bulan Mei-Juni 2020 di perairan laut Sawu hingga Selat Alor Flores yaitu
kelas Sarcodina, Polychaeta, Crustacea, Gastropoda dan Ophiuroidea;
3. Faktor oseanografi yang sangat berpengaruh terhadap migrasi cetacea ke Perairan Laut
Sawu hingga Selat Alor Flores adalah Sub-Surface Temperature, Temperatur
Permukaan laut, kecepatan arus, Klorofil-a dan Upwelling dan Faktor bioekologi yang
sangat berpengaruh terhadap migrasi dan keberadaan cetacea di perairan laut Sawu
adalah rantai makanan. Cetacea khususnya lumba-lumba dan paus yang ditemukan di
Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Flores dengan salah satu tingkah lakunya di badan
perairan adalah mencari makan ditandai dengan lombatan atau schooling kan di badan
perairan di perairan seperti ini banyak ditemukan kelas zooplankton Sarcodina,
Polychaeta, Crustacea dan Gastropoda;
4. Permodelan algoritma temperatur permukaan laut antara data survei lapangan dan data
citra satelit Sentinel 1 A dengan menggunakan regresi polynomial (R2 = 0,96 dan r=
0,97) maka mendapatkan model algoritma “(Temp =-2,6798*((B1 / B2)*(i1/i2)) +
158,55*(i1/i2)– 2315,3)” dengan kisaran sebaran temperature permukaan laut berkisar
antara 12.00C – 30.00C untuk setiap kemunculan cetacea di Perairan Laut Sawu hingga
Selat Alor Flores pada musim timur dan Permodelan algoritma klorofil-a antara data
survei satelit Aqua MODIS level 3 dan data citra satelit Sentinel 1 A dengan
menggunakan regresi polynomial (R2 = 0,97 dan r= 0,98) maka mendapatkan model
algoritma “(Klorofil-a = -0.2196 *((B3 / B1)*(i1/i2)) + 1.4365*(i1/i2) – 0.0909):
mendapatkan kisaran sebaran klorofil-a berkisar antara 0,1 mm/m3 – 1,0 mm/m3 untuk
setiap kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu hingga Selat Alor Flores pada musim
timur;
5. Hasil analisis menggunakan analisis Emperical Cumulative Distribusi Function
(ECDF) untuk sebaran data temperatur permukaan laut musim timur di lokasi
kemunculan cetacea memiliki nilai kumulatif yang berdistribusi normal dengan nilai
standar deviasi berkisar antara 0,625. Dengan kisaran temperature permukaan laut
berkisar antara di kisaran temperature permukaan laut anatara antara 28.00
C – 31.00
C.
Hasil analisis menggunakan Emperical Cumulative Distribusi Function (ECDF) untuk
distribusi klorofil-a di perairan Laut Sawu dan Selat Alor Flores pada musim timur
untuk kemunculan cetacea memiliki nilai kumulatif yang berdistribusi normal dengan
nilai standar deviasi berkisar antara 0,10. Dengan kisaran klorofil-a 0.1 mm/m3 – 0.5
mm/m3
;
6. Hasil analisis PCA menujukkan pola sebaran cetacea pada musim timur bulan Mei –
Juni 2020 untuk kemunculan paus banyak terlihat di Laut Sawu, Selat Ombai, Teluk
Kupang, Perairan Lembata dan Pulau Batang di kedalaman 0m - 3000m sedangkan
sebaran lumba-lumba secara merata yaitu dari perairan Laut Sawu, Selat Ombai,
Munaseli, Perairan Lamalera, Perairan Lembata, Perairan Pulau Lapang, Perairan
Marica, Perairan Batu Putih, Perairan Pura, Selat Pantar, Teluk Kupang dan Perairan
Alor Kecil;
7. Hasil analisis SWOT saat melakukan FGD bersama pemangku kepetingan menujukan
strategi agresif (Growth oriented strategy) serta strategi yang di tawarkan adalah
progresif dimana kekuatan dan peluang menjadi ujung tombak dalam melakukan
fokaus pengelolaan dan pengembangan adalah terkahususnya a. Melindungi jalur
lintasan spesies mamalia laut (cetacea) dan habitanya. b. Melindungi jalur lintasan serta
rantai makanan Mamalia Laut (cetacea) serta ekosistem c. Melindungi Cetacen spesies
peruaya d. Menjdaikan laut Sawu dan Selat Alor Flores sebagi pariwisata menonton
paus dan lumba-lumba di sakala internasiona.
4.2. Saran
Berdasarkan pada hasil penelitian dan temuan yang didapat dalam penelitian
ini maka disarankan hal-hal sebagai berikut:
4.2.1. Saran untuk Akademis
Perlu adanya penelitian secara spesifik jalau migrasi cetacea kahususnya paus dan
tingkah lakunya di samudera hindia dan selatan Australia yang sebagai pintu masuk
cetacea di perairan laut Sawu dan Selat Alor Flores; 2. Perlu adanya penelitian spesifik
tentang dampak dari terdamparnya paus dan lumba-lumba di perairan laut Sawu dan
Selat Alor Flores agar dapat mengetahui secara jelas tentang dampak kematian tesebut;
3. Perlu adanya penelitian secara sepesifik tentang kegiatan penangkapan mamalia laut
yang marak di perairan laut Sawu dan Selat Alor Flores dari segi kajian sosiaologi dan
antropologis; 4. Data-data Kelautan khususnya mamalia laut yang merupakan data yang
sangat penting didalam pelaksanaan penelitian, dimana hasil penelitian tersebut dapat
memberikan masukan dalam penyusunan strategi dan pengambilan kebijakan
pengelolaan sumberdaya kelautan, namun hingga saat ini data-data kelautan tentang
mamalia laut masih tersebar dan tidak terstruktur di berbagai institusi serta tidak
tersusun dengan baik dan kontinyu. Dengan demikian perlu adanya suatu sistem yang
terintegrasi yang mengelola database mamalia laut secara nasional dengan akses yang
mudah bagi seluruh kalangan baik peneliti dan akademisi, maupun masyarakat
sehingga informasi yang ada dapat memberikan manfaat yang optimal 5. Pada beberapa
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS
MIGRASI PAUS

More Related Content

Similar to MIGRASI PAUS

Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasYuga Rahmat S
 
Bioteknologi Laut - Metode Jaring, Rangka dan Substrat
Bioteknologi Laut - Metode Jaring, Rangka dan SubstratBioteknologi Laut - Metode Jaring, Rangka dan Substrat
Bioteknologi Laut - Metode Jaring, Rangka dan SubstratLuhur Moekti Prayogo
 
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut IndonesiaKuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesiawidodopranowo
 
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...KasimMansyur1
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
 
Xi geografi kd 3.2_pel2 part 1
Xi geografi kd 3.2_pel2 part 1Xi geografi kd 3.2_pel2 part 1
Xi geografi kd 3.2_pel2 part 1jopiwildani
 
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...robert peranginangin
 
Rencana Strategis INA GOOS
Rencana Strategis INA GOOSRencana Strategis INA GOOS
Rencana Strategis INA GOOSImaPuspitaSari2
 
Irdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpIrdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpsepthayuda
 
10452-39921-1-PB.pdf
10452-39921-1-PB.pdf10452-39921-1-PB.pdf
10452-39921-1-PB.pdfAbuZiyad12
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
 
Proposal Ekspedisi Nusantara
Proposal Ekspedisi NusantaraProposal Ekspedisi Nusantara
Proposal Ekspedisi Nusantaravisionsaga
 
Jurnal vol 2 no 2 des 2010
Jurnal vol 2 no 2 des 2010Jurnal vol 2 no 2 des 2010
Jurnal vol 2 no 2 des 2010Bambang Prakoso
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Lautkumala11
 
Posisi strategis.pptx
Posisi strategis.pptxPosisi strategis.pptx
Posisi strategis.pptxritazahara21
 

Similar to MIGRASI PAUS (20)

Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli KasmiDisertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
 
Ringkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhasRingkasan eksekutif karang unhas
Ringkasan eksekutif karang unhas
 
Bioteknologi Laut - Metode Jaring, Rangka dan Substrat
Bioteknologi Laut - Metode Jaring, Rangka dan SubstratBioteknologi Laut - Metode Jaring, Rangka dan Substrat
Bioteknologi Laut - Metode Jaring, Rangka dan Substrat
 
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut IndonesiaKuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
Kuliah Umum: Hidrodinamika Laut Indonesia
 
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
Lampiran 2. jurnal pertumbuhan dan sintasan karang hasil transplantasi di lap...
 
Biota laut dalam
Biota laut dalamBiota laut dalam
Biota laut dalam
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
 
Xi geografi kd 3.2_pel2 part 1
Xi geografi kd 3.2_pel2 part 1Xi geografi kd 3.2_pel2 part 1
Xi geografi kd 3.2_pel2 part 1
 
PPT GEOGRAFI FINAL.pptx
PPT GEOGRAFI FINAL.pptxPPT GEOGRAFI FINAL.pptx
PPT GEOGRAFI FINAL.pptx
 
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...
 
Rencana Strategis INA GOOS
Rencana Strategis INA GOOSRencana Strategis INA GOOS
Rencana Strategis INA GOOS
 
Irdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmpIrdha eka septhayuda untb pkmp
Irdha eka septhayuda untb pkmp
 
10452-39921-1-PB.pdf
10452-39921-1-PB.pdf10452-39921-1-PB.pdf
10452-39921-1-PB.pdf
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
 
Proposal Ekspedisi Nusantara
Proposal Ekspedisi NusantaraProposal Ekspedisi Nusantara
Proposal Ekspedisi Nusantara
 
Jurnal vol 2 no 2 des 2010
Jurnal vol 2 no 2 des 2010Jurnal vol 2 no 2 des 2010
Jurnal vol 2 no 2 des 2010
 
PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)
PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)
PENGAMATAN HISTOLOGI GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis)
 
KEMATANGAN GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) MELALUI INDEKS KEMATA...
KEMATANGAN GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) MELALUI INDEKS KEMATA...KEMATANGAN GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) MELALUI INDEKS KEMATA...
KEMATANGAN GONAD IKAN BILIH (Mystacoleucus padangensis) MELALUI INDEKS KEMATA...
 
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur LautLaporan Manajemen Akuakultur Laut
Laporan Manajemen Akuakultur Laut
 
Posisi strategis.pptx
Posisi strategis.pptxPosisi strategis.pptx
Posisi strategis.pptx
 

Recently uploaded

Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikThomasAntonWibowo
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfaksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfwalidumar
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptxHR MUSLIM
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...Kanaidi ken
 

Recently uploaded (20)

Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdfaksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
aksi nyata - aksi nyata refleksi diri dalam menyikapi murid.pdf
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 

MIGRASI PAUS

  • 1.
  • 2. KATA PENGANTAR Shalom, Assalamu'alaikum Wr. Wb. Salve, Om Swastiastu, Namo Budaya, Salam Kebajikan Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan dokumen orasi ilmiah Universitas Tribuana Kalabahi dengan judul “Model Spasial Kemunculan Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor”. Penuliasan dokumen orasi ilmiah ini diambil dari sebagian kecil variabel penelitian Disertasi penulis yang sudah dipertanggunjawabkan di depan promotor dan co-promotor serta sudah mendapatkan gelar Doktor (Dr) di bidang Kelautan dan Perikanan di Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 2022 lalu. Dokumen orasi ilmiah ini akan membahas secara spesifiik jalur lintasan cetacea terkhususunya paus pada musim timur. Dokumen orasi ilmiah ini akan di sampaikan pada wisuda Universitas Tribuana Kalabahi Ke XV pada Tahun 2023 tidak lupa penulis menyampaikan limpah terima kasih kepada: 1. Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan Republik Indonesia selaku pemberi beasiswa melalui program Beasiswa Unggulan Dosen Indonesia Dalam Negeri (BUDI - DN) sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan Doktoral (S3); 2. Istri Tercinta (Ibu Susi Yanti Boik, S.Pd.,MA yang selalu mendoakan penulis dalam menyelesaikan studi; 3. Orang Tua Terkasih (AYAH) yang selalu memberikan motivasi dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan studi; 4. Ketua Yayasan Tribuana Alor dan Rektor Universitas Tribuana Kalabahi yang sudah mempercayakan penulis untuk melanjutkan studi S3 hingga selesai serta memberikan penulis kesempatan untuk menyampaikan hasil penelitian di Orasi Ilmiah Wisuda Angkatan XV Universitas Tribuana Kalabahi tahun 2023; 5. Peneliti - peneliti terdahulu baik di skala nasional maupun internasional tentang Cetacea; 6. Tim survei Disertasi (Micahel Dakahamapu, Farida Lamma Kolly, S.Si.,M.Si, Toni Kehi, Yohanes Imanuel Bella dan Yahfet Balol); 7. Teman-teman Doktor Manajemen Sumber Daya Perairan Angkatan 2019 yang selalu mendukung dan memberikan semangat untuk penyelesaian studi Doktoral (S3). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan disertasi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan guna perbaikan Disertasi ini. Penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih atas saran dan masukan serta kerjasamanya. Semarang, April 2022 Penulis
  • 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perairan Indonesia dihuni oleh 31 jenis Cetacea, (whale, porpoise, dolphin) dua belas diantaranya adalah paus dan sisanya yaitu lumba – lumba selain itu adalah duyung (Dugong-dugong) (Rosas et al.,2012). Satwa tersebut tersebar diseluruh perairan pantai hingga laut dalam baik bertabiat menetap maupun migran (Salim, 2011). Beberapa jenis Cetacea yang bersifat migran/ pengembara menggunakan perairan Indonesia bagian Timur sebagai jalur migrasi di antara Samudera Hindia dan Pasifik melalui perairan Kepulauan Komodo, Solor - Lembata (NTT), Laut Banda (Maluku), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Sorong - Fakfak (Papua) (Salim, 2011). Perairan timur Indonesia, khususnya dibeberapa terusan dalam antar pulau, diduga berfungsi sebagai pintu masuk jalur migrasi mamalia laut (Cetacea) seperti paus, lumba - lumba dan dugong. Selain jenis Cetacea berbagai jenis biota laut peruaya lainnya termasuk jenis penyu. Dewasa ini perhatian masyarakat dunia sebagian besar tertuju pada perlindungan mamalia laut serta melihat pola migrasi dan penyebarannya terutama Cetacea (Dréo et al., 2019). Hal ini disebabkan oleh makin menurunnya populasi Cetacea yang diakibatkan oleh pengaruh aktivitas manusia, seperti adanya pengkapan secara illegal, pencemaran dan perusakan lingkungan, sehingga menyebabkan keberadaan Cetacea harus dilindungi (González Carman et al., 2019). Penelitian tentang jalur migrasi Cetacea terkhususnya Paus, lumba-lumba dan dugong masih sangat jarang dilakukan, sehingga akan sulit untuk melestarikannya jika keberadaannya belum diketahui dengan pasti. Laut Sawu dan Selat Alor terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah yang terletak di dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan berbatasan langsung dengan wilayah pesisir barat Timor Leste. Daerah ini juga merupakan wilayah lintasan arus lintas Indonesia (Arlindo), yaitu pertemuan dua massa arus dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia (Putra et al., 2016). Laut Sawu dan Selat Alor juga memiliki keunikan perairan yang dinamik yaitu memiliki perubahan suhu dan salinitas permukaan yang signifikan pada musim angin muson tenggara. Dinamika perairan tersebut terjadi di lapisan permukaan yang dipengaruhi pola tiupan angin muson. Kondisi tersebut, berakibat terjadinya upwelling di perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Proses pengadukan masa air (upwelling) di perairan akan mempengaruhi kondisi kehidupan fitoplankton, hidrologi dan pengkayaan nutrisi di perairan tersebut (Sediadi, 2004 ; Packard et al., 2015). Salah satu dampak upwelling yang cukup signifikan adalah meningkatnya kesuburan (kelimpahan plankton sebagai pakan alami) serta peningkatan suhu air laut (hangat), sehingga memberikan kenyamanan bagi sekumpulan Cetacea diantaranya paus, lumba-lumba dan dugong yang tinggal dan bermigrasi di perairan Laut Sawu dan Selat Alor (Mujiyanto, et al., 2017). Menurut data Badan Konservasi Nasional Indonesia tahun 2016, setiap tahunya terdapat 31 spesies mamalia laut yang terdiri dari 18 spesies paus, 12 spesies lumba - lumba dan 1 spesies dugong, yang melintas di perairan ini, hal ini menjadikan Laut Sawu dan Selat Alor kaya akan sumber daya perairan terkhususnya mamalia.
  • 4. Perlindungan cetasean di perairan Laut Sawu merupakan salah satu keunikan di (YPPL- TNC, 2011). Dijelaskan dalam Dokumen Rencana Aksi Nasional (RAN) konservasi Cetacea di Indonesia periode 2016 - 2020 bahwa penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) di Laut Sawu adalah salah satunya ditujukan sebagai wilayah perlindungan paus, lumba-lumba dan dugong yaitu habitat dan jalur migrasinya. Tahun 2014 melalui Keputusan Menteri Nomor 5/KEPMEN-KP/2014 ditetapkan sebagai Taman Nasional Perairan Laut Sawu yang kemudian disebut sebagai TNP Laut Sawu. Tindak lanjut dari penetapan tersebut, melalui Rencana Pengelolaan dan Zonasi yang dalam hal ini adalah Kawasan Konservasi Perairan TNP Laut Sawu dapat ditinjau sekurang - kurangnya 5 (lima) tahun sekali sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor 6/KEPMEN- KP/2014). Keseimbangan antara keberlanjutan migrasi cetasea dengan kebutuhan masyarakat terhadap sumber daya kelautan dan perikanan berdampak kepada persinggungan antara wilayah tangkap dengan area perlindungan dan migrasi paus. Kondisi tersebut jika dibiarkan berlarut - larut akan mengakibatkan perubahan perilaku pada spesises cetasea . Gangguan terhadap populasi paus dan predator utama lainnya menyebapkan pergeseran dominasi predator utama yang pada akhirnya menyebabkan terganggunya rantai makanan (Beum and Worm, 2009). Kendala terbesar yang dihadapi oleh pemerintah Propinsi Nusa Tenggara adalah belum adanya pembuktian penelitian yang akurat tentang jalur migrasi kelompok cetasea seperti paus, lumba-lumba dan dugong secara efesien, melalui pendekatan behavior seperti blowing, logging, fluking, flipper - slapping, tail- slapping, spy-hopping, breaching dan feeding. Menurut penelitian (Priyadarshana et al., 2016) di perairan teluk Sri Langka untuk melihat pola distribusi migrasi ikan paus dengan pendekatan citra satelit aqua modis dan survei lapangan menemukan bahwa tujuan cetasea melakukan migrasi di perairan tersebut untuk mencari makan. Hal ini juga dibuktikan oleh (Reisinger et al., 2015) yang melakukan penelitian di kepulauan perairan Samudera Hindia, hasil penelitian menemukan bahwa paus jenis Sperm Whale (Balaenoptera musculus) ditemukan di perairan dengan kedalaman 20 meter tujuan paus ke daerah tepian pantai, dengan tujuan mencari makan. Penelitian - penelitian ini sebagai bukti dan sebagai sumber yang akurat untuk melakukan penelitian jalur migrasi cetasea di Laut Sawu dan Selat Alor yang sampai saat ini belum diketahui secara jelas. Penelitian tentang migrasi cetasea perlu dilakukan dengan metode yang akurat yaitu observasi lapangan dengan pendekatan teknologi pengindraan jauh (remote sensing) agar dapat melihat secara luas jalur migrasi dan pola sebaranya melalui variabel - variabel oseanografi dan kualitas perairan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Teknologi pengindraan jauh (remote sensing) adalah salah satu metode yang cukup potensial dan efektif dalam melakukan pemantauan untuk suatu area perairan yang luas seperti samudera maupun dalam selat (Hartoko et al., 2019). Data pengindraan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra satelit Sentinel 2B dan Aqua modis, kedua citra satelit ini digunakan untuk melakukan pemantauan variabel - variabel oseanografi agar dapat memprediksi secara spesifik jalur migrasi ikan paus di Laut Sawu dan Selat Alor. Menurut penelitian dari (Fossette et al., 2014), tentang pola migrasi Humpback whale di bagian barat Samudra Hindia menggunakan citra satelit Aqua modis, Citra SPOT 5 dan data General Bathymetric
  • 5. Chart of the Oceans (GEBCO), mengungkapkan rute migrasi, tempat singgah dan situs mencari makan potensial paus di Samudra Hindia secara akurat. Penelitian juga dilakukan oleh (Putra et al., 2016), tentang model biomassa plankton berdasarkan sistem informasi geografis (GIS) dan teknik penginderaan jauh untuk memprediksi titik panas megafauna laut di perairan solor, data satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aqua modis dan data data General Bathymetric Chart of the Oceans (GEBCO). Menurut (Hartoko et al., 2019), permodelan data citra satelit dan data hasil observasi lapangan akan menemukan sebuah model algoritma baru yang akurat untuk melakukan perhitungan numerik sebuah objek penelitian di laut. Melihat dari permasalahan yang tersampaikan di pembahasan pendahuluan dan merujuk pada sumber penelitian - penelitian terdahulu, maka diangap sangatlah penting untuk melakukan penelitian tentang model spasial kemunculan cetacea di perairan laut sawu dan selat alor, agar dapat membantu pemerintah dalam melakukan pengelolaan berkelanjutan. 1.2. Rumusan Masalah (Research Question) Maka melihat dari uraian pendekatan masalah melalui penelitian - penelitian terdahulu tentang kelompok cetasea seperti paus dan lumba - lumba di beberapa Negara dan perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor, maka yang menjadi pertanyan - pertanyan penelitian (Research Question) dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pada musim apakah Cetacea menjadikan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai Alur Migrasi Pada ? 2. Berapakah jenis Cetacea yang melakukan migrasi di perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur? 3. Faktor - faktor oseanografi dan bioekologi apa saja yang dominan mempengaruhi migrasi ? 4. Berapakah kisaran sebaran variabel oseanografi hasil permodelan algoritma Digital Number (DN) citra satelit Sentinel 2B, Aqua Modis, dan nilai rata- rata data lapangan temperature permukaan laut dan klorofil-a di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur? 5. Bagamana srategi pengelolaan secara berkelanjutan untuk kawasan lintasan paus, lumba - lumba dan dugong di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur? 1.3. Tujuan Penelitian (Research Purposes) Melihat dari uraian permasalahan yang tersirat pada pendahuluan penulisan maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis musim apakah Cetacea menjadikan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai Alur Migrasi; 2. Untuk menganalisis jenis Cetacea yang melakukan migrasi di perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur; 3. Untuk menganalisis faktor - faktor oseanografi dan bioekologi apa saja yang dominan mempengaruhi migrasi; 4. Untuk menganalisis kisaran sebaran variabel oseanografi dan bioekologi hasil permodelan algoritma Digital Number (DN) citra satelit Sentinel 2B, Aqua Modis, dan nilai rata-rata data lapangan temperature permukaan laut
  • 6. dan klorofil-a di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur; 5. Untuk menganalisis srategi pengelolaan secara berkelanjutan untuk kawasan lintasan Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. 1.4. Orisinalitas, Aktualitas dan Noveltis Penyelusuran terhadap penelitian sebelumnya dilakukan untuk menentukan orisinalitas penelitian ini. Hasil penyelusuran tersebut tidak ditemukan adanya kesesamaan ide, judul atau metode dengan penelitian disertasi ini. Penelitian pola migrasi Cetacea yang telah dilakukan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan melihat karakteristik oseanografi dan bioekologi melalui pendekatan model algoritma spasio temporal. Oseanografi terdiri dari beberapa cabang yaitu oseanografi fisik, oseanografi kimia dan oseanografi biologi. Penelitian ini fokus pada karakteristik oseanografi yang mempengaruhi jalur migrasi Cetacea yaitu oseanografi fisika (kecepatan arus dan kedalaman perairan), oseanografi kimia (salinitas perairan dan temperature perairan,). Sedangkan karakteristik bioekologi terfokus pada klorofil-a, fitoplankton dan zooplankton. Hasil penelusuran penelitian - penelitian terdahulu tentang migrasi Cetacea. di beberapa Negara menemukan bahwa karakteristik oseanografi seperti kecepatan arus, kedalaman perairan, temperature perairan dan salinitas serta bioekologi seperti klorofil-a, fitoplankton dan zooplankton, sangat berpengaruh terhadap migrasi paus untuk blowing, logging, fluking, flipper - slapping, tail- slapping, spy-hopping, breaching dan feeding. Hasil penelusuran yang dapat dijadikan State of The Art, yang ditampilkan dalam Matriks Saintifik Evidensi. untuk mendukung orisinalitas dibedakan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, dilakukan penelusuran terhadap hasil - hasil penelitian terdahulu dan pustaka - pustaka penunjang lainnya yang secara spesifik mengkaji masalah migrasi Cetacea di perairan samudera dan perairan teluk melihat dari faktor – faktor oseanografi dan bioekologi. Kelompok kedua, dilakukan penelusuran terhadap hasil penelitian terdahulu dan pustaka – pustaka penunjang lainnya tentang penggunaan teknologi pengindraan jauh dan sistem informasi geografis untuk memetakan jalur migrasi Cetacea di beberapa belahan dunia melalui pendekatan variabel oseanografi dan bioekologi (Tabel Tidak dapat di tampilkan karena keterbatasan halaman). Penelitian berjudul Karakteristik Oseanografi dan Bioekologi Untuk Pengelolaan Alur Migrasi Cetasea Menggunakan Basis Data Spasio Temporal di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur, dari segi konsep keilmuan akan mengkaji dan menganalisis secara konkret tentang penggunaan data oseanografi, bioekologi serta data pengindraan jauh secara spesifik untuk menduga migrasi cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor agar dapat menjawab konsep ontologis keilmuan dalam penelitian ini. Metode dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini secara spesifik berkaitan dengan hakikat teori pengetahuan kahususnya pengembangan keilmuan oseanografi, bioekologi dan strategi pengelolaan dalam menganalisis jalur lintasan cetacea secara menyeluruh, maka penelitian ini sudah secara jelas menjawab konsep epistimologis dalam pengunaan kensep dan metode penelitian. Hasil penelitian ini akan memberikan rekomendasi secara spesifik
  • 7. untuk pengelolaan jalur lintasan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor agar berkelajutan, maka konsep dan hasil penelitian ini sudah menjawab konsep keilmuan aksiologis dalam penelitian ini. Berdasarkan permasalahan di atas dan merujuk pada beberapa penelitian terkait serta melihat konsep kilmuan ontologis, epistimologi dan aksiologi yang sudah dijelasakan secara jelas dalam perumusan noveltis ini, maka diyakini bahwa penelitian model spasial kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah baru dan orisinil. Penelitian ini diharapkan menghasilkan Noveltis / temuan baru berupa : 1). Pola migrasi Cetacea secara spesifik menggunakan data karakteristik oseanografi dan bioekologi berbasis spasio temporal di perairan Laut Sawu dan Selat Alor; 2). Menghasilkan model allgoritma baru tentang pola sebaran spesifik Cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dengan permodelan data lapangan oseanografi dan bioekologi dengan basis data spasio temporal citra satelit sentinel 2B dan citra satelit Aqua Modis; 3). Menghasilkan strategi pengelolaan berkelanjutan untuk migrasi Cetacea secara berkelanjutan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari 2020 - Desember 2020, matriks penelitian dapat dilihat pada lampiran 11. Lokasi penelitian berada pada perairan Laut Sawu dan Selat Alor Nusa Tenggara tersaji pada Gambar 1. Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Laut Sawu dan Selat Alor dan Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor
  • 8. 2.2. Metode Penetuan Lokasi Survei dan Pengamatan Cetacea Penentuan lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pada habitat Cetacea yang akan diamati. Lokasi penelitian ditentukan di sekitar Perairan Alor, Pantar, Lembata dan perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Penelitian dilakukan di sekitar Selat Ombai hingga Laut Flores melalui Selat Pantar dan Selat Lembata yang merupakan titik kemunculan Cetacea. Bagian utara Pulau Alor akan mewakili wilayah perairan yang terlindung, berada di antara pulau - pulau di Nusa Tenggara. Bagian selatan Pulau Lembata dan Alor mewakili wilayah perairan yang hanya diapit oleh Pulau Flores dan Pulau Timur yang merupakan laut lepas dan memiliki pengaruh langsung dengan Samudera Hindia. 2.3. Pengamatan Objek Penelitian dan Identifikasi Objek Pengamatan objek dilakukan setelah ditemukannya objek penelitian pada lokasi yang telah ditentukan. Pengamatan dilakukan di atas kapal pengamat, Kapal Motor. Adapun kapal pengamatan memiliki ukuran panjang ± 20 mater dan lebar ± 6 meter, dengan kecepatan rata-rata 6-7 knot, memiliki 2 dek pengamatan. Teknik pengamatan di atas kapal dilakukan dengan cara: Pengamatan secara visual dilakukan di atas kapal. Pengamatan visual (Visual survey) hanya dilakukan dengan mata telanjang disertai dengan alat bantu teropong (binocular) dan drone. Adapun pengamatan di atas kapal yang dilakukan dengan model Dual Platform (dua dek), pengamat melakukan pengamatan di dek bawah dan atas (Kahn and Kahn, 2016);(Kahn, 2017); (National et al., 2018);(Mustika et al., 2009). Desain pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2. 2.4. Analisis Data 2.4.1. Validasi Data Satelit Data satelit divalidasi dengan menggunakan data insitu dari data pengukuran hasil survey lapangan. Dengan menggunakan data SPL (suhu permukaan laut) dan klorofil-a pada lokasi yang dan waktu yang sama maka akan dapat diketahui validitas data satelit tersebut. Validasi dilakukan dengan menggunakan uji median (median test), (Hartoko et al., 2016); (Prieto, Tobeña, and Silva 2017). 2.4.2. Analisis Principal Component Analysis (PCA) Analisis Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk menganalisis linieritas pada setiap variabel penelitian. Variabel-variabel baru disebut sebagai principle component dan nilai-nilai bentukan dari varible ini disebut sebagai principle component score. Metode ini diadopsi dari (Fabozzi, Mann and Choudhry, 2002) .
  • 9. 2.4.3. Model Fungsi Distribusi Spasial Cetacea Untuk mendapatkan nilai optimum daerah potensial kemunculan Cetacea, dilakukan analisis distribusi data ekstraksi dari karakteristik oseanografis dengan menggunakan analisis empirical cumulative distribution function (ECDF). Analisis ECDF dilakukan dengan mengaplikasikan tiga langkah utama yaitu sebagaimana Andrade & Garcia (1999) yaitu Ektraksi Data sub- surface temperature di daerah kemunculan cetacea, Fluktuasi SPL dan Klorofil-a dan Analisis Korelasi data lapangan dengan SPL danKlorofil-a 2.4.4. Penyusunan Model Spasial Dstribusi Karakteristik Oseanografi dan Bioekologi Kemunculan Cetacea Setelah didapatkan nilai optimum lokasi kemunculan Cetacea pada variabel sub-surface temperature dengan analisis ECDF maka kemudian dilakukan penyusunan model spasial distribusi Cetacea. Model spasial disusun untuk melihat kondisi potensi daerah kemunculan pada waktu tertentu yang didasarkan pada nilai D(t) yang didapatkan pada hasil analisis ECDF terhadap sub-surface temperature. Model spasial disusun berdasarkan analisis regresi polinomial. Regresi polinomial digunakan untuk memodelkan masalah yang tidak bersifat linear (Hartoko et al., 2015). Model spasial disusun dengan model non linear karena nilai optimum variabel penyusunnya berdasarkan perhitungan distribusi ECDF tidak bersifat linear. 2.4.5. Perhitungan Visual Search Time (VST) Visual Search Time (VST) adalah rata-rata interval keseluruhan waktu pengelihatan dengan spesies tertentu. Visual Search Time (VST) dilakukan untuk mengurangi terjadinya bias terhadap masing - masing spesies Cetacea yang ditemukan saat pengamatan. VST dapat dihitung jika jumlah pertemuan dengan Cetacea lebih dari 2 kali, tepatnya n ≥3. VST dihitung dengan mencatat waktu antar pertemuan terhadap spesies Cetacea yang sama (Kahn, 2016) . 2.4.6. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pengindraan Jauh Penginderaan jauh atau inderaja (remote sensing) adalah seni dan ilmu untuk mendapatkan informasi tentang obyek, area atau fenomena melalui Analisa terhadap data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah ataupun fenomena yang dikaji (Lillesand et al.,1979). Dalam penelitian ini menggunakan data pengindraan jauh Aqua modis dimana jenis citra ini terfokus pada perekaman suhu permukaan laut dan klorofil-a serta beberapa variabel yang lain. Kelebihan metode ini adalah mampu menggambarkan objek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan wujud dan letak objek yang mirip wujud dan letak di permukaan bumi, relatif lengkap, meliputi daerah yang luas, serta bersifat permanen hasil perekamannya akurat dan efesien sehingga sangat cocok untuk digunakan dalam penelitian yang memiliki cakupan wilayah yang luas seperti penelitian tentang Cetacea yang memiliki jalur lintasan yang luas baik dari samudera sampai pada perairan teluk, dengan pendekatan variabel oseanografi dan bioekologi. Kelemhan metode ini adalah perekaman dapat terganggu apabila ada gangguan luar angkasa seperti pesawat terbang, benda luar angkasa dan cuaca yang buruk seperti awan tebal sehingga proses perekaman tidak mendapatkan citra
  • 10. yang baik untuk digunakan dalam melakukan analisis, sehingga perlu adanya koreksi geometri dan radiometri pada citra satelit. Perlu diketahui bahwa penggunan data pengindraan jauh ini sebagai alat bantu dalam melakukan pengolahan data oseanografi dan bioekologi dalam memprediksi jalur migrasi cetacea, buka untuk melihat secara jelas gambaran cetacea di permukaan air laut pada saat kemunculan cetacea. 2.4.7. Analisi Data SWOT Teknik analisis data yang digunakan dalam merampung data wawancara dan FGD jalur lintasan Cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor adalah menggunakan teknik analisis SWOT dengan pendekatan kualitatif, yang terdiri dari Strenghts, Weakness, Opportunities dan Threaths. Analisis SWOT bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threaths). Menurut Syugionon, 2014 analisis SWOT adalah suatu identifikasi faktor strategis secara sistematis untuk merumuskan strategi. Strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai tujuan dari pengertian SWOT tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Evaluasi faktor Internal a. Kekuatan (strength), yaitu kekuatan apa yang dimiliki dalam melakukan pengelololaan jalur lintasan cetacea. Dengan mengetahui kekuatan, maka jalur lintasan cetacea dapat dikembangkan menjadi lebih konservatif dan sebagai pengembangan ekonomi masayarakat dibidang pariwisata bahari. b. Kelemahan (weakness), yaitu segala faktor yang tidak menguntungkan atau merugikan bagi pengembangan dan pengelolaan jalur lintasan cateca di Laut Sawu dan Selat Alor 2. Evaluasi Faktor Eksternal a. Peluang (opportunities), yaitu semua peluang yang ada sebagai kebijakan pemerintah dalam pengembangan jalur lintasan cetacea dan bagi pariwisata bahri untuk tumbuh serta berkembang di masa yang akan datang. b. Ancaman (threaths), yaitu hal-hal yang dapat mendatangkan kerugian bagi jalur lintasan cetacea, seperti penggerusan lingkungan yang diakibatkan oleh pemanfaatan yang tidak terkontrol di Kawasan jalur lintasan Cetacea seperti tumpahan minyak, kerusakan ekosistem pesisir dan penagkapan ikan tidak ramah lingkungan lainya. Berdasarkan hasil analisis SWOT, terdapat empat alternatif strategi yang tersedia yaitu strategi SO, WO, ST dan WT. Matriks SWOT digambarkan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Matriks SWOT Dalam Remusukan Strategi Pengelolaan IFE EFE Kekuatan (S) Kelemahan (W) Peluang (O) Strategi SO (Strategi yang memanfaatkan kekuatan dan memanfaatkan peluang) Strategi WO (Strategi yang meminimalkan kelemahan dan memanfaatkan peluang) Ancaman (T) Strategi ST (Strategi yang menggunakan kekuatan dan mengatasi ancaman) Strategi WT (Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman)
  • 11. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dideklarasikan oleh pemerintah sebagai sebuah Taman Nasional Perairan dengan nama Taman Nasional Perairan Laut Sawu (TNP Laut Sawu) melalui sebuah Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 38/2009 tanggal 8 Mei 2009. TNP Laut Sawu mempunyai luas perairan sekitar 3,5 juta hektar. TNP Laut Sawu terdiri dari 2 bagian yaitu wilayah Perairan Selat Sumba dan sekitarnya, seluas 567.165, 64 ha dan Wilayah Perairan Pulau Sabu-Rote-Timor-Batek dan sekitarnya, seluas 2.953.964, 37 hektar perairan Laut Sawu. Sedangkan Perairan Selat Alor berada di bagian selatan Laut Sawu yang dimana selat ini menghubungkan Pulau Alor, Pulau Pantar dan Pulau Flores. Perairan ini memiliki tingkat kenakeragaman hayati yang tinggi baik dari spesies ikan dan mamalia laut yang melakukan migrasi ke perairan ini untuk mencari makan, reproduksi dan berlindung. 3.2. Bulan dan Musim Kemunculan Cetacea Di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor Penelitian tentang pemantauan jalur lintasan Cetacea dan mamalia laut di perairan Laut Sawu (Barat Teluk Kupang, Barat Teluk Kupang, Laut Sawu, Laut Sawu) dan Selat Alor (Alor Kecil, Timur Pura, Batu Putih, Selat Pantar, Selat Pantar, Pulau Lapang, Puntaru, Marica, Pulau Batang, Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor, Lembata, Laut Sawu dan Selat Alor, Perairan Lamalera, Selatan Lamamera, Munaseli, Selat Ombai) dilakukan dalam dua musim yang berbeda yaitu musim timur dari bulan Mei-Juni 2020 dan musim barat dari bulan November- Desember 2020 sampai dengan bulan November tahun 2020. (Dalam Orasi Ilmiah ini akan disampaikan penelitian di musim timur, karena waktu yang terbatas). Survei lapangan dilakukan dalam pada Mei sampai Juni 2020 dilakukan pengambilan data untuk mewakili musim Timur. Menurut penelitian dari Muskananfola et al., 2021 mengatakan bahwa musim timur di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor terjadi pada Mei-Agustus sedangkan musim barat terjadi pada bulan Desember-Februari. Penelitian juga dilakukan oleh Dida et al. (2016) di Perairan Indonesia menemukan bahwa angin muson secara bergantian bergerak melintasi wilayah Indonesia sepanjang tahun dengan periode enam bulan yakni bulan April hingga September (angin muson timur) dan Oktober hingga Maret (angin muson barat). Hasil Survei menujukan pada musim timur titik kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat dilihat pada Gambar 3. Jalur survei pada musim timur dimulai dari Perairan Alor, Perairan Flores sampai dengan Perairan Laut Sawu dengan kecepatan laju kapal berkisar antara 7 knot - 10 knot dengan jalur zig-zag, maka ditemukan titik-titik kemunculan cetacea pada musim timur bulan Mei sampai dengan Juni 2020 terdapat 34 titik kemunculan Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor (Gambar 3) . Menurut penelitian dari Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang tahun 2013, menemukan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai salah satu kawasan perairan yang selalu dilintasi oleh Cetacea dan mamalia laut lainnya seperti Paus, Lumba-lumba dan Dugong oleh karena Laut Sawu dan Selat Alor berada diantara Samudra Hindia dan Samudera Pasifik yang dimana setiap tahunnya terjadi pertemuan arus
  • 12. samudera dan mengakibatkan terjadinya upwelling di perairan tersebut maka cenderung sering terjadi peningkatan produktivitas primer di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Banyak Cetacea dan mamalia laut lainnya yang bermigrasi ke perairan tersebut untuk mencari makan, beranak dan berlindung. Penelitian dilakukan oleh Kahn, 2017, menemukan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai jalur migrasi dan tempat tinggal bagi Cetacea dan mamalia laut lainnya. Hal ini dikarenakan letak Laut Sawu dan Selat Alor serta perairan disekitaranya sangat strategis di mana setiap tahunnya terjadi pertemuan arus Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sehingga meningkatkan temperatur permukaan laut yang hangat serta meningkatnya produktivitas primer di perairan tersebut. Peningkatan produktivitas primer pada badan perairan berdapak pada kesuburan perairan yang mengundang banyak mamalia laut yang berdatangan untuk mencari makan, menetap dan melakukan traveling di perairan tersebut. Gambar 3. Titik Kemunculan Cetacea dan Mamalia laut Pada Musim Timur Tahun 2020
  • 13. 3.2.1. Kemunculan Paus di Badan Perairan Jenis cpaus yang ditemukan di pada saat survei pada musim timur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis paus yang muncul di badan perairan saat survei musim Timur Tahun 2020 No Latitude Longitude Lokasi Jumlah Jenis Kemunculan 1 125,193471 -8,124659 Alor Selatan 1 Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) 1 2 124,163432 -8,231114 Timur Pulau Batang 2 Blue Whale (Balaenoptera musculus) 2 3 123,64931 -8,519334 Perairan Lembata 1 Sperm Whale (Physeter macrocephalus) 3 4 123,342676 -8,700972 Utara Lembata 1 Sperm Whale (Physeter macrocephalus) 2 5 122,854419 -9,111263 Laut Sawu dan Selat Alor I 2 Blue Whale (Balaenoptera musculus) 4 6 122,801963 -9,692648 Laut Sawu dan Selat Alor II 1 Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) 2 7 123,239095 -9,758218 Barat Teluk Kupang 1 Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) 3 8 123,842336 -8,96701 Utara Laut Sawu dan Selat Alor II 1 Sperm Whale (Physeter macrocephalus) 4 9 124,596404 -8,908788 Selat Ombai 2 Blue Whale (Balaenoptera musculus) 1 Jumlah 12 22 Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa kemunculan paus pada musim timur banyak ditemukan di Laut Sawu dan Selat Alor yaitu di Perairan Alor Selatan dengan jumlah individu 1 dan kemunculanya 1 dengan tingkah laku Lobtailing dan Feeding, Perairan Pulau Batang dengan jumlah individu sebanyak 2 dan jumlah kemunculan 2 kali dengan tingkah laku Lobtailing dan Feeding, Perairan Lambata
  • 14. dengan jumlah individu 1 dan titik Kemunculan 3 dengan tingkah laku Lobtailing dan Avoidance, Perairan Utara Lembata jumlah individu 1 dan jumlah kemunculan 2 kali dengan tingkah laku Lobtailing dan Feeding, Perairan Laut Sawu I ditemukan 2 individu dengan kemunculan sebanyak 4 kali dengan tingkah laku Lobtailing, Laut Sawu II ditemukan jumlah individu 1 dengan jumlah kemunculan sebanyak 2 kali dengan tingkah laku Lobtailing dan Feeding, kemunculan berikutnya Barat Teluk Kupang dengan jumlah individu 1 dan jumlah kemunculan sebanyak 3 kali dengan tingkah laku Feeding, ditemukan di Peraian Laut Sawu dan Selat Alor III dengan jumlah individu 1 dengan jumlah kemunculan 4 kali serta memiliki tingkah laku Breaching dan yang terakhir di Perairan Selat Ombai dengan jumlah individu 2 dan jumlah kemunculan sebanyak 1 kali dengan tingkah laku Lobtailin. Rata-rata titik kemunculan di setiap perairan di kawansan Laut Sawu dan Selat Alor memiliki frekwensi kemunculan yang beragam dengan jumlah individu yang beragam yaitu berkisar antara 1- 4 kali kemunculan dengan jumlah individu paus berkisar antara 1- 2 individu. Jenis dan individu paus yang paling banyak ditemukan di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor adalah jenis Sperm Whale (Physeter macrocephalus) yang selalu ditemukan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim timur bulan Mei-Juni 2020. Menurut penelitian dari (Savu et al., 2017) ; (Mustika, 2006) ; (Putra et al.,2021) ; Juga menemukan jenis paus yang sering melintasi Perairan Laut Sawu dan Selat Alor yaitu jenis paus Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus), Sperm Whale (Physeter macrocephalus), khususnya jenis Paus Sperm Whale (Physeter macrocephalus) ditemukan melakukan memiliki tingkah laku mencari makan dan sering kali ditemukan di perairan tersebut maka peneliti - peneliti sebelumnya menduga jenis paus ini mejadikan Laut Sawu dan Selat Alor tempat tinggal. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh beberapa peneliti Cetacea yaitu (Praca et al., 2009) ; (Forney, 2007) ; (Redfern et al., 2006); (Smith et al., 1986) ; mengatakan bahwa Cetacea yang sering ditemukan di sebuah perairan dan tidak pernah pergi meninggalkan perairan tersebut maka dapat dikatakan bahwa Cetacea tersebut sudah menjadikan perairan itu sebagai tempat tinggal untuk berkembang biak. 3.2.2. Visual Search Time (VST) Paus Total kemunculan paus di musim timur di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor maka perlu dihitung Visual Search Time (VST) atau hasil perhitungan Visual Search Time untuk spesies paus yang muncul di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim timur bulan Mei sampai Juni 2020 selama survei lapangan. VST dihitung dengan Waktu Pertemuan Spesis A dikurangi dengan Waktu yang dihabiskan untuk melihat spesies lain serta dibagi dengan jumlah total pertemuan Spesies A maka mendapatkan hasil perhitungan frekwensi kemunculan paus di badan perairan yang dapat dilihat pada Gambar 4. 7 9 6 0,47 0,53 0,54 0,42 0,44 0,46 0,48 0,50 0,52 0,54 0,56 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) Sperm Whale (Physeter macrocephalus) Blue Whale (Balaenoptera musculus) Frekwensi Kemunculan VST
  • 15. Gambar 4. Frekwensi Kemunculan Paus Di Badan Perairan VST kemunculan Paus di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor berkisar antara 0,47 jam sampai dengan 0,54 jam. Dimana Balaenoptera musculus muncul setiap 0,54 jam dengan frekwensi kemunculan 6 kali, Physeter macrocephalus muncul setiap 0,53 dengan frekwensi kemunculan 9 kali dan Kogia breviceps muncul setiap 0,47 dengan frekwensi kemunculan 7 kali. Total kemunculan tertinggi ada pada jenis Physeter macrocephalus yaitu berjumlah 9 kemunculan dan di iikuti oleh Kogia breviceps dengan frekwensi kemunculan sebanyak 7 kali di perairan Laut Sawu dan Selat Alor jumlah terendah untuk kemunculan individu di badan perairan adalah Balaenoptera musculus. Akan tetapi nilai Visual Search Time (VST) untuk kemunculan individu tertinggi adalah jenis paus Balaenoptera musculus. Hal ini dikarenakan tingginya VST bukan tergantung dari banyakanya kemunculan paus di badan perairan akan tetapi tingginya waktu kemunculan dan perjumpaan terhadap individu tersebut. Waktu perjumpaan yang singkat akan berakibat pada rendahnya VST pada spesies tersebut. Menurut penelitian (Anshori et al., 2005) ; (Kahn, 2017) ; (Sukresno et al., 2018) yang dilakukan di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan Perairan Taman Nasional Komodo menemukan bagian utara Perairan Taman Nasional Komodo dan Laut Sawu menemukan 4 spesies Cetacea yaitu Stenella longirostris, Stenella attenuata, Physeter macrocephalus, dan Tursiops truncatus dengan rata – rata VST berkisar antara 0,1 jam sampai dengan 0,3 jam dengan rata-rata jumlah perjumpaan individu berkisar antara 4 – 8 kali perjumpaan spesies. Tingkah laku merupakan perilaku Paus di perairan saat melakukan aktivitas. Tingkah laku sebagai variabel penting dalam kita meneliti jalur lintasan dari Paus (whale) (Fish et al.,1995) ; (Benoit-Bird, 2004). Penelitian yang dilakukan di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim timur bulan Mei-Juni 2020 menemukan beberapa tingkah laku yang dilakukan oleh setiap individu Paus di badan perairan. Identifikasi tingkah laku ini disesuaikan dengan tabel tingkah laku Cetacea yang dikembangkan oleh (Carwadine, 1995) (Kahn, 2017). maka pada saat penelitian musim timur bulan Mei-Juni 2020 di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor menemukan 3 jenis Cetacea dengan tingkah laku yang cukup beragam. Tabel hasil penelitian untuk tingkah laku kemunculan Paus pada musim timur di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkah Laku Paus pada saat kemunculan di badan perairan Lokasi Jenis Tingkah Laku (Behavior) Alor Selatan Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) Lobtailing, Feeding Timur Pulau Batang Blue Whale (Balaenoptera musculus) Lobtailing, Feeding Perairan Lembata Sperm Whale (Physeter macrocephalus) Lobtailing dan Avoidance Utara Lembata Sperm Whale (Physeter macrocephalus) Lobtailing, Feeding Laut Sawu I Blue Whale (Balaenoptera musculus) Lobtailing Laut Sawu II Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) Lobtailing, Feeding Barat Teluk Kupang Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) Feeding Utara Laut Sawu Sperm Whale (Physeter macrocephalus) Breaching
  • 16. Selat Ombai Blue Whale (Balaenoptera musculus) Lobtailing Dari hasi penelitian menemukan jenis Paus Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) yang ditemukan di Perairan Alor Selatan, Laut Sawu II dan Barat Teluk Kupang memiliki tingkah laku yang cukup beragama yaitu Lobtailing dan Feeding, Jenis Blue Whale (Balaenoptera musculus) juga memiliki tingkah laku yang beragam dimana jenis paus ini ditemukan di Perairan Timur Pulau Batang, Laut Sawu I dan Selat Ombai dengan tingkah laku Lobtailing dan Feeding dan jenis yang terakhir adalah jenis Paus Sperm Whale (Physeter macrocephalus) jenis paus ini ditemukan di Perairan Lembata, Utara Lembata dan Utara Laut Sawu dan Selat Alor dengan tingkah laku Lobtailing, Avoidance dan Feeding. Dengan melihat tingkah laku paus untuk 3 jenis Paus Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan Sperm Whale (Physeter macrocephalus) diduga ketiga paus ini melakukan migrasi untuk mencari makan dan berkembang biak di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Hal ini didukung dengan penelitian tentang beberapa Odontoceti diduga melakukan kerjasama dalam kelompok besar dan terpusat ketika menggiring schooling ikan-ikan pelagis. Beberapa spesies Paus bergerak dan tersebar di daerah yang luas, dimungkinkan berkomunikasi secara akustik dan visual dan menggunakan broad band echolocation clicks untuk mencari makan. Tingkah laku paus yakni melakukan aktivitas melompat ke udara dengan terlebih dahulu dan menjatuhkan diri kembali ke air Aktivitas ini disebut dengan istilah breaching. Aktivitas ini diduga untuk menghilangkan parasit yang menempel pada tubuhnya, unjuk kekuatan, sekedar kesenangan (Carwadine, 1995), dan suatu bentuk komunikasi pada kelompok mereka (Carwadine, et al., 1997). Salah satu aktivitas yang sangat sering dilakukan oleh Paus adalah Lobtailing dan Feeding yaitu gerakan mengangkat fluks ke luar permukaan air dan memukul-mukulkan ke permukaan air dan banyak gerombolan ikan yang berada di sekitarnya tingkah laku seperti ini diduga paus melakukan aktivitas mencari makan. Gerakan seperti ini berkaitan dengan kegiatan mencari mangsa dan pergerakan waktu migrasi. Keuntungan hidup berkelompok akan mempermudah pencarian makanan, proses perkawinan, proses membesarkan anak serta melindungi diri dari ancaman pemangsa (Evans, 1987). 3.2.3. Jenis Fito Plankton dan Zoo Plankton di Setiap Lokasi Kemunculan Paus Pada Musim Timur Mei – Juni 2020 Survei lapangan yang dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2020 pun dilakukan pengembilan data Fitoplankton dan Zooplankton di setiap kemunculan Paus di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Data Jenis Fitoplankton dan Zooplankton hasil analisis dan identifikasi dapat dilihat pada 4. Tabel 11. Data Total Fitoplankton dan Zooplankton Setiap Kelas di Lokasi Kemunculan Paus pada Musim Timur Lokasi Kemunculan Jenis Paus Jumlah Kemunculan Kelas Fito Plankton Jumlah Total Fito (Sel/L) Kelas Zoo Plankton Jumlah Total Zoo (Ind/l) Alor Selatan Kogia breviceps 1 Bacillariophyceae 522 Sarcodina 177 Timur Pulau Batang Balaenoptera musculus 2 Bacillariophyceae 412 Polychaeta 250 Perairan Lembata Physeter macrocephalus 3 Bacillariophyceae 874 Crustacea 320 Utara Lembata Physeter macrocephalus 2 Bacillariophyceae 434 Gastropoda 170
  • 17. Laut Sawu I Balaenoptera musculus 4 Bacillariophyceae 439 Ophiuroidea 43 Laut Sawu II Kogia breviceps 2 Cyanophyceae 524 Sarcodina 102 Barat Teluk Kupang Kogia breviceps 3 Dinophyceae 433 Polychaeta 97 Utara Laut Sawu Physeter macrocephalus 4 Bacillariophyceae 747 Crustacea 410 Selat Ombai Balaenoptera musculus 1 Bacillariophyceae 208 Gastropoda 382 Bentuk dari setiap kelas plankton baik Fitoplankton dan Zooplankton yang ditemukan saat musim timur di lokasi kemunculan Paus di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat dilihat pada Gambar 5. hasil identifikasi Fitoplankton dan Zooplankton pada survei bulan Mei sampai Juni 2020 pada musim timur maka dapat dijelaskan bahwa kelas Fitoplankton ditemukan terdapat 3 kelas yang ditemukan yaitu Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan Dinophyceae setiap kelas dan bentuk Fitoplankton dapat dilihat pada Gambar 5. Dari ketiga kelas Fitoplankton tersebut yang memiliki jumlah total terbanyak setiap sel/l di perairan kemunculan Paus adalah kelas Bacillariophyceae dengan jumlah 874 sel/l dengan kemunculan jenis Physeter macrocephalus di Perairan Lembata. Sedangkan yang memiliki jumlah total terendah adalah kelas Bacillariophyceae dengan kemunculan Paus jenis Balaenoptera musculus di Selat Ombai. Sedangkan untuk Zooplankton yang ditemukan di setiap kemunculan Paus pada bulan Mei - Juni 2020 musim timur ditemukan 5 kelas yaitu Sarcodina, Polychaeta, Crustacea, Gastropoda dan Ophiuroidea dapat dilihat pada Tabel 11. Dari ke 5 kelas Zooplankton tersebut yang memiliki kemunculan terbanyak adalah kelas Crustacea dengan jumlah 410 ind/l dengan kemunculan paus jenis Physeter macrocephalus di Perairan Utara Laut Sawu. Kemudian jumlah kelas Zooplankton terendah adalah Ophiuroidea dengan jumlah 43 ind/l pada kemunculan jenis Paus Balaenoptera musculus di perairan Laut Sawu I. Menurut Nybakken (1992) bagian terbesar Zooplankton adalah anggota filum Arthropoda. Dari Phylum Arthropoda hanya Crustacea yang hidup sebagai plankton dan merupakan Zooplankton terpenting bagi ikan di perairan air tawar maupun air laut. Crustacea berarti hewan-hewan yang mempunyai sel yang terdiri dari kitin atau kapur yang sukar dicerna. Crustacea dapat dibagi menjadi 2 golongan: Entomostracea atau udang-udangan tingkat rendah dan Malacostracea atau udang-udangan tingkat tinggi. Menurut penelitian (Werth et al., 2019 ; Burkard et al., 2015 ; Chen, 2012) Paus memiliki elevasi kranial yaitu pengeluaran air yang disaring dimulai dengan percikan kecil di anterior mulut, diikuti oleh aliran keluar berkelanjutan di daerah tengah atau posterior mulut terlepas dari percikan di dalam mulut yang bebas turbulensi selama menelan, tetapi perendaman kepala Paus menciptakan pusaran di kolong air dan pusaran air permukaan yang cukup besar dengan tujuan untuk mengumpulkan mangsa seperti udang kecil dan ikan kecil berkelompok untuk di makan. Rice (1967) menyatakan bahwa Odontoceti memakan variasi nekton, plankton, ikan bentik dan Cephalopoda. Penelitian yang dilakukan oleh (Aragones et al.,2013) ; (Cotté.,2011) ; (Salim, 2011) ; (Jourdain.,2017) Makanan pokok Paus Kogia breviceps, Balaenoptera musculus dan Physeter macrocephalus adalah Krill, Copepoda, Crustacea dan Gastropoda dan kadang mereka juga memakan cumi- cumi dalam jumlah kecil. Spesies dan kelas Zooplankton ini dimakan oleh berbagai paus biru dari satu samudra ke samudra lain. Di Atlantik Utara,
  • 18. Meganyctiphanes norvegica, Thysanoessa raschii, Thysanoessa inermis dan Thysanoessa longicaudata merupakan makanan yang umum. Gambar 5. Jenis Fito Plankton dan Zoo Plankton yang di temukan pada saat kemunculan Pasu 3.2.4. Faktor Oseanografi Kemunculan Paus A. Kedalaman Perairan dan Temperatur Kedalaman Kemunculan Paus di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor Rata-rata kedalaman perairan dan temperatur perairan kemunculan Paus di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor sesuai dengan permodelan data General Bathymetric Chart of the Oceans (GEBCO) dan Copernicus Marine Service (CMS) dengan berkisar antara 1003 m – 3318 m sedangkan data temperatur kedalaman berkisar antara 10,2 – 4,10 C. Kisaran kedalam dan temperatur kedalaman ini diekstrak dari data GEBCO dan CMS sesuai dengan titik kemunculan Paus di badan perairan. Perbandingan rata- rata kedalaman perairan dan temperature kedalaman titik kemunculan Paus di setiap titik kemunculan dapat dilihat pada pada Gambar 6. Gambar 6. Kedalaman titik kemunculan Paus di perairan
  • 19. Melihat dari gambar di atas dapat dijelskan bahwa titik kemuncualn setiap jenis paus Kogia breviceps barada pada kedalaman 1347m – 3316m dengan kisaran temperatur kedalaman adalah 4,2 0 C - 10,2 0 C jenis Balaenoptera musculus berada di kedalaman 1003m-3318m dengan kisaran temperatur kedalaman berkisar antara 10,2 0 C – 4,2 0 C, jenis Physeter macrocephalus ditemukan di kedalaman 1918 m – 3309m dengan temperature kedalaman 4,2 0 C - 10,2 0 C. Rata-rata kedalaman dan temperatur ini kemudian dianalisis lebih spesifik sesuai dengan kemunculan jenis paus agar dapat memberikan gambaran secara jelas kemunculan dan topografi dasar Laut Sawu dan Selat Alor menggunakan model 3 dimensi multi layer untuk dapat melihat secara spesifik kisaran temperatur kedalaman dari kedalaman 10 m -3000 m. Model 3 dimensi multi layer dapat dilihat pada Gambar 7. Kemuncualn jenis paus Kogia breviceps barada pada kedalaman 1347m - 3316 dengan kisaran temperature kedalam adalah 4,2 0 C - 10,2 0 C jenis Balaenoptera musculus berada di kealaman 1003m – 3318m dengan kisaran temperature kedalaman berkisar antara 10,2 0 C – 4,2 0 C, jenis Physeter macrocephalus ditemukan di kedalaman 1918 m – 3000 m dengan temperature kedalam 4,2 0 C - 10,2 0 C di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat juga dianalisis bahwa ke beradaan jenis paus di perairan ini diduga kuat karena mengikuti temperatur kedalaman laut yang dingin dari Samudera Hindia. Hal ini dibuktikan dengan model multilayer 3 dimensi secara vertikal sebaran temperature kedalaman perairan dari kedalaman 10m – hingga 3000 m menujukan bahwa arus dingin dari Samudera Hindia masuk melalui dasar laut yang landai hingga kedalaman 3000m dengan temperatur turuan mencapai 4,1 0 C . Rendahnya Menurut penelitian dari (Frantzis et al., 2011) ; (Kahn, et al 1993) ; (Lubis, et al 2017) bahwa paus adalah mamalia laut yang memili tingkat ruaya mencapai 800 km dengan kedalaman mencapai 3000 m, paus dapat hidup di daerah dengan kisaran temperature mencapai 30 C dimana rata-rata temperature ini seperti ini ditemukan di daerah topografi dasar laut yang cukup landai, keberadaan paus di dasar perairan yang landai dengan tujuan agar dapat melindungi dari dari mangsa dan cuaca yang ekstrim. Penelitian juga dilakukan oleh (Dolar et al., 2006) ; (Smith et al., 2012) ; (Rowat et al., 2009) di Perairan Filipina dan Australia menemukan menggunakan gelombang suara untuk mengidentifikasi kemunculan paus di dasar perairan menemukan kemunculan paus di kedalaman 2700m dengan dengan kondisi dasar laut yang landai, penelitian ini menyimpulkan bahwa salah satu cara yang dilakukan oleh paus agar terhindar dari serangan predator adalah menengelamkan diri di dasar laut agar tidak mendapatkan ancaman dari lingkungan sekitarnya.
  • 20. Gambar 7. Multi layars kedalaman di setiap kemunculan Paus di Laut Sawu dan Selat Alor 3.3. Algoritma Sebaran Temperatur Permukaan Laut dan Klorofil a Data Sentinel 2B , Data Aqua Modis dan Data Lapangan Kemunculan Paus di Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor Musim Timur Permodelan algoritma temperature permukaan laut data survei lapangan dengan data sentinel 1A dilakukan menggunakan regresi polynomial. Hal ini dikarenakan dengan melalui uji regresi linier, regresi quadratic dan regresi berganda yang memiliki nilai R2 terbesr adalah regresi polynomial. Sehingga digunakan untuk melakukan permodelan algoritma untuk temperatur permukaan laut. Menurut penelitian (Hartoko et al, 2015) mengatakan bahwa model regresi yang cocok dalam melakukan permodelan algoritma data lapangan dan data satelit adalah menggunakan regresi polynomial. Model sebaran rata-rata temperature dan nilai R2 regresi polynomial data temperatur permukaan laut survey lapangan dan data DN (Digital Number) citra satelit Sentinel 1A kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat dilihat pada Gambar 8.
  • 21. Gambar 8. Grafik Hubungan Temperatur Permukaan laut Survei Lapangan dan DN Band 1 / Band 2 Sentinel 2B Musim Timur. Hasil uji regresi polynomial didapatkan antara band1/band2 citra satelit Sentinel 2B dengan nilai rata-rata temperatur permukaan laut hasil survey lapangan di setiap kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0,96 dengan nilai korelasi r sebesar 0,97 maka persamaan regresi polynomial yang didapatkan : Temp = - 2,6798*((B1 / B2)*(i1/i2)) + 158,55*(i1/i2) – 2315,3). Berdasarkan nilai r yang didapatkan mengindikasikan bahwa ada hubungan yang kuat antar nilai DN Band1/Band2 citra satelit Sentinel 2B dan nilai temperatue permukaan laut hasil pengukuran lapangan kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Permodelan algoritma antara data temperatur permukaan laut survey lapangan kemunculan cetacea dan data DN Sentinel 2B band1/band2 menghasilkan sebaran rata-rata temperatur permukaan di lokasi kemunculan cetacea Laut Sawu dan Selat Alor. Peta sebaran temperatur permukaan laut di perairan Laut Sawu dan Selat Alor hasil permodelan algoritma tersaji pada Gambar 9. y = -2,6798x2 + 158,55x - 2315,3 R² = 0,963 r = 0,97 00 05 10 15 20 25 30 35 26 27 28 29 30 31 Data Lapangan SST (Derajat C) B1/B2 Sentinel 2B (Derajat C)
  • 22. New Algoritma (Temp = -2,6798*((B1 / B2)*(i1/i2)) + 158,55*(i1/i2) – 2315,3) Gambar 9 . Peta Sebaran rata-rata temperature permukaan laut hasil permodelan algoritma kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor Musim Timur 2020 Melihat dari Gambar 9. dapat dijelaskan bahwa sebaran rata-rata temperatur permukaan laut musim timur di lokasi kemunculan cetacea pada perairan Laut Sawu dan Selat Alor berkisar antara 12,0 0 C – 30,0 0 C dengan titik kemunculan terbanyak berada di kisaran temperatur permukaan laut 160 C – 28.50 C . Penurunan temperature yang sangat signifikan pada perairan Laut Sawu dan Selat Alor terutama di perairan Alor Kecil waktu survei lapangan bulan Mei 2020 terjadinya air laut dingin hal ini diduga adanya proses upwelling di perairan tersebut sehingga berdampak pada penurunan temperatur permukaan laut. Menurut penelitian (Tubalawony et al, 2012) ; (Sydeman et al., 2014) ; (Zhou et al., 2019) mengatakan bahwa penurunan temperatur permukaan laut diakibatkan karena adanya aktivitas upwelling. Menurut penelitian (National et al., 2018) ; (Putra et al.,2021) ; (Muskananfola et al, 2021) ; (Mustika, 2006) ; (Sukresno et al., 2018) ; (Kahn, 2017) mengatakan bahwa perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim timur kisaran temperatur permukaan laut normal berkisar antara 20,00 C – 30,00 C. Kemunculan cetacea di permukaan survei musim timur menemukan kisaran temperatur 18,00 C – 28.00 C kisaran rata-rata temperature permukaan laut ini sangat sering ditemukan penampakan cetacea pada musim Timur. Penelitian yang dilakukan oleh (Forestell et al., 2011) mengatakan bahwa kisaran temperatur penampakan cetacea di badan perairan berkisar antara 12,00 C – 28,0 C.
  • 23. 3.4. Permodelan Algoritma Klorofil-a Citra Satellit Aqua Modis Level 3 dan Data Citra Sentinel 2B. Permodelan algoritma temperatur permukaan laut data Aqua MODIS Level 3 dengan data sentinel 2B dilakukan menggunakan regresi polynomial. Hal ini dikarenakan dengan melalui uji regresi linier, regresi quadratic dan regresi berganda yang memiliki nilai R2 terbesar adalah regresi polynomial. Sehingga digunakan untuk melakukan permodelan algoritma untuk sebaran klorofil-a. Menurut penelitian (Hartoko et al., 2015) mengatakan bahwa model regresi yang cocok dalam melakukan permodelan algoritma data lapangan dan data satelit adalah menggunakan regresi polynomial. Model sebaran rata-rata temperatur dan nilai R2 regresi polynomial data klorofil-a survey satelit Aqua MODIS level 3 dan data DN (Digital Number) citra satelit Sentinel 2B dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Grafik Hubungan Klorofila-a Aqua MODIS Level 3 dan DN Band 3 / Band 1 Sentinel 2B Musim Timur. Hasil uji regresi polynomial didapatkan antara band3/band2 citra satelit Sentinel 2B dengan nilai rata-rata klorofil-a hasil survey satelit aqua MODIS level 3 di setiap kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor hingga Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0,97 dengan nilai korelasi r sebesar 0,98 maka persamaan regresi polynomial yang didapatkan : Klorofil-a = -0.2196 *((B3 / B1)*(i1/i2)) + 1.4365*(i1/i2) – 0.0909. Berdasarkan nilai r yang didapatkan mengindikasikan bahwa ada hubungan yang kuat antar nilai DN Band1/Band2 citra satelit Sentinel 2B dan nilai klorofil-a data satelit Aqua Modis Level 3 untuk kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Permodelan algoritma antara data klorofil-a citra satelit Aqua Modis kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan data DN Sentinel 2B band3/band1 menghasilkan sebaran rata-rata klorofil-a di lokasi kemunculan cetacea Laut Sawu dan Selat Alor sampai pada Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor. Peta sebaran klorofil-a di perairan Laut Sawu dan Selat Alor hasil permodelan algoritma tersaji pada Gambar 11. y = -0,2196x2 + 1,4365x - 0,0909 R² = 0,97 r = 0.98 00 00 00 01 01 01 01 01 02 02 02 00 01 01 02 02 Data Aqua MODIS Klorofil-a DN B3/B1 Sentinel 2B
  • 24. New Algoritma: Klorofil-a = -0.2196 *((B1/ B3)*(i1/i2)) + 1.4365*(i1/i2) – 0.0909 Gambar 10. Peta Sebaran rata-rata klorofil-a hasil permodelan algoritma kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor Musim Timur 2020 Melihat dari Gambar 33. dapat dijelaskan bahwa sebaran rata-rata klorofil-a musim timur di lokasi kemunculan cetacea pada perairan Laut Sawu dan Selat Alor berkisar natara 0.1 mm/m3 – 1.0 mm/m3 dengan titik kemuncualn terbanyak berada di kisaran temperatur permukaan laut antara 0.1 mm/m3 – 0.8 mm/m3 . Menurut penelitian (National et al., 2018) ;( Putra et al.,2021) ; (Muskananfola et al, 2021) ; (Mustika, 2006) ; (Sukresno et al., 2018) ; (Kahn, 2017) mengatakan bahwa perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim timur kisaran klorofil-a berkisar antara 0.1 mm/m3 – 1.0 mm/m3 dengan rata-rata kemunculan cetacea berada di perairan yang memiliki tingkat klorofil-a yang berada diantara 0.2 mm/m3 0.8 mm/m3 kisaran rata - rata klorofil-a ini sangat sering ditemukan penampakan cetacea pada musim Timur di Laut Sawu dan Selat Alor. 3.5. Emperical Cumulative Distribusi Function (ECDF) Faktor Oseanografi dan Kemunculan Cetacea pada Musim Timur di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alorf-Flores Empirical cumulative distribution function (ECDF) merupakan fungsi distribusi komulatif yang digabungkan dengan pengukuran empiris dari suatu deret sampel. Cumulative distribution function sendiri merupakan fungsi langkah atau fungsi deret yang menghitung sampel berdasarkan pada 1/n dari sejumlah n sampel. Sedangkan empirical distribution function digunakan dalam
  • 25. estimasi Cumulative distribution function pada setiap point dari sampel (Shorack et al.,1986) Penentuan model spasial kemunculan cetacea musim timur dilakukan dengan menggunakan data temperatur permukaan laut dan data klorofil-a. Jenis data yang digunakan dalam analisis ini adalah menggunakan data Citra Satelit Aqua MODIS. Analisis yang digunakan adalah metode Empirical cumulative distribution function (ECDF) terhadap temperatur permukaan laut, data Klorofil-a dan data kedalaman untuk setiap kemunculan. Analisis ECDF digunakan untuk melihat distribution function temperatur permukaan laut untuk kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor. Permodelan ini menggunakan aplikasi MITAB 18 dimana koordinat setiap titik kemunculan cetacea di overlay dengan temperatur permukaan laut citra satelit Aqua MODIS level 3 kemudian data tersebut di ekstrak untuk mengambil nilai numerik temperatur permukaan laut di setiap titik kemunculan cetacea. Grafik sebaran rata-rata temperatur permukaan laut untuk kemunculan cetacea pada musim timur bulan Mei sampai Juni 2020 dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Emphirical cumulative distribution function (ECDF) Temperatur Permukaan Laut Kemunculan Cetacea Musim Timur di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Melihat dari data sebaran temperatur permukaan laut untuk kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat dijelaskan bahwa dalam kategori normal hal ini dilihat dari besaran nilai standar deviasi yang mencapai 0.62. Menurut penelitian (Sukresno, 2010) ; (Sukresno et al., 2018) mengatakan bahwa sebaran rata-rata sebuah variabel melalui analisis ECDF harus memiliki nilai standar deviasi berkisar 0.1 – 0.8 maka data tersebut dikategori normal. Berdasarkan pada hasil analisis ECDF kemunculan cetacea berada di kisaran temperatur permukaan laut antara antara 28.00 C – 31.00 C. Dengan nilai yang ada
  • 26. dan melihat dari model sebaran temperatur permukaan laut di perairan Laut Sawu dan Selat Alor hingga Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor dikatakan normal dan data tersebut dapat dipergunakan untuk melakukan permodelan algoritma dapat dilihat pada sebaran algoritma temperatur permukaan laut pada Gambar 34. Menurut (Sukresno, 2010) palam penentuan model spasial metode ECDF digunakan untuk menganalisa daerah yang memiliki potensi dimana analisis dilakukan terhadap variabel oseanografis yang dikorelasikan dengan koordinat daerah potensial. Penentuan model spasial cetacea dilakukan dengan menganalisis variabel oseanografis yang sesuai terhadap lingkungan dimana ditemukan kemunculan cetacea. Variabel oseanografis yang digunakan antara lain temperatur permukaan laut. 4.6 Principal Component Analysis Kemunculan Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada Musim Timur Bulan Mei sampai Juni 2020 Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) adalah analisis multivariate yang mentransformasi variabel-variabel asal yang saling berkorelasi menjadi variabel-variabel baru yang tidak saling berkorelasi dengan mereduksi sejumlah variabel tersebut sehingga mempunyai dimensi yang lebih kecil namun dapat menerangkan sebagian besar keragaman variabel aslinya (Praca et al., 2009). Dalam penelitian ini Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk melihat sebaran cetacea kahusunya lumba-lumba dan paus yang muncul lebih dari satu kali di perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Dimana dalam analisis ini yang menjadi variable komponen 1 (X) adalah jumlah kemunculan cetacea dan sebagi komponen 2 (Y) adalah rata-rata Sea Surface Height (SSH) perairan dari 0 meter hingga 50 meter, 50 meter – 100 meter dan 100 meter – 200 meter CMS data survei. Analisis ini dilakukan dengan menampilkan masing-masing layer dengan kedalaman yang berbeda untuk kemunculan cetacea. Aplikasi yang digunakan dalam pengolahan data PCA adalah PAST Statistik 4.03. Sebaran rata-rata komponen cetacea dapat dilihat pada Gambar 12 Pola sebaran cetacea pada musim timur bulan Mei sampai Juni 2020 untuk kemunculan Paus banyak terlihat di Laut Sawu dan Selat Alor, Selat Ombai, Teluk Kupang, Perairan Lembata dan Pulau Batang di kedalaman 0 m – 3000 m . Kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dilihat dari pola sebaran komponan maka dapat dianalisis dan disimpukan bahwa kemunculan paus terlihat lebih banyak di perairan Laut Sawu dibandingkan dengan perairan lainya. Dengan melihat kemunculannya yang lebih banyak di Laut Sawu maka dapat dijelaskan bawah paus menjadikan Laut Sawu sebagai tempat tinggal dan tempat untuk berkembangbiak dan mencari makan paus. Menurut penelitian dari (Kahn, 2017) ; (Hodgson et al, 2013) ; (Balance et al., 2006) ; (Evans et al., 2004) menemukan bawah paus atau mamalia laut lainya yang sering kali muncul dan ditemukan di perairan tersebut maka dapat diduga mamalia tersebut menjadikan perairan tersebut sebagai tempat tinggal. Hal yang sama juga disampaikan (Ballance, 2009) ; (Tynan et al., 2005) ; (Goetz et al., 2015) ; (Dolar et al., 2006) juga menemukan cetacea yang sering ditemukan di suatu badan perairan teluk maupun laut lepas dan di daerah yang sama maka cetacea tersebut menjadikan perairan tersebut sebagai tempat tinggal dan tempat reproduksi untuk melanjutkan keturunannya.
  • 27. Gambar 12. PCA Sebaran Kemunculan cetacea dan Sub-Surface Temperature 0m - 50m data CMS pada musim Timur bulan Mei sampai Juni 2020 di Laut Sawu dan Selat Alor Keterangan : Warna Hijau: Paus; Warna Coklat : Lumba - lumba 3.6. Prediksi Jalur Lintasan Cetacea Pada Musim Timur di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor Analisis jalur lintasan cetacea (lumba-lumba dan Paus) dilakukan dengan cara melakukan overlay titik kemunculan cetacea saat survei musim timur bulan Mei sampai Juni 2020 dengan variabel oseanografi seperti temperatur permukaan laut, klorofil-a dan mencari data-data kemunculan cetacea dan jalur lintasan yang sudah pernah dilakukan penelitian oleh Balai Koservasi Perairan Nasonal (BKPN) Kupang. Dari data - data ini maka ditemukan jalur lintasan cetacea musim timur di perairan Laut Sawu dan Selat Alor hingga perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim Timur yang dapat dilihat pada Gambar 13. Melihat dari gambar 13. dapat dijelaskan bahwa jalur lintasan cetacea seperti lumba-lumba (merah) dan paus (coklat) kemunculan lumba-lumba dan paus yang cenderung ditemukan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim Timur. Rata-rata sebaran cetacea, variabel oseanografi dan pemetaan jalur lintasan cetacea yang dilakukan oleh BKPN Kupang maka dapat disimpulkan jalur lintasan cetacea pada musim Timur mengikuti temperatur arus dingin yang masuknya dari Samudera Hindia ke arah selatan Laut Sawu dan Selat Alor yang dimana pada perairan Laut Sawu dan Selat Alor terjadi penurunan temperature permukaan laut pada bulan Mei sampai Juni. Pola migrasi cetacea pada musim timur mengikuti arus dingin dari Samudera Hindia yang masuk ke perairan Laut Sawu dan Selat Alor kemudian bergerak ke
  • 28. perairan Laut Sawu dan keluar ke selat ombai serta menuju Laut Banda kemudian keluar ke perairan Australian bagian selatan mengikuti pola arus dingin. Cetacea seperti paus akan muncul ke badan perairan di Laut Sawu dan Selat Alor di musim timur pada bulan Mei sampai Agustus sedangkan September sampai Oktober paus mulai melakukan migrasi ke Laut Banda dan selatan Australia mengikuti pola arus dingin. Gambar 13. Peta Prediksi Jalur Lintasan Cetacea Musim Timur di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor Menurut (Mujiyanto et al., 2018); (Kahn and Leitenu, 2016) menemukan penampakan paus biru di perairan Laut Sawu dan Selat Alor pada musim timur bulan Juli. Penurunan temperatur permukaan laut ini diakibatkan karena masuknya arus dari Samudera Hindia yang membawa temperatur dingin dan terjadi percampuran dengan temperatur panas dari Samudra Pasifik sehingga terjadi pengadukan masa air laut dari dasar laut naik ke permukaan perairan (upwelling) yang diakibatkan oleh pertemuan 2 masa arus besar tersebut. Maka kecenderungan yang terjadi adalah peningkatan klorofil-a pada perairan Laut Sawu dan Selat Alor membuat perairan tersebut kaya akan nutrien. Keberadaan cetacea di Laut Sawu dan Selat Alor akan bergerak keluar mengikuti arus dingin menuju arah selatan yaitu masuk ke perairan Laut Sawu, selat alor kemudian masuk ke perairan Lamalera dimana setiap musim timur dilakukan penagkapan paus untuk upacara keagamaan dan budaya. Masuknya arus dingin ke parairan Laut Sawu mengakibatkan di beberapa kawasan perairan seperti di perairan Alor kecil sering kali terjadi air laut dingin pada musim timur yaitu bulan Mei, Juli dan September. Masuknya arus dingin dari Samudera Hindia mengakibatkan terjadi pertemuan arus di Laut Sawu dan Selat Alor dimana perairan ini sering kali terjadinya upwelling dan dampak yang terjadi adalah penurunan temperatur permukaan laut mencapai 120 C. Pengukuran temperatur permukaan laut ini menggunakan data citra satelit Aqua
  • 29. modis dan data survei lapangan pada bulan Mei 2020 sebaran rata-rata permukaan laut dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Rata-rata temperature harian penurunan permukaan laut bulan Mei 2020 di perairan Laut Sawu dan Selat Alor menggunakan Sentinel 2B, Aqua Modis Mei 2020 dan Data Lapanagan. Rata - rata penuruan temperatur permukaan laut harian pada bulan Mei sampai bulan Juni tahun 2020 juga dibuktikan dengan grafik pengukuran temperatur permukaan laut di Selat Pantar sampai pada Laut Sawu dan Selat Alor Kecil dengan temperatur permukaan laut yang turun mencapai120 C pada bulan Mei sampai Oktober tahun 2020 dapat dilihat pada Gambar 15. Melihat dari data sebaran temperatur harian di bulan Mei sampai Juni 2020 menujukan kisaran rata-rata temperatur berkisar antara 12.00 C – 30.5.0 C hal ini diduga aktivitas upwelling dimana terjadinya percampuran masa air digin dari Samudra Hindia dan Samudera Pasifik yang mengakibatkan terjadinya penurunan temperatur permukaan laut. Analisi juga dilakukan menggunakan meodel pola sebaran temperature kedalaman (sub-Surface temperature) menggunakan data CMS dan menemukan dampak aktivitas upwelling dan downwelling di perairan Laut Sawu, Selat Alor, perairan lembata, pantar sampai pada Alor kecil dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17. Gambar 15. Sebaran Temperatur Permukaan Laut bulanan di Alor Kecil Sumber Pemgabungan data Lapangan dan Aqua Modi Level 3. Sumber Data Penelitian Mei, 2020)
  • 30. Gambar 16. Model pola sebaran secara vertikal aktivitas Upwelling dan Downwelling di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai pada Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor – Flores
  • 31. Gambar 17. Mode pola sebaran secara horisontal aktivitas Upwelling dan Downwelling di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sampai pada Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor Menurut penelitian (Trinchin et al, 2019) ; (Zhou et al., 2019) ; (Lyu et al., 2016) ; (García-Reyes et al., 2015) ; (Díaz et al.,2019) menemukan terjadinya penurunan temperature permukaan laut di sebuah badan perairan diakibatkan oleh aktivitas upwelling dimana proses tersebut terjadi karena adanya pertamuan arus yang berbeda sehingga terjadinya perses pengadukan ke dari dasar lau ke permukaan perairan laut yang mengakibatkan terjadinya pengakatan unsur hara di dasar laut serta terjadinya penurunan temperature permukaan laut yang signifikan di sebuah badan perairan. Pola arus dingin ini dianalisis dan di overlay dengan data kemunculan cetacea pada musim timur tahun 2020 maka dapat dijelaskan bahwa lintasan cetacea bermigrasi masuk dari Samudera Hindia mengikuti pola arus dingin ke Laut Sawu dan Selat Alor kemudian masuk melalui Laut Sawu dan Selat Alor - Flores dan ke laut Banda serta ke arah selatan Australia. Hal ini juga sesuai dengan penelitian dari BKKPN Kupang, 2017 ; (Kahn, 2017) ; (Savu et al., 2017) yang menemukan jalur lintasan cetacea pada musim timur yaitu pergerakanya masuk dari Samudera Hindia ke perairan Laut Sawu melewati perairan Jawa dan selat Bali- Lombok, kemudian cetacea tersebut akan bermigrasi ke selatan Laut Sawu Selat Alor - Flores dan keluar menju ke laut banda dan Australia seperti terlihat pada Gambar 13. 3.7. Strategi Pengelolaan Jalur Lintasan Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Pengambilan data strategi pengelolaan jalur lintasan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dilakukan dengan cara wawancara dan FGD (Focus Group Discussion) dimana dihadiri oleh BKKPN (Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional), Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur ,Kantor Cabang Dinas Perikanan dan Keluatan (KCD) Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kabupatena Alor, Kantor Cabang Dinas Perikanan dan Keluatan (KCD) Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kabupatena Alor, Kantor Cabang Dinas Perikanan dan Keluatan (KCD) Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kabupeten Flores Timur, Dinas Pariwisata Provinsi, Biro Hukum SETDA Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Alor, Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Derah Nusa Tenggara Timur, Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD), Badan Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Nusa Tenggara Timur, Biro Hukum SETDA Alor, Dinas Pariwisata Kabupaten Alor, WWF-Lesser Sunda, LSM, Pemerhati lingkungan dan Kelompok Masyarakat yang mengelola dan memanfaatkan kawasan Laut Sawu dan Selat Alor. Wawancara dan FGD ini terfokus pada pengelolaan jalur lintasan cetacea yang ditemukan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor selama penelitian. Untuk perairan Laut Sawu dan Selat Alor dari konsep pengembangan jalur lintasan dan perlindungan kawasan untuk kemunculan cetacea saat ini sudah berjalan sehingga dalam wawancara dan FGD ini terfokus pada stretegi pengelolaan jalur lintasan dan pengembangan pariwisata untuk melihat Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor yang sebagai salah satu jalur lintasan Cetacea. Tujuan dari wawancara dan FGD ini agar mendapatkan pendangan dari para stakeholder tentang proses pengelolaan dan
  • 32. pemanfaatan secara berkelanjutan untuk kawasan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai salah satu perairan di Indonesia yang menjadi jalur lintasan Cetacea dan tempat tinggal cetacea. Tujuan pengelolaan pada saat wawancara baik dengan pemerintah dan masyarakat dikhususkan pada perlindungan populasi mamalia laut dan habitatnya, tetapi dapat diperluas pada tingkat ekosistem yang berhubungan dengan proses makan-memakan pada populasi Cetacean dan proses biologis-fisik untuk mempertinggi produktifitas Cetacea yang ada di perairan. Dalam wawancara ini mendapatkan 4 point penting dalam melakukan pengelolaan secara berkelanjutan untuk jalur lintasan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor - Flores diantaranya adalah A. Melindungi spesies dan habitat Cetacea; B. Melindungi ekosistem dan rantai makanan bagi Cetacea C. Melindungi spesies migrasi dan alur migrasinya dan D. Pengembangan Parwiwisata menonton cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor di Provinsi Nusa Tenggara Timur . Dari 4 poin ini kemudian dirumuskan lebih terinci untuk dapat dilakukan pengolahan data Strategi menggunakan SWOT agar mendapatkan strategi yang tepat dalam melakukan pengelolaan. Setiap point indikator SWOT dapat dilihat pada matriks hasil keputusan dan kesepakatan indikator pertanyaan saat wawancara dan FGD terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Matrik keputusan dan kesepakatan indikator pertanyaan saat wawancara dan FGD Dari hasil kesepakatan bersama menghasilkan indikator Kekuatan (Strength-S) sebanyak 6 indikator, Kelemahan (Weaknesses-W) sebanyak 6 indikator, Peluang (Opportunities-O) sebanyak 7 indikator dan Ancaman (Threats-T) sebanyak 5 indikator. Setiap indikator ini kemudian dilakukan skoring untuk setiap indikator untuk menaganalisis strategi IFAS dan EFAS dengan cara pembobotan. Hasil analisis strategi IFAS dan EFAS dapat dilihat pada Tabel 13.
  • 33. Tabel 13. Hasil analisis strategi IFAS dan EFAS Kekuatan (Strength-S) No Faktor Ekstrnal Bobot Relatif Rating Skor 1 Indikator 1 20,00 1,20 0,052 0,0624 2 Indikator 2 20,00 1,20 0,052 0,0624 3 Indikator 3 20,00 1,20 0,052 0,0624 4 Indikator 4 20,00 1,20 0,052 0,0624 5 Indikator 5 10,00 0,60 0,026 0,0156 6 Indikator 6 10,00 0,60 0,026 0,0156 Total 100,00 6,00 0,28 Kelemahan (Weaknesses-W) No Faktor Ekstrnal Bobot Relatif Rating Skor 1 Indikator 1 20,00 1,20 0,052 0,0624 2 Indikator 2 20,00 1,20 0,052 0,0624 3 Indikator 3 20,00 1,20 0,052 0,0624 4 Indikator 4 20,00 1,20 0,052 0,0624 5 Indikator 5 10,00 0,60 0,026 0,0156 6 Indikator 6 10,00 0,60 0,026 0,0156 Total 100,00 6,00 0,2808 Total IFAS 200,00 6,60 0,00 Peluang (Opportunities-O) No Faktor Ekstrnal Bobot Relatif Rating Skor 1 Indikator 1 20,00 1,40 0,054 0,0756 2 Indikator 2 20,00 1,40 0,054 0,0756 3 Indikator 3 20,00 1,40 0,054 0,0756 4 Indikator 4 20,00 1,40 0,054 0,0756 5 Indikator 5 10,00 0,70 0,017 0,0119 6 Indikator 6 5,00 0,35 0,02 0,00805 7 Indikator 7 5,00 0,35 0,02 0,00805 Total 100,00 7,00 0,32235 Ancaman (Threats-T) No Faktor Ekstrnal Bobot Relatif Rating Skor 1 Indikator 1 20,00 1,00 0,04 0,04 2 Indikator 2 30,00 1,50 0,03 0,0375 3 Indikator 3 20,00 1,00 0,04 0,04 4 Indikator 4 20,00 1,00 0,04 0,04 5 Indikator 5 10,00 0,50 0,015 0,0075 Total 100,00 5,00 0,165 Total EFAS 200,00 12,00 0,15735 Melihat dari hasil analisis SWOT pada Tabel 13 dapat dijelasakan bahwa matriks faktor IFAS diperoleh nilai total IFAS sebesar 0,00. Kekuatan utama untuk permasalahan ini adalah indikator 3 (Tempat mencari makan cetacea dan mamalia laut lainya) dengan skor 0,06,
  • 34. sedangkan kelemahan utama adalah indikator 2 ( Minimnya Sumber Daya Manusia) dengan jumlah skor 0,06. Nilai total skor EFAS adalah 0,15 dengan skor peluang utama sebesar 0,07 ada pada indikator 4 (Penetepan zonasi dan revisi Zonasi untuk pengembangan pariwisata) dan 5 (Pemanfaatan Kawasan sebagai pusat unggulan pembelajaran (COE) dengan skor 0,01, sedangkan ancaman utama adalah 0,03 untuk indikator 2 (Perubahan faktor osenografi) dan 3 (Penagkapan paus dan lumba-lumba yang tidak terkontrol di perairan Lamalera dan Alor) dengan skor 0,04. Menurut penelitian (Kismartini et al.,2015) ; (Vlados, 2019) mengatakan bahwa penilaian bobot indikator dianalisis SWOT khususnya nilai indikator pada IFAS dan EFAS dilihat pada setiap besaran bobot pada table IFAS dan EFAS apabila nilai bobot indikator lebih besar dari semua indikator yang ada maka indikator tersebut sangat berpengaruh dan penting untuk ditindaklanjuti dalam melakukan pengelolaan berkelajutan. Sehingga melihat dari nilai indikator baik kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman point-poin indikator yang memiliki nilai tertinggi sebagai prioritas dalam melakukan pengelolaan secara berkelanjutan dan konservasi adalah A. Tempat mencari makan cetacea dan mamalia laut lainya (Kekuatan); B. Minimnya Sumber Daya Manusia (Kelemahan); C. Penetepan zonasi dan revisi Zonasi untuk pengembangan pariwisata dan Pemanfaatan Kawasan sebagai pusat unggulan pembelajaran (COE) (Peluang); D. Perubahan faktor osenografi dan Penagkapan paus dan lumba-lumba yang tidak terkontrol di perairan Lamalera dan Alor. 3.7.1. Analisis Matrik IE (Internal Ekstrnal) Matriks internal dan ekstrnal (IE) merupakan gabungan sektor dari mastriks IFAS dan EFAS untuk mendapatkan posisi atau kuadran sel dari permasalahan yang ada (Zima, et al.,2020) ; (Wang et al.,2020) ; (Benzaghta et al., 2021). Hal tersebut dilakukan dengan cara perhitungan matriks IFAS dan EFAS yang dapat dilihat pada Table 14. Tabel 14. Matriks IFAS dan EFAS Matriks IFAS dan EFAS Indikator X Y Jumlah Peringkat Kekuatan VS Peluang 0,28 0,32 0,60 1 Kelemahan VS Peluang 0,00 0,32 0,32 2 Kelemahan VS Ancaman 0,00 0,16 0,16 4 Kekuatan VS Ancaman 0,28 0,16 0,44 3 Kekuatan VS Peluang 0,28 0,32 0,60 Melihat dari matriks IFAS dan EFAS pada Tabel 14 dapat dijelaskan bahwa nilai matriks IFAS dan EFAS yang memiliki jumlah tertinggi ada pada Kekuatan VS Peluang dengan jumlah nilai 0,60 dengan peringkat 1. Sedangkan jumlah nilai terendah pada matriks IFAS dan EFAS adalah Kelemahan VS Ancaman 0,16 dengan peringkat 4. Dari table di atas dapat dijelaskan bahwa kekuatan serta peluang dalam melakukan pengelolaan jalur lintasan cetacea sangat tinggi dibandingkan dengan kelemahan dan ancamanya. Hal ini menujukan bahwa posisi organisasi pemerintah harus lebih memperhatikan mengambil strategi agar kelemahan serta ancama dapat teratasi dalam melakukan pengelolaan. Komitmen dalam melakukan pengelolaan secara kolaborasi dan berkelanjutan di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur sangatlah penting agar setiap kelemhan dan ancaman dapat teratasi. Hasil analisis diagram SWOT untuk posisi strategi pengelolaan jalur lintasan ceatacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dapat dilihat pada Gambar 18.
  • 35. Gambar 18. Hasil Analisis Diagram SWOT Strategi Pengelolaan Jalur Lintasan Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor dan Laut Sawu dan Selat Alor Melihat dari hasil pemetaan dengan kuadaran pada gambar 18 menujukan bawah strategi pengelolaan jalur lintasan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor ditinjau dari aspek aspek bioekologi dan oseanografi jalur lintasan cetacea memiliki kekuatan dan kelemahan yang besar terhadap ancaman dan kelemahan yang ada. Posisi internal dan ekstrnal yang berada pada kuadran 1 memerlukan strategi yang bersifat agresif (Growth Oriented Strategy). Menurut penelitian Menurut penelitian (Stoller, 2021) ; (Benzaghta et al., 2021) ; (Zima et al., 2020) ; (Wiseli, 2017) mengatakan bahwa strategi agresif merupakan situasi yang sangat menguntungkan, organisasi/perusahan tersebut memiliki peluang dan kekuatan internal, sehingga dengan kekuatan yang dimilikinya dapat memanfaatkan peluang yang ada menjadi keutungan bagi perusahan dan meminimalisisr kelemahan dan ancaman dalam pengelolaan. Strategi agresif memerlukan pemerintah melalui instansi terkait (BKKPN Kupang dan DKP Provinsi Nusa Tenggara Timur) dan masyarakat, harus lebih aktif mendukung keberlajutan integrasi pengelolaan jalur lintasan cetacea di perairan Laut Sawu dan Selat Alor. Melihat kondisi tersebut strategi yang direkomendasaikan adalah progresif, artinya perairan Laut Sawu dan Selat Alor dengan posisi geografis serta potensi jalur lintasan cetacea yang dimiliki mempunyai peluang keberlajutan intgrasi pengelolaan jalur lintasan cetacea. Selajutnya dengan memanfaatkan semua kakuatan serta peluang dan meminimalisir kelemhan serta ancman yang dimiliki dalam pengelolaan jalur lintasan cetacea agar diharapkan keberalajutanya untuk dijadikan sebagai potensi wisata agar masayarakat yang berpemukiman di pesisir jalur lintasan cetacea dapat memanfaatkan potensi ini sebagai sumber pendapatan ekonomi. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam hal ini Dinas Kelautan Perikanan Provinsi, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang dan semua stakeholder yang terkait, saat ini sudah mejalankan setiap program khususnya pengelolaan jalur lintasan cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sudah berjalan sesuai dengan perencanaan seperti konservasi habitat dan perlindungan jalur lintasan cetacea akan tetapi belum secara maksimal baik dari segi konservasi, rehabilitasi, pemberdayaan masyarakat yang tinggal di jalur lintasan cetacea. I II III IV
  • 36. Formulasi alternatif strategi pemanfaatan jalur lintasan cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor perlu dengan beberapa pendekatan agar dapat berjalan secara maksimal yaitu dilakukan dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap pengelola, lingkungan Perairan sebagai jalur lintasan cetacea, kondisi sosial ekonomi dan masyarakatnya yang kemudian dilakukan analisis matriks SWOT yang dapat dilihat pada Tabel 19. Kekuatan (Strength-S) Kelemahan (Weaknesses-W) 1. Jalur Lintasn Cetacea Seperti Paus, Lumba- lumba dan Mamalia laut lainya diantaranya Dugong dugon yang berada di perairan Kabola; 2. Tempat mencari makan cetacea dan mamalia laut lainya; 3. Tempat untuk berkembangbiak untuk mamalia laut; 4. Memiliki factor oseanografi yang mendukung kemunculan cetacea; 5. Memiliki potensi sumber daya Ekosistem pesisir yang tinggi; 6. Memiliki potensi pariwisata Menonton Cetacea. 1. Pengelolaan dan Pemanfaatan sudah berjalan tetapi belum maksimal; 2. Peningkatan Sumber Daya Manusia; 3. Kebijakan pengelolaan kawasan belum disesuaikan dengan kebijakan terbaru sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 Pemerintah daerah dan Permen KP No 31 Tahun 2020 tentang Penataan Ruang; 4. Peran masyarakat dalam melakukan konservasi belum berjalan; 5. Pengkapan ikan yang tidak ramah lingkungan menggunakan BOM dan Potasium; 6. Fasilaitas yang belum memadai di wilayah pesisir dan laut sekitarnya untuk menujang pariwisata; Peluang (Opportunities-O) 1. Jalur lintasan cetacea dapat dikembangkan menjadi wisata menonton cetacea; 2. Jalur lintasan Cetace sebagai isu untuk melakukan pengelolaan dan penetapan zonasi untuk pengelolaan secara berkelanjutan; 3. Kebijakan pemerintah tentang pengelolaan jalur lintasan cetacea yang disesuaikan dengan PP No 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang; 4. Penetepan zonasi dan revisi Zonasi untuk 1. Jalur lintasan cetacea diperairan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai salah satu potensi besar untuk dikembangkan sebagai wisata Nasional maupun Internasional. Akan tetapi perlu dilakukan promosi agar dapat diketahui oleh warga negara lain; 2. Perlu diperkuat lagi penelitian tentang pengelolaan dan penetapan zonasi kahususnya di perairan Flores Timur dan Perairan Kabupaten Alor agar jalur lintasan cetacea dapat dilakukan konservasi agar dapat berkelanjutan; 3. Sosialisasi dan Pembentukan kelembagaan kolaborasi; 4. Perlinduangan/Konservasi untuk spesies khususnya Dugong dugon yang berada di perairan Kabola Kabupaten Alor harus segera dilakukan untuk menjaga kepunahan pada sepesies tersebut; 5. Pengembangan Kawasan agar dapat dijadikan sebagai pusat pembelajaran unggulan terpadu untuk EKSTERNAL INTERNAL Tabel 19. Identifikasi Masalah dalam melakukan pengelolaan jalur Lintasam Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor
  • 37. pengembangan pariwisata ; 5. Pemanfaatan Kawasan sebagai pusat unggulan pembelajaran (COE) ; 6. Sebagai sentral penelitian dan pengabdian kepada masyarakat cetacea; 7. Peningkatan Ekonomi Masyarakat melalui sector pariwisata cetacea. mendukung Kampus Merdeka dan Merdeka belajar; 6. Kajian sosial ekonomi masyarakat, harus dilakukan secara spesifik untuk masyarakat yang tinggal diwilayah pesisir khususnya di daerah jalur lintasan cetacea, agar mendapatkan solusi untuk masyarakat lokal yang sampai saat ini masih melakukan aktivitas pengkapan ikan yang tidak ramah lingkungan di perairan Laut Sawu dan Selat Alor; 7. Pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan strategis; 8. Penyesuaian kategori kawasan untuk menjamin pemanfaatan potensi pariwsata di dalam kawasan secara berkelanjutan. Ancaman (Threats-T) 1. Perubahan Iklim Global; 2. Perubahan factor osenografi; 3. Penagkapan paus dan lumba-lumba yang tidak terkontrol di perairan Lamalera dan Alor; 4. Aktivitas masyarakat yang memiliki pola pikir tradisonal berdampak pada keberadaan cetacea di perairan; 5. Meningkatnya sampah plastik yang diakibatkan oleh karena peningkatan pariwisata 1. Perubahan iklim global sangat berpengaruh terhadap jalur lintasan cetacea. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam melakukan keputusan. Perlu adanya penelitian secara efesian dan efektif untuk mengabil keputusan, agar dapat dimanfaatkan secara berkelajutan; 2. Perubahan faktor dan variabel oseanografi akan berdampak pada perubahan lingkungan secara menyeluruh sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran untuk ruaya mencari makan, berlindung dan berkembangbiak. Peningkatan penelitian secara kolaborasi sangatlah penting agar dapat memprediksi perubahan-perubahan alam kedepanya dapat melakukan antisipasi dalam pengelolaan; 3. Sosisialisasi peraturan perundang-undangan tentang konservasi dengan pendekatan budaya dan kearifan lokal sangatlah penting kepada nelayan maupun masyarakat pesisir yang tinggal di dalam kawasan jalur lintasan cetacea, agar dapat mengurangi aktivitas pengkapan terhadap cetacea maupun mamalia laut lainya yang melintas pada Perairan Laut Sawu dan Selat Alor; 4. Peningkatan sumber daya manusia kahususnya program pemberdayaan masyarakat agar dapat mengelola kawasan dan memanfaatkan secara bertanggungjawab dan berkelanjutan. Berdasasrkan hasil analisis SWOT yang diperoleh dalam penelitian, hal tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Senel (2012), bahwa rumusan strategi agresif , digunakan untuk mengelola suatu lingkungan dengan karakteristik yang dinamis, tidak dapat diprediksi faktor lingkunganya setiap waktu, dengan permasalahan kompleks yang dihadapi karena kepentingan yang berbeda dari berbagai pihak, serta lingkungan sebagai penyedia sumberdaya yang melimpah yang selalu diambil manfaatnya oleh manusia, sehingga menyebabkan terjadinya kejanggalan dalam pengelolaan oleh karena perubahan yang selalu EKSTERNAL INTERNAL
  • 38. terjadi setiap saat maupun waktu. 14 strategi hasil analisisi matriks SWOT dibagi kedalam 4 kelompok yaitu Strategi S-O, W-O, S-T dan W-T, yang dapat dijabarkan sebagi berikut: A. Strategi S-O (Kekuatan dan Peluang) Strategi S-O yaitu menggunakan kekuatan untuk menangkap peluang yang ada, dapat dijelasakan sebagi berikut: 1. Jalur lintasan cetacea diperairan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai salah satu potensi besar untuk dikembangkan sebagai wisata Nasional maupun Internasional. Jalur lintasan cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor sebagai salah satu objek wisata unggulan untuk daerah, dalam meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir, terkhusunya yang tinggal dekat dengan jalur lintasan cetacea. Apabila wisata ini dikembangkan dan dipromosikan ke skala internasonal maka, akan menjadi satu destinasi baru yang unggulan di Perairan Indonesia kahususnya di provinsi Nusa Tenggara Timur dan akan menopang ekonomi masayarakat pesisir yang tinggal di kawasan jalur lintasan cetacea. 2. Perlu diperkuat lagi penelitian tentang pengelolaan dan penetapan zonasi kahususnya di perairan Flores Timur dan Perairan Kabupaten Alor agar jalur lintasan cetacea dapat dilakukan konservasi agar dapat berkelanjutan. Saat ini di kawasan konservasi Perairan daearah (KKPD) Flores Timur dan Kabupaten Alor belum memasukan perlindungan cetacea di dalam rencana zonasi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K), saat ini kedua kawasan ini sementara melakukan revisi pada kawasan dan akan memasukan jalur lintasan cetacea dalam zona perlindungan dan zona pariwisata berkelajutan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2020 tanggal 22 September 2020 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. 3. Melindungi Jalur lintasan Spesies cetacea dan Mamalia Laut lainya beserta Habitanya Melindungi spesies mamalia laut dan habitatnya khususnya di perairan Laut Sawu dan Selat Alor dimana aktivitas pemburuan mamalia laut khusunya paus yang saat ini masih sangat tinggi di beberapa lokasi yaitu lamalera dan pulau pantar. Maka diperlukan perencanaan yang baik khususnya untuk melakukan perlindungan pada mamalia laut. Salah satu strategi dalam meningkatkan pola pikir masyarakat pesisir terkhususnya nelayan maka diperlukan adanya soaialisasi secara merata dan pelatihan untuk pengembangan alternative pekerjaan yang baru agar dapat mengurangi aktivitas perburuan mamalia laut terlebih pada paus dan lumba-lumba. 4. Sosialisasi dan Pembentukan kelembagaan kolaborasi untuk pengelolaan jalur lintasan cetacea; Memelihara status daerah konservasi sebagai area cetacea dan mamalia laut lainya memiliki jarak yang cukup jauh dengan area yang cukup luas untuk ke habitat dari spesies ini merupakan hal yang tidak mudah dan dibutuhkan penetapan zona-zona strategis yang mantap maupun informasi data - data lingkungan perairan yang lengkap, karena hal ini akan berhubungan dengan migrasi musiman, lingkungan perairan yang sesuai bagi Cetacea, sehingga strategi yang penting dalam melakukan pengelolaan adalah dengan cara melakukan kolaborasi multi stakeholders di lingkup pemerintahan, perguruan tinggi, NGO, LSM, Pencinta Lingkungan dan masyarakat agar dapat berkolaborasi dalam melakukan pengelolaan secara berkelajutan. 5. Melindungi Rantai Makanan Mamalia Laut (Cetacea) dan Ekosistemnya pada jalur lintasan cetacea Strategi dalam melakukan perlindungan terhadap rantai makanan maka diperlukan identifikasi yang mendalam mengenai karakteristik terhadap perlindungan dan fungsi ekologisnya. Spesifiknya, dengan mempertimbangkan setiap sepesies dan jenis makannya kawasan konservasi di tingkat ekosistem memerlukan mekanisme perlindungan yang besar
  • 39. bagi spesies cetacea untuk bisa dalam mencari makanannya. Maka identifikasi spesies paus dan lumba - lumba perlu di lihat dari jenis makannya sebagi contoh udang - udang kecil, ikan layang dan cumi-cumi harus dilestarikan dan dilindungi sebagai salah satu makanan pokok dari cetacea. B. Strategi S-T (Kekuatan dan Ancaman) 1. Perubahan iklim global Perubahan iklim global sebagai salah satu ancaman sangat berpengaruh terhadap jalur lintasan cetacea. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam melakukan keputusan untuk pengelolaan jalur lintasan cetacea, maka perlu adanya kerja sama antara peneliti dalam negeri, luar negeri dan NGO agar dapat memprediksi secara spesifik jalur lintasan cetacea dari Laut Sawu dan Selat Alor hingga Laut Sawu dan Selat Alor dan Selat Alor Flores agar dapat dimanfaatkan secara berkelajutan. 2. Sosisialisasi peraturan perundang-undangan tentang konservasi jalur lintasan mamalia laut khususnya cetacea. Strategi dalam mengurangi ancaman terhadap penangkapan paus dan lumba-lumba di perairan Flores Timur dan Alor adalah karena minimnya pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan tentang spesies mamalia laut khususnya cetacea yang di lindungi. Strategi yang digunakan dalam melakukan sosialisasi ini adalah dengan kearifan lokal yaitu melalui Jalan adat. Hal ini akan sangat membantu dalam mengurangi pembunuhan paus dan lumba-lumba di Flores Timur khususnya di lamalera, lamakera dan pulau pantar Kabupaten Alor. 3. Peningkatan sumber daya manusia dalam pengelolaan jalur lintasan cetacea Program pemberdayaan masyarakat dan sosialisasai tentang pengelolaan kawasan serta spesies mamalia laut yang dilindungi kepada masayarakat pesisir yang tinggal dalam kawasan jalur lintasan cetacea dari perairan Laut Sawu dan Selat Alor . C. Strategi W-O (Kelemahan dan Peluang) 1. Pengelolaan dan Pemanfaatan jalur lintasan cetacea sudah berjalan akan tetapi belum maksimal Strategi pengelolaan dan pemanfaatan untuk jalur lintasan cetacea dapat dikelola dan dikembangkan sebagi destinasi wisata menonton paus, dan lumba-lumba, Pemanfaatan Kawasan sebagai pusat unggulan pembelajaran (COE) dan sentral penelitian agar dapat memberikan kontribusi baik dari segi ekonomi dan data dalam melakukan pengelolaan jalur lintasan cetacea secara maksimal dan berkelajutan di perairan luat Sawu dan Laut Sawu dan Selat Alor. 2. Penetepan zonasi dan revisi Zonasi untuk pengembangan pariwisata menonton cetacea di jalur lintasan cetacea Melakukan revisi zonasi kahususnya di 12 mil yang masuk dalam kawasan Provinsi sesuai Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah dikelola dan dikembangkan sebagai kawasan wisata perairan menonton paus, strategi ini sangat memberikan dampak ekonomi kepada masayarakt pesisir yang tinggal dalam kawasan. 4. Penagkapan paus dan lumba-lumba yang tidak terkontrol di perairan Lamalera dan Alor kahususnya di jalur lintasan cetacea. Melakukan festival penagkapan paus dan lumba-lumba dengan menggunakan dan mendesain pelampung yang menyerupai paus dan lumba-lumba disertai dengan kearifan lokal setiap tahunya di perairan Lamalera, Lamakera dan Alor dengan tujuan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang aktivitas penagkapan paus dan lumba- lumba secara nyata dapat memberikan dampak kepada kepunahan spesies di perairan tersebut. Festival ini buat sebagai salah satu destinasi baru dan dipromosikan kepada masyarakat lokal, nasional maupun internasonal agar dapat berkunjung setiap tahunya
  • 40. untuk menyaksikan atraksi pengkapan paus secara simbolis. Hal ini dapat meningkatakan ekonomi masayarakt yang tinggal di kawasan pesisir dengan usaha homestay dan kuliner. D. Strategi W-T (Kelemahan dan Ancaman) 1. Jalur lintsan cetacea dijadikan sebagi lokasi penagkapan paus dan lumba-lumba yang tidak terkontrol di perairan Lamalera dan Alor; Aktivitas pengkapan paus dan lumba-lumba di Lamalera, Lamakera dan perairan Alor diakibatkan karena belum maksimalnya pengelolaan kawasan khusunya penegakan hukum sesuai perundang-undangan konservasi spesies dengan baik dan benar hal ini sebagai penyebab aktivitas pengakapan paus dan lumba-lumba yang tidak terkontrol perlu adanya kolaborasai dengan pendekatan budaya setempat dalam melakukan pengelolaan dan penyadaran tentang pentingnya konservasi spesies terkhususnya spesies lumba-lumba dan Paus agar dapat dimanfaatkan secara berkelajutan. 2. Keterlibatan masayarak dalam melakukan pengelolaan jalur lintasan cetacea sudah berjlan akan tetapi belum masimal Aktivitas masyarakat yang tidak ramah lingkungan seperti menggunakan bahan peledak dan potasium untuk menangkap ikan sebagai salah satu ancaman dan kelemahan yang dapat berakibat pada kerusakan habitat. Hal ini perlu pendekatan strategi melalui keraifan lokal setempat dengan dasar undang-undang konservasi agar dapat melakukan sosialisas dan edukasai tentang alat tangkap yang ramah lingkungan agar dapat dimanfaatkan secara berkelajutan.
  • 41. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian Disertasi dengan judul “Model Spasial Kemunculan Cetacea di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor”. ”. Perlu diketahui bahwa penelitian ini hanya terfokus pada variabel oseanografi dan bioekologi yang mempengaruhi jalur lintasan cetacea serta strategi pengelolaannya dengan kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil penelitian disertasi yang dilakukan di perairan Laut Sawu sampai pada Selat Alor Flores pada bulan Mei - Juni mewakili musim timur menemukan 3 jenis paus yaitu Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan Sperm Whale (Physeter macrocephalus). Dengan jumlah individu Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps) sebanyak 3 individu Blue Whale (Balaenoptera musculus) sebanyak 6 individu dan Sperm Whale (Physeter macrocephalus) sebanyak 3 individu. Frekwensi rata-rata kemunculan di badan perairan berkisar antara 6 kali–9 kali dengan Visual Search Time (VST) berkisar anatra 0.47 jam – 0.54 jam. Jumlah kemunculan terbanyak adalah jenis paus Sperm Whale (Physeter macrocephalus) dengan jumlah sebanyak 9 kali muncul di badan perairan dimulai dari Laut Sawu hingga Selat Alor Flores dan memiliki jumlah kemunculan terkecil adalah jenis Blue Whale (Balaenoptera musculus) dengan jumlah frekwensi kemunculan sebayak 6 kali. Visual Search Time (VST) tertinggi ditemukan pada jenis paus Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan terendah pada jenis paus Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps). Penelitian inipun menemukan 4 tingkah laku yang dilakukan oleh jenis paus Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan Sperm Whale (Physeter macrocephalus) pada saat muncul ke badan perairan di Laut Sawu hingga Selat Alor Flores yaitu Lobtailing, Feeding, Avoidance dan Breaching; 2. Menemukan 3 kelas fitplankton saat kemunculan jenis paus Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan Sperm Whale (Physeter macrocephalus) pada musim timur bulan Mei-Juni 2020 di perairan laut Sawu hingga Selat Alor Flores adalah Bacillariophyceae, Cyanophyceae dan Dinophyceae dan 5 kelas zooplankton saat kemunculan jenis paus Pygmy Sperm Whale (Kogia breviceps), Blue Whale (Balaenoptera musculus) dan Sperm Whale (Physeter macrocephalus) pada musim timur bulan Mei-Juni 2020 di perairan laut Sawu hingga Selat Alor Flores yaitu kelas Sarcodina, Polychaeta, Crustacea, Gastropoda dan Ophiuroidea; 3. Faktor oseanografi yang sangat berpengaruh terhadap migrasi cetacea ke Perairan Laut Sawu hingga Selat Alor Flores adalah Sub-Surface Temperature, Temperatur Permukaan laut, kecepatan arus, Klorofil-a dan Upwelling dan Faktor bioekologi yang sangat berpengaruh terhadap migrasi dan keberadaan cetacea di perairan laut Sawu adalah rantai makanan. Cetacea khususnya lumba-lumba dan paus yang ditemukan di Perairan Laut Sawu dan Selat Alor Flores dengan salah satu tingkah lakunya di badan perairan adalah mencari makan ditandai dengan lombatan atau schooling kan di badan perairan di perairan seperti ini banyak ditemukan kelas zooplankton Sarcodina, Polychaeta, Crustacea dan Gastropoda; 4. Permodelan algoritma temperatur permukaan laut antara data survei lapangan dan data citra satelit Sentinel 1 A dengan menggunakan regresi polynomial (R2 = 0,96 dan r= 0,97) maka mendapatkan model algoritma “(Temp =-2,6798*((B1 / B2)*(i1/i2)) + 158,55*(i1/i2)– 2315,3)” dengan kisaran sebaran temperature permukaan laut berkisar antara 12.00C – 30.00C untuk setiap kemunculan cetacea di Perairan Laut Sawu hingga Selat Alor Flores pada musim timur dan Permodelan algoritma klorofil-a antara data survei satelit Aqua MODIS level 3 dan data citra satelit Sentinel 1 A dengan
  • 42. menggunakan regresi polynomial (R2 = 0,97 dan r= 0,98) maka mendapatkan model algoritma “(Klorofil-a = -0.2196 *((B3 / B1)*(i1/i2)) + 1.4365*(i1/i2) – 0.0909): mendapatkan kisaran sebaran klorofil-a berkisar antara 0,1 mm/m3 – 1,0 mm/m3 untuk setiap kemunculan cetacea di perairan Laut Sawu hingga Selat Alor Flores pada musim timur; 5. Hasil analisis menggunakan analisis Emperical Cumulative Distribusi Function (ECDF) untuk sebaran data temperatur permukaan laut musim timur di lokasi kemunculan cetacea memiliki nilai kumulatif yang berdistribusi normal dengan nilai standar deviasi berkisar antara 0,625. Dengan kisaran temperature permukaan laut berkisar antara di kisaran temperature permukaan laut anatara antara 28.00 C – 31.00 C. Hasil analisis menggunakan Emperical Cumulative Distribusi Function (ECDF) untuk distribusi klorofil-a di perairan Laut Sawu dan Selat Alor Flores pada musim timur untuk kemunculan cetacea memiliki nilai kumulatif yang berdistribusi normal dengan nilai standar deviasi berkisar antara 0,10. Dengan kisaran klorofil-a 0.1 mm/m3 – 0.5 mm/m3 ; 6. Hasil analisis PCA menujukkan pola sebaran cetacea pada musim timur bulan Mei – Juni 2020 untuk kemunculan paus banyak terlihat di Laut Sawu, Selat Ombai, Teluk Kupang, Perairan Lembata dan Pulau Batang di kedalaman 0m - 3000m sedangkan sebaran lumba-lumba secara merata yaitu dari perairan Laut Sawu, Selat Ombai, Munaseli, Perairan Lamalera, Perairan Lembata, Perairan Pulau Lapang, Perairan Marica, Perairan Batu Putih, Perairan Pura, Selat Pantar, Teluk Kupang dan Perairan Alor Kecil; 7. Hasil analisis SWOT saat melakukan FGD bersama pemangku kepetingan menujukan strategi agresif (Growth oriented strategy) serta strategi yang di tawarkan adalah progresif dimana kekuatan dan peluang menjadi ujung tombak dalam melakukan fokaus pengelolaan dan pengembangan adalah terkahususnya a. Melindungi jalur lintasan spesies mamalia laut (cetacea) dan habitanya. b. Melindungi jalur lintasan serta rantai makanan Mamalia Laut (cetacea) serta ekosistem c. Melindungi Cetacen spesies peruaya d. Menjdaikan laut Sawu dan Selat Alor Flores sebagi pariwisata menonton paus dan lumba-lumba di sakala internasiona. 4.2. Saran Berdasarkan pada hasil penelitian dan temuan yang didapat dalam penelitian ini maka disarankan hal-hal sebagai berikut: 4.2.1. Saran untuk Akademis Perlu adanya penelitian secara spesifik jalau migrasi cetacea kahususnya paus dan tingkah lakunya di samudera hindia dan selatan Australia yang sebagai pintu masuk cetacea di perairan laut Sawu dan Selat Alor Flores; 2. Perlu adanya penelitian spesifik tentang dampak dari terdamparnya paus dan lumba-lumba di perairan laut Sawu dan Selat Alor Flores agar dapat mengetahui secara jelas tentang dampak kematian tesebut; 3. Perlu adanya penelitian secara sepesifik tentang kegiatan penangkapan mamalia laut yang marak di perairan laut Sawu dan Selat Alor Flores dari segi kajian sosiaologi dan antropologis; 4. Data-data Kelautan khususnya mamalia laut yang merupakan data yang sangat penting didalam pelaksanaan penelitian, dimana hasil penelitian tersebut dapat memberikan masukan dalam penyusunan strategi dan pengambilan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan, namun hingga saat ini data-data kelautan tentang mamalia laut masih tersebar dan tidak terstruktur di berbagai institusi serta tidak tersusun dengan baik dan kontinyu. Dengan demikian perlu adanya suatu sistem yang terintegrasi yang mengelola database mamalia laut secara nasional dengan akses yang mudah bagi seluruh kalangan baik peneliti dan akademisi, maupun masyarakat sehingga informasi yang ada dapat memberikan manfaat yang optimal 5. Pada beberapa