Op-ed about Communication in Public Participation within Education in Indonesia (article in Indonesian language), published in Kompas daily, 1 Feb 2016, p.6
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Komunikasi Pelibatan Publik dalam Pendidikan, Kompas 1 Feb 2016 - hal. 6
1. Komunikasi Pelibatan Publik dalam Pendidikan
SYAFIQ BASRI ASSEGAFF
Harian Kompas, 1 Februari 2016 – halaman 6.
*Dapat juga dibaca di sini: http://print.kompas.com/baca/2016/02/01/Komunikasi-Pelibatan-Publik-dalam-Pendidikan
Pelibatan publik kini salah satu fenomena paling penting di bidang pendidikan dan kebudayaan
di negeri ini.
Tiga kejadian ini jadi buktinya. Pertama, pelibatan orangtua siswa dalam dialog dengan pendidik
untuk menangkal bibit terorisme sejak dini di sekolah, sebagaimana disampaikan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan pada hari Minggu, 17 Januari 2016. Anies minta
agar wali kelas berkomunikasi dengan orangtua untuk bisa mengetahui sejak dini apabila ada
gejala-gejala penyimpangan, termasuk kekerasan (seperti terorisme), narkoba, dan pornografi.
Kedua, saat terjadi bencana kabut asap tahun lalu, saat Anies banyak berinteraksi langsung
dengan kepala sekolah, guru, dan orangtua siswa melalui tatap muka, telepon, dan media sosial.
Ketiga, saat belasan tokoh pemerhati pendidikan dari 10 provinsi yang tergabung dalam Koalisi
Masyarakat Sipil untuk Transformasi Pendidikan berdialog dengan para pejabat eselon I dan II
Kemendikbud di Jakarta, 7 dan 8 Januari silam.
Publik dan demokrasi
Komunikasi dua arah dalam bentuk dialog dengan orangtua, peminat masalah pendidikan dan
kebudayaan itu merupakan salah satu terobosan yang baru muncul pada era Kemendikbud
sekarang. Ini merupakan langkah nyata Kemendikbud dalam melaksanakan salah satu dari tiga
rencana strategisnya, yakni peningkatan efektivitas birokrasi dan pelibatan publik. Dua rencana
strategis lain adalah penguatan pelaku pendidikan dan kebudayaan serta peningkatan mutu dan
akses pendidikan dan kebudayaan.
Pelibatan publik memang bukan hal mudah karena sebelum ini pemerintah seperti berjalan
sendiri, dan nyaris jarang (bila tidak bisa dikatakan "tidak pernah") mendengar masukan dari
masyarakat. Itu sebabnya, dialog antara Kemendikbud dan masyarakat sipil seperti di atas bakal
diselenggarakan secara rutin setiap tiga bulan dengan agenda yang fokus (Kompas, 9/1).
Penerapan komunikasi dua arah itu, baik yang dilakukan secara interpersonal seperti tatap muka
maupun lewat media dan jejaring sosial, tentu dimaksudkan untuk menunjukkan kepada publik
luas bahwa Kemendikbud ingin jadi salah satu kementerian paling terbuka.
2. Dari sudut pandang ilmu komunikasi, sikap terbuka (transparan) terhadap pemangku
kepentingan itu otomatis akan semakin meningkatkan kepercayaan publik. Ini jadi kian penting
di saat menurunnya tingkat kepercayaan publik kepada oknum pemerintah (otoritas) dan politisi
belakangan ini.
Sesungguhnya, menurunnya kepercayaan publik kepada otoritas dan politisi telah sedemikian
meluas sehingga menjadi perhatian di banyak negara demokratis. Dan, pelibatan publik dianggap
sebagai sebuah solusi potensial terhadap krisis kepercayaan itu, khususnya di banyak negara
Eropa. Idenya adalah bahwa publik seharusnya dilibatkan secara penuh pada proses kebijakan
dengan cara sang otoritas mendengarkan pandangan publik dan menghimpun partisipasi mereka.
Bukannya sekadar menganggap publik sebagai penerima keputusan yang pasif.
Sebenarnya, partisipasi publik tidak hanya meningkatkan kepercayaan terhadap otoritas dan
memperbaiki efektivitas politik warga negara, tetapi sekaligus menguatkan nilai-nilai demokratis
dan bahkan memperbaiki kualitas keputusan dan kebijakan. Saking pentingnya masalah
pelibatan publik ini, banyak negara telah menjadikannya sebagai UU yang harus dilaksanakan
pada semua level pemerintahan.
Di sejumlah negara di dunia, perkara pelibatan publik menjadi bagian dari klausul hak asasi
manusia (HAM) atau manifestasi hak kebebasan berserikat. Bahkan, negara seperti Belanda,
Jerman, Denmark, dan Swedia, telah mengatur masalah kebebasan memperoleh informasi dalam
sistem hukum mereka sejak abad pertengahan. Di Inggris, pemberdayaan warga negara
diterapkan pada semua jenjang pemerintahan melalui konsultasi dan riset dalam bentuk
kelompok terfokus atau forum diskusi secara daring. Di AS, banyak kebijakan mengharuskan
adanya dengar pendapat masyarakat (public hearing) di depan para eksekutif pemerintah. Di AS,
hak publik untuk melakukan petisi menjadi bagian dari First Amendment sejak 1791.
Manfaat pelibatan publik
Sebenarnya konsep pelibatan publik bukan saja penting bagi pemerintah. Sejak lama para ahli
komunikasi menyarankan agar setiap organisasi, termasuk korporasi, organisasi nirlaba, swasta,
dan pemerintah, untuk selalu mementingkan publik mereka. Itu sebabnya, petugas hubungan
masyarakat disebut "public relations", sementara orang marketing selalu memperhitungkan
"keinginan pasar" dan menekankan strategi yang customer-oriented.
Memang, secara umum, dari kacamata komunikasi, pendekatan interaktif model begitulah yang
paling baik, melebihi pendekatan proaktif, apalagi yang reaktif. Bahkan, ahli seperti Grunig
sangat menekankan bahwa setiap organisasi yang ingin sukses haruslah berdialog dengan publik
dalam bentuk dialog (yang dua arah itu).
Dalam dunia maya sekarang ini dialog itu diwujudkan melalui interaktivitas atau semacam
partisipasi audiens (engagement), agar organisasi tahu apa yang sebenarnya menjadi minat dan
keinginan publik (atau "pasar") mereka. Tak ada gunanya Anda punya ratusan ribu follower di
3. Twitter atau rekan dan penggemar di Facebook apabila Anda tidak berdialog dengan mereka.
Ahli krisis komunikasi Timothy Coombs (2007) juga menyatakan, perusahaan yang paling punya
peluang terhindarkan dari krisis adalah yang paling banyak melakukan komunikasi dua arah
dengan publiknya.
Tak aneh, sebab perilaku yang terbuka seperti pelibatan publik itu memang memberi banyak
manfaat. Selain penguatan demokrasi, keterbukaan seperti itu juga meningkatkan akuntabilitas
penyelenggara negara dalam berbagai perkara sosial (termasuk pendidikan dan kebudayaan) dan
lingkungan. Lewat tindakan itu, kita bisa yakin pemerintah menunjukkan tanggung jawab
terhadap tindakan mereka dan bersikap responsif terhadap masalah yang ada di tengah
masyarakat.
Menggarisbawahi pentingnya akuntabilitas itu, pelibatan publik oleh Kemendikbud itu tidak
hanya dapat memaksimalkan anggaran yang dikelolanya, tetapi sekaligus mengontrol dana yang
diberikan negara kepada daerah, yang jumlahnya berkali lipat dibandingkan anggaran
Kemendikbud itu sendiri.
Tak cuma membantu kontrol anggaran, kerja sama melibatkan publik juga sejatinya akan
membantu meredam konflik sosial yang mungkin muncul ketika kebijakan itu diterapkan,
meningkatkan efisiensi dan efektivitas program, serta memperbaiki kualitas proses. Sebab,
pendapat yang berbeda dan masukan tentang masalah yang ada di tengah masyarakat dapat
menjadi kajian untuk perbaikan dalam proses pengambilan keputusan.
Selain itu, juga meningkatnya legitimasi karena masyarakat tidak akan merasa dimanipulasi atau
jadi curiga. Masyarakat juga makin yakin bahwa tujuan berbagai terobosan yang dilakukan
Kemendikbud memang semata-mata demi kebaikan masa depan anak-anak bangsa.
Kesimpulan
Pelibatan publik sendiri bukan tanpa kendala, seperti adanya berbagai perbedaan pandangan dari
tiap-tiap pihak, tetapi hal itu bisa disiasati dengan baik apabila Kemendikbud melakukan yang
berikut ini.
Pertama, Kemendikbud tidak saja harus menyediakan kesempatan berdialog, tetapi juga
menyajikan informasi yang relevan dan komprehensif, dan sejak awal memberikan alokasi
terhadap sumber daya yang ada secara memadai kepada publiknya. Sebab, masukan tadi dapat
membantu Kemendikbud sendiri dalam membuat rencana dan menerapkan proses yang lebih
baik serta memiliki legitimasi.
Kedua, mengingat adanya keterbatasan Kemendikbud, agar pelibatan publik itu lebih efektif, ia
perlu disempurnakan dengan membangun partnership bersama pihak-pihak yang terpengaruh
oleh adanya kebijakan atau program baru sehingga dapat membantu penyelesaian berbagai
masalah yang ada.
4. Ketiga, berhubung masyarakat sipil lazimnya kurang memiliki kapasitas untuk perform secara
maksimal, Kemendikbud perlu memberdayakan mereka agar dapat melihat kelayakan sebuah
sasaran, mengevaluasi dampak, dan mengidentifikasi pelajaran apa yang bisa digunakan untuk
masa depan.
Keempat, karena kemungkinan tidak semua bagian masyarakat terwakili dalam partisipasi publik
yang digagas, Kemendikbud perlu menyiasatinya lewat proses seleksi yang adekuat sehingga ada
keterwakilan pandangan publik yang beragam.
SYAFIQ BASRI ASSEGAFF
Pengajar Komunikasi dan Peneliti di Paramadina Public Policy Institute.