Dokumen menggambarkan tradisi dan kegiatan yang biasanya dilakukan umat Islam pada hari raya Idul Fitri. Pada malam hari biasanya dilakukan takbir bersama, dan paginya umat Islam mengenakan pakaian baru, makan khas, serta berkunjung ke sanak famili dan tempat wisata. Idul Fitri dirayakan sebagai hari kemenangan atas nafsu.
1. ا
َهللاأَكْبَرااَهللا أَكْبَرااَهللاأَكْبَرااَهللاأَكْبَرااَهللا أَكْبَرااَهللاأَكْبَرااَهللاأَكْبَرااَهللا
أَكْبَرااَهللاأَكْبَراا
ا
َهللُاأَْا رُْكبَر َارر َأْباكْاَ َِِْكث َهللاررأْكسَبااا َُِِْْهلل َهللاررأْككَباأَكْبَرااَهلل ا
ْاْاأ ََ ِْ َار
اَْ َارْاْاأَهللُاأَْا ََ ِْ َارَ،هللََََِْْهللاَََََُ َار ََ ََْاََََر َار ََ ْكََاَأَبََ َار ََ َْ َارَوَ َب
ا
َراْ َارْاْاأَهللُاأَْا َ ْ
رأ َِبُْهللاََأَبا ْ
رَُ َارَ ْكه ُهللاهللَُاَ ْكب،ْالِاَِكاأْاأ كْأََا
َكْباأَكْبَرااَهللا أ
َُِِْْهللاا َر
ْكََِاالََ،َأََ َارَُِكوُْهلل َارَُِكهبُهللاَِ،ََاَََََََِِر َارَ َََِِ َاأأْ ََاَُِِْ يَِاََو َارَْمُهللااا ََُِِْْهللر َِ،ُاََُْأْاللارلِار َااأَ َََِِْ
اَ ََْر َرارهلل َكهللَ َ َارهللْوك ْرَ ِاَ،ََْاكََهللار َِِِا َار َ ََْر َار ْككُِْهللاهَُِْهللال،َُِْهللاهللَُا َْلكَأَاَْاََ ِْ َارْاَْاأهللُاأَْاْ َارَ
ا
ِك ُهلل َارهللكَِْب َارهللُِِاَ،َََلار ََِِِِاَ هكَثِاَ،ََاَُُهللُث َار َُهللُب َرارَ ْكهككَُهللاَُ َِاالهللُ ْرث َأ ََار ْكأ ا
ُْ َأكَ اْ َِ َِارَُاأ ل َِثَِْاك
اَار َ ْرو ُِْهللاَََِ اْ َوَ اَْاَرْوَ اكْهللاثْأَََارُْْبكب ْرار َْا َِكَِاَكَ فا ْأَكِاَِار َ ْكه ُهللاُ ْرَكا
َحِاَ،ََاُْبَثَِارَ ْرَِِ ْأ اُْب،َأَُاهلل ََِ
ا
اَأُْهللا ِ ْأوُْهللاهللا ِاََُِأَ اْاَََِِاَِ َاأأْ ََاُكِهللُأا َِِْهللُأا هللاُْثاك ُكَهللُأا َِحْكَُهللا َ ِاِااكرمََفارُْكَامُهللا َ َِ
اِْبَكْ،َ اَأْ َُهللاُبََِْا ََاْ ََِ ا ِِ ْأأُْهلل َََار ُْهللاَ ِا َُِلهكَكَار َِ،َُار َا ِ ْأوُْهللاْهللك اَََََْار َِبا ْ َِ َارَْاهللكأَِِاَ،ََا ْرَاررِ
اأُْهللاهللر،ِْب ُ َارَأْثأُْهللاُباك ْكأْاك َارَأْثكُْهللاُباك هللا كأاكَأَالار لُِكَار ْ ِام أَ ا ل
أَأَثا
ََاَ هللاهللرأهكَب ُ َارَ اُْب،َأَُ َارُْهللبَ ََِاَِِاَ،
َا رأبََْ
Allahu Akbar, wa lillahilh hamd,
Lebaran atau bisa juga disebut momen Idul Fitri hampir selalu diwarnai
dengan penuh kegembiraan seluruh umat Islam di berbagai penjuru. Gema
takbir yang dikumandangkan di malam harinya, kadang disertai berbagai aksi
pawai. Pada pagi harinya umat muslim dari mereka mengenakan pakaian
serba baru, makan-makanan khas dan istimewa, serta bersiap bepergian
untuk silaturahim ke sanak kerabat hingga berkunjung ke beberapa wahana
liburan yang menarik.
Umat Islam merayakan sebuah momen yang mereka sebut-sebut sebagai
“hariاkemenangan”ارTapiاkemenanganاatasاapa?
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,
Idul Fitri tiba, ketika umat Islam menjalankan ibadah wajib puasa Ramadhan
selama satu bulan penuh. Sepanjang dalam bulan suci tersebut, mereka
menahan lapar, haus, hubungan badan, dan hal-hal lain yang bisa
membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Secara
bahasa, shaum (puasa) memang bersinonim dengan imsâk yang artinya
2. menahan. Ramadhan merupakan arena kita berlatih menahan diri dari segala
macam godaan material yang bisa membuat kita lupa diri.
Proses latihan tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan terhadap hal-hal
yang sebelumnya halal, seperti makan dan minum. Inilah proses penempaan
diri, bila manusia menahan diri dari yang halal-halal saja mampu, apalagi
menahan diri dari yang haram-haram. Puasa itu ibarat pekan ujian nasional
bagi siswa sekolah. Selama seminggu itu para murid digembleng atau diuji
untuk belajar lebih serius, mengurangi jam bermain, dan menghindari hal-hal
lain yang bisa mengganggu hasil ujian tersebut.
Ramadhan tentu lebih dari sekadar latihan. Ia wahana penempaan diri
sekaligus saat-saat dilimpahkannya rahmat (rahmah), ampunan (maghfirah),
dan pembebasan dari api neraka (itqun minan nâr). Aktivitas ibadah sunnah
diganjar senilai ibadah wajib, sementara ibadah wajib membuahkan pahala
berlipat-lipat.
Selayak siswa sekolah yang mendapatkan rapor selepas melewati masa-
masa krusial ujian, demikian pula orang-orang yang berpuasa. Setelah
melewati momen-momen penting sebulan penuh, umat Islam pun berhak
mendapatkan hasilnya. Apa hasil itu? Jawabannya tak lain adalah predikat
“takwa”,اsebagaimanaاterdapatاdiاal-Baqarah ayat 183:
اُْب،ْكَِا ْ ِاَ كمُهللاَِ،ََاَ، ِابََِباَُِكهبُهللاُبْكَ،ََاَ، هللابرََِِاَ كمُهللاَِ َكَرِاَكاا
،َأَُاَ رو َ اُْب
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.”
Takwa merupakan standar paling tinggi tingkat kemuliaan manusia. Seberapa
tinggi derajat mulia manusia tergantung pada seberapa tinggi takwanya. Inna
akramakumا‘indallâhiاatqâkumارDalamاkonteksاpuasaاRamadhan,اtentuاtakwaا
tak bisa digapai dengan sebatas menahan lapar dan dahaga. Ada yang lebih
substansial yang perlu ditahan, yakni tergantungnya manusia kepada hal-hal
selain Allah, termasuk hawa nafsu.
Orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh akan mencegah dirinya dari
segala macam perbuatan tercela semacam mengubar syahwat, berbohong,
bergunjing,اmerendahkanاorangاlain,اriya’,اmenyakitiاpihakاlain,اdan lain
sebagainya. Tanpa itu, puasa kita mungkin sah secara fiqih, tapi belum tentu
berhargaاdiاmataاAllahاsubhanahuاwata’alaر
3. Rasulullah sendiri pernah bersabda:
َرَُْهللاْاأهللَِِكاب ْ ِاهللَُا َ ْكَُالُ َِبا ْ ِاَُْب
Artinya:
“Banyak orang yang berpuasa, namun ia tak mendapatkan apa pun dari
puasanya selain rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad)
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,
Karena puasa sudah kita lewati dan tak ada jaminan kita bakal bertemu
Ramadhan lagi, pertanyaan yang lebih relevan bukanاsaja“اkemenanganاatasا
apaاyangاsedangاkitaاIdulاFitri?”اtapiاjuga“اapaاtanda-tanda kita telah
mencapaiاkemenangan?”ارJangan-jangan kita seperti yang disabdakan Nabi,
termasuk golongan yang sekadar mendapatkan lapar dan dahaga, tanpa
pahala?
Jika standar pencapaian tertinggi puasa adalah takwa, maka tanda-tanda
bahwa kita sukses melewati Ramadhan pun tak lepas dari ciri-ciri orang
muttaqîn (orang-orang yang bertakwa). Semakin tinggi kualitas takwa kita,
indikasi semakin tinggi pula kesuksesan kita berpuasa. Demikian juga
sebaliknya, semakin hilang kualitas takwa dalam diri kita, pertanda semakin
gagal kita sepanjang Ramadhan.
Lantas, apa saja ciri-ciri orang bertakwa? Ada beberapa ayat Al-Qur’anاyangا
menjelaskan ciri-ciri orang takwa. Salah satu ayatnya terdapat dalam Surat Ali
Imran:
ااَُهللا ََاَ ك ِاااَأُْهلل َارَاْكَ ُْهللاَ كِِاَبُْهلل َارِهللأَُهلل َارِهللأهللُثاهللا اَ روأَْاكَ كمُهللا هلل َار ِ
اَ ااكَثِْاُِْهللاَ،ِك
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’ (senang)
dan pada saat dlarrâ’ (susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya
dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)
Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,
Ayat tersebut memaparkan tiga sifat yang menjadi ciri orang bertakwa.
Pertama, gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi senang
ataupun sulit. Orang bertakwa tidak akan sibuk hanya memikirkan diri sendiri.
Ia mesti berjiwa sosial, menaruh empati kepada sesama, serta rela berkorban
4. untuk orang lain dalam setiap keadaan. Bahkan, ia tidak hanya suka memberi
kepada orang yang dicintainya, tapi juga kepada orang-orang yang memang
membutuhkan.
Dalam konteks Ramadhan dan Idul Fitri, sifat takwa pertama ini sebenarnya
sudah mulai didorong oleh Islam melalui ajaran zakat fitrah. Zakat fitrah
merupakanاsimbolاbahwa“اraporاkelulusan”اpuasaاharusاditandaiاdenganا
mengorbankan sebagian kekayaan kita dan menaruh kepedulian kepada
mereka yang lemah. Ayat tersebut menggunakan fi’il mudhari’ yunfiqûna yang
bermakna aktivitas itu berlangsung konstan/terus-menerus. Dari sini, dapat
dipahamiاbahwaاzakatاfitrahاhanyalahاawalاatau“اpancingan”اbagiاsegenapا
kepedulian sosial tanpa henti pada bulan-bulan berikutnya.
Ciri kedua orang bertakwa adalah mampu menahan amarah. Marah
merupakan gejala manusiawi. Tapi orang-orang yang bertakwa tidak akan
mengumbar marah begitu saja. Al-kâdhim (orang yang menahan) serumpun
kata dengan al-kadhîmah (termos). Kedua-duanya mempunyai fungsi
membendung: yang pertama membendung amarah, yang kedua
membendung air panas.
Selayak termos, orang bertakwa semestinya mampu menyembunyikan panas
di dadanya sehingg orang-orang di sekitarnya tidak tahu bahwa ia sedang
marah. Bisa jadi ia tetap marah, namun ketakwaan mencegahnya
melampiaskan itu karena tahu mudarat yang bakal ditimbulkan. Termos
hanya menuangkan air panas pada saat yang jelas maslahatnya dan betul-
betul dibutuhkan.
Patutlah pada kesempatan lebaran ini, umat Islam mengontrol emosinya
sebaik mungkin. Mencegah amarah menguasai dirinya, dan bersikap kepada
orang-orang pernah membuatnya marah secara wajar dan biasa-biasa saja.
Ramadhan semestinya telah melatih orang untuk berlapang dada, bijak sana,
dan tetap sejuk menghadapi situasi sepanas apa pun.
Ciri ketiga orang bertakwa adalah memaafkan kesalahan orang lain.
Sepanjang Ramadhan, umat Islam paling dianjurkan memperbanyak
permohonan maaf kepada Allah dengan membaca:
َهللهللاهَََاََِِْ ا َرْأَأُْهللاَ،ِ ا َرأََاَلَاأُ ُ
“Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta
ampunan, ampunilah aku.”
5. Kata‘اafw(اmaaf)اdiulangاtigaاkaliاdalamاkalimatاtersebut,اmenunjukkanاbahwaا
manusia memohon dengan sangat serius ampunan dari Allah SWT.
Memohon ampun merupakan bukti kerendahan diri di hadapan-Nya sebagai
hamba yang banyak kesalahan dan tak suci.
Cara ini, bila dipraktikkan dengan penuh pengahayatan, sebenarnya melatih
orang selama Ramadhan tentang pentingnya maaf. Bila diri kita sendiri saja
tak mungkin suci dari kesalahan, alasan apa yang kita tidak mau memaafkan
kesalahan orang lain? Maaf merupakan sesuatu yang singkat namun bisa
terasa sangat berat karena persoalan ego, gengsi, dan unsur-unsur nafsu
lainnya.
Amatlah arif ulama-ulama di Tanah Air yang menciptakan tradisi
bersilaturahim dan saling memaafkan di momen lebaran. Sempurnalah, ketika
kita usai membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan kepada Allah,
selanjutnya kita saling memaafkan kesalahan masing-masing di antara
manusia.
Sudah berapa kali puasa kita lewati sepanjang kita hidup? Sudahkah ciri-ciri
suksesاRamadhanاtersebutاmelekatاdalamاdiriاkita?اWallahuاa’lamاbishا
shawab.
ا
هللُثا ْكأُْهللاهللَمَهللاا اَْا َرْوَ اكْهللاثْأََ َارُْبْكب ْ
رارْاَ َِكََِ،ََاُْبَسَِر َار ْكااأ ْ ََِ ا هلل َََِح
اْهللاُ ْ
رَِاَ ْ
رَِررا ْكأَكُْهللاَََُُهللاهللا ا َر َ اهللَََِْاُ ََر َار َ
اَأََْرا ْ ََِمار ْكأَثا َر َ اهللَََِحَرهللاَمَا
ا
َُِِ،ْثُِْهلل َارَ ْكِ،ْثُِْهللاأ ََثُ َارُْبَُ َارْهللاُاَُْكاَأُْهللاَْاأأْ َ ْثَر َاارَار َ ْكَِْيُِْهلل َار ََُِِْيُِْهلل
ا
ُْكِهللُأاأ ْ
رَأ ُْهللا َرَاهللَاأَ ْ
رأأْ َ ْثَِ
Bacaan Khutbah Kedua
ااأَكْبَرااَهللا أَكْبَرااَهللاأَكْبَرااَهللاأَكْبَرااَهللا أَكْبَرااَهللاأَكْبَرااَهللاأَكْبَرااَهللا
ْ َارْاْاأَهللَُاأ
ا
ِهللُأا ِِْهللُأا َرَاْاأَهللُاأَْاَ ْكََُِِأُْهللاه،َاأاا ََُِِْْهللاار َُِِْْهللا َارأَكْبَرااَهللارأَكْبَرا ُْك
ا
َ ْ
رثَهللاأر َِِِا َرا َ ََْر َار ْاْاأَهللَُااأْ َرا َ ََْرراَ ْكََُِِأْ،ُارلََِِْاأهللَُ ْ
رثَاأَََث ْأَراراْا
ا
َِاَكَ ارا ْأَكِاَِراَ ْكأَََِْراهللِكَِْبَر َارهللُِارَ،ََ َارل ََِِِِاَ هكَثِاَ،ََاُْه،َث َارهََباُ ه،ُهللا ْاَ َِك
اَِاَْهللارو هلل َرارَ ْ
رو ُِْهللاَََِ ْا َوَ اَْا َرْوَ اكْهللاثْأََ َارُْبْكب ْ
ررارَْهللارو هللاْأَحَ ْثهللِهللا ْ
رَِأَث َارُْ
ا
راكُْكَهللُأا َِحْكَُهللاَ ِاِااكم ْ
رََرِفاََُِأَ اْاَََِِراَ ْكََُِِأُْهللاه،َاأ َأأْ َِِاَُاأ هللاُْث
ا
َر َارْاأ رَِ ْا َارهلل ِو اهَِاَ هللاهللرو هللاهللرََِِاَ ْكمُهللاَِ َكَرِاَكاراُكِهللُأا َِِْهللُأاَْا رِ،ْثِاُْ