1. Teks membahas tentang polisitemia, yaitu kondisi kelebihan produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.
2. Terdapat dua jenis polisitemia, yakni primer yang disebabkan kelainan genetik dan sekonder yang diakibatkan faktor lingkungan seperti hipoksia.
3. Patofisiologi polisitemia melibatkan mutasi gen JAK2 yang menyebabkan perbanyakan semua komponen darah tanpa kontrol, meningkatkan resiko
Patofisiologi Kelainan Darah dan Gangguan Akomodasi
Asuhan Keperawatan Polisitemia
1. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sel darah merah atau eritrosit adalah cakram bionkaf tidak berinti yang kira-kira
berdiameter 8 mikro meter. Stroma bagian luar membran sel mengandung antigen
golongan A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah. Komponen utama
sel darah merah adalah hemoglobin, yang mengangkut sebagian besar oksigen dan
sebagian kecil karbondioksida dan mempertahankan pH normal.
Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan. Bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi
daripada orang dewasa. Jika jumlah sel darah merah lebih tinggi dalam sirkulasi dari
biasanya maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi
sebaliknya, jika sel darah merah lebih rendah dari daripada biasanya, dan kondisi ini
disebut sebagai anemia. jumlah sel darah merah yang berlebih biasanya tidak terdapat
tanda gejala, pada tahap awal polisitemia.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian polisitemia ?
2. Apa etiologi dari polisitemia ?
3. Bagaimana patofisiologi polisitemia ?
4. Bagaimana manifestasi klinik polisitemia ?
5. Bagaimana evaluasi diagnostik polisitemia ?
6. Bagaimana penatalaksanaan polisitemia ?
1.3. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan sistem Imunologi yaitu
Polisitemia
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian polisitemia
b. Untuk mengetahui penyebab polisitemia
2. 2
c. Untuk mengetahui patofisiologi polisitemia
d. Untuk mengetahui manifestasi klinik polisitemia
e. Untuk mengetahui evaluasi diagnostic polisitemia
f. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan polisitemia
3. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pengertian Polisitemia
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah).
Jadi, polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di
dalam darah.
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah
akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.
Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak
memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan
hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6
juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Meningkatnya jumlah sel darah merah dalam sirkulasi darah, viskositas darah
total,merupakan peristiwa yang menyebabkan melambatnya aliran darah dan merupakan
penyebab dari manifestasi patofisiologi penyakit ini. Meningkatnya viskositas
mengakibatkan peningkatan volume darah dan selanjutnya diikuti meningkatnya kerja
jantung,vasodilatasi serta meningkatnya suplai oksigen ke jaringan.
Terdapat 2 jenis polisitemia,yaitu :
1) Polisitemia primer (vera) merupakan gangguan mielopoliferatif. Sel induk pluripoten
abnormal,biasanya disertai dengan eritrositosis,leukositosis,dan trombositosis.
Polisitemia vera merupakan penyakit progresif pada usia pertengahan, lebih banyak
mengenai pada laki-laki daripada perempuan. Peningkatan volume dan vaskositas
darah (aliran darah lambat) bersama dengan peningkatan jumlah trombosit dan fungsi
trombosit abnormal dapat menyebabkan seseorang mengalami trombosis dan
pendarahan.Penyakit ini berkembang dalam waktu 10-15 tahun. Selama waktu itu
limpa dan hati membesar, disebabkan oleh kongesti eritrosit. Sumsum tulang menjadi
fibrosis dan akhirnya nonproduktif, atau berubah menjadi leukemia mielogenik
akut,baik sebagai akibat dari pengobatan atau perkembangan penyakit. (Sylvia : 2005)
2) Polisitemia sekunder terjadi saat volume plasma yang beredar pada pembuluh darah
berkurang (mengalami hemokonsentrasi) tetapi volume sel darah merah di dalam
4. sirkulasi normal. Oleh karena itu, hematokrit pada laki-laki kira-kira 57% dan pada
perempuan meningkat sampai 54%. Penyebab yang paling mungkin adalah dehidrasi.
Paling sering terjadi pada laki-laki usia pertengahan,obese,sangat cemas disertai
hipertensi.
4
2.2.Etiologi
Etiologi yang sering muncul secara umum:
a. Berkurangnya volume plasma.Dehidrasi akut tanpa peningkatan masa sel darah merah
merupakan penjelasan yang lazim.
b. Hipoksia, Sejauh ini merupaka etiologi polycythemia sekunder yang paling lazim.
Pemeriksaan fungsi paru dan desaturasi oksigen pada penentuan gas darah mungkin di
diagnostic.
c. “ Sindrom Gaisbock “ (polycythemia beban). Biasanya terlihat peningkatan
hematokrit pada pria setengah baya yang merokok berlebihan dan hipertensi serta
tidak memiliki satupun gambaran klinis polycytemia. Masa sel darah merah biasanya
normal (normal tinggi) dan volume plasma menurun. Banyak yang tidak menganggap
hal ini sebagai suatu sindrom tetapi hanya sebagai salah satu ujung kurva normal
berbentuk bel. Serta merokok dapat meningkatkan hematokrit akibat pembentuksn
karboksihemoglobin.
1) Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya
tidak diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh
kelainan genetik warisan yang abnormal menyebabkan peningkatan sel darah merah.
2) Polisitemia sekunder
Polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor
lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti:
a. tumor hati,
b. tumor ginjal atau sindroma Cushing
c. peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia
kronis (kadar oksigen rendah)
d. perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit
paru-paru parah, dan penyakit jantung.
5. Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel
darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.
5
2.3.Patofisiologi
Di dalam tubuh kita terdapat darah yang berfungsi untuk menyalurkan sari makanan
dan oksigen ke seluruh tubuh, dan sebaliknya mengumpulkan sampah dari jaringan tubuh
kemudian dikeluarkan melalui paru-paru dan ginjal. Namun pernahkah kalian tahu
bagaimana darah itu terbentuk?
Hemopoiesis (hematoiesis) yaitu proses pembentukan elemen-elemen berwujud
darah. Proses pembentukan ini terutama terjadi di sumsum tulang merah misalnya di
epifisis tulang panjang (pangkal lengan dan tulang paha), tulang pipih (tulang rusuk dan
tulang kranium), vertebra dan tulang panggul. Di dalam sumsum tulang merah, sel
hemasitoblas membelah menjadi sel “blas”. Sel-sel ini kemudian menjadi elemen
berwujud darah dengan tergolong menjadi beberapa kelompok.
Eritropoiesis.
Eritropoiesis, yaitu proses pembentukan darah khususnya darah merah (eritrosit). Proses
ini dimulai dengan terbentuknya proeritroblas yang berasal dari sel hemopoitik. Setelah
3-5 hari, beberapa berkembang dengan proliferasi ribosom (penggandaan ribosom) dan
sintesis hemoglobin. Akhirnya, inti sel dikeluarkan, membuat depresi pada bagian pusat
sel. Eritrosit muda, yang biasa dikenal dengan retikulosit, yang masih mengandung
beberapa ribosom dan retikulum endoplasmik, memasuki aliran darah dan kemudian
berkembang menjadi eritrosit dewasa setelah 1-2 hari.
Leukopoiesis
Leukopoiesis adalah proses pembentukan leukosit, yang dirangsang oleh adanya colony
stimulating factors atau faktor perangsang koloni. Penstimulasi (perangsang) koloni ini
dihasilkan oleh sel darah putih (leukosit) dewasa. Perkembangan dari setiap sel darah
putih dimulai dengan terjadinya pembelahan sel batang temopoitik menjadi sel “blas”
seperti berikut ini.
a. Mieloblas yang akhirnya berkembang menjadi leukosit granular (granulosit) yaitu
eosinofil, neutrofil, dan basofil.
b. Monoblas berkembang menjadi monosit.
c. Limfoblas akan berkembang menjadi limfosit.
6. 6
Trombopoiesis
Jika di atas kita sudah belajar mengenai pembentukan sel darah merah dan putih, maka
yang terakhir dari komponen darah yang akan kita ketahui lebih lanjut yaitu
pembentukan trombosit (keping darah). Pembentukan keping darahdimulai dengan
pembentukan megakarioblas dari sel batang hemopoitik. Megakarioblas membelah tanpa
sitokinesis menjadi megakariosit, sel raksasa dengan inti besar dan multilobus (banyak
ruang). Megakariosit kemudian terpecah-pecah menjadi segmen-segmen ketika membran
plasma tertekuk ke dalam sitoplasma.
Terdapat 2 jenis polisitemia yaitu primer, dan sekunder.
a. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih
hematopoietik tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar
eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena
rangsangan eritropoietin yang kuat.
b. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar
eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai
keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia
ini adalah dehidrasi dan hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel
tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada
sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau
menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel
tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap
faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah
eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA
yang dikenal dengan mutasi.Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang
memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan
antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan,
7. terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi,
kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi
signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke
inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi
aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor. Pada
penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi
pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal
ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2
berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung
tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel
darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita
cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan
mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan
tingginya jumlah platelet.
Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke,
pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV
menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia,
peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.
Mekanisme yang diduga untuk menyebabkan peningkatan poliferesi sel induk
7
hematopoietik adalah sebagai berikut:
a. tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastik
b. adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel
induk hematopoietik normal.
c. Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin,
interlaukin,1,3 GMCSF dan sistem cell faktor.
Adapun fase klinis polisitemia yaitu :
1. Fase eritrositik atau fase polisitemia. Fase ini merupakan fase permulaan. Pada
fase ini didapatkan peningkatan jumlah eritrosit yang dapat bertanggung jawab 5-
8. 25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk menggendalikan
viskositas darah dalam batasan normal.
2. Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ). Dalam fase ini
kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki priode panjang
yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi trombositosis
dan leokositosis biasanya menetap.
3. Fase mielofibrotik. Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi
klinis dan perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia
mieliod. Kadang- kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar
getah bening dan ginjal.
4. Fase terminal. Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera
diakibatkan oleh komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena
mielofibrosis terjadi pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median
survival) pasien yang diobati berkisar anatara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada
pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan
pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia akut meningkat 5 kali jika
pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapatkan obat
sitostatik seperti klorambusil.
8
2.4.Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala pada pasien polisitemia adalah sebagai berikut :
2.4.1. Sistem Kardiovaskular
Gejala kardiovaskular yang dapat dijumpai yaitu adanya keluhan seperti dispnea
pada waktu bekerja,angina pectoris,palpitasi,sakit kepala dan pusing
2.4.2. Gastrointestinal
Dapat dijumpai adanya gejala gastrointestinal sperti rasa sakit
epigastrik,mual,pembengkakan,muntah,konstipasi dan peptik ulser.
2.4.3. Pruritus (gatal-gatal)
Terutama terjadi pada saat setelah mandi air hangat dan berkeringat pada malam
hari.
2.4.4. Hiperurikemia
Disebabkan karena produksi yang berlebihan dari asam uric. Secara klinis dapat
juga terjadi pegal-pegal.
2.4.5. Melena
9. Disebabkan karena adanya pembesaran pembuluh pada traktus intestinal yang
kadang-kadang sangat parah sehingga berakibat fatal
9
2.4.6. Hipertensi
Disebabkan oleh adanya peningkatan volume darah
2.4.7. Gejala Neuromuscular
Dijumpai keadaan seperti parestesi dari kaki dan tangan, sakit kepala, vertigo,
insomnia, lemah, nyeri pada tungkai terutama setelah latihan fisik.
2.4.8. Wajah dan kulit yang kemerah-merahan.
Timbulnya kulit dan wajah yang kemerah-merahan. Ini tergantung pada perluasan
kuantitas darah dalam pleksus vena subpapila. Kuantitas darah pada pleksus ini
meningkat ,selanjutnya karena darah melewati sumbatan kapiler kulit sebelum
memasuki plekusus vena, jumlah hemoglobin yang lebih dari normal deoksigenasi
(proses penyingkiran oksigen dari suatu senyawa) sebelum darah masuk ke
pleksus. Warna biru deoksigenasi hemoglobin ini menutupi warna merah
oksigenasi hemoglobin. Oleh karena itu penderita polisitemia biasanya memiliki
wajah kemerah-merahan dengan warna kebiru-biruan atau sianosis pada kulit.
Warna merah serin terlihat pada telapak tangan,konjunctiva,faring,dan membrane
mukosa.
2.4.9. Fundus
Pemeriksaan fundus sering memperlihatkan pembuluhan kecil retina yang
mengalami pembengkakan dengan warna ungu gelap.
2.4.10. Splenomegali (pembesaran limpa)
Limpa dapat mengalami pembesaran dijumpai pada ¾ dari pasien dimana limpa
biasanya kaku dan jarang meluas serendah umbilicus kecuali bila penyakit
tersebut setelah ada selama beberapa tahun. Pada fase akhir penyakit
ini,khususnya ketika leukemia berkembang,maka limpa semakin membesar dan
mengisi hamper seluruh rongga abdomen yang menyebabkan rasa kenyang oleh
karena pengisian gastrik yang disebabkan oleh pembesaran limpa.
2.4.11. Hepatomegali (pembesaran hati)
Hepatomegali juga sering terjadi pada penderita polisitemia. Namun lebih jarang
terjadi dan cenderung timbul belakangan dalam perjalanan penyakit tersebut
10. 10
2.5.Pemeriksaan Penunjang
1. Eritrosit
Peningkatan >6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik,
kecuali jika terdapat transisi ke arah metaplasia myeloid [Batas normal Pria : 4,5 – 5,5
jt/ul Batas normal Wanita : 4,0 – 5,0 jt/ul]
2. Granulosit, meningkat pada 2/3 kasus Polisitemia Vera, berkisar antara 12-25.000
/mL tetapi dapat sampai 60.000 /mL.
3. Trombosit, berkisar antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat > 1 juta/mL sering
didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal [Batas normal Pria : 150.000 –
400.000 /ul]
4. B12 serum
B12 serum dapat meningkat pada 35% kasus, tetapi dapat pula menurun, pada ± 30%
kasus, dan UBBC meningkat pada > 75% kasus Polisitemia Vera [Normal : 200 - 800
pg/mL]
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang (SST)
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostik, kecuali bila ada kecurigaan
penyakit mieloproliferatif. Sitologi SST menunjukkan peningkatan selularitas seri
eritrosit, megakariosit dan mielosit.
6. Peningkatan Hemoglobin berkisar 18-24 gr/ dl [Batas normal Pria : 13 – 15 g/dl Batas
normal Wanita : 12 – 14 g/dl]
7. Peningkatan Hematokrit dapat mencapai > 60 % [Batas normal Pria : 40 – 48 vol%
Batas normal Wanita : 37 – 43 vol%
8. Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal
9. UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity ) meningkat 75 % penderita.
10. Pemeriksaan Sitogenetik, dapat dijumpai kariotip 20q,13q, 11q, 7q, 6q, 5q, trisomi 8
dan trisomi 9.
11. Serum eritropoitin,
Pada Polisitemia Vera serum eritropoitin menurun atau normal sedangkan pada
Polisitemia sekunder serum eritropoitin meningkat
12. Pemeriksaan JAK2V617F ditemukan 90% pasien Polisitemia Vera dan 50% pasien
Trombositosis Esensial dan Mielofibrosis Idiopatik.
Di India tahun 2006, dari 77 pasien Myeloproliferative Disorders, didapatkan positif
pemeriksaan JAK2V617F pada 80% pasien polisitemia vera, 70% pada pasien
11. Trombositosis Esensial dan 51 % pada pasien IMF. Untuk mengetahui peranan mutasi
invivo ditranplantasikan SST
11
2.6.Komplikasi
Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk
kemungkinan komplikasi :
a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.
b. Batu Ginjal Asam urat
c. Gagal jantung
d. Leukemia / leukositosit
e. Myelofibrosis
f. Penyakit ulkus peptikum
g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung)
2.7.Penatalaksanaan
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat
dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
2.7.1. Tujuan terapi yaitu:
1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit)
2. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena,
serebrovaskular,thrombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan
infark pulmonal.
3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
2.7.2. Prinsip terapi
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum
terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia
muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi
sitostatik.
12. 12
Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
Leukositosis progresif
Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
2.7.3. Terapi
a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya
bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama
bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi
terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,dan pada pasien yang masih
dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai
nilai hematokrit mulai menuru. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka
darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit
yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam
dan perempuan.
b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik
menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi
mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai
pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga
sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat
antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang
keamanan penggunaan jangka panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah
banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan
mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil
dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa
lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan
pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika >
52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
13. 13
c. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk
menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2
secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya
jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah
10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak
mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan
diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama
untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi
yang digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada
keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi
mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan).
2.7.4. Pengobatan
a. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan
penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan
Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
c. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
d. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
e. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak
memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah
platelet tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum.
Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati
dengan anagrelid.
14. 14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama klien : Tn. J (45 th)
Tgl Lahir : 16 maret 1969
Jenis Kelamin : L
Suku/bangsa : jawa
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS
Alamat : Perum Indah Blok A Bengkulu
Ruang rawat : Anggrek, RSUD M. Yunus Bengkulu
B. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Penderita penyakit polisitemia vera menampakkan gejala mencakup pusing, sakit
kepala, kemerahan pada wajah, kesulitan bernafas, kelelahan, gatal. Pada polisitemia
sekunder menampakkan gejala kelesuan, hipertensi,sesak napas, batuk kronis, gangguan
tidur (apnea tidur), pusing.
C. Riwayat Kesehatan Terdahulu (RKD)
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit, kemungkinan
pasien pernah menderita penyakit sebelumnya seperti : kelesuan, sakit kepala,
hipertensi,dan riwayat merokok
D. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Riwayat adanya penyakit polisitemia pada anggota keluarga yang lain seperti :
Kelainan genetik warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi prekursor sel darah
merah,PPOK, tumor ginjal atau sindroma Cushing,dan lain-lain.
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Peningkatan warna kuli( sering kemerah-merahan) disebabkan oleh peningkatan kadar
hemoglobin
15. 15
2. Gejala –gejala kelebihan beban sirkulasi( peningkatan tekanan darah, sakit kepala, dan
pusing)
3. Spenomegali
4. Hepatomegali
5. Gatal – gatal
6. Riwayat pendarahan.
Analisa Data :
Nama klien : Tn. Jhon (45 th)
Ruang rawat : Anggrek, RSUD M. Yunus Bengkulu
Diagnosa medik : Polisitemia
No Data Etiologi Masalah Kep
1. DO:
- Klientampak kesulitan
bernapas
- kelelahan
- Dispnea (+)
Limpa membesar
Pusing,sakit kepala, pandangan
kabur,
Perubahan perfusi
jaringan
2. DO:
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak meringis
kesakitan akibat sakit
perut
- berkeringat
- Klien tampak
memegang di daerah
perut dan melindungi
daerah yang sakit
- Kuku pucat dan
sedikit sianosis
- Mukosa bibir kering
Penurunan berat badan,sakit
perut atau kepenuhan.
Perubahan Nutrisi
16. 16
dan pucat
3. DO:
-pasien tampak meringis
kesakitan di bagian
abdomen.
Perut penuh,sakit kepala,
Hipoksia kronis, eritropoietin.
Nyeri
3.2.Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1. Perubahan perfusi jaringan; kardiopulmoner,serebral, gasrtointinal,dan atau perfer
yang berhubungan dengan aliran darah di buktikan dengan pendarahan
2. Perubahan nutrisi;kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna atau menyerap nutrisi dibuktikan oleh distres
epigastrik, perasaan kembung.
3. Nyeriyang berhubungan dengan penyakit kronis dibuktikan olehnyeri persendian dan
sakit kepala.
3.3.Intervensi
No Diagnosa
Keperawatan
tujuan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Perubahan perfusi
jaringan;
kardiopulmoner,
serebral,
gasrtointinal, dan
atau perfer yang
berhubungan
dengan aliran darah
di buktikan dengan
pendarahan.
Aliran darah
dapat bekerja
dengan
normal
kembali.
-Tanda vital stabil
- tidak terdapat
bukti terjadi
pendarahan.
Kaji kulit dan
membran
mukosa
auskultasi dada
untuk
mengetahui
pernapasan dan
bunyi jantung.
beri dorongan
untuk
berkomunikasi
dengan orang
terdekat.
1. kondisi kulit
dipengaruhi olek
sirkulasi, nurtisi
dan imobilisasi
2. Jaringan dapat
menjadi rapuh
cenderung
menjadi rusak.
pertahanan
posisi nyaman
dan pernapasan
maksimal
3. meminimalkan
17. 17
siapkan terapi
aferesis sesuai
pesanan jelaskan
prosedurnya.
tingkatkan
aktivitas reduksi
stres lainnya.
instruksikan
pasien untuk
duduk selama
10 sampai 15
menit kemudian
berdiri selama 3
sampai 5 menit.
gabungkan
prosedur
laboatorium
gunakan jarum
dengan diameter
kecil.
observasi
perdarahan dari
tempat fungsi
vena berikan
tekanan pada
tempat tusukan
selama 5 sampai
10 menit atau
sampai
pendarahan
berhenti.
adanya
perasaanketidak
nyamanan.
4. ketidaknyamana
n terapi harus
digunakan secara
hati-hati, karena
dapat
menurunkan
upaya menekan
perdaraha
5. berikan
informasi
tentang kondisi
dan kemajuan.
Dengan
melakukan tanya
jawab.
6. meningkatkan
secara bertahap
tingkat aktivitas
sampai normal
untuk memper
baiki tonus otot
atau stamina
tanpa
kelemahan.
7. indikasikan
sesuai dengan
prosedur.
8. kaji dan catat
dosis yang
dbutuhkan
18. hingga
perdarahan
berhenti.
18
2.
Perubahan
nutrisi;kurang dari
kebutuhan tubuh
yang berhubungan
dengan
ketidakmampuan
untuk mencerna
atau menyerap
nutrisi dibuktikan
oleh distres
epigastrik, perasaan
kembung.
Pemenuhan
nutrisi
seimbang.
Berat badan
menujukan tanda-tanda
kemajuan
mencapai berat
badan normal;
pasien
mendapatkan diet
seimbang dengan
cairan 2000-2500
ml/hari
1. Berikan cairan
pilihan sampai
2500ml/hari
2. Pantau masukan
dan pengeluaran
setiap 8 jam
3. Ingatkan agar
pasien makan
dengan perlahan
dan dikunyah
dengan baik
4. Atur
pengunjung
pasien yang
dapat
meningkatkan
aspek sosial
waktu makan
5. Timbang berat
badan pasien
setiap hari
1. Memenuhi
kebutuhan
adekuat didalam
tubuh
2. Mengetahui
jumlah cairan
yang masuk dan
keluaran
3. Menghindari luka
diusus kerena
makanan tidak
dikunyah dengan
baik
4. Menimalkan
semangat pasien
waktu makan
karena ada
keluarga yang
menemani makan
5. Mengetahui berat
badn pasien
19. 19
dengan
menggunakan
pakaiyan dan
tumbangn yang
sama
6. Sajikan
makanan
dengan
pengaturan yang
baik
apakah ada
peningk batan
atau penurunan.
Untuk intervensi
selanjutnya
6. Meningkatkan
nafsu makan
3 Nyeri yang
berhubungan
dengan penyakit
kronis dibuktikan
oleh nyeri
persendian dan sakit
kepala.
Pasien
mengatakan
tidak lagi
merasa nyeri
dan sakit
kepala
mengatur
aktivitas tanpa
ketidaknyamanan;
postur tubuh dan
wajah rileks
1. kaji lokasi durasi
dan beratnya rasa
nyeri
menggunakan
skala nyeri.
2. pertahankan
lingkungan yang
tenang dan
berikan waktu
istirahat tanpa
gangguan.
3. anjurkan
masukan cairan
4. berikan kompers
dingin atau panas
sesuai permintaan
1. membantu
mengkaji
kebutuhan untuk
intervensi; dapat
menidentivikasik
an terjadinya
komplikasi.
2. meningkatkan
istirahat.
3. menghindari
terjadinya
dehidrasi
4. meminimalkan
kebutuhan atau
meningkatkan
efek obat
20. 20
pasien.
5. ubah posisi klien
setiap 4 jam
sekali: kaji
latihan tentang
gerak.
6. kaji ulang atau
tingkatkan
intervensi
kenyamanan
pasien sendiri,
posisi aktivitas
fisik atau non
aktif dsb.
5. memperbaiki
sirkulasi jaringan
dan mobilitas
sendi.
6. penangan sukses
terhadap nyeri
memerlukan
keterlibatakn
pasien.
Penggunaan
teknik efektif
memberikan
penguatan yang
positif.
21. 21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah
akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.
Polisitemia terbagi menjadi 2 jenis yaitu polisitemia primer (vera) terjadi karena
peningkatan volume dan vaskositas darah (aliran darah lambat) bersama dengan
peningkatan jumlah trombosit dan fungsi trombosit abnormal dapat menyebabkan
seseorang mengalami trombosis dan pendarahan. Polisitemia sekunder terjadi saat
volume plasma yang beredar pada pembuluh darah berkurang (mengalami
hemokonsentrasi) tetapi volume sel darah merah di dalam sirkulasi normal.
Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut.
Polisitemia sendiri diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam
tubuh sampai dengan jumlah hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila
penyebab polisitemia tidak diketahui, maka yang diperlukan adalah monitor teratur.
4.2 Saran
Untuk lebih mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan Polisitemia, mahasiswa harus memahami benar tentang definisi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, serta penatalaksanaannya
22. 22
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson.2009.Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis Penyakit
Edisi 6. EGC : Jakarta
NANDA – I. 2011. Diagnosis keperawatan. EGC : Jakarta.
Sloane,Ethel.2009.Anatomi Fisiologi untuk Pemula.EGC : Jakarta
http://www.globalrph.com/labs_v.htm
http://www.hi-lab.co.id/index.php/our-advice/164-hematologi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7939/1/970600052.pdf
www.klikdokter.com/medisaz/read/2014/09/26/252/polisitemia---darah-kental
http://www.scribd.com/doc/241118132/Askep-Osteoarthritis