1. KERAJAAN SRIWIJAYA
Munculnya kerajaan Melayu tua di Sumatera -Sriwijaya- yang telah dipandang sebagai suatu kerajaan
yang memiliki kekayaan dan rakyatnya hidup sejahtera dari perdagangan hasil bumi Sumatera dan
kemegahan Sriwijaya telah mampu membangun sistem politik yang mapan, pertahanan darat dan
laut yang kuat, sehingga kerajaan Sriwijaya telah menjadi suatu khazanah dalam sejarah dunia
Melayu di Asia Tenggara. Sistem pemerintahannya ditata mengikut acuan Melayu yang berasaskan
keterbukaan dengan dunia luar dan memompasemangatrakyatnya untuk bekerja keras dan selalu
peka terhadap setiap kemungkinan-kemungkinan adanya anasir luaryang mengancam keselamatan
Sumatera. Itulah sebabnya para sejarawan telah menyifatkan bahwa sistem yang digunakan sebagai
suatu model pemerintahan yang modern pada waktu itu. Kita tidak dapat membayangkan betapa
masyhurnya kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Untuk menggambarkannya, izinkan saya meminjam
ucapan Wang Gungwu:“Pada tahun 7 75,kerajaan ini telah menj adi begitu masyhur sehingga hanya
raja-raja yang dipertuan dari Sriwijaya,raja tertinggi di antara semua raja di permukaan bumi”1).
Wang Gungwu, “The Nanhai trade:A study ofearly history ofChinese trade in South China Sea”,
1958, (Halaman):135.
Kerajaan Sriwijaya berhasil membangun pangkalan-pangkalan ekonomi dan merangsang semangat
rakyatnya berniaga dengan bangsa asing, sehingga:“pada awal sejarahSriwijaya yang panjang itu,
pelabuhan-pelabuhan Palembang dan Jambi merupakan penghubung di antara Sumatera dengan
pasar-pasar Asia. Sistem komunikasi yang menjadi dasar perkembangan pelabuhan-pelabuhan ini
telah dicipta oleh nakhoda kapalnya. Masa depan sistem itu tidak bergantung kepada kekayaan
pedalaman Sumatera Selatan, tetapi bergantung kepada kemampuan para pemerintahnyauntuk
memastikan agar pelabuhan-pelabuhan tetap menjadi tempat yang mesti disinggahi dalam pelayaran
ke negeri Cina.” Demikian dituturkan oleh Chou Chù-Fei, malahan “Jambi dan Palembang sebagai
pusat perdagangan yang sangatmaju” 2). Rockhill, Notes on relations and trade ofChina, (Halaman):
134-l 38.
Ketika itu berbagai hasil bumi telah dijual dalam pasaran bebas, Hal ini telah dikemukakan oleh Chèn
Tsàng-chi:“dalam pertengahan abad ke-8. Lada Kemukus berasal dari Sriwijaya-Sumatera yang
mendapat permintaan dalan pasaran di negeri Cina. Selain dari pada itu kapur barus yang dipandang
sebagai barang perniagaan yang mendatangkan hasil memuaskan. Sebab pada kurun masa itu, kapur
Barus merupakan barang mahal dan komoditi export besar, hingga kebanyakan negara selain
Sriwijaya telah menggunakan upeti dan tanda mata. Seperti Chih Tu telah mengirim Batu Kapur
sebagai upeti kepada kerajan Chang Chun, kerajaan Udayana di Barat Laut India, , kerajaan To -Yuan
di Asia Tenggara melakukan perkara yang sama.”3). J.GBoeles, The King of Sri Dvaravati and His
Regalia, 1964, (Halaman):114.
Di kawasan Sumatera Tengah -Barus- telah didapati bahan galian Batu Barus (Kapur Barus), hingga
kapur Bar-us merupakan salah satu barang komoditi terpenting bagi devisa negaradi bawah kerajaan
Sriwijaya. “Sekitar 500 orang Cina selatan menggali dan menggunakan kapur bar-us, yang hablur-nya
mendapat tempat dalamperobatan karangan Tao Hung Ching”. 4) G. Ferrand, Relations de Voyages
et testes Geographyques, (Halaman):56-57, yang dikutipdari catatan Ibnual-Fakih, 902.
Memandangkan kenyataan-kenyataan ini maka ada penulis yang menuturkan bahwa:“Pada zaman
pertengahan, Sriwijaya merupakan pusat perdagangan yang sangat maju dan masyhur, oleh itu wajar
dipercayai bahwa terdapat latar belakang ekomoni di Asia Tenggara dan barangkali juga di tempat
lain di Asia, yang selama berabad-abad telah memberi jalan kepada kerajaan Sriwijaya. Pada 700 M.
Sriwijaya telah memperoleh pos luar wilayah di Barat Daya Semenanjung Tanah Melayu yang
memberikan kepadanya kuasa di Selat Melaka. Perluasan perdagangan laut ini adalah perkara yang
belum pemah ada sebelumnya dalam catatan yang telah kita selidiki.” 5) O.W. Wolters, Perdagangan
Awal Indonesia, Suatu Kajian Asal Usul Kerajaan Sriwijaya, (Halaman):312.
Keberhasilan dalam bidang ekonomi tidak terlepas daripada kemampuan mengadakan hubungan
perdagangan dan diplomatik dengan negara lain, seperti dilukiskan di sini:“Sejak abad ke -5 lagi,
Kerajaan Sriwijaya sudah mempunyai hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Cina. Hampir
setiap tahun para saudagar menaiki kapal barang ke Canton”. 6) Prof. Wealtly, Golden Khersonese,
(Halaman): 58.
Malahan dikatakan bahwa beberapa kerajaan dagang seperti:Ho -lo-tan, Pohuang (berpusatantara
Jambi-Palembang), Ka-to-li, dan Cina telah mengirim utusan kepada Kerajaan Sriwijaya. “Ini harus
dipandang sebagai tanda bahwa kekuasaan proto-Sriwijaya agak kukuh, hingga ia merasa tidak perlu
2. mengingatkan orang Cina akan tanggung-jawabnya sebagai pelindung dengan sering mengirim
utusan” 6). O.W. Wolters, Perdagangan Awal Indonesia, suatu Kajian Asal Usul Kerajaan Sriwijaya,
(Halaman): 323.
Kemasyhuran Sriwijaya tidak hanya terbatas dalam bidang perdagangan, akan tetapi juga dalam
bidang militer untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan kerajaannya. “Sriwijaya di Sumatera
Tenggara pada masa pertengahan abad ke-7M, sangat memainkan peranan penting dalam
perdagangan Asiadan selama lebih 500 tahun dan setelah sejarahnya dihidupkan kembali oleh para
sejarawan pada zaman modern dan di kalangan orang Melayu, mereka membanggakannya sebagai
kekuatan laut yang besar dan empayer tertua di dalam sejarah kebangsaan mereka.” 7) Idem,
(Halaman): 1.
Seterusnya dikatakan:“raja Sriwijaya mempunyai senjata yang senantiasa bersedia untuk
melaksanakan kekuasaannya atas saingannya. Kekuatan militernya bergantung kepada kapal-
kapalnya. Raja-raja itu mempunyai kapal dan orang juga membayangkan nakhoda-nakhoda kapal
Melayu datang dari rawa-rawa bakau dan pulau-pulau berdekatan.” 8) Sung Shih, Suma Oriental,
(Halaman):. 235-236.
Seorang penulis Belanda, J.C.Van Leur, malah mengatakan bahwa:“untuk memperkuatangkatan laut
dalam usaha mempertahankan perdagangan mereka, Sriwijaya melakukan tindakan-tindakan khusus
untuk perang dan apabila mereka hendak berperang melawan negara lain, mereka mengumpul dan
kemudian merujuk kepada ketua-ketua mereka dan semua menyiapkan persediaan militer sendiri
dan bahan-bahan makan yang diperlukan”9). Chu Fan Chih, Indonesian trade and socities,
(Halaman): 106.
Sejarah telah mencatat bahwa kerajaan Sriwijaya mempunyai kuasa penting di Sumatera bahkan
sampai ke Semenanjung Malaysia dalam jangka masa yang lama. Ketika itu Cina, India dan Arab
merupakan mitra dagangnya. Namun begitu, secaraformal kerajaan Sriwijaya belum menetapkan
peraturan tertulis (perjanjian dagang) mengenai cukai dagang, perjanjian mengenai pertahanan
bersama dan perlindungan dengan rakan dagangnya di Selat Melaka. Perkara ini dianggap sebagai
salah satu sisi kelemahan yang tidak disadari pada ketika itu, sebab setidak-tidaknya,ketika ada
gangguan dari kerajaan Cola dan Jawa yang menganggap Sriwijaya melakukan tindakan monopoli
perdagangan telah dijadikan alasan yang sengaja dibuat oleh pihak asing untuk melakukan serangan
terhadap post-post dagang Sriwijaya, mitra dagang yang sebelumnya akrab, ternyata tidak dapat
membantu Sriwijaya. Apalagi “selama dua abad selepas itu, wilayah-wilayah naungan Sriwijaya,
sedikit demi sedikit menentang monopoli pantai yang digemari itu dengan mendorong para saudagar-
saudagar asing mengunjungi pelabuhan-pelabuhan mereka sendiri”. 10). O. W. Wolters, Perdagangan
Awal Indonesia, Suatu kajian asal usul kerajaan Sriwijaya, (Halaman):336.
Akhirnya, kecemburuan pihak asinglah yang menjadi puncak perang yang tidak dapat lag i dielakkan.
Semua peperangan yang berlaku antara Sriwijaya dengan seteru asing dicatatpada batu bersurat -
prasasti- yang dipandang penting dalam sejarahnya, yaitu:
1. Prasasti (batu bersurat) di Muara Takus;
2. Prasasti (batu bersurat) di Telaga Batu, Palembang;
3. Prasasti (batu bersurat) di Kota Kapur, Pulau Bangka.
Dilihat dari segi psikologis dan sosiologis, peperangan ini telah mempengaruhi mentalitas bangsa ini
untuk mempertahankan kesinambungan kerajaan Sriwijaya, sebabpeperangan yang panjang dan
melelahkan itu telah banyak merengggut korban jiwa manusia dan sekaligus meruntuhkan peradaban
yang beratus-ratus tahun telah dibina. Dilihat dari segi futurologis, peperangan ini telah memakan
masa yang panjang sekali dan memerlukan kajian dan tafsiran ihniah terhadap fakta yang terungkap
dalam historiografi Sriwijaya sehingga mampu melahirkan semula kegemilangan itu. Sejarahlah yang
akan menjawabnya sendiri.