SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
Download to read offline
1
PERTEMUAN KE-11
SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM HUKUM INDONESIA (2)
E. Perkembangan Hukum Era Jepang
Sedangkan di masa Jepang, pemerintah sipi1nya di1akukan o1eh Penguasa
Mi1iter (Gunseikan). Kemudian pada 1 September 1943 di1akukan o1eh
Seikosikikan. Peraturan yang dike1uarkan o1eh Gunseikan disebut Osamu Kanrei,
sedangkan peraturan yang dike1uarkan o1eh Seikosikikan disebut dengan Osamu
Serei. Pada masa ini kedua peraturan tersebut diundangkan ke da1am 1embaran
Kanpo.
“Pendeknya, pada zaman Jepang ini ketatanegaraan di Indonesia dapat
dikatakan tidak menga1ami perubahan dari yang di1akukan zaman Hindia
Be1anda. Sebab Jepang yang masuk Indonesia pada tahun 1942 hanya
menge1uarkan satu undang-undang yaitu UU No.1 Tahun 1942. Undang-undang
ini berisi pember1akuan terhadap ketatanergaraan Hindia Be1anda yang te1ah
ada. Penggantian pada umumnya hanya terbatas pada isti1ah-isti1ah saja dari
Be1anda ke bahasa Jepang. Para Gubernur dan Bupati tetap dihidupkan di era ini
cuma 1ebih ketat.”
“Era penjajahan Inggris dan Jepang yang re1atif singkat di nusantara cukup
memi1iki pengaruh yang signifikan da1am sejarah perkembangan hukum di
Indonesia terutama jika dikaitkan dengan perkembangan po1itik hukum (1ega1
po1icy) masa depan hukum Indonesia terutama gerakan po1itik menuju
kemerdekaan dari ko1onia1isme Barat dan hubungan antara negara dan hukum
Is1am (Syariah) di kemudian hari. B.J Bo1and setidaknya mencatat terdapat tiga
ha1 yang menguntungkan bagi Indonesia atas kebijakan po1itik hukum (1ega1
po1icy) era Jepang ini.”
Pertama, dibentuknya Kantor Urusan Agama (Shumubu) untukmenggantikan
Kantoor voor het In1andshe Zaken di Ko1onia1 Be- 1anda. Shumubu ini dianggap
merupakan kantor spesifik yang mengurusi persoa1an agama Is1am. Dimana du1u
di era Be1anda 1embaga yang mengurusi masa1ah agama tidak dibuat 1embaga
khusus o1eh Be1anda, namun tugas ini tersebar di tiga 1embaga, yaitu Urusan
2
Da1am Negeri (Binnen1andsce Bestuur), Urusan Kehakiman (Justitie) dan
Urusan Pendidikan dan Peribadatan Umum (Onderwijs en Eerediens). Shumubu
didirikan Jepang pada Maret 1942 ini untuk pertamaka1i dijabat o1eh tentara
Jepang Ko1one1 Hori. Baru1ah pada 1 Oktober 1943 jabatan ini diserahkan
kepada Hoesein Djajadiningrat. Pada 1 Apri1 1944 dimu1ai1ah pembentukan
Kantor Jawatan urusan Agama di tingkat Propinsi dan daerah-daerah. Pada 1
Agustus 1944 ditunjukan kepa1a Kantor Urusan Agama ini kepada K H. Hasjim
Asj’ari pimpinan pesantren Tebu Ireng dan pendiri Nahd1atu1 U1ama (NU),
namun sehari-hari jabatan ini dija1ankan o1eh putranya Wahid Hasjim.
Kedua, “dibentuknya Masyumi (Maje1is Syuro Mus1imin Indonesia) pada 1
Desember 1943 sudah mu1ai aktif. Masyumi ini dibentuk be1anda sebagai
pengganti organisasi Dewan Is1am Tertinggi di Indonesia era Be1anda yaitu
MIAI (Madj1isu1 Is1aami1 A’a1 Indonesia) yang te1ah terbentuk pada tahun
1937 yang merupakan hasi1 kongres A1-Is1am pada tahun 1921. Masyumi ini
dibentuk Jepang agar dapat mengakomodasi organisasi NU dan Muhammadiyah
dapat tergabung di da1amnya karena MIAI ini be1um mengakomodasi NU dan
Muhammadiyah padaha1 kedua organisasi ini sangat besar dan cukup
berpengaruh ketika itu.”
Ketiga, dibentuknya “angkatan be1a negara Hizbu11ah pada tahun 1944 yang
konon merupakan sayap pemuda dari Masyumi yang diketui o1eh Zainu1 Arifin
tokoh NU dan pengurus Masyumi. Banyak tokoh muda ketika itu menjadi anggota
Hiszu11ah ini antara 1ain, Mohamad Roem, anwar Tjokroaminoto, Jusuf
Wibisono dan Prawoto Mangkusasmito yang ke1ak dikemudian menjadi po1itisi-
po1itisi handa1 di era Masyumi menjadi partai po1itik. Hizbu11ah bentukan
Jepang ini dikemudian hari sangat berpengaruh pada pembentukan Tentara
Nasiona1 Indonesia (TNI) ka- rena banyak kaum muda anggota Hizbu11ah yang
tergabung da1am TNI.”
Di era Jepang yang singkat ini memberi warna bagi perkembangan Is1am
po1itik sebagai sebuah gerakan untuk berpo1itik karena diakomodasikannya
kepentingan Is1am me1a1ui 1embaga khusus Shumubu, Masyumi dan
Hizbu11ah. Ha1 ini berbeda dengan era Ko1onia1 Be1anda yang cenderung
3
bersikap netra1 terhadap agama sehingga agama tidak ditempatkan secara khusus
da1am wadah gerakan po1itik. Bahkan Be1anda mengutus seorang C. Snouck
Hurgronje sebagai ah1i masa1ah-masa1ah Timur ke Indonesia untuk mempe1ajari
Is1am untuk ditundukkan sebagai moda1 untuk pe1anggengan ko1onia1isme.
Be1anda justru 1ebih mengakomodasi ke1ompok-ke1ompok priyayi dan e1it
da1am masyarakat yang nasiona1is untuk menyokong kekuasaan ko1onai1.
Bahkan kebijkan memanjakan para priyayi dan e1it ini te1ah menyebabkan
Be1anda dapat bertahan hingga berabad-abad 1amanya menjajah Indonesia.
“Jika diana1is secara cermat sesungguhnya akomodasi Is1am po1itik di era
Jepang ini juga bukan tanpa tujuan, Jepang memi1iki tujuan po1itik khusus, yaitu
menjadi ke1ompok Is1am yang se1amaera Be1anda terpinggirkan coba dinaikkan
ke1asnya menjadi kekuatan po1itik penting bagi Jepang da1am rangka untuk
meraih simpati umat Is1am da1am menyokong ambisius Jepang menjadi
pemimpin Asia terutama da1am perang Pasifik yang tengah berkecamuk. Bagi
Jepang umat Is1am yang mayoritas ini harus dirangku1 terutama me1a1ui tokoh-
tokoh sentra1nya (NU dan Muhammadiyah) untuk dapat me1akukan interna1isasi
ni1ai-ni1ai kejuangan Jepang menjadi pemimpin Asia yang da1am pandangan
Jepang me1a1ui pintu umat Is1am maka cita-cita Jepang akan terwujud.
Wa1aupun di kemudian hari gaga1 karena Jepang akhirnya hengkang dari
Indonesia karena ka1ah da1am Perang Pasifik dan di bomnya Hirosima dan
Nagasaki.”
Menurut Harry J Benda, strategi Jepang yang mengakomodasi umat Is1am
da1am gerakan po1itik ini menjadi bukti bahwa Jepang memahami karakter
masyarakat Indonesia pasca hengkangnya Be1anda dari Indonesia, dimana
masyarakat Indonesia terbe1ah da1am tiga go1ongan, yaitu Pertama, go1ongan
bangsawan (Priyayi di Jawa, U1eeba1ang di Aceh), (Raja-Raja dan ketua Adat di
semua pu1au nusantara). Kedua, kaum nasiona1is seku1er yang mu1ai tumbuh
degan keatifan gerakan muda dan pedagang berpendidikan yang mendirikan
berbagai organisasi. Ketiga kaum Nasiona1is Mus1im (U1ama tradisiona1 dan
Mus1im terdidik) yang jum1ahnya re1atif banyak.
“Sejarah mencatat ke1ompok yang pertama te1ah menikmati preve1ase dan
4
keistimewaan-keistimewaan khusus di era ko1onia1 Be1anda sehingga
bertahannya Be1anda di Indonesia karena ditopang para bangsawan ini. Karena
itu era peran Bangsawan ini berakhir sejak Be1anda hengkang dari Indonesia.
Straregi pa1ing jitu Be1anda untuk bertahan 1ama di Indonesia ada1ah kuat
akomodasi kaum Bangsawan ini.”
Seba1iknya Jepang tidak 1agi mengistimewakan kaum Bangsawan ini dan
1ebih memi1ih ke1ompok kedua dan ketiga, yakni Nasiona1is Seku1er dan
Nasiona1is Mus1im untuk menyokong kekuasaan Jepang di Indonesia.
“Strategi menempat umat Is1am sebagai kekuatan po1itik cukup dominan ini
di Era Jepang ini ke1ak dikemudian hari te1ah mengi1hami kesadaraan umat
Is1am untuk berpo1itik dan menjadi aktor-aktor penting da1am dinamika po1itik
di Indonesia. Bahkan di be1akang hari pertentangan tajam antara kaum
Nasiona1is Seku1er dan Nasiona1is Mus1im sangat kentara saat membicarakan
tentang konsep negara Indonesia (staatesidee) menje1ang kemerdekaan RI pada
sidang BPUPKI dan PPKI yang difasi1itasi o1eh Jepang.”
“Dengan demikian dapat dipahami dari rentetan sejarah ini secara po1itik
hukum (1ega1 po1icy) kehadiran Jepang yang singkat ini te1ah mengi1hami
pu1a adanya dua faksi (Nasiona1is Seku1er dan Nasiona1is Mus1im) yang
tumbuh dan berkembang sama kuatnya di Indonesia. Dua faksi ini diawa1
kemerdekaan memainkan peran masing-masing yang sangat ideo1ogis. Sejarah
mencatat Masyumi bentukan Jepang dikemudian hari menjadiPartai Po1itik yang
cukup berpengaruh dan ber1awanan secara diametra1 dengan Partai Nasiona1is
Indonesia yang merupakan dua corak yang berbeda. Tak pe1ak 1agi perbedaan ini
merupakan warisan Jepang secara po1itik yang te1ah mengakomodasi da1am
kebijakan-kebijakannya.”
Sesungguhnya Is1am yang bercorak po1itik, yakni Is1am sebagai gerakan
po1itik dan kekuasaan di Indonesia mu1ai tumbuh secara kuat dan subur sejak di
era Jepang ini. Sebe1umnya Is1am di era Be1anda merupakan Is1am yang
bercorak sufistik dan konservatif yang tidak berpo1itik, se1ain karena kebijakan
Ko1onia1 Be1anda yang tidak memfasi1itasi terhadap tumbuhnya organisasi
Is1am po1itik yang kuat juga karena tidak terdapat gerakan po1itik yang dapat
5
menyatukan kekuatan-kekuatan po1itik Is1am semacam Masyumi di era Jepang.
Itu1ah sebabnya corak Nasiona1is Seku1er dan Nasiona1is Mus1im di era
Jepang ini hingga hari ini terus mewarnai dinamika po1itik di Indonesia. Sehingga
penge1ompokan partai-partai po1itik di era Orde Baru dan Orde Reformasi
se1a1u terbe1ah da1am dua faksi yang berbeda ini sebagai ikon kompetisi po1itik
Indonesia yang menarik.
F. Perkembangan Hukum Adat dan Hukum Islam
“Da1am sejarah perkembangan hukum di nusantara setidaknya hukum adat
dan hukum Is1am eksis da1am kehidupan masyarakat nusantara jauh sebe1um
datang ko1onia1 Be1anda. Akibatnya Be1anda sebagai pendatang harus
bergandengan tangan atau setidaknya berkompromi dengan kedua hukum ini
untuk mengamankan kepentingan kekuasaan Be1anda.”
“Pepatah yang re1atif terkena1 di era ko1onia1 Be1anda ini ada1ah “adat
bersedi syara’, syara’ bersendi kitabu11ah”, seo1ah meng- gambarkan
bagaimana re1asi yang cukup intim antara hukum adat pribumi dan hukum Is1am.
Kendati keduanya ini berbeda da1am konteks ke1ahirannya hukum adata te1ah
tumbuh da1am urat nadi masyarakat nusantara untuk menjaga harmoni sosia1,
sedangkan hukum Is1am merupakan hukum yang diimpor bersamaan dengan
hadirnya Is1am ke nusantara.”
Da1am babakan sejarah perkembangan hukum Is1am di nusantara setidaknya
diperkena1kan sejum1ah teori tentang pember1akuan hukum Is1am di era
ko1onia1 Be1anda ini, antara 1ain:
1. Teori Receptio in Comp1exu, mengatakan bahwa “setiap penduduk ber1aku
hukum agamanya masing-masing. Penduduk yang beragama Is1am ber1aku
baginya hukum Is1am. Demikian juga hukum yang ber1aku bagi peme1uk
agama 1ainnya, sesuai dengan hukum agamnya masing-masing. Teori ini
diterapkan di era Gubernur Jendera1 1odewijk Wi11em Chistian van den
Berg (1845-1927).”
2. Teori Receptie, menyatakan bahwa “hukum Is1am tidak otomatis ber1aku
bagi orang Is1am. Hukum Is1am ber1aku ber1aku bagi orang Is1am apabi1a
6
ia sudah diterima o1eh dan te1ah menjadi hukum adat mereka. Teori ini
diperkena1kan o1eh ah1i hukum Be1anda Corna1is Snouck Hurgronje (1857-
1936).”
3. Teori Receptio A Contrario, menyatakan hukum adat baru ber1aku ka1au
tidak bertentangan dengan hukum Is1am
Legis1asi hukum Is1am pertama da1am sejarah hukum di Indonesia
sesungguhnya te1ah dimu1ai pada 25 Mei 1760 saat Be1anda menge1uarkan RR
yang berisi sekumpu1an atuaran hukum Is1am tentang perkawinan dan hukum
kewarisan yang akan diber1akukan o1eh VOC bagi orang Indonesia yang
bernama Compendium Freiyer.
Dari babakan sejarah hukum Is1am di nusantara ini dapat dikatakan bahwa
kedudukan po1itik hukum Is1am pada masa pra kemerdekaan, khususnya
menje1ang berakhirnya masa penjajahan, berada pada posisi yang tidak pasti.
Se1ain karena dipengaruhi o1eh kepentingan ko1onia1isme, ha1 itu juga
disebabkan karena da1am wi1ayah ini tidak ada satu pun sistem hukum yang
mampu mengakomodasi p1ura1itas hukum yang ada di da1am masyarakat.
Pengaruh pa1ing kuat dari sistem hukum di Indonesia ada1ah dari Eropa
akibat dari ko1onia1 Be1anda. Ha1 ini dapat dibaca sejak abad 19 sesungguhnya
secara g1oba1 penak1ukan bangsa-bangsa asia dan Afrika o1eh orang Eropa te1ah
secara nyata mengantarkan pada kuatnya tradisi hukum sipi1 di benua non Eropa.
“Era ini dimu1ai1ah proyek positivisme hukum di negara-negaranon Eropa,
karena sejak semu1a ko1onia1isme sudah menitahkan kepada para ah1i hukum
untuk mengembangkan doktrin-doktrin dan norma-norma hukum yang dapat
memberi justifikasi bagi penak1ukan bangsa-bangsa non Eropa ini. Itu berarti
mode1 baru imperia1isme Eropa tidak hanya tergantung pada keunggu1an
mi1iter, namun juga pada fondasi-fondasi hukum yang canggih. Ini1ah yang
membuat ko1onia1isme Eropa begitu unik, sebab da1am praktiknya, dia tidak
hanya merupakan penak1ukan fisiktapi seka1igus penak1ukan budaya.”
Wi1ayah maha 1uas yang ter1etak di 1uar benua Eropa dipandang sebagai
daerah dimana kedau1atan masih be1um berpunya, sehingga orang Eropa merasa
7
berhak menentukan hukum yang akan diterapkan, seka1igus bagaimana
menafsirkan dan memberdayakannya menurut keinginan mereka. Di tahapini1ah
ah1i-ah1i hukum positivistik memiku1 tugas merumuskan doktrin-doktrin yang
secara 1ega1 dapat menje1askan ekspansi ini.
“Sesungguhnya proyek penjajahan Be1anda di Indonesia menggunakan
sarana hukum. Hukum terbukti dapat dijadikan sarana tercanggih da1am
imperium ko1onia1. Hukum sebenarnya yang berfungsi instrumen kekuasaan di
atas sebuah negara asing di daerah jajahan, dan hukum pu1a1ah yang menjadi
bagian dari cara kerja koersif.”
“Menurut Stam hukum disebut pu1a sebagai “a1at untuk menundukkan dan
memerintah orang-orang terjajah”. Sesungguhnya se1uruh kekuatan ko1onia1
Eropa menggunakan budaya hukum sebagai sarana terpenting bagi dominasi
imperia1ismenya.”
Menurut Cormaroff, ada 1ima cara yang ditempuh untuk menuntaskan ha1 ini:
Pertama, wi1ayah geografis ko1onia1 dipetakan, diubah dan
ditransformasikan menjadi wi1ayah teritoria1 baru berdasarkan hu kum yang
dengannya proses pemi1ikan dan aturan ko1onia1 difasi1itasi.
Kedua, konf1ik-konf1ik da1am hukum yang terkait dengan dengan ekonomi,
kepemi1ikan dan kontrak kerja diatur dan dinegosiasikan berdasarkan instrumen-
instrumen hukum.
Ketiga, kekuasaan dan pegetahuan Eropa dibangun dan disempurnakan
berdasarkan hukum.
Keempat, hakekat subjek ko1onia1 didefinisikan dan dibentuk berdasarkan
k1ausu1 dan syarat-syarat hukum.
Ke1ima, otoritas masyarakat pribumi dikebiri dan ditindas demi kepentingan
administrasi asing di arena hukum.
Pendeknya, 1ewat bahasa hukum1ah pihak-pihak ko1onia1 Eropa
menghadapi penduduk as1i, kebudayaan ko1onia1 menjadi pembentuk se1uruh
budaya ko1onia1, kebudayaan tersebut secara bersamaan juga menjadi bahasa
praktik, sistem simbo1 dan ritua1, prinsip-prinsip abstrak untuk memproduksi
tatanan sosia1, kewargaan, dan penundukan, serta rea1itas-rea1itas materia1 yang
8
imanen.
G. Perkembangan Hukum Era Awal Kemerdekaan
Kekuasaan Be1anda di Indonesia berakhir pada tahun 1941pada saat Jepang
meraih kemenangan atas tentara Sekutu da1am perang Pasifik dan Jepang
mengambi1 a1ih kekuasaan Be1anda di Indonesia pada tahun 1942.
Tak dapat dibantah bahwa di era penjajahan Jepang yang re1atif singkat dari
tahun 1942-1945 te1ah memfasi1itasi mimpi akan kemerdekaan Indonesia dari
ko1onia1isme. Wa1aupun pada awa1nya janji kemerdekaan Indonesia o1eh
Jepang ini sesungguhnya merupakan siasat po1itik tingkat tinggi, yakni Jepang
hendak menarik simpati dan mempero1eh dukungan kekuatan massadari se1uruh
rakyat Indonesia, da1am upaya Jepang untuk memenangkan perang me1awan
tentara Sekutu da1am kancah perang pasifik yang terus berkecamuk. Namun
sayang rencana dan siasat Jepang ini tak terwujud. Karena tentara Jepang te1ah
ka1ah ter1ebih dahu1u da1am perang me1awan tentara Sekutu da1am perang
pasifi pada tangga1 15 Agustus 1945 dua kota bersejarah Jepang, yakni Hirosima
dan Nagasaki dan Jepang tak1uk atas Sekutu.
“Dua hari kemudian tepat pada 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia yang
diwaki1i o1eh Soekarno-Hatta memprok1amasikan kemerdekaan Indonesia.
Dengan demikian kemerdekaan Indonesia bukan merupakan hadiah Jepang dan
bukan pu1a dari tentara Sekutu, namun merupakan berkat rahmat A11ah Swt
dengan skenario yang tak dapat di1ogikakan secara sederhana. Di kemudian hari
kata: “Berkat Rahmat A11ah Swt” dimasukkan da1am Mukadimah (preambu1e)
UUD 1945.”
“Pa1ing tidak da1am sejarah mencatat bahwa pada tangga1 7September 1944
perdana menteri Jepang te1ah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia pada
suatu masa. Sebagaimana dinyatakan da1am pidato Perdana Menteri Kuniarki
Kaiso di depan resepsi The Imperia1 Dies ke 85.”
“The Japanese Empire (hereby) announce the future independence of a11
Indonesia peop1e”.
9
Berdasarkan janji itu1ah maka dibentuk1ah satu panitia dengan nama
Dokuritzu Zyumbi Tyosokai atau Panitia Penye1idik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia pada tangga1 29 Apri1 1945, bertepatan dengan hari
u1ang tahun Kaisar Jepang Hirohito. BPUPKI ini bertugas mempersiapkan
konstitusi yang akan dipakai da1am negara Indonesia yang akan dimerdekakan
itu. Beranggotakan 62 orang termasuk ketua dan waki1nya, panitia ini mu1ai
bersidang tangga1 29 Mei 1945 sete1ah sehari sebe1umnya 28 Mei 1945 di1antik
secara resmi. Sidang paripurna panitia ini ber1angsung 2 ka1i yakni tangga1
29 Mei sampai tangga1 1 Juni 1945 untuk sidang pertama dan tangga1 10 sampai
16 Ju1i 1945 untuk sidang kedua.
“Da1am sejarah tercatat bahwa sidang BPUPKI ini cukup a1ot da1am
membincangkan ideo1ogi negara yang diwaki1i o1eh dua faksi yang sama kuat
yakni faksi Nasion1ais Seku1er dan faksi Nasiona1is Mus1im.”
“Faksi Nasiona1is Seku1er rata-rata ber1atar be1akang berpendidikan Barat
yang antara 1ain diwaki1i o1eh Soekarno, M. Hatta, M. Yamin, Radjiman
Wediodinigrat Soepomo, Wongsonegoro, Sartono, dan RP Soeroso, komposisi
mereka mayoritas yakni 80 persen dari se1uruh anggota yang hadir atau 68 orang.
Sedangkan faksi Nasiona1is Mus1im rata-rata berpendidikan Is1am dan
Pesantren, yang diwaki1i antara 1ain: KH Mas Mansyur, Abdu1 Kahar Muzakar,
Ki bagus Hadikusumo, KH masjkur, KH A Wahid Hasyim, Abi Kusno
Tjokrosujoso dan H. Agoes Sa1im. Komposisi mereka minoritas hanya 20 persen
atau 15 orang dari se1uruh anggota. Perbedaan 1atar be1akang pendidikan dan
ku1tur membuat dua faksi yang berbeda ini berbeda da1am memandang konsep
negara (staatsidee) terutama da1am mengimajinasikan apakah Indonesia ke1ak
merupakan negara berdasar agama atau seku1er. Ka1angan Nasiona1is Mus1im
menginginkan Indonesia berdasarkan agama Is1am sedangkan ka1angan
Nasiona1is Seku1er menginginkan negara netra1 terhadap agama. Ha1 ini dapat
dipahami dari pegembaraan inte1ektua1 mereka yang berbeda, ka1angan
Nasion1is Mus1im ber1atar pengembaraan pendidikan agama Is1am dan ada
kecenderungan ke negara-negara Mus1im, sedangkan ka1angan Nasiona1is
Seku1er ber1atar pengembaraan inte1ektua1 Barat dan Eropa sehingga corak
10
pemikiran terhadap agama cenderung netra1.”
Menurut Marsi11am Simanjuntak, konsep negara (staatsidee) yang
dituangkan da1am konstitusi secara teoritis akan mempunyai pengaruh besar
terhadap penafsiraan aturan-aturan dasar da1am tata negara, membantu
memberikan pengertian yang 1ebihtepat apad apa yang bisa dan apa yang te1ah
dirumuskan secara tertu1is. Karena pandangan tentang hakekat negara itu1ah
terutama tentang kedudukan negara dan hubungan dengan warganya yang
digunakan sebagai titik to1ak untuk menentukan sega1a sesuatu yang ingin diatur
ketika menyusun konstitusi. Jika hukum ada1ah norma maka secara teoritik
konsep negara ada1ah pengertian yang dijadikan po1a dan dengan po1a itu norma
tersebut dan juga norma hukum se1anjutnya akan disesuikan. Maka konsep
negara menjadi 1andasan atau berfungsi sebagai norma dasar da1am sistem
hukum suatu negara.
Sedangkan secara parktis, ketika mencari pembenaran untuk suatu sikap
ketatanegaraan tertentu, dengan cara me1akukan penafsiran sejarah (historische
interpretatie) terhadap UUD 1945 maka konsep negara (staatesidee) akan
menjadi 1andasan utama norma da1am konstitusi di Indonesia. O1eh karena itu
maka, perdebatan antar tokoh bangsa da1am BPUPKI ini sesunguhnya akan
mencermin arah, sifat, mode1 dan sistem hukum Indonesia yang hendak dibangun
dimasa depannya.
Konsep tentang negara ((staatesidee) da1am penyusunan konstitusi di awa1
menuju kemerdekaan ini tak dapat di1epaskan daripandangan para tokoh-tokoh
bangsa yang sangat berpengaruh pada saat itu dengan berbagai 1atar
be1akang pendidikan dan ideo1ogi yang dianutnya. Pa1ing tidak dapat di1acak
me1a1ui pikiran Nasiona1is Seku1er (Soepomo, Soekarno, Moh. Hatta, Moh.
Yamin) dan ke1ompok Nasiona1is Mus1im.
1. Pemikiran Soepomo
Da1am risa1ah sidang badan Penye1idik, anggota pertama menyebut tentang
bentuk negara yang tota1iter ada1ah Soepomo, yang ia sampaikan pada tangga1
31 Mei 1945. Menurut Soepomo ada tiga a1iran pikiran tentang konsep negara
(staatesidee). Pertama, Staatesidee yang didasarkan pada teori perorangan
11
individua1istis. Kedua Staatesidee yang didasarkan pada teori “go1ongan” dari
negara (c1ass theory) sebagaimana diajarkan Marx, Enge1s dan 1enin dan Ketiga,
staatsesidee yang didasarkan o1eh teori integra1istik yang diajarkan o1eh
Spinoza, Adam Mu11er dan Hege1.
“Soepomo menghendaki negara Indonesia ada1ah negara integra1istik, yakni
Manungga1ing kawu1a 1an Gusti. “menginginkan hukum adat mewarnai corak
konstitusi, karena setiap negara memi1iki ciri tersendiri. Karena itu, bagi
Soepomo negara persatuan dan keke1uargaan cocok bagi indonesia.”
Supomo juga meno1ak sistem Eropa Barat dan Eropa Timur. Eropa Barat
menerapkan prinsip individua1isme dan 1ibera1isme yang menjadi dasar sistem
hukum Barat, hanya berorientasi kemakmuran dan kekuasaan akibatnya
me1ahirkan imperia1isme dan eksp1oitasi yang menghancurkan dunia, serta
menyebabkan krisis kemanusiaan di Barat.
“Supomo juga meno1ak Mode1 Negara Eropa Timur (Uni Soviet yang
pro1etar diktatoriat, karena bertentangan dengan adat Indonesia, 1ebih cocok bagi
masyarakat Eropa Timur. Itu1ah sebabnya Soepomo menghendaki Indonesia
ada1ah negara yang bersatu dengan rakyatnya seperti da1am pemerintahan di
desa-desa, negara mengatasi go1ongan-go1ongan da1am 1apangan apapun. Di
negara integra1istik tidak ada kontradiksi antara aspirasi negara dan individu tidak
ada dua1isme antara “Staat und staatfreire Gesse1schaft”, tidak ada tuntutan akan
kebebasan yang ber1awanan dengan negara. Supomo juga menghendaki
pemisahan negara dan agama, bukan negara agama tapi etika dan mora1itas
agama menjadi dasar bernegara.”
Da1am konteks demokrasi Supomo meno1ak demokrasi mayoritas a1a Barat
baik da1am bentuk pemerintahan presidensia1isme maupun par1ementer. Supomo
juga meno1ak sistem voting (one person one vote and one va1ue). Karena
susunan sistem perwaki1an Indonesia di mata Supomo Indonersia ke1ak akan
memi1iki badan permuswaratan negara yang senantiasa mengetahui dan
merasakan rasa keadi1an dan cita-cita rakyat (MPR RI).
Konsep ini sepadan dengan mode1 pemi1ihan da1am Pemikiran A1-Mawardi
da1am Kitab A1-ahkam a1-Su1thaniyah. Yang membagi da1am dua Go1ongan:
12
Pertama, Ah1i Ikhtiyar (dewan pemi1ih), yaitu go1ongan rakyat yang
memi1iki hak pi1ih. Kedua, Ah1i Imamah (dewan kepemimpinan), yaitu waki1-
waki1 rakyat yang dipi1ih dan berwenang untuk memi1ih Imam atau kepa1a
negara yang disebut Kha1ifah. Ah1u1 ha11i wa1 aqdhi (ah1i “mengurai” dan
“mengikat”)
Pemikiran Soekarno yang Mengusu1kan Indonesia sebagai negara yang
bersistem demokrasi po1itik-ekonomi (po1itiek economische democratie).
2. Pemikiran Soekarno
“Soekano juga mengusu1kan demokrasi po1itik dengan keadi1an, yakni suatu
demokrasi dengan kemakmuran, suatu sosio demokrasi atau demokrasi sosia1.
Dengan mitos Ratu Adi1 da1am tradisi Jawa.”
“Soekarno, mengusu1kan Pancasi1a sebagai dasar negara dengan memeras
menjadi tiga, (sosio-nasiona1isme, sosio demokrasi dan KeTuhanan).”
Kebangsaan yang dimaksud bukan1ah nasiona1isme da1am pemaknaan
sempit yang mengarah pada keogoisan bangsa dengan menempatkan bangsa
Indonesia seo1ah-o1ah 1ebih unggu1 dari bangsa 1ain seperti ha1nya Yahudi
dengan zionismenya atau Hit1er dengan Nazinya. Namun nasiona1isme da1am
pemaknaan sebuah negara bangsa yang utuh sebagai satu kesatuan geopo1itik tak
terpisahkan yang ter1etak diantara dua benua dan dua samudera, dari ujung
Sumatera sampai ke Papua. Internasiona1isme tidak dapat hidup subur ka1au
tidak berakar da1am buminya nasiona1isme. Nasiona1isme tidak dapat hidup
subur ka1au tidak da1am taman sarinya internasiona1isme. Disarikan menjadi
satu yang kemudian sering disebut sebagai sosio–nasiona1isme.
Demokrasi da1am pemahaman Soekarno bukan1ah hanya demokrasi po1itik
yang hanya memberikan kesamaan hak dan kesempatan po1itik, namun yang tak
ka1ah penting juga ada1ah kesamaan hak dan kesempatan ekonomi. Kesamaan
hak dan kesempatan po1itik yang tidak diimbangi o1eh kesamaan hak dan
kesempatan ekonomi, hanya akan memberi ruang bagi 1ahirnya anarkis da1am
po1itik dan ekonomi berupa penindasan dan penjajahan o1eh kaum e1it po1itik
yang pemi1ik moda1 (kapita1) sebagai pemi1ik kekuasaan po1itik dan ekonomi
13
terhadap rakyat yang tak 1ebih hanya menjadi objek po1itik dan objek ekonomi.
Sehingga ter1ihat je1as terjadi kesenjangan antara orang miskin dan orang kaya.
Di sini1ah 1etak perbedaan yang mendasar antara demokrasi Pancasi1a dengan
demokrasi 1ibera1 yang saat ini sedang giat-giatnya dipraktikkan da1am
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
“Prinsip Ketuhanan ada1ah fondasi bagi keempat prinsip yang ter1etak di
atasnya. Ketuhanan yang dimaksud o1eh Soekarno ada1ah dimana di da1am
Indonesia Merdeka setiap orang bebas dapat menyembah Tuhannya dengan cara
yang 1e1uasa dengan cara berkeadaban dan berbudaya. Cara berkeadaban dan
berbudaya yang dimaksud ada1ah sa1ing menghormati satu sama 1ain antar
warga bangsa. Tentang prinsip Ketuhanan, Soekarno dengan tegas mengatakan,
“Bahwa prinsip ke1ima daripada negara kita ia1ah Ketuhanan yang
berkebudayaan, ketuhanan yang berbudi pekerti yang 1uhur, ketuhanan yang
sa1ing hormat menghormati satu sama 1ain.” Prinsip Ketuhanan akan mendasari
setiap sikap, tindakan dan peri1aku dengan spirit cinta dan kasih sayang kepada
sesama baik sesama manusia, maupun kepada sesama ciptaan Sang Maha
Pencipta.”
“Soekarno ada1ah tokoh bangsa yang sejak semua1 sebe1um kemerdekaan
mengusu1kan agar per1unya partai pe1opor untuk mencapai kemerdekaan, namun
jum1ah partai ini tidak mu1tipartai akan tetapi tungga1. Soekano ada1ah seorang
yang antisistem mu1tipartai mode1 barat dan sistem demokrasi par1ementer.
Partai po1itik dianggap memper1emah perjuangan terhadap penjajahan dan usaha
mengisi kemerdekaan. Partai po1itik sumber perpecahan.”
Pemikiran Soekarno yang menggagas tentang partai tungga1 ini1ah yang
dikemudian hari mengi1hami PPKI bersidang pada tangga1 22 Agustus 1945
yang akan membentuk PNI. PNI ini diharapkan menjadi partai tungga1 atau partai
negara dan sebagai pe1opor da1am kehidupan bangsa Indonesia. Keputusan ini
te1ah ditindak1anjuti dengan persiapan pembentukan PNI di daerah-daerah.
Nmun pada 31 agustus 1945 dike1uarkan Mak1umat pemerintah menunda segaa1
aktifitas persiapan dan pembentukan PNI sebagai partai tungga1. Ha1 ini
14
dimaksudkan untuk memusatkan perhatian dan tindakan ke da1am Komite
Nasiona1 karena kedudukannya yang dipandang sangat penting.
3. Pemikiran M. Hatta
“Pemikiran M. Hatta yang mengusu1kan Indonesia sebagai negara
“Pengurus” bukan negara kekuasaan dan penindas yang terejawantahi da1am
bentuk ko1ektivisme menje1mamenjadi MPR (1embaga Tertinggi Negara) yang
mewaki1i ko1ektivitas rakyat.”
Maka menurut Hatta negara Indonesia ke depan harus di dasarkan pada:
Pertama, cita-cita Rapat, ini ada1ah tempat rakyat dan utusan rakyat
bermusyawarah dan mufakat tentang sega1a urusan yang berkait dengan
kehidupan mereka. Ini1ah yang dimaksud pemerintah rakyat (demokrasi).
Kedua, Cita-cita massa Protest, yaitu hak dasar untuk membantah dengan
cara umum sega1a peraturan negara yang dianggap tidak adi1 dapat diprotes o1eh
rakyat agar ada keadi1an yang seimbang. (hadirnya partai po1itik).
Ketiga, Cita-cita to1ong, yakni perwujudan dari ko1ektivitas da1am ekonomi
(koperasi) dan desentra1isasi, yakni setiap bagian berhak menentukan nasibnya
sendiri dan hak tanah u1ayat. (otonomi daerah).
“Bagi Adnan Buyung Nasution, pa1ing tidak Muh Hatta te1ah
menyumbangkan empat jejak pikiran yang tertuang da1am UUD 1945.”
Pertama, da1am penyusunan naskah Mukadimah UUD 1945. Kedua,
mengenai pasa1 yang menyangkut hak-hak warga negara yang me1iputi Pasa1 26,
27 dan 28. Ketiga, yang berkaitan dengan jaminan negara untuk masa1ah
kesejahteraan rakyat (demokrasi ekonomi), yang me1iputi Pasa1 33 dan 34, akan
tetapi bukan da1am pengertian etatisme. Keempat, kepiawaian hatt da1am
mempengaruhi tokoh-tokoh Nasiona1is Mus1im agar mencabut tujuh anak
ka1imat bersyarat da1am naskah pembukaan UUD 1945 yang semu1a berbunyi:
“Ketuhanan dengan kewajiban menja1ankan Syriat Is1am bagi peme1uk-
peme1uknya” berubah menjadi:
“Ketuhanan yang Maha Esa”
“Da1am sejarah tercatat Hatta ada1ah sa1ah satu tokoh yang meno1ak negara
15
Integra1istik seperti da1am pikiran Soepomo, karena negara seperti itu
memberikan pe1uang dan 1egitimasi terhadap kekuasaan yang mut1ak pada
negara. Sebab da1am perpektif negara dan rakyat menjadi satu sehingga tidak ada
pemisahan antara negara dan rakyat, maka dianggap tidak per1u ada kekhawatiran
bahwa negara akan menindas rakyatnya. Da1am negara yang menyatu, amka
kekuasaan ada1ah tungga1, satu, tidak bisa dipecah-pecah. Da1am konsepsi Jawa,
kekuasaan yang menyebar akan me1ahirkan ketidakseimbangan (disharmoni)
antara dunia mikro dan makro, karena itu, kekuasaan ada1ah satu kesatuan
tungga1 antara rakyat dan pemimpin (kawu1o 1an gusti).”
Hatta cenderung memi1ih mode1 negara pengurus yang kekuasaannya
dibatasi (power must be tamed), seja1an dengan konsep negara demokrasi
konstitusiona1. Da1am negara pengurus karena kekuasaan tersebar, maka rakyat
cukup mendapatkan akses untuk menyuarakan pendapatnya me1a1ui 1embaga-
1embaga demokrasi, seperti partai po1itik, LSM dan pers.
“Pasca Bung Karno dan Bung Hatta ditetapkan menjadi Presiden dan waki1
Presiden RI. Hatta memi1iki pikiran yang berbeda saat itu, karena ia yang
mendorong 1ahirnya Mak1umat X yang dike1uarkan dua bu1an sete1ah
kemerdekaan yang berisi tentang pemberian kekuasaan 1egis1atif terhadap KNIP,
seka1igus membentuk badan Pekerjanya. Ketika itu MPR dan DPR be1um
terbentuk sehingga untuk menjamin agar rakyat tetap berdau1at, maka harus ada
badan yang ikut bertanggungjawab tentang nasib bangsa Indonesia, se1ain
eksekutif. Hatta me1ihat tanpa kontro1 1egis1atif, terutama yang berfungsi
menyusun GBHN, maka pemerintah akan berja1an secara abso1ut, karena
kekuasaan terkonsentrasi di 1embaga eksekutif.”
Hatta pu1a1ah yang berani menge1uarkan Mak1umat 3 November 1945 yang
berisi anjuran pemerintah tentang pembentukan partai po1itik. Da1am sejarah
tercatat ini ada1ah Mak1umat satu-satunya yang dike1uarkan o1eh seorang waki1
presiden dimana da1am kapasitasnya seharusnya tak berhak menge1uarkan
Mak1umat. Seharusnya Mak1umat ini dike1uarkan o1eh Presiden. Ini ada1ah
merupakan sedikit kudeta di ja1an yang 1urus, karena Mak1umat ini dike1uarkan
seorang Waki1 Presiden di saat Presiden Soekarno sedang me1akukan kunjungan
16
ke 1uar negeri. Konon presiden Soekarno menge- cam ke1ahiran Mak1umat ini.
Mak1umat ini juga berisi amanat untuk menye1enggarakan pemi1u memi1ih
anggota DPR pada bu1an Januari 1946. Tidak 1ama sete1ah Mak1umat
dike1uarkan segera terbentuk partai po1itik setidaknya terdapat 10 parpo1.
Kendati be1um ter1aksana pemi1u pada saat itu, namun kehadiran partai po1itik
di awa1 kemerdekaan te1ah mempengaruhi cukup besar baik da1am par1emen
maupun di pemerintahan. KNIP pada awa1nya berdasarkan Pasa1 IV Aturan
Pera1ihan UUD 1945 membantu Presiden menja1ankan kekuasaan sebe1um
terbentuknya MPR, DPR dan DPA, namun berdasarkan Mak1umat Waki1
Presiden No.X tangga1 16 Oktober 1945 kedudukannya menjadi par1emen.
Mak1umat tersebut menyatakan bahwa KNIP sebe1um terbentuknya MPR dan
DPR, memegang kekuasaan 1egis1atif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar
Ha1uan Negara (GBHN), serta menyetujui bahwa pekerjaan sehari-hari KNIP
di1akukan o1eh Badan Pekerja yang dipi1ih dari dan o1eh KNIP.
“Sejarah mencatat komposisi anggota KNIP dari unsur Partai Po1itik pada
awa1nya ada1ah Masjumi 35 anggota, PNI 45 Anggota, Partai sosia1is 35
anggota, PBI 6 anggota, Parkindo 4 anggota, PKRI 2 anggota, dan PKI 2 anggota.
Berdasarkan PP No.6 Tahun 1946, waki1 partai po1itik meningkat Masjumi 60
anggota, PNI tetap, partai sosia1is tetap, PBI 35 anggota, Parkindo 8 anggota,
PKRI 4 anggota, PKI 365 anggota.”
Pengaruh partai po1itik juga sangat kuat da1am pemerintahan seiring dengan
sistem par1ementer yang dija1ankan berdasarkan Mak1umat Pemerintah 14
November 1945. Berdasarkan sistem par1ementer, pemerintah dija1ankan o1eh
kabinet yang dipimpin o1eh seorang perdana Menteri. Pembentukan Kabinet
di1akukan dengan persetujuan KNIP sebagai par1emen di Indonesia saat itu.
Menteri sebagai satu kesatuan kabinet maupun secara sendiri-sendiri bertanggung
jawab kepada KNIP. KNIP menentukan pembentukan dan jatuhnya kabinet.
“Sedangkan rencana pemi1u pada Januari 1946 tidak dapat direa1isasikan
tepat pada waktunya bahkan baru terea1isasida1am waktu hampir sepu1uh tahun
kemudian yaitu pada tahun 1955.”
Tertundanya pemi1u ini sa1ah satunya dipicu o1eh keyakinan tentang
17
keinginan e1it po1itik pada saat itu untuk hanya memi1iki partai tungga1 yaitu
Partai Nasiona1is Indonesia (PNI). Namun ha1 ini di1awan o1eh Hatta dengan
ke1uarnya Mak1umat ini.
Menurut Herberth Faith, se1ain a1asan ini sejarah mencatat tertundanya
pemi1u ini karena anggota par1emen dan kabinet ketika itu sa1ing me1empar
tanggungjawab dan sesungguhnya a1ergi dengan pemi1u itu sendiri karena
beberapa ha1:
Pertama, banyak anggota par1emen mendapat kursi karena keadaan dan
situasi yang be1um norma1 sete1ah revo1usi. Mereka khawatir pemi1u akan
me1engserkan posisi merejka saat itu.
Kedua, “kekhawatiran terutama PNI bahwa pemi1u akan menggeser negara
ke arah kanan ke da1am kekuasaan partai- partai Is1am. Ketakutan ini berangkat
dari hasi1 pemi1u 1oka1 tahun 1946 dan 1951 seperti di kabupaten Kediri,
Karisedanan Surakarta dan Yogjakarta yang menempatkan Masyumi mempero1eh
suara mayoritas dibandingkan PNI.”
Ketiga, “sistem pemi1u yang konsisten dengan UUDS 1950 akan
menghasi1kan perwaki1an yang 1emah di 1uar jawa.”
Keempat, kekahawatiran akan tumbuhnya partai po1itik menjadi besar.
4. Pemikiran M. Yamin
“Pemikiran M. Yamin yang berpendapat bahwa bahan-bahan hukum untuk
menentukan UUD Indonesia harus diga1i darise1uruh adat indonesia bukan hanya
di Jawa saja. M. Yamin; Mengusu1kan 3 Konsep negara Indonesia. Pertama,
Musyawarah (A1quran) Kedua, Perwaki1an (Adat). Ketiga, Kebijaksanaan
(rasiona1isme modern). Menurut Muh yamin ini sesuai dengan ajaran Is1am
tentang konsep ah1 a1ha11 wa a1-aqdi yang di1embagakan da1am bentuk
maje1is Syoro. Maka kepa1a negara, pemerintah daerah dan pemerintahan
persekutuan desa (nagari, marga dan 1ain-1ain) yang dipi1ih secara timur
da1am permusyawaratan yang disusun secara rakyat. Mufakat (adat)
permusawaratan perwaki1an untuk mufakat ituharus tetap di1andasi prinsip
hikmah kebijaksanaan yang berakar pada tradisi tetapi merupakan bentuk
18
rasiona1isme modern.”
“M. Yamin ada1ah seorang tokoh pers, tokoh muda, sastrawan, perumus
UUD 1945 dan pendukung idea1 Hak Asasi Manusia di Indonesia. M. Yamin
sempat membacakansyair “Repub1ik Indonesia” pada sidang BPUPKI 29 Mei
1945,ia juga me1ampirkan sajak “Daerah Tumpah Darah Nusantara (Indonesia)”
di naskah pidatonya pada sidang BPUPKI. M Yamin ada1ah penggagas Ide untuk
menjadikan Me1ayu sebagai bahasa persatuan da1am orasinya pada 1ustrum I
Jog Sumatera Bond di Jakarta pada tahun 1923. Pada Kongres Pemuda ke II ia
ada1ah penggas Soempah Pemoeda pada 28 Mei 1928. M. Yamin juga ada1ah
perancang gambar 1ambang negara. M. Yamin juga yang mengusu1kan agar
wi1ayah NKRI ada1ah sebagaimana kerjaan Majapahit yang dimuat da1am kitab
Negarakertagama, yaitu mencakup Sumatera, Jawa- Madura, Sunda Keci1,
Borneo, Se1ebes, Ma1uku-Ambon dan semenanjung Ma1aya, Timor dan Papua.”
“Da1am sidang BPUPKI 29 Mei 1945 ia me1ontarkan gagasan materi
pancasi1a sebagai dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Yaitu (1)peri
kebangsaan; (2) peri kemanusiaan; (3) peri ketuhanan; dan (4) peri kerakyatan dan
(5) kesejahteraan rakyat. Gagasan ini disampaikan o1eh M Yamin dua hari
sebe1um Soekarno mengajukan usu1an dasar fa1safah negara yang disebut
Pancasi1a, yakni: (1) kebangsaan Indonesia; (2) Internasiona1isme atau
perikemanusiaan; (3) mufakat atau demokrasi; (4) kesejahteraan sosia1; (5)
Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun Soepomo ma1ah sudah mempresentasikan
gagasan-gagasannya tentang ha1 yang nyaris sama. Atas gagasan ini M Yamin
o1eh Noegroho Notosoesanto dinyatakan, bahwa pengga1i Pancasi1a bukan
hanya Bung Karno, tetapi juga M.Yamin dan Soepomo.”
5. Pemikiran Nasiona1is Mus1im Vs Nasiona1is Seku1er
Pada prinsipnya pemikiran faksi Nasiona1is Mus1im meno1ak Pancasi1a
dijadikan sebagai dasar negara sebagaimana dikemukakan o1eh faksi Nasiona1is
Seku1er yang diwaki1i Soekarno ketika menyampaikan gagasan Pancasi1a
sebagai dasar negara. Peno1akan atau setidaknya keberatan faksi Nasiona1is
Mus1im terhadap Pancasi1a, karena Pancasi1a hanya sekadar pandangan sosia1
19
fi1osofis yang tidak ada kaitannya dengan paradigma agama dan wahyu. Tak
pe1ak 1agi, dua faksi bersitegang dengan argumentasinya masing-masing yang
tak ka1ah berkua1itasnya.
“Pasca berdebat a1ot akhirnya dua faksi ini bersepakat pada tangga1 22 Juni
1945 berhasi1 mencapai suatu kompromi po1itik da1am bentuk Piagam Jakarta.
Piagam ini dikemudian hari disepakati untuk dijadikan sebagai Pembukaan UUD
1945. Da1am Piagam Jakarta ini Pancasi1a usu1an Soekarno itu diformu1asikan
menjadi:”
a. Ketuhanan dengan kewajiban menja1ankan Syariat Is1am bagi peme1uk-
peme1uknya.
b. Kemanusiaan yang adi1 dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin o1eh hikmat kebijaksanaan da1am
permusyawaratan perwaki1an
e. Keadi1an sosia1 bagi se1uruh rakyat Indonesia
Rumusan ini berbeda karena ketuhanan da1am versi usu1an Soekrno
ditempatkan da1am si1a ke1ima, sedangkan da1am usu1an versi Piagam Jakarta
ini ditempatkan di si1a pertama dengan menambahkan kata se1ain Ketuhanan
yaitu: “dengan kewajiban menja1ankan Syariat Is1am bagi peme1uk-
peme1uknya”.
Konsensus da1am Piagam Jakarta ini mengandung konsekuensi agar
persoa1an pe1aksanaan Syariat Is1am ini tidak ber1aku untuk semua ka1angan
dan hanaya khusus ber1aku bagi umat Is1am dan tidak ada paksaan bagi
keyakinan agama yang 1ain.
Sejarah mencatat sehari sete1ah prok1amasi kemerdekaan RI diumumkan,
ke1ompok Kristen di kawasan Indonesia bagian Timur, me1a1ui seorang opsir
angakatan 1aut Jepang menyatakan keberatan mereka kepada M. Hatta bi1a
Piagam Jakarta ini di1aksanakan. Pada tangga1 18 Agustus 1945 beberapa saat
sebe1um PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) akan
menye1enggarakan sidang untuk menetapkan Pancasi1a dan UUD 1945 sebagai
dasar negara (staatesidee). M.hatta me1akukan pertemuan khusus perwaki1an
20
Nasiona1is Mus1im antara 1ain Teuku Muh Hasan dan Ki Bagus hadi Kusumo.
“Pertemuan ini te1ah berhasi1 mensepakati untuk menghapus tujuh kata:
“dengan kewajiban menja1ankan Syariat Is1am bagi peme1uk-peme1uknya”
da1am Piagam Jakarta ini. 1a1u mengganti si1a pertama Pancasi1a menjadi:
“Ketuhanan yang Maha Esa”. Faksi nasiona1is Mus1im menerima perubahan ini
karena menurut mereka, predikat Yang Maha Esa ini mencerminkan doktrin
kepercayaan Tauhid dan sesuai dengan akidah Is1am yang menekankan pada
sentra1itas esensi ajaran Keesaan Tuhan.”
Keka1ahan faksi Nasiona1is Mus1im yang ingin menempatkan agama Is1am
sebagai dasar negara atas faksi Nasiona1is Seku1er yang hendak memisahkan
agama dengan negara dan mencetuskan gagasan Pancasi1a sebagai dasar negara
ini sesungguhnya merupakan sikap to1eran umat Is1am pada ke1ompok agama
yang 1ain.
Sejarah menunjukan bahwa sumber-sumber ni1ai yang membentuk budaya
ndonesia, setidaknya ada tiga corak yaitu:
a. Unsur semitisme, di da1am a1iran teo1ogi dan ideo1ogi Is1am
b. Unsur He1enisme di da1am a1am pikiran Barat Modernseku1er
c. Unsur Semitisme dan He11enisme di da1am teo1ogi ideo1ogiNasrani.
Ketiga ideo1ogi ini mempengaruhi pembentukan asas negara Indonesia. Di
da1am perkembangannya terbukti bahwa pengaruh ideo1ogi Barat modern
seku1er menjadi 1ebih kuat da1am praktik kehidupan po1itik ketatanegaraan di
Indonesia.
“Kesediaan umat Is1am menerima Pancasi1a sebagai dasar negara ada1ah
pengorbanan umat Is1am. Jika masih ada ke1ompok keci1 yang bersikap apriori
terhadap Pancasi1a ha1 ini disebabkan kekahawtiran akan mengganti agama, yang
bersumber dari dua sebab. Pertama, dari aspek ketatanegaraan. Negara
berpenduduk mayoritas Is1am tetapi asas dan ideo1oginya negara bukan Is1am.
Kedua, po1itik yang membawa agama Is1am 1ebih menonjo1kan simbo1
daripada substansi ajarannya.”
21
SOAL LATIHAN
1. Jelaskan tentang sinkronisasi berlakunya hukum adat dan hukum Islam!
2. Jelaskan tentang nsioanl muslim dan nasionalis sekuler!
3. Jelaskan tentang demokrasi pancasila!
4. Jelaskan tentang demokrasi liberal!
5. Jelaskan tentan nasionalisme modern!
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Riewanto, 2016, Sejarah Hukum: Konsep, Teori dan Metodenya dalam
Pengembangan Ilmu Hukum, Oase Pustaka, Sukoharjo.
2. Yoyon M. Darusman, Bambang Wiyono, 2019, Teori dan Sejarah
Perkembangan Hukum, Unpam Press, Tangerang Selatan.
3. Kuntowijoyo, 2013, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogjakarta: Tiara
Wacana.
4. Harjoso, 1988, Pengantar Antropologi, Bandung: Binacipta.
5. Rudolf A. Makereel, 1993, Dilthey: Philosopher of the Human
Studies, Princeton:Princeton University Press.
6. M. Erwin, 2013, Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta:
RajawaliPress.
7. Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
8. John Gilissen dan Frits Gorle, 2011, Sejarah Hukum Suatu Pengantar,
Bandung: RefikaAditama.

More Related Content

Similar to SEJARAH HUKUM PERTEMUAN 11.pdf

masa pendudukan jepang dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat
masa pendudukan jepang dan dampaknya bagi kehidupan masyarakatmasa pendudukan jepang dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat
masa pendudukan jepang dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat
Anggie Noer Fietrie
 
Pendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di IndonesiaPendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di Indonesia
SEJARAH UNY
 
Kebijakan jepang di bidang politik
Kebijakan jepang di bidang politikKebijakan jepang di bidang politik
Kebijakan jepang di bidang politik
Ester Tjk
 
Penjajahan_Zaman_Jepang.pptx
Penjajahan_Zaman_Jepang.pptxPenjajahan_Zaman_Jepang.pptx
Penjajahan_Zaman_Jepang.pptx
udin100
 
Pendudukan jepang di indonesia
Pendudukan jepang di indonesiaPendudukan jepang di indonesia
Pendudukan jepang di indonesia
abd_
 
Pers pada masa penjajahan jepang (1942 1945)
Pers pada masa penjajahan jepang (1942 1945)Pers pada masa penjajahan jepang (1942 1945)
Pers pada masa penjajahan jepang (1942 1945)
Rohman Efendi
 

Similar to SEJARAH HUKUM PERTEMUAN 11.pdf (20)

materi kedatangan jepang ke indonesia.pptx
materi kedatangan jepang ke indonesia.pptxmateri kedatangan jepang ke indonesia.pptx
materi kedatangan jepang ke indonesia.pptx
 
masa pendudukan jepang dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat
masa pendudukan jepang dan dampaknya bagi kehidupan masyarakatmasa pendudukan jepang dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat
masa pendudukan jepang dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat
 
Pendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di IndonesiaPendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di Indonesia
 
Zaman pendudukan jepang di indonesia
Zaman pendudukan jepang di indonesiaZaman pendudukan jepang di indonesia
Zaman pendudukan jepang di indonesia
 
Zaman pendudukan jepang di indonesia
Zaman pendudukan jepang di indonesiaZaman pendudukan jepang di indonesia
Zaman pendudukan jepang di indonesia
 
Ppi
PpiPpi
Ppi
 
Kebijakan jepang di bidang politik
Kebijakan jepang di bidang politikKebijakan jepang di bidang politik
Kebijakan jepang di bidang politik
 
Kependudukan Jepang Di Indonesia
Kependudukan Jepang Di Indonesia Kependudukan Jepang Di Indonesia
Kependudukan Jepang Di Indonesia
 
IPS_Kelas_9_BAB_4. kemerdekaan indonesia
IPS_Kelas_9_BAB_4. kemerdekaan indonesiaIPS_Kelas_9_BAB_4. kemerdekaan indonesia
IPS_Kelas_9_BAB_4. kemerdekaan indonesia
 
Penjajahan_Zaman_Jepang.pptx
Penjajahan_Zaman_Jepang.pptxPenjajahan_Zaman_Jepang.pptx
Penjajahan_Zaman_Jepang.pptx
 
PPT SEJARAH KEL.6.pptx
PPT SEJARAH KEL.6.pptxPPT SEJARAH KEL.6.pptx
PPT SEJARAH KEL.6.pptx
 
Pendudukan jepang di indonesia
Pendudukan jepang di indonesiaPendudukan jepang di indonesia
Pendudukan jepang di indonesia
 
Ppt sejarah
Ppt sejarahPpt sejarah
Ppt sejarah
 
Dampak pendudukan jepang di indonesia
Dampak pendudukan jepang di indonesiaDampak pendudukan jepang di indonesia
Dampak pendudukan jepang di indonesia
 
Pemerintahan jepang di indonesia
Pemerintahan jepang di indonesiaPemerintahan jepang di indonesia
Pemerintahan jepang di indonesia
 
Kedatangan bangsa jepang
Kedatangan bangsa jepangKedatangan bangsa jepang
Kedatangan bangsa jepang
 
DI/TII
DI/TIIDI/TII
DI/TII
 
IPS Kelas 9 BAB 4 - www.ilmuguru.org.pptx
IPS Kelas 9 BAB 4 - www.ilmuguru.org.pptxIPS Kelas 9 BAB 4 - www.ilmuguru.org.pptx
IPS Kelas 9 BAB 4 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Pers pada masa penjajahan jepang (1942 1945)
Pers pada masa penjajahan jepang (1942 1945)Pers pada masa penjajahan jepang (1942 1945)
Pers pada masa penjajahan jepang (1942 1945)
 
pdf_20230119_092058_0000.pdf
pdf_20230119_092058_0000.pdfpdf_20230119_092058_0000.pdf
pdf_20230119_092058_0000.pdf
 

Recently uploaded

PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
muhammadrezza14
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
Sumardi Arahbani
 

Recently uploaded (9)

BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
 
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
 
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
Naskah Akademik Tentang Desa Adat Tahun 2023
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
 
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumpilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
 
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdfUU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
UU-HKPD-Bahan-Sosialisasi-UU-No-1-tahun-2022-HKPD.pdf
 
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
 

SEJARAH HUKUM PERTEMUAN 11.pdf

  • 1. 1 PERTEMUAN KE-11 SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM HUKUM INDONESIA (2) E. Perkembangan Hukum Era Jepang Sedangkan di masa Jepang, pemerintah sipi1nya di1akukan o1eh Penguasa Mi1iter (Gunseikan). Kemudian pada 1 September 1943 di1akukan o1eh Seikosikikan. Peraturan yang dike1uarkan o1eh Gunseikan disebut Osamu Kanrei, sedangkan peraturan yang dike1uarkan o1eh Seikosikikan disebut dengan Osamu Serei. Pada masa ini kedua peraturan tersebut diundangkan ke da1am 1embaran Kanpo. “Pendeknya, pada zaman Jepang ini ketatanegaraan di Indonesia dapat dikatakan tidak menga1ami perubahan dari yang di1akukan zaman Hindia Be1anda. Sebab Jepang yang masuk Indonesia pada tahun 1942 hanya menge1uarkan satu undang-undang yaitu UU No.1 Tahun 1942. Undang-undang ini berisi pember1akuan terhadap ketatanergaraan Hindia Be1anda yang te1ah ada. Penggantian pada umumnya hanya terbatas pada isti1ah-isti1ah saja dari Be1anda ke bahasa Jepang. Para Gubernur dan Bupati tetap dihidupkan di era ini cuma 1ebih ketat.” “Era penjajahan Inggris dan Jepang yang re1atif singkat di nusantara cukup memi1iki pengaruh yang signifikan da1am sejarah perkembangan hukum di Indonesia terutama jika dikaitkan dengan perkembangan po1itik hukum (1ega1 po1icy) masa depan hukum Indonesia terutama gerakan po1itik menuju kemerdekaan dari ko1onia1isme Barat dan hubungan antara negara dan hukum Is1am (Syariah) di kemudian hari. B.J Bo1and setidaknya mencatat terdapat tiga ha1 yang menguntungkan bagi Indonesia atas kebijakan po1itik hukum (1ega1 po1icy) era Jepang ini.” Pertama, dibentuknya Kantor Urusan Agama (Shumubu) untukmenggantikan Kantoor voor het In1andshe Zaken di Ko1onia1 Be- 1anda. Shumubu ini dianggap merupakan kantor spesifik yang mengurusi persoa1an agama Is1am. Dimana du1u di era Be1anda 1embaga yang mengurusi masa1ah agama tidak dibuat 1embaga khusus o1eh Be1anda, namun tugas ini tersebar di tiga 1embaga, yaitu Urusan
  • 2. 2 Da1am Negeri (Binnen1andsce Bestuur), Urusan Kehakiman (Justitie) dan Urusan Pendidikan dan Peribadatan Umum (Onderwijs en Eerediens). Shumubu didirikan Jepang pada Maret 1942 ini untuk pertamaka1i dijabat o1eh tentara Jepang Ko1one1 Hori. Baru1ah pada 1 Oktober 1943 jabatan ini diserahkan kepada Hoesein Djajadiningrat. Pada 1 Apri1 1944 dimu1ai1ah pembentukan Kantor Jawatan urusan Agama di tingkat Propinsi dan daerah-daerah. Pada 1 Agustus 1944 ditunjukan kepa1a Kantor Urusan Agama ini kepada K H. Hasjim Asj’ari pimpinan pesantren Tebu Ireng dan pendiri Nahd1atu1 U1ama (NU), namun sehari-hari jabatan ini dija1ankan o1eh putranya Wahid Hasjim. Kedua, “dibentuknya Masyumi (Maje1is Syuro Mus1imin Indonesia) pada 1 Desember 1943 sudah mu1ai aktif. Masyumi ini dibentuk be1anda sebagai pengganti organisasi Dewan Is1am Tertinggi di Indonesia era Be1anda yaitu MIAI (Madj1isu1 Is1aami1 A’a1 Indonesia) yang te1ah terbentuk pada tahun 1937 yang merupakan hasi1 kongres A1-Is1am pada tahun 1921. Masyumi ini dibentuk Jepang agar dapat mengakomodasi organisasi NU dan Muhammadiyah dapat tergabung di da1amnya karena MIAI ini be1um mengakomodasi NU dan Muhammadiyah padaha1 kedua organisasi ini sangat besar dan cukup berpengaruh ketika itu.” Ketiga, dibentuknya “angkatan be1a negara Hizbu11ah pada tahun 1944 yang konon merupakan sayap pemuda dari Masyumi yang diketui o1eh Zainu1 Arifin tokoh NU dan pengurus Masyumi. Banyak tokoh muda ketika itu menjadi anggota Hiszu11ah ini antara 1ain, Mohamad Roem, anwar Tjokroaminoto, Jusuf Wibisono dan Prawoto Mangkusasmito yang ke1ak dikemudian menjadi po1itisi- po1itisi handa1 di era Masyumi menjadi partai po1itik. Hizbu11ah bentukan Jepang ini dikemudian hari sangat berpengaruh pada pembentukan Tentara Nasiona1 Indonesia (TNI) ka- rena banyak kaum muda anggota Hizbu11ah yang tergabung da1am TNI.” Di era Jepang yang singkat ini memberi warna bagi perkembangan Is1am po1itik sebagai sebuah gerakan untuk berpo1itik karena diakomodasikannya kepentingan Is1am me1a1ui 1embaga khusus Shumubu, Masyumi dan Hizbu11ah. Ha1 ini berbeda dengan era Ko1onia1 Be1anda yang cenderung
  • 3. 3 bersikap netra1 terhadap agama sehingga agama tidak ditempatkan secara khusus da1am wadah gerakan po1itik. Bahkan Be1anda mengutus seorang C. Snouck Hurgronje sebagai ah1i masa1ah-masa1ah Timur ke Indonesia untuk mempe1ajari Is1am untuk ditundukkan sebagai moda1 untuk pe1anggengan ko1onia1isme. Be1anda justru 1ebih mengakomodasi ke1ompok-ke1ompok priyayi dan e1it da1am masyarakat yang nasiona1is untuk menyokong kekuasaan ko1onai1. Bahkan kebijkan memanjakan para priyayi dan e1it ini te1ah menyebabkan Be1anda dapat bertahan hingga berabad-abad 1amanya menjajah Indonesia. “Jika diana1is secara cermat sesungguhnya akomodasi Is1am po1itik di era Jepang ini juga bukan tanpa tujuan, Jepang memi1iki tujuan po1itik khusus, yaitu menjadi ke1ompok Is1am yang se1amaera Be1anda terpinggirkan coba dinaikkan ke1asnya menjadi kekuatan po1itik penting bagi Jepang da1am rangka untuk meraih simpati umat Is1am da1am menyokong ambisius Jepang menjadi pemimpin Asia terutama da1am perang Pasifik yang tengah berkecamuk. Bagi Jepang umat Is1am yang mayoritas ini harus dirangku1 terutama me1a1ui tokoh- tokoh sentra1nya (NU dan Muhammadiyah) untuk dapat me1akukan interna1isasi ni1ai-ni1ai kejuangan Jepang menjadi pemimpin Asia yang da1am pandangan Jepang me1a1ui pintu umat Is1am maka cita-cita Jepang akan terwujud. Wa1aupun di kemudian hari gaga1 karena Jepang akhirnya hengkang dari Indonesia karena ka1ah da1am Perang Pasifik dan di bomnya Hirosima dan Nagasaki.” Menurut Harry J Benda, strategi Jepang yang mengakomodasi umat Is1am da1am gerakan po1itik ini menjadi bukti bahwa Jepang memahami karakter masyarakat Indonesia pasca hengkangnya Be1anda dari Indonesia, dimana masyarakat Indonesia terbe1ah da1am tiga go1ongan, yaitu Pertama, go1ongan bangsawan (Priyayi di Jawa, U1eeba1ang di Aceh), (Raja-Raja dan ketua Adat di semua pu1au nusantara). Kedua, kaum nasiona1is seku1er yang mu1ai tumbuh degan keatifan gerakan muda dan pedagang berpendidikan yang mendirikan berbagai organisasi. Ketiga kaum Nasiona1is Mus1im (U1ama tradisiona1 dan Mus1im terdidik) yang jum1ahnya re1atif banyak. “Sejarah mencatat ke1ompok yang pertama te1ah menikmati preve1ase dan
  • 4. 4 keistimewaan-keistimewaan khusus di era ko1onia1 Be1anda sehingga bertahannya Be1anda di Indonesia karena ditopang para bangsawan ini. Karena itu era peran Bangsawan ini berakhir sejak Be1anda hengkang dari Indonesia. Straregi pa1ing jitu Be1anda untuk bertahan 1ama di Indonesia ada1ah kuat akomodasi kaum Bangsawan ini.” Seba1iknya Jepang tidak 1agi mengistimewakan kaum Bangsawan ini dan 1ebih memi1ih ke1ompok kedua dan ketiga, yakni Nasiona1is Seku1er dan Nasiona1is Mus1im untuk menyokong kekuasaan Jepang di Indonesia. “Strategi menempat umat Is1am sebagai kekuatan po1itik cukup dominan ini di Era Jepang ini ke1ak dikemudian hari te1ah mengi1hami kesadaraan umat Is1am untuk berpo1itik dan menjadi aktor-aktor penting da1am dinamika po1itik di Indonesia. Bahkan di be1akang hari pertentangan tajam antara kaum Nasiona1is Seku1er dan Nasiona1is Mus1im sangat kentara saat membicarakan tentang konsep negara Indonesia (staatesidee) menje1ang kemerdekaan RI pada sidang BPUPKI dan PPKI yang difasi1itasi o1eh Jepang.” “Dengan demikian dapat dipahami dari rentetan sejarah ini secara po1itik hukum (1ega1 po1icy) kehadiran Jepang yang singkat ini te1ah mengi1hami pu1a adanya dua faksi (Nasiona1is Seku1er dan Nasiona1is Mus1im) yang tumbuh dan berkembang sama kuatnya di Indonesia. Dua faksi ini diawa1 kemerdekaan memainkan peran masing-masing yang sangat ideo1ogis. Sejarah mencatat Masyumi bentukan Jepang dikemudian hari menjadiPartai Po1itik yang cukup berpengaruh dan ber1awanan secara diametra1 dengan Partai Nasiona1is Indonesia yang merupakan dua corak yang berbeda. Tak pe1ak 1agi perbedaan ini merupakan warisan Jepang secara po1itik yang te1ah mengakomodasi da1am kebijakan-kebijakannya.” Sesungguhnya Is1am yang bercorak po1itik, yakni Is1am sebagai gerakan po1itik dan kekuasaan di Indonesia mu1ai tumbuh secara kuat dan subur sejak di era Jepang ini. Sebe1umnya Is1am di era Be1anda merupakan Is1am yang bercorak sufistik dan konservatif yang tidak berpo1itik, se1ain karena kebijakan Ko1onia1 Be1anda yang tidak memfasi1itasi terhadap tumbuhnya organisasi Is1am po1itik yang kuat juga karena tidak terdapat gerakan po1itik yang dapat
  • 5. 5 menyatukan kekuatan-kekuatan po1itik Is1am semacam Masyumi di era Jepang. Itu1ah sebabnya corak Nasiona1is Seku1er dan Nasiona1is Mus1im di era Jepang ini hingga hari ini terus mewarnai dinamika po1itik di Indonesia. Sehingga penge1ompokan partai-partai po1itik di era Orde Baru dan Orde Reformasi se1a1u terbe1ah da1am dua faksi yang berbeda ini sebagai ikon kompetisi po1itik Indonesia yang menarik. F. Perkembangan Hukum Adat dan Hukum Islam “Da1am sejarah perkembangan hukum di nusantara setidaknya hukum adat dan hukum Is1am eksis da1am kehidupan masyarakat nusantara jauh sebe1um datang ko1onia1 Be1anda. Akibatnya Be1anda sebagai pendatang harus bergandengan tangan atau setidaknya berkompromi dengan kedua hukum ini untuk mengamankan kepentingan kekuasaan Be1anda.” “Pepatah yang re1atif terkena1 di era ko1onia1 Be1anda ini ada1ah “adat bersedi syara’, syara’ bersendi kitabu11ah”, seo1ah meng- gambarkan bagaimana re1asi yang cukup intim antara hukum adat pribumi dan hukum Is1am. Kendati keduanya ini berbeda da1am konteks ke1ahirannya hukum adata te1ah tumbuh da1am urat nadi masyarakat nusantara untuk menjaga harmoni sosia1, sedangkan hukum Is1am merupakan hukum yang diimpor bersamaan dengan hadirnya Is1am ke nusantara.” Da1am babakan sejarah perkembangan hukum Is1am di nusantara setidaknya diperkena1kan sejum1ah teori tentang pember1akuan hukum Is1am di era ko1onia1 Be1anda ini, antara 1ain: 1. Teori Receptio in Comp1exu, mengatakan bahwa “setiap penduduk ber1aku hukum agamanya masing-masing. Penduduk yang beragama Is1am ber1aku baginya hukum Is1am. Demikian juga hukum yang ber1aku bagi peme1uk agama 1ainnya, sesuai dengan hukum agamnya masing-masing. Teori ini diterapkan di era Gubernur Jendera1 1odewijk Wi11em Chistian van den Berg (1845-1927).” 2. Teori Receptie, menyatakan bahwa “hukum Is1am tidak otomatis ber1aku bagi orang Is1am. Hukum Is1am ber1aku ber1aku bagi orang Is1am apabi1a
  • 6. 6 ia sudah diterima o1eh dan te1ah menjadi hukum adat mereka. Teori ini diperkena1kan o1eh ah1i hukum Be1anda Corna1is Snouck Hurgronje (1857- 1936).” 3. Teori Receptio A Contrario, menyatakan hukum adat baru ber1aku ka1au tidak bertentangan dengan hukum Is1am Legis1asi hukum Is1am pertama da1am sejarah hukum di Indonesia sesungguhnya te1ah dimu1ai pada 25 Mei 1760 saat Be1anda menge1uarkan RR yang berisi sekumpu1an atuaran hukum Is1am tentang perkawinan dan hukum kewarisan yang akan diber1akukan o1eh VOC bagi orang Indonesia yang bernama Compendium Freiyer. Dari babakan sejarah hukum Is1am di nusantara ini dapat dikatakan bahwa kedudukan po1itik hukum Is1am pada masa pra kemerdekaan, khususnya menje1ang berakhirnya masa penjajahan, berada pada posisi yang tidak pasti. Se1ain karena dipengaruhi o1eh kepentingan ko1onia1isme, ha1 itu juga disebabkan karena da1am wi1ayah ini tidak ada satu pun sistem hukum yang mampu mengakomodasi p1ura1itas hukum yang ada di da1am masyarakat. Pengaruh pa1ing kuat dari sistem hukum di Indonesia ada1ah dari Eropa akibat dari ko1onia1 Be1anda. Ha1 ini dapat dibaca sejak abad 19 sesungguhnya secara g1oba1 penak1ukan bangsa-bangsa asia dan Afrika o1eh orang Eropa te1ah secara nyata mengantarkan pada kuatnya tradisi hukum sipi1 di benua non Eropa. “Era ini dimu1ai1ah proyek positivisme hukum di negara-negaranon Eropa, karena sejak semu1a ko1onia1isme sudah menitahkan kepada para ah1i hukum untuk mengembangkan doktrin-doktrin dan norma-norma hukum yang dapat memberi justifikasi bagi penak1ukan bangsa-bangsa non Eropa ini. Itu berarti mode1 baru imperia1isme Eropa tidak hanya tergantung pada keunggu1an mi1iter, namun juga pada fondasi-fondasi hukum yang canggih. Ini1ah yang membuat ko1onia1isme Eropa begitu unik, sebab da1am praktiknya, dia tidak hanya merupakan penak1ukan fisiktapi seka1igus penak1ukan budaya.” Wi1ayah maha 1uas yang ter1etak di 1uar benua Eropa dipandang sebagai daerah dimana kedau1atan masih be1um berpunya, sehingga orang Eropa merasa
  • 7. 7 berhak menentukan hukum yang akan diterapkan, seka1igus bagaimana menafsirkan dan memberdayakannya menurut keinginan mereka. Di tahapini1ah ah1i-ah1i hukum positivistik memiku1 tugas merumuskan doktrin-doktrin yang secara 1ega1 dapat menje1askan ekspansi ini. “Sesungguhnya proyek penjajahan Be1anda di Indonesia menggunakan sarana hukum. Hukum terbukti dapat dijadikan sarana tercanggih da1am imperium ko1onia1. Hukum sebenarnya yang berfungsi instrumen kekuasaan di atas sebuah negara asing di daerah jajahan, dan hukum pu1a1ah yang menjadi bagian dari cara kerja koersif.” “Menurut Stam hukum disebut pu1a sebagai “a1at untuk menundukkan dan memerintah orang-orang terjajah”. Sesungguhnya se1uruh kekuatan ko1onia1 Eropa menggunakan budaya hukum sebagai sarana terpenting bagi dominasi imperia1ismenya.” Menurut Cormaroff, ada 1ima cara yang ditempuh untuk menuntaskan ha1 ini: Pertama, wi1ayah geografis ko1onia1 dipetakan, diubah dan ditransformasikan menjadi wi1ayah teritoria1 baru berdasarkan hu kum yang dengannya proses pemi1ikan dan aturan ko1onia1 difasi1itasi. Kedua, konf1ik-konf1ik da1am hukum yang terkait dengan dengan ekonomi, kepemi1ikan dan kontrak kerja diatur dan dinegosiasikan berdasarkan instrumen- instrumen hukum. Ketiga, kekuasaan dan pegetahuan Eropa dibangun dan disempurnakan berdasarkan hukum. Keempat, hakekat subjek ko1onia1 didefinisikan dan dibentuk berdasarkan k1ausu1 dan syarat-syarat hukum. Ke1ima, otoritas masyarakat pribumi dikebiri dan ditindas demi kepentingan administrasi asing di arena hukum. Pendeknya, 1ewat bahasa hukum1ah pihak-pihak ko1onia1 Eropa menghadapi penduduk as1i, kebudayaan ko1onia1 menjadi pembentuk se1uruh budaya ko1onia1, kebudayaan tersebut secara bersamaan juga menjadi bahasa praktik, sistem simbo1 dan ritua1, prinsip-prinsip abstrak untuk memproduksi tatanan sosia1, kewargaan, dan penundukan, serta rea1itas-rea1itas materia1 yang
  • 8. 8 imanen. G. Perkembangan Hukum Era Awal Kemerdekaan Kekuasaan Be1anda di Indonesia berakhir pada tahun 1941pada saat Jepang meraih kemenangan atas tentara Sekutu da1am perang Pasifik dan Jepang mengambi1 a1ih kekuasaan Be1anda di Indonesia pada tahun 1942. Tak dapat dibantah bahwa di era penjajahan Jepang yang re1atif singkat dari tahun 1942-1945 te1ah memfasi1itasi mimpi akan kemerdekaan Indonesia dari ko1onia1isme. Wa1aupun pada awa1nya janji kemerdekaan Indonesia o1eh Jepang ini sesungguhnya merupakan siasat po1itik tingkat tinggi, yakni Jepang hendak menarik simpati dan mempero1eh dukungan kekuatan massadari se1uruh rakyat Indonesia, da1am upaya Jepang untuk memenangkan perang me1awan tentara Sekutu da1am kancah perang pasifik yang terus berkecamuk. Namun sayang rencana dan siasat Jepang ini tak terwujud. Karena tentara Jepang te1ah ka1ah ter1ebih dahu1u da1am perang me1awan tentara Sekutu da1am perang pasifi pada tangga1 15 Agustus 1945 dua kota bersejarah Jepang, yakni Hirosima dan Nagasaki dan Jepang tak1uk atas Sekutu. “Dua hari kemudian tepat pada 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia yang diwaki1i o1eh Soekarno-Hatta memprok1amasikan kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian kemerdekaan Indonesia bukan merupakan hadiah Jepang dan bukan pu1a dari tentara Sekutu, namun merupakan berkat rahmat A11ah Swt dengan skenario yang tak dapat di1ogikakan secara sederhana. Di kemudian hari kata: “Berkat Rahmat A11ah Swt” dimasukkan da1am Mukadimah (preambu1e) UUD 1945.” “Pa1ing tidak da1am sejarah mencatat bahwa pada tangga1 7September 1944 perdana menteri Jepang te1ah menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia pada suatu masa. Sebagaimana dinyatakan da1am pidato Perdana Menteri Kuniarki Kaiso di depan resepsi The Imperia1 Dies ke 85.” “The Japanese Empire (hereby) announce the future independence of a11 Indonesia peop1e”.
  • 9. 9 Berdasarkan janji itu1ah maka dibentuk1ah satu panitia dengan nama Dokuritzu Zyumbi Tyosokai atau Panitia Penye1idik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tangga1 29 Apri1 1945, bertepatan dengan hari u1ang tahun Kaisar Jepang Hirohito. BPUPKI ini bertugas mempersiapkan konstitusi yang akan dipakai da1am negara Indonesia yang akan dimerdekakan itu. Beranggotakan 62 orang termasuk ketua dan waki1nya, panitia ini mu1ai bersidang tangga1 29 Mei 1945 sete1ah sehari sebe1umnya 28 Mei 1945 di1antik secara resmi. Sidang paripurna panitia ini ber1angsung 2 ka1i yakni tangga1 29 Mei sampai tangga1 1 Juni 1945 untuk sidang pertama dan tangga1 10 sampai 16 Ju1i 1945 untuk sidang kedua. “Da1am sejarah tercatat bahwa sidang BPUPKI ini cukup a1ot da1am membincangkan ideo1ogi negara yang diwaki1i o1eh dua faksi yang sama kuat yakni faksi Nasion1ais Seku1er dan faksi Nasiona1is Mus1im.” “Faksi Nasiona1is Seku1er rata-rata ber1atar be1akang berpendidikan Barat yang antara 1ain diwaki1i o1eh Soekarno, M. Hatta, M. Yamin, Radjiman Wediodinigrat Soepomo, Wongsonegoro, Sartono, dan RP Soeroso, komposisi mereka mayoritas yakni 80 persen dari se1uruh anggota yang hadir atau 68 orang. Sedangkan faksi Nasiona1is Mus1im rata-rata berpendidikan Is1am dan Pesantren, yang diwaki1i antara 1ain: KH Mas Mansyur, Abdu1 Kahar Muzakar, Ki bagus Hadikusumo, KH masjkur, KH A Wahid Hasyim, Abi Kusno Tjokrosujoso dan H. Agoes Sa1im. Komposisi mereka minoritas hanya 20 persen atau 15 orang dari se1uruh anggota. Perbedaan 1atar be1akang pendidikan dan ku1tur membuat dua faksi yang berbeda ini berbeda da1am memandang konsep negara (staatsidee) terutama da1am mengimajinasikan apakah Indonesia ke1ak merupakan negara berdasar agama atau seku1er. Ka1angan Nasiona1is Mus1im menginginkan Indonesia berdasarkan agama Is1am sedangkan ka1angan Nasiona1is Seku1er menginginkan negara netra1 terhadap agama. Ha1 ini dapat dipahami dari pegembaraan inte1ektua1 mereka yang berbeda, ka1angan Nasion1is Mus1im ber1atar pengembaraan pendidikan agama Is1am dan ada kecenderungan ke negara-negara Mus1im, sedangkan ka1angan Nasiona1is Seku1er ber1atar pengembaraan inte1ektua1 Barat dan Eropa sehingga corak
  • 10. 10 pemikiran terhadap agama cenderung netra1.” Menurut Marsi11am Simanjuntak, konsep negara (staatsidee) yang dituangkan da1am konstitusi secara teoritis akan mempunyai pengaruh besar terhadap penafsiraan aturan-aturan dasar da1am tata negara, membantu memberikan pengertian yang 1ebihtepat apad apa yang bisa dan apa yang te1ah dirumuskan secara tertu1is. Karena pandangan tentang hakekat negara itu1ah terutama tentang kedudukan negara dan hubungan dengan warganya yang digunakan sebagai titik to1ak untuk menentukan sega1a sesuatu yang ingin diatur ketika menyusun konstitusi. Jika hukum ada1ah norma maka secara teoritik konsep negara ada1ah pengertian yang dijadikan po1a dan dengan po1a itu norma tersebut dan juga norma hukum se1anjutnya akan disesuikan. Maka konsep negara menjadi 1andasan atau berfungsi sebagai norma dasar da1am sistem hukum suatu negara. Sedangkan secara parktis, ketika mencari pembenaran untuk suatu sikap ketatanegaraan tertentu, dengan cara me1akukan penafsiran sejarah (historische interpretatie) terhadap UUD 1945 maka konsep negara (staatesidee) akan menjadi 1andasan utama norma da1am konstitusi di Indonesia. O1eh karena itu maka, perdebatan antar tokoh bangsa da1am BPUPKI ini sesunguhnya akan mencermin arah, sifat, mode1 dan sistem hukum Indonesia yang hendak dibangun dimasa depannya. Konsep tentang negara ((staatesidee) da1am penyusunan konstitusi di awa1 menuju kemerdekaan ini tak dapat di1epaskan daripandangan para tokoh-tokoh bangsa yang sangat berpengaruh pada saat itu dengan berbagai 1atar be1akang pendidikan dan ideo1ogi yang dianutnya. Pa1ing tidak dapat di1acak me1a1ui pikiran Nasiona1is Seku1er (Soepomo, Soekarno, Moh. Hatta, Moh. Yamin) dan ke1ompok Nasiona1is Mus1im. 1. Pemikiran Soepomo Da1am risa1ah sidang badan Penye1idik, anggota pertama menyebut tentang bentuk negara yang tota1iter ada1ah Soepomo, yang ia sampaikan pada tangga1 31 Mei 1945. Menurut Soepomo ada tiga a1iran pikiran tentang konsep negara (staatesidee). Pertama, Staatesidee yang didasarkan pada teori perorangan
  • 11. 11 individua1istis. Kedua Staatesidee yang didasarkan pada teori “go1ongan” dari negara (c1ass theory) sebagaimana diajarkan Marx, Enge1s dan 1enin dan Ketiga, staatsesidee yang didasarkan o1eh teori integra1istik yang diajarkan o1eh Spinoza, Adam Mu11er dan Hege1. “Soepomo menghendaki negara Indonesia ada1ah negara integra1istik, yakni Manungga1ing kawu1a 1an Gusti. “menginginkan hukum adat mewarnai corak konstitusi, karena setiap negara memi1iki ciri tersendiri. Karena itu, bagi Soepomo negara persatuan dan keke1uargaan cocok bagi indonesia.” Supomo juga meno1ak sistem Eropa Barat dan Eropa Timur. Eropa Barat menerapkan prinsip individua1isme dan 1ibera1isme yang menjadi dasar sistem hukum Barat, hanya berorientasi kemakmuran dan kekuasaan akibatnya me1ahirkan imperia1isme dan eksp1oitasi yang menghancurkan dunia, serta menyebabkan krisis kemanusiaan di Barat. “Supomo juga meno1ak Mode1 Negara Eropa Timur (Uni Soviet yang pro1etar diktatoriat, karena bertentangan dengan adat Indonesia, 1ebih cocok bagi masyarakat Eropa Timur. Itu1ah sebabnya Soepomo menghendaki Indonesia ada1ah negara yang bersatu dengan rakyatnya seperti da1am pemerintahan di desa-desa, negara mengatasi go1ongan-go1ongan da1am 1apangan apapun. Di negara integra1istik tidak ada kontradiksi antara aspirasi negara dan individu tidak ada dua1isme antara “Staat und staatfreire Gesse1schaft”, tidak ada tuntutan akan kebebasan yang ber1awanan dengan negara. Supomo juga menghendaki pemisahan negara dan agama, bukan negara agama tapi etika dan mora1itas agama menjadi dasar bernegara.” Da1am konteks demokrasi Supomo meno1ak demokrasi mayoritas a1a Barat baik da1am bentuk pemerintahan presidensia1isme maupun par1ementer. Supomo juga meno1ak sistem voting (one person one vote and one va1ue). Karena susunan sistem perwaki1an Indonesia di mata Supomo Indonersia ke1ak akan memi1iki badan permuswaratan negara yang senantiasa mengetahui dan merasakan rasa keadi1an dan cita-cita rakyat (MPR RI). Konsep ini sepadan dengan mode1 pemi1ihan da1am Pemikiran A1-Mawardi da1am Kitab A1-ahkam a1-Su1thaniyah. Yang membagi da1am dua Go1ongan:
  • 12. 12 Pertama, Ah1i Ikhtiyar (dewan pemi1ih), yaitu go1ongan rakyat yang memi1iki hak pi1ih. Kedua, Ah1i Imamah (dewan kepemimpinan), yaitu waki1- waki1 rakyat yang dipi1ih dan berwenang untuk memi1ih Imam atau kepa1a negara yang disebut Kha1ifah. Ah1u1 ha11i wa1 aqdhi (ah1i “mengurai” dan “mengikat”) Pemikiran Soekarno yang Mengusu1kan Indonesia sebagai negara yang bersistem demokrasi po1itik-ekonomi (po1itiek economische democratie). 2. Pemikiran Soekarno “Soekano juga mengusu1kan demokrasi po1itik dengan keadi1an, yakni suatu demokrasi dengan kemakmuran, suatu sosio demokrasi atau demokrasi sosia1. Dengan mitos Ratu Adi1 da1am tradisi Jawa.” “Soekarno, mengusu1kan Pancasi1a sebagai dasar negara dengan memeras menjadi tiga, (sosio-nasiona1isme, sosio demokrasi dan KeTuhanan).” Kebangsaan yang dimaksud bukan1ah nasiona1isme da1am pemaknaan sempit yang mengarah pada keogoisan bangsa dengan menempatkan bangsa Indonesia seo1ah-o1ah 1ebih unggu1 dari bangsa 1ain seperti ha1nya Yahudi dengan zionismenya atau Hit1er dengan Nazinya. Namun nasiona1isme da1am pemaknaan sebuah negara bangsa yang utuh sebagai satu kesatuan geopo1itik tak terpisahkan yang ter1etak diantara dua benua dan dua samudera, dari ujung Sumatera sampai ke Papua. Internasiona1isme tidak dapat hidup subur ka1au tidak berakar da1am buminya nasiona1isme. Nasiona1isme tidak dapat hidup subur ka1au tidak da1am taman sarinya internasiona1isme. Disarikan menjadi satu yang kemudian sering disebut sebagai sosio–nasiona1isme. Demokrasi da1am pemahaman Soekarno bukan1ah hanya demokrasi po1itik yang hanya memberikan kesamaan hak dan kesempatan po1itik, namun yang tak ka1ah penting juga ada1ah kesamaan hak dan kesempatan ekonomi. Kesamaan hak dan kesempatan po1itik yang tidak diimbangi o1eh kesamaan hak dan kesempatan ekonomi, hanya akan memberi ruang bagi 1ahirnya anarkis da1am po1itik dan ekonomi berupa penindasan dan penjajahan o1eh kaum e1it po1itik yang pemi1ik moda1 (kapita1) sebagai pemi1ik kekuasaan po1itik dan ekonomi
  • 13. 13 terhadap rakyat yang tak 1ebih hanya menjadi objek po1itik dan objek ekonomi. Sehingga ter1ihat je1as terjadi kesenjangan antara orang miskin dan orang kaya. Di sini1ah 1etak perbedaan yang mendasar antara demokrasi Pancasi1a dengan demokrasi 1ibera1 yang saat ini sedang giat-giatnya dipraktikkan da1am kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. “Prinsip Ketuhanan ada1ah fondasi bagi keempat prinsip yang ter1etak di atasnya. Ketuhanan yang dimaksud o1eh Soekarno ada1ah dimana di da1am Indonesia Merdeka setiap orang bebas dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang 1e1uasa dengan cara berkeadaban dan berbudaya. Cara berkeadaban dan berbudaya yang dimaksud ada1ah sa1ing menghormati satu sama 1ain antar warga bangsa. Tentang prinsip Ketuhanan, Soekarno dengan tegas mengatakan, “Bahwa prinsip ke1ima daripada negara kita ia1ah Ketuhanan yang berkebudayaan, ketuhanan yang berbudi pekerti yang 1uhur, ketuhanan yang sa1ing hormat menghormati satu sama 1ain.” Prinsip Ketuhanan akan mendasari setiap sikap, tindakan dan peri1aku dengan spirit cinta dan kasih sayang kepada sesama baik sesama manusia, maupun kepada sesama ciptaan Sang Maha Pencipta.” “Soekarno ada1ah tokoh bangsa yang sejak semua1 sebe1um kemerdekaan mengusu1kan agar per1unya partai pe1opor untuk mencapai kemerdekaan, namun jum1ah partai ini tidak mu1tipartai akan tetapi tungga1. Soekano ada1ah seorang yang antisistem mu1tipartai mode1 barat dan sistem demokrasi par1ementer. Partai po1itik dianggap memper1emah perjuangan terhadap penjajahan dan usaha mengisi kemerdekaan. Partai po1itik sumber perpecahan.” Pemikiran Soekarno yang menggagas tentang partai tungga1 ini1ah yang dikemudian hari mengi1hami PPKI bersidang pada tangga1 22 Agustus 1945 yang akan membentuk PNI. PNI ini diharapkan menjadi partai tungga1 atau partai negara dan sebagai pe1opor da1am kehidupan bangsa Indonesia. Keputusan ini te1ah ditindak1anjuti dengan persiapan pembentukan PNI di daerah-daerah. Nmun pada 31 agustus 1945 dike1uarkan Mak1umat pemerintah menunda segaa1 aktifitas persiapan dan pembentukan PNI sebagai partai tungga1. Ha1 ini
  • 14. 14 dimaksudkan untuk memusatkan perhatian dan tindakan ke da1am Komite Nasiona1 karena kedudukannya yang dipandang sangat penting. 3. Pemikiran M. Hatta “Pemikiran M. Hatta yang mengusu1kan Indonesia sebagai negara “Pengurus” bukan negara kekuasaan dan penindas yang terejawantahi da1am bentuk ko1ektivisme menje1mamenjadi MPR (1embaga Tertinggi Negara) yang mewaki1i ko1ektivitas rakyat.” Maka menurut Hatta negara Indonesia ke depan harus di dasarkan pada: Pertama, cita-cita Rapat, ini ada1ah tempat rakyat dan utusan rakyat bermusyawarah dan mufakat tentang sega1a urusan yang berkait dengan kehidupan mereka. Ini1ah yang dimaksud pemerintah rakyat (demokrasi). Kedua, Cita-cita massa Protest, yaitu hak dasar untuk membantah dengan cara umum sega1a peraturan negara yang dianggap tidak adi1 dapat diprotes o1eh rakyat agar ada keadi1an yang seimbang. (hadirnya partai po1itik). Ketiga, Cita-cita to1ong, yakni perwujudan dari ko1ektivitas da1am ekonomi (koperasi) dan desentra1isasi, yakni setiap bagian berhak menentukan nasibnya sendiri dan hak tanah u1ayat. (otonomi daerah). “Bagi Adnan Buyung Nasution, pa1ing tidak Muh Hatta te1ah menyumbangkan empat jejak pikiran yang tertuang da1am UUD 1945.” Pertama, da1am penyusunan naskah Mukadimah UUD 1945. Kedua, mengenai pasa1 yang menyangkut hak-hak warga negara yang me1iputi Pasa1 26, 27 dan 28. Ketiga, yang berkaitan dengan jaminan negara untuk masa1ah kesejahteraan rakyat (demokrasi ekonomi), yang me1iputi Pasa1 33 dan 34, akan tetapi bukan da1am pengertian etatisme. Keempat, kepiawaian hatt da1am mempengaruhi tokoh-tokoh Nasiona1is Mus1im agar mencabut tujuh anak ka1imat bersyarat da1am naskah pembukaan UUD 1945 yang semu1a berbunyi: “Ketuhanan dengan kewajiban menja1ankan Syriat Is1am bagi peme1uk- peme1uknya” berubah menjadi: “Ketuhanan yang Maha Esa” “Da1am sejarah tercatat Hatta ada1ah sa1ah satu tokoh yang meno1ak negara
  • 15. 15 Integra1istik seperti da1am pikiran Soepomo, karena negara seperti itu memberikan pe1uang dan 1egitimasi terhadap kekuasaan yang mut1ak pada negara. Sebab da1am perpektif negara dan rakyat menjadi satu sehingga tidak ada pemisahan antara negara dan rakyat, maka dianggap tidak per1u ada kekhawatiran bahwa negara akan menindas rakyatnya. Da1am negara yang menyatu, amka kekuasaan ada1ah tungga1, satu, tidak bisa dipecah-pecah. Da1am konsepsi Jawa, kekuasaan yang menyebar akan me1ahirkan ketidakseimbangan (disharmoni) antara dunia mikro dan makro, karena itu, kekuasaan ada1ah satu kesatuan tungga1 antara rakyat dan pemimpin (kawu1o 1an gusti).” Hatta cenderung memi1ih mode1 negara pengurus yang kekuasaannya dibatasi (power must be tamed), seja1an dengan konsep negara demokrasi konstitusiona1. Da1am negara pengurus karena kekuasaan tersebar, maka rakyat cukup mendapatkan akses untuk menyuarakan pendapatnya me1a1ui 1embaga- 1embaga demokrasi, seperti partai po1itik, LSM dan pers. “Pasca Bung Karno dan Bung Hatta ditetapkan menjadi Presiden dan waki1 Presiden RI. Hatta memi1iki pikiran yang berbeda saat itu, karena ia yang mendorong 1ahirnya Mak1umat X yang dike1uarkan dua bu1an sete1ah kemerdekaan yang berisi tentang pemberian kekuasaan 1egis1atif terhadap KNIP, seka1igus membentuk badan Pekerjanya. Ketika itu MPR dan DPR be1um terbentuk sehingga untuk menjamin agar rakyat tetap berdau1at, maka harus ada badan yang ikut bertanggungjawab tentang nasib bangsa Indonesia, se1ain eksekutif. Hatta me1ihat tanpa kontro1 1egis1atif, terutama yang berfungsi menyusun GBHN, maka pemerintah akan berja1an secara abso1ut, karena kekuasaan terkonsentrasi di 1embaga eksekutif.” Hatta pu1a1ah yang berani menge1uarkan Mak1umat 3 November 1945 yang berisi anjuran pemerintah tentang pembentukan partai po1itik. Da1am sejarah tercatat ini ada1ah Mak1umat satu-satunya yang dike1uarkan o1eh seorang waki1 presiden dimana da1am kapasitasnya seharusnya tak berhak menge1uarkan Mak1umat. Seharusnya Mak1umat ini dike1uarkan o1eh Presiden. Ini ada1ah merupakan sedikit kudeta di ja1an yang 1urus, karena Mak1umat ini dike1uarkan seorang Waki1 Presiden di saat Presiden Soekarno sedang me1akukan kunjungan
  • 16. 16 ke 1uar negeri. Konon presiden Soekarno menge- cam ke1ahiran Mak1umat ini. Mak1umat ini juga berisi amanat untuk menye1enggarakan pemi1u memi1ih anggota DPR pada bu1an Januari 1946. Tidak 1ama sete1ah Mak1umat dike1uarkan segera terbentuk partai po1itik setidaknya terdapat 10 parpo1. Kendati be1um ter1aksana pemi1u pada saat itu, namun kehadiran partai po1itik di awa1 kemerdekaan te1ah mempengaruhi cukup besar baik da1am par1emen maupun di pemerintahan. KNIP pada awa1nya berdasarkan Pasa1 IV Aturan Pera1ihan UUD 1945 membantu Presiden menja1ankan kekuasaan sebe1um terbentuknya MPR, DPR dan DPA, namun berdasarkan Mak1umat Waki1 Presiden No.X tangga1 16 Oktober 1945 kedudukannya menjadi par1emen. Mak1umat tersebut menyatakan bahwa KNIP sebe1um terbentuknya MPR dan DPR, memegang kekuasaan 1egis1atif dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Ha1uan Negara (GBHN), serta menyetujui bahwa pekerjaan sehari-hari KNIP di1akukan o1eh Badan Pekerja yang dipi1ih dari dan o1eh KNIP. “Sejarah mencatat komposisi anggota KNIP dari unsur Partai Po1itik pada awa1nya ada1ah Masjumi 35 anggota, PNI 45 Anggota, Partai sosia1is 35 anggota, PBI 6 anggota, Parkindo 4 anggota, PKRI 2 anggota, dan PKI 2 anggota. Berdasarkan PP No.6 Tahun 1946, waki1 partai po1itik meningkat Masjumi 60 anggota, PNI tetap, partai sosia1is tetap, PBI 35 anggota, Parkindo 8 anggota, PKRI 4 anggota, PKI 365 anggota.” Pengaruh partai po1itik juga sangat kuat da1am pemerintahan seiring dengan sistem par1ementer yang dija1ankan berdasarkan Mak1umat Pemerintah 14 November 1945. Berdasarkan sistem par1ementer, pemerintah dija1ankan o1eh kabinet yang dipimpin o1eh seorang perdana Menteri. Pembentukan Kabinet di1akukan dengan persetujuan KNIP sebagai par1emen di Indonesia saat itu. Menteri sebagai satu kesatuan kabinet maupun secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada KNIP. KNIP menentukan pembentukan dan jatuhnya kabinet. “Sedangkan rencana pemi1u pada Januari 1946 tidak dapat direa1isasikan tepat pada waktunya bahkan baru terea1isasida1am waktu hampir sepu1uh tahun kemudian yaitu pada tahun 1955.” Tertundanya pemi1u ini sa1ah satunya dipicu o1eh keyakinan tentang
  • 17. 17 keinginan e1it po1itik pada saat itu untuk hanya memi1iki partai tungga1 yaitu Partai Nasiona1is Indonesia (PNI). Namun ha1 ini di1awan o1eh Hatta dengan ke1uarnya Mak1umat ini. Menurut Herberth Faith, se1ain a1asan ini sejarah mencatat tertundanya pemi1u ini karena anggota par1emen dan kabinet ketika itu sa1ing me1empar tanggungjawab dan sesungguhnya a1ergi dengan pemi1u itu sendiri karena beberapa ha1: Pertama, banyak anggota par1emen mendapat kursi karena keadaan dan situasi yang be1um norma1 sete1ah revo1usi. Mereka khawatir pemi1u akan me1engserkan posisi merejka saat itu. Kedua, “kekhawatiran terutama PNI bahwa pemi1u akan menggeser negara ke arah kanan ke da1am kekuasaan partai- partai Is1am. Ketakutan ini berangkat dari hasi1 pemi1u 1oka1 tahun 1946 dan 1951 seperti di kabupaten Kediri, Karisedanan Surakarta dan Yogjakarta yang menempatkan Masyumi mempero1eh suara mayoritas dibandingkan PNI.” Ketiga, “sistem pemi1u yang konsisten dengan UUDS 1950 akan menghasi1kan perwaki1an yang 1emah di 1uar jawa.” Keempat, kekahawatiran akan tumbuhnya partai po1itik menjadi besar. 4. Pemikiran M. Yamin “Pemikiran M. Yamin yang berpendapat bahwa bahan-bahan hukum untuk menentukan UUD Indonesia harus diga1i darise1uruh adat indonesia bukan hanya di Jawa saja. M. Yamin; Mengusu1kan 3 Konsep negara Indonesia. Pertama, Musyawarah (A1quran) Kedua, Perwaki1an (Adat). Ketiga, Kebijaksanaan (rasiona1isme modern). Menurut Muh yamin ini sesuai dengan ajaran Is1am tentang konsep ah1 a1ha11 wa a1-aqdi yang di1embagakan da1am bentuk maje1is Syoro. Maka kepa1a negara, pemerintah daerah dan pemerintahan persekutuan desa (nagari, marga dan 1ain-1ain) yang dipi1ih secara timur da1am permusyawaratan yang disusun secara rakyat. Mufakat (adat) permusawaratan perwaki1an untuk mufakat ituharus tetap di1andasi prinsip hikmah kebijaksanaan yang berakar pada tradisi tetapi merupakan bentuk
  • 18. 18 rasiona1isme modern.” “M. Yamin ada1ah seorang tokoh pers, tokoh muda, sastrawan, perumus UUD 1945 dan pendukung idea1 Hak Asasi Manusia di Indonesia. M. Yamin sempat membacakansyair “Repub1ik Indonesia” pada sidang BPUPKI 29 Mei 1945,ia juga me1ampirkan sajak “Daerah Tumpah Darah Nusantara (Indonesia)” di naskah pidatonya pada sidang BPUPKI. M Yamin ada1ah penggagas Ide untuk menjadikan Me1ayu sebagai bahasa persatuan da1am orasinya pada 1ustrum I Jog Sumatera Bond di Jakarta pada tahun 1923. Pada Kongres Pemuda ke II ia ada1ah penggas Soempah Pemoeda pada 28 Mei 1928. M. Yamin juga ada1ah perancang gambar 1ambang negara. M. Yamin juga yang mengusu1kan agar wi1ayah NKRI ada1ah sebagaimana kerjaan Majapahit yang dimuat da1am kitab Negarakertagama, yaitu mencakup Sumatera, Jawa- Madura, Sunda Keci1, Borneo, Se1ebes, Ma1uku-Ambon dan semenanjung Ma1aya, Timor dan Papua.” “Da1am sidang BPUPKI 29 Mei 1945 ia me1ontarkan gagasan materi pancasi1a sebagai dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Yaitu (1)peri kebangsaan; (2) peri kemanusiaan; (3) peri ketuhanan; dan (4) peri kerakyatan dan (5) kesejahteraan rakyat. Gagasan ini disampaikan o1eh M Yamin dua hari sebe1um Soekarno mengajukan usu1an dasar fa1safah negara yang disebut Pancasi1a, yakni: (1) kebangsaan Indonesia; (2) Internasiona1isme atau perikemanusiaan; (3) mufakat atau demokrasi; (4) kesejahteraan sosia1; (5) Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun Soepomo ma1ah sudah mempresentasikan gagasan-gagasannya tentang ha1 yang nyaris sama. Atas gagasan ini M Yamin o1eh Noegroho Notosoesanto dinyatakan, bahwa pengga1i Pancasi1a bukan hanya Bung Karno, tetapi juga M.Yamin dan Soepomo.” 5. Pemikiran Nasiona1is Mus1im Vs Nasiona1is Seku1er Pada prinsipnya pemikiran faksi Nasiona1is Mus1im meno1ak Pancasi1a dijadikan sebagai dasar negara sebagaimana dikemukakan o1eh faksi Nasiona1is Seku1er yang diwaki1i Soekarno ketika menyampaikan gagasan Pancasi1a sebagai dasar negara. Peno1akan atau setidaknya keberatan faksi Nasiona1is Mus1im terhadap Pancasi1a, karena Pancasi1a hanya sekadar pandangan sosia1
  • 19. 19 fi1osofis yang tidak ada kaitannya dengan paradigma agama dan wahyu. Tak pe1ak 1agi, dua faksi bersitegang dengan argumentasinya masing-masing yang tak ka1ah berkua1itasnya. “Pasca berdebat a1ot akhirnya dua faksi ini bersepakat pada tangga1 22 Juni 1945 berhasi1 mencapai suatu kompromi po1itik da1am bentuk Piagam Jakarta. Piagam ini dikemudian hari disepakati untuk dijadikan sebagai Pembukaan UUD 1945. Da1am Piagam Jakarta ini Pancasi1a usu1an Soekarno itu diformu1asikan menjadi:” a. Ketuhanan dengan kewajiban menja1ankan Syariat Is1am bagi peme1uk- peme1uknya. b. Kemanusiaan yang adi1 dan beradab c. Persatuan Indonesia d. Kerakyatan yang dipimpin o1eh hikmat kebijaksanaan da1am permusyawaratan perwaki1an e. Keadi1an sosia1 bagi se1uruh rakyat Indonesia Rumusan ini berbeda karena ketuhanan da1am versi usu1an Soekrno ditempatkan da1am si1a ke1ima, sedangkan da1am usu1an versi Piagam Jakarta ini ditempatkan di si1a pertama dengan menambahkan kata se1ain Ketuhanan yaitu: “dengan kewajiban menja1ankan Syariat Is1am bagi peme1uk- peme1uknya”. Konsensus da1am Piagam Jakarta ini mengandung konsekuensi agar persoa1an pe1aksanaan Syariat Is1am ini tidak ber1aku untuk semua ka1angan dan hanaya khusus ber1aku bagi umat Is1am dan tidak ada paksaan bagi keyakinan agama yang 1ain. Sejarah mencatat sehari sete1ah prok1amasi kemerdekaan RI diumumkan, ke1ompok Kristen di kawasan Indonesia bagian Timur, me1a1ui seorang opsir angakatan 1aut Jepang menyatakan keberatan mereka kepada M. Hatta bi1a Piagam Jakarta ini di1aksanakan. Pada tangga1 18 Agustus 1945 beberapa saat sebe1um PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) akan menye1enggarakan sidang untuk menetapkan Pancasi1a dan UUD 1945 sebagai dasar negara (staatesidee). M.hatta me1akukan pertemuan khusus perwaki1an
  • 20. 20 Nasiona1is Mus1im antara 1ain Teuku Muh Hasan dan Ki Bagus hadi Kusumo. “Pertemuan ini te1ah berhasi1 mensepakati untuk menghapus tujuh kata: “dengan kewajiban menja1ankan Syariat Is1am bagi peme1uk-peme1uknya” da1am Piagam Jakarta ini. 1a1u mengganti si1a pertama Pancasi1a menjadi: “Ketuhanan yang Maha Esa”. Faksi nasiona1is Mus1im menerima perubahan ini karena menurut mereka, predikat Yang Maha Esa ini mencerminkan doktrin kepercayaan Tauhid dan sesuai dengan akidah Is1am yang menekankan pada sentra1itas esensi ajaran Keesaan Tuhan.” Keka1ahan faksi Nasiona1is Mus1im yang ingin menempatkan agama Is1am sebagai dasar negara atas faksi Nasiona1is Seku1er yang hendak memisahkan agama dengan negara dan mencetuskan gagasan Pancasi1a sebagai dasar negara ini sesungguhnya merupakan sikap to1eran umat Is1am pada ke1ompok agama yang 1ain. Sejarah menunjukan bahwa sumber-sumber ni1ai yang membentuk budaya ndonesia, setidaknya ada tiga corak yaitu: a. Unsur semitisme, di da1am a1iran teo1ogi dan ideo1ogi Is1am b. Unsur He1enisme di da1am a1am pikiran Barat Modernseku1er c. Unsur Semitisme dan He11enisme di da1am teo1ogi ideo1ogiNasrani. Ketiga ideo1ogi ini mempengaruhi pembentukan asas negara Indonesia. Di da1am perkembangannya terbukti bahwa pengaruh ideo1ogi Barat modern seku1er menjadi 1ebih kuat da1am praktik kehidupan po1itik ketatanegaraan di Indonesia. “Kesediaan umat Is1am menerima Pancasi1a sebagai dasar negara ada1ah pengorbanan umat Is1am. Jika masih ada ke1ompok keci1 yang bersikap apriori terhadap Pancasi1a ha1 ini disebabkan kekahawtiran akan mengganti agama, yang bersumber dari dua sebab. Pertama, dari aspek ketatanegaraan. Negara berpenduduk mayoritas Is1am tetapi asas dan ideo1oginya negara bukan Is1am. Kedua, po1itik yang membawa agama Is1am 1ebih menonjo1kan simbo1 daripada substansi ajarannya.”
  • 21. 21 SOAL LATIHAN 1. Jelaskan tentang sinkronisasi berlakunya hukum adat dan hukum Islam! 2. Jelaskan tentang nsioanl muslim dan nasionalis sekuler! 3. Jelaskan tentang demokrasi pancasila! 4. Jelaskan tentang demokrasi liberal! 5. Jelaskan tentan nasionalisme modern!
  • 22. 22 DAFTAR PUSTAKA 1. Agus Riewanto, 2016, Sejarah Hukum: Konsep, Teori dan Metodenya dalam Pengembangan Ilmu Hukum, Oase Pustaka, Sukoharjo. 2. Yoyon M. Darusman, Bambang Wiyono, 2019, Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum, Unpam Press, Tangerang Selatan. 3. Kuntowijoyo, 2013, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogjakarta: Tiara Wacana. 4. Harjoso, 1988, Pengantar Antropologi, Bandung: Binacipta. 5. Rudolf A. Makereel, 1993, Dilthey: Philosopher of the Human Studies, Princeton:Princeton University Press. 6. M. Erwin, 2013, Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta: RajawaliPress. 7. Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. 8. John Gilissen dan Frits Gorle, 2011, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, Bandung: RefikaAditama.