1. AKULTURASI KELENTENG SAM POO KONG
Disusun untuk menyelesaikan tugas penelitian
dari guru pembimbing SMA N 1 Blora
Oleh :
Alfitri Lailatul Nada Qomariyah
XI IPS 4 / 02
SMA NEGERI 1 BLORA
TAHUN 2017
2. HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis,
1. Judul : Akulturasi Kelenteng Sam Poo Kong
2. Penulis :
a. Nama : Alfitri Lailatul Nada Qomariyah
b. Absen : 02
c. Kelas : XI IPS 4
Tujuan : Disusun untuk menyelesaikan tugas penelitian dari guru
pembimbing SMA N 1 Blora.
Karya tulis ini disahkan pada tanggal .......................................................................
Mengetahui,
Kepala SMA N 1 BLORA Pembimbing
Drs. Slamet Joko Waluyo, M.Pd Anik Hanifah, S.Pd
NIP. 19670430 199802 1 002 NIP. 19841019 200903 2 008
i
3. MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Tidak ada kata menyerah sebelum berusaha.
Lebih baik mencoba dan berusaha daripada tidak sama sekali.
Kesempatan hanya datang satu kali, begitu juga kepercayaan.
Ikhtiar dan selalu tawakal, akan selalu berbuah manis.
Persembahan
Karya tulis ini saya persembahkan kepada :
Ayah dan Ibu, yang telah banyak memberi doa serta dukungan.
Bapak dan Ibu guru, yang senantiasa membimbing saya untuk dapat membuat
karya tulis ini.
Sahabat serta teman yang saya sayangi.
ii
4. KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya. Sehingga saya dapat menyusun
karya tulis tentang “Akulturasi Kelenteng Sam Poo Kong”.
Mungkin karya tulis yang saya buat belum sempurna. Namun saya telah
membuat karya tulis ini dengan sepenuh hati untuk mendapatkan hasil yang baik.
Akhir kata saya berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan
memberikan tambahan wawasan terhadap para pembaca karya tulis ini.
Blora, April 2017
Penulis
iii
5. DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................... i
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan .................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan .................................................................. 4
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ............................................................. 4
A. Latar belakang serta riwayat kehidupan Zheng He ................ 4
B. Kedatangan Zheng He di Semarang ....................................... 6
C. Sejarah Kelenteng Sam Poo Kong ......................................... 8
BAB 3 PEMBAHASAN ................................................................... 12
A. Bentuk dan arsitektur Kelenteng Sam Poo Kong
sebagai akulturasi budaya Jawa dan Tionghoa ...................... 12
B. Adanya pengaruh budaya luar dalam akulturasi
Kelenteng Sam Poo Kong ...................................................... 14
iv
6. BAB 4 PENUTUP .............................................................................. 21
A. Kesimpulan ............................................................................. 21
B. Saran ....................................................................................... 22
LAMPIRAN ....................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 24
v
7. BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia meliputi beberapa aspek,
baik itu aspek ekonomi maupun sosial budaya. Selain etnis lokal Indonesia yang
tinggal di wilayah Indonesia, banyak pula etnis asing yang tinggal di Indonesia.
Masing-masing golongan etnis itu punya cara hidup atau kebudayaan yang
membedakan etnis satu dengan lainnya. Etnis asing yang datang dan kemudian
tinggal menetap di Indonesia diantaranya adalah, etnis Arab, Cina (Tionghoa),
Melayu dan India. Dari sekiran banyaknya etnis asing, yang paling besar
jumlahnya serta peranannya adalah etnis Cina (Tionghoa).
Begitu pula dengan adanya etnis Cina di Semarang. Di Semarang sendiri
pada zaman kolonial ada beberapa orang-orang Tionghoa yang dikenal karena
peranannya dalam perdagangan, diantaranya Oi Tiong Ham, sebagai pedagang
gula, Tan Pe Liang, sebagai pedagang tembakau, Ni Tio Hio, sebagai pedagang
kain, dan banyak lainnya.
1
8. Namun, seperti pada masyarakat umumnya, mereka juga memiliki sisi
kehidupan yang beranekaragam. Mereka tentunya juga melaksanakan kehidupan
sosial, agama dan seni budaya. Selain maju dalam bidang perekonomian, bangsa
Cina juga mahir dalam melakukan perdagangan antar pulau atau antar bangsa,
dengan demikian bangsa Cina juga memilki kemajuan dibidang kelautan atau
pelayaran.
Dalam beberapa tulisan sejarah tercacat bahwa pada abad ke-15 pada
masa dinasti Ming (1368-1643), orang-orang Tionghoa dari Yunnan mulai
berdatangan untuk menyebarkan agama Islam, terutama di pulau Jawa. Tak
dapat disangkal bahwa pelayaran Laksamana Zheng He alias Sam Poo Kong
pada tahun 1410 dan tahun 1416 dengan armada yang dipimpinnya mendarat
di pantai Simongan, Semarang.
Selain menjadi utusan Kaisar Yung Lo untuk mengunjungi Raja
Majapahit, ia juga bertujuan menyebarkan agama Islam. Laksamana Zheng He
menjadi salah satu tokoh dari etnis Tionghoa yang juga menjadi satu sejarah di
Semarang.
Berdasarkan deskripsi tersebut, maka penulis menentukan judul
“Akulturasi Kelenteng Sam Poo Kong” sebagai judul karya tulis. Karena rasa
keingintahuan penulis maka penulis membuat karya tulis ini.
2
9. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari maslah yang ada, maka karya tulis ini
disusun untuk mengetahui :
1. Bagaimanakah bentuk dan arsitektur Kelenteng Sam Poo Kong?
2. Bagaimana pengaruh budaya luar dalam akulturasi Kelenteng Sam Poo
Kong?
C. Tujuan Penulisan
1. Bagi Penulis
Karya Tulis ini dibuat supaya penulis dapat menyelesaikan tugas
penelitian yang diberikan oleh guru pembimbing.
2. Bagi Pembaca
Karya tulis ini dibuat supaya pembaca karya tulis ini dapat
mengetahui seluk beluk dan sejarah dari Kelenteng Sam Poo Kong.
3. Bagi Sekolah
Karya tulis ini dibuat agar sekolah dapat melatih siswa supaya dapat
membuat karya tulis.
4. Bagi Masyarakat
Karya tulis ini dibuat dengan tujuan supaya masyarakat awam dapat
lebih paham mengenai seluk beluk dan sejarah dari Kelenteng Sam
Poo Kong.
3
10. D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan karya tulis ini adalah supaya dapat memberikan
wawasan yang lebih luas tentang sejarah Kelenteng Sam Poo Kong dan tokoh
yang terkenal disana yaitu Laksamana Zheng He. Serta menambah kemampuan
penulis untuk membuat suatu karya tulis.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
A. Latar belakang serta riwayat kehidupan Zheng He
Berbagai pendapat mengemukakan bahwa terdapat suatu perbedaan
argumen tentang asal keturunan Zheng He, namun dari perbedaan tersebut Zheng
He tetap dikenal sebagai seorang pelaut, pada masa Dinasti Ming yang merupakan
seorang muslim. Zheng He sendiri merupakan seorang Kasim yang umumnya
tidak begitu dihargai pada masa itu. Catatan mengenai moyang Zheng He dalam
literatur-literatur sejarah sedikit banyak dapat diatasi dengan catatan silsilah
Zheng He atau marga Zheng He.
Dari beberapa sumber menerangkan bahawa Zheng He berasal dari
bangsa Hiu, salah satu bangsa minoritas di Tiongkok. Nenek moyangnya
4
11. sebelumnya tinggal di Xi yu, kkemudian pindah ke Tiongkok Barat Daya dan
menetap di Provinsi Yunan. Kakek dan ayahnya telah melaksanakan ibadah haji,
yang bukan merupakan sesuatu yang mudah karena perjalanan ke Mekah yang
jauh dan penuh rintangan. Zheng He juga sudah sering mendengar kisah
perjalanan kakek dan ayahnya ke Mekah, yang sangat mendorongnya untuk
melakukan perjalanan ke negara-negara yang jauh.
Pada tahun Hong Wu ke-4 (1371 M) Zheng He lahir. Ketika itu Dinasti
Yuan sudah terguling. Tapi provinsi Yunan masih diduduki oleh raja Liang, sisa-
sisa kekuatan Dinasti Yuan. Waktu Zheng He berumur 12 tahun, provinsi Yunan
sudah direbut oleh tentara Dinasti Ming yang mengganti Dinasti Yuan (1206-
1368). Pada saat itu Zheng He dan sejumlah anak muda lainnya ditawan dan
dikebiri oleh tentara Ming.
Zheng He dibawa ke Nanjing sebagai kasim atau sida-sida intern di istana.
Tak lama kemudian dia dianugerahkan oleh Zhu Yuanzhang, kaisar pertama
Dinasti Ming kepada Zhu Di, putranya yang ke-4 sebagai pesuruh. Sejak saat itu,
Zheng He berbakti kepada Zhu Di dan memanfaatkan berbagai fasilitas untuk
membaca dan ikut berperang.
Penggambaran Zheng He bertubuh tinggi dan tegap perawakannya.
Lingkaran pinggangnya lebih dari 10 jengkal telunjuk. Dahinya menonjol,
telinganya besar tapi berhidung kecil. Giginya putih dan rapi bagai rangkaian
mutiara. Sedangkan langkahnya mantap bagai macan. Suaranya lantang laksana
5
12. lonceng. Beliau bertolak tajam dan pandai berdebat. Beliau adalah pemimpin yang
ulung dalam pertempuran.
Keberanian dan kecerdasan Zheng He amat dihargai oleh Zhu Di. Maka
pada tanggal 1 januari imlek tahun Yong Le ke-2 (1404 M) kaisar Zhu Di
menganugerahi nama marga Cheng kepada Ma He. Sejak itu nama Ma He diganti
menjadi Zheng He.
Kemudian beliau diangkat sebagai kepala kassim intern. pada awal abad
ke-15 kaisar Yong Le (Zhu Di) memerintahkan supaya melakukan pelayaran-
pelayaran ke samudra barat demi memajukan persahabatan dan memelihara
perdamaian antara Tiongkok dengan negaranegara asing. Akhirnya Zheng He
yang dipilih sebagai laksamana untuk memimpin pelayaran ke Samudra Barat,
melintasi Asia-Afrika.
B. Kedatangan Zheng He di Semarang
Di kalangan keturunan Tionghoa di Indonesia, khususnya di Semarang,
tersiar cerita mengenai kedatangan armada Zheng He di Semarang, Jawa Tengah.
Pada pertengahan pertama abad ke-15, Kaisar Zhu Di Dinasti Ming Tiongkok
mengutus suatu armada raksasa untuk mengadakan kunjungan muhibah ke laut
selatan. Armada itu dipimpin oleh laksamana Zheng He (Sam Poo Kong) dibantu
oleh Wang Jinghong (Ong King Hong) sebagai orang kedua. Ketika armada
berlayar di muka Pantai Utara Jawa, Wang Jinghong mendadak sakit keras.
6
13. Menurut perintah Zheng He, armada itu singgah dipelabuhan Simongan
(kemudian bernama Mangkang), Semarang. Setelah mendarat, Zheng He dan
awak kapalnya menemukan sebuah gua. Gua itulah dijadikan tangsi untuk
sementara. Dan dibuatlah sebuah pondok kecil di luar gua sebagai tempat
peristirahtan dan pengobatan bagi Wang. Zheng He sendiri yang merebus obat
tradisional untuk Wang. Wang mulai membaik sakitnya. Sepuluh hari kemudian
Zheng He melanjutkan pelayarannya ke Barat dengan ditinggalkannya sepuluh
awak kapal untuk menjaga kesehatan Wang di samping sebuah kapal dan
perbekalan-perbekalan.
Akan tetapi sesudah sembuh Wang Jinghong menjadi betah tinggal di
Semarang. Dipimpinnya sepuluh awak kapal untuk membuka lahan dan
membangun rumah. Dimanfaatkannya pula kapal yang disediakan Zheng He
untuk mereka bila hendak menyusul armadanya. Di Simongan Wang merasa
kerasan tinggal disitu, bahkan kemudian ia menikahi perempuan setempat.
Sebagai tanda terima kasih kepada Zheng He, Wang mendirikan patung
Zheng He di gua Simongan. Itulah awal legenda patung Sam Poo Kong yang
kemudian menjadi asal muasal Kelenteng Sam Poo Kong Semarang. Wang, oleh
masyarakat Semarang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Jurumudi
Dampo Awang.
Sedangkan untuk Zheng He mereka memberikan gelar Mbah Ledakar
Juragan Dampo Awang Sam Poo Kong. Kapal itu digunakan Wang untuk usaha
7
14. perdagangan di sepanjang pantai. Kemudian setelah Wang menikah, awak
kapalnya berturut-turut menikah dengan wanita setempat. Berkat jerih payah
Wang dan anak buahnya, kawasan sekitar gua tersebut berangsur-angsur menjadi
ramai dan makmur, sehingga semakin banyak orang Tionghoa yang datang dan
bertempat tinggal serta bercocok tanam di sana.
C. Sejarah Kelenteng Sam Poo Kong
Kelenteng Sam Poo Kong merupakan kelenteng kombinasi, dimana bukan
hanya penganut agama Buddha, Konghuchu atau keturunan Tionghoa saja yang
boleh datang, tetapi penganut agama lain yang non Tionghoa juga boleh
mengadakan selamatan atau acara lain.
Kelenteng Sam Poo Kong terletak di daerah Gedong Batu yaitu di kaki
Bukit Simongan, tepi sungai Garang, barat daya Kota Semarang. Pantai tersebut
merupakan pantai yang ramai pada abad ke-14 M. Daerah ini dulu di kenal juga
dengan nama Bukit Simongan, di atas bukit terdapat sebuah gua yang menurut
cerita merupakan tempat persinggahan Zheng He beserta pengawal-pengawalnya.
Untuk menghormati Zheng He di Semarang dibangunlah kelenteng
Gedong Batu (Sam Poo Kong) yang pada awalnya adalah sebuah masjid. Di
kelenteng ini banyak pengunjung yang datang untuk berziarah, baik dari kalangan
keturunan Tionghoa maupun muslim Jawa. Di dekat kelenteng juga terdapat
8
15. makam Wang Jinghong (Kyai Jurumudi) yang dikabarkan meninggal dalam usia
87 tahun dan dikuburkan secara Islam.
Kelenteng Sam Poo Kong mulanya adalah kelenteng yang sangat
sederhana, hanya sebuah gua yang di dalamnya terdapat patung Zheng He. Pada
tahun 1704 M gua tersebut runtuh akibat angin ribut dan hujan lebat, Peristiwa
tersebut mengakibatkan sepasang pengantin tewas akibat tertimbun ketika
memuja di situ.
Tak lama kemudian gua yang runtuh itu digali dan dipulihkan seperti
semula. Pada tahun 1724 M diadakan upacara sembahyang besar-besaran oleh
penduduk Tionghoa Semarang, sebagai ucapan terimakasih karena dalam waktu
yang sangat lama kota Semarang tidak mendapat gangguan apapun dan
perdagangan mereka juga semakin maju. Bersamaan dengan acara tersebut juga
diadakan pengumpulan dana untuk memperbaiki Kelenteng Sam Poo Kong.
Kemudian di depan gua tersebut didirikan sebuah teras, agar bisa di jadikan
tempat berteduh bagi orang-orang yang selesai bersembahyang bisa beristirahat
untuk melewati waktu.
Pada pertengahan abad ke-19 M, kawasan Simongan dikuasai oleh
Johannes, seorang tuan tanah keturunan Yahudi. Masyarakat yang ingin
melakukan ibadat di Kelenteng Sam Poo Kong dikenai cukai yang tinggi. Karena
mereka tidak mampu membayar secara perorangan kemudian mengumpulkan
dana sebesar 2000 gulden sebagai biaya buka pintu selama satu tahun. Meskipun
9
16. biaya diturunkan menjadi 500 gulden, tetapi masih dirasa memberatkan
masyarakat.
Demi kelanjutan kegiatan penyembahan terhadap Sam Poo Kong, maka
dibuatlah patung duplikat Sam Poo Kong yang diletakkan di kelenteng Tay Kak
Sie yang dibangun tahun 1771 M di Gang Lombok. Sejak saat itu, setiap tanggal
29 atau 30 bulan 6 pada kalender Imlek, patung tersebut diarak ke Kelenteng Sam
Poo Kong Gedung Batu.
Pada tahun 1879 M atau tahun Guangzu ke-5, seorang pengusaha
keturunan Tionghoa terkemuka bernama Oei Tjie Sien membeli kawasan Gedung
Batu. Peralihan hak persil ini ditandai dengan sebuah batu peringatan pada tahun
1879 M. Masyarakat Semarang mengadakan sembahyang besar-besaran di
Kelenteng Sam Poo Kong sebagai ungkapan rasa syukur.
Sehubungan dengan berkuranganya perhatian dari masyarakat keturunan
Tionghoa di Semarang terhadap Kelenteng Sam Poo Kong pada masa itu, pada
tahun 1930 M, Li Hoo Sun yang memiliki kuasa untuk mengurus perumahan dan
tanah milik Oei Tiong Ham (anak dari Oei Tjie Sien) mengambil inisiatif untuk
mengadakan arak-arakan kembali.
Dengan dibantu oleh beberapa orang temannya, didirikanlah Komite Sam
Poo Tay Djien yang kemudian mengadakan arak-arakan sehingga perayaan
menjadi meriah kembali.
10
17. Pada tahun 1925 M Oie Tiong Ham meninggal, kemudian Li Hoo Sun
mengajukan permintaan kepada ahli waris Oei, agar tanah sekitar Kelenteng Sam
Poo Kong diberikan kepada yayasan yang nantinya bertugas mengurus kompleks
tersebut. Setelah permintaan tersebut dikabulkan, pada tahun 1937 didirikanlah
Yayasan Sam Poo Kong.
Yayasan Sam Poo Kong didirikan dengan ketua Lie Ho Soen dan wakil
ketuanya Pei Ing Poen. Pada awalnya yayasan Sam Poo Kong merupakan yayasan
keluarga, yang anggotanya terdiri dari pegawai Kian Gwan. Oleh sebab itu,
dibuatlah peraturan yang berisi bahwa orang luar tidak boleh memasuki yayasan.
Sampai tahun 1965 M, Yayasan Sam Poo Kong dipimpin oleh ketua baru Thio
Siong Thouw, yang bukan dari pegawai Kian Gwan.
Sejak saat itu yayasan terbuka untuk umum, sehingga siapapun bisa
menjadi ketua asal disetujui oleh sidang. Setelah Thio Siong Thouw meninggal
pada bulan Februari tahun 1981 , sidang panitia memilih
Ir. Priambudi sebagai ketua yayasan.
Pada masa kekuasaan Orde Baru tahun 1989 , semua ijin yang dimiliki
oleh kelenteng dicabut oleh Pemda (Pemerintah daerah) Semarang. Selain itu
pintu gerbang utama dan beberapa bangunan dirobohkan dengan paksa. Tindakan
tersebut dilakukan dengan dalih pelaksanaan Kepres.
Tahun 1995 yayasan kembali mengalami masa kritis, ijin HGB (Hak
Guna Bangunan) yang sudah hampir habis masa berlakunya dinyatakan tidak akan
11
18. diperpanjang dan akan dicabut. Keadaan ini dimanfaatkan oleh oknum tertentu
untuk mendirikan ruko. Karena kegigihan anggota yayasan, tanah seluas 3,2
hektar sah menjadi milik yayasan dengan sertifikat Hak Milik. Setelah reformasi,
Yayasan Sam Poo Kong memperoleh kebebasan untuk menjalankan misi
pembangunan dan perluasan dari kawasan Kelenteng.
BAB 3
PEMBAHASAN
A. Bentuk dan arsitektur Kelenteng Sam Poo Kong
Kawasan Kelenteng Sam Poo Kong yang dulunya berupa lautan
mempunyai luas wilayah 3,2 hektar ini terdapat 5 komplek bangunan. Kelima
komplek bangunan ini mempunyai arsitektur unik berupa perpaduan antara
arsitektur Tiongkok, Jawa dan Islam.
Bangunan kelenteng merupakan ciri dari arsitektur tradisional Tiongkok.
Berbeda dengan bentuk bangunan kelenteng pada umumnya, Kelenteng Sam Poo
Kong mempunyai ciri khas tersendiri yaitu dengan bangunan yang unik perpaduan
antara bangunan tradisonal Tiongkok dengan bangunan tradisional Jawa serta
sentuhan unsur Islami (bangunan masjid). Sentuhan unsur dari masjid tersebut
meliputi:
1. Bangunan Kelenteng Sam Poo Kong menghadap ke kiblat
12
19. 2. Tidak seperti kelenteng pada umumnya, Kelenteng Sam Poo Kong terdapat
sentuhan warna hijau pada bagian atap. Di dalam Alqur’an warna hijau adalah
simbol dari warna pakaian penghuni surga. Warna hijau juga termasuk warna
yang disukai Nabi Muhammad.
3. Terdapat beduk besar yang terletak di dalam bangunan utama Kelenteng
Sam Poo Kong. Walaupun rombongan dari armada Zheng He adalah penganut
agama yang berbeda, yaitu agama Islam, Buddha dan Konghuchu. Akan tetapi
pimpinan dari mereka yaitu Laksamana Zheng He menganut agama Islam,
maka tak heran jika di Kelenteng Sam Poo Kong terdapat sentuhan Islam.
Tidak hanya sentuhan Islam, tapi banguna Kelenteng Sam Poo Kong
merupakan perpaduan antara bangunan.
Di dalam komplek tempat ibadah Kelenteng Sam Poo Kong, terdapat
beberapa lokasi. Yaitu :
1. Gapura utama
2. Pendopo
3. Kios
4. Gapura timur
5. Gapura selatan
6. Area patung Zheng He
7. Kelenteng Sam Poo Tay Djien
8. Kelenteng Dewa Bumi
13
20. 9. Kelenteng Juru Mudi
10. Kelenteng Kyai Jangkar
11. Makam Kyai Tumpeng
B. Adanya pengaruh budaya luar dalam akulturasi Kelenteng Sam Poo
Kong
1. Religi
Seperti banyak berbagai sumber menjelaskan bahwa sebenarnya
Zheng He adalah beragama Islam atau seorang muslim, namun dalam
pelayaran menjelajahi kawasan Asia dan dunia, Zheng He juga
membawa beberapa pendeta dari agama-agama lain yang berkembang
di Cina. Pendeta-pendeta tersebut juga membawa misi untuk
menyebaran agama dan kepercayaan yang mereka anut, pendeta-
pendeta tersebut diantaranya dari agama Budha, aliran Konfusionisme
(Kong Hu Chu), Tao dan juga agama Islam. Dalam perkembangannya
terdapat pencampuran antara Budha, Kong Hu Chu, dan Tao yang
kemudian disebut dengan umat Tri Dharma. Golongan ini sangat
berkembang di Semarang, dan banyak dari pendeta-pendeta Tri
Dharma yang mengatakan bahwa ajaran ini adalah ajaran asli dari Cina
yang semula dibawa masuk ke Semarang berkat jasa-jasa Zheng He.
14
21. Zheng He sendiri juga menyebarkan agama yang dianutnya,
yaitu agama Islam. Sehingga disini memunculkan pluralisme yang
cukup besar pengaruhnya yang dibawa oleh Zheng He dan awak
kapalnya. Zheng He juga mengajarkan pada penduduk pribumi cara-
cara untuk menghormati arwah-arwah leluhur, dengan demikian
kendati Zheng He seorang beragama Islam tetapi dia tidak bisa
melepaskan unsur-unsur budaya masyarakat Cina.
Sebelum berakhirnya Orde Baru kegiatan-kegiatan yang
memiliki kaitan dengan religi Tionghoa sangat dilarang, dan karena
kaum Tionghoa Semarang melakukan berbagai kegiatan religi secara
tertutup. Pada perkembangannya setelah masa Orde Baru berakhir
tahun 1998, kegiatan religi mulai terbuka, dan umat Tri Dharma
Semarang memegang peranan penting dalam melestarikan
kebudayaan-kebudayaan peninggalan Zheng He di Semarang.
Bahkan bagi umat Tri Dharma, Zheng He dijadikan Kongco
(seorang yang dituakan dan dianggap menjadi dewa) sehingga banyak
kalangan umat Tri Dharma yang melakukan pemujaan terhadap Zheng
He. Dalam perkembangan tahun sekarang, pelestarian kebudayaan
peninggalan Zheng He juga melibatkan Perkumpulan Muslim
Tionghoa Semarang, hal ini didasari bahwa sebenarnya Zheng He
adalah seorang muslim.
15
22. Bahkan tidak hanya bagi orang-orang Tionghoa di Semarang,
melainkan juga bagi orang Jawa yang memiliki kepercayaan Kejawen
(campuran antara Islam dengan budaya Jawa) Zheng He juga dianggap
seorang yang sangat istimewa dalam penyebaran agama.
2. Tempat bersejarah peninggalan Zheng He
Tata letak k-5 bangunan tersebut dari utara ke selatan yaitu :
a. Kelenteng Dewa Bumi
Kelenteng ini di kenal sebagai Te Ti Kong, tempat
penyembahan Kelenteng Dewa Bumi ini digunakan untuk mereka
yang mengharap berkah dari Dewa Bumi Te Ti Kong.
b. Makam Kyai Juru Mudi
Makam ini merupakan makam dari Wang Jinghong salah satu
orang kepercayaan Zheng He yang meninggal di Gedong Batu.
Tempat ini sering dikunjungi oleh orang-orang yang ingin sukses
dalam bisnis. Kyai Juru Mudi juga dikenal sebagai Dampo Awang.
Bangunan ini terdapat pohon besar yang berusia 600 tahun, jika di
lihat dengan seksama ranting pohon tua itu memeluk atap dari
bangunan makam Kyai Juru Mudi.
c. Gua Sam Poo Kong
Gua Sam Poo Kong berada di dalam Bangunan utama Kelenteng
16
23. Sam Poo Kong. Konon bangunan megah tersebut dulunya adalah
masjid yang digunakan untuk beribadah Zheng He beserta awak
kapalnya. Di dalam kelenteng tersebut terdapat sebuah bedug, bagi
orang Islam bedug berfungsi untuk menyampaikan pesan bahwa sudah
tiba waktunya shalat.
Di belakang Kelenteng terdapat bangunan dengan dinding
dipenuhi dengan relief yang mengisahkan kedatangan Zheng He di
Semarang. Di antara dinding itu terdapat sebuah lorong gua yang
sering digunakan untuk sembahyang juga untuk membaca
keberuntunga (Djiamsie).
Di dalam gua itu ada sebuah altar, peralatan meramal, sebuah
patung kecil Zheng He yang dilapisi emas seberat 50 gram, dan
sebuah sumur yang airnya dipercaya dapat menyembuhkan segala
macam penyakit. Sebelum renovasi tahun 2002, kelenteng ini
mempunyai luas 16x16 meter, sekarang menjadi 34x34 meter.
d. Tempat Pemujaan Kyai Jangkar
Dalam satu bangunan ini terdapat tiga altar pemujaan yaitu :
Kyai Jangkar
Dalam bangunan yang semi kelenteng ini terdapat jangkar
kapal yang konon adalah jangkar dari kapal Zheng He. Jangkar
berbalut kain merah ini di sebut sebagai jangkar suci sehingga
17
24. disembah dan disembahyangi bagi yang mempercayainya guna
mendapatkan berkah.
Arwah Hoping
Dibagian depannya terdapat altar yang digunakan untuk
menyembah arwah dari para pasukan armada Zheng He yang
kemungkinan belum memperoleh tempat di alam baka.
Nabi Kong Hu Chu
Di sisi kanannya terdapat altar yang serupa untuk mengenang
dan menghormati Konfusius yang merupakan seorang guru dari
dasar ajaran moral Tiongkok. Menurut pemeluk agama Kong Hu
Chu, Konfusius diakui sebagai nabi.
Makam Kyai dan Nyai Tumpeng
Tempat ini terdapat 2 makam yang di yakini makam dari Kyai
dan Nyai Tumpeng yang merupakan juru masak dari armada
Zheng He yang tinggal di Simongan untuk melayani Wang
Jinghong. Digunakan untuk bersemedi atau memohon berkah.
Masyarakat sekitar mengenalnya sebagai Mbah Kyai Tumpeng
dan Nyai Tumpeng.
18
25. Selain ke-5 tempat tersebut juga terdapat satu tempat dan
sebuah replika kapal Zheng He. Tempat tersebut merupakan tempat
penyimpanan segala macam pusaka atau senjata anak buah Zheng He.
Bagi yang mempercayai bahwa senjata senjata itu dapat
mendatangkan berkah, maka senjata-senjata tersebut disembah dan
disembahyangi.
Kelenteng Sam Poo Kong juga dilengkapi dengan musholla,
kamar mandi, mini market dan bangunan-bangunan lain. Terdapat
pula sebuah patung raksasa Laksamana Zheng He yang tangan kirinya
memegang pedang dan tangan kanannya memegang misi dari
kerajaan. Patung tersebut merupakan hadiah dari pemerintah
Tiongkok untuk Yayasan Kelenteng Sam Poo Kong.
3. Perayaan Hari Besar
Perayaan hari besar yang ada karena pengaruh dari Laksamana
Zheng He, merupakan perayaan yang dilaksanakan dengan tujuan
untuk menghormati Laksamana Zheng He sendiri.
Di Gedong Batu, Semarang diadakan sembahyang 17 Agustus.
Ini merupakan salah satu bukti bahwa hari Proklamasi bukan hanya
merupakan hari besar bagi masyarakat pribumi tetapi juga bagi
keturunan Tionghoa di Indonesia sejak tahun 1945.
19
26. Di samping sembahyang-sembahyang tersebu, di Kelenteng
Sam Poo Kong dilangsungkan pula sembahyang setiap tanggal 1 (Djee
It) dan setiap tanggal 15 (Tjap Go).
Di antara sembahyang-sembahyang itu yang paling ramai adalah
sembahyang Sam Poo Gia Hio karena berhubungan dengan hari
kedatangan Sam Poo Kong di Gedong Batu, Semarang.
4. Adanya komunitas warga keturunan Tionghoa di Semarang
Adanya interaksi antara masyarakat umum Semarang dengan
komunitas warga keturunan Tionghoa Semarang di berbagai bidang
merupakan kreatifitas kehidupan sosial mayarakat. Salah satu interaksi
yang menonjol adalah pada bidang budaya. Hal ini tentunya berdasar
pada kesamaan konsepsi untuk mencapai nilai sosial yang tinggi, yaitu
nilai kedamaian dan kerukunan. Kesamaan konsep yang dicapai kedua
pihak mempengaruhi golongan etnik mayoritas di Semarang dalam
memahami kebangkitan budaya Tionghoa. Demi pembauran yang
tercipta dalam era kebebasan, budaya-budaya Tionghoa menjadi
khasanah untuk memperbanyak budaya Indonesia. Hal tersebut dapat
memberi tanggapan yang positif terhadap kebangkitan budaya
Tionghoa dan pesan yang terkandung di dalamnya.
20
27. BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semarang menjadi daerah penting bagi pelayaran Zheng He karena
Semarang merupakan tempat persinggahan terlamanya ketika berlayar di wilayah
nusantara, hal ini terjadi karena gangguan kesehatan yang dialami Wang Jihong
ketika singgah di Semarang, bahkan Zheng He mendirikan tempat peribadatan
yang dikenal dengan nama Kelenteng Sam Poo Kong. Selain itu awak kapal
Zheng He juga memutuskan untuk menetap di Semarang.
Budaya-budaya peninggalan Zheng He sangat bersifat majemuk dan
pengaruhnya sangat kuat di Semarang, kendati secara harfiah berasal dari
komunitas Tionghoa, ini dikarenakan Zheng He seorang muslim (golongan
minoritas di Cina) tetapi berpengaruh di kekaisaran Cina yang banyak dipengaruhi
agama Budha dan Konfusionisme.
Maka dari itu pengaruh kebudayaan dan akulturasi yang ada karena
datangnya Zheng He di Semarang serta setelah awak kapalnya yang bernama
Wang Jinghong membangun Kelenteng Sam Poo Kong dapat diterima oleh
masyarakat lokal karena sifat kemajemukan yang ada pada nilai-nilai budaya
tersebut, selain itu juga dipengaruhi oleh adanya interaksi yang baik antara
komunitas Tionghoa dan pribumi, yang mungkin akan melekat menjadi identitas
kota Semarang.
21
28. B. Saran
1. Diharapkan pemerintah kota Semarang memberikan fasilitas yang
baik untuk objek wisata di Semarang karena kawasan tersebut sudah
selayaknya dijadikan sebagai kawasan wisata bagi semua pihak.
2. Pemerintah juga disarankan untuk tetap mempertahankan beberapa
tradisi dan kebudayaan yang masih ada hingga sekarang, supaya dapat
terus dipertahankan.
3. Untuk masyarakat sebaiknya menjaga kelestarian dan kebersihaan
tempat-tempat wisata tersebut supaya dapat terus dinikmati.
22
30. DAFTAR PUSTAKA
Yuanzhi, Kong. 2000 Muslim Tionghoa Zheng He, Jakarta: Pustaka Populer
Obor.
ZM, Hidayat. 1977 Masyarakat dan Kebudayaan Cina Indonesia, Bandung:
Tarsito.
Coppel, Charles A. 1994 Tionghoa dalam Krisis, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Budiman, Amien. 1978 Semarang Riwayatmu Dulu, Jilid Pertama. Semarang:
Tanjung Sari.
Effendy, Usman. 1987 Laksamana Haji Zheng He Berlayar ke Indonesia sebagai
Negarawan dan Mubaligh, Jakarta: Angkatan Bersenjata.
Hidayatullah, Ahamad Fauzan. 2005 Laksamana Zheng He dan Kelenteng Sam
Poo Kong, Spirit Pluralisme dan Akulturasi Kebudayaan. Yogyakarta : Mystico
Pustaka.
24