Masuk ke gereja atau tempat ibadah non-Muslim dilarang ketika sedang berlangsung peribadatan. Boleh masuk jika tidak ada peribadatan dan tidak ada gambar/palang salib, meskipun makruh. Boleh juga untuk tujuan dakwah atau menginap jika disediakan. Hukumnya bervariasi antar madzhab tetapi kebanyakan membolehkan asalkan tidak mengikuti ritual kemaksiatan mereka.
1. Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Apa hukum masuk gereja atau tempat peribadatan non muslim lainnya?
Terima kasih.
Dari: Arriqa
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Bismillah was shalatu was salamu ’ala rasulillah
Sebagian ulama melarang secara mutlak memasuki gereja. Mereka berdalil dengan firman
Allah, yang artinya,
فَِّْألاسفألاقفيفيفون وَلافَاللهَلاقَتَرِّلاو يونَُّ قفنلاففٌِ لا أََََلاسففوَِِلاوَف م مَُلَاسأََُّفقلاف فملاو يَو فِْلَا نلاسفوَلَْاقف سَلاسفف سِّلاسفألافٌفَِْسلا أََََلا أََََلاهَف ملْاقَتَلا
“Janganlah kamu bersembahyang dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya masjid
yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu
sholat di dalamnya.” لا(QS. لاAt لاTaubah: 108 لا )
Sekembalinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari perang Tabuk, orang-orang munafik
semakin pupus harapan untuk bisa mengalahkan kaum muslimin. Akhirnya mereka
mendirikan sebuah masjid dalam rangka memecah belah barisan kaum muslimin. Masjid ini
dikenal dengan masjid dhirar. Ayat ini turun sebagai larangan Allah kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhum untuk melaksanakan shalat di masjid
tersebut dan diperintahkan agar masjid tersebut dihancurkan. Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dilarang untuk masuk dan shalat di masjid dhirar, yang dibangun untuk tujuan makar
dalam rangka merusak barisan kaum muslimin, padahal itu berupa masjid maka lebih
terlarang lagi jika itu adalah gereja. Sementara Gereja itu murni dibangun semata-mata untuk
maksiat kepada Allah.
Ulama yang berpendapat ini memberikan pengecualian untuk bisa masuk gereja jika
terpenuhi beberapa syarat:
- Adanya maslahat bagi agama Islam, misalnya dalam rangka berdakwah atau berdebat
dengan orang Nasrani agar mereka masuk Islam.
- Tidak menimbulkan perbuatan haram, misalnya basa-basi dalam kemaksiatan mereka.
- Berani menampakkan jati diri keislamannya di hadapan orang kafir.
- Tidak menyebabkan orang awam tertipu karena mengira bahwa dirinya setuju dengan
agama orang Nasrani.
(Fatwa Lajnah Daimah, 2:339 dan Fatwa Syaikh Dr. Nashir bin Sulaiman di Majalah Ad
Da’wah لا edisi لا, 1930 لا Dzulhijjah لا 1424 لا H).
2. Namun berdasarkan keterangan banyak ulama di berbagai madzhab, akan lebih tepat jika
diberikan rincian sebagai berikut:
Pertama, Masuk gereja pada saat orang Nasrani sedang melakukan peribadatan
Para ulama secara mutlak melarang perbuatan ini dengan beberapa alasan:
- Karena ini berarti kita ikut bergabung dalam kebatilan yang mereka lakukan.
- Tindakan ini menyerupai ciri khas orang kafir, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, لا“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum (dalam ciri khas mereka, pen.) maka
dia termasuk bagian kaum tersebut.” لا(HR. لاAbu لاDaud لا 4031 لا dan لاdishahihkan لا oleh لا Syaikh لا Al لا
Albani). لا Syaikhul لا Islamلاmengatakan, لا “Hadis ini, kondisi minimalnya menunjukkan haramnya
meniru ciri khas orang kafir. Meskipun dlahir hadis menunjukkan kafirnya orang yang
meniru perbuatan yang menjadi ciri khas mereka.” لا(Iqtidla’ As Shirath Al Mustaqim, 1:270).
- Murka Allah turun pada saat peribadatan mereka dan di tempat ibadat mereka. Umar
radhiallahu ‘anhu mengatakan, لا “Hati-hatilah kalian dari bahasa orang kafir dan janganlah
kalian masuk bersama orang muyrik pada saat peribadatan mereka di gereja mereka, karena
pada saat itu dan di tempat itulah murka Allah sedang turun.” لا(HR. لاAbdur Razaq dalam Al
Mushannaf no. 1608, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro, 9:234 dan dinilai kuat oleh Al
Bukhari dalam At Tarikh).
Kedua, Masuk gereja di luar waktu peribadatan mereka, namun di dalam gereja tersebut
terdapat gambar atau palang salib yang dipajang.
Hukum keadaan ini sebagaimana memasuki rumah yang ada gambarnya. Ada dua pendapat
ulama dalam menyikapi masalah ini. Umairah dalam Hasyiyah-nya لاmengatakan, لا “Bab, لاkita لا
tidak boleh masuk gereja kecuali dengan izin mereka. Jika di dalamnya terdapat gambar
maka لاdiharamkan لا secara لاmutlak.”
Ibnu لاQudamah لا mengatakan, لا “Adapun لا masuk لا rumah لا yang لا di لاdalamnya لا terdapat لاgambar لا
bukanlah لا satu لاhal لا yang لا haram… لا ini لا adalah لا pendapat لا ImamلاMalik, لا beliau لا melarangnya لا karena لا
makruh dan beliau tidak menganggap hal itu satu hal لا yang لا haram. لاMayoritas لا Syafi’iyah لا
mengatakan: Jika gambarnya di dinding atau di tempat yang tidak diinjak, maka tidak boleh
memasukinya…
Kita memiliki satu riwayat, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk
Ka’bah لاbeliau لا melihat لا ada لاgambar Ibrahim dan Ismail yang sedang mengundi nasib dengan
anak panah. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkomentar, لا “Semoga Allah
membinasakan mereka (orang musyrikin), sungguh mereka telah mengetahui bahwa
keduanya (Ibrahim dan Ismail) sama sekali tidak pernah mengundi nasib dengan anak
panah.” لا(HR. لاAbu لاDaud). لاDan لاdi لاantara لا persyaratan لا Umar لا (untuk لا kafir لا dzimmi), لا mereka لا
(diperintahkan) agar memperluas gereja dan tempat peribadatan mereka, supaya kaum
muslimin لا bisa لاmasuk لا untuk لا menginap لا di لاdalamnya…
Ibnu لا ‘Aidz لا dalamلا Futuh As Syam meriwayatkan bahwasanya orang Nasrani membuatkan
makanan untuk Umar ketika beliau sampai di Syam, kemudian mereka mengundang Umar.
Beliau لا bertanya, لا “Di لاmana?” لا Mereka لاmenjawab, لا “Di لا gereja.” لاMaka لاUmar لا tidak لاmau لا
menghadirinya dan Beliau لا berkata لاkepada لاAli, لا “Berangkatlah لا bersama لا para لاsahabat لا agar لا
mereka لاbisa لاmakan لا siang.” لا Maka لاberangkatlah لا Ali لا bersama لاpara لاsahabat لاdan لاmasuk لا ke لاdalamلا
3. gereja لا serta لاmakan لا siang. لا Kemudian لا Ali لا melihat لا ke لاgambar, لا sambil لا mengatakan, لا “Tidak لا ada لا
masalah bagi Amirul لا Mukminin لا (Umar) لا andaikan لا dia لاmasuk لا dan لاmakan.” لا Sikap لاpara لاsahabat لا
ini menunjukkan kesepakatan mereka tentang bolehnya masuk gereja meskipun di dalamnya
terdapat لاgambar, لا disamping لا masuk لا gereja لاdan لاtempat لا peribadatan لاmereka لا tidaklah لا haram.” لا
(Al Mughni Ibnu Qudamah, 4:16).
Ibnu لاMuflih لا mengatakan, لا “Boleh لا masuk لا dan لاshalat لا di لاtempat لا peribadatan لا dan لاgereja لا atau لا
yang semacamnya. Dan makruh jika di dalamnya ada gambarnya. Ada yang mengatakan
haram mutlak. Penulis Al Mustau’ib mengatakan, Sah melaksanakan shalat fardhu di gereja
atau لا tempat لاperibadatan لا orang لاkafir لا meskipun لا makruh…
Dalam Syarh Ibnu ‘Aqil disebutkan, لا “Tidak لاmengapa لا shalat لا di لاgereja لاyang لا suci لا (dari لاnajis), لا
ini لا adalah لا riwayat لا dari لا Ibnu لاUmar لاdan لاAbu لاMusa لاAl لاAsy’ari لا radhiallahu ‘anhum…”
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dan Imam Malik membenci masuk gereja karena alasan ada
gambar… لا (Al Adab As Syar’iyah, 4:122).
Ringkasnya, bahwasanya hukum masuk gereja yang ada gambar atau palang salib yang
tergantung dalam posisi diagungkan adalah makruh, kecuali jika orang muslim tersebut
mampu untuk mengubahnya. Wallaahu a’lam.
Ketiga, di luar waktu peribadatan mereka dan di dalamnya tidak terdapat gambar maupun
palang salib
Al Hanifiyah berpendapat makruhnya seorang muslim masuk ke gereja. Alasannya, karena
gereja adalah tempat berkumpulnya setan bukan karena dia tidak boleh masuk. Sebagian
ulama لا Madzhab لاMalikiyah, لا Syafi’iyah, لا dan لاHanabilah لا membolehkan لا masuk لا gereja. لا (Al
Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaithiyah 2:14143).
Pendapat kedua inilah yang lebih tepat, karena sebagaimana ditegaskan oleh sebagian Ulama
bahwasanya dianjurkan bagi penguasa muslim untuk mengadakan perjanjian dengan orang
kafir dzimmi agar mereka menyediakan tempat untuk tamu muslim di gereja. Dan inilah yang
dilakukan khalifah Umar terhadap penduduk Syam. Di antara isi perjanjian damai ahli kitab
dengan لا kaumلاmuslimin: لا “Kami لا tidak لاmelarang لا kaumلاmuslimin لا untuk لا singgah لا di لاgereja لاkami لا
baik di malam hari maupun siang hari. Kami akan memperlebar pintu-pintu gereja kami
untuk para pelancong dan orang yang kehabisan لا bekal لاdi لاperjalanan.” لا (Al Mausu’ah Al
Fiqhiyah Al Kuwaithiyah 2).
Keempat, dalam rangka untuk dakwah dan berdebat untuk menyadarkan kesesatan mereka.
Untuk keadaan yang terakhir ini para ulama menegaskan bolehnya. Bahkan mereka yang
melarang secara mutlak, membolehkan masuk gereja dalam rangka mendakwahkan Islam
kepada mereka.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com