Dokumen tersebut membahas konsep dan fenomena kuantum, dimulai dari kegagalan teori fisika klasik untuk menjelaskan fenomena radiasi benda hitam dan efek fotolistrik. Max Planck memperkenalkan teori kuantum pada tahun 1900 yang mampu menjelaskan masalah tersebut dengan menyatakan bahwa radiasi elektromagnetik terbagi dalam paket-paket energi. Albert Einstein kemudian mengusulkan sifat partikel cah
2. KONSEP DAN FENOMENA
• Menjelang akhir abad ke-19, banyak perkembangan yang terjadi pada dunia fisika. Setelah
ditemukannya teori mekanika Newton, teori elektromagnetik Maxwell, dan termodinamika, fisika
berhasil menjelaskan berbagai macam fenomena yang terjadi di dunia. Ketiga teori tersebut kemudian
dikenal sebagai fisika klasik.
• Seiring dengan berkembangnya berbagai peralatan untuk eksperimen, para fisikawan menemukan
bahwa ada fenomena-fenomena yang tidak dapat dijelaskan menggunakan teori fisika klasik.
Fenomena-fenomena ini baru dapat dijelaskan pada awal abad ke-20 yang merupakan awal era fisika
modern. Era fisika modern sendiri ditandai dengan penemuan teori fisika yang mampu menjawab
fenomena-fenomena yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan oleh teori fisika klasik
3. 1. Fenomena Radiasi Benda Hitam
• Meskipun tidak ada benda yang benar-benar hitam sempurna di dunia ini, secara teori benda hitam
akan menyerap semua cahaya yang datang tanpa memancarkan radiasi energi berupa panas seperti
benda-benda lainnya. Namun faktanya benda hitam tetap memancarkan radiasi energi dengan
tingkatan atau intensitas yang berbeda. Intensitas ini dapat diprediksi dengan mengetahui
temperaturnya menggunakan Hukum Rayleigh-Jeans.
• Hukum Rayleigh-Jeans ditemukan oleh Lord Rayleigh dan Sir James Jeans, dua ilmuwan asal Inggris
tahun 1900. Menurut hukum tersebut, semakin pendek suatu gelombang, seperti sinar ultraviolet,
maka intensitas radiasi energinya semakin tinggi menuju tak hingga.
• Sayangnya, hasil eksperimen menunjukkan bahwa semakin pendek gelombangnya, intensitas radiasinya
justru menurun. Kegagalan Hukum Rayleigh-Jeans menjelaskan fenomena radiasi benda hitam ini
dikenal sebagai Bencana Ultraviolet atau Ultraviolet Catastrophe.
4. 2. Teori Kuantum
Pada tahun 1900, seorang fisikawan asal Jerman, Max Planck muncul dengan gebrakan baru yang menjadi
awal munculnya fisika modern. Planck mampu menjelaskan permasalahan bencana ultraviolet yang
sebelumnya tidak mampu dijelaskan oleh ilmuwan-ilmuwan lainnya.
Menurut Planck, radiasi elektromagnetik yang dipancarkan suatu benda terbagi-bagi, atau diskret ke dalam
paket-paket energi yang disebut Kuantum. Besarnya energi ini bergantung pada besarnya frekuensi
gelombang elektromagnetik. . Planck menjelaskan teorinya ini dengan rumus matematik berikut.
E = h cdot v
E = spacetext{energi}(J)
h = spacetext{konstanta Planck} space (6{,}626 cdot 10^{-34} Js)
v = spacetext{frekuensi radiasi} space(s^{-1})
Teori Planck ini mampu menjelaskan bencana ultraviolet. Hasil perhitungan dengan persamaan Planck ini
ternyata sama dengan hasil eksperimen sebelumnya. Mereka menunjukkan grafik pengamatan benda
hitam dengan pola yang sama
5. Teori Planck ini mampu menjelaskan bencana ultraviolet. Hasil perhitungan dengan
persamaan Planck ini ternyata sama dengan hasil eksperimen sebelumnya. Mereka
menunjukkan grafik pengamatan benda hitam dengan pola yang sama.
Atas penemuannya ini, Max Planck mendapatkan penghargaan Nobel Fisika pada tahun
1918. Teori Planck kemudian lebih dikenal sebagai Teori Kuantum dan mengawali peralihan
fisika klasik menuju fisika modern. Teori Planck juga menginspirasi banyak ilmuwan
terhadap berbagai pandangan baru, salah satunya mengenai cahaya.
2. Teori Kuantum
6. 3. Pemahaman Klasik Cahaya Sebagai Gelombang
Isaac Newton mengatakan bahwa cahaya terdiri atas partikel-partikel yang sangat kecil. Namun, berbagai
eksperimen membuktikan bahwa cahaya juga merupakan sebuah gelombang. Salah satu eksperimen yang
membuktikan bahwa cahaya merupakan gelombang adalah eksperimen celah ganda yang dilakukan oleh
Thomas Young pada tahun 1801. Young menutup jendela di suatu ruangan gelap dan hanya membuka satu
celah kecil yang menjadi sumber cahaya tunggal. Di depan cahaya tersebut diletakkan dua celah tipis yang
berdekatan. Cahaya dari celah ganda tersebut kemudian diamati melalui sebuah layar.
Menurut teori Newton, hanya akan ada dua titik terang yang terlihat di layar karena partikel bergerak lurus
melalui dua celah yang ada. Namun yang terbentuk di layar adalah pola gelap terang. Pola gelap terang ini
muncul karena adanya fenomena interferensi yang dihasilkan oleh gelombang. Bagian gelap muncul ketika
gelombang cahaya dari kedua celah saling meniadakan, dan bagian terang muncul ketika keduanya saling
menguatkan. Berdasarkan percobaan tersebut, Young menyimpulkan bahwa cahaya adalah gelombang.
Sayangnya, pemahaman klasik mengenai cahaya ini menemukan permasalahan ketika dihadapkan pada
peristiwa efek fotolistrik.
7.
8. 4. Efek Fotolistrik
Peristiwa efek fotolistrik pertama kali diamati oleh fisikawan asal Jerman, Heinrich Hertz tahun 1887.
Peristiwa ini berkaitan dengan suatu permukaan logam yang disinari oleh cahaya. Hasil dari penyinaran ini
nantinya akan melepas elektron dari permukaan logam. Elektron yang lepas ini dapat diketahui karena
muncul arus listrik. Munculnya arus listrik karena cahaya ini kemudian disebut sebagai efek fotolistrik.
9. 4. Efek Fotolistrik
Energi elektron yang lepas tidak dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Sebanyak apapun cahaya yang disorot
ke permukaan logam, tidak mempengaruhi energi elektron yang lepas, namun jumlah elektron yang lepas.
Ketika permukaan logam disinari cahaya yang redup, jumlah elektron yang keluar akan sedikit. Sebaliknya,
ketika permukaan logam disinari oleh cahaya yang terang, jumlah elektron yang keluar juga akan banyak.
Namun, tingkat energi yang dikeluarkan akan tetap sama.
Tingkat energi akan berubah jika frekuensi cahaya berubah. Semakin besar frekuensi cahayanya, semakin
besar pula energi elektron yang dihasilkan. Ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya hanya berpengaruh
pada jumlah elektron yang lepas, bukan energinya. Ini bertentangan dengan teori gelombang cahaya yang
menyatakan bahwa intensitas cahaya berpengaruh pada jumlah energi elektron.
10. 5. Pemahaman Cahaya Sebagai Partikel
Albert Einstein, seorang ahli fisika asal Jerman terinspirasi dengan pandangan Planck tentang radiasi
gelombang elektromagnetik yang menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetik terpaket-paket dalam
energi yang disebut kuantum. Namun, Einstein lebih terfokus pada cahaya, salah satu gelombang
elektromagnetik.
Einstein berpendapat bahwa sifat cahaya sebagai partikel berperan pada efek fotolistik. Einstein
mengatakan bahwa cahaya adalah partikel yang memiliki massa dan momentum sehingga partikel bisa
bertumbukan. Cahaya sebagai artikel ini dikenal dengan nama foton.
11. Pendapat Einstein ini menjawab pertanyaan mengapa intensitas cahaya hanya memengaruhi
jumlah elektron yang lepas. Elektron-elektron yang lepas dari logam merupakan hasil tumbukan
elektron dengan foton cahaya. Setelah saling bertumbukan, foton akan musnah karena
menyerahkan energinya kepada elektron yang tertumbuk.
Sebagian energi yang diterima elektron akan digunakan oleh elektron untuk melepaskan diri
dari permukaan logam, agar bisa lepas dari energi ambangnya. Energi ambang adalah energi
batas yang dimiliki oleh logam untuk melepaskan elektronnya. Elektron baru bisa lepas dari
permukaan logam apabila melewati energi ambangnya. Sisa energi dari foton tadi menjadi
energi kinetik maksimal elektron setelah elektron bebas dari logam. Secara matematik dapat
dituliskan melalui persamaan berikut.
E = W_0 + EK_{maks}
E =spacetext{energi foton}
W_0 = spacetext{energi ambang}
EK_{maks} = spacetext{energi kinetik maksimal}
12. EXAMPLE
1. Frekuensi ambang dari sebuah logam yakni 4 x 1014 Hz. Ketika logam dijatuhi foton, ternyata elektronnya memiliki energi
kinetic sebesar 19,86 x 10-20 J. Maka berapakah frekuensi foton bila h = 6,62 x 10-34Js
• Diketahui
• F0 = 4 x 1014 Hz ; Ek = 19,86 x 10-20 J ; h = 6,62 x 10-34Js
• Maka
• W0 = h.f0
• W0 = (6,62 x 10-34Js) (4 x 1014 Hz)
• W0 = 26,48 x 10-20 J
• E = Ek + W0
• E = h.f, maka f = (EK+W0)/H
• E = (19,86 x 10-20 J + 26,48 x 10-20 J)/ 6,62 x 10-34Js
• E = 7 x 1014 Hz.