Legenda Ular Berkepala Tujuh menceritakan tentang Putra Mahkota Kerajaan Kutei Rukam bernama Gajah Meram yang hilang bersama istrinya. Adik bungsu Gajah Merik menawarkan diri untuk menyelamatkan kakaknya. Setelah bertapa, Gajah Merik berhasil mengalahkan Raja Ular yang berkepala tujuh dan membebaskan kakaknya. Atas jasanya, Gajah Merik dinobatkan menjadi raja menggant
1. LEGENDA ULAR BERKEPALA TUJUH
ada zaman dahulu, terdapat sebuah kerajaan bernama Kutei Rukam di Provinsi
Bengkulu. Kerajaan ini dipimpin oleh Raja bernama Bakau Bermano.Suatu hari
terdapat kegemparan di dalam kerajaan. Sang putra mahkota, Gajam Meram yang
baru saja menikah dengan Putri Jenggai hilang saat mandi di Danau Tes. Hilangnya Gajah
Meram dan istrinya membuat panik seluruh kerajaan terlebih sang Raja. Kemudian sang raja
mengadakan pertemuan di istana.
Pertemuan itu dihadiri oleh para hulubalang dan delapan putranya untuk membahas
tentang hilangnya Gajah Meram. Setelah semuanya hadir, mereka memberikan laporan
tentang hilangnya Gajah Meram dan istrinya. Para hulubalang beranggapan bahwa Gajah
Meram dan istrinya hilang diculik oleh Raja Ular yang bertahta di bawah Danau Tes. Sang
Raja berpikir untuk menemukan cara untuk membebaskan anaknya. Dalam kebingungan itu
munculah putra bungsu Sang Raja yang bernama Gajah Merik.
“Ayahanda, biarkan Saya yang pergi untuk membebaskan kakanda. Saya yakin dapat
memerangi Raja Ular itu!” Kata Gajah Merik. Mendengar Gajah Merik, semuanya terkejut
termasuk Raja sendiri. Awalnya semua yang hadir tidak menyetujui usulan Gajah Merik,
karena ia berusia 13 tahun. Namun karena tekad untuk membebaskan kakaknya, Raja pun
menyetujuinya dengan satu syarat. Sebelum pergi, Gajah Merik harus bertapa selama tujuh
hari tujuh malam di Tepat Topes. Dengan hati terbuka, Gajah Merik menerima syarat itu,lalu
Gajah Merik berangkat ke pertapaan dikawal oleh empat pengawal. Para pengawal hanya
bisa menemani Gajah Merik di Telang Macan. Selanjutnya, Gajah Merik berjalan sendirian.
Saat fajar, Gajah Merik sampai di tempat tujuan dan bertapalah ia disana.
Setelah tujuh hari tujuh malam, ia menerima pusaka berupa keris dan sehelai selendang
berwarna putih. Selendang itu bisa berubah menjadi pedang bila diucapkan mantra. Dan keris
pusakanya dapat berubah wujud dan bisa membuat jalan di dalam air sehingga dapat dilewati
tanpa harus menyelam. Gajah merik kembali ke istana pada hari kedelapan. Setelah sampai,
ia langsung menuju ke tempat pemandian kerajaan. Ia menyemlam ke dasar danau sambil
memegang keris dan selendang yang melilit di pinggang. Di dasar danau ia melihat gapura
diantara gua di tebing danau yang dalam. Tepat di mulut gua yang paling besar ia dihadang
oleh dua ekor ular besar.
“Hei Manusia, kamu tidak boleh masuk!” kata ular itu. “Saya harus masuk!” Jawab
Gajah Merik. Setelah berdebat, akhirnya mereka bertarung. Terjadilah pertarungan yang
sengit antara Gajah Merik dan kedua ular itu yang akhirnya dimenangkan oleh Gajah Merik.
Lalu ia melanjutkan perjalanannya. Di setiap pintu gua yang ia lewati ia selalu dihadang oleh
ular yang menjaga pintu itu. Namun Gajah Merik dapat mengalahkan mereka. Tepat di pintu
Gua yang ke tujuh Gajah Merik mendengar suara tawaan yang tak lain adalah sang Raja Ular.
“Ha..Ha..Ha.. manusia..manusia!”
“Hai Raja Ular, keluarlah kalau berani. Tampakkan batang hidungmu, aku tidak takut
dengan ilmu sihirmu!” Kata Gajah Merik. Raja Ular pun mendesis dan memunculkan
kepulan asap yang menjadi wujud seekor ular raksasa dan kemudian menjelma menjadi
seorang manusia.
P
2. “Hebat kau manusia, baru kali ini ada manusia yang masuk ke istanaku, siapa kamu?
dan apa yang kau cari disini?” Kata Ular itu. “Aku anak Raja Bikau Bermano dari Kerajaan
Kutei Rukam. Namaku Gajah Merik dan saya datang kesini untuk membebaskan kakakku,
Gajah Meram dan istrinya, sekaligus memusnahkan kalian!” Kata Gajah Merik dengan
berani.
“Ha..ha.. Boleh.. Kau bisa membebaskan kakakmu tapi dengan syarat.” Kata Raja Ular.
“Apa Syaratnya?” Tanya Gajah Merik.“Pertama, Kau harus menghidupkan lagi para
pengawalku dan kedua kau kalahkan aku Ha.ha..ha..!” Jawab Raja Ular. Akhirnya, Gajah
Merik dapat melaksanakan syarat yang pertama yaitu menghidupkan semua pengawal Raja
Ular. Lalu ia pun bertarung dengan Raja Ular dengan sengit.
Gajah Merik menang dalam pertarungan itu dan Raja Ular mengakui kekalahannya.
Gajah Merik segera membebaskan kakaknya. Sementara di istana kerajaan, sang Raja dan
seluruh rakyatnya dilanda kepanikan. Sudah seminggu lebih Gajah Merik belum kembali,
Gajah Meram dan istrinya pun belum juga ditemukan. Ditengah kegelisahan itu, muncullah
tiga orang dari dalam danau. Para pengawal yang berjaga terkejut dan siap siaga. Setelah
mereka lihat akhirnya mereka tahu bahwa yang muncul adalah Gajah Merik, Gajah Meram
dan Putri Jenggai. Mereka akhirnya kembali ke istana.
Mereka disambut dengan gembira oleh Raja dan seluruh rakyatnya. Kabar kembalinya
Gajah Meram dan keperkasaan Gajah Merik menyebar dengan cepat ke seluruh pelosok
negeri. Untuk menyambut keberhasilan itu sang Raja mengadakan pesta. Di dalam pesta itu,
sang Raja menyerahkan tahtanya kepada Gajah Meram. Namun Gajah Meram menolak
penyerahan itu. Menurutnya, yang berhak atas tahta itu adalah adik bungsunya, Gajah Merik.
Gajah Merik pun menjadi Raja. Sementara itu, Raja Ular yang telah ditaklukannya
diangkat menjadi hulubalang. Legenda Kisah petualangan Gajah Merik ini akhirnya
melahirkan mitos tentang Ular Kepala Tujuh yang hingga saat ini masih dipercaya oleh
rakyat Lebong sebagai penunggu danau Tes. Oleh karena itu, setiap orang yang melewati
danau Tes selalu menjaga sikap dan tidak berani berkata yang aneh-aneh.