SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
MASALAH PUTUS SEKOLAH DAN PENGANGGURAN
- Tinjauan Sosiologi Pendidikan -
Oleh: St Wardah Hanafie Das & Abdul Halik
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat global telah dilanda syndrome kronis dan akut dalam personal manusia
dalam berbagai aspek, baik ideologi, moral, cultural, paradigm, dan sebagainya. Noam
Chomsky menilai globalisasi yang tidak memprioritaskan hak-hak rakyat (masyarakat) sangat
mungkin merosot terjerembab ke dalam bentuk tirani, yang dapat bersifat oligarkis dan
oligopolistik. Globalisasi semacam itu didasarkan atas konsentrasi kekuasaan gabungan
Negara dan swasta yang secara umum tidak bertanggungjawab pada publik.1[1] Penomena
ini berdampak besar bagi order social di dalam membangun peradaban, karena ranah
kapitalis dan neoliberalis yang jadi ‘urat nadi’ dinamika sosial.
Tuntutan kontemporer menegaskan eksistensi manusia didasari oleh daya saing yang
tinggi. Tumbuhnya daya saing tinggi tentunya di backup oleh pendidikan. Senada dengan hal
tersebut, Druker yang meramalkan bahwa masyarakat modern mendatang adalah masyarakat
knowledge society, dan siapa yang akan menempati posisi penting adalah educated
person.2[2] Manusia terdidiklah yang dapat memainkan peranan penting dalam dunia global
kontemporer.
Sebagai tuntutan atas menguatnya ledakan informasi dan pengetahuan masyarakat
modern, lembaga pendidikan di masa global dalam penyelenggaraan fungsinya harus mampu
mengajarkan bagaimana dapat memperoleh informasi dan mengolah informasi kepada
peserta didik, baik mereka yang berasal dari keluarga yang berkecukupan maupun yang
papa.3[3] Dengan demikian, pemerataan dan akses pendidikan perlu ditingkatkan sehingga
fungsi dan peran pendidikan secara filosofis dapat berjalan dengan baik.
Dalam konteks epistemologi pendidikan Islam di Indonesia, masih lebih besar
penekanan vertikalnya ketimbang horisontalnya, sehingga pembahasan materi cenderung
melangit, ideal, bermetafisika penuh, dan fokus pada dogmatisme kebenaran yang terkadang
membuat agama dan ilmu pengetahuan tidak terasa fungsinya karena tidak terlalu praksis
emansipatoris.4[4] Epistemologi pendidikan Islam telah banyak terkondisikan dan
mengadopsi epistemologi pendidikan Barat modern yang tentunya tidak sesuai dengan nilai-
nilai dasar dan semangat Islam karena penuh dengan status quo dan penindasan.
Olehnya itu, pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi elan vital dalam memajukan
harkat dan martabat masyarakat melalui kesadaran akan pendidikan. Kesadaran masyarakat
terhadap pendidikan akan menjadi ‘embrio’ bagi eksistensi kehidupan. Namun, kini masih
banyak masyarakat justru tidak dapat mengenyam pendidikan dan ada yang sudah
mengenyam pendidikan (atau putus sekolah) tapi tidak mendapat tempat yang layak di dalam
masyarakat (menganggur).
Dalam makalah ini akan dikaji tinjauan sosiologis pendidikan mengenai putus sekolah
dan pengangguran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan prolog tersebut di atas, maka dalam makalah ini akan
dikemukakan permasalahan yang menjadi kajian sentral, yaitu:
1. Apa yang menjadi penyebab putus sekolah dan pengangguran?
2. Bagaimana tinjauan sosiologi pendidikan terhadap putus sekolah dan pengangguran?
II. PEMBAHASAN
A. Penyebab Putus Sekolah dan Pengangguran
1. Penyebab Putus Sekolah
Putus sekolah dan pengangguran menjadi masalah krusial dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Putus sekolah dapat terjadi akibat dari berbagai persoalan dalam aspek politik,
ekonomi, hukum, budaya, dan sebagainya. Putus sekolah masuk ke dalam seluruh ranah
masyarakat khususnya di Indonesia telah menjadi phenomena tersendiri, dan memiliki motif
yang beragam.
Menurut Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, kasus putus
sekolah yang paling menonjol tahun ini terjadi di tingkat SMP, yaitu 48 %. Adapun di tingkat
SD tercatat 23 %. Sedangkan prosentase jumlah putus sekolah di tingkat SMA adalah 29 %.
Kalau digabungkan kelompok usia pubertas, yaitu anak SMP dan SMA, jumlahnya mencapai
77 %. Dengan kata lain, jumlah anak usia remaja yang putus sekolah tahun ini tak kurang dari
8 juta orang.5[5] Angka statistik tersebut menunjukkan tingkat putus sekolah pada jenjang
pendidikan menengah ke bawah masih sangat tinggi, sehingga pendidikan di Indonesia belum
merata pada setiap jenjang.
Angka anak yang putus sekolah umur 8–15 tahun merupakan proporsi anak putus
sekolah pada tingkat pendidikan tertentu pada suatu waktu terhadap jumlah peserta didik
pada tingkat pendidikan tertentu pada waktu tertentu pula. Peserta didik yang putus sekolah
adalah peserta didik yang tidak melanjutkan lagi sekolahnya sebelum menamatkan tingkat
pendidikan yang sedang ia duduki.6[6] Peserta didik yang putus sekolah boleh jadi berhenti
atau tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Putus sekolah sering terjadi, baik di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan, pada
masyarakat terdidik maupun yang kurang terdidik. Hal ini mendeskripsikan putus sekolah
dapat terjadi karena faktor yang bervarian. Secara makro, penyebab putus sekolah disebabkan
karena faktor ekonomi, keluarga, teman sebaya, masalah pribadi.7[7] Penyebab terjadinya
putus sekolah secara umum adalah karena terjadinya resesi ekonomi baik dalam skala makro
(bangsa) maupun dalam skala mikro (keluarga), persepsi, asumsi, dan kondisi keluarga
terhadap pendidikan, pergaulan teman sebaya khususnya pada dampak negatif, dan kondisi
anak (baik fisik maupun psikis).
Kemudian menurut Ny Y. Singgih D. Gunarsa, bahwa faktor penyebab putus sekolah
adalah bersumber pada anak itu sendiri dan bersumber di luar anak, yaitu faktor keluarga dan
sekolah.8[8] Pandangan ini senada dengan pendapat John W. Santrock, namun Y. Singgih
juga menekankan pada pihak sekolah, seperti sistem pendidikan, layanan pendidikan, biaya
pendidikan, akses pendidikan, dan sebagainya. Sekolah dapat menjadi penyebab terjadinya
putus sekolah bagi anak apabila kurang respek dengan sistem pembelajaran yang
memenjarakan, biaya pendidikan tinggi, akses pendidikan terbatas atau tidak terjangkau.
Apresiasi Wahono menilai orang tua khususnya di Indonesia rata-rata sadar akan
pentingnya pendidikan sehingga faktor ekonomi yang menjadi alasan mendasar. Penyebab
anak putus sekolah ada kaitan erat antara beban ekonomi masyarakat dan kegiatan
pendidikan, yakni karena kesulitan finansial, ujung-ujungnya adalah demi membantu
ekonomi orang tua, anak-anak terpaksa terbengkalai pendidikannya, dan bahkan mereka
putus sekolah.9[9] Keluarga yang belum beruntung secara ekonomi menjadikan anak sebagai
penopang dalam pemenuhan ekonomi keluarga, sehingga anak terpaksa membantu
keluarganya mencari nafkah dan akhirnya putus sekolah.
Tingginya angka putus sekolah membawa dampak yang sangat besar dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Anak yang putus sekolah membawa keresahan sosial,
ekonomi, moral, dan masa depan. Menurut H. Sahilun A. Nasir menyatakan bahwa akibat
anak putus sekolah membawa dampak terjadinya degradasi moral, budi pekerti, patriotisme,
dan ketidakpuasan para anak, maka pada akhirnya akan mengakibatkan kerugian besar
bangsa, masyarakat, dan Negara.10[10] Pada dasarnya, anak yang putus sekolah menjadi
beban Negara dalam berbagai aspek, seperti ekonomi, degradasi kultural, moral, intelektual,
spiritual, sosial, dan sebagainya.
2. Penyebab Pengangguran
Pengangguran menjadi wacana urgen dikaji, baik dalam skala lokal maupun global.
Karena pengangguran membawa dampak yang sangat besar bagi kelangsungan hidup
masyarakat dan bangsa. Rakyat yang menganggur mengakibatkan keresahan di dalam
masyarakat seperti beban social, psikologis, ekonomi, dan sebagainya. Seseorang dapat hidup
dengan eksis apabila dapat hidup dengan layak, aman, adil, dan sejahtera. Seseorang yang
menganggur sangat sulit menempuh hidup yang layak, aman, merasakan dan bersikap adil,
serta sejahtera.
Konteks pengangguran di Indonesia, menurut hasil survey angkatan kerja nasional
BPS (Badan Pusat Statistik) Februari 2007 tercatat pengangguran 10,5 juta jiwa (9,75%), dan
sedangkan pengangguran intelektual sebanyak 740.206 jiwa (7,02%).11[11] kemudian
keterangan yang lain menunjukkan pengangguran pada tahun 2009 sudah mencapai 10 juta
jiwa (12 %). Angkat tersebut sangat tinggi sehingga sangat rawan dalam konteks kehidupan
sosial, dan tingginya angka pengangguran menunjukkan stabilitas sosial dan ekonomi
semakin terancam.
Pengangguran merupakan suatu keadaan yang menakutkan, karena energi
sekelompok orang, yang tidak dapat disalurkan lewat pekerjaan atau kegiatan yang produktif,
kemudian mencari jalan penyaluran yang merugikan masyarakat atau malahan
membahayakan orang lain.12[12] Hal tersebut menjadi bagian yang sangat penting mencari
jalan keluar dari lingkaran pengangguran. Semakin tinggi jumlah penganggur maka semakin
berdampak besar pada pembangunan order social, seperti keresahan sosial, konflik,
kemiskinan, dan sebagainya.
Dalam konteks sosiologis, pengangguran dapat terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu:
1. Pengangguran Struktural (menganggur karena terjadi resesi ekonomi atau PHK).
2. Pengangguran sementara (menganggur karena pindahnya dari pekerjaan satu ke pekerjaan
lain)
3. Pengangguran tidak tetap (menganggur karena selesai kontrak dan menunggu kontrak lain)
4. Pengangguran teknologi (menganggur karena pergantian tenaga mekanik)
5. Pengangguran residu (menganggur karena tidak mau bekerja).13[13]
Pengangguran dapat menimpa masyarakat apabila terjadi resesi ekonomi secara global
dan nasional sehingga menjamur PHK karena sector ekonomi rill tidak mampu membiayai
tenaga kerja. Pengangguran juga dapat terjadi apabila job kerja dimutasi dari tempat yang
satu ke tempat yang lain, kontrak kerja selesai atau pekerjaan yang tidak kontiniu. Akselerasi
teknologi mutakhir dapat menimbulkan pengangguran karena pekerjaan digantikan system
mekanik yang dapat menggantikan tenaga manusia. Kemudian pengangguran terjadi akibat
dari semangat kerja atau sikap malas yang menggerogoti seseorang.
Permasalahan pengangguran menjadi masalah besar, maka dibutuhkan penanganan
dan penyelesaian yang serius. Menurut Minsky, pengangguran tidak dapat diatasi tanpa
campur tangan pemerintah, dalam hal ini pasar tidak akan dengan sendirinya menyelesaikan
persoalan pengangguran serta derivasi masalah yang ditimbulkannya, seperti kemiskinan dan
ketimpangan.14[14] Olehnya itu, pemerintah dan tentunya masyarakat harus sinergis dalam
membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi. Pemerintah membuka akses
pendidikan yang seluas-luasnya, menciptakan lapangan kerja dan memberikan jaminan kerja
kepada masyarakat. Kemudian masyarakat harus menumbuhkan kesadaran yang tinggi
terhadap pendidikan, meningkatkan etos kerja dan semangat entrepreneurship.
B. Tinjauan Sosiologi Pendidikan terhadap putus sekolah dan pengangguran
Pendidikan merupakan esensi dasar dari kehidupan manusia. Manusia dapat hidup
dengan baik apabila didukung oleh landasan pendidikan yang benar, terutama dalam era
kompetitif sekarang ini. Karena pendidikan berfungsi sebagai alat yang strategis dalam
pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).15[15] Pendidikan menjadi motor penggerak
kelangsungan hidup layak, baik dalam konteks politik, sosial, ekonomi, maupun budaya.
Problem dalam pendidikan yang ada di Indonesia adalah; bentuk pendidikan yang
bersifat Parsial, Pragmatis, dalam banyak hal justru bersifat paradox.16[16] Parsial, karena
pendidikan yang ada hanya sebatas mengembangkan intelektual dan ketrampilan dan
melupakan pendidikan akhlak dan moral. Hal tersebut menjadikan hasil dari pendidikan yang
semacam ini menumbuhkan banyak orang-orang yang trampil dan cerdas secara intelektual
namun miskin dalam peringai dan tingkah laku, sehingga banyak orang-orang pintar namun
rusak moral dan ahlaknya. Pendidikan yang demikian adalah agen untuk melayani
kepentingan dan kebutuhan hidup yang ada dalam masyarakat. Karena masyarakatnya
industri maka yang laku adalah fakultas ekonomi, karena masyarakatnya butuh informasi dan
tehnologi maka yang laris adalah fakultas tehnik informatika dan lain sebagainya.
Bersifat Praktis dan pragmatis,17[17] hal tersebut tercermin dalam orientasi
pendidikan yang ada, yaitu lapangan kerja; dalam banyak hal sekolah didirikan dengan
konsep siap pakai, siap kerja, siap latih. Mengukur hasil pendidikan dengan ukuran yang
sederhana, berapa lama kuliah dapat diselesaikan, IPK yang dapat dicapai. Kesuksesan
sebuah lembaga pendidikan dilihat dari seberapa cepat peserta didiknya diterima di lapangan
kerja, dan seberapa besar gaji yang dapat diperolehnya. Hal demikian bertolak belakang
dengan konsep pendidikan dalam Islam. dimana dimensi terpenting dari hidup manusia yang
menjadi orientasinya, bagaimana pendidikan dapat memberikan pengaruh dalam jiwa peserta
didik untuk mengembangkan manusia menjadi semakin bertaqwa, beriman, berbudi luhur,
berpengetahuan luas, trampil dan lain sebagainya. Pendidikan yang ada di Indonesia tidak
menyentuh aspek substansi atau yang hakiki dan inti tersebut, melainkan hanya pada kisaran
kulit dan kepentingan sesaat. Hal tersebut terjadi karena pandangan yang keliru dalam
memahami hakekat, peranan dan tujuan hidup manusia di dunia.18[18]
Bersifat paradox, pendidikan sesungguhnya adalah proses peniruan, pembiasaan,
penghargaan. Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Dalam pendidikan yang ada di
Indonesia sulit sekali menemukan seorang Pendidik yang ideal, yang menjadi sumber
inspirasi bagi anak didiknya. Seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad Samir Al Munir
menyatakan bahwa:
“kami meletakan belahan hati dan jiwa kami di hadapan anda agar mereka mendengarkan apa
kata anda. Mata mereka terikat kepada anda. Yang baik menurut mereka adalah apa yang
anda perbuat dan yang buruk menurut mereka adalah apa yang anda tinggalkan. Karena itu,
dalam memperbaiki mereka, yang pertama kali harus anda perbaiki adalah diri anda sendiri.
Anda jaga diri anda agar senantiasa berada di dalam kebaikan…di hadapan anda ada saudara-
saudara dan anak-anak kami. Mereka mendapat hidayah dengan ilmu anda. Mereka menuai
buah dari benih yang anda tanam, karena itu jadilah teladan yang baik bagi mereka”19[19]
Konsep pendidikan dalam tinjauan Islam yang diharapkan adalah bagaimana peserta
didik dapat cerdas intelektual, emosional, spiritual, social, dan teknikal. Integrasi ini akan
menjadi cerminan muslim yang dapat hidup eksis, dinamis, inovatif-kreatif, dan menjadi
rahmatan lil alamin. Proses pendidikan yang dilaksanakan harus memiliki visi misi yang
jelas, pelayanan yang tepat, dikelola secara profesional, dan berorientasi pada peserta didik
dan tuntutan zaman.
Berbagai persepsi berkembang bahwa pendidikan konteks ke-Indonesia-an cenderung
untuk mengeksploitasi anak agar mampu bersaing dengan yang lainnya demi memperoleh
pekerjaan yang ujung-ujungnya adalah “kesejahteraan di bidang ekonomi”20[20],
mendapatkan pekerjaan yang layak, menjadi orang yang kaya. Karena ukuran untuk
mendapatkan pekerjaan adalah kepemilikan Izajah, sementara Izajah isinya adalah deretan
angka yang diperoleh alumnus ketika menjawab soal ujian, maka jelaslah yang menjadi goal
terbesar dalam pendidikan kita adalah otak. Orang tua akan malu apabila nilai matematika
anaknya tiga, atau dua.
Karena itu pendidikan harus mampu menyiapkan sumber daya manusia agar tidak
sekedar menjadi manusia penerima arus informasi global, namun harus memberikan bekal
kepada manusia agar dapat mengolah, meyesuaikan dan mengembangkan apa yang diterima
melalui arus informasi itu, dengan demikian visi pendidikan adalah menciptakan manusia
yang kreatif dan produktif.21[21] Visi pendidikan inilah yang perlu digalakkan secara
kontiniu dan apabila secara konsisten visi tersebut dijalankan maka luaran pendidikan dapat
fungsional di masyarakat.
Permasalahan penting adalah adanya putus sekolah dan pengangguran, dan hal
tersebut membutuhkan solusi cepat dan tepat. Menurut H. Abu Ahmadi bahwa mengatasi
pengangguran dapat dilakukan dengan cara keseimbangan pembangunan ekonomi dan
pendidikan.22[22] Pembangunan ekonomi menjadi prioritas sehingga seluruh masyarakat
menjangkau pendidikan, mulai usia dini (PAUD), dasar (SD), menengah (SMP dan SMA)
sampai pedidikan tinggi. Masyarakat yang berpendidikan tinggi akan melahirkan luaran yang
kreatif dan dapat menopang tumbuhnya ekonomi, ekonomi yang baik akan dapat membuka
pasar kerja yang luas, dan hal inilah dapat meminimalisir putus sekolah dan pengangguran.
Pendidikan secara formal, adalah sekolah cukup berperan dalam mencerdaskan
generasi bangsa. Kualitas pendidikan bangsa terlihat dalam kualitas sekolah dalam
menjalankan proses pendidikan. Dengan demikian fungsi sosial sekolah, adalah:
1. Sekolah selalu memandang peranan dalam beberapa fungsi di dalam menyiapkan
individu untuk mencari nafkah dan ikut serta dalam struktur pekerjaan yang
berkembang.
2. Sekolah menolong memperkenalkan anak kepada kebudayaan masyarakatnya dan
meluaskan partisipasinya dari batas lokal ke batas nasional, dan pentingnya kemajuan
teknologi.
3. Sekolah menciptakan individualitas
4. Sekolah berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan lain, menyelesaikan mensinyalir
elit-elit yang akan membawa tanggungjawab yang terberat baik lokal maupun
nasional.
5. Sekolah direncanakan untuk mengabdikan dan memperbaiki sistem pendidikan itu
sendiri untuk melindungi hal-hal yang telah ada dan memperkenalkan sistim
intelektual baru.23[23]
Sekolah menyiapkan peserta didik untuk hidup eksis dalam dunia kerja dan
fungsional dalam masyarakat, mengembangkan kebudayaan dan partisipasi social,
menciptakan individu yang berdaya saing tinggi, melahirkan manusia yang berani dan mau
bertanggungjawab, dan memiliki kepekaan dan kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan
dan sains.
Apabila sekolah sebagai satuan pendidikan dapat berperan dengan maksimal dalam
kehidupan masyarakat, maka masyarakat dapat tercerdaskan dan terangkat harkat dan
martabatnya. Namun, kini masih banyak masyarakat yang putus sekolah yang tentunya
menjadi hambatan dalam ‘pengikisan’ pengangguran dan pembangunan ekonomi. Hal
tersebut di antara dampak negatif yang ditimbulkan bagi anak yang putus sekolah adalah:
1. Menambah jumlah pengangguran.
2. Kerugian bagi masa depan anak, orang tua dan masyarakat, serta bangsa
3. Menjadi beban orang tua, dan
4. Menambah kemungkinan terjadinya kenakalan anak dan tidak kejahatan dalam
kehidupan sosial masyarakat.24[24]
Dampak negatif bagi terjadinya putus sekolah adalah membuka ‘krang’
pengangguran, putus sekolah menutup masa depan yang cerah, orang tua, masyarakat, dan
bangsa, putus sekolah menjadi beban semua pihak, baik ekonomi, social, moral, spiritual,
intelektual, dan sebagainya.
Secara empiris telah terjadi kekurang-sepadanan antara supply (persediaan) dan
demand (permintaan) keluaran pendidikan. Dalam arti lain, adanya kekurangcocokan
kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja, dimana friksi profil lulusan merupakan akibat
langsung dari perencanaan pendidikan yang tidak berorentasi pada realitas yang terjadi dalam
masyarakat. Pendidikan dilaksanakan sebagai bagian parsial, terpisah dari konstelasi
masyarakat yang terus berubah. Pendidikan diposisikan sebagai mesin ilmu pengetahuan dan
teknologi, cenderung lepas dari konteks kebutuhan masyarakat secara utuh.
Phenomena dalam budaya kapitalis yang menuntut masyarakat hidup kompetitif,
siapa yang unggul dialah yang eksis, dan yang tidak unggul justru ‘tertindas’. Kebudayaan
kapitalis secara alamiah mengarah pada pengutukan secara moral orang yang gagal
menghasilkan kekayaan atau kemakmuran.25[25] Tuntutan hidup harus keratif dan inovatif,
etos kerja yang tinggi, visioner, dan seterusnya harus selalu dikembangkan karena akibat dari
globalisasi, budaya kapitalisme merasuk ke dalam ‘urat nadi’ kehidupan masyarakat
Indonesia.
Di sisi lain, upaya ideologis yang berjuang untuk menunjukkan kehormatan orang
miskin mengurangi perhatian terhadap dasar struktural kemiskinan yang lebih penting, seperti
rendahnya upah minimum, rendahnya tingkat pengorganisasian serikat buruh, dan
merosotnya jumlah pekerjaan tanpa keterampilan di industri berat.26[26] Melihat korporasi
berperan besar dalam konstelasi ekonomi, maka pihak tenaga kerja sering dirugikan karena
biasanya terjadi benturan kepentingan, yaitu industri berkepentingan untung, dan pihak
tenaga kerja berkepentingan kelayakan kemanusiaan.
Hal-hal tersebut dapat dilihat dari berbagai friksi, antara lain friksi tingkat pendidikan,
friksi kompetensi, dan friksi substansi.
1. Friksi tingkat pendidikan ditandai oleh kekurangsesuaian antara kebutuhan, terhadap
lulusan suatu tingkat pendidikan tertentu, dengan persediaannya. Friksi ini
menyebabkan ketidakseimbangan dalam bursa kerja dan menyebabkan menumpuknya
lulusan program pendidikan pada tingkat tertentu, namun justru kekurangan pada
segmen yang lainnya. Mengenai hal itu dapat dilihat dimana kebutuhan tenaga kerja
dengan kualifikasi tamat SD, tamat SLTP, dan tamat SLKTP sejauh ini masih
mengalami kekurangan. Khusus untuk SLKTP, kenyataan itu sangat ironis, mengingat
hampir dua dasa warsa terakhir lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan
dengan kualifikasi ini, SMEP, ST, SKKP dan sejenisnya, malah telah ditutup.
Kenyataan tersebut sama sekali tidak menapik keberhasilan pembangunan
pendidikan, sehingga tingkat pendidikan masyarakat lebih meningkat. Namun,
masalahnya terletak pada perencanaan pendidikan yang tidak melihat pendidikan
sebagai wacana yang dipenuhi oleh disparitas, baik pada tataran input, proses,
maupun output.
2. Friksi kompetensi sebagai akibat lemahnya perencanaan penetapan bidang keilmuan.
Polarisasi yang tajam antara program pendidikan eksak dan non-eksak menyebabkan
lulusan dengan kompetensi tertentu lebih banyak menganggur ketimbang pada
program kompetensi lainnya. Penjurusan yang kaku serta sikap arogansi keilmuan
telah membawa lulusan suatu lembaga pendidikan terpojok pada satu sisi yang
"gelap" tanpa memiliki pilihan yang lain.
3. Friksi substansi sebagai akibat terjadinya konsep pendidikan yang sasarannya kurang
link and match dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Materi yang disajikan di
sekolah masih belum menyentuh secara utuh dengan tuntutan dunia luar.
Untuk kepentingan itu, maka disarankan berbagai pemikiran untuk pemecahan
masalah pengangguran terdidik antara lain sebagai berikut:
1. Melaksanakan reorientasi lembaga pendidikan, reorientasi itu menyangkut, a)
reorentasi pendekatan, b) reorentasi program, dan c) reorentasi kelembagaan.
Reorientasi pendekatan, khususnya dalam memodifikasi pendekatan dari kuantitatif
menjadi kuantitatif-kualitatif. Dalam arti pendekatan pemerataan harus diimbangi secara
proporsional dengan perhatian terhadap mutu proses dan hasil pendidikan. Dengan demikian,
secara bertahap mutu lulusan dapat lebih diterima dunia kerja dan secara absolut mampu
mengimbangi laju dinamika dunia kerja.
Konsekwensi dari pada itu, pendidikan harus dilihat sebagai upaya rasional. Dalam
arti lain pendidikan harus dilihat sebagai proses investasi bukan lagi proses konsumtif.
Sehingga pesan-pesan dan kepentingan yang berada di luar kepentingan pendidikan harus
mulai dihapus. Dan campur tangan, dari pihak manapun, yang kurang proporsional dengan
upaya peningkatan kualitas program pendidikan sebaiknya dihindari.
Pendidik harus dihargai sebagai perkerjaan profesional yang memiliki hak untuk
memanfaatkan "bargaining position" nya secara bermartabat. Karena dengan kesadaran
profesional seperti itu, Pendidik secara lebih aktif dapat memberikan kontribusinya terhadap
perbaikan kualitas proses pembelajaran.
Reorentasi program, memberdayakan program "link and match" melalui "cooperative
education" dan "dual system" dalam kurikulum. Untuk itu perlu peningkatan kemampuan
dalam pembobotan kurikulum, mutu tenaga pengajar, dan kepedulian dunia kerja. Lembaga
pendidikan merupakan sub sistem dari sistem sosial pembangunan, oleh itu keberadaan dan
eksistensinya tidak lepas dari sub sistem lainnya. Dengan demikian sharing ide maupun
aktivitas lainnya yang bernuansa sinergi dengan komponen lain hendaknya harus merupakan
bagian tak terpisahkan dari program perbaikan sinambung (countinues improvement)
program pembelajaran. Pengabaian dari fakta tersebut hanya menciptakan "menara gading"
yang tidak memiliki manfaat yang berarti bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat secara
umum, khususnya bagi penciptaan kesiapan lulusan untuk berkiprah dalam dunia kerja.
Reorentasi kelembagaan, perlu mengkaji ulang keberadaan lembaga pendidikan yang
memiliki tingkat kejenuhan untuk lulusannya di lapangan kerja. Konversi IKIP ke dalam
Universitas merupakan langkah kongkrit yang perlu terus dilaksanakan secara konsisten,
konversi itu berimplikasi pada menurunnya jumlah penawaran tenaga pengajar yang secara
langsung akan menyebabkan meningkatnya penghargaan dan harkat hidup tenaga pendidik.
Kebijaksanaan konversi ini pun dapat dilakukan untuk lembaga pendidikan lainnya terutama
pada bidang keilmuan yang sudah jenuh.
2. Investasi sosial (peningkatan anggaran pendidikan) sebagai perangsang investasi
individual. Untuk mengatasi kebocoran devisa akibat larinya dana pendidikan
masyarakat berpenghasilan tinggi ke luar negeri, perlu diupayakan pendirian sekolah
unggulan baik yang dibiayai oleh swasta maupun pemerintah. Untuk itu perlu
seperangkat kebijakan guna lebih memperlancar program tersebut, di antaranya: (a)
regulasi pengelolaan pendidikan, dan (b) meningkatkan investasi pemerintah lewat
peningkatan anggaran pendidikan.
3. sebagai salah satu alternatif untuk memperluas kesempatan kerja bagi tenaga kerja
terdidik perlu diperluas kesempatan berkembangnya sektor informal. Daya serap
sektor ini cukup besar dan memiliki kemampuan yang tak terbatas. Pelita IV 56% TK
terserap di sektor ini sementara sektor formal terutama bidang jasa memiliki
kemampuan serap yang sangat terbatas. Berbagai kebijaksanaan untuk memberi
peluang berkembang sektor informal harus terus diupayakan dengan tidak
mengurangi usaha penanganan ekses negatif dari berkembangnya sektor ini.
Banyak alternatif kebijakan yang dapat dikembangkan untuk mengoperasionalkan ide
gerakan untuk menghadapi persoalan ketenagakerjaan tersebut di atas. Beberapa di antara
adalah sebagai beriikut:
1. Perluasan kesempatan berusaha yang sebanyak-banyaknya didukung oleh berbagai fasilitas
kredit UMKM, perpajakan, serta bimbingan produksi dan pemasaran di bidang-bidang
pertanian dan perkebunan, nelayan, inudstri kecil dan menengah, serta perdagangan.
2. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dengan pola gotong royong disertai dukungan
regulasi sistim administrasi keuangan yang menunjang, tertuama untuk mendukung
peningkatan kemampuan transportasi darat, baik dengan mobil maupun kereta api.
3. Penerapan jadwal kerja industri dan perkantoran secara bergiliran, 2, 3, atau 4 shift guna
membagi kesempatan kerja secara merata dengan tetap menjaga dan meningkatkan
produktifitas kerja dan usaha.
4. Pengerahan dan penempatan tenaga kerja Indonesia terlatih keluar negeri secara terkendali
dan besar-besaran.
5. Peningkatan penyelenggaraan pelatihan kerja dan pendidikan/pelatihan kembali (remedial
education and remedial training) untuk para sarjana, dan penyelenggaraan program sarjana
masuk desa.
Pemerintah telah berupaya menekan angka putus sekolah dan pengangguran, namun
aksentuasinya lebih pada aspek ekonomi. Tetapi, apabila ditinjau dari pendidikan, maka putus
sekolah dan pengangguran diakibatkan oleh kesadaran etis dan social masyarakat dalam
mengikuti pendidikan khususnya pendidikan formal. Pemerintah membangun image sekolah
yang alumninya siap kerja justru melahirkan ketidak proforsionalan lembaga pendidikan.
Revitalisasi pendidikan menengah kejuruan (SMK) dan politeknik serta peningkatan
relevansi kurikulum dan program belajar mengajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar
tenaga kerja.27[27] SMK inilah menjadi salah satu tawaran pemerintah kepada masyarakat
untuk mengurangi pengangguran dan kebangkrutan ekonomi masyarakat.
III. PENUTUP/KESIMPULAN
A. Penyebab terjadinya putus sekolah di masyarakat adalah masalah ekonomi, kondisi anak,
sekolah, dan keluarga. Kemudian penyebab terjadinya pengangguran karena terjadi resesi
ekonomi, rendahnya SDM, akselerasi teknologi, dan sebagainya.
B. Pendidikan sangat penting dalam membangun order social yang berkeadaban. Peradaban
dapat tumbuh apabila masyarakat hidup dengan aman, adil, dan sejahtera. Keamanan,
keadilan, dan kesejahteraan dalam terwujud di dalam masyarakat apabila terdidik dan
bekerja. Masalah putus sekolah dan pengangguran menjadi ‘embrio’ keresahan sosial dan
Negara. Putus sekolah dan pengangguran kebanyakan disebabkan oleh factor ekonomi, dan
pembangunan ekonomi dapat dilakukan dengan dukungan SDM unggul, dan penciptaan
SDM unggul dapat dilakukan dengan pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, H. Abu, Sosiologi Pendidikan, (Cet. II, Jakarta: Rineka Cipta, 2007)
Asshiddiqie, Jimly, Dampak Krisis Global, Problem, dan Tantangan Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia Keluar Negeri, makalah disampaikan dalam Lokakarya Sistem
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dalam rangka Evaluasi atas Undang-
Undang No. 39 Tahun 2004 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Jakarta, 15 Desember 2008.
Bean, Reynold, Membantu Anak agar Berhasil di Sekolah, (Cet. I, Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1995)
Buchori, Muchtar, Transformasi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995)
Danes, Simon, dan P. Hardono Hadi, Masalah-masalah moral sosial aktual dalam perspektif iman
Kristen, (Yogyakarta: Kanisius, 2000)
Daud, Wan Mohd Nor Wan, “Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas”
terjemahan dari Bhs Enggris “The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad
Naquib Al-Attas” terbitan ISTAC 1998, (Cet.I, Bandung: Mizan, 2003)
Gunarsa, Ny. Y. Singgih D., Psikologi Membimbing, (Cet. 9, Jakarta: PT. Gunung Mulia, 2000)
Howard, Rhoda E., Human Raights and the Search for Community, diterjemahkan oleh Nugraha
Katjasungkana dengan judul “HAM–Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya”, (Cet. I,
Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2000)
Karim, Muhammad, Pendidikan Kritis Transformatif, (Cet. I, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009)
Katz, Michael B., The Undeserving Poor: From the War on Poverty to the War on Welfare, (New
York: Pantheon Books, 1989)
Kleden, Ignas, Masyarakat dan Negara: Sebuah Persoalan, (Yogyakarta: Penerbit Agromedia
Pustaka, 2004)
Manurung, Robert., 12 Juta Anak Indonesia Putus Sekolah, diposting dalam
http://ayomerdeka.wordpress.com/09/05/2009
Mastuhu, Pendidikan Indonesia Menyongsong “Indonesia Baru” Pasca Orde Baru, dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan GEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta, Edisi 1, Jakarta
Munir, Mahmud Samir Al-, al-mu’alim arrabbany, terjemahan Uqinu Attaqi dengan judul “Guru
Teladan di bawah Bimbangan Allah”, (Cet. I, Jakarta: Gema Insani, 2003)
Nasir, H. Sahilun A., Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Cet. I,
Jakarta: Kalam Mulia, 1999)
Nata, Abuddin, Paradigma Pendidikan Islam Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT
Grasindo, 2001)
“Pengangguran Intelektual di Indonesia Meningkat”, Media Indonesia, Kolom 4-5, Edisi Jum’at, 15
Pebruari 2008
Prasetyantoko, A., Bencana Finansial: Stabilitas Sebagai Barang Publik, (Jakarta: Penerbit Kompas,
2008)
Purba, Jonny, (Penyunting), Pengelolaan Lingkungan Sosial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005)
Rahardjo, M. Dawam, (Ed.), Keluar dari Kemelut Pendidikan-Menjawab Tantangan Kualitas
Sumber Daya Manusia Abad 21, ( Jakarta : Intermasa, 1997 )
Rais, Mohammad Amien, Agenda-Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia! (Cet. III, Yogyakarta:
PPSK Press, 2008)
Santrock, John W., Adolescence: Perkembangan Remaja, Terjemahan, Edisi 6, (Surabaya: Erlangga,
t.th.)
Suprayogo, Imam, Pendidikan Berpradigma Al-Qur’an, Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi
Pendidikan Islam, (Cet I, Malang: UIN Malang, 2004)
Wahono, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. 3, Jakarta: Rineka Cipta, 1995)
28[1] Lihat penjelasan lebih lanjut Mohammad Amien Rais, Agenda-Mendesak
Bangsa: Selamatkan Indonesia! (Cet. III, Yogyakarta: PPSK Press, 2008), h. 22.
29[2] Mastuhu, Pendidikan Indonesia Menyongsong “Indonesia Baru” Pasca Orde
Baru, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan GEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta,
Edisi 1, Jakarta, h. 8.
30[3] Muchtar Buchori, Transformasi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1995), h. 27.
31[4] Muhammad Karim, Pendidikan Kritis Transformatif, (Cet. I, Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2009), h. 71.
32[5] Robert Manurung, 12 Juta Anak Indonesia Putus Sekolah, diposting dalam
http://ayomerdeka.wordpress.com/09/05/2009
33[6] Jonny Purba (Penyunting), Pengelolaan Lingkungan Sosial, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2005), h. 134
34[7] John W. Santrock, Adolescence: Perkembangan Remaja, Terjemahan, Edisi 6,
(Surabaya: Erlangga, t.th.), h. 264
35[8] Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Membimbing, (Cet. 9, Jakarta: PT.
Gunung Mulia, 2000), h. 113.
36[9] Wahono, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. 3, Jakarta:
Rineka Cipta, 1995), h. 109.
37[10] H. Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan
Problem Remaja, (Cet. I, Jakarta: Kalam Mulia, 1999), h. 5.
38[11] “Pengangguran Intelektual di Indonesia Meningkat”, Media Indonesia, Kolom
4-5, Edisi Jum’at, 15 Pebruari 2008, h. 8.
39[12] Ignas Kleden, Masyarakat dan Negara: Sebuah Persoalan, (Yogyakarta:
Penerbit Agromedia Pustaka, 2004), h. 37
40[13] Simon Danes dan P. Hardono Hadi, Masalah-masalah moral sosial aktual
dalam perspektif iman Kristen, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), h. 117
41[14] A. Prasetyantoko, Bencana Finansial: Stabilitas Sebagai Barang Publik,
(Jakarta: Penerbit Kompas, 2008), h. 103
42[15] M. Dawam Rahardjo (Ed.), Keluar dari Kemelut Pendidikan-Menjawab
Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia Abad 21, ( Jakarta : Intermasa, 1997 ), h. 27.
43[16] Imam Suprayogo, Pendidikan Berpradigma Al-Qur’an, Pergulatan
Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam, (Cet. I, Malang: UIN Malang, 2004), h. 12
44[17] Ibid, h. 14
45[18] Wan Mohd Nor Wan Daud, “Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M.
Naquib Al-Attas” terjemahan dari Bhs Enggris “The Educational Philosophy and Practice of
Syed Muhammad Naquib Al-Attas” terbitan ISTAC 1998, (Cet.I, Bandung: Mizan, 2003), h.
163
46[19] Mahmud Samir Al-Munir, al-mu’alim arrabbany, terjemahan Uqinu Attaqi
dengan judul “Guru Teladan dibawah Bimbangan Allah”, (Cet. I, Jakarta: Gema Insani,
2003), h. 15 - 16
47[20] Imam Suprayogo, op.cit., h. 13
48[21] Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam Kapita Selekta Pendidikan Islam,
(Jakarta: PT Grasindo, 2001), h. 83
49[22] H. Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Cet. II, Jakarta: Rineka Cipta, 2007),
h. 143
50[23] Ibid., h. 145.
51[24] Reynold Bean, Membantu Anak agar Berhasil di Sekolah, (Cet. I, Jakarta: Bina
Rupa Aksara, 1995), h. 99.
52[25] Michael B. Katz, The Undeserving Poor: From the War on Poverty to the War
on Welfare, (New York: Pantheon Books, 1989), h. 9.
53[26] Rhoda E. Howard, Human Raights and the Search for Community,
diterjemahkan oleh Nugraha Katjasungkana dengan judul “HAM – Penjelajahan Dalih
Relativisme Budaya”, (Cet. I, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2000), h. 265.
54[27] Jimly Asshiddiqie, Dampak Krisis Global, Problem, dan Tantangan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Keluar Negeri, makalah disampaikan dalam Lokakarya Sistem
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dalam rangka Evaluasi atas Undang-Undang No. 39
Tahun 2004 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
di Jakarta, 15 Desember 2008, h. 3
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia termasuk negara berkembang. Dengan ini pendidikan di Indonesia juga
masih kurang. Mengapa bisa dikatakan masih kurang ?. karena masih banyak anak yang
tidak melanjutkan sekolah alias putus sekolah.
Putus sekolah bukan merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak pernah
berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan penyebabnya, tidak hanya
karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga,
dan lain-lain. Hal ini juga dialami oleh beberapa anak di Kecamatan Sampung Kabupaten
Ponorogo. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui dan meneliti lebih jauh tentang sebab-
sebab anak putus sekolah. Disini penulis menggunakan hasil wawancara yang dilakukan
tanggal 12 November 2011. Yang saya teliti berinisial “A” (laki-laki) dan “L” (perempuan).
2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan anak putus sekolah ?
2. faktor apa yang mennyebabkan anak putus sekolah ?
3. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan anak putus sekolah ?
3. TUJUAN
Dengan tersusunnya makalah ini diharap mahasiswa mampu memahami tentang
1. Mengerti apa yang dimaksud dengan anak putus sekolah.
2. Mengetahui faktor apa yang mennyebabkan anak putus sekolah.
3. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan anak putus sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan, Anak, Putus Sekolah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memilikin kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No.
20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional). Menurut Ki Hajar Dewantara,
Pendidikan adalah segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tinnginya (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962). Menurut John Dewey,
Pendidikan adalah tuntutan terhadap proses pertumbuhan dan proses sosialisasi anak. Dalam
proses pe5rtumbuhan ini anak mengembangkan dirinya ke tingkat yang makin lama makin
sempurna, sesuai dengan teori evolusi Darwin (Soemadi Tj. 1981: 24)
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, (Undang-Undang Perlindungan
Anak No. 23 Tahun 2002). anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap
rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan, (Menurut John Locke (dalam Gunarsa,
1986). menurut Augustinus (dalam Suryabrata, 1987), yang dipandang sebagai peletak dasar
permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa,
anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-
anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang
bersifat memaksa. Sehingga dapat di simpulkan bahwa anak adalah manusia yang belum
dewasa yang umumnya berumur di bawah 18 tahun dan masih rentan terhadap kesalahan
sehingga perlu pengawasan dari manusia dewasa.
Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat
menerima dan memberi pelajaran menurut tingkatan yang ada menurut kamus besar bahasa
indonesia.
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena
sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses
tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan
yang layak.
Undang – Undang nomor 4 tahun 1979, anak terlantar diartikan sebagai anak yang
orang tuanya karena suatu sebab, tidak mampu memenuhi kebutuhan anak sehingga anak
menjadi terlantar.
Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat (MC Millen Kaufman, dan
Whitener, 1996) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat
menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat
menyelesaikan program belajarnya. Anak putus sekolah (drop out) adalah anak yang karena
suatu hal tidak mampu menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar maupun
menengah secara formal (Depag RI, 2003:4)
B. FAKTOR PENYEBAB ANAK PUTUS SEKOLAH
Sesuai dengan hasil wawancara yang pernah saya lakukan, ada beberapa faktor yang
menyebabkan anak putus sekolah yaitu :
a. Kondisi ekonomi keluarga
b. Pengaruh teman yang sudah tidak sekolah
c. Sering membolos
d. Kurangnya minat untuk meraih pendidikan/ mengenyam pendidikan dari anak didik itu
sendiri
Disamping itu ada faktor internal dan faktor eksternal
 Faktor internal :
a) Dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan malas untuk pergi sekolah karena
merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering
dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekola.ak dipengaruhi oleh
berbagai faktor
b) Karena pengaruh teman sehingga ikut-ikutan diajak bermain seperti play stasion sampai
akhirnya sering membolos dan tidak naik kelas , prestasi di sekolah menurun dan malu pergi
kembali ke sekolah.
c) Anak yang kena sanksi karena mangkir sekolah sehingga kena Droup Out.
 Faktor Eksternal
a) Keadaan status ekonomi keluarga.
b) Kurang Perhatian orang tua
c) Hubungan orang tua kurang harmonis
Selain Permasalahan diatas ada factor penting dalam keluarga yang bisa
mengakibatkan anak putus sekolah yaitu :
1) Keadaan ekonomi keluarga.
2) Latar belakang pendidikan ayah dan ibu.
3) Status ayah dalam masyarakat dan dalam pekerjaan.
4) Hubungan sosial psikologis antara orang tua dan antara anak dengan orang tua.
5) Aspirasi orang tua tentang pendidikan anak, serta perhatiannya terhadap kegiatan
belajar anak.
6) Besarnya keluarga serta orang – orang yang berperan dalam keluarga.
C. KEGIATAN SEHARI-HARI
Dari hasil wawancara antara si “A” dan “L” memiliki kegiatan yang berbeda. Si “A”
menghabiskan hari-harinya untuk bermain, berangkat sore pulang pagi. Biasanya dia bermain
balap motor dengan temannya.
Sedangkan si “L” menghabiskan hari-harinya untuk menjaga warung kecil yang
dibuatkan dari orang tuanya.
Selain contoh diatas kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh anak yang putus
sekolah adalah menjadi pemulung, mengamen, mencuri dll.
D. USAHA MENGATASI ANAK PUTUS SEKOLAH
Dalam mengatasi terjadinya anak putus sekolah harus adanya berbagai usaha
pencegahannya sejak dini, baik yang dilakukan oleh orang tua, sekolah (pemerintah) maupun
oleh masyarakat. Sehingga anak putus sekolah dapat dibatasi sekecil mungkin.
Usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya anak putus sekolah di antaranya dapat di tempuh
dengan cara:
1. Membangkitkan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak
2. Memberikan dorongan dan bantuan kepada anak dalam belajar
3. Mengadakan pengawasan terhadap di rumah serta memberikan motivasi kepada anak
sehingga anak rajin dalam belajar dan tidak membuat si anak bosan dalam
mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan di sekolah.
4. Tidak membiarkan anak bekerja mencari uang dalam masa belajar.
5. Tidak memanjakan anak dengan memberikan uang jajan yang terlalu banyak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena
sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses
tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan
yang layak
Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi
dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah.
Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga
masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan
Akibat yang disebabkan anak putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran, kebut-
kebutan di jalan raya , minum – minuman dan perkelahian, akibat lainnya juga adalah
perasaan minder dan rendah diri.
B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami dari penyusun berharap
agar pembaca dapat memanfaatkan makalah ini dengan baik.
Segala kritikan maupun saran dari pembaca akan kami terima dengan lapang dada
untuk menambah wawasan serta perbaikan penyusunan yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
a. ayomerdeka.wordpress.com/.../12-juta-anak-indonesia-putus-
sekolah/edukasi.kompas.com/.../.banyak.anak.putus.sekolah.karena.bekerja (diakses pada
tanggal 16 maret 2013, pukul 16.30)
b. http://ras-eko.blogspot.com/2012/12/pengertian-anak.html( My Campus,pendidikan) (diakses
pada tanggal 16 maret 2013, pukul 16.30)
c. http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm (diakses pada tanggal 16
maret 2013, pukul 16.30)
d. http://skripsigratis83.blogspot.com/2012/09/strategi-penanggulangan-anak-putus.html
(diakses pada tanggal 16 maret 2013, pukul 16.30)
e. Roesminingsih, MV dan Lamijan Hadi Susarno. 2011. Teori dan Praktek Pendidikan. FIP
UNESA
f. http://jasapembuatanweb.co.id/artikel-ilmiah/usaha-usaha-mengatasi-terjadinya-anak-putus-
sekolah (diakses pada tanggal 10 Mei 2013, pukul 19.30)
LAMPIRAN
MASALAH PUTUS SEKOLAH DAN PENGANGGURAN

More Related Content

What's hot

Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islam
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islamBagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islam
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islamchusnaqumillaila
 
Islam dan isu isu kontemporer
Islam dan isu isu kontemporerIslam dan isu isu kontemporer
Islam dan isu isu kontemporerAtika Vania
 
Soal Jawab Seputar Gerakan Islam
Soal Jawab Seputar Gerakan IslamSoal Jawab Seputar Gerakan Islam
Soal Jawab Seputar Gerakan IslamAnas Wibowo
 
Makalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaMakalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaWahiid Sayy'a
 
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatHakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatIrma Puji Lestari
 
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan Konesing
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan KonesingPengertian perencanaan layanan Bimbingan dan Konesing
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan KonesingDeniganteng93
 
Makalah individu
Makalah individuMakalah individu
Makalah individutaufiq99
 
permasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikropermasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikromuhammadsucahyo
 
Tugas makalah UAS evakinkomp
Tugas makalah UAS evakinkompTugas makalah UAS evakinkomp
Tugas makalah UAS evakinkompDaniriPusmasari
 
Bab vii pancasila menjadi dasar nilai pengembangan ilmu
Bab vii pancasila menjadi dasar nilai pengembangan ilmuBab vii pancasila menjadi dasar nilai pengembangan ilmu
Bab vii pancasila menjadi dasar nilai pengembangan ilmuSyaiful Ahdan
 
Makalah sejarah pendidikan di indonesia
Makalah sejarah pendidikan di indonesiaMakalah sejarah pendidikan di indonesia
Makalah sejarah pendidikan di indonesiaYeti Rohayati
 
Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Teori Modernisasi, Teori Ketergantungan, dan ...
Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Teori Modernisasi, Teori Ketergantungan, dan ...Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Teori Modernisasi, Teori Ketergantungan, dan ...
Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Teori Modernisasi, Teori Ketergantungan, dan ...Muhammad Bahrudin
 
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islamMateri soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islamRohman Efendi
 
7. peran personil sekolah dalam layanan bk
7. peran personil sekolah dalam layanan bk7. peran personil sekolah dalam layanan bk
7. peran personil sekolah dalam layanan bkkomisariatimmbpp
 
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa IndonesiaPancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa IndonesiaRiska Yuliatiningsih
 
Etika, Moral, Akhlak (Agama) ppt
Etika, Moral, Akhlak (Agama) pptEtika, Moral, Akhlak (Agama) ppt
Etika, Moral, Akhlak (Agama) pptAisyah Turidho
 
Makalah bahasa indonesia baku
Makalah bahasa indonesia bakuMakalah bahasa indonesia baku
Makalah bahasa indonesia bakuLinda Rosita
 

What's hot (20)

Resensi novel hujan
Resensi novel hujanResensi novel hujan
Resensi novel hujan
 
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islam
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islamBagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islam
Bagaimana manusia bertuhan-- materi kuliah agama islam
 
Islam dan isu isu kontemporer
Islam dan isu isu kontemporerIslam dan isu isu kontemporer
Islam dan isu isu kontemporer
 
Soal Jawab Seputar Gerakan Islam
Soal Jawab Seputar Gerakan IslamSoal Jawab Seputar Gerakan Islam
Soal Jawab Seputar Gerakan Islam
 
Makalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaMakalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragama
 
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafatHakekat manusia dalam pandangan filsafat
Hakekat manusia dalam pandangan filsafat
 
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan Konesing
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan KonesingPengertian perencanaan layanan Bimbingan dan Konesing
Pengertian perencanaan layanan Bimbingan dan Konesing
 
Makalah individu
Makalah individuMakalah individu
Makalah individu
 
permasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikropermasalahan makro dan permasalahan mikro
permasalahan makro dan permasalahan mikro
 
Tugas makalah wawasan nusantara
Tugas makalah wawasan nusantaraTugas makalah wawasan nusantara
Tugas makalah wawasan nusantara
 
Tugas makalah UAS evakinkomp
Tugas makalah UAS evakinkompTugas makalah UAS evakinkomp
Tugas makalah UAS evakinkomp
 
Makalah shalat
Makalah shalatMakalah shalat
Makalah shalat
 
Bab vii pancasila menjadi dasar nilai pengembangan ilmu
Bab vii pancasila menjadi dasar nilai pengembangan ilmuBab vii pancasila menjadi dasar nilai pengembangan ilmu
Bab vii pancasila menjadi dasar nilai pengembangan ilmu
 
Makalah sejarah pendidikan di indonesia
Makalah sejarah pendidikan di indonesiaMakalah sejarah pendidikan di indonesia
Makalah sejarah pendidikan di indonesia
 
Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Teori Modernisasi, Teori Ketergantungan, dan ...
Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Teori Modernisasi, Teori Ketergantungan, dan ...Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Teori Modernisasi, Teori Ketergantungan, dan ...
Teori Pembangunan Dunia Ketiga (Teori Modernisasi, Teori Ketergantungan, dan ...
 
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islamMateri soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
 
7. peran personil sekolah dalam layanan bk
7. peran personil sekolah dalam layanan bk7. peran personil sekolah dalam layanan bk
7. peran personil sekolah dalam layanan bk
 
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa IndonesiaPancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
 
Etika, Moral, Akhlak (Agama) ppt
Etika, Moral, Akhlak (Agama) pptEtika, Moral, Akhlak (Agama) ppt
Etika, Moral, Akhlak (Agama) ppt
 
Makalah bahasa indonesia baku
Makalah bahasa indonesia bakuMakalah bahasa indonesia baku
Makalah bahasa indonesia baku
 

Viewers also liked

Pandangan negara terhadap aborsi
Pandangan negara terhadap aborsiPandangan negara terhadap aborsi
Pandangan negara terhadap aborsiRizky DwiKurnia
 
ABORSI DALAM TINJAUAN ETIKA, HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
ABORSI DALAM TINJAUAN ETIKA, HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAMABORSI DALAM TINJAUAN ETIKA, HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
ABORSI DALAM TINJAUAN ETIKA, HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAMFera Rausanni Ilma
 
soal latihan 1 2013 kewirausahaan
soal latihan 1 2013 kewirausahaansoal latihan 1 2013 kewirausahaan
soal latihan 1 2013 kewirausahaanUna Una
 
KARYA TULIS ILMIAH DESTY LILIAN ROSANA PUTRI (06) - XII IPA 6 "PENGARUH GLOBA...
KARYA TULIS ILMIAH DESTY LILIAN ROSANA PUTRI (06) - XII IPA 6 "PENGARUH GLOBA...KARYA TULIS ILMIAH DESTY LILIAN ROSANA PUTRI (06) - XII IPA 6 "PENGARUH GLOBA...
KARYA TULIS ILMIAH DESTY LILIAN ROSANA PUTRI (06) - XII IPA 6 "PENGARUH GLOBA...Desty Lilian Rosana Putri
 
Manusia purba di dunia (Manusia Purba di Eropa, Ciri fisik manusia purba di I...
Manusia purba di dunia (Manusia Purba di Eropa, Ciri fisik manusia purba di I...Manusia purba di dunia (Manusia Purba di Eropa, Ciri fisik manusia purba di I...
Manusia purba di dunia (Manusia Purba di Eropa, Ciri fisik manusia purba di I...Sindi Fantika
 
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remajaKarya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remajaOperator Warnet Vast Raha
 

Viewers also liked (14)

Tugas Karya Ilmiah
Tugas Karya IlmiahTugas Karya Ilmiah
Tugas Karya Ilmiah
 
Fenomena siswa putus sekolah
Fenomena siswa putus sekolahFenomena siswa putus sekolah
Fenomena siswa putus sekolah
 
Wacana dan dialog pkn
Wacana dan dialog pkn Wacana dan dialog pkn
Wacana dan dialog pkn
 
Karya tulis biologi
Karya tulis biologiKarya tulis biologi
Karya tulis biologi
 
Materi pkn kls xii bab 4
Materi pkn kls xii bab 4Materi pkn kls xii bab 4
Materi pkn kls xii bab 4
 
Pandangan negara terhadap aborsi
Pandangan negara terhadap aborsiPandangan negara terhadap aborsi
Pandangan negara terhadap aborsi
 
Runtuhnya Teori Evolusi Darwin Hanya Dengan 20 Pertanyaan
Runtuhnya Teori Evolusi Darwin Hanya Dengan 20 PertanyaanRuntuhnya Teori Evolusi Darwin Hanya Dengan 20 Pertanyaan
Runtuhnya Teori Evolusi Darwin Hanya Dengan 20 Pertanyaan
 
ABORSI DALAM TINJAUAN ETIKA, HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
ABORSI DALAM TINJAUAN ETIKA, HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAMABORSI DALAM TINJAUAN ETIKA, HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
ABORSI DALAM TINJAUAN ETIKA, HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
soal latihan 1 2013 kewirausahaan
soal latihan 1 2013 kewirausahaansoal latihan 1 2013 kewirausahaan
soal latihan 1 2013 kewirausahaan
 
KARYA TULIS ILMIAH DESTY LILIAN ROSANA PUTRI (06) - XII IPA 6 "PENGARUH GLOBA...
KARYA TULIS ILMIAH DESTY LILIAN ROSANA PUTRI (06) - XII IPA 6 "PENGARUH GLOBA...KARYA TULIS ILMIAH DESTY LILIAN ROSANA PUTRI (06) - XII IPA 6 "PENGARUH GLOBA...
KARYA TULIS ILMIAH DESTY LILIAN ROSANA PUTRI (06) - XII IPA 6 "PENGARUH GLOBA...
 
Manusia purba di dunia (Manusia Purba di Eropa, Ciri fisik manusia purba di I...
Manusia purba di dunia (Manusia Purba di Eropa, Ciri fisik manusia purba di I...Manusia purba di dunia (Manusia Purba di Eropa, Ciri fisik manusia purba di I...
Manusia purba di dunia (Manusia Purba di Eropa, Ciri fisik manusia purba di I...
 
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remajaKarya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
 
Karya tulis ilmiah (Complete)
Karya tulis ilmiah (Complete)Karya tulis ilmiah (Complete)
Karya tulis ilmiah (Complete)
 

Similar to MASALAH PUTUS SEKOLAH DAN PENGANGGURAN

Jurnal al ishlah (prolematika putus sekolah)
Jurnal al ishlah (prolematika putus sekolah)Jurnal al ishlah (prolematika putus sekolah)
Jurnal al ishlah (prolematika putus sekolah)muh.dahlan thalib
 
Massalah sosiall
Massalah sosiallMassalah sosiall
Massalah sosiallSion Lidya
 
Tugas sosioantropologi
Tugas sosioantropologiTugas sosioantropologi
Tugas sosioantropologiZurie Hafiez
 
Konsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan HolistikKonsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan HolistikLSP3I
 
Tinjauan Ekonomi terhadap Peran Pendidik
Tinjauan Ekonomi terhadap Peran PendidikTinjauan Ekonomi terhadap Peran Pendidik
Tinjauan Ekonomi terhadap Peran PendidikAndhinaFitrianitaPutri
 
Ilmu sosial dasar bab 1 10
Ilmu sosial dasar bab 1 10Ilmu sosial dasar bab 1 10
Ilmu sosial dasar bab 1 10thiarramadhan
 
Makalah pendidikan luar sekolah
Makalah pendidikan luar sekolahMakalah pendidikan luar sekolah
Makalah pendidikan luar sekolahWarnet Raha
 
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)pendidikan pancasila dan kewarganegaraan
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikanWarnet Raha
 
Makalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesia
Makalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesiaMakalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesia
Makalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesiaSeptian Muna Barakati
 

Similar to MASALAH PUTUS SEKOLAH DAN PENGANGGURAN (20)

Landasan sosiologis n ekonomi
Landasan sosiologis n ekonomi Landasan sosiologis n ekonomi
Landasan sosiologis n ekonomi
 
Jurnal al ishlah (prolematika putus sekolah)
Jurnal al ishlah (prolematika putus sekolah)Jurnal al ishlah (prolematika putus sekolah)
Jurnal al ishlah (prolematika putus sekolah)
 
Massalah sosiall
Massalah sosiallMassalah sosiall
Massalah sosiall
 
Tugas sosioantropologi
Tugas sosioantropologiTugas sosioantropologi
Tugas sosioantropologi
 
Konsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan HolistikKonsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan Holistik
 
171436214 makalah-perekonomian-indonesia
171436214 makalah-perekonomian-indonesia171436214 makalah-perekonomian-indonesia
171436214 makalah-perekonomian-indonesia
 
BMP MKDU4109
BMP MKDU4109BMP MKDU4109
BMP MKDU4109
 
Makalah pendidikan luar sekolah
Makalah pendidikan luar sekolahMakalah pendidikan luar sekolah
Makalah pendidikan luar sekolah
 
Makalah pendidikan luar sekolah
Makalah pendidikan luar sekolahMakalah pendidikan luar sekolah
Makalah pendidikan luar sekolah
 
Tinjauan Ekonomi terhadap Peran Pendidik
Tinjauan Ekonomi terhadap Peran PendidikTinjauan Ekonomi terhadap Peran Pendidik
Tinjauan Ekonomi terhadap Peran Pendidik
 
Ilmu sosial dasar bab 1 10
Ilmu sosial dasar bab 1 10Ilmu sosial dasar bab 1 10
Ilmu sosial dasar bab 1 10
 
Krisis Pendidikan
Krisis PendidikanKrisis Pendidikan
Krisis Pendidikan
 
Makalah pendidikan luar sekolah
Makalah pendidikan luar sekolahMakalah pendidikan luar sekolah
Makalah pendidikan luar sekolah
 
Makalah pendidikan luar sekolah
Makalah pendidikan luar sekolahMakalah pendidikan luar sekolah
Makalah pendidikan luar sekolah
 
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)
Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)
 
Makalah global
Makalah globalMakalah global
Makalah global
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikan
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikan
 
Makalah pendidikan
Makalah pendidikanMakalah pendidikan
Makalah pendidikan
 
Makalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesia
Makalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesiaMakalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesia
Makalah pengaruh globalisasi terhadap pendidikan indonesia
 

More from Kewin Harahap

More from Kewin Harahap (11)

Materi ibadah 2
Materi ibadah 2Materi ibadah 2
Materi ibadah 2
 
Pengesahan dekan
Pengesahan dekanPengesahan dekan
Pengesahan dekan
 
Addharuroh yujalu
Addharuroh yujaluAddharuroh yujalu
Addharuroh yujalu
 
Cover makalah ed
Cover makalah edCover makalah ed
Cover makalah ed
 
Cover makalah ed
Cover makalah edCover makalah ed
Cover makalah ed
 
Demokrasi (paisal)
Demokrasi (paisal)Demokrasi (paisal)
Demokrasi (paisal)
 
Adjectivr
AdjectivrAdjectivr
Adjectivr
 
Cover doktrin kepercayaan
Cover doktrin kepercayaanCover doktrin kepercayaan
Cover doktrin kepercayaan
 
Ejaan 2
Ejaan 2Ejaan 2
Ejaan 2
 
Diksi 1
Diksi 1Diksi 1
Diksi 1
 
Diksi 1
Diksi 1Diksi 1
Diksi 1
 

MASALAH PUTUS SEKOLAH DAN PENGANGGURAN

  • 1. MASALAH PUTUS SEKOLAH DAN PENGANGGURAN - Tinjauan Sosiologi Pendidikan - Oleh: St Wardah Hanafie Das & Abdul Halik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat global telah dilanda syndrome kronis dan akut dalam personal manusia dalam berbagai aspek, baik ideologi, moral, cultural, paradigm, dan sebagainya. Noam Chomsky menilai globalisasi yang tidak memprioritaskan hak-hak rakyat (masyarakat) sangat mungkin merosot terjerembab ke dalam bentuk tirani, yang dapat bersifat oligarkis dan oligopolistik. Globalisasi semacam itu didasarkan atas konsentrasi kekuasaan gabungan Negara dan swasta yang secara umum tidak bertanggungjawab pada publik.1[1] Penomena ini berdampak besar bagi order social di dalam membangun peradaban, karena ranah kapitalis dan neoliberalis yang jadi ‘urat nadi’ dinamika sosial. Tuntutan kontemporer menegaskan eksistensi manusia didasari oleh daya saing yang tinggi. Tumbuhnya daya saing tinggi tentunya di backup oleh pendidikan. Senada dengan hal tersebut, Druker yang meramalkan bahwa masyarakat modern mendatang adalah masyarakat knowledge society, dan siapa yang akan menempati posisi penting adalah educated person.2[2] Manusia terdidiklah yang dapat memainkan peranan penting dalam dunia global kontemporer. Sebagai tuntutan atas menguatnya ledakan informasi dan pengetahuan masyarakat modern, lembaga pendidikan di masa global dalam penyelenggaraan fungsinya harus mampu mengajarkan bagaimana dapat memperoleh informasi dan mengolah informasi kepada peserta didik, baik mereka yang berasal dari keluarga yang berkecukupan maupun yang papa.3[3] Dengan demikian, pemerataan dan akses pendidikan perlu ditingkatkan sehingga fungsi dan peran pendidikan secara filosofis dapat berjalan dengan baik.
  • 2. Dalam konteks epistemologi pendidikan Islam di Indonesia, masih lebih besar penekanan vertikalnya ketimbang horisontalnya, sehingga pembahasan materi cenderung melangit, ideal, bermetafisika penuh, dan fokus pada dogmatisme kebenaran yang terkadang membuat agama dan ilmu pengetahuan tidak terasa fungsinya karena tidak terlalu praksis emansipatoris.4[4] Epistemologi pendidikan Islam telah banyak terkondisikan dan mengadopsi epistemologi pendidikan Barat modern yang tentunya tidak sesuai dengan nilai- nilai dasar dan semangat Islam karena penuh dengan status quo dan penindasan. Olehnya itu, pendidikan Islam diharapkan dapat menjadi elan vital dalam memajukan harkat dan martabat masyarakat melalui kesadaran akan pendidikan. Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan akan menjadi ‘embrio’ bagi eksistensi kehidupan. Namun, kini masih banyak masyarakat justru tidak dapat mengenyam pendidikan dan ada yang sudah mengenyam pendidikan (atau putus sekolah) tapi tidak mendapat tempat yang layak di dalam masyarakat (menganggur). Dalam makalah ini akan dikaji tinjauan sosiologis pendidikan mengenai putus sekolah dan pengangguran. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pembahasan prolog tersebut di atas, maka dalam makalah ini akan dikemukakan permasalahan yang menjadi kajian sentral, yaitu: 1. Apa yang menjadi penyebab putus sekolah dan pengangguran? 2. Bagaimana tinjauan sosiologi pendidikan terhadap putus sekolah dan pengangguran? II. PEMBAHASAN A. Penyebab Putus Sekolah dan Pengangguran 1. Penyebab Putus Sekolah Putus sekolah dan pengangguran menjadi masalah krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Putus sekolah dapat terjadi akibat dari berbagai persoalan dalam aspek politik, ekonomi, hukum, budaya, dan sebagainya. Putus sekolah masuk ke dalam seluruh ranah
  • 3. masyarakat khususnya di Indonesia telah menjadi phenomena tersendiri, dan memiliki motif yang beragam. Menurut Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, kasus putus sekolah yang paling menonjol tahun ini terjadi di tingkat SMP, yaitu 48 %. Adapun di tingkat SD tercatat 23 %. Sedangkan prosentase jumlah putus sekolah di tingkat SMA adalah 29 %. Kalau digabungkan kelompok usia pubertas, yaitu anak SMP dan SMA, jumlahnya mencapai 77 %. Dengan kata lain, jumlah anak usia remaja yang putus sekolah tahun ini tak kurang dari 8 juta orang.5[5] Angka statistik tersebut menunjukkan tingkat putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah ke bawah masih sangat tinggi, sehingga pendidikan di Indonesia belum merata pada setiap jenjang. Angka anak yang putus sekolah umur 8–15 tahun merupakan proporsi anak putus sekolah pada tingkat pendidikan tertentu pada suatu waktu terhadap jumlah peserta didik pada tingkat pendidikan tertentu pada waktu tertentu pula. Peserta didik yang putus sekolah adalah peserta didik yang tidak melanjutkan lagi sekolahnya sebelum menamatkan tingkat pendidikan yang sedang ia duduki.6[6] Peserta didik yang putus sekolah boleh jadi berhenti atau tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Putus sekolah sering terjadi, baik di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan, pada masyarakat terdidik maupun yang kurang terdidik. Hal ini mendeskripsikan putus sekolah dapat terjadi karena faktor yang bervarian. Secara makro, penyebab putus sekolah disebabkan karena faktor ekonomi, keluarga, teman sebaya, masalah pribadi.7[7] Penyebab terjadinya putus sekolah secara umum adalah karena terjadinya resesi ekonomi baik dalam skala makro (bangsa) maupun dalam skala mikro (keluarga), persepsi, asumsi, dan kondisi keluarga terhadap pendidikan, pergaulan teman sebaya khususnya pada dampak negatif, dan kondisi anak (baik fisik maupun psikis). Kemudian menurut Ny Y. Singgih D. Gunarsa, bahwa faktor penyebab putus sekolah adalah bersumber pada anak itu sendiri dan bersumber di luar anak, yaitu faktor keluarga dan
  • 4. sekolah.8[8] Pandangan ini senada dengan pendapat John W. Santrock, namun Y. Singgih juga menekankan pada pihak sekolah, seperti sistem pendidikan, layanan pendidikan, biaya pendidikan, akses pendidikan, dan sebagainya. Sekolah dapat menjadi penyebab terjadinya putus sekolah bagi anak apabila kurang respek dengan sistem pembelajaran yang memenjarakan, biaya pendidikan tinggi, akses pendidikan terbatas atau tidak terjangkau. Apresiasi Wahono menilai orang tua khususnya di Indonesia rata-rata sadar akan pentingnya pendidikan sehingga faktor ekonomi yang menjadi alasan mendasar. Penyebab anak putus sekolah ada kaitan erat antara beban ekonomi masyarakat dan kegiatan pendidikan, yakni karena kesulitan finansial, ujung-ujungnya adalah demi membantu ekonomi orang tua, anak-anak terpaksa terbengkalai pendidikannya, dan bahkan mereka putus sekolah.9[9] Keluarga yang belum beruntung secara ekonomi menjadikan anak sebagai penopang dalam pemenuhan ekonomi keluarga, sehingga anak terpaksa membantu keluarganya mencari nafkah dan akhirnya putus sekolah. Tingginya angka putus sekolah membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Anak yang putus sekolah membawa keresahan sosial, ekonomi, moral, dan masa depan. Menurut H. Sahilun A. Nasir menyatakan bahwa akibat anak putus sekolah membawa dampak terjadinya degradasi moral, budi pekerti, patriotisme, dan ketidakpuasan para anak, maka pada akhirnya akan mengakibatkan kerugian besar bangsa, masyarakat, dan Negara.10[10] Pada dasarnya, anak yang putus sekolah menjadi beban Negara dalam berbagai aspek, seperti ekonomi, degradasi kultural, moral, intelektual, spiritual, sosial, dan sebagainya. 2. Penyebab Pengangguran Pengangguran menjadi wacana urgen dikaji, baik dalam skala lokal maupun global. Karena pengangguran membawa dampak yang sangat besar bagi kelangsungan hidup masyarakat dan bangsa. Rakyat yang menganggur mengakibatkan keresahan di dalam
  • 5. masyarakat seperti beban social, psikologis, ekonomi, dan sebagainya. Seseorang dapat hidup dengan eksis apabila dapat hidup dengan layak, aman, adil, dan sejahtera. Seseorang yang menganggur sangat sulit menempuh hidup yang layak, aman, merasakan dan bersikap adil, serta sejahtera. Konteks pengangguran di Indonesia, menurut hasil survey angkatan kerja nasional BPS (Badan Pusat Statistik) Februari 2007 tercatat pengangguran 10,5 juta jiwa (9,75%), dan sedangkan pengangguran intelektual sebanyak 740.206 jiwa (7,02%).11[11] kemudian keterangan yang lain menunjukkan pengangguran pada tahun 2009 sudah mencapai 10 juta jiwa (12 %). Angkat tersebut sangat tinggi sehingga sangat rawan dalam konteks kehidupan sosial, dan tingginya angka pengangguran menunjukkan stabilitas sosial dan ekonomi semakin terancam. Pengangguran merupakan suatu keadaan yang menakutkan, karena energi sekelompok orang, yang tidak dapat disalurkan lewat pekerjaan atau kegiatan yang produktif, kemudian mencari jalan penyaluran yang merugikan masyarakat atau malahan membahayakan orang lain.12[12] Hal tersebut menjadi bagian yang sangat penting mencari jalan keluar dari lingkaran pengangguran. Semakin tinggi jumlah penganggur maka semakin berdampak besar pada pembangunan order social, seperti keresahan sosial, konflik, kemiskinan, dan sebagainya. Dalam konteks sosiologis, pengangguran dapat terjadi dalam berbagai bentuk, yaitu: 1. Pengangguran Struktural (menganggur karena terjadi resesi ekonomi atau PHK). 2. Pengangguran sementara (menganggur karena pindahnya dari pekerjaan satu ke pekerjaan lain) 3. Pengangguran tidak tetap (menganggur karena selesai kontrak dan menunggu kontrak lain) 4. Pengangguran teknologi (menganggur karena pergantian tenaga mekanik) 5. Pengangguran residu (menganggur karena tidak mau bekerja).13[13] Pengangguran dapat menimpa masyarakat apabila terjadi resesi ekonomi secara global dan nasional sehingga menjamur PHK karena sector ekonomi rill tidak mampu membiayai tenaga kerja. Pengangguran juga dapat terjadi apabila job kerja dimutasi dari tempat yang
  • 6. satu ke tempat yang lain, kontrak kerja selesai atau pekerjaan yang tidak kontiniu. Akselerasi teknologi mutakhir dapat menimbulkan pengangguran karena pekerjaan digantikan system mekanik yang dapat menggantikan tenaga manusia. Kemudian pengangguran terjadi akibat dari semangat kerja atau sikap malas yang menggerogoti seseorang. Permasalahan pengangguran menjadi masalah besar, maka dibutuhkan penanganan dan penyelesaian yang serius. Menurut Minsky, pengangguran tidak dapat diatasi tanpa campur tangan pemerintah, dalam hal ini pasar tidak akan dengan sendirinya menyelesaikan persoalan pengangguran serta derivasi masalah yang ditimbulkannya, seperti kemiskinan dan ketimpangan.14[14] Olehnya itu, pemerintah dan tentunya masyarakat harus sinergis dalam membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi. Pemerintah membuka akses pendidikan yang seluas-luasnya, menciptakan lapangan kerja dan memberikan jaminan kerja kepada masyarakat. Kemudian masyarakat harus menumbuhkan kesadaran yang tinggi terhadap pendidikan, meningkatkan etos kerja dan semangat entrepreneurship. B. Tinjauan Sosiologi Pendidikan terhadap putus sekolah dan pengangguran Pendidikan merupakan esensi dasar dari kehidupan manusia. Manusia dapat hidup dengan baik apabila didukung oleh landasan pendidikan yang benar, terutama dalam era kompetitif sekarang ini. Karena pendidikan berfungsi sebagai alat yang strategis dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).15[15] Pendidikan menjadi motor penggerak kelangsungan hidup layak, baik dalam konteks politik, sosial, ekonomi, maupun budaya. Problem dalam pendidikan yang ada di Indonesia adalah; bentuk pendidikan yang bersifat Parsial, Pragmatis, dalam banyak hal justru bersifat paradox.16[16] Parsial, karena pendidikan yang ada hanya sebatas mengembangkan intelektual dan ketrampilan dan melupakan pendidikan akhlak dan moral. Hal tersebut menjadikan hasil dari pendidikan yang semacam ini menumbuhkan banyak orang-orang yang trampil dan cerdas secara intelektual namun miskin dalam peringai dan tingkah laku, sehingga banyak orang-orang pintar namun
  • 7. rusak moral dan ahlaknya. Pendidikan yang demikian adalah agen untuk melayani kepentingan dan kebutuhan hidup yang ada dalam masyarakat. Karena masyarakatnya industri maka yang laku adalah fakultas ekonomi, karena masyarakatnya butuh informasi dan tehnologi maka yang laris adalah fakultas tehnik informatika dan lain sebagainya. Bersifat Praktis dan pragmatis,17[17] hal tersebut tercermin dalam orientasi pendidikan yang ada, yaitu lapangan kerja; dalam banyak hal sekolah didirikan dengan konsep siap pakai, siap kerja, siap latih. Mengukur hasil pendidikan dengan ukuran yang sederhana, berapa lama kuliah dapat diselesaikan, IPK yang dapat dicapai. Kesuksesan sebuah lembaga pendidikan dilihat dari seberapa cepat peserta didiknya diterima di lapangan kerja, dan seberapa besar gaji yang dapat diperolehnya. Hal demikian bertolak belakang dengan konsep pendidikan dalam Islam. dimana dimensi terpenting dari hidup manusia yang menjadi orientasinya, bagaimana pendidikan dapat memberikan pengaruh dalam jiwa peserta didik untuk mengembangkan manusia menjadi semakin bertaqwa, beriman, berbudi luhur, berpengetahuan luas, trampil dan lain sebagainya. Pendidikan yang ada di Indonesia tidak menyentuh aspek substansi atau yang hakiki dan inti tersebut, melainkan hanya pada kisaran kulit dan kepentingan sesaat. Hal tersebut terjadi karena pandangan yang keliru dalam memahami hakekat, peranan dan tujuan hidup manusia di dunia.18[18] Bersifat paradox, pendidikan sesungguhnya adalah proses peniruan, pembiasaan, penghargaan. Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Dalam pendidikan yang ada di Indonesia sulit sekali menemukan seorang Pendidik yang ideal, yang menjadi sumber inspirasi bagi anak didiknya. Seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad Samir Al Munir menyatakan bahwa: “kami meletakan belahan hati dan jiwa kami di hadapan anda agar mereka mendengarkan apa kata anda. Mata mereka terikat kepada anda. Yang baik menurut mereka adalah apa yang anda perbuat dan yang buruk menurut mereka adalah apa yang anda tinggalkan. Karena itu, dalam memperbaiki mereka, yang pertama kali harus anda perbaiki adalah diri anda sendiri. Anda jaga diri anda agar senantiasa berada di dalam kebaikan…di hadapan anda ada saudara- saudara dan anak-anak kami. Mereka mendapat hidayah dengan ilmu anda. Mereka menuai buah dari benih yang anda tanam, karena itu jadilah teladan yang baik bagi mereka”19[19]
  • 8. Konsep pendidikan dalam tinjauan Islam yang diharapkan adalah bagaimana peserta didik dapat cerdas intelektual, emosional, spiritual, social, dan teknikal. Integrasi ini akan menjadi cerminan muslim yang dapat hidup eksis, dinamis, inovatif-kreatif, dan menjadi rahmatan lil alamin. Proses pendidikan yang dilaksanakan harus memiliki visi misi yang jelas, pelayanan yang tepat, dikelola secara profesional, dan berorientasi pada peserta didik dan tuntutan zaman. Berbagai persepsi berkembang bahwa pendidikan konteks ke-Indonesia-an cenderung untuk mengeksploitasi anak agar mampu bersaing dengan yang lainnya demi memperoleh pekerjaan yang ujung-ujungnya adalah “kesejahteraan di bidang ekonomi”20[20], mendapatkan pekerjaan yang layak, menjadi orang yang kaya. Karena ukuran untuk mendapatkan pekerjaan adalah kepemilikan Izajah, sementara Izajah isinya adalah deretan angka yang diperoleh alumnus ketika menjawab soal ujian, maka jelaslah yang menjadi goal terbesar dalam pendidikan kita adalah otak. Orang tua akan malu apabila nilai matematika anaknya tiga, atau dua. Karena itu pendidikan harus mampu menyiapkan sumber daya manusia agar tidak sekedar menjadi manusia penerima arus informasi global, namun harus memberikan bekal kepada manusia agar dapat mengolah, meyesuaikan dan mengembangkan apa yang diterima melalui arus informasi itu, dengan demikian visi pendidikan adalah menciptakan manusia yang kreatif dan produktif.21[21] Visi pendidikan inilah yang perlu digalakkan secara kontiniu dan apabila secara konsisten visi tersebut dijalankan maka luaran pendidikan dapat fungsional di masyarakat. Permasalahan penting adalah adanya putus sekolah dan pengangguran, dan hal tersebut membutuhkan solusi cepat dan tepat. Menurut H. Abu Ahmadi bahwa mengatasi pengangguran dapat dilakukan dengan cara keseimbangan pembangunan ekonomi dan pendidikan.22[22] Pembangunan ekonomi menjadi prioritas sehingga seluruh masyarakat
  • 9. menjangkau pendidikan, mulai usia dini (PAUD), dasar (SD), menengah (SMP dan SMA) sampai pedidikan tinggi. Masyarakat yang berpendidikan tinggi akan melahirkan luaran yang kreatif dan dapat menopang tumbuhnya ekonomi, ekonomi yang baik akan dapat membuka pasar kerja yang luas, dan hal inilah dapat meminimalisir putus sekolah dan pengangguran. Pendidikan secara formal, adalah sekolah cukup berperan dalam mencerdaskan generasi bangsa. Kualitas pendidikan bangsa terlihat dalam kualitas sekolah dalam menjalankan proses pendidikan. Dengan demikian fungsi sosial sekolah, adalah: 1. Sekolah selalu memandang peranan dalam beberapa fungsi di dalam menyiapkan individu untuk mencari nafkah dan ikut serta dalam struktur pekerjaan yang berkembang. 2. Sekolah menolong memperkenalkan anak kepada kebudayaan masyarakatnya dan meluaskan partisipasinya dari batas lokal ke batas nasional, dan pentingnya kemajuan teknologi. 3. Sekolah menciptakan individualitas 4. Sekolah berhubungan dengan pekerjaan-pekerjaan lain, menyelesaikan mensinyalir elit-elit yang akan membawa tanggungjawab yang terberat baik lokal maupun nasional. 5. Sekolah direncanakan untuk mengabdikan dan memperbaiki sistem pendidikan itu sendiri untuk melindungi hal-hal yang telah ada dan memperkenalkan sistim intelektual baru.23[23] Sekolah menyiapkan peserta didik untuk hidup eksis dalam dunia kerja dan fungsional dalam masyarakat, mengembangkan kebudayaan dan partisipasi social, menciptakan individu yang berdaya saing tinggi, melahirkan manusia yang berani dan mau bertanggungjawab, dan memiliki kepekaan dan kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan dan sains. Apabila sekolah sebagai satuan pendidikan dapat berperan dengan maksimal dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat dapat tercerdaskan dan terangkat harkat dan martabatnya. Namun, kini masih banyak masyarakat yang putus sekolah yang tentunya menjadi hambatan dalam ‘pengikisan’ pengangguran dan pembangunan ekonomi. Hal tersebut di antara dampak negatif yang ditimbulkan bagi anak yang putus sekolah adalah: 1. Menambah jumlah pengangguran. 2. Kerugian bagi masa depan anak, orang tua dan masyarakat, serta bangsa
  • 10. 3. Menjadi beban orang tua, dan 4. Menambah kemungkinan terjadinya kenakalan anak dan tidak kejahatan dalam kehidupan sosial masyarakat.24[24] Dampak negatif bagi terjadinya putus sekolah adalah membuka ‘krang’ pengangguran, putus sekolah menutup masa depan yang cerah, orang tua, masyarakat, dan bangsa, putus sekolah menjadi beban semua pihak, baik ekonomi, social, moral, spiritual, intelektual, dan sebagainya. Secara empiris telah terjadi kekurang-sepadanan antara supply (persediaan) dan demand (permintaan) keluaran pendidikan. Dalam arti lain, adanya kekurangcocokan kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja, dimana friksi profil lulusan merupakan akibat langsung dari perencanaan pendidikan yang tidak berorentasi pada realitas yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan dilaksanakan sebagai bagian parsial, terpisah dari konstelasi masyarakat yang terus berubah. Pendidikan diposisikan sebagai mesin ilmu pengetahuan dan teknologi, cenderung lepas dari konteks kebutuhan masyarakat secara utuh. Phenomena dalam budaya kapitalis yang menuntut masyarakat hidup kompetitif, siapa yang unggul dialah yang eksis, dan yang tidak unggul justru ‘tertindas’. Kebudayaan kapitalis secara alamiah mengarah pada pengutukan secara moral orang yang gagal menghasilkan kekayaan atau kemakmuran.25[25] Tuntutan hidup harus keratif dan inovatif, etos kerja yang tinggi, visioner, dan seterusnya harus selalu dikembangkan karena akibat dari globalisasi, budaya kapitalisme merasuk ke dalam ‘urat nadi’ kehidupan masyarakat Indonesia. Di sisi lain, upaya ideologis yang berjuang untuk menunjukkan kehormatan orang miskin mengurangi perhatian terhadap dasar struktural kemiskinan yang lebih penting, seperti rendahnya upah minimum, rendahnya tingkat pengorganisasian serikat buruh, dan merosotnya jumlah pekerjaan tanpa keterampilan di industri berat.26[26] Melihat korporasi berperan besar dalam konstelasi ekonomi, maka pihak tenaga kerja sering dirugikan karena
  • 11. biasanya terjadi benturan kepentingan, yaitu industri berkepentingan untung, dan pihak tenaga kerja berkepentingan kelayakan kemanusiaan. Hal-hal tersebut dapat dilihat dari berbagai friksi, antara lain friksi tingkat pendidikan, friksi kompetensi, dan friksi substansi. 1. Friksi tingkat pendidikan ditandai oleh kekurangsesuaian antara kebutuhan, terhadap lulusan suatu tingkat pendidikan tertentu, dengan persediaannya. Friksi ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam bursa kerja dan menyebabkan menumpuknya lulusan program pendidikan pada tingkat tertentu, namun justru kekurangan pada segmen yang lainnya. Mengenai hal itu dapat dilihat dimana kebutuhan tenaga kerja dengan kualifikasi tamat SD, tamat SLTP, dan tamat SLKTP sejauh ini masih mengalami kekurangan. Khusus untuk SLKTP, kenyataan itu sangat ironis, mengingat hampir dua dasa warsa terakhir lembaga pendidikan yang menghasilkan lulusan dengan kualifikasi ini, SMEP, ST, SKKP dan sejenisnya, malah telah ditutup. Kenyataan tersebut sama sekali tidak menapik keberhasilan pembangunan pendidikan, sehingga tingkat pendidikan masyarakat lebih meningkat. Namun, masalahnya terletak pada perencanaan pendidikan yang tidak melihat pendidikan sebagai wacana yang dipenuhi oleh disparitas, baik pada tataran input, proses, maupun output. 2. Friksi kompetensi sebagai akibat lemahnya perencanaan penetapan bidang keilmuan. Polarisasi yang tajam antara program pendidikan eksak dan non-eksak menyebabkan lulusan dengan kompetensi tertentu lebih banyak menganggur ketimbang pada program kompetensi lainnya. Penjurusan yang kaku serta sikap arogansi keilmuan telah membawa lulusan suatu lembaga pendidikan terpojok pada satu sisi yang "gelap" tanpa memiliki pilihan yang lain. 3. Friksi substansi sebagai akibat terjadinya konsep pendidikan yang sasarannya kurang link and match dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Materi yang disajikan di sekolah masih belum menyentuh secara utuh dengan tuntutan dunia luar. Untuk kepentingan itu, maka disarankan berbagai pemikiran untuk pemecahan masalah pengangguran terdidik antara lain sebagai berikut:
  • 12. 1. Melaksanakan reorientasi lembaga pendidikan, reorientasi itu menyangkut, a) reorentasi pendekatan, b) reorentasi program, dan c) reorentasi kelembagaan. Reorientasi pendekatan, khususnya dalam memodifikasi pendekatan dari kuantitatif menjadi kuantitatif-kualitatif. Dalam arti pendekatan pemerataan harus diimbangi secara proporsional dengan perhatian terhadap mutu proses dan hasil pendidikan. Dengan demikian, secara bertahap mutu lulusan dapat lebih diterima dunia kerja dan secara absolut mampu mengimbangi laju dinamika dunia kerja. Konsekwensi dari pada itu, pendidikan harus dilihat sebagai upaya rasional. Dalam arti lain pendidikan harus dilihat sebagai proses investasi bukan lagi proses konsumtif. Sehingga pesan-pesan dan kepentingan yang berada di luar kepentingan pendidikan harus mulai dihapus. Dan campur tangan, dari pihak manapun, yang kurang proporsional dengan upaya peningkatan kualitas program pendidikan sebaiknya dihindari. Pendidik harus dihargai sebagai perkerjaan profesional yang memiliki hak untuk memanfaatkan "bargaining position" nya secara bermartabat. Karena dengan kesadaran profesional seperti itu, Pendidik secara lebih aktif dapat memberikan kontribusinya terhadap perbaikan kualitas proses pembelajaran. Reorentasi program, memberdayakan program "link and match" melalui "cooperative education" dan "dual system" dalam kurikulum. Untuk itu perlu peningkatan kemampuan dalam pembobotan kurikulum, mutu tenaga pengajar, dan kepedulian dunia kerja. Lembaga pendidikan merupakan sub sistem dari sistem sosial pembangunan, oleh itu keberadaan dan eksistensinya tidak lepas dari sub sistem lainnya. Dengan demikian sharing ide maupun aktivitas lainnya yang bernuansa sinergi dengan komponen lain hendaknya harus merupakan bagian tak terpisahkan dari program perbaikan sinambung (countinues improvement) program pembelajaran. Pengabaian dari fakta tersebut hanya menciptakan "menara gading" yang tidak memiliki manfaat yang berarti bagi perbaikan kesejahteraan masyarakat secara umum, khususnya bagi penciptaan kesiapan lulusan untuk berkiprah dalam dunia kerja. Reorentasi kelembagaan, perlu mengkaji ulang keberadaan lembaga pendidikan yang memiliki tingkat kejenuhan untuk lulusannya di lapangan kerja. Konversi IKIP ke dalam Universitas merupakan langkah kongkrit yang perlu terus dilaksanakan secara konsisten, konversi itu berimplikasi pada menurunnya jumlah penawaran tenaga pengajar yang secara
  • 13. langsung akan menyebabkan meningkatnya penghargaan dan harkat hidup tenaga pendidik. Kebijaksanaan konversi ini pun dapat dilakukan untuk lembaga pendidikan lainnya terutama pada bidang keilmuan yang sudah jenuh. 2. Investasi sosial (peningkatan anggaran pendidikan) sebagai perangsang investasi individual. Untuk mengatasi kebocoran devisa akibat larinya dana pendidikan masyarakat berpenghasilan tinggi ke luar negeri, perlu diupayakan pendirian sekolah unggulan baik yang dibiayai oleh swasta maupun pemerintah. Untuk itu perlu seperangkat kebijakan guna lebih memperlancar program tersebut, di antaranya: (a) regulasi pengelolaan pendidikan, dan (b) meningkatkan investasi pemerintah lewat peningkatan anggaran pendidikan. 3. sebagai salah satu alternatif untuk memperluas kesempatan kerja bagi tenaga kerja terdidik perlu diperluas kesempatan berkembangnya sektor informal. Daya serap sektor ini cukup besar dan memiliki kemampuan yang tak terbatas. Pelita IV 56% TK terserap di sektor ini sementara sektor formal terutama bidang jasa memiliki kemampuan serap yang sangat terbatas. Berbagai kebijaksanaan untuk memberi peluang berkembang sektor informal harus terus diupayakan dengan tidak mengurangi usaha penanganan ekses negatif dari berkembangnya sektor ini. Banyak alternatif kebijakan yang dapat dikembangkan untuk mengoperasionalkan ide gerakan untuk menghadapi persoalan ketenagakerjaan tersebut di atas. Beberapa di antara adalah sebagai beriikut: 1. Perluasan kesempatan berusaha yang sebanyak-banyaknya didukung oleh berbagai fasilitas kredit UMKM, perpajakan, serta bimbingan produksi dan pemasaran di bidang-bidang pertanian dan perkebunan, nelayan, inudstri kecil dan menengah, serta perdagangan. 2. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dengan pola gotong royong disertai dukungan regulasi sistim administrasi keuangan yang menunjang, tertuama untuk mendukung peningkatan kemampuan transportasi darat, baik dengan mobil maupun kereta api. 3. Penerapan jadwal kerja industri dan perkantoran secara bergiliran, 2, 3, atau 4 shift guna membagi kesempatan kerja secara merata dengan tetap menjaga dan meningkatkan produktifitas kerja dan usaha.
  • 14. 4. Pengerahan dan penempatan tenaga kerja Indonesia terlatih keluar negeri secara terkendali dan besar-besaran. 5. Peningkatan penyelenggaraan pelatihan kerja dan pendidikan/pelatihan kembali (remedial education and remedial training) untuk para sarjana, dan penyelenggaraan program sarjana masuk desa. Pemerintah telah berupaya menekan angka putus sekolah dan pengangguran, namun aksentuasinya lebih pada aspek ekonomi. Tetapi, apabila ditinjau dari pendidikan, maka putus sekolah dan pengangguran diakibatkan oleh kesadaran etis dan social masyarakat dalam mengikuti pendidikan khususnya pendidikan formal. Pemerintah membangun image sekolah yang alumninya siap kerja justru melahirkan ketidak proforsionalan lembaga pendidikan. Revitalisasi pendidikan menengah kejuruan (SMK) dan politeknik serta peningkatan relevansi kurikulum dan program belajar mengajar yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.27[27] SMK inilah menjadi salah satu tawaran pemerintah kepada masyarakat untuk mengurangi pengangguran dan kebangkrutan ekonomi masyarakat.
  • 15. III. PENUTUP/KESIMPULAN A. Penyebab terjadinya putus sekolah di masyarakat adalah masalah ekonomi, kondisi anak, sekolah, dan keluarga. Kemudian penyebab terjadinya pengangguran karena terjadi resesi ekonomi, rendahnya SDM, akselerasi teknologi, dan sebagainya. B. Pendidikan sangat penting dalam membangun order social yang berkeadaban. Peradaban dapat tumbuh apabila masyarakat hidup dengan aman, adil, dan sejahtera. Keamanan, keadilan, dan kesejahteraan dalam terwujud di dalam masyarakat apabila terdidik dan bekerja. Masalah putus sekolah dan pengangguran menjadi ‘embrio’ keresahan sosial dan Negara. Putus sekolah dan pengangguran kebanyakan disebabkan oleh factor ekonomi, dan pembangunan ekonomi dapat dilakukan dengan dukungan SDM unggul, dan penciptaan SDM unggul dapat dilakukan dengan pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah.
  • 16. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, H. Abu, Sosiologi Pendidikan, (Cet. II, Jakarta: Rineka Cipta, 2007) Asshiddiqie, Jimly, Dampak Krisis Global, Problem, dan Tantangan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Keluar Negeri, makalah disampaikan dalam Lokakarya Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dalam rangka Evaluasi atas Undang- Undang No. 39 Tahun 2004 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Jakarta, 15 Desember 2008. Bean, Reynold, Membantu Anak agar Berhasil di Sekolah, (Cet. I, Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1995) Buchori, Muchtar, Transformasi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995) Danes, Simon, dan P. Hardono Hadi, Masalah-masalah moral sosial aktual dalam perspektif iman Kristen, (Yogyakarta: Kanisius, 2000) Daud, Wan Mohd Nor Wan, “Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas” terjemahan dari Bhs Enggris “The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas” terbitan ISTAC 1998, (Cet.I, Bandung: Mizan, 2003) Gunarsa, Ny. Y. Singgih D., Psikologi Membimbing, (Cet. 9, Jakarta: PT. Gunung Mulia, 2000) Howard, Rhoda E., Human Raights and the Search for Community, diterjemahkan oleh Nugraha Katjasungkana dengan judul “HAM–Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya”, (Cet. I, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2000) Karim, Muhammad, Pendidikan Kritis Transformatif, (Cet. I, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009) Katz, Michael B., The Undeserving Poor: From the War on Poverty to the War on Welfare, (New York: Pantheon Books, 1989) Kleden, Ignas, Masyarakat dan Negara: Sebuah Persoalan, (Yogyakarta: Penerbit Agromedia Pustaka, 2004) Manurung, Robert., 12 Juta Anak Indonesia Putus Sekolah, diposting dalam http://ayomerdeka.wordpress.com/09/05/2009 Mastuhu, Pendidikan Indonesia Menyongsong “Indonesia Baru” Pasca Orde Baru, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan GEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta, Edisi 1, Jakarta Munir, Mahmud Samir Al-, al-mu’alim arrabbany, terjemahan Uqinu Attaqi dengan judul “Guru Teladan di bawah Bimbangan Allah”, (Cet. I, Jakarta: Gema Insani, 2003) Nasir, H. Sahilun A., Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Cet. I, Jakarta: Kalam Mulia, 1999) Nata, Abuddin, Paradigma Pendidikan Islam Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Grasindo, 2001) “Pengangguran Intelektual di Indonesia Meningkat”, Media Indonesia, Kolom 4-5, Edisi Jum’at, 15 Pebruari 2008 Prasetyantoko, A., Bencana Finansial: Stabilitas Sebagai Barang Publik, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2008) Purba, Jonny, (Penyunting), Pengelolaan Lingkungan Sosial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005)
  • 17. Rahardjo, M. Dawam, (Ed.), Keluar dari Kemelut Pendidikan-Menjawab Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia Abad 21, ( Jakarta : Intermasa, 1997 ) Rais, Mohammad Amien, Agenda-Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia! (Cet. III, Yogyakarta: PPSK Press, 2008) Santrock, John W., Adolescence: Perkembangan Remaja, Terjemahan, Edisi 6, (Surabaya: Erlangga, t.th.) Suprayogo, Imam, Pendidikan Berpradigma Al-Qur’an, Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam, (Cet I, Malang: UIN Malang, 2004) Wahono, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. 3, Jakarta: Rineka Cipta, 1995) 28[1] Lihat penjelasan lebih lanjut Mohammad Amien Rais, Agenda-Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia! (Cet. III, Yogyakarta: PPSK Press, 2008), h. 22. 29[2] Mastuhu, Pendidikan Indonesia Menyongsong “Indonesia Baru” Pasca Orde Baru, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan GEMA Fakultas Tarbiyah IAIN Jakarta, Edisi 1, Jakarta, h. 8. 30[3] Muchtar Buchori, Transformasi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 27. 31[4] Muhammad Karim, Pendidikan Kritis Transformatif, (Cet. I, Yogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2009), h. 71. 32[5] Robert Manurung, 12 Juta Anak Indonesia Putus Sekolah, diposting dalam http://ayomerdeka.wordpress.com/09/05/2009 33[6] Jonny Purba (Penyunting), Pengelolaan Lingkungan Sosial, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 134 34[7] John W. Santrock, Adolescence: Perkembangan Remaja, Terjemahan, Edisi 6, (Surabaya: Erlangga, t.th.), h. 264 35[8] Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Membimbing, (Cet. 9, Jakarta: PT. Gunung Mulia, 2000), h. 113. 36[9] Wahono, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. 3, Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h. 109.
  • 18. 37[10] H. Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Cet. I, Jakarta: Kalam Mulia, 1999), h. 5. 38[11] “Pengangguran Intelektual di Indonesia Meningkat”, Media Indonesia, Kolom 4-5, Edisi Jum’at, 15 Pebruari 2008, h. 8. 39[12] Ignas Kleden, Masyarakat dan Negara: Sebuah Persoalan, (Yogyakarta: Penerbit Agromedia Pustaka, 2004), h. 37 40[13] Simon Danes dan P. Hardono Hadi, Masalah-masalah moral sosial aktual dalam perspektif iman Kristen, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), h. 117 41[14] A. Prasetyantoko, Bencana Finansial: Stabilitas Sebagai Barang Publik, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2008), h. 103 42[15] M. Dawam Rahardjo (Ed.), Keluar dari Kemelut Pendidikan-Menjawab Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia Abad 21, ( Jakarta : Intermasa, 1997 ), h. 27. 43[16] Imam Suprayogo, Pendidikan Berpradigma Al-Qur’an, Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam, (Cet. I, Malang: UIN Malang, 2004), h. 12 44[17] Ibid, h. 14 45[18] Wan Mohd Nor Wan Daud, “Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas” terjemahan dari Bhs Enggris “The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas” terbitan ISTAC 1998, (Cet.I, Bandung: Mizan, 2003), h. 163 46[19] Mahmud Samir Al-Munir, al-mu’alim arrabbany, terjemahan Uqinu Attaqi dengan judul “Guru Teladan dibawah Bimbangan Allah”, (Cet. I, Jakarta: Gema Insani, 2003), h. 15 - 16 47[20] Imam Suprayogo, op.cit., h. 13 48[21] Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), h. 83 49[22] H. Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Cet. II, Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 143
  • 19. 50[23] Ibid., h. 145. 51[24] Reynold Bean, Membantu Anak agar Berhasil di Sekolah, (Cet. I, Jakarta: Bina Rupa Aksara, 1995), h. 99. 52[25] Michael B. Katz, The Undeserving Poor: From the War on Poverty to the War on Welfare, (New York: Pantheon Books, 1989), h. 9. 53[26] Rhoda E. Howard, Human Raights and the Search for Community, diterjemahkan oleh Nugraha Katjasungkana dengan judul “HAM – Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya”, (Cet. I, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2000), h. 265. 54[27] Jimly Asshiddiqie, Dampak Krisis Global, Problem, dan Tantangan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Keluar Negeri, makalah disampaikan dalam Lokakarya Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia dalam rangka Evaluasi atas Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Jakarta, 15 Desember 2008, h. 3 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia termasuk negara berkembang. Dengan ini pendidikan di Indonesia juga masih kurang. Mengapa bisa dikatakan masih kurang ?. karena masih banyak anak yang tidak melanjutkan sekolah alias putus sekolah. Putus sekolah bukan merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak pernah berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan penyebabnya, tidak hanya karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga, dan lain-lain. Hal ini juga dialami oleh beberapa anak di Kecamatan Sampung Kabupaten Ponorogo. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui dan meneliti lebih jauh tentang sebab- sebab anak putus sekolah. Disini penulis menggunakan hasil wawancara yang dilakukan tanggal 12 November 2011. Yang saya teliti berinisial “A” (laki-laki) dan “L” (perempuan).
  • 20. 2. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan anak putus sekolah ? 2. faktor apa yang mennyebabkan anak putus sekolah ? 3. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan anak putus sekolah ? 3. TUJUAN Dengan tersusunnya makalah ini diharap mahasiswa mampu memahami tentang 1. Mengerti apa yang dimaksud dengan anak putus sekolah. 2. Mengetahui faktor apa yang mennyebabkan anak putus sekolah. 3. Kegiatan sehari-hari yang dilakukan anak putus sekolah. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pendidikan, Anak, Putus Sekolah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilikin kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional). Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinnginya (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962). Menurut John Dewey, Pendidikan adalah tuntutan terhadap proses pertumbuhan dan proses sosialisasi anak. Dalam proses pe5rtumbuhan ini anak mengembangkan dirinya ke tingkat yang makin lama makin sempurna, sesuai dengan teori evolusi Darwin (Soemadi Tj. 1981: 24) Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, (Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002). anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan, (Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986). menurut Augustinus (dalam Suryabrata, 1987), yang dipandang sebagai peletak dasar
  • 21. permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak- anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa. Sehingga dapat di simpulkan bahwa anak adalah manusia yang belum dewasa yang umumnya berumur di bawah 18 tahun dan masih rentan terhadap kesalahan sehingga perlu pengawasan dari manusia dewasa. Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran menurut tingkatan yang ada menurut kamus besar bahasa indonesia. Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Undang – Undang nomor 4 tahun 1979, anak terlantar diartikan sebagai anak yang orang tuanya karena suatu sebab, tidak mampu memenuhi kebutuhan anak sehingga anak menjadi terlantar. Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat (MC Millen Kaufman, dan Whitener, 1996) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. Anak putus sekolah (drop out) adalah anak yang karena suatu hal tidak mampu menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah secara formal (Depag RI, 2003:4) B. FAKTOR PENYEBAB ANAK PUTUS SEKOLAH Sesuai dengan hasil wawancara yang pernah saya lakukan, ada beberapa faktor yang menyebabkan anak putus sekolah yaitu : a. Kondisi ekonomi keluarga b. Pengaruh teman yang sudah tidak sekolah c. Sering membolos d. Kurangnya minat untuk meraih pendidikan/ mengenyam pendidikan dari anak didik itu sendiri
  • 22. Disamping itu ada faktor internal dan faktor eksternal  Faktor internal : a) Dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekola.ak dipengaruhi oleh berbagai faktor b) Karena pengaruh teman sehingga ikut-ikutan diajak bermain seperti play stasion sampai akhirnya sering membolos dan tidak naik kelas , prestasi di sekolah menurun dan malu pergi kembali ke sekolah. c) Anak yang kena sanksi karena mangkir sekolah sehingga kena Droup Out.  Faktor Eksternal a) Keadaan status ekonomi keluarga. b) Kurang Perhatian orang tua c) Hubungan orang tua kurang harmonis Selain Permasalahan diatas ada factor penting dalam keluarga yang bisa mengakibatkan anak putus sekolah yaitu : 1) Keadaan ekonomi keluarga. 2) Latar belakang pendidikan ayah dan ibu. 3) Status ayah dalam masyarakat dan dalam pekerjaan. 4) Hubungan sosial psikologis antara orang tua dan antara anak dengan orang tua. 5) Aspirasi orang tua tentang pendidikan anak, serta perhatiannya terhadap kegiatan belajar anak. 6) Besarnya keluarga serta orang – orang yang berperan dalam keluarga. C. KEGIATAN SEHARI-HARI Dari hasil wawancara antara si “A” dan “L” memiliki kegiatan yang berbeda. Si “A” menghabiskan hari-harinya untuk bermain, berangkat sore pulang pagi. Biasanya dia bermain balap motor dengan temannya. Sedangkan si “L” menghabiskan hari-harinya untuk menjaga warung kecil yang dibuatkan dari orang tuanya. Selain contoh diatas kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh anak yang putus sekolah adalah menjadi pemulung, mengamen, mencuri dll.
  • 23. D. USAHA MENGATASI ANAK PUTUS SEKOLAH Dalam mengatasi terjadinya anak putus sekolah harus adanya berbagai usaha pencegahannya sejak dini, baik yang dilakukan oleh orang tua, sekolah (pemerintah) maupun oleh masyarakat. Sehingga anak putus sekolah dapat dibatasi sekecil mungkin. Usaha-usaha untuk mengatasi terjadinya anak putus sekolah di antaranya dapat di tempuh dengan cara: 1. Membangkitkan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak 2. Memberikan dorongan dan bantuan kepada anak dalam belajar 3. Mengadakan pengawasan terhadap di rumah serta memberikan motivasi kepada anak sehingga anak rajin dalam belajar dan tidak membuat si anak bosan dalam mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan di sekolah. 4. Tidak membiarkan anak bekerja mencari uang dalam masa belajar. 5. Tidak memanjakan anak dengan memberikan uang jajan yang terlalu banyak. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah.
  • 24. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan Akibat yang disebabkan anak putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran, kebut- kebutan di jalan raya , minum – minuman dan perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah diri. B. Saran Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami dari penyusun berharap agar pembaca dapat memanfaatkan makalah ini dengan baik. Segala kritikan maupun saran dari pembaca akan kami terima dengan lapang dada untuk menambah wawasan serta perbaikan penyusunan yang lebih baik lagi. DAFTAR PUSTAKA a. ayomerdeka.wordpress.com/.../12-juta-anak-indonesia-putus- sekolah/edukasi.kompas.com/.../.banyak.anak.putus.sekolah.karena.bekerja (diakses pada tanggal 16 maret 2013, pukul 16.30) b. http://ras-eko.blogspot.com/2012/12/pengertian-anak.html( My Campus,pendidikan) (diakses pada tanggal 16 maret 2013, pukul 16.30) c. http://www.andragogi.com/document/psikologi_pendidikan.htm (diakses pada tanggal 16 maret 2013, pukul 16.30) d. http://skripsigratis83.blogspot.com/2012/09/strategi-penanggulangan-anak-putus.html (diakses pada tanggal 16 maret 2013, pukul 16.30) e. Roesminingsih, MV dan Lamijan Hadi Susarno. 2011. Teori dan Praktek Pendidikan. FIP UNESA f. http://jasapembuatanweb.co.id/artikel-ilmiah/usaha-usaha-mengatasi-terjadinya-anak-putus- sekolah (diakses pada tanggal 10 Mei 2013, pukul 19.30)