1. MERETAS POLITIK PERADABAN
)ر ا ب ا(
Rijalul Imam, S.Hum., M.Si.
Usia KAMMI sama dengan usia era
Reformasi. Sama-sama lahir di tahun 1998. Kini
usia keduanya telah mencapai lebih dari 1 dekade.
Melalui tulisan singkat ini, saya ingin kita
melakukan transformasi gerakan dari pola gerakan
politik nilai ke gerakan politik peradaban. Saya
mendefinisikan gerakan politik nilai sebagai
gerakan yang mengusung nilai-nilai moralitas yang
bersifat idealisme. Sedangkan gerakan politik
peradaban adalah gerakan yang
mengkombinasikan nilai-nilai moralitas idealisme
dengan gerakan yang secara praksis memberikan
nilai manfaat yang dapat dirasakan oleh
masyarakat, bangsa dan dunia pada umumnya.
Semasa dekade awal sejak kelahirannya,
sudah banyak gagasan-gagasan progresif yang
dilahirkan KAMMI, seperti kaderisasi siyasi,
intelektual profetik, hingga mewujudkan kader dan
kepemimpinan nasional yang berjiwa muslim
negarawan. Demikian juga, aksi-aksi yang
dilakukan KAMMI di sepuluh tahun pertama
berhasil menempatkan KAMMI sebagai icon
gerakan reformasi. Prestasi cemerlang ini harus
terus disempurnakan sesuai spirit yang dibangun :
tuntaskan perubahan!
Menapaki usia KAMMI di dekade kedua ini,
KAMMI semakin bersaing dengan pergulatan
zaman. Bila ustadz Mahfuz Siddiq berhasil
merekam jejak 3 tahun pertama KAMMI (1998-
2001) dengan judul buku KAMMI dan Pergulatan
Reformasi (Tesis 600-an halaman yang dibukukan),
maka di decade kedua ini, persaingannya jauh lebih
kompleks dari fase sebelumnya. Tidak semata
bergulat dengan reformasi domestik ke-
Indonesiaan, melainkan juga kesadaran reformasi
dalam skala membangun peradaban.
Era 2000-an menandai terjadinya
pergeseran poros peradaban. Tahun 2008 secara
resmi keuangan Amerika Serikat jatuh hingga
menyebabkan multiefek krisis ekonomi global. Di
era 2000-an juga krisis energi global semakin tak
dapat dihindari. Konstalasi hubungan internasional
akan sangat ditentukan oleh politik energi.
Demikian pula kita semakin sulit mengelakkan diri
dari krisis pemanasan global. Membaca hutan di
Kalimantan tidak bisa lagi diposisikan sebagai
kekayaan lokalitas, melainkan bagian dari paru-
paru dunia. Tingginya gas emisi di Jakarta dan
Surabaya tidak bisa dinilai sebagai polutan
domestik, melainkan bagian dari unsur
penyumbang polusi global. Dalam posisi demikian
maka gerakan kaum muda harus dibaca dan
diposisikan sebagai gerakan politik peradaban.
Demikian juga dalam menggerakkan peran
strategis KAMMI.
Terkadang makna peradaban merujuk pada
hal-hal yang bersifat material, seperti istilah sisa-
sisa peradaban. Hal ini karena memang peradaban
memiliki basis konkrit yang lebih terasa dan
terukur baik secara spiritual maupun material. Jadi
politik peradaban sesungguhnya adalah politik
karya nyata.
Al-Qur’an menjelaskan makna peradaban
sebagai kombinasi antara kekuatan spiritual dan
material yang seimbang dan bermanfaat nyata,
dengan istilah al-Kitab (petunjuk spiritual), al-
Mizan (Keseimbangan), dan al-Hadid (besi).
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-
rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang
nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al
Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi
yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan
rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya.
2. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
(QS. Al-Hadid: 25)
Posisi Strategis KAMMI -------------------------------------------------------------------------------
Untuk memposisikan peran strategis
KAMMI dalam konstalasi politik peradaban, maka
perlu penela’ahan yang lebih luas. Semisal, peran
strategis KAMMI yang tidak dapat dilepaskan dari
pembacaan sejarah panjang harakah Islamiyah
dalam berbagai dimensinya. Al-Qur’an menga
agar kita melakukan teoritisasi sejarah. Hal ini
penting agar kita mengetahui posisi strategis kita
dalam sejarah
kebangkitan Indonesia
dan kemenangan Umat.
Setidaknya KAMMI
dapat kita dudukan
dalam tiga dimensi
gerakan, yakni sebagai
gerakan mahasiswa
(harakah thullabiyah),
gerakan kebangsaan
(harakah wathaniyah),
dan gerakan
keummatan (harakah
Islamiyah).
Teoritisasi Trend Gerakan --------------------------
Sebelum menentukan peran strategis
KAMMI hari ini dan di masa yang akan datang,
perlu juga melakukan teoritisasi trend gerakan
sebelumnya, yang tentunya trend tersebut dalam
tiga dimensi pergerakan di atas. Hal ini dilakukan
sebagai upaya membaca zeit geist (jiwa zaman),
agar bila telah terbaca marhalah zamannya, kita
dapat menentukan peran strategis apa yang dapat
dilakukan, sekaligus menempatkan kader pada
tempatnya.
Pertama, dimensi gerakan mahasiswa.
Trend gerakan mahasiswa biasanya
berlangsung selama satu dekade (per sepuluh
tahun). Trend gerakan mahasiswa pasca
kemerdekaan, mulai dapat dibaca. Mari kita lihat:
• Pasca kemerdekaan, trendnya adalah
melawan komunisme. Pemeran utamanya
adalah HMI.
• Tahun 50-an, trendnya adalah konsolidasi
ummat secara ideologis. Hal ini tampak
pada keterlibatan gerakan mahasiswa dan
pemuda dalam menyolidkan barisan umat
dalam naungan Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi), hingga
terpilih menjadi Perdana Menteri pertama
Indonesia.
Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”
-------------------------------------------------------------------------------
sisikan peran strategis
KAMMI dalam konstalasi politik peradaban, maka
perlu penela’ahan yang lebih luas. Semisal, peran
strategis KAMMI yang tidak dapat dilepaskan dari
harakah Islamiyah
Qur’an mengajarkan
agar kita melakukan teoritisasi sejarah. Hal ini
penting agar kita mengetahui posisi strategis kita
Baik KAMMI sebagai gerakan mahasiswa,
kebangsaan, maupun keummatan, pada hakikatnya
perjuangan pergerakan KAMMI bersifat terpadu
(integral), tidak diartikan secara terpisah (
Begitu pula gerakan KAMMI tidak bisa dilihat dari
sisi ke-KAMMI-annya saja. KAMMI perlu
menempatkan diri sebagai bagian inheren dari arus
besar anasir perubahan, baik ia sebagai gerakan
mahasiswa, kebangsaan,
maupun
Jadi di sini KAMMI
harus menyadari bahwa
sejarah gerakannya
adalah bagian dari
kelanjutan sejarah
gerakan mahasiswa,
gerakan kebangsaan,
dan gerakan
keummatan.
---------------------------------------------------------------------------
Sebelum menentukan peran strategis
KAMMI hari ini dan di masa yang akan datang,
perlu juga melakukan teoritisasi trend gerakan
sebelumnya, yang tentunya trend tersebut dalam
ga dimensi pergerakan di atas. Hal ini dilakukan
(jiwa zaman),
agar bila telah terbaca marhalah zamannya, kita
dapat menentukan peran strategis apa yang dapat
dilakukan, sekaligus menempatkan kader pada
Pertama, dimensi gerakan mahasiswa.
Trend gerakan mahasiswa biasanya
berlangsung selama satu dekade (per sepuluh
tahun). Trend gerakan mahasiswa pasca
kemerdekaan, mulai dapat dibaca. Mari kita lihat:
Pasca kemerdekaan, trendnya adalah
Pemeran utamanya
an, trendnya adalah konsolidasi
ummat secara ideologis. Hal ini tampak
pada keterlibatan gerakan mahasiswa dan
pemuda dalam menyolidkan barisan umat
dalam naungan Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi), hingga M. Natsir
terpilih menjadi Perdana Menteri pertama
• Tahun 60-an, trendnya adalah oposisi
gerakan anti rezim otoriterisme. Pada
tahun-tahun ini pertama kali dalam sejarah
gerakan mahasiswa Indonesia berlangsung
kerjasama antara mahasiswa dengan
untuk menumbangkan rezim Soekarno yang
telah berubah menjadi otoriter (demokrasi
terpimpin).
• Tahun 70-an, trendnya adalah kebangkitan
pemikiran Islam. Di level Dunia
berkembangan cukup massif gagasan
Islamisasi Pengetahuan oleh Syed Naquib
Al-Attas dan Ismail Razi Al
Sedangkan di Indonesia yang ketika itu
masih dominan berkutat di dunia mistis,
berlangsung gagasan sekularisasi Islam oleh
aktivis HMI Nurcholish Madjid (alm. Cak
Nur) yakni gerakan penyadaran
memisahkan hal-hal yang bersifat sa
dan profan dengan kacamata pemikiran
yang rasional.
• Gagasan sekularisasi menjadi polemik di
kalangan umat Islam, karena diindikasikan
sebagai bibit terjadinya liberalisme
pemikiran Islam. Karena itu berkembang
trend pada tahun 80
Baik KAMMI sebagai gerakan mahasiswa,
kebangsaan, maupun keummatan, pada hakikatnya
perjuangan pergerakan KAMMI bersifat terpadu
dak diartikan secara terpisah (secular).
Begitu pula gerakan KAMMI tidak bisa dilihat dari
annya saja. KAMMI perlu
menempatkan diri sebagai bagian inheren dari arus
besar anasir perubahan, baik ia sebagai gerakan
mahasiswa, kebangsaan,
maupun keummatan.
Jadi di sini KAMMI
harus menyadari bahwa
sejarah gerakannya
adalah bagian dari
kelanjutan sejarah
gerakan mahasiswa,
gerakan kebangsaan,
dan gerakan
keummatan.
an, trendnya adalah oposisi
gerakan anti rezim otoriterisme. Pada
tahun ini pertama kali dalam sejarah
gerakan mahasiswa Indonesia berlangsung
kerjasama antara mahasiswa dengan militer
untuk menumbangkan rezim Soekarno yang
telah berubah menjadi otoriter (demokrasi
an, trendnya adalah kebangkitan
pemikiran Islam. Di level Dunia
berkembangan cukup massif gagasan
Islamisasi Pengetahuan oleh Syed Naquib
dan Ismail Razi Al-Faruqi.
Sedangkan di Indonesia yang ketika itu
masih dominan berkutat di dunia mistis,
berlangsung gagasan sekularisasi Islam oleh
aktivis HMI Nurcholish Madjid (alm. Cak
Nur) yakni gerakan penyadaran
hal yang bersifat sakral
dan profan dengan kacamata pemikiran
Gagasan sekularisasi menjadi polemik di
kalangan umat Islam, karena diindikasikan
sebagai bibit terjadinya liberalisme
pemikiran Islam. Karena itu berkembang
trend pada tahun 80-an berupa forum
3. kajian Islam (FOSI) di kampus-kampus.
Gerakan ini cukup massif di berbagai poros
kota besar, seperti di Bandung dengan ITB
dan UNPAD-nya, di Jakarta dengan UI-nya,
dan di Yogyakarta dengan UGM-nya, dan
lain-lain. Tokoh-tokohnya ketika itu adalah
MS. Ka’ban, Hatta Rajasa, Abu Ridha,
Hidayat Nur Wahid, dll.
• Sedangkan trend tahun 90-an adalah
pelembagaan forum kajian menjadi lembaga
dakwah kampus. Kampus mulai terbuka
dengan forum-forum kajian dakwah
mahasiswa yang dilegalkan di bawah
struktur kampus. Di tahun-tahun ini
gerakan tarbiyah semakin massif di
berbagai kampus. Di level nasional, umat
Islam mendapat momentumnya yang tepat
ketika telah terbentuk strata sosial
intelegensia muslim berupa pelembagaan
ICMI (Ikatan Cendekia Muslim Indonesia)
yang dinakhkodai BJ. Habibie dan beberapa
intelektual muslim lainya seperti Amien
Rais, Cak Nur, Marwah Daud, dll.
• Menjelang era 2000-an telah terjadi
gerakan reformasi dengan
ditumbangkannya rezim Orde Baru oleh
gerakan mahasiswa dan elemen masyarakat
lainnya. Memasuki era 2000-an ini, gerakan
mahasiswa pun bermetamorfosa menjadi
gerakan politik. Gerakan politik di sini dapat
diartikan ke dalam dua hal, pertama, bahwa
breakdown aksi demonstrasi gerakan
mahasiswa selalu berdampak pada
perubahan kebijakan pemerintah. Kedua, di
pertengahan hingga penghujung tahun
2000-an terjadi mobilitas vertikal gerakan
mahasiswa dan alumninya ke level elit
kekuasaan. KAMMI mengalami keduanya,
baik ia sebagai organ aksi maupun
alumninya yang melakukan mobilitas
vertikal.
Pertanyaannya sekarang, apa kira-kira trend yang akan berkembang di era tahun 2010-an? Pertanyaan
ini adalah tantangan agar kita berpikir dalam jangka panjang untuk memprediksi, setidaknya dalam
rentang waktu sepuluh tahun ke depan, yang akan mengantarkan kita pada era tahun 2020-an.
Kedua, dimensi gerakan kebangsaan.
Trend kebangsaan biasanya berlangsung
pada narasi besar rezim penguasa dan
kecenderungan rakyat. Pasca kemerdekaan,
Indonesia dipimpin oleh enam presiden. Namun
secara fase kebangsaan dapat dipilah menjadi 3
fase:
1. Fase Orde Lama Soekarno dengan narasi
besar revolusi, berlangsung dari tahun 1945
hingga 1966 (21 tahun), namun cenderung
sosialis.
2. Fase Orde Baru Soeharto dengan narasi
besar pembangunan, berlangsung dari
tahun 1966-1998 (32 tahun), cenderung
mengadopsi sistem kapitalis.
3. Fase Orde Reformasi di masa ini
Indonesia dalam fase persimpangan sejarah
bangsa, bergerak tanpa narasi besar,
berlangsung dari tahun 1998 hingga 2009
(11 tahun).
Ketiga, dimensi gerakan keummatan.
Dalam konteks ke-Indonesiaan trend
keummatan biasanya berlangsung per satu abad
(per seratus tahun). Mari kita lihat:
- Abad 16 banyak bermunculan kesultanan
Islam di berbagai daerah
- Abad 17-18 massifnya jaringan intelektual
ke jalur Mekkah
- Abad 19 terjadi percabangan jalur
intelektual pasca politik etis, dengan
menyekolahkan anak-anak bangsa ke
Eropa, Belanda
- Abad 20, hasil dari percabangan intelektual
di abad sebelumnya menjadikan terjadinya
pertentangan ideologis antara Islam dan
Nasionalis. Sehingga di satu pihak, konsep
syariah dalam bernegara selalu dalam
“konteks negosiasi”.
- Abad 21 merupakan era integrasi, yang
ditandai dengan integrasi ekonomi dunia,
integrasi komunikasi global dengan sistem
digitalisasi kehidupan. Era integrasi ini
cukup menguntungkan karena ternyata
berpotensi membangun kesadaran Islam
secara luas. Di sini Islam tidak hanya
dipahami oleh kalangan santri pesantren
melainkan juga oleh kalangan kantoran,
profesional, ilmuwan, pengusaha, militer,
dan kelompok masyarakat dari berbagai
dimensi.
Di era ini juga umat Islam terhubungkan secara global dengan internet, kemudahan akses pesawat
yang menghimpun berbagai masyarakat dunia bermigrasi dari satu negara ke negara lainnya, sehingga
satu sama lain bisa berkomunikasi dan lebih jauh saling berkoordinasi. Hal ini semakin memudahkan
4. umat Islam kembali bangkit dan bersatu secara global. Kemudian, hal yang tak terbantahkan adalah
ide integrasi akan semakin meluas dan massif.
Keempat, dimensi global.
Trend dunia biasanya terjadi per 700 tahun
hingga per millenium (per 1000 tahun). Setidaknya
setelah kita memiliki kalender Romawi, kita bisa
membaca sejarah secara per millenium.
Per Millenium (1000 tahun)
1. Millenium pertama, munculnya trend
spiritual yang ditandai dengan kemunculan
Nabi Isa a.s yang mengimbangi trend
materialisme Romawi kuno.
2. Millenium kedua, atau 300 tahun setelah
Nabi Muhammad Islam sudah menyebar di
dua pertiga dunia dengan sistem khilafah.
Secara global trend yang berkembang
adalah ‘urubah (kearab-araban). Namun
dalam perjalanan sejarahnya kemudian,
dunia Islam mengalami deklinasi berupa
perpecahan dinasti dari Bani Umawiyah ke
Bani Abbasiyah, lalu diganti dengan Bani
Utsmaniyah.
3. Millenium ketiga, yaitu masa kita, ditandai
dengan berbagai kemajuan teknologi dan
material di berbagai bidang, namun tidak
merata, dengan kesenjangan ekonomi yang
menganga dan efek pemiskinan struktural
oleh Barat.
Per 700 tahun
1. Tujuh ratus tahun setelah diutusnya
Nabi Isa a.s kemudian diutuslah Nabi
Muhammad saw. untuk mengakhiri
hegemoni dua peradaban dunia yakni
Romawi dan Persia.
2. Tujuh ratus tahun sejak kemunculan
Nabi Muhammad, muncullah pemimpin
muda Muslim yang menaklukkan
Konstantinopel, Romawi Timur.
Kemunculannya menjadikan Islam bangkit
kembali memimpin dunia. Namun selang
tiga abad berikutnya terjadi deklinasi
sejarah Islam dengan kemunduran umat di
berbagai segi dan kebangkitan Barat di
berbagai segi lengkap dengan
penjajahannya di berbagai belahan dunia.
3. Sekarang kita memasuki era Millenium
ketiga sekaligus 700 tahun ketiga sejak
diutusnya Nabi Muhammad dan
penaklukan Al-Fatih, titik temunya
adalah Abad ke-21. Sebelumnya Barat
telah berkuasa selama 400 tahun, namun
kini telah menunjukkan kelelahannya.
Kapitalisme tumbang tidak dengan
serangan dari luar—oleh sosialisme,
misalnya. Tetapi tumbang dengan
sendirinya.
Tren yang berkembang pada awal
Millenium ketiga ini di antaranya adalah:
a. Tumbangnya Kapitalisme dari
dalam yang menjadikan Barat atau
Amerika semakin kehilangan pamor
di dunia.
b. Bergesernya politik Internasional
Barat dari Hard Power (kekerasan
hegemoni) ke Smart Power
(kecerdasan diplomasi).
c. Gairah Islamisasi di berbagai segi
kehidupan, dari corak pengetahuan,
sistem ekonomi, sistem pendidikan,
trend kesehatan, hingga sistem
kenegaraan.
d. Mobilitas vertikal umat Islam dalam
konteks kenegaraan di berbagai
belahan dunia.
e. Secara horizontal, terbangun
egalitarianisme kolektif sesama
umat yang menjadikan potensi
terbangunnya kerjasama yang bahu
membahu dalam menyelesaikan
problem global.
Sekarang pertanyaannya adalah bila siklus sejarah menganut hukum pergiliran peradaban, maka
seharusnya Islamlah yang kini harus meraih tampuk soko guru peradaban dunia, jadi saat inilah
momentumnya, lantas bagaimanakah peran kita sebagai kaum muda muslim meretas peradaban?
Transformasi Gerakan ---------------------------------------------------------------------------------
Lebih lanjut, sebelum menentukan peran
strategis KAMMI, kita pun perlu melakukan
evaluasi kritis terhadap perjalanan KAMMI sendiri.
KAMMI lahir di awal era reformasi ‘98,
tepatnya pada tanggal 29 Maret 1998 di Malang.
Bila diukur dengan tahun 2009 ini maka usia
KAMMI sudah masuk 1 dekade lebih (11 tahun).
Catatan penting sejarah KAMMI dalam satu dekade
5. lalu adalah bahwa KAMMI berhasil melakukan
penguatan aksi politik domestik yang menjadikan
KAMMI diperhitungkan di level nasional. Berbagai
prestasi nasional telah diraih, setidaknya dalam
konteks gerakan mahasiswa, KAMMI cukup
dalam berbagai isu kebangsaan. Mulai aksi
penggantian rezim, pelaksanaan Enam Visi
Reformasi, mengkritisi kebijakan
strategis dari privatisasi BUMN, privatisasi
pendidikan (isu Badan Hukum Pendidikan),
pemberantasan korupsi, pengasawan
pemerintahan daerah, keterlibatan dalam
penyusunan perundang-undangan pemuda, dan
lain-lain.
Secara internal pada tahun 2005 KAMMI
berhasil merumuskan manhaj kaderisasi baru yang
disebut Manhaj Kaderisasi 1427 H atau dikenal
dengan Manhaj Kaderisasi Muslim Negarawan.
Manhaj ini diujicobakan dalam rentang waktu 4
tahun. Setelah itu dilakukan evaluasi dan revisi
dalam rangka penyesuaian terhadap berbagai
perkembangan internal dan tantangan yang
dihadapi. Di samping itu, Muslim Negarawan
menjadi “icon” baru bagi peristilahan
kepemimpinan bangsa yang didorong hingga
pilpres 2009. Prestasi ini patut dijaga dan
dikembangkan.
Pasca 10 tahun reformasi dan memasuki
era pemerintahan baru, maka KAMMI harus
mentransformasi gerakan lebih progresif.
Mengingat pembacaan teoritisasi momentum
sejarah sebelumnya dan berbagai perubahan aktual
Mihwar Gerakan ---------------------------------------------------------------------------------------
Peran KAMMI di era Jilid ke 2 ini didasarkan pada:
1. Kesadaran sejarah. KAMMI adalah bagian dari
mata rantai sejarah perjuangan umat Islam,
bangsa Indonesia, dan gerakan mahasiswa.
Karena itu masa depan gerakan adalah
mengemban cita-cita yang dititipkan sejarah
Islam, nusantara, dan gerakan mahasiswa.
2. Kondisi aktual (al-waqi’i). KAMMI hadir di era
terbuka, masyarakat yang kritis, persaingan
antar negara, hingga hegemoni korporasi global
terhadap negara-negara yang dikendalikan
pihak-pihak tertentu yang tampak dan
tersembunyi.
3. Perkembangan kapasitas gerakan. KAMMI tidak
mungkin melakukan perbuatan di luar
kapasitas gerakannya. KAMMI selalu
menyandarkan gerakannya pada kapasitas
dirinya sebagai kaum muda dan mayoritas
mahasiswa. Namun dengan potensi yang
dimilikinya, KAMMI akan terus melakukan
grade atas kinerja dan performa gerakannya,
seiring dengan kualitas mahasiswa yang masuk
lalu adalah bahwa KAMMI berhasil melakukan
penguatan aksi politik domestik yang menjadikan
KAMMI diperhitungkan di level nasional. Berbagai
diraih, setidaknya dalam
konteks gerakan mahasiswa, KAMMI cukup leading
dalam berbagai isu kebangsaan. Mulai aksi
penggantian rezim, pelaksanaan Enam Visi
Reformasi, mengkritisi kebijakan-kebijakan
strategis dari privatisasi BUMN, privatisasi
isu Badan Hukum Pendidikan),
pemberantasan korupsi, pengasawan
pemerintahan daerah, keterlibatan dalam
undangan pemuda, dan
Secara internal pada tahun 2005 KAMMI
berhasil merumuskan manhaj kaderisasi baru yang
Kaderisasi 1427 H atau dikenal
dengan Manhaj Kaderisasi Muslim Negarawan.
Manhaj ini diujicobakan dalam rentang waktu 4
tahun. Setelah itu dilakukan evaluasi dan revisi
dalam rangka penyesuaian terhadap berbagai
perkembangan internal dan tantangan yang
hadapi. Di samping itu, Muslim Negarawan
menjadi “icon” baru bagi peristilahan
kepemimpinan bangsa yang didorong hingga
pilpres 2009. Prestasi ini patut dijaga dan
Pasca 10 tahun reformasi dan memasuki
era pemerintahan baru, maka KAMMI harus
mentransformasi gerakan lebih progresif.
Mengingat pembacaan teoritisasi momentum
sejarah sebelumnya dan berbagai perubahan aktual
yang semakin menantang, KAMMI perlu melakukan
transformasi gerakan. Transformasi ini diarahkan
pada gerakan yang lebih massi
kekuatan signifikan dalam melakukan perubahan.
Di dalam renstra ini transformasi gerakan ini
dinamakan dengan istilah KAMMI Jilid 2.
KAMMI Jilid 2 adalah era di mana KAMMI
sudah tidak lagi hidup di era ’98, yang mana
tantangan gerakan begitu definitif: ganti rezim
Orba. KAMMI Jilid 2 ini adalah era baru yang lebih
terbuka. Hidup di era akumulasi 3 momentum
sejarah sekaligus: momentum pergeseran
peradaban global, momentum kebangsaan, dan
momentum sejarah baru gerakan mahasiswa. Di
sini tantangan KAMMI sebagai kaum muda muslim
pun semakin kompleks dan karenanya
membutuhkan desain gerakan yang tidak
sederhana.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Peran KAMMI di era Jilid ke 2 ini didasarkan pada:
Kesadaran sejarah. KAMMI adalah bagian dari
mata rantai sejarah perjuangan umat Islam,
bangsa Indonesia, dan gerakan mahasiswa.
Karena itu masa depan gerakan adalah
cita yang dititipkan sejarah
Islam, nusantara, dan gerakan mahasiswa.
). KAMMI hadir di era
terbuka, masyarakat yang kritis, persaingan
antar negara, hingga hegemoni korporasi global
negara yang dikendalikan oleh
pihak tertentu yang tampak dan
Perkembangan kapasitas gerakan. KAMMI tidak
mungkin melakukan perbuatan di luar
kapasitas gerakannya. KAMMI selalu
menyandarkan gerakannya pada kapasitas
dirinya sebagai kaum muda dan mayoritas
mahasiswa. Namun dengan potensi yang
erus melakukan up-
atas kinerja dan performa gerakannya,
seiring dengan kualitas mahasiswa yang masuk
ke KAMMI dan jumlah alumni yang kian
bertambah.
Ketiga landasan ini diikat dalam satu istilah
yang disebut dengan mihwar gerakan.
Transformasi gerakan erat kaitannya dengan
perkembangan orbit/mihwar gerakan. Mihwar
gerakan KAMMI diambil dari hasil teoritisasi atas
ideologi gerakan atau prinsip gerakannya.
Secara bahasa mihwar
Arab yang artinya sumbu, pusat/titik, atau poros.
Dalam konteks gerakan sosial, mihwar biasanya
diartikan sebagai poros sosial. Dalam bahasa
dakwah mihwar lebih pada poros sosial dakwah
yakni di mana jangkauan dakwah telah mencapai
jangkauan domain sosial tertentu. Semisal,
tandzimi diartikan poros organi
yakni pengorganisasian para du’at. Lalu masuk ke
mihwar sya’bi yakni pengorganisasian masyarakat
menjadi masyarakat dakwah. Lalu masuk ke
mihwar mu’assasi yakni jangkauan dakwah pada
pengorganisasian institusi publik seperti parlemen.
Baru masuk ke mihwar dauli
dakwah pada pengorganisasian Negara secara utuh.
yang semakin menantang, KAMMI perlu melakukan
transformasi gerakan. Transformasi ini diarahkan
pada gerakan yang lebih massif dan memiliki
kekuatan signifikan dalam melakukan perubahan.
Di dalam renstra ini transformasi gerakan ini
dinamakan dengan istilah KAMMI Jilid 2.
KAMMI Jilid 2 adalah era di mana KAMMI
sudah tidak lagi hidup di era ’98, yang mana
definitif: ganti rezim
Orba. KAMMI Jilid 2 ini adalah era baru yang lebih
terbuka. Hidup di era akumulasi 3 momentum
sejarah sekaligus: momentum pergeseran
peradaban global, momentum kebangsaan, dan
momentum sejarah baru gerakan mahasiswa. Di
an KAMMI sebagai kaum muda muslim
pun semakin kompleks dan karenanya
membutuhkan desain gerakan yang tidak
ke KAMMI dan jumlah alumni yang kian
Ketiga landasan ini diikat dalam satu istilah
yang disebut dengan mihwar gerakan.
n erat kaitannya dengan
perkembangan orbit/mihwar gerakan. Mihwar
gerakan KAMMI diambil dari hasil teoritisasi atas
ideologi gerakan atau prinsip gerakannya.
mihwar bersal dari bahasa
Arab yang artinya sumbu, pusat/titik, atau poros.
onteks gerakan sosial, mihwar biasanya
diartikan sebagai poros sosial. Dalam bahasa
dakwah mihwar lebih pada poros sosial dakwah
yakni di mana jangkauan dakwah telah mencapai
jangkauan domain sosial tertentu. Semisal, mihwar
diartikan poros organisasional dakwah
yakni pengorganisasian para du’at. Lalu masuk ke
yakni pengorganisasian masyarakat
menjadi masyarakat dakwah. Lalu masuk ke
mihwar mu’assasi yakni jangkauan dakwah pada
pengorganisasian institusi publik seperti parlemen.
mihwar dauli yakni jangkauan
dakwah pada pengorganisasian Negara secara utuh.
6. Perlu diingat bahwa perkembangan mihwar
dalam dakwah dari satu mihwar ke mihwar yang
lainnya bukan berarti meninggalkan mihwar
sebelumnya. Melainkan mihwar atau poros
tersebut meluas. Arti meluas otomatis poros
sebelum dan wilayah baru terintegrasikan.
Demikian juga dengan mihwar yang dirancang
KAMMI. KAMMI merancang mihwar gerakan ini
untuk memberikan titik tekan (tarkiz) dalam
dakwah. Tanpa fokus gerakan maka gerakan akan
kehilangan arah. Fokus gerakan ini dirancang
dalam rencana mencapai cita-cita tertentu. Namun
sebuah cita-cita haruslah terbangun secara
sistematis dalam upaya pencapaiannya. Dan sekali
lagi, fokus gerakan pada mihwar tertentu bukan
berarti meninggalkan mihwar lainnya. Mihwar yang
telah dilalui harus menjadi tulang punggung
gerakan dan harus senantiasa dipupuk terus
menerus. Sedangkan mihwar yang belum dicapai
tetap direncanakan, disiapkan dan tidak dilalaikan.
Sebab setelah melewati satu mihwar maka kita siap
memasuki mihwar berikutnya. Bila mihwar
berikutnya tidak disiapkan bisa jadi kita set back
karena ketidaksiapan menghadapi situasi baru
tersebut.
Mihwar gerakan KAMMI disusun menjadi
enam mihwar gerakan. Mihwar ini diambil dari
teoritisasi prinsip gerakan KAMMI ke dalam
perluasan perjalanan dakwah KAMMI. Mihwar
gerakan ini penting sebab dengan adanya rumusan
mihwar gerakan, maka KAMMI tidak mudah
dimakan agenda orang lain atau bahkan
dipermainkan isu-isu publik yang memicu
reaksioner gerakan mahasiswa. Dengan rumusan
mihwar gerakan maka perjuangan kader-kader
KAMMI dapat dikategorikan tidak saja berjihad
melainkan berjihad bil manhaj.
Teoritisasinya sebagai berikut:
Prinsip Gerakan KAMMI
Teoritisasi
Transformasional
Mihwar Gerakan
Kemenangan Islam adalah Jiwa
Perjuangan KAMMI
Ideologisasi
Kebatilan adalah Musuh Abadi
KAMMI
Resistensi
Solusi Islam adalah Tawaran
Perjuangan KAMMI
Reformulasi
Perbaikan adalah Tradisi
Perjuangan KAMMI
Rekonstruksi
Kepemimpinan Umat adalah
Strategi Perjuangan KAMMI
Leaderisasi
Persaudaraan adalah Watak
Muamalah KAMMI
Internasionalisasi
Ada 6 Mihwar Gerakan KAMMI dalam membangun Indonesia:
1. Fase Ideologisasi (…-98)
Secara ideologis KAMMI lahir tidak di tahun ’98. Ideologinya lahir sejak mula datangnya Islam oleh para
nabi dan rasul. “Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar
dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (Qs. Al-Fath [48]: 28). Spirit ini
tampak nyata ketika tarbiyah mulai massif di kampus pada era ‘80-an. Terlahir para pendiri KAMMI yang
membawa spirit Islamisasi komprehensif di semua lini kehidupan dan diawali di sekolah dan kampus. Di sini
tampak nyata bahwa cita-cita kemenangan Islam menjadi spirit awal dan menjiwa perjuangan kader-kader
KAMMI. Kemenangan Islam adalah jiwa perjuangan KAMMI.
2. Fase Resistensi (98-2004)
Sejak kelahirannya pasca Munas FSLDK (Musyawarah Nasional Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah
Kampus), KAMMI menegaskan menjadi bagian tak terpisahkan dari agenda kerakyatan. Sejak itu agenda-
agenda resistensi terhadap kekuasaan otoriter Soeharto semakin massif. Satu hal yang pasti: rezim Orba harus
segera diakhiri. Di sini tersemai spirit kebatilan adalah musuh abadi KAMMI. Fase resistensi ini terus
berlanjut hingga rakyat mendapatkan kesempatan untuk menentukan pemimpin pilihannya sendiri.
3. Fase Reformulasi (2004-2009)
Fase ini mengawali pemerintahan baru dengan legitimasi kuat pilihan rakyat karena presiden dipilih
langsung oleh rakyat. Gubernur dan Kepala Daerah pun langsung dipilih rakyat secara transparan. Pada saat
yang sama struktur negara pun semakin kuat. Hadir Mahkamah Konstitusi, kokoh pula Komisi Pemberantasan
Korupsi, dan lembaga kenegaraan lainnya. Di fase ini masyarakat pun semakin kuat dengan gerakan
7. kemandirian sipil lembaga swadaya masyarakatnya yang menunjukkan hadirnya format sosial baru di
Indonesia. Mahasiswa pun hadir tidak lagi sebagai penyambung lidah rakyat, karena rakyat telah ‘berlidah’
sendiri untuk memperjuangkan aspirasinya. Mahasiswa dituntut untuk masuk ke fase baru yakni melakukan
reformulasi negaranya dengan lebih strategis. Ini yang menjadi tantangan gerakan mahasiswa. KAMMI dalam
hal ini menawarkan formulasi model kepemimpinan baru yang dikenal dengan model kepemimpinan Muslim
Negarawan. Tawaran ini adalah cermin dari prinsip gerakan KAMMI, solusi Islam adalah tawaran
perjuangan KAMMI.
4. Fase Rekonstruksi (2009-2014)
Fase 2009 merupakan fase titik balik yang menentukan. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi.
Namun yang pasti setiap gerakan harus memiliki rencana strategis (renstra) di tengah turbulensi nasional dan
global ini. Rencana strategis di lima tahun ke depan adalah menggulirkan Narasi Rekonstruksi Kebangsaan
yang Islami. “Rekonstruksi” harus menjadi icon bagi pergerakan Indonesia. Rekonstruksi ini membawa agenda
mentransformasikan demokrasi dari demokrasi formal saat ini menuju demokrasi substansial. Demokrasi
yang dibutuhkan bukan lagi keseimbangan kekuasaan (power sharing) antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif,
melainkan bagaimana rakyat dapat sejahtera, aman secara politik dan ekonomi, bermartabat secara budaya,
serta kompetitif di kancah global. Ini political content yang mesti digulirkan. Inti dari political content di sini
adalah mengakhiri sepuluh tahun transisi demokrasi yang bertambal sulam dalam demokrasi formal, lalu
memasuki demokrasi substansial, yang lebih mengedepankan agenda kolektif kebangsaan pada pembangunan
kesejahteraan masyarakat, kedaulatan Negara, dan kompetitif di kancah global.
Di antara political content yang harus dibangun adalah melandaskan ideologi pada kemanusiaan dan
keindonesiaan, bukan lagi ideologi Timur dan Barat, atau utara dan selatan. Sehingga dalam konteks
keindonesiaan perlu dibangun konsep nasionalisme baru, nasionalisme progresif bukan nasionalisme
romantis. Di titik ini para elit penguasa pun harus mampu membangun politik rekonsiliasi dalam rangka
rekonstruksi keindonesiaan, gerakan mahasiswa pun harus lebih banyak tampil mempelopori gerakan-gerakan
perbaikan dan konstribusi nyata dalam upaya rekonstruksi baik dari segi amal kemasyarakatan maupun
penyaiapan SDM unggulan.
Di sini, KAMMI harus mengkonstruk kader-kadernya meningkatkan keahlian di bidangnya dan
bergerak sesuai kompetensinya. Kelak, kader yang kompeten di bidang ekonomi syariah bekerja keras
memperbaiki resesi ekonomi di sektor real dan makro. Kader di kedokteran pun bekerja memberikan
pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat. Kader di bidang politik pun bersungguh-sungguh
membangun sistem terbaik bagi masyarakat. Para kader pengusaha menjadi perekrut pekerja terbanyak yang
turut menyelamatkan ekonomi keluarga miskin dan menambah devisa negara. Agenda rekonstruksi di
berbagai level ini sebagai bukti bahwa perbaikan adalah tradisi perjuangan KAMMI.
Secara gerakan mahasiswa, kader-kader KAMMI harus memainkan pola baru gerakan yakni
mengkombinasikan gerakan aksi dan narasi. Yakni membangun aksi pengawasan parlemen dan pemerintahan
serta sosial, juga mewacanakan narasi baru untuk mengarahkan arah perjuangan Indonesia ke masa depan
yang lebih baik dan kompetitif di kancah global. Dengan demikian akan terbangun pola gerakan integratif
antara “aksi dan presentasi”. Jadi penampilan KAMMI dapat masuk di ranah publik dan ilmiah sekaligus.
5. Fase Leaderisasi (2014-2019)
Bila dalam rentang lima tahun ini KAMMI beserta para alumninya berhasil merekonstruksi bangsa ini,
maka hanya kepercayaan yang akan diberikan masyarakat pada KAMMI untuk memimpin negeri ini. Sudah
saatnya umat ini tampil menjadi pemimpin negeri ini di berbagai sektornya, baik di pemerintahan, media,
hukum, bidang ketahanan militer, ketahanan pangan, teknologi, energi, informasi, pelayanan, bisnis, rektorat
kampus, dan lain sebagainya. Tentu di fase ini usia kader dan alumni KAMMI sudah tidak hanya 20 tahun level
mahasiswa melainkan sudah ada yang seusia 30-an seperti Nabi Yusuf as. yang layak memimpin negeri.
Kepemimpinan harus merata di segala sektor. Yang pasti di fase ini, tidak hanya dari organ KAMMI (dan
alumni) yang memimpin tapi dari organ lainnya yang memiliki jiwa kenegarawanan. Karena disadari bahwa
yang menyadari pentingnya ide rekonstruksi sudah sangat massif dan banyak yang ingin berperan. Tapi yang
jelas semangat ini adalah implementasi dari spirit kepemimpinan umat adalah strategi perjuangan KAMMI.
6. Fase Internasionalisasi (2019-2024)
Jika bangsa ini telah bersatu dalam semangat reliji dan kebaikan, maka kebaikan Indonesia harus
diperluas untuk dirasakan oleh negeri lainnya. Karena itu Indonesia harus mengawali spirit global partnership
(kerjasama global) dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan. Ini adalah implementasi dari
ukhuwah Islamiyah, ukhuwah insaniyah, dan ukhuwah ‘alamiyah. KAMMI berprinsip persaudaraan adalah
watak mu’amalah kammi. Jika banyak negara merancang visi 2020, kammi lebih awal di tahun 2019 sudah
8. menabuh genderang global partnership
bebasnya dengan meyakini tesis pemenang dunia global adalah kapitalisme liberal. KAMMI hanya meyakini
dengan usaha perbaikan yang telah dilakukannya, kisah kapitalisme liberal Barat yang sangat rakus ini berhasil
dihentikan di Indonesia dengan ekonomi barunya, ekonomi spiritual, lalu kita memasuki fase baru dengan
global new map (peta global baru) dengan Islam sebagai kekuatannya.
SKEMA GERAKAN REKONSTRUKSI
Rekonstruksi Keislaman dalam Konteks
A. Integrasi Ideologi Islam dan Indonesia
Agenda pertama adalah melakukan integrasi
ideologi antara Islam dan Indonesia. Selama ini
ada semacam gap antara muslim dan
negaranya, umat Islam selalu terpinggirkan
dalam pusaran sejarah bangsa. Dibutuhkan
tafsir baru yang mendekatkan ideologi negara
pada nuansa keislaman. Berikut ini adalah
upaya penafsiran ulang atas keislaman
Indonesia:
1. Pancasila.
Sebagian kalangan memaknai Pancasila
(mabadi’ul khamsah) sebagai simbol
kekalahan umat Islam, akibat dicoretnya 7
kata yang spesifik: menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Bagi kaum
muda muslim bermental penakluk,
pancasila bukanlah simbol kekalahan, tapi
pintu kemenangan. Perhatikan saja, lima
sila itu tidak menghilangkan substansi Islam
yang universal. Pertama, Rabbaniyah
Tauhidiyah. Kedua, Insaniyah Akhlakiyah
Ketiga, Wihdah wal Ukhuwah. Keempat,
Hikmah wal Musyawarah. Kelima,
al-Ijtima’iyah.
2. Konstitusi Bervisi Internasional
daripada negara lainnya yang menghendaki pa
bebasnya dengan meyakini tesis pemenang dunia global adalah kapitalisme liberal. KAMMI hanya meyakini
dengan usaha perbaikan yang telah dilakukannya, kisah kapitalisme liberal Barat yang sangat rakus ini berhasil
engan ekonomi barunya, ekonomi spiritual, lalu kita memasuki fase baru dengan
(peta global baru) dengan Islam sebagai kekuatannya.
SKEMA GERAKAN REKONSTRUKSI
Rekonstruksi Keislaman dalam Konteks Kebangsaan ------------------------------------
Integrasi Ideologi Islam dan Indonesia
Agenda pertama adalah melakukan integrasi
ideologi antara Islam dan Indonesia. Selama ini
ada semacam gap antara muslim dan
Islam selalu terpinggirkan
dalam pusaran sejarah bangsa. Dibutuhkan
tafsir baru yang mendekatkan ideologi negara
pada nuansa keislaman. Berikut ini adalah
upaya penafsiran ulang atas keislaman
Sebagian kalangan memaknai Pancasila
) sebagai simbol
kekalahan umat Islam, akibat dicoretnya 7
kata yang spesifik: menjalankan syariat
pemeluknya. Bagi kaum
muda muslim bermental penakluk,
pancasila bukanlah simbol kekalahan, tapi
kan saja, lima
sila itu tidak menghilangkan substansi Islam
Rabbaniyah
Insaniyah Akhlakiyah.
. Keempat,
. Kelima, Al-‘Adalah
ernasional
Tidak perlu takut dengan transnasional,
karena konstitusi Indonesia mengajarkan
kita untuk transnasional. Kalimat utama
yang menjadikan bangsa Indonesia
memiliki jiwa transnasional adalah
“Kemerdekaan ialah hak segala bangsa. Oleh
karena itu segala bentuk penjajahan di
muka bumi harus dihapuskan.” Kalimat ini
menegaskan agar rakyat Indonesia berani
melakukan pembebasan negeri
penjajahan asing (tahrirul wathon
3. Kemerdekaan yang Islami
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945 atau bertepatan dengan tanggal 9
Ramadhan. Atau 10 hari pertama bulan suci
Ramadhan yang dikenal sebagai hari
rahmat. Karena itu dalam Preambule UUD
’45 disebutkan “Dengan Rahmat Allah SWT”.
Di samping itu, tanggal 17 bulan 8 tahun 45
memiliki relevansi dengan surat 8 (al
ayat 17 tentang kemerdekaan.
kalian yang membunuh mereka, akan tetapi
Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan
kalian yang melempar ketika kalian
melempar, tetapi Allah
(Allah berbuat demikian untuk
membinasakan mereka) dan untuk memberi
kemenangan kepada orang
dengan kemenangan yang baik.”
daripada negara lainnya yang menghendaki pasar bebas sebebas-
bebasnya dengan meyakini tesis pemenang dunia global adalah kapitalisme liberal. KAMMI hanya meyakini
dengan usaha perbaikan yang telah dilakukannya, kisah kapitalisme liberal Barat yang sangat rakus ini berhasil
engan ekonomi barunya, ekonomi spiritual, lalu kita memasuki fase baru dengan the
Tidak perlu takut dengan transnasional,
karena konstitusi Indonesia mengajarkan
kita untuk transnasional. Kalimat utama
yang menjadikan bangsa Indonesia
memiliki jiwa transnasional adalah
“Kemerdekaan ialah hak segala bangsa. Oleh
ala bentuk penjajahan di
muka bumi harus dihapuskan.” Kalimat ini
menegaskan agar rakyat Indonesia berani
melakukan pembebasan negeri-negeri dari
tahrirul wathon).
Kemerdekaan yang Islami
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus
au bertepatan dengan tanggal 9
Ramadhan. Atau 10 hari pertama bulan suci
Ramadhan yang dikenal sebagai hari-hari
rahmat. Karena itu dalam Preambule UUD
’45 disebutkan “Dengan Rahmat Allah SWT”.
Di samping itu, tanggal 17 bulan 8 tahun 45
dengan surat 8 (al-Anfal)
ayat 17 tentang kemerdekaan. “Bukanlah
kalian yang membunuh mereka, akan tetapi
Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan
kalian yang melempar ketika kalian
melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.
(Allah berbuat demikian untuk
embinasakan mereka) dan untuk memberi
kemenangan kepada orang-orang mukmin,
dengan kemenangan yang baik.” (Qs. Al-
9. Anfal: 17) Ayat ini jelas menyatakan bahwa
yang memerdekakan negeri ini bukanlah
para pahlawan yang gugur di medan jihad
dan dikubur di taman makam pahlawan,
melainkan hakikatnya Allah-lah yang
melakukannya. Karena itu wajar juga dalam
Pembukaan UUD ’45 disebutkan “Dengan
Rahmat Allah SWT”, bukan berkat
perjuangan para pahlawan. Setelah
merdeka, akan banyak lagi masalah dan
musuh, karena itu pula maka setelah
merdeka, Indonesia harus dibangun atas
nama Allah SWT. Qs. Al-Anfal: 45
menyatakan: Hai orang-orang yang beriman
apabila kamu bertemu dengan kelompok
(musuh), maka berteguh hatilah kamu dan
sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya
agar kamu beruntung.
4. Merah Putih, Dua Warna Kecintaan
Rasulullah
Bendera merah putih sesungguhnya adalah
tradisi yang dilestarikan para Ulama untuk
menjaga dua warna kecintaan Rasulullah.
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah melipat untukku bumi,
maka aku bisa melihat ujung timur bumi dan
ujung baratnya. Dan sesungguhnya
kekuasaan umatku akan mencapai apa yang
dilipat untukku. Aku juga dikaruniai dua
perbendaharaan (kekayaan) merah dan
putih.” (HR. Muslim: Kitabul Fitan nomor
5144, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Juga
diriwayatkan oleh Ahmad dari Syadad bin
Aus. Dinyatakan shahih oleh Al-Bani dalam
Silsilah al-Ahadits al-Shahihah nomor 2).
Tidak ada ulama yang secara spesifik berani
menafsirkan makna dari kekayaan merah
putih tersebut. Tapi bila kita korelasikan
dengan temuan-temuan saintifik terbaru,
kekayaan merah putih itu merujuk pada
negeri Atlantis yang dikenal kaya raya di
darat dan lautannya. Negeri Atlantis adalah
benua yang tenggelam oleh lautan sejak
berakhirnya Jaman Es 11.600 tahun lalu
setinggi 120 hingga 150 meter. “Negeri
Atlantis itu”, seperti ditegaskan oleh Prof.
Arysio Santos, seorang geolog dan fisikawan
nuklir asal Brazil, dalam bukunya Atlantis:
The Lost Continent Finally Found (1997-
2009), “adalah Indonesia”. Pulau-pulau
sebanyak 17.000 lebih itu merupakan
puncak dari benua besar Atlantis yang
tersisa. Santos juga mengungkapkan bahwa
Atlantis ini disebutkan dalam seluruh
ajaran-ajaran tradisi kuno dan agama-
agama semitis. Yang menarik, definisi
Atlantis yang diungkap Plato 25 abad lalu
secara lengkap merujuk kepada negeri yang
disebut Indonesia. Yakni “surga” beriklim
tropis yang penuh dengan segala jenis
keindahan dan kekayaan: daratan-daratan
yang luas dan lading-ladang yang indah,
lembah dan gunung-gunung; batu-batu
permata dan logam dari berbagai jenis;
kayu-kayu wangi, wewangian, dan bahan
celup yang sangat tinggi nilainya; sungai-
sungai, danau-danau, dan irigasi yang
melimpah, pertanian yang paling produktif;
istana-istana bertabur emas, tembok perak,
dan benteng; gajah dan segala jenis
binatang buas, pulau-pulau rempah-rempah
(Moluccas atau Maluku) dan sebagainya.
5. Nama Indonesia yang Visioner
Banyak perspektif menyebut asal usul nama
Indonesia. Di antaranya menyatakan bahwa
Indonesia diambil dari kata Hindia dan
nesia (nation), yang berarti kepulauan-
kepulauan Hindia. Karena itu Belanda
sebagai penemu Indonesia menyebutnya
Hindia-Belanda. Nama Hindia-Belanda
adalah klaim bahwa Belandalah negara
Eropa pertama yang menemukan negeri
penghasil rempah-rempah terbesar di
dunia, agar tidak ada klaim bagi negara lain
yang menyusuri jalur niaga nusantara ini.
Nama ini adalah klaim penjajah dan
merupakan kekeliruan, karena Indonesia
sudah memiliki nama besar sebelumnya
yakni nusantara.
Baik Nusantara maupun Indonesia,
sesungguhnya dua nama ini adalah nama
yang visioner. Nusantara adalah gabungan
nama yang bermakna antar nusa (Yunani:
nesos) atau antar pulau. Bentangannya lebih
luas mencakup Indonesia sekarang,
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Sedangkan nama Indonesia adalah nama
visioner yang menggabungkan dua kata:
Indo dan Nesia. Indo berarti gabungan dan
Nesia berarti bangsa (nation). Jadi nama ini
merupakan pencitraan tentang masa depan
yakni akan terbangunnya gabungan atau
integrasi bangsa-bangsa. Boleh jadi inilah
makna dari hadits di atas: “… Aku juga
dikaruniai dua perbendaharaan
(kekayaan) merah dan putih.”
Perbendaharaan merah dan putih ini adalah
Indonesia, yang kaya raya akan berbagai
sumber daya strategis. Allohu a’lam bish-
showab
10. B. Transformasi Demokrasi Prosedural ke
Substansial
Agenda kedua adalah mengarahkan negara
pada kerja-kerja substansial, yakni:
1. Menyegarkan kembali solidaritas
keberislaman Indonesia, seperti
optimalisasi peran ulama, tarbiyah
Islamiyah, penegakkan solat, zakat, dan lain-
lain.
2. Menyelenggarakan proyek-proyek kebaikan
secara massif, mencakup bidang
pendidikan, riset, teknologi, pertanian,
penerapan ekonomi syariah, kewirausahaan
pemuda, pengelolaan potensi maritim,
optimalisasi potensi daerah, pertahanan
dan keamanan, dan lain-lain.
3. Menghentikan dan mencegah proyek-
proyek keburukan, seperti korupsi, judi,
narkoba, penyalahgunaan wewenang,
intervensi negative dari pihak asing, dan
lain-lain.
Substansi berkuasa itu terletak di dalam ayat
berikut ini:
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan
zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah
dari perbuatan yang mungkar; dan kepada
Allah-lah kembali segala urusan. (Qs. Al-Hajj
[22]: 41)
C. Menjaga Pemerintahan dalam Koridor
Kontrak Amanah
Agenda ketiga adalah mengawasi berjalannya
pemerintahan. Kekuasaan dalam Islam bersifat
kontrak. Bila penguasa sudah tidak amanah,
maka kontrak bisa dicabut. Islam tidak
mengajarkan kekuasaan karena darah
keturunan atau kekuatan mistik, dari gunung,
wangsit atau klaim dari Tuhan. Tapi kekuasaan
dalam Islam bersifat pelayanan dan
kepercayaan (khidmah wal amanah). Bila
sudah tidak dipercaya maka kekuasaan bisa
dicabut. Namun demikian, kekuasaan adalah
godaan. Ibnu Qoyyim menyebutnya sebagai
syahwat terbesar dan tertinggi di atas syahwat
yang lainnya, karena ketika kekuasaan sudah
didapat, maka seluruh syahwat akan lebih
mudah disalurkan. Karena itu menjaga dan
mengawasi pemerintahan agar berjalan pada
koridor amanahnya merupakan tugas yang
wajib dilakukan oleh KAMMI. Sebab lain adalah
karena kekuasaan negara merupakan incaran
berbagai pihak berkepentingan dari skala kecil
hingga skala korporasi global.
Tren Kader Kammi Dalam Kinerja Politik Peradaban -------------------------------------
Di samping agenda-agenda yang sudah disebutkan
di atas, berikut ini adalah tren gerakan KAMMI yang
perlu menjadi prioritas dalam rangka membangun
budaya gerakan agar menjadi tradisi personal
kadernya.
A. Tren Kader KAMMI Berbasis Riset
Kader KAMMI harus membiasakan diri
melakukan riset. Kunci pertama riset adalah
membaca secara mendalam dan terjun ke
lapangan mendalami persoalan hingga tuntas.
Kunci kedua adalah merekam jejak riset itu
secara tertulis dalam database. Lalu, kunci
ketiga adalah interpretasi data secara kritis-
objektif dan terkadang intuitif. Di sini membaca,
terjun ke lapangan, dan menganalisa harus
menjadi budaya kader.
B. Tren Kader KAMMI Berbasis Kompetensi
Secara personal, kader KAMMI harus bisa
mempertanggungjawabkan spesialisasinya di
publik. Kader KAMMI harus dikenal sebagai
pakar di bidangnya, sekalipun ia masih kuliah
atau sudah alumni. Dan kader KAMMI harus up-
date dengan kebijakan pemerintah dan tren
global yang terkait dengan bidangnya. Secara
organisasional, kader KAMMI harus mengambil
inisiatif membangun aliansi dengan masyarakat
berbasis kompetensi/kelompok epistemic
dalam rangka mendalami kompetensinya dan
menyalurkan bakatnya, bahkan mengadvokasi
sesuai kapasitas kepakarannya.
C. Tren Kader KAMMI Berbasis Entrepreneur
Secara personal, kader KAMMI harus memiliki
usaha baik sebagai sumber ma’isyahnya
maupun sebagai pendapatan tambahan. Usaha
yang dibangun sebaiknya dijalankan secara
team work, mendayagunakan tenaga/modal
orang lain. Hal ini melatih kapasitas
kepemimpinan kader, mengasah intuisi,
mengelola konflik, dan lain-lain. Hal ini semua
diawali dengan membangun mental dan
wawasan entrepreneur. Mental entrepreneur
berarti menjadikan diri kader sebagai orang
yang visioner, mandiri, bertanggung jawab, siap
11. menghadapi resiko, mampu bekerja sama, cepat
mengambil peluang, kreatif menciptakan
program dan inovatif memberikan solusi.
1. Negara saat ini tengah di persimpangan sejarah. Bergerak tanpa narasi besar di tengah arus
besar peralihan peradaban dunia. Kehilangan narasi besar ini menjadi pertanyaan
mendasar, mau dibawa ke mana Indonesia tercinta ini? Di situasi seperti ini dibutuhkan
anak-anak muda yang berani mengajukan narasi gerakannya sebagai stimulus bagi
kemunculan situasi baru.
2. Gerakan mahasiswa mengalami kehilangan orientasi ketika tarikan elit begitu kuat, alih-alih
menjaga kesejatiannya sebagai gerakan intelektual, malah terjebak menjadi gerakan
partisan. Gerakan mahasiswa semakin minim melakukan kajian politik, karena itu lebih
banyak terjebak menjadi permainan politik.
3. Situasi ini harus segera dipulihkan agar gerakan mahasiswa yang notabene adalah manusia
berusia produktif dapat berperan jauh lebih besar ketimbang dalam politik pragmatis.
Trend Gerakan Riset dan Kompetensi harus segera dimassifkan di kalangan aktivis
mahasiswa, terutama kader KAMMI.
4. Trend gerakan riset dan kompetensi ini pada hakikatnya adalah trend yang menyatukan
elemen-elemen bangsa di aras pengetahuan. Karena perbedaan selalu dapat diselesaikan
dalam titik temu pengetahuan.
5. Gairah trend gerakan riset dan kompetensi juga akan menjadi progresif dengan membuka
jaringan internasional di bidang riset dan pengembangan kapasitas pengalaman kader di
kancah internasional. Kemajuan bangsa-bangsa karena mereka bertumpu pada kualitas
Brain Drain Circulation (sirkulasi orang-orang cerdas di dunia).
6. India telah memulai sejarah reserve brain drain (menarik orang-orang cerdasnya di luar
negeri) yang sebelumnya India lebih banyak mengekspor orang-orang cerdas ke luar negeri
yang kemudian berdampak pada keterpurukan negaranya. Namun kini, ketika infrastruktur
negaranya sudah disiapkan, dan orang-orang cerdas itu ditarik ke dalam negeri, India
semakin melesat ke level global dengan sangat kompetitif. Indonesia perlu mencontoh hal
ini. Yang perlu dicontoh adalah memberikan pengalaman internasional pada kaum muda
cerdas untuk belajar dan berkiprah di luar negeri dan segera menariknya untuk
membangun bangsanya sendiri.
7. Jadi, gerakan berbasis riset dan berbasis kompetensi adalah dua hal yang urgen untuk
dimulai, terlebih bila ke depan Perguruan Tinggi kita dorong untuk berada di bawah
Menristek tidak di bawah Mendiknas, agar Perguruan Tinggi kita berlevel kampus riset yang
memiliki daya saing global, sebagaimana di Malaysia dan Jerman. Visi pendidikan harus
segera diubah, tidak terjebak pada menyiapkan tenaga kerja global (global employee),
melainkan menyiapkan para pemimpin global berbasis kompetensi (the global future
leaders base on talent).
8. Di antara bentuk praktis dari gerakan berbasis riset dan gerakan berbasis kompetensi
adalah diperbanyaknya penyelenggaraan workshop ilmiah nasional antar kader kampus
sesuai kompetensi jurusannya. Ke depannya kader hasil workshop ini dirancang sebagai
think thanker gerakan KAMMI yang dapat menyoroti kebijakan publik serta mendorong
alternatif baru kebijakan pemerintah yang lebih progresif dan ilmiah.
9. Bentuk praktis lain adalah pemberangkatan kader-kader unggul sesuai kompetensinya ke
luar negeri dalam paket program short course (kursus singkat), student exchange
(pertukaran mahasiswa), bahkan melanjutkan studi postgraduate, dipilih dari kader level
AB3 dengan minimal IPK 3, komitmen berorganisasi, dan komitmen tarbiyah yang bagus.
Bidang-bidang yang dikembangkan mencakup berbagai bidang yang disesuaikan dengan
kebutuhan bangsa ke depan dan kecenderungan umum kader, semisal bidang ekonomi
Islam, energi, teknologi, ekonomi dan bisnis, otonomi daerah, hingga politik hubungan
internasional, kafa’ah syar’i, dan lain-lain.
10. Gerakan mahasiswa berbasis riset dan kompetensi mendekatkan gerakan KAMMI pada
kelompok epistemik, kalangan akademisi, pengambil kebijakan negara, kelompok
masyarakat, dan kalangan gerakan Islam itu sendiri. Integrasi kelompok pemikir strategi ini
12. akan memperkokoh negara. Karena keputusan damai atau perang bagi sebuah negara, tidak
bisa diputuskan dengan ceramah yang berkobar-kobar, melainkan ia merupakan hasil
ijtihad dari kalangan ulama, akademisi, intelektual, dan kelompok strategis lain yang secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi validitas pengambilan keputusan negara.
11. Kepemimpinan entrepreneur menjadikan idealisme menjadi lebih nyata. Politik nilai
bertemu dengan kenyataan bila ditopang dengan mentalitas interpreneur yang menekankan
kemandirian, kepeloporan, integritas, kepercayaan, kepemimpinan, ketegasan, tanggung
jawab, kerja sama, kemauan yang keras, cepat belajar, cepat membaca peluang dan cepat
bertindak, serta gairah progresif pada perluasan kebermanfaatan pada masyarakat banyak.
12. Tren gerakan mahasiswa yang hanya bertopang pada aspek politik saja akan tergeser oleh
tren mahasiswa atau kaula muda yang kini telah banyak mewarnai di dunia entrepreneur
muda, baik di dalam maupun di luar negeri. Ini adalah kenyataan. Apalagi bila kita melihat
mahasiswa-mahasiswa Indonesia di luar negeri yang tidak sekedar studi, tapi
mengembangkan jaringan bisnis dan investasi ketika pulang ke dalam negeri semua
jaringan dan asetnya akan turut tertarik masuk ke dalam negeri juga. Dan karenanya
mereka berpotensi menjadi pemimpin bangsa di masa kini dan masa depan.
D. Tren Kader KAMMI Berbasis Kompetitor
Penting kiranya kader KAMMI memiliki
kompetitor, agar pergerakannya dinamis dan
pada titik-titik tertentu mencapai titik-titik dan
ruang-ruang sinergis dengan pihak-pihak yang
diperlukan.
Medan Kompetsisi KAMMI
1. Dirinya
Medan kompetisi pertama bagi kader adalah dirinya sendiri. Kader harus bisa
memecahkan mitos ketidakmungkinan. Mungkinkah dirinya sukses sebagai mahasiswa sekaligus
sebagai pemimpin pergerakan? Mungkinkah kader di usia 20-an bisa sukses bersamaan di bidang
kompetensi akademiknya, sekaligus sukses dalam aktivitas pergerakannya, dan mandiri secara
finansial? Banyak mahasiswa yang merasa tidak mungkin, tapi bagi kader KAMMI
ketidakmungkinan ini hanyalah mitos. Kader KAMMI harus menjadi teladan, menjadi mahasiswa
tercepat lulus sarjana dan pascasarjananya dengan nilai minimal memuaskan (IPK minimal 3,0),
pada saat yang sama ia sukses mengemban amanah pergerakan di mana pun ia diamanahkan baik
sebagai kaderisasi, kebijakan strategis, humas, sosmas, bahkan sebagai pemimpin pergerakannya,
dan ia pun sukses untuk tidak bergantung pada bantuan bulanan orang tuanya, ia punya bisnis
sendiri yang menjadikannya memiliki mental setara dengan para stakeholder.
Dirinya adalah medan pertarungan pertama. Masa mudanya yang penuh godaan adalah
tantangan tersendiri. Kader KAMMI harus bisa melaluinya dengan sukses. Kader KAMMI harus
menjadi teladan. Kuncinya adalah mempersepsi dirinya sebagai teladan terbaik, menyetting
dirinya dengan setting mental pemimpin, dan bergerak dengan perencanaan yang matang dan
tertulis.
2. Kampus
Kampus merupakan medan kompetisi kedua bagi kader KAMMI setelah dirinya. Kampus
adalah ruang terbuka dan miniatur negara pertama bagi gerakan mahasiswa untuk berkiprah di
publik. Dari kampuslah keluar berbagai kebijakan yang sedikit banyak berpengaruh pada
kehidupan sivitas akademika. Di kampus juga bermunculan berbagai dialektika pemikiran. Di
kampus juga berkembang berbagai aliran dan kelompok. Di kampus juga dilakukan berbagai
penelitian dan uji coba empiris dalam berbagai hal yang akan dikembangkan oleh perusahaan dan
pemerintahan. Kampus menjadi alat legitimasi ilmiah bagi kebijakan-kebijakan pemerintah. Atas
dasar itu kampus menjadi medan kompetisi strategis bagi mahasiswa wabil khusus kader KAMM
untuk mengasah bibit kepemimpinannya.
Kader KAMMI di kampus harus menjadi pemimpin, teladan, sekaligus organ dan individu
yang berpengaruh. Pemimpin, teladan, organ maupun individu berpengaruh bisa jadi di level
kelasnya, jurusannya, fakultasnya, kampus itu sendiri, ataupun bahkan antar kampus. Dalam hal
13. ini kader KAMMI harus memiliki perencanaan diri kapan memimpin kelas, jurusan, fakultas,
kampus, dan aliansi antar kampus. Setelah itu kuncinya adalah intuisi kepemimpinan.
3. Negara
Negara merupakan medan ketiga setelah dirinya dan kampusnya. Bahkan sebagian
kampus sendiri adalah bagian dari negara. Negara ini merupakan organisasi terbesar di dalam
sebuah bangsa. Di dalamnya lengkap berbagai alat pemerintahan, militer, dan media di berbagai
tingkatannya, baik level local maupun nasional. Berbagai kebijakan yang terkait dengan hajat
hidup orang banyak keluar dari negara, karena memang tugas negara melakukan pengaturan.
Namun demikian kunci-kunci pengaturan negara tidak begitu terbuka hatta dalam system
demokrasi liberal. Sebab pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh segelintir orang dengan
berbagai pengaruh yang dimilikinya dan kekuatan-kekuatan berpengaruh yang
mempengaruhinya. Tidak ada satu kekuatan dunia yang abai terhadap pentingnya posisi negara.
Mereka yang berkepentingan akan memantau jalannya negara sesuai kepentingannya. Maka
dalam berbagai bentuk negara baik demokrasi maupun monarki tidak ada yang netral. Power
tends to corrupt. Karena itu negara patut diawasi. Dan pihak-pihak yang berkepentingan agar
masa kini dan masa depan negara dalam keadaan baik, harus terlibat dalam menyukseskan
terselenggaranya kebijakan negara yang positif dan pro rakyat.
Kuncinya adalah kritis terhadap apapun yang dilakukan oleh negara. Gerakan mahasiswa
harus berkolaborasi dengan berbagai elemen yang memiliki satu tujuan kebaikan bangsanya.
Kolaborasi ini bersifat aliansi strategis dan taktis, bahkan boleh jadi bersifat aliansi ideologis.
Kajian strategis harus dilakukan secara intensif dan massif, demikian pula networking dan
manuver politik dan media penting dilakukan dalam rangka berkontribusi dan membangun
keseimbangan bernegara.
4. Korporasi Global/Globalisasi
Di atas negara terdapat kekuatan global yang disebut korporasi global. Korporasi global ini
bisa berbentuk perusahaan industri global, yang hadir mewarnai kehidupan manusia bisa
berbentuk makanan, obat-obatan, pakaian, dan kesenangan hidup, dari musik, film, hingga
berbagai hiburan kehidupan. Produk akhirnya berupa life style (gaya hidup). Bahkan di antara
korporasi global terdapat korporasi khusus yang memproduksi senjata, dari senjata ringan hingga
senjata pemusnah massal. Persaingan antar korporasi global bisa berakibat fatal bagi kehidupan
sebuah negara. Bahkan kerap kali perundang-undangan kita adalah produk dari hasil titipan
korporasi asing untuk memuluskan kepentingannya menghegemoni negara. Di negara-negara
maju seperti di Amerika Serikat, sesungguhnya yang mengendalikan negara adalah korporasi. Di
sini nasib negara ditentukan oleh hasil negosiasi transaksional antara negara dan korporasi
global. Korporasi ini adalah elemen imperialisme gaya baru. Karena itu elemen korporasi global
merupakan medan kompetisi gerakan mahasiswa yang perlu diperhitungkan.
Dalam level global ini, kader KAMMI harus kritis terhadap sepak terjang berbagai
korporasi besar. Pada saat yang sama kader juga harus bisa membangun aliansi global—berbasis
pemuda (base on youth), sebab perjuangan bersifat jangka panjang. Mental yang terlebih dahulu
dibangun adalah mental penaklukan. Mental kompetitif agar daya saing bangsa pun terbangun
karena para pemudanya memiliki daya saing yang bagus.
E. Tren Kader KAMMI Berbasis Sinergi
Bagaimanapun, gerakan akan besar bila
ditopang dengan jaringan (network) dan
kerjasama (partnership) yang luas. Karena itu
tren gerakan yang harus dibangun KAMMI yang
kelima adalah tren gerakan berbasis sinergi.
Banyak lembaga yang memiliki peran besar
dalam melakukan perubahan. Begitu pula
banyak tokoh masyarakat yang memiliki
integritas dan sumber daya strategis telah
melakukan kontribusi dalam perubahan bangsa
ke arah yang lebih baik. KAMMI akan
berkembang progresif bila dapat membangun
sinergi dengan berbagai pihak internal dan
eksternal. Kuncinya adalah mempertemukan
kesamaan, baik kesamaan ideologis, kesamaan
strategis, maupun kesamaan kepentingan.
Sinergi ini akan lebih maju bila berangkat dari
rencana pengembangan kapasitas internal
gerakan. Gerakan akan menjadi lebih terukur
dalam mengelola berbagai program sinergi.
Demikian penjelasan singkat gagasan meretas
politik peradaban KAMMI (thoriqatusy-syabab
lisiyasatul hadhariyah). Mari beramal nyata! []
14.
15. Diskusi KAMMI:
"Imam al-Ghazali Melakukan Pembangkangan Sipil”
oleh Amin Sudarsono
Ketua Departemen Kajian Strategis PP KAMMI
Bertempat di Markas KAMMI Pusat, Jl Gugus Depan
Matraman Jakarta Timur
Rabu, 31 Maret 2010
Narasumber : Asep Sobari, Lc.
Notulensi : Amin Sudarsono
Peserta : Rijalul Imam, Deny Priyatno, Maukuf, Joko
Wardoyo, Yudi Hermawan, Inggar Saputra,
Syamsul, Erwin, Vina Nisrina, Sari Kurnia Nur Fath,
Yumroni, Kamaludin, Ramli al-Banna.
Rijalul Imam:
Hamdalah, sholawat. Sebelumnya, terimakasih
ustadz telah bersedia hadir pada diskusi rutin kita
tentang politik dan peradaban. Kami biasa
menyebut Halaqah Reboan. Untuk mengawali, tema
yang kita angkat sekarang ada korelasi dengan isu
yang hangat. Pertama Century, ternyata ada
masalah pengambilan kebijakan, yaitu kebijakan
yang neolib. Indonesia dijarah luar biasa. Problem
pertama peradaban, di tengah Amerika turun, kita
ingin peradaban alternatif yang harus menang di
muka bumi, yaitu Islam. Buku Misteri Masa Kelam
Islam dan Kemenangan Perang Salib ada korelasi,
yaitu kekuatan yang menginvasi Palestina adalah
kekuatan Barat, Romawi. Pada saat yang sama,
internal Islam rusak, kesenjangan terlalu luas.
Identifikasi persoalannya ternyata sama dengan
kondisi saat ini.
Menarik membaca terjemahan ustadz, ternyata
Shalahuddin berhasil memenangkan perang global
dengan satu konstruk sejarah yang luar biasa.
Bukan karena Shalahuddin secara individu yang
merebut Palestina, tapi kerja besar generasi. Saat
membaca aslinya ternyata lebih obsesif judul
aslinya, membuat kita sedih dan meratap.
“Beginilah cara generasi Shalahuddin merebut al-
Quds,” ini bahasa saya. Dalam konteks aktivis
sangat bersemangat. Karena problem kita sama,
Palestina masih dikuasai Zionisme.
Ternyata kami juga melihat formula penulisan
sejarah di buku ini yang dahsyat. Saya dan Amin
berasal dari jurusan Sejarah Peradaban Islam IAIN
Sunan Kalijaga, merasa mendapatkan satu konstruk
metodologi sejarah yang jarang digunakan di IAIN,
karena di IAIN metodenya liberal. Pembacaan
perubahan sosial secara sekuler, nggak usah bicara
hati dalam sejarah. Di buku ini, ada keikhlasan
ketemu penyiapan generasi. Pertemuan masyarakat
yang luar biasa.
Spirit yang kita bangun dari diskusi ini adalah
bagaimana cara membangun konstruk peradaban
di Indonesia. Karena kita sudah merdeka, ternyata
faktanya tidak merdeka, kita belum merdeka. Umat
Islam masih merasa di luar struktur negara. Rata-
rata tema pergerakan Islam di luar masalah negara.
Padahal mestinya lebih memimpin. Konstruk ini
yang hendak kami bangun. Di sini, kira-kira wacana
apa yang harus kita gagas? Kini, seolah yang berhak
mengelola negara hanya kaum nasionalis. Itu
konteks indonesia.
Sementara internasional, braindrain internasional.
Jadi ketika bicara Palestina tidak sekedar
berwacana, tapi menyediakan gerakan utuh. Jangan
hanya khilafah dalam spanduk, tapi bikin gerakan
yang nyata. Tapi itu lebih tertata kalau membaca
konstruk sejarahnya. Sebetulnya, ini diskusi yang
sudah lama, kami sudah meminta sejak 2009. Saya
ingat ketika ada yang meminta diskusi buku ini.
Silakan dimulai.
Ustadz Asep Sobari, Lc:
Hamdalah dan sholawat. Saya ucapkan jazakallah
khair atas kesempatan berbagi diskusi terbatas,
agak lama baru terealisasi. Pertama, saya optimis
buku ini sudah dibaca. Ketika kita sudah bicara bisa
langsung ke masalah yang bisa ditarik sisi
kongkretnya. Beberapa kali saya membedah buku
ini—tidak terlalu tebal tapi banyak persoalan yang
diungkap, sangat luas.
Kita dipaparkan pada satu model dalam sejarah,
bahwa umat Islam itu pada dasarnya, dalam arti
normatif benar-benar mendapat jaminan dari Allah
sebagai umat yang paling tinggi. Ternyata
implementasi keIslaman tiap zaman menjadi
berbeda. Tapi di sisi lain, Allah dan Rasul-Nya
memberikan satu jalan yang jelas bagi umat Islam
untuk menemukan jalan keluar dari bersoalan umat
yang sifatnya besar. Misalnya konsep pembaruan,
tajdid, juga diberikan semacam yang lebih spesifik
lagi, yang menurut saya tidak terbatas ruang waktu,
yaitu konsep at-thaifah al-manshurah. Ini konsep
dan bukan hanya identitas sebuah kelompok. Meski
secara bahasa, artinya “golongan yang
diselamatkan.”
Sebetulnya itu sebuah konsep. Konsep yang
memberi jalan agar Islam kembali kepada
16. keunggulannya.
Dan tajdid tidak terlepas dari thaifah ini. Dalam
hadits dijelaskan, tidak ada pembaharuan kecuali
dalam satu kurun. Di sini, ‘kurun’ tidak pasti dalam
satu waktu tertentu, Qardhawi mengartikan
generasi, ada juga 40 tahun. Intinya ini terjadi
dalam jeda waktu yang cukup panjang. Nah, dalam
jeda itu apa yang bisa diteropong umat Islam. Dari
satu tajdid ke yang lain. Itu la tazal, akan selalu.
Mereka selalu ditolong, menang karena kebenaran.
Para sahabat pun mengkaji masalah ini. Jadi, yang
penting, bukan Anda berada dalam kelompok siapa
atau bersama siapa, tapi kamu sendirian. Jadi
sebenarnya kalau dalam titik nadir juga ada.
Buku ini memaparkan sebuah model yang pernah
ada dalam sejarah. Islam pernah terpuruk bahkan
jauh lebih dalam dari Bani Umayyah. Itu
menunjukkan secara mendasar umat sangat sehat
pada masa Umar bin Abdul Aziz. Karena dalam
waktu dua tahun, ada perubahan yang mendasar,
setelah dari penguasa sebelumnya. Di grass root
umat Islam sangat sehat, sampai zakat tak ada yang
bisa menerima. Meski ada juga persoalan di tingkat
elite.
Saat itu ada masyarakat dari unsur sahabat—yang
tersisa sedikit—dan kalangan tabi’in. Secara umum
mereka tidak ada masalah. Tapi berbeda dengan
periode Shalahuddin. Kurang lebih 400 tahun
sesudah itu, pembuktian kurun kehancuran umat
Islam terlihat sekali dalam kekalahan di berbagai
lini. Pemberontakan Buwaihiyyah yang berorinetasi
Syiah Ismailiyyah, juga dinasti Fathimiyyah di
Mesir. Yang kondisi ini menguatkan Eropa, yang
masuk ke Palestina, saat itulah umat Islam betul-
betul rapuh.
Jadi itu adalah momentum pembuktian saja.
Konsepsi umat benar-benar rapuh. Kalau melihat
cerita tentang perang salib di fase ini mengerikan,
bagaimana pembantaian mengerikan, dalam satu
hari bisa ratusan ribu dibantai. TANPA ADA
PERLAWANAN! Ada pidato dan orasi, tapi mengapa
ini tidak membangkitkan umat? Munasharah
dimana-mana, tapi umat tidak bangkit.
Pertanyaannya kenapa? Butuh waktu 60-an tahun
untuk melahirkan generasi.
Dibatasi daerah Syam, kemudian muncul kekuatan
yang bisa menghancurkan Dinasti Fathimiyyah—
yang pengaruhnya sampai Baghdad. Padahal
mereka punya sayap militer. Mereka bekerjasama
dengan Hasyasyin—yang kemudian diserap dalam
bahasa Inggris menjadi assassin (pembunuh
bayaran). Kemudian, sayap militer Qaramithah, ada
sayap intelektual Ikhwanus Shafa. Bahkan sampai
bisa mengosongkan khilafah dalam satu tahun.
Dinasti ini hancur, bukan hanya politik atau
kekuasaan. Bahkan masyarakat yang orientasinya
Syi’i kembali ke Sunni, ini ada penyehatan yang luar
biasa. Serangan ini menghasilkan kekuatan baru di
segala bidang—terutama intelektual. Ini fase
sejarah yang penting. Bagaimana itu lahir?
Pertanyaan besar, bagaimana Shalahudin bisa
menang?
Selama ini Shalahuddin dipotong sejarahnya, hanya
mengembalikan Palestina. Seakan yang dominan
disitu adalah kembalinya kebangkitan Islam dengan
kepemimpinan Shalahuddin. Tapi, dia lahir dari
mana, dalam kondisi apa, atau itu adalah mu’jizat?
Itu persoalan besar. Kalau kita memotong fase
sejarah, sejarah Shalahuddin tidak akan terulang.
Tapi kalau kita lihat sebelum dan sesudahnya,
tampak thaifah manshurah. Ini dari konsep besar
dan itu bisa diteropong sampai sepanjang massa.
Yang penting, Abbasiyah sebagai khilafah itu ada.
Tapi, di masa itu pula pasukan salib. Terlepas dari
masa khilafah ada, generasi Shalahuddin itu lahir.
Artinya yang melahirkan Shalahuddin bukanlah
khilafahnya, tapi dia lahir dalam konteks.
Shalahudin adalah juru bicara dari generasi yang
sudah siap. Kalau bukan Shalahuddin, maka tetap
akan ada jubir yang lain. Itu disiapkan generasi
sebelumnya yang menyadari kerapuhan, lalu
mendiagnosa, terapi dan melahirkan satu generasi.
Meskipun mereka tidak merasakan buah dan jerih
payah mereka sekian puluh tahun. Itu cakupan
besar buku ini.
Buku ini membahas fase-fase yang menurut saya
komprehensif yaitu melihat sejarah sebagai sebuah
keutuhan, bukan penggalan-penggalan. Jadi,
kajiannya bukan model lain dari yang sudah ada. Ini
bukan hanya buku sejarah, tetapi FIKIH SEJARAH.
Dia memahamkan kepada kita rangkaian-rangkaian
peristiwa. Fokus utamanya adalah muslim bisa
merebut Palestina. Tapi itu hanya penggalan.
Banyak buku yang membahas itu, tapi tidak dalam
konteks. Biasanya Shalahuddin jadi aktor tunggal.
Di buku ini, cerita Shalahuddin menang kok bisa
ya?
Apa yang terjadi di umat Islam selama 80 tahun
sebelum kemenangan itu. Masa ketika kalah dengan
mudah, dan ketika menang sangat heroik, tidak bisa
dibendung Kristen. Apa yang terjadi selama 80
tahun? Buku ini tidak bicara banyak Shalahuddin,
lebih banyak bicara umat dibangun lagi, satu tren—
bukan hanya satu kelompok orang—arus
pergerakan yang dipelopori para ulama yang tahu
persis dan mengalami sejarah waktu itu karena
keterpurukan.
17. Mereka membangkitkan semangat umat Islam. Saat
munasharah gagal, khilafah tidak eksis. Khilafah
tidak langsung menyelesaikan persoalan. Umat
Islam berkali-kali terpuruk pada saat khilafah
masih ada. Di luar itu justru yang terbangun.
Bahkan cenderung melakukan perlawanan sipil
yang sangat kuat sekali. Tapi bukan berarti
melawan itu semua tidak diterima. Mereka punya
prinsip yang jelas saat melakukan kebangkitan.
Pemerintah tidak tanggung-tanggung untuk
dilawan.
Nah, arus ini sangat kuat. Sulit menunjuk satu aktor
tunggal. Cuma, fakta sejarah belum
menggambarkan itu. Kalau baca sejarah klasik,
yang kita dapati hanyalah kronologi. Tapi, kaitan
satu sama lain tidak dijelaskan, melalui buku ini
coba dijelaskan, buku ini fikih sejarah. Itu harus
dikembangkan. Karena peradaban itu, lebih 1/3 al-
Quran adalah kisah. Dan rasul dalam perjalanan
dari Makkah ke Madinah, tidak lepas dari arahan
sejarah.
Sebelumnya, rasul dipaparkan kisah Nabi Musa
secara gamblang. Bagaimana gambaran kaau sudah
masuk fase konfrontasi. Dalam al-Quran itu jelas,
memberi satu gambaran tentang sunnatullah dalam
hubungan manusia dengan setiap kejadian yang
terjadi –pada masa itu. Sikap mereka menghasilkan
apa dan bagaimana. Ini yang penting bagi rasul
untuk merekonstruksi umat sebagai kelanjutan
nabi terdahulu.
Juga memberi gambaran pada beliau agar menjadi
visioner. Misalnya saat Perang Khandak, yang
sudah hampir kalah—10.000 pasukan mengepung
kota kecil. Tiba-tiba Rasul katakan, Romawi akan
takluk, Persia akan takluk. Itu bukan sekedar
persoalan ilham, tapi ada indikator—sunnatullah—
bahwa Quraisy sudah begitu lemah, jadi tanpa
kekuatan sendiri tidak bisa menyerang Madinah.
Sehingga musuh mempertimbangkan dengan
kekuatan sebelumnya.
Lihatkah pada Hudaibiyah, Rasul menerima semua
kesepakatan. Dianggap merendahkan oleh para
sahabat, tapi Rasul tidak. Menurut Rasul, Quraisy
mau tunduk bersepakat damai dengan Madinah itu
sudah merupakan sebuah kekalahan. Dan bisa
dilihat Makkah sudah lemah. Fathan mubnina itu
bukan Makkah, tapi Hudaibiyyah, yang
mengantarkan Islam ke kancah internasional. Rasul
pandangannya jauh. Sebenarnya, itulah pentingnya
sejarah. Mencoba rekonstruksi kejadian yang
tampaknya tidak terkait menjadi terkait.
Umat Islam saat dihabisi pasukan Salib, seiring
betul dengan lemahnya internal pada abad 4-5
hijriah. Memang ada pada tahun sebelumnya dan
itu semakin menurun. Bahwa kerapuhan internal
yang membuat umat Islam begitu mudah jatuh,
terbukti Palestina. Bukan karena semata kekuatan
musuh dari luar, tapi lebih pada kelemahan
internal. Itu yang membuat perimbangan dengan
luar. Kita secara internal terus turun dan menjadi
lemah.
Ini diterjemahkan sebagai fase. Katakanlah, Mongol
begitu hebat sehingga Baghdad hancur. Bukan
begitu! sebetulnya umat Islam Baghdad sudah
lemah. Mongol bisa masuk ke Syiria dan Mesir dan
mereka kalah. Jadi kekuatan umat ada di
internalnya pertama kali dan ini yang membuat
saya berfikir bahwa konspirasi selalu menentukan
akhir perjuangan kita. Dan kita menjadi ahistoris.
Sejak umat dibangun selalu ada konspirasi. Kenapa
bisa menang, karena internal menang. Nah, ketika
yang terjadi di Baghdad dahulu, atau Palestina
sekarang, di sini dipaparkan bagaimana
keterpurukan sosial, politik. Yang harus
digarisbawahi, itu hanyalah gejala, ada masalah
yang lebih mendasar—apa itu? Itu yang jarang
dalam kajian strategis. Yaitu pemikiran, nilai,
keilmuan dan keulamaan.
Karena apa? Pertama, ulama dalah warastatul
ambiya. Titik Islam adalah nubuwat, karena ada
wahyu dan implementasi. Itulah yang melahirkan
peradaban. Bagaimana Khulafaur Rasyidin, mereka
memiliki kekuatan legal dan otoritatif ’alaikum
bisunnati wa sunnatil khulafaur rasyidin. Itu yang
paling ideal 30 tahun dan harus menginspirasi.
Dengan segala kondisinya, umat sejahtera sampai
ada konflik antar sahabat, itu tetap masa ideal.
Konfliknya tidak ideal, tapi bagaimana menyikapi
konflik, itu yang ideal. Bagaimana para sahabat
menghadapi hak yang sensitif dan krusial. Itu
penting.
Nah, ketika ulama dikatakan sebagai pewaris,
sebenarnya misi keulamaanlah yang menjadi
susbtansi perjuangan umat Islam untuk betul-betul
mempertahankan dan membangkitkan kembali
kondisi umat. Nah, misi keulamaan itulah yang
mencakup pemikiran, nilai dan pendidikan. Itu yang
menjadi sorotan terbesar dari buku ini. Pemaparan
lebih banyak diwarnai Imam al-Ghazali dalam hal
ini. Imam al-Ghazali mewakili ulama saat itu yang
membaca kenapa umat rapuh, buktinya umat Islam
begitu rapuh. Imam al-Ghazali butuh 10 tahun
untuk membaca sejarah ini, dan buktinya jelas, ada
penyimpangan luar biasa. Kata ulama tolong jangan
diartikan sebagai ’ustadz masa kini’, tapi lebih luas.
18. Ulama menyimpang dari risalahnya yaitu amar
makruf nahi mungkar, padahal itu substansi umat.
Ukhrijat linas, Allah memberi kemuliaan pada umat.
Kuntum generasi awal Islam, ini bukan hanya awal.
Kuntum khaira umat, itu sesudah. Tidak akan
seluruh generasi itu menjadi mulia, karena ada
syarat. Harus amar makruf dan iman. Sayyid Qutb
kasih catatan, iman kenapa dimasukkan, karena
amar makruf harus melalui sudut pandang yang
jelas yaitu iman. Karena baik buruk di mata orang
itu berbeda-beda. Itu kalau diserahkan pada
manusia, tapi kalau iman ada standar sendiri mana
baik mana buruk.
Amar makruf nahi mungkar sesuai sebenar-
benarnya. Yang mungkar sudah dieliminasi oleh
generasi awal Islam. Maka mereka mulia. Misi para
ulama itu memberi penjelasan mana baik mana
buruk dan ini akan menjadi corak kebijakan sosial
politik, nah yang hilang di masa itu. Ulama sudah
tren umum sudah rusak. Maka ada ulama dunia dan
akhirat, ada yang terbungkus materi.
Ada pengakuan, setelah Bani Saljuk naik, ulama
diangkat oleh penguasa. Awalnya baik tapi akhirnya
berujung pada tragis. Ulama melihat posisi mereka
di pemerintahan awalnya wasilah (jalan), kemudian
menjadi ghayah (tujuan).
Saat itu, mulai hilangnya ulama saleh, yang
memberikan pandangan dan penjelasan dalam
fenomena kehidupan. Pemerintah mengambil
kebijakan tanpa pandangan ulama, politik dan
ekonomi rusak. Ini yang menjadi titik persoalan.
Imam al-Ghazali akhirnya memutuskan menjadi
tabib, dia bukan satu-satunya contoh—tapi
memang sangat sulit mencari arus pergerakan
masa itu. Imam al-Ghazali memberi pengaruh
sangat penting.
Nah gejala-gejala tadi, yaitu kiblat pada politik dan
fanatisme madzhab sangat bahaya. Madzhab itu
menjadi pengkotakan, identitas sosial, padahal
pada awalnya bukan begitu. Tapi fungsinya
madrasah pemikiran yang masing-masing punya
pendekatan metologi, untuk menyelesaikan
persoalan yang tidak ada keterangan langsung dari
al-Quran dan Sunnah. Pendekatan itu dilakukan
para ulama, mereka satu sama lain, posisinya
metodologi perbedaan itu bisa dimaklumi asal
dalam kerangka keislaman. Jadi bukan sama sekali
identitas sosial, tapi karena lama-kelamaan menjadi
penunjang popularitas seseorang atau mencapai
jabatan. Misalnya saat itu ada pejabat yang
Hambali, semua ikut Hambali, yang lain dipersulit.
Masing-masing antara ulama itu lalu bersaing
untuk jabatan dan kehormatan. Itu dikritik luar
biasa dalam Ihya Ulumudin.
Imam al-Ghazali itu dulu rektor universitas terelit
di Nidzamiyyah, sangat penting kebijakannya
menentukan. Imam al-Ghazali lalu menyelesaikan
itu, pertama membentuk tren pendidikan baru—
karena memang awal masalah adalah keulamaan.
Ishlah Imam al-Ghazali tahap kedua, yang pertama
melalui Bani Saljuk. Jadi dua ishlah model pertama
jalur politik melalui Bani Saljuk—lahirnya
Nidzamiyyah—tapi itu kerangka politik. Dia tidak
sendiri dalam struktur politik. Sehingga ketika
terjadi benturan di atas, yang jadi korban adalah
pendidikan itu, universitas itu. Ulama yang awalnya
ditujukan untik ishlah, akhirnya menjadi tujuan.
Akhirnya Imam al-Ghazali keluar, padahal
Nidzamiyyah masih hebat.
Imam al-Ghazali bikin madrasah sendiri,
pendidikan sendiri, revolusi pendidikan untuk
melahirkan generasi yang baru membawa risalah
amar makruf. Yang dibahas adalah terminologi
konseptual, sederhana dan lazim tapi substansinya
mendasar. Misalnya membahas sabar, konseptual,
dan itu diajarkan Imam al-Ghazali pada muridnya.
Polanya ada madrasah—untuk keilmuan rasional
intelektual. Ribath—asrama didik sebagai miniatur
masyarakat untuk mengimplementasikan nilai yang
dipelajari di madrasah. Lahirnya generasi Syaikh
Abdul Qadir Jailani dan kawan-kawan,
mempengaruhi umat Islam dan sampai saat ini.
Akhirnya melahirkan pemerintahan sendiri, sultan.
Perlu diketahui saat itu khalifah satu tapi simbol.
Tapi para sultan yang dibawah khilafah, mereka
otonom sekali.
Ada satu sultan di Syam dipimpin Imadudin
Zanki—ayah Nuruddin Zanki— paling banyak
mengadopsi ishlah ini. Ini terwujud benar.
Perlawanan terhadap Palestina yang dikuasasi
Kristen sudah dimulai. Ini indikator, perlawanan
yang dilakukan Nuruddin Zanki, pasukan salib
kedodoran. Menunjukkan umat Islam sudah mulai
sehat. Karena ada proses penyehatan mulai dari
proses pendidikan.
Ishlah sebetulnya tidak terlalu tepat diartikan
reformasi. Jadi gambarannya dalam buku ini,
sebelum kebangkitan militer—yang biasanya jadi
sorotan. Kesehatan pemerintahan Nuruddin Zanki
dari kesehatan ekonomi, sosial, kesenjangan
diminimalisir. Bahkan orang asing yang datang, dari
manapun datang bisa dengan nyaman mendapat
penginapan gratis, ganti kendaraan gratis. Sehat
betul. Dan itu tidak terjadi di belahan dunia yang
lain. Itu di masa Syaikh Abdul Qadir Jailani, itu
kesultanan. Ibaratnya gubernuran. Setiap sultan
menyebut khalifah pada shalat Jumat itu cukup,
19. yang lain itu urusan sendiri.
Ada kisah tentang kehidupan pribadi Nuruddin
Zanki, di masa itu dia butuh dana besar untuk
perang. Dia butuh pajak, reformasi pajak kuat.
Dalam ishlah, devisa negara terbatas, bahkan di
saat kejayaan Islam masa Utsman—devisa
terbatas—hanya dari zakat, ghanimah—yang hanya
20 %, jizyah sangat sedikit dari lelaki produktif
saja. Kemudian kharaj lahan negara yang dikelola
rakyat, ushur—semacam pajak perdagangan impor
ekspor bea cukai. Di luar itu tidak ada. Orang
mendirikan bangunan, PPn, PPh, orang jualan
apapun, tidak dikenakan apa pun. Mereka hanya
bayar 10 % saat masuk pertama selama setahun.
Selama di pasar, muslim tidak ada pajak apapun.
Pasar dibangun negara, bisa mengambil kios, tapi
tidak permanen. Itu fasilitas negara, sebenarnya
tidak banyak dari pajak.
Yang jelas, praktek pada berikutnya banyak
pungutan, yang disebut dengan maks atau muqus,
itu yang di luar yang asli, liar. Nah, saat itu
Nuruddin Zanki butuh dana, ulama mengkritik
harusnya nggak ada. Nuruddin Zanki menangis,
saat itu juga, dia keluarkan semua. Di luar yang
syar’i dihapus. Ternyata itu bukan melemahkan,
masyarakat makin berani bisnis, semua orang
diberi kesempatan sama, tidak ada riswah atau
suap, ada peluang yang sama. Malah mereka
makmur.
Lalu ditunjang dengan akhlaq. Zuhud, silaturahim,
itu adalah instrumen ekonomi sangat penting.
Itulah, Imam al-Ghazali kembalikan ke konsep
sebenarnya. Zuhud bukan benci dunia, tapi lebih
meyakini apa yang di tangan Allah daripada di
tangan kita. Saat ada tuntutan, kita tidak berfikir
ulang untuk mendanai setiap kebutuhan sosial.
Karena orang kaya saat itu mereka zuhud tidak
pernah takut dan menghitung-hitung.
Zuhud itu bukan konsep untuk orang miskin,
apalagi malas. Tapi orang potensial. Saya kasih,
nanti saya untung lagi. Dan saat itu, semua
kesempatan terbuka sama. Pada masa Nuruddin
Zanki, gerakan wakaf luar biasa. Orang luar akan
aman, tidak takut kehabisan bekal, tidak ada copet
dan dicukupi kebutuhan tiga hari, mandi air panas
disediakan, ganti kendaraan juga bisa dengan yang
baru. Itu kekuatan ekonomi, zuhud, silaturahim
adalah instrumen ekonomi yang penting. Itu yang
hilang sekarang, juga sebelum masa Nuruddin
Zanki. Dengan kondisi itulah muncul militer yang
kuat.
Penyakit sudah dibuang. Masalah keilmuan,
konsepnya seperti apa, ekonomi, gaya hidup, semua
berpengaruh. Yang penting ulama jangan
mendunia, ulama menjadi arus yang spiritual,
menyehatkan gejala yang tadinya sakit.
Nuruddin Zanki itu Hanafi, Ibnu Qudamah salah
satu murid Syaikh Abdul Qadir Jailani itu Hambali,
Shalahuddin itu Syafii. Itu bisa dalam satu arus
kerjasama. Ini bisa terbayangkan. Padahal
sebelumnya, perbedaan mazhab merupakan
sumber perpecahan. Kalau hakim dari Hanafi,
seorang dari mazhab Hambali. Hakim bilang, kalau
ada kambing di kampung sebelah—Syafii, kamu
ambil. Luar biasa, demikian parah betul. Perbedaan
dan kotak gerakan. Sampai sekarang masih ada
juga, mereka tidak akan menikahkan anak-anaknya
dengan madzhab yang berbeda. Misi keulamaan
menyediakan hak.
Dulu tasawuf dengan fikih berseberangan. Tawawuf
merasa memegang kendali spiritual, intelektual
fikih. Tasawuf bilang fikih hanya kulit, fikih bilang
tasawuf bodoh. Imam al-Ghazali melihat,
gabungkan semuanya, gabungkan antara fikih
dengan tasawuf. Tren yang sama. Kita lihat
perkembangan masa itu dan itu melahirkan
generasi baru ulama, yang kemudian berperang
besar dalam pergerakan militer.
Jenderal-jenderal Nuruddin Zanki adalah murid
madrasah dari daerah Hakkari, tergabung dalam
organisasi Syaikh Abdul Qadir Jailani, yang orang
sekarang pahami sebagai maqam tasawuf yang
membuat muktamar tahunan pada musim haji. Saat
melihat Palestina, mereka melihat Fathimiyah yang
Syiah, ini melihat jalur yang paling mudah dengan
Eropa. Syiah membiarkan terbuka. Maka, tutup
dulu jalur Eropa dengan Palestina dengan men-
sunni-kan Mesir. Nuruddin Zanki bergerak, lalu
berhasil setelah beberapa tahap. Asadudin Syirkuh
pertama—paman Shalahuddin.
Itu tujuh tahun fasenya. Tapi sebelumnya, murid
Syaikh Abdul Qadir Jailani sudah bergerak. Mereka
berdakwah agar kembali ke Sunni. Nuruddin Zanki,
melalui Asadudin Syirkuh dan Shalahuddin
menyerang, ketika diselesaikan di atas, di bawah
sudah selesai. Ini perpaduan yang sangat indah.
Pergerakan di grass root itu lebih panjang dan
lama.
Rijalul Imam:
Saya melihat kesalahan mempersepsikan, Syaikh
Abdul Qadir Jailani terlalu tinggi, dia sebagai tokoh
spiritual saja. Kok dipahaminya sangat mistis,
padahal di buku itu pergerakan yang rasional dan
luar biasa sangat aktual.
20. Asep Sobari, Lc:
Faktor pecahnya usai Syaikh Abdul Qadir Jailani,
yang trennya menggabungkan spiritual dengan
rasional. Kemudian pecah lagi, tren rasional ke Ibnu
Qudamah dan lalu Ibnu Taimiyyah. Spiritualnya ke
Qadiriyyah. Syaikh Abdul Qadir Jailani sendiri tidak
begitu. Sebetulnya ada disertasi penulis buku ini
yang menjelaskan Qadiriyah sejak madrasah
sampai tarekat saat ini. Ini perlu dikaji secara
komprehensif.
Tentang Syaikh Abdul Qadir Jailani dan Imam al-
Ghazali. Sosok ini kontroversial, secara akademik
dan dunia Islam. Imam al-Ghazali lebih
diidentikkan filosof, pengkritik filsafat, juga sufi
yang pasif. Itu melahirkan umat yang apatis
terhadap kondisi umat Islam saat itu. Tulisan Imam
al-Ghazali tentang umat Islam yang sedang
mengalami dilema peradaban, buku-buku Imam al-
Ghazali tidak ada satupun yang menyebut jihad. Itu
yang membuat orang-orang menyebut Ghazali
pasif. Padahal, di buku ini, Imam al-Ghazali adalah
tokoh sentral gerakan peradaban—jihad. Militer
tidak berdiri tanpa aspek lain yang sehat.
Menarik juga di buku ini, Imam al-Ghazali tidak
menyebut jihad, itu iya. Tapi yang jelas tidak ada
ajakan yang heboh dari Imam al-Ghazali untuk
berjihad secara militer. Menurut penulis buku, itu
justru pemahaman yang mendalam atas persoalan
masanya. Itu adalah orang sekarang. Yang sekarat
nggak bisa melakukan apapun, apalagi jihad. Dan
itu yang luar biasa dari Imam al-Ghazali. Dia sangat
paham akan kondisi masanya. Yang dia hantam
adalah aliran kebatinan. Karena bahayanya adalah
penafsiran dan teks.
Kebatinan punya metodologi tafsir yang sangat
rancu. Namanya kebatinan ya metodologinya nggak
ada. Al-Quran ditafsirkan mereka sebagai normatif
dan tidak mengakar. Padahal, al-Quran riil sekali,
al-Quran bicara tentang apa dan kemana. Itu
dikembalikan Imam al-Ghazali, dia menghantam
kebatinan. Dan saat itu, orang yang mengkritik
kebatinan ancamannya luar biasa. Kebatinan
sebuah aliran, waktu ancamannya bisa dibunuh,
Hasyasyin termasuk gerakan kebatinan. Imam al-
Ghazali sangat berani. Ilmu kalam yang lebih pada
jadal (perdebatan) teologi, masalah akidah dan
tauhid menjiwai justru menjadi wacana. Itu dikritik
Imam al-Ghazali lewat bukunya. Itu akar persoalan
umat.
Imam al-Ghazali dalam prakteknya, melakukan
pembangkangan sipil. Membuat tren pendidikan
sendiri, radikal revolusioner, dengan materi dan
kurikulumnya. Meski secara disiplin fikih, tafsir,
biasa, tapi ada pemurnian dalam hal ini. Nah, yang
menjadi pertanyaan, apa yang menjadi dasar
pemikiran Imam al-Ghazali dari yang dilakukan itu?
Selain pengalaman sejarah.
Imam al-Ghazali memiliki landasan filosofi yang
mendalam, dari hadits Rasul terdapat pendekatan
amar makruf nahi mungkar saat kepentingan
publik tersedot oleh kepentingan kelompok. Saat
yang bermain di umat hanya beberapa kelompok.
Idza roaita... wahanan mutaba’an—dan nafsu
diikuti, dan setiap orang cerdik pandai
membanggakan pendapatnya sendiri, dan tidak
bisa menyatu dalam satu bagian interaksi. Muncul
ego dan rivalitas, di saat kondisi itu engkau tidak
bisa menyelesaikan semuanya. Maka jangan terjun
atau berfikir terjun selesaikan semuanya. Tapi,
mundurlah, sibukkan dirimu dengan urusan
pribadimu. Bersama orang-orang yang seide,
tinggalkan yang umum. Mundur dari tren, tidak ikut
berdebat, meski ramai orang berdebat. Tidak perlu
mengumbar argumentasi ketika argumentasi hanya
sebagai komoditas.
Jika tidak mungkin memperbaiki, jauh lebih besar
kapasitasnya, maka mundur. Pertama membuat
evaluasi internal, lalu komunikasi seide, setelah
mampu kapasitas yang sesuai, kembali ’audah ke
arus. Membuat arus. Maka setelah 10 tahun itu,
Imam al-Ghazali dan teman-temannya membuat
madrasah sendiri. Imam al-Ghazali dihujat, buku-
bukunya dibakar di Maroko. Tapi, orang yang
terinspirasi Imam al-Ghazali menghafal Ihya
Ulumudin bagaikan al-Quran. Imam al-Ghazali
membuat arus baru.
Kalau kita berfikir, terus kalau gitu kita tidak
peduli? Kita tetap peduli, dalam kapasitas terbatas,
tidak semua potensi dicurahkan pada persoalan
yang sulit. Jangan masuk ke medan fitnah (yaitu
suatu masalah yang tidak ada ujung pangkal yang
bisa diselesaikan), misalnya terbunuhnya Utsman,
sahabat tidak tahu bagaimana, tapi perang harus
diselesaikan. Sikap ini hebat.
Intinya, dalam kondisi fitnah seperti itu, ide dan
nilai, hanya bagian dari komoditas. Orang hebat dan
cerdas, diterima idenya hanya untuk
menguntungkan—pengiklan, televisi, dll. Itu
sayang, maka Imam al-Ghazali lebih baik
membangun. Sepuluh tahun dia membangun, lalu
kembali membentuk madrasah sendiri. Bahkan
Imam al-Ghazali, saat itu ada kaum Murabithin di
Maroko, dengan gagasannya tentang kesatuan
umat. Jadi Imam al-Ghazali bukan mundur pasif, dia
paham betul bagaimana menyelesaikan persoalan
ke akar. Mundur sementara, merasa cukup dan
membuat arus, yang dikembangkan Syaikh Abdul
21. Qadir Jailani.
Syaikh Abdul Qadir Jailani membuat madrasah
pusat, lalu ke cabang, mereka punya tren pemikiran
yang sama. Mereka punya kerangka ishlah yang
sama. Maka ketika mereka dapat kesempatan
Nuruddin Zanki, semua dipasok madrasah ini.
Misalnya Hakkar, jenderal berasal dari murid-
murid Syaikh Abdul Qadir Jailani. Mereka masuk ke
politik. Saat itulah ulama kembali ke politik dengan
wacana, konsep dan pandangan hidup yang
berbeda. Itulah yang membedakan kesultanan
Nuruddin Zanki. Bagaimana mereka menyelesaikan
Fathimiyyah yang sudah 300 tahun berdiri.
Diselesaikan dua gerakan yang tampaknya terpisah,
tapi harmonis dan tujuan yang sama.
Jika kita ingin menyelesaikan hanya dengan cara
politik, saya yakin akan gagal. Waktu itu kekuatan
Nuruddin Zanki dan Shalahuddin tetap butuh tujuh
tahun. Sebenarnya di bawah (grass root) bersama
rakyat jelata ada Ibnu Najah dan kawan-kawan
yang bergerak. Tidak menyelesaikan masalah
sendiri. Saya merasa, gambarannya sekarang semua
instrumen seakan menjadi bagian dari struktur
politik atau bagian politik. Itu kerugian besar,
tafaqquh dan yang membentuk pandangan hidup
tidak menjadi prioritas. Padahal itu adalah
penunjang.
Rijalul Imam:
Usia antara kita dengan generasi Imam al-Ghazali
hampir satu milenium. Ulama merupakan
waratsatul anbiya. Baik, ada yang mau ditanyakan?
Maukuf:
Kalau ana melihat, ada tulisan akh Rijalul Imam
tentang Sulaiman. Ana ingin memetakan yang tadi
disampaikan pada titik tertentu. Ana lihat dua
masa, kelam dan terang. Ana melihat buku ini
adalah peta kebangkitan. Shalahudin memiliki
modal dasar, kompetensi dasar apa yang ada di
sana. Daya dukung dan sumberdaya strategisnya
apa saja?
Daya dukung yang ana lihat hanya alim ulama,
belum ada yang lain. Apakah itu saja? Untuk
kebangkitan peradaban, basisnya ilmu. Kedua, jika
kita kaitkan dengan kondisi saat ini, Indonesia mau
bangkit darimana? Padahal banyak para ulama.
Jangan-jangan masa ini justru misteri masa kelam
itu?
Asep Sobari, Lc:
Yang ditonjolkan masa itu adalah ulama. Tapi
jangan ditafsirkan ulama itu mubalig atau ustadz di
masa sekarang. Karena sekarang dikotominya
sudah terlalu kuat. Dan itu didukung oleh fakta.
Seorang yang belajar fikih, bisa dikatakan sebagai
ulama. Padahal belum tentu tahu tentang tafsir.
Atau sebaliknya. Atau guru besar sejarah Islam
Indonesia, mengomentari sejarah awal Islam dan
hasilnya rancu, muncul kesalahan besar.
Sebelum menguasai Palestina, Nuruddin Zanki
sudah membuat mimbar yang kemudian diletakkan
di mihrab Masjidil Aqsha. Itu visi. Dan yang paling
memahami Nuruddin Zanki adalah Shalahuddin.
Saat Nuruddin Zanki mati agak goyah, tapi
Shalahuddin bisa menyambungkan kembali antara
Mesir dengan Syam. Kekuatan Shalahuddin pelanjut
dari Nuruddin Zanki. Yang unik juga, para jenderal
saat itu adalah murid madrasah. Mereka menguasai
ilmu syar’i. Struktur negara dipasok oleh murid
madrasah. Bukan sekedar ulama dalam konteks,
tapi masalah keilmuan. Hal ini berbeda dengan
masa sebelumnya, dimana siapa yang ganas, bisa
jadi jenderal.
Masuk bagian doa Rasulullah. Kita minta agar
jangan sampai dunia menjadi hasrat kami yang
tertinggi dan puncak pencapaian kami. Kalau
sekarang, dalam dunia pendidikan, link and match
kan kesana. Filsafat pendidikan jauh, itu yang bikin
ilmu jadi rendah. Itulah, karena manusia pola dan
trennya materialistis. Yang paling tinggi
bayarannya adalah artis, host acara TV. Kalau guru
ngaji ongkosnya hanya bensin. Intinya ini lebih
pada tren masyarakat. Para ulama keikhlasan
dijunjung tinggi.
Saya kemarin bayar SPT, dimasukkan sebagai
pengusaha. Saya bilang, saya guru ngaji, masak
disamakan dengan pengusaha. Karena tidak ada
pekerjaan tetap. Kalau pengusaha ada berlembar-
lembar kertas yang harus ditandatangani, masak
saya disamakan pengusaha. Hahaha.
Dalam masa Zanki, selama 50 tahun, banyak
menghasilkan banyak tokoh besar yang kontributif
terhadap perubahan. Ini sunnatullah, bahwa tidak
ada satupun, individu, etnik atau bangsa yang
dicipta untuk terbelakang. Tinggal, bisa nggak dia
menguasai sunnatullah untuk bangkit. Dan itu yang
diajarkan Islam.
Di jaman jahiliyyah, susah lahir pemimpin, kalau
lahir toh dari gen tertentu. Tapi, ketika Rasul
membangun dalam kurun 15 tahun lebih, bisa
melahirkan 40 jenderal, kurang lebih yang dalam
99 % perang itu menang. Dan mereka dari gen
berbeda-beda, dari orang yang dianggap maupun
tidak dianggap dari struktur sosial. Dan, disitulah
22. kekuatan Shalahuddin. Mereka tahu harus
bagaimana.
Deny Priyatno:
Insihab (mundur) itu kan kontemplasi. Bisa
membaca seluruhnya secara utuh. Bagaimana
secara utuh. Negeri ini harus melakukan redefinisi.
Saya pikir ini pas. Gerakan pemuda seperti apa
yang harus lahir? Kita membicarakan kekinian.
KAMMI menciptakan madrasah itu di sini. Di
gerakan kalau berkiblat pada politik saja
bagaimana?
Asep Sobari, Lc:
Kalau kita inginkan lahir Imam al-Ghazali sekarang
itu susah. Thaifah manshurah itu konsep Mahdi.
Imam Mahdi akan datang bukan pada saat umat
berantakan. Mahdi datang sebagai rangkaian, dia
datang sudah melalui tahap, umat sudah rapi.
Bahan-bahan itu ada, dan itu ditakuti Barat. Mereka
tahu dan sadar betul, peradaban itu bergulir,
karena itu mereka tidak ingin ada yang menyadari
hal itu. Meski teks-teks Islam—al-Quran, hadits,
dan sejarah—tafsirnya dikuasai mereka.
Saya menganggap serampangan terhadap penulisan
sejarah Islam yang selalu identik dengan militer.
Padahal sejarah itu bukan hanya militer. Ada yang
lebih kokoh dari sekedar itu. Coba bayangkan,
bagaimana kekuatan militer bisa menyaingi Persia
dan Romawi? Padahal baru 15 tahun usia Islam?
Bagaimana strategi Umar menguasai, bukan
memperbanyak tentara, tapi dengan gerakan
keilmuan. Jaman Umar bahkan sangat kuat. Seusai
perang baru jadi guru ngaji. Abu Darda’ itu, setiap
malam ada 1.200 orang di masjidnya. Ada 120
halaqah, satu halaqah 10 orang. Kita bagaimana?
Perang yang diterjuni Rasulullah ada 28, selama
hidup ada 80 perang. Tapi, tetap lahir puluhan ribu
hadits. Padahal, ada 10 perang dalam setahun,
kalau dipikir, kapan beliau bicara. Kalau hanya
militer, kapan beliau bicara tentang cara masuk WC,
tentang cara makan? Ini yang luput dari kita sejak
sekarang, yaitu peradaban ilmu. Jadi, sampai
dimana kita? Tugas regenerasi dalam Islam.
Walaupun tidak ada generasi mendatang yang lebih
baik dari sebelumnya. Ini tugas kolektif.
Usamah bin Zaid tidak canggung. Sekarang, anak
muda canggung karena ada senioritas. Saya tertarik
menulis buku pemimpin muda. Pasukan Usamah
sangat hebat, di bawahnya ada para senior.
Membuat anak muda percaya diri tapi tahu diri.
Misi Usamah sukses betul. Saat menggerakkan
pasukan ke Syam. Mereka berfikir, Madinah lemah,
tapi kok memberangkatkan ribuan orang untuk
melawan Romawi? Justru karena itu, daerah utara
itu tidak ada yang murtad. Mereka justru berfikir,
wah ini berarti Madinah kuat sekali. Romawi
bahkan tidak berani menyerang Madinah.
Jadi, nggak usah bikin tokoh muda. Cukup tokoh
saja. Asal kapasitas keilmuannya memadai. Tahun
2014 itu kekosongan calon pemimpin Indonesia. Itu
juga sudah banyak prediksi. Kalau dulu itu sudah
bisa dilihat, bisa diteropong. Masa Nuruddin Zanki
sudah bisa diprediksi. Kalau kitasekarang
kebanyakan menunggu satu generasi habis, baru
berfikir pengganti. Wallahu a’lam. KAMMI harus
kesana mustinya.
Rekomendasi ada di halaman belakang buku ini.
Mereka yang merumuskan adalah orang cerdas.
Dan mereka berpengaruh, mereka juga soleh. Ada
kesinambungan yang kuat, misalnya ikhlas dalam
showab. Aspek ketepatan. Tidak cukup kita syar’i.
Ini adalah cermin dari al-Quran dan sunnah. Kita
dalam framework tauhid, implementasinya
bagaimana Rasul menjalankan agama ini. Agama itu
kan aspek praktis. Sirah adalah praktek, bukan
hanya item per item. Kita bisa memandangnya
dalam sirah. Generasi tabi’in bercerita, kami diajari
sirah sebagaimana ayah kami mengajarkan al-
Quran kepada kami. Insihab (mundurlah), dan
bangun peradaban!
Rijalul Imam:
Banyak yang berminat untuk schooling tapi tidak
berminat learning. Hanya sekolah saja.
Asep Sobari, Lc:
Kalau tentang kehausan pada ilmu, masih sama.
Tapi tujuan berilmu bergeser. Kekacauan pada
masa Umayyah dan Abbasiyyah juga sudah terjadi,
tapi tetap saja tradisi keilmuan muncul. Sebenarnya
saat itu pandangan tentang ilmu itu jelas. Belajar
tidak pernah berhenti. Imam Nawawi kan ada di
masa kacau. Hampir di ujung kekuasaan
Abbasiyyah. Kalau Ibnu Taimiyyah, lahir 4 tahun di
ujung Baghdad hancur. Tapi ilmu dipentingkan
keluarga mereka. Itu adalah tradisi, ilmu begitu
tinggi dan begitu mulia.
Masalahnya sekarang adalah tujuan kelimuan dan
risalah keulamaan tidak terealisasi. Intinya, ada
disfungsi keilmuwan dan ulama. Tapi masa
kelimuan sampai abad 10 masih kokoh. Tapi
setelah itu keilmuan terpuruk.
Lihat fragmen ini. Ibnu ’Aqil yang hidup di awal
Perang Salib disebutkan kalau makan memilih yang
lembek dan cepat masuk. Karena dia harus menulis
lagi. Pada masa itu, lapar bukan jadi persoalan.
Makan bukan menjadi kegiatan yang khusus,
23. sampai nggak sempat mereka. Ad-Dzahabi
menyebutkan, dia menemukan jilid ke-401 dari
buku Ibnu ’Aqil. Padahal jelas nggak menulis saja
pekerjaannya. Dia punya aktivitas lain. Demikian
juga at-Thabari, 84 tahun usianya punya buku
hingga 500 jilid.
Rijalul Imam:
Saya mengutip Hery Nurdi: saya tidak khawatir
dengan muslim di Palestina, karena mereka tetap
bisa beribadah, kualitas keimanan meningkat,
hafalan lancar, anak banyak. Tapi, saya justru lebih
khawatir muslim di Indonesia, yang kualitas
minim. Menurut saya, insihab jangan kolektif.
Mundur jangan semuanya.
Asep Sobari, Lc:
Saya tidak setuju juga kalau perjuangan wilayah
politik dikosongkan. Hanya orientasinya yang harus
jelas: peradaban. Bukan hanya material. Misalnya
Syaikh Abdul Qadir Jailani, punya madrasah
markaziyah yang cabangnya ada di mana-
Lalu diambil yang potensial, ditariknya ke Baghdad,
karena selain ibukota juga banyak ulamanya, lebih
kongkret. Contohnya Ibnu Qudamah dari
Palestina—anak pengungsi—ditarik ke Baghdad
selama 2 tahun, lalu berguru setelah Syaikh Abdul
Qadir Jailani meninggal, lalu kembali ke Baitul
Maqdis.
Revolusi pendidikan itu bentuknya ya pesantren.
Diskusi
Dzahabi
401 dari
buku Ibnu ’Aqil. Padahal jelas nggak menulis saja
pekerjaannya. Dia punya aktivitas lain. Demikian
Thabari, 84 tahun usianya punya buku
Saya mengutip Hery Nurdi: saya tidak khawatir
dengan muslim di Palestina, karena mereka tetap
bisa beribadah, kualitas keimanan meningkat,
hafalan lancar, anak banyak. Tapi, saya justru lebih
khawatir muslim di Indonesia, yang kualitasnya
minim. Menurut saya, insihab jangan kolektif.
Saya tidak setuju juga kalau perjuangan wilayah
politik dikosongkan. Hanya orientasinya yang harus
jelas: peradaban. Bukan hanya material. Misalnya
adir Jailani, punya madrasah
-mana.
Lalu diambil yang potensial, ditariknya ke Baghdad,
karena selain ibukota juga banyak ulamanya, lebih
kongkret. Contohnya Ibnu Qudamah dari
ditarik ke Baghdad
selama 2 tahun, lalu berguru setelah Syaikh Abdul
Qadir Jailani meninggal, lalu kembali ke Baitul
Revolusi pendidikan itu bentuknya ya pesantren.
Sebagai sebuah sistem, pesantren diakui di
Indonesia, bisa independen dan punya racikan
kurikulum sendiri. Aspek moral lebih terasa
dibanding sekolah umum. Masalahnya, bagaimana
membuat pemerataan gerakan itu. Makanya,
braindrain itu kalau dibuat polanya akan sangat
relevan. KAMMI punya melting pot. Jangan hanya
dikumpulkan dalam seminar, tapi kesosialan
Rijalul Imam:
KAMMI ada 47 cabang, satu di luar negeri yaitu
Jepang. Dulu ada rencana madrasah markaziyah.
Intelektual di jogja, jaringan jakarta, sosial preneur
di solo. Kita mencoba bangun itu. Masalahnya
adalah tim instruktur. Kita tidak punya
sekualitas zaman Nuruddin Zanki itu. Kita tidak ada
murabbi yang siap membina sekaligus connect
dengan materi gerakan. Dari pengkajian menjadi
pengajian. Semoga bisa segera teralisasi, dan
KAMMI meniru peradaban masa Zanki.[]
Data Buku
Pengarang : Dr. Majid ‘Irsan al-
Judul Asli : Hakadza Zhahara Jil Shalahuddin wa
Hakadza ’Adat al-Quds
Judul Indo : Misteri Masa Kelam Islam dan
Kemenangan Perang Salib
Penerbit : Kalam Aulia Mediatama, 2007
Penerjemah : Asep Sobari, Lc dan Amaludin, Lc.,
MA.
Diskusi PP KAMMI di Partai PAS Malaysia
Sebagai sebuah sistem, pesantren diakui di
Indonesia, bisa independen dan punya racikan
ndiri. Aspek moral lebih terasa
dibanding sekolah umum. Masalahnya, bagaimana
membuat pemerataan gerakan itu. Makanya,
braindrain itu kalau dibuat polanya akan sangat
relevan. KAMMI punya melting pot. Jangan hanya
dikumpulkan dalam seminar, tapi kesosialan juga.
KAMMI ada 47 cabang, satu di luar negeri yaitu
Jepang. Dulu ada rencana madrasah markaziyah.
Intelektual di jogja, jaringan jakarta, sosial preneur
di solo. Kita mencoba bangun itu. Masalahnya
adalah tim instruktur. Kita tidak punya murabbi
sekualitas zaman Nuruddin Zanki itu. Kita tidak ada
murabbi yang siap membina sekaligus connect
dengan materi gerakan. Dari pengkajian menjadi
pengajian. Semoga bisa segera teralisasi, dan
KAMMI meniru peradaban masa Zanki.[]
-Kilani
Judul Asli : Hakadza Zhahara Jil Shalahuddin wa
Judul Indo : Misteri Masa Kelam Islam dan
Penerbit : Kalam Aulia Mediatama, 2007
Penerjemah : Asep Sobari, Lc dan Amaludin, Lc.,