1. PENGANTAR STUDI ISLAM
ISLAM DIALEKTIK
Dosen: Prof. DR. H. Mujiyono Abdillah , MA
Disusun Oleh:
Robbiatul Addawiyah (132411186)
EI-E1
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
2. PENDAHULUAN
Dialektika secara umum diartikan sebagai suatu komunikasi antar dua pihak
sebagai cara untuk menyelidiki suatu masalah sehingga bisa saling mempengaruhi dan
dipengaruhi atau mau mempengaruhi dan dipengaruhi. Sedangkan Islam dialektik dapat
diartikan bahwa Islam dialektik adalah Islam penghulu segala zaman, sejak zaman mula
hingga zaman millennia.
Masyarakat Islam cenderung memiliki keyakinan sosial bahwa agama Islam
yang mereka percaya adalah agama yang paling benar dan diterima oleh Allah SWT.
dan menganggap selain Islam adalah agama yang salah dan tidak diterima Allah SWT.
Keyakinan tersebut dapat menimbulkan kesan sebagai keyakinan subyektif dan
relative yang sulit dipahami oleh masyarakat di luar Islam. Oleh karena itu, perlu
argumentasi yang obyektif dan relistis.
Pada mulanya Islam hanya satu, yaitu Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad saw, namun seiring berkembangnya zaman, Islam itu menjadi bermacammacam dan banyak modelnya. Model-model Islam kini terpajang seumpama toko-toko
yang ada di suatu pusat perbelanjaan atau bisa kita sebut sebagai “Super Mall Agama
Islam” dengan berbagai karakteristiknya. Konsumen agama tinggal memilih model
Islam yang sesuai dengan seleranya.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Islam Dialektik?
2. Bagaimana ajaran yang ada pada Islam Dialektik?
3. Bagaimana dialektika Islam dalam Politik?
3. PEMBAHASAN
A. Maksud Islam Dialektik
Islam dialektik adalah Islam realitas. Ia adalah penghulu segala zaman,
sejak zaman mula hingga zaman millennia. Fakta mewujudkan Islam dialektik
adalah Islam milik semua dan untuk semua. Islam dialektik punya surga
bersama juga punya neraka bersama. Masyarakat Islam dialektik cenderung
akrab dengan budaya Inklusivisme dan Pluralisme. Sebab Islam sendiri diyakini
sebagai agama yang terbuka, sedangkan model-model Islam lain pada umumnya
sektarian, yaitu model Islam Exlusivisme yang lebih mengutamakan budaya
sendiri. Model Islam yang diyakini hanya dimiliki penganutnya sendiri dan
untuk mereka sendiri, mereka punya surga sendiri dan juga punya neraka
mereka sendiri. Mereka mengembangkan budaya sendiri dan mencap bahwa
kami benar dan mereka salah, surga untuk kami dan neraka untuk mereka.
B. Dasar Kemunculan Islam Dialektik
Pada mulanya Islam hanya satu, yaitu Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad saw, namun seiring berkembangnya zaman, Islam itu menjadi
bermacam-macam dan banyak modelnya. Model-model Islam kini terpajang
seumpama toko-toko yang ada di suatu pusat perbelanjaan atau bisa kita sebut
sebagai “Super Mall Agama Islam” dengan berbagai karakteristiknya.
Konsumen agama tinggal memilih model Islam yang sesuai dengan seleranya.
Oleh sebab begitu banyaknya model-model Islam sepeninggal
Rasulullah, maka munculah Islam Dialektik sebagai wadah terbesar bagi modelmodel Islam yang merupakan sebagian kecil dari Islam yang muncul bersamaan
perkembangan zaman.
Tokoh yang mencetuskan keberadaan Islam Dialektik adalah seorang
guru besar di sebuah universitas di Semarang, Prof. DR. H. Mujiyono Abdillah,
MA pada tahun 2001.
Adapun tokoh lain yang menyinggung tentang filsafat dialektika yaitu
George Wilhelm Friedrich Hegel yang meninggal pada tahun1831.
C. Ajaran Islam Dialektik
Islam dialektik memiliki prinsip bawaan yang bersifat lihat. Hal ini
didasarkan pada pemahaman bahwa teori asbab al-Nuzul pada al-Qur’an dan
asbab al-Wurud pada Hadits mengisyaratkan Allah SWT. dan Rasul-Nya sendiri
bersifat dialektis. Allah SWT. dan Rasul-Nya ketika menyampaikan aspirasi
spiritualnya sangat memperlihatkan ruang dan waktu yang menjadi audiensinya.
Sehingga bisa dikatakan bahwa Allah SWT. dan Rasul-Nya dipengaruhi dan
4. dibentuk oleh ruang dan waktu semenanjung Arabia. Disisi lain semnenjung
Arabia sendiri kemudian juga dipengaruhi oleh spiritual Islam. Dengan
demikian, sesungguhnya kehadiran Islam sendiri melalui proses dialektis.
Dengan kata lain, agama Islam itu membentuk sekaligus dibentuk,
mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh ruang dan waktu yang
melingkupinya.
Proses dialektika Islam berjalan secara terus menerus tanpa
berkesudahan untuk menuju kepada kesempurnaannya. Sebab, proses
pembentukan Islam tidak akan pernah selesai selama ruang dan waktu masih ada
atau “jembar kalangane”. Memang masa Rislah Nabi Muhammad saw telah usai
dan pewahyuan sudah paripurna, namun perumusan selengkapnya ajaran Islam
terus berkelanjutan dan tidak pernah akan selesai.
Secara teknis dialektika Islam itu banyak macamnya. Banyaknya ragam
dan produk yang dihasilkan oleh teori dialektika Islam tergantung pada ragam
aspek kehidupan yang dijadikan pendekatan. Aspek kehidupan manusia antara
lain ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu dialektika
Islam ragam dan produknya bersifat fleksibel dan luwes.
Berikut contoh ragam beserta produk dialektika Islam:
1. Dialektika Ekologis Islam, melahirkan ajaran Islam dibidang lingkungan.
Kemudian lahirlah teologi lingkungan Islam, fikih lingkungan, dan etika
lingkungan. Islam berwawasan lingkungan merupakan model Islam kreatif
yang tidak dikenal pada masa Rasulullah saw.
2. Dialektika Antropologis Islam, yang menghadirkan model Islam
berwawasan budaya yang kemudian lahirlah teologi dan fiqih budaya
adiluhung
3. Dialektika Sosiologis Islam, yang menyuguhkan produk berupa masyarakat
madani, yakni masyarakat yang maju, salih, dan santun. Yang kemudian
melahirkan teologi dan fiqih kerakyatan, teologi dan fiqih humanistik, dan
sebagainya.
4. Dialektika Ekonomi Islam, menawarkan produk sistem ekonomi
berkeadilan. Kemudian instrumen yang dihasilkan adalah perbankan syariah,
asuransi Islam, management profetik, sufistik korporasi, spiritual
investment, dan sebagainya
5. Dialektika Politik Islam, memunculkan teori khilafah pada masa daulah
Ummayah dan Abbasiyah. Pada masa modern, pasca penanggalannya secar
aktual oleh Kemal Attaturk, munculah teori politik Islam modern. Antara
lain, teori sosialisme Islam, teori politik Islam sekuler, juga muncul teori
politik Islam fondamental.
5. D. Dialektika Politik Islam
1. Politik Islam
Manusia merupakan mahluk politik atau zoonpoliticon. Maksudnya,
manusia merupakan spesies yang memiliki kesadaran politik, kesadaran tersebut
dimiliki oleh manusia karena manusia memiliki potensi dan naluri politis.
Sedangkan potensi dan naluri politik manusia merupakan anugrah Illahi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa politik Islam mengacu pada prinsip
teokratis atau dengan kata lain potensi dan naluri politis tersebut dikembangkan
menjadi kekuatan politik yang riil. Dengan demikian, kekuasaan politik tidak
pernah jatuh dari langit, melainkan dijatuhkan dari langit oleh manusia dalam
mengemban amanat sebagai mahluk politik.
Aktualisasi politik Islam telah terukir dalam sejarah yang terulur selama
14 abad. Rentangan panjang tersebut membuahkan sejarah politik Islam baik
dalam tataran kekuasaan politik rill maupun pengembangan teori politik
konseptual. Teori politik konseptual merupakan produk dialektika politik Islam,
yakni proses dialektika antara pengalaman riil politik dengan nilai dasar politik
Islam. Pada masa Rasulullah politik Islam masih didominasi oleh aspirasi Allah
SWT dan Rasulullah yang notabene “belum memadai” pengalaman politiknya.
Demikian halnya pada masa Khulafaur Rasyidin. Pada masa ini belum ada
keberanian dan kemampuan memadai untuk merumuskan teori politik
konseptual.
Perumusan teori politik konseptual selanjutnya muncul ketika
pemerintahan Islam di pegang oleh Daulah Ummayah dan Daulah Abbasiyah
yang kemudian merumuskan teori khilafah. Teori khilafah merupakan produk
dialektika antara nilai dasar politik Islam dengan sistem kerajaan Romawi.
Spiritual politiknya mengambil dari Islam dan aktualisasi politiknya mengadopsi
sistem kerajaan Romawi. Teori ini kemudian diwariskan oleh kaum sunni dan
dijadikan trademark konsep politiknya. Teori imamah yang dikembangkan oleh
syi’ah merupakan praktek dialektika antara nilai dasar politik Islam dengan
sistem kerajaan di Persia yang cenderung mengultuskan imam. Teori imamah
kemudian menjadi trademarknya politik Syi’ah.
Republik Islam Iran merupakan satu-satunya negara Syi’ah modern yang
mengelaborasi teori imamah dengan semangat demokrasi dengan kemasan teori
wilayah al Faqihnya. Pada kenyataannya baik teori khilafah maupun teori
imamah sama-sama mengultuskan pemimpin. Imam atau khalifah yang diyakini
sebagai wakil Allah SWT atau bahkan Allah yang menampak. Oleh karena itu,
pemimpin adalah suci dan harus di taati secara mutlak.
Pada masa modern, teori khilafah digugat secarateoritis oleh Ali Abdul
Raziq dan ditanggalkan secara aktual oleh Kemal Attaturk. Pasca penanggalan
6. teori khilafah muncullah teori-teori Islam modern. Antara lain, teori sosialisme,
Islam teori politik Islam sekuler, dan teori politik Islam fondamental. Oleh
karena itu, pemikir politik Islam tersebut terbagi dalam berbagai aliran semisal
politik tradisional, sekuler dan moderat. Aliran pemikiran politik Islam
tradisional melahirkan teori teodemokrasi, aliran sekuler melahirkan negara
sekuler Turki dan aliran moderat melahirkan negara Pancasila. Teori-teori
politik Islam modern merupakan produk final dialektika politik Islam dengan
realitas politik modern.
2. Dialektika Politik Islam
Dialektika politik Islam yang sudah berkembang ternyata hanya terfokus
pada politik kenegaraan. Sehingga politik Islam sekarang ini dituntut menembus
batas yang berkemungkinan terbukanya wahana baru yang diproyeksikan
melahirkan wacana baru seperti teologi dan fiqih pemerintahan, teologi dan fiqih
birokrasi, teologi dan fiqih ekonomi kerakyatan, dan sebagainya.
Salah satu kerangka konseptual yang dapat dijadikan landasan untuk
mengembangkan politik pemerintahan Islam adalah teori dialektika politik
Islam. Teori ini merupakan teori yang mengungkapkan tentang proses kerja
teoritik terbentuknya politik pemerintahan Islam.
Teori ini juga dirumuskan berdasarkan pada analisis metapolitis, yaitu
analisis politis yang didasari oleh semangat religius Islam.
Adapun nilai dasar politik pemerintahan Islam setidaknya dapat
mengacu pada:
1. Prinsip Amamah (acountability)
Bahwa kekuasaan yang dimiliki pemerintah merupakan amamah
yang diberikan Allah SWT melalui transisi birokrasi, oleh karena itu,
perilaku politik pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan
secara politis dan spiritual religius kepada Allah. Dengan demikian
kekuasaan pemerintah tidaklah absolut melainkan proporsional.
2. Prinsip Keadilan (justice oriented)
Kekuasaan menjalankan roda pemerintahan harus mengacu pada
prinsip keadilan. Setiap aturan pemerintah yang berkaitan dengan
pelaksanaan kekuasaannya berorientasi pada terwujudnya keadilan.
3. Prinsip Kerakyatan (civil oriented)
Aktualisasi kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah harus selalu
mengacu pada kepentingan rakyat. Pemerintah menerima amanat
7. kekuasaan dari rakyat maka segala kekuasaan pemerintahannya harus
diorientasikan pada kepentingan kesejahteraan rakyat. Oleh karena
itu, teologi ekonomi dan fiqih ekonomi yang dikembangkan
pemerintah juga haruslah teologi ekonomi dan fiqih ekonomi
kerakyatan, bukan kapitalistis.
Berdasarkan prinsip-prinsip politik pemerintahan sebagaimana
dijelaskan dapat ditegaskan bahwa politik pemerintahan Islam harus mengacu
pada prinsip amamah, keadilan, kerakyatan, dan total quality.
8. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Islam merupakan agama yang mencakup semua aspek kehidupan
manusia. Sehingga sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju
dan manusia semakin berkembang pola pikirnya maka di ciptakanlah modelmodel atau pemikiran-pemikiran Islam yang disesuaikan dengan keinginan dan
selera manusia tanpa maupun dengan menyalahi Al Qur’an dan Hadits.
Dari model-model Islam yang bermunculan tersebut munculah suatu
pemikiran bahwa model-model agama Islam tersebut memiliki sebuah wadah
atau induk yang bisa disebut Dialektika Islam. Karena dari adanya dialektika
inilah maka terlahir berbagai model agama Islam yang disesuaikan dengan
selera manusia.
Islam Dialektik menganggap bahwa agama Islam membentuk sekaligus
dibentuk dan mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh ruang dan waktu yang
melingkupinya. Dialektika ini terjadi dalam upaya untuk menuju kesempurnaan,
sebab proses pembentukan Islam tidak akan pernah selesai selama ruang dan
waktu masih tersedia.