Dokumen tersebut membahas tentang kemuliaan para sahabat Nabi saw yang dijamin oleh Allah SWT berdasarkan beberapa ayat Al-Quran. Dokumen tersebut juga menjelaskan bahwa keimanan yang sejati menurut Allah SWT adalah keimanan kaum Muhajirin dan Ansar. Selain itu, dokumen tersebut menyatakan bahwa salah satu akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah kewajiban untuk mencintai, menghormati, dan
2. KEMULIAAN PARA SAHABAT DIJAMIN
OLEH ALLAH SWT.
ََونُقِباَّسال َو
ََونُل َّوَ أ
اْل
ََنِم
ي ِ
ر ِاجَهُمأال
ََن
َِ
ارَصأنَ أ
اْل َو
ََينِذَّال َو
َ
َّتا
َ
أمُهوُعَب
َ
انَسأحِإِب
َ
َي ِ
ضَر
َ
ُللا
َ
أمُهأنَع
واُضَر َو
َ
ُهأنَع
َ
َّدَعَأ َو
َ
َل
َ
أمُه
َ
اتَّنَج
ي ِ
رأجَت
َ
َت
اَهَتأح
َُارَهأنَ أ
اْل
ََينِدِلَاخ
اَهيِف
ًادَبَأ
ََكِلَذ
َ
َفأال
َُُ أو
َ
ُميِظَعأال
“Dan orang-orang yang pertama masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepadaNya, dan Allah sediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai. Mereka kekal di dalamnya selamanya. Yang demikian itu adalah keberuntungan yang
besar.” (QS. At-Taubah : 100).
3. Tafsir Ibnu Katsir (QS. At-Taubah : 100)
Allah Swt. menceritakan tentang ridha-Nya kepada orang-orang yang terdahulu masuk
Islam dari kalangan kaum Muhajirin, Ansar, dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka
dengan baik. Allah ridha kepada mereka, untuk itu Dia menyediakan bagi
mereka surga-surga yang penuh dengan kenikmatan dan
kenikmatan yang kekal lagi abadi.
Allah Swt. telah memberitakan bahwa Dia telah ridha kepada orang-orang
yang terdahulu masuk Islam dari kalangan kaum Muhajirin
dan Ansar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Maka
celakalah bagi orang yang membenci mereka, mencaci mereka, atau
membenci dan mencaci sebagian dari mereka. Terlebih lagi terhadap penghulu para sahabat
sesudah Rasul Saw. dan yang paling baik serta paling utama diantara mereka, yaitu As-
Siddiqul Akbar —khalifah Rasulullah yang pertama— Abu Bakar Ibnu Abu Quhafah RA.
4.
َ
دَّمَحُم
َُلوُسَر
َ
ِللا
ََينِذَّال َو
َ
ُهَعَم
َ
ُءاَّدِشَأ
ىَلَع
َِ
ارَّفُكأال
َ
ُءاَمَحُر
َ
أمُهَنأيَب
ََرَت
َ
أمُها
اًعَّكُر
ًادَّجُس
ََونُغَتأبَي
ًَ
ألضَف
ََنِم
َ
ِللا
اًنا َأوض ِ
ر َو
َ
أمُهاَميِس
َ
ِف
ي
َ
أمِهِهوُج ُو
َأنِم
َِ
رَثَأ
َ
ِدوُجُّسال
َ
َذ
ََكِل
َ
أمُهُلَثَم
يِف
َ
ِةاَر أوَّتال
َ
أمُهُلَثَم َو
يِف
َِلي ِجأنِ أ
اْل
َ
ع أرََُك
َ
َأ
ََََرأخ
َ
ُهَأأَطش
َ
ُهَرَُآَف
َ
َظَلأغَتأساَف
َ
أساَف
ى َوَت
ىَلَع
َ
ِهِقوُس
َُب ِجأعُي
َ
َعاَّرُُّال
َ
َظيِغَيِل
َ
ُمِهِب
َ
َّفُكأال
ََار
َ
َدَع َو
َ
ُللا
ََينِذَّال
واُنَمآ
واُلِمَع َو
َِتاَحِلاَّصال
َ
أمُهأنِم
َ
ًةَرِفأغَم
اًرأجَأ َو
اًميِظَع
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya (para Sahabatnya) bersikap keras
terhadap orang-orang kafir dan saling berkasih sayang di antara mereka. Engkau akan melihat mereka
banyak ruku’ dan sujud (dalam sholat) mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaanNya. Tanda
(ketaatan) mereka nampak pada wajah-wajah mereka berupa bekas sujud. Demikianlah perumpamaan
mereka di Taurat dan Injil. Bagaikan tumbuhan yang mengeluarkan batang dan cabangnya hingga
menjadi kuat dan hingga tegak pada batangnya. Hal itu menakjubkan penanamnya. (Yang demikian itu)
untuk membikin marah orang-orang kafir. Allah menjanjikan bagi orang-orang beriman dan beramal
sholih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath : 29)
5.
ََينِذَّال َو
واُنَمآ
واُرَجاَه َو
ُوادَهاَج َو
يِف
َِيلِبَس
َ
ِللا
ََو
ََينِذَّال
ا أو َآو
واُرَصَن َو
ََكِئَلوُأ
َ
ُه
َ
ُم
ََونُنِمؤأُمأال
اًّقَح
َ
أمُهَل
َ
ة َرِفأغَم
َ
ق أُ ِ
ر َو
يم ِ
رَك
“Dan orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah (para Sahabat Muhajirin), dan orang-orang
yang melindungi dan menolong (para Sahabat Anshar), mereka itu adalah kaum mukminin yang sebenarnya. Bagi
mereka ampunan dan rezeki yang mulya.” (QS. Al-Anfaal : 74).
Pada surat Al-Anfaal ayat ke-74 ini Allah menyatakan bahwa orang beriman yang benar keimanannya
adalah kaum Muhajirin yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah,
serta kaum Anshar yang melindungi dan menolong. Maka standar keimanan yang diridhai
Allah adalah keimanan mereka, karena mereka dipastikan Allah sebagai orang-orang
beriman yang sebenarnya (mu’minuuna haqqo).
6. KEWAJIBAN MENCINTAI PARA SAHABAT
Salah satu akidah Ahlusuunah wal Jamaaah adalah kewajiban mencintai, menghormati,
memuliakan, mengemukakan argumentasi untuk membela dan mengikuti para sahabat
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, serta tidak boleh membenci seorang pun di antara
mereka. Pasalnya, Allah subhaanahu wa ta’aala telah memuliakan mereka dengan hidup
mereka bersama Rasul-Nya, jihad mereka bersama beliau demi menolong agama Islam,
dan kesabaran mereka dalam menghadapi kaum musyrik dan munafik, serta hijrah mereka
meninggalkan negeri dan harta mereka. Allah berfirman;
َ
َّبََرَونُلوُقَيَأمِهِدأعَبَأنِواَمُءاَجََِينذَّال َو
َ
ََّاَالنِنا َوأْلخ ََاَونَلَ أرِفأغَاَان
ََانوُقَبَسََِينذ
َ
َّلِلَلِغََانِبوُلُقَيِفَألَعأجَتَال ََوِانَماْليِب
وُءََرَكَّنِإََانَّبَواَرُنَمَآَِينذ
َيم ِحََرف
(
١٠
)
“Dan orang orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka berdoa, “Yaa
Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari
kami, dan jangan biarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman;
Yaa Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” (Qs. Al Hasyr
: 10).
7. LARANGAN MENCELA PARA SAHABAT
َأنَم
ََّبَس
،يِباَحأصَأ
َ
ِهأيَلَعَف
َ
ُةَنأعَل
َ
ِللا
َ
ِةَكِئَلَمأال َو
َِ
اسَّنال َو
َأجَأ
ََأنيِعَم
“Barangsiapa yang mencela para Sahabatku, maka baginya laknat Allah, Malaikat, dan
manusia seluruhnya.” (HR. At-Thobarony).
8. Di antara seorang Sahabat Nabi yang sering mendapat cercaan dan celaan adalah Muawiyah bin
Abi Sufyan. Padahal beliau juga Sahabat Nabi, penulis wahyu, dan yang dido’akan oleh Nabi:
َ
َّمُهَّالل
َ
ُهألَعأاج
َ
ًايِداَه
َ
ًاّيِدأهَم
َ
ِهِدأها َو
َ
أها َو
َ
ِد
َ
ِهِب
“Ya Allah jadikanlah dia sebagai pemberi petunjuk dan yang mendapatkan petunjuk. Berilah ia
petunjuk dan jadikan petunjuk dengannya (H.R. Al-Bukhari).
Ali bin Abi Tholib menyatakan setelah pulang dari perang Shiffiin:
ال
تكرهوا
إمارة
معاوية
فوللا
لئن
فقدتموه
لترون
َ
ًارؤوس
تند
ر
عن
كواهلها
كأنها
الحنظل
“Janganlah kalian membenci kepemimpinan Muawiyah. Demi Allah jika kalian kehilangan dia,
niscaya kalian akan melihat kepala-kepala terlepas dari bagian atas punggung bagaikan al-
handzhal (sejenis labu).”(Al-Bidayah Wan Nihaayah; karya Ibnu Katsir (8/140)).
9. TIDAK MEMPERDALAM PEMBAHASAN
TENTANG DINAMIKA PARA SAHABAT
Janganlah membicarakan tentang para Sahabat Nabi kecuali kebaikan. Janganlah membicarakan perselisihan di
antara mereka dengan tujuan untuk menjelek-jelekkan salah satu pihak. Itulah yang dituntunkan oleh Nabi dalam
sabdanya:
اَذِإ
ََرِكُذ
يِباَحأصَأ
واُكِسأمَأَف
“Jika disebut tentang para Sahabatku, maka tahanlah.” (H.R. At-Thobarony)
Umar bin Abdil ‘Aziz pernah ditanya tentang perselisihan yang terjadi di antara para Sahabat. Beliau
menjawab:
تلك
دماء
رَّهط
للا
منها
سيوفنا
،
فل
ب ِ
ّضنخ
بها
ألسنتنا
“Itu adalah darah-darah yang pedang-pedang kita disucikan Allah darinya, maka janganlah kita warnai lisan-
lisan kita dengannya.” (al-Bahrul Muhiith karya az-Zarkasyi (6/187))
Maksud dari ucapan Umar bin Abdul Aziz tersebut adalah: kalau kita sudah tidak terlibat secara langsung
dalam perselisihan itu, mengapa kita biarkan lisan kita membicarakan tentang mereka. Itu tidak ada
manfaatnya, justru akan menimbulkan dosa pada kita.
10. Jika ada yang bertanya: Apakah para Sahabat yang berselisih dan berperang itu tidak termasuk
dalam hadits Nabi: Jika dua orang muslim bertemu dengan pedang masing-masing, maka pembunuh
dan yang dibunuh masuk neraka?
Al-Imam An-Nawawiy menjelaskan bahwa perang yang terjadi di antara para Sahabat Nabi tidaklah
masuk dalam hadits tersebut karena masing-masing pihak bukan berperang karena fanatisme
kesukuan atau kepentingan duniawi. Masing-masing pihak berijtihad dan melakukan penakwilan.
Maka tidak ada yang berdosa karena mereka adalah orang-orang yang berhak untuk berijtihad.
Beliau menyatakan: “Sesungguhnya darah (yang tertumpah) di antara para Sahabat (Nabi)
radhiyallahu anhum tidaklah masuk dalam ancaman ini. Madzhab Ahlussunnah dan kebenaran
adalah berbaik sangka kepada mereka dan menahan diri (untuk membicarakan) perselisihan di
antara mereka, dan menakwilkan peperangan (di antara) mereka adalah karena mereka berijtihad
dan melakukan pentakwilan, tidaklah bermaksud untuk melakukan kemaksiatan atau kepentingan
duniawi. Bahkan tiap pihak berpendapat bahwa mereka yang benar sedangkan pihak lain adalah
bughot yang wajib diperangi hingga kembali kepada perintah Allah. Di antara mereka ada yang
benar, sebagian lagi salah dan mendapatkan udzur karena dia berijtihad. Orang yang berijtihad jika
salah tidak ada dosa baginya.” (Syarhun Nawawi ala Shahih Muslim (18/11))