SlideShare a Scribd company logo
1 of 294
h. 1
KEKEJAMAN HOLOKAUS
Bagaimana Nazi Membantai
JUTAAN Orang Yahudi, Gipsi, dan
Penyandang Cacat?
PERJANJIAN RAHASIA APAKAH YANG DISEPAKATI ANTARA NAZISME DAN ZIONISME?
Harun Yahya
h. 2
Penerjemah: Hari Cahyadi, S.T. dan Masyhur Ardani
Penyunting: Erich H. Ekoputra
h. 3
Daftar Isi
Prakata
Kepada Sidang Pembaca
Pengantar: Sejarah Resmi vs Sejarah Sebenarnya
Dua Muka Israel
Pengantar ke Mitos Holokaus
Kebenaran di Balik Holokaus
Para Ahli Kitab dalam Al Qur’an
Akar Kelam Anti-Semitisme
Nazisme: Paganisme Abad ke-20
Akar Darwinis dari Nazisme
Akhlak Al Qur’an akan Melenyapkan Anti-Semitisme dan Semua Bentuk Rasisme
Kesimpulan
Bab Satu: Kolaborasi Nazi-Zionis
Dari Diaspora ke Zionisme
Asimilasi: Sebuah Masalah bagi Zionisme
Rasisme Abad ke-19 dan Anti-Semitisme Modern
Anti-Semitisme: Siasat Herzl
Perlawanan Kaum Yahudi terhadap Zionisme
Persaudaraan Ideologis antara Nazisme dan Zionisme
Perselingkuhan Para Zionis dengan Nazisme
Tahun-tahun Awal Nazi dan Zionis
Meminta Yahudi Jerman Memilih Hitler
Mengalahkan Boikot Anti-Nazi dengan Bantuan Zionis
Para Zionis Penyokong Dana Hitler
Kesepakatan Nazi-Zionis untuk Meningkatkan Perpindahan Yahudi Jerman
Undang-undang Nuremberg dan ‘Juden Raus Auf Nach Palästina!’
Perselingkuhan Zionis dengan SS
Zionis Sebagai Agen SS; Senjata SS untuk Zionis
Kebijakan “Penyaringan Yahudi” Zionisme
Zionis Menghalangi Kaum Yahudi Melarikan Diri
Mengapa Nazi Membiarkan Lari Kaum Yahudi Denmark?
Kubu-kubu dalam Zionisme, atau ‘Polisi Baik/Polisi Jahat’
Mussolini, Fasisme Italia, dan Zionisme
Persekutuan-persekutuan dengan Para Anti-Semit Austria, Rumania, dan Jepang
Anti-Semit Polandia dan Zionis
Gerombolan Stern Menawarkan Sebuah Persekutuan kepada Nazi
Adolf Eichmann
Upaya-upaya Eichmann Memaksa Bangsa Yahudi Pindah ke Palestina
h. 4
Masa Perang dan Negara Yahudi Otonom di bawah Perlindungan Nazi
Bab Dua: Dusta Kamar Gas
Para Ilmuwan Mempertanyakan Dongeng ‘Kamar Gas’
Laporan Leuchter: Penyelidikan Forensik Pertama pada ‘Kamar Gas’
Kamar Gas: Teknologi Pembantaian yang Paling Rumit
Analisis Laboratorium Menyangkal Kamar Gas
Gas Zyklon-B Digunakan sebagai Pembasmi Hama
Auschwitz: Kenyataan Tersembunyi vs. Penyajian kepada Umum
Kelemahan-kelemahan Teknis ‘Kamar Gas’
Pelipatgandaan Mayat di ‘Kamar Gas’
600 Korban Seketika di Kamar yang Menampung hanya 94 Orang?
Kisah dan Fakta tentang ‘Kamar Gas’
Alur Cerita Pembunuhan Khayalan dari Para Pendongeng Holokaus
Kenyataan di Balik Panggangan Pengabuan dan Sumur bagi Mayat Hangus
Kemunculan Pasca Perang Jutaan Yahudi Sehat yang Dikatakan Telah Dimusnahkan
Holokaus yang Luar Biasa Mengerut
Momok Kamp-kamp yang Sebenarnya: Wabah Tifus
Para Eksterminasionis Mengakui: ‘Tiada Kamar Gas di Kamp-Kamp Konsentrasi
di Wilayah Jerman’
Pengadilan Auschwitz Frankfurt dan Perkumpulan Masonik
Dokumen-dokumen Palsu, Laporan-laporan Hasil Pelintiran
Foto-foto Palsu sebagai Bukti Dongeng Holokaus
Skandal Kaum Pemusnah: Kurt Gerstein
Saksi-saksi Palsu Bekerja untuk Membuktikan Genosida
Biografi-biografi Holokaus
Perubahan-perubahan atas Tempat-tempat yang Diduga menjadi ‘Kamar Gas’
Penerjemahan Tak Cermat Para Eksterminasionis
Buku Harian Anne Frank yang Meragukan
Siapakah Anne Frank?
Jutaan Orang Dipedaya oleh Film-film Holokaus
‘Schindler’s List’
Kebenaran tentang Tumpukan Rambut dan Pakaian
Saripati Kisah ‘Sabun Yahudi’
‘Penyelesaian Akhir’ bukan Berarti ‘Pemusnahan Massal’
Zionis di Tahun-tahun Holokaus
Akhir Perang dan Pembebasan Kaum Yahudi
Kegagalan bagi Lobi Holokaus: Buku Pressac
Harga bagi Mengungkapkan Kebenaran
Kematian Mengenaskan Legenda Holokaus
40 Pertanyaan dan Jawaban atas Holokaus
Pertanyaan-pertanyaan bagi Para Eksterminasionis
h. 5
Bab Tiga: Holokaus Kaum Yahudi
Ideologi Nazi dan Musuh-Musuhnya
Jejak-jejak Holokaus Kaum Yahudi
Masa Perang dan Awal Genosida
Hidup dan Mati di Dalam Ghetto
Pemecahan Akhir ndan Pendirian Kamp-kamp Konsentrasi
Kereta Api Maut
Kamp-kamp Maut
Einsatzgruppen: Pasukan Maut Nazi
Kebencian Nazi terhadap Agama
Pengikut Zionisme Selama Holokaus
Pemanfaatan Holokaus oleh Kaum Zionis
Kesimpulan
Bab Empat: Holokaus-Holokaus yang Terlupakan
Kebengisan terhadap Mereka yang Malang: Genosida Penyandang Cacat
Genosida Kaum Gipsi
Genosida yang Ditujukan kepada Bangsa Polandia
Korban-korban yang Lainnya
Bab Lima: Kebijakan Anti-Semitisme Israel
Ancaman terhadap Kaum Yahudi Diaspora dari Para Pemimpin Israel
Teror Yahudi terhadap Yahudi di Kamp-kamp Pengungsi Pasca Perang
Penyelenggara Perpindahan: Mossad le-Aliyah Bet
Mossad Membom Kaum Yahudi Irak: Operasi Ali Baba
Memindahkan Kaum Yahudi Ethiopia dari Tanah Airnya, atau Operasi Musa dan Sulaiman
Kaum Yahudi Yaman Dipedaya ‘Operasi Permadani Ajaib’
Cara-cara Lain Pembelian Orang Yahudi oleh Israel
Hubungan Rahasia Israel dengan Nazi Mutakhir
Mitos Pengasingan Kaum Yahudi
Teror Mossad terhadap Kaum Yahudi
Serangan pada Sinagog Neve Shalom di Istambul
Seorang Anti-Semit yang Ganjil di Perancis: Jean-Marie Le Pen
Perpindahan Kaum Yahudi Rusia
Vladimir Zhirinovsky: Corong Suara Tuannya
Kesimpulan
Lampiran
Israel, Fasisme Dunia Ketiga, dan Gladio
Hubungan Israel-Serbia
Daftar Pustaka
Indeks
h. 6
Prakata Edisi ke-3: Genosida, Kaum Yahudi, dan Gerakan Anti-Semitisme
Karena konsep-konsep yang dibahas buku ini: Zionisme,Yudaisme, dan genosida
(pembantaian suatu kelompok ras, etnis, paham, atau agama), telah menjadi bahan banyak sekali
perdebatan, akan bermanfaat jika sejumlah prinsip dasar diperjelas dulu. Bagian selebihnya buku
ini harus dipahami dan dipandang di dalam kerangka kerja hal-hal yang dipaparkan dalam prakata
ini
Kebenaran di Balik Holokaus
Di dalam buku ini, kita akan membahas dimensi-dimensi genosida dan kebiadaban yang
dilakukan kaum Nazi pada kaum Yahudi dan ras-ras lain selama Perang Dunia II. Satu fakta yang
perlu diperjelas adalah bahwa kami sepenuhnya menentang keras semua bentuk genosida,
penyiksaan, dan kekejaman, tanpa memandang agama, ras, atau asal etnisnya. Kami sepenuhnya
mengutuk serangan tak beralasan sekecil apa pun terhadap kaum Yahudi maupun bangsa-bangsa
lain.
Alasannya adalah bahwa sebagai Muslim, kita mengikuti petunjuk yang diberikan Allah di
dalam Al Qur’an. Di dalam kitab itu, siapa pun yang melakukan kejahatan di dunia ini, berbuat
kejam kepada orang lain, atau membunuh tanpa hak, akan dilaknat. Menurut satu firman Ilahiah
yang ada dalam Taurat, dan telah dijelaskan kepada kita di dalam Al Qur’an, “...barang siapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia
seluruhnya...”(QS. Al-Maidah, 5: 32). Karena itu, pembunuhan bahkan satu saja orang tak
bersalah, merupakan kejahatan yang tak boleh dianggap remeh.
Adalah suatu fakta yang terang bahwa selama Perang Dunia II dan tahun-tahun sebelumnya,
yang merupakan pokok bahasan buku ini, kaum Yahudi menjadi korban kebiadaban dan
pembantaian besar-besaran. Kami mengutuk pembunuhan dan penindasan orang-orang tak bersalah
ini oleh Nazi, atau siapa pun. Hal ini tak terbatas pada kaum Yahudi: mutlak tak ada pembenaran
bagi kekejaman yang ditimpakan kepada puluhan juta orang tak bersalah yang kehilangan nyawa
pada Perang Dunia II (apakah ia orang Jerman, Rusia, Inggris, Perancis, Jepang, Cina, gipsi,
Kroasia, Polandia, Serbia, Arab, Bosnia, atau bangsa apa pun). Para sejarawan menaksir bahwa
sekitar 29 juta rakyat sipil terbunuh oleh Nazi sebelum dan selama perang, di kamp-kamp
konsentrasi, ghetto-ghetto (perkampungan kumuh Yahudi), pembantaian militer dan pembunuhan
politik.
Satu dari dua masalah penting yang dibahas buku ini adalah bahwa Nazi Jerman, yang
bertanggung jawab atas kebengisan mengerikan itu, juga terlibat kerjasama rahasia dengan sejumlah
pendiri negara Israel. Banyak orang mungkin merasa hal ini sangat mengejutkan, namun fakta-fakta
sejarah menunjukkan bahwa beberapa pendiri negara Israel, dengan kata lain kaum Zionis, pada
satu waktu terlibat kerjasama yang erat dengan Nazi Jerman. Dasar tindakan itu adalah mereka
berpikir bahwa tekanan Nazi akan menjadi alasan kuat bagi kaum Yahudi Eropa berpindah ke
Palestina. Secara ekonomi dan politik, mereka mendukung kekuasaan Nazi yang akan melakukan
h. 7
kekejaman pada kaum mereka sendiri, dan banyak bangsa lainnya, serta menyambut gembira
kebijakan-kebijakan rasis Nazi.
Ini suatu hal penting, karena kebiadaban Nazi dan tragedi kaum Yahudi yang menjadi
korbannya telah digunakan sebagai alat politik sejak Perang Dunia II hingga kini. Untuk
membenarkan kebijakan pendudukan dan terornya, dan membungkam kecaman yang terarah
padanya, negara Israel terus bersembunyi di balik konsep ‘Holokaus’. Sesungguhnya, berdirinya
negara Israel sebagian besar dimungkinkan berkat dukungan dan simpati dunia yang diilhami
konsep genosida itu. Hal lain yang akan kita bahas dalam buku ini adalah fakta bahwa kebijakan
pemusnahan Nazi tak hanya ditujukan pada kaum Yahudi, namun juga pada etnis, kelompok agama
dan kelompok etnis lain, seperti orang-orang gipsi, Polandia, Slavia, penganut Katolik yang taat,
penganut Kesaksian Yehova (sebuah aliran agama Nasrani), serta para penyandang cacat fisik dan
mental. Benar bahwa kaum Yahudi, yang 5,5 juta orang di antaranya terbunuh di kamp-kamp
konsentrasi, adalah korban terbanyak kebiadaban Nazi. Namun, sebenarnya, jumlah seluruh korban
yang terbunuh di kamp-kamp itu mencapai lebih dari 11 juta orang, dan lebih dari setengah jumlah
itu mencakup anggota bangsa-bangsa yang disebutkan di atas. Genosida yang ditimpakan kepada
orang-orang ini harus dikenang tak kurang daripada yang ditimpakan kepada kaum Yahudi.
Penggambaran bahwa kebiadaban Nazi khusus ditujukan kepada kaum Yahudi adalah bagian dari
upaya ‘mengubah Holokaus menjadi alat politik’, sebagaimana kami terangkan di muka, dan ini
amat salah.
Para Ahli Kitab dalam Al Qur’an
Sepanjang buku ini, kita akan membahas kekejaman yang dilakukan terhadap kaum Yahudi,
dan cara sebagian orang Yahudi berhubungan rahasia dengan para perencana penindasan itu, yakni
kaum Nazi. Karena itu, penting untuk menjernihkan bagaimana kita sebagai Muslim memandang
masalah ‘bangsa Yahudi dan Yudaisme,’ demi menghilangkan prasangka dan kesalahpahaman,
serta memupus kecurigaan anti-Semitisme apa pun, yang segera terlintas di benak kapan pun hal-hal
itu dibicarakan.
Di dalam satu ayat suci, Allah mengungkapkan bahwa manusia tak boleh dinilai menurut ras,
warna kulit atau asal etnis, melainkan akhlaknya.
Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah
orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat, 49: 13)
Apa yang dikatakan ayat ini mengungkapkan kebijaksanaan Allah dalam penciptaan aneka
ras dan etnis. Beragam suku dan ras, yang semuanya hamba-hamba Allah, wajib saling mengenal,
dengan kata lain, saling mempelajari perbedaan budaya, bahasa, adat, dan kepandaian di antara
mereka. Salah satu maksud di balik adanya keanekaragaman ras dan bangsa adalah kekayaan
budaya, bukan perang dan pertikaian.
h. 8
Nilai-nilai akhlak dan pemikiran yang ditekankan ayat itu dan ayat-ayat lain Al Qur’an
membuat sepenuhnya jelas bahwa seorang Muslim tak boleh terlibat rasisme atau menilai orang dari
rasnya. Karena itu, sama sekali tak beralasan bagi kita sebagai Muslim memendam pemikiran
buruk tentang orang Yahudi atau ras lainnya sekedar karena asal etnis mereka.
Jika beralih merenungkan masalah ini dari sudut pandang Yudaisme, kita menemukan satu
fakta penting lainnya yang telah ditekankan di dalam Al Qur’an: kaum Yahudi dan Nasrani
dilukiskan di dalam Al Qur’an sebagai kaum ahli kitab, dan karena itu lebih dekat dengan kaum
Muslim daripada kaum ateis atau pagan (penyembah berhala). Sejauh mana pun Taurat dan Injil
diselewengkan, dan sejauh mana pun penyelewengan itu membawa pemeluk Yahudi dan Nasrani ke
keimanan yang menyimpang, ujung-ujungnya mereka semua beriman kepada Tuhan dan tunduk
kepada perintahNya (dan tetap lebih baik daripada mereka yang tak mengimaniNya).
Satu pembeda penting antara para ahli kitab dan mereka yang mengingkari Allah dilukiskan
di dalam Al Qur’an. Misalnya, kelompok terakhir digambarkan dengan kalimat berikut:
“...sesungguhnya orang-orang musyrik itu adalah najis. Maka, janganlah mereka mendekati
Masjidil Haram sesudah tahun ini...” (QS. At-Taubah, 9: 28) Hal ini karena mereka yang
mengingkari Allah tak mengakui hukum Ilahiah, tak memiliki acuan akhlak, dan bisa ringan hati
terlibat segala bentuk kejahatan dan penyimpangan.
Sebaliknya, kaum ahli kitab memiliki acuan akhlak tertentu yang bersandarkan wahyu Allah,
maupun konsep-konsep apa yang boleh dan apa yang terlarang. Itulah mengapa kaum Muslim
diharamkan memakan makanan yang disiapkan siapa pun selain para ahli kitab (sepanjang
memenuhi syarat kehalalan). Begitu juga, laki-laki Muslim diizinkan menikahi perempuan dari
golongan ahli kitab. Allah berfirman tentang hal ini dalam ayat terkait:
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang
yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan
dihalalkan mengawini) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara
perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas
kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzinah dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya, dan ia di hari akhirat termasuk orang-
orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah, 5: 5)
Aturan-aturan ini menunjukkan bahwa ikatan kasih sayang yang berujung di pernikahan
dapat dibangun di antara kaum Muslim dan para ahli kitab, dan masing-masing pihak dapat
menerima undangan makan dari yang lain; semua itu memungkinkan terbinanya hubungan
antarmanusia yang hangat dan hidup berdampingan yang damai. Karena Qur’an menganjurkan
pandangan yang moderat (tengah-tengah) dan bertenggang rasa seperti itu, tidaklah beralasan bagi
kita Muslim menyimpan pemikiran yang bertentangan dengan Qur’an.
h. 9
Di sisi lain, tempat-tempat ibadah kaum ahli kitab, biara-biara, gereja-gereja, dan sinagog-
sinagog, dijelaskan di dalam Al Qur’an berada di bawah perlindungan Allah:
“...dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat
orang Yahudi, dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj, 22: 40)
Ayat ini menunjukkan bahwa semua Muslim harus menghargai tempat-tempat ibadah kaum
ahli kitab, maupun pentingnya melindungi tempat-tempat itu.
Sungguh, jika seseorang mengamati sejarah Islam, ada sebuah kenyataan yang menyolok
bahwa para ahli kitab selalu diperlakukan santun dan penuh tenggang rasa di dalam masyarakat
Muslim. Ini khususnya terbukti di zaman Khilafah Utsmaniyah (Ottoman), dari mana negara Turki
masa kini berasal. Merupakan suatu kenyataan yang luas diketahui bahwa kaum Yahudi ditolak
tinggal di dan diusir dari negara Katolik Spanyol, namun menemukan kedamaian yang mereka cari
di negeri Utsmaniyah. Ketika merebut Konstantinopel, Sultan Mahmud Sang Penakluk
mengizinkan kaum Yahudi dan Nasrani tinggal di sana dengan bebas. Sepanjang sejarah Khilafah
Utsmaniyah, kaum Yahudi dianggap sebagai ahli kitab dan dibiarkan hidup tenteram.
Tak pernah terjadi di dunia Islam praktik-praktik Inkuisisi (pemurnian ajaran – seperti yang
dilakukan Katolik Eropa) yang lahir dari kefanatikan agama maupun anti-Semitisme yang lahir dari
rasisme, dua hal yang terlihat dalam sejarah Eropa. Mengenai perseteruan antara kaum Yahudi dan
Muslim di Timur Tengah di abad ke-20, itu timbul ketika bangsa Yahudi berpaling kepada ideologi
rasis tak-beragama Zionisme, dan kaum Muslim sama sekali tak bertanggung jawab atas hal itu.
Kesimpulannya, mutlak tak dibenarkan bagi kita kaum Muslim, yang berpikir sejalan dengan
apa yang digariskan Al Qur’an, untuk memiliki sedikit pun rasa permusuhan kepada kaum Yahudi
karena agama atau keimanan mereka.
Akar Kelam Anti-Semitisme
Hal lain yang perlu dijelaskan adalah bahwa ideologi yang dikenal sebagai anti-Semitisme
merupakan sebuah ajaran pagan (penyembahan berhala) yang tak akan pernah dianut seorang
Muslim.
Kita perlu menelaah akar anti-Semitisme untuk melihatnya lebih jelas. Istilah ‘anti-
Semitisme’ umum digunakan dalam makna ‘kebencian kepada kaum Yahudi’, sekalipun makna
sebenarnya adalah ‘kebencian kepada ras Semit’, dengan kata lain, segenap ras Semit. Ini
mencakup orang-orang Arab, Yahudi, dan beberapa kelompok etnis lainnya di Timur Tengah.
Terdapat kemiripan yang dekat di antara bahasa-bahasa dan kebudayaan-kebudayaan Semit.
Misalnya, bahasa Arab dan Ibrani amat mirip satu sama lain.
h. 10
Kelompok ras dan bahasa terbesar kedua yang telah mempengaruhi sejarah dunia adalah
‘Indo-Eropa’. Sebagian besar bangsa-bangsa Eropa masa kini berasal dari kelompok ini.
Tiada keraguan bahwa para Nabi telah diutus ke semua ragam peradaban dan masyarakat ini
untuk mengabarkan tentang keberadaan dan keesaan Allah serta perintah-perintahNya. Ketika
meneliti sejarah tertulis, kita melihat bahwa bangsa-bangsa Indo-Eropa telah memeluk kepercayan
pagan sejak zaman yang sangat kuno. Peradaban Yunani dan Romawi, serta suku-suku biadab
seperti Jerman dan Viking yang tinggal di Eropa Utara pada masa yang sama, semuanya memeluk
kepercayaan politeis (banyak tuhan) dan pagan. Itulah mengapa seluruh peradaban kuno itu tak
beracuan akhlak sama sekali. Mereka menganggap kekerasan dan kebengisan sah-sah saja dan
patut dipuji, serta secara luas terlibat perbuatan-perbuatan mesum seperti homoseksual dan
perzinahan. Tak boleh kita melupakan bagaimana Kekaisaran Romawi, yang umum dipandang
sebagai lambang terpenting peradaban Indo-Eropa, sebenarnya sebuah masyarakat keji tempat
manusia dicabik-cabik di sebidang tanah lapang hanya untuk hiburan.
Suku-suku pagan yang menguasai Eropa ini mulai mempercayai satu Tuhan baru ketika di
bawah pengaruh seorang nabi yang diutus kepada ras-ras Semit, yakni, Nabi Isa. Risalah Nabi Isa,
yang diutus sebagai nabi untuk Bani Israel dan beliau sendiri secara ras dan bahasa adalah seorang
Yahudi, perlahan-lahan mulai menyebar ke seluruh Eropa, dan suku-suku yang sebelumnya pagan
mulai satu per satu menerima ajaran Nasrani. (Di sini, kami mesti mengingatkan bahwa saat itu
ajaran Nasrani telah dicemari, dan gagasan sesat Trinitas mulai memasuki agama itu).
Namun, bersama dengan melemahnya pengaruh Nasrani di Eropa pada abad ke-18 dan 19,
dan kian kuatnya ideologi dan filsafat yang mendukung ateisme, sebuah gerakan yang tak lazim
lahir: neo-paganisme. Para pemimpin gerakan ini menolak ajaran Nasrani yang dianut masyarakat
Eropa dan bersikeras bahwa kembali ke kepercayaan pagan kuno mereka itu penting. Menurut para
neo-pagan ini, pemahaman akhlak masyarakat pagan Eropa (yakni, jiwa biadab, suka berperang,
kejam, yang terhibur oleh pertumpahan darah dan tak mengenal penahanan diri) itu lebih hebat dari
yang timbul ketika mereka berpaling ke ajaran Nasrani (yakni, akhlak rendah hati, welas asih, dan
jiwa beriman)
Seorang wakil terkemuka gerakan itu, yang juga dianggap sebagai salah satu pendiri utama
fasisme, adalah Friedrich Nietzsche, yang sangat keras memusuhi ajaran Nasrani dan percaya
bahwa agama telah merusak jiwa ksatria bangsa Jerman dan, karena itu, saripati kemuliaannya. Ia
menyerang ajaran Nasrani dalam bukunya Anti-Christ (Anti-Kristus) dan membela budaya-budaya
pagan kuno dalam bukunya Thus Spake Zarathustra (Dan Bersabdalah Zarathustra). (Catatan:
Zarathustra adalah pengembang ajaran Zoroastrianisme, sebuah agama kuno Persia.)
Selain sangat memusuhi ajaran Nasrani, kaum neo-pagan juga memiliki kebencian besar
kepada Yudaisme yang mereka anggap akar dasar agama Nasrani. Mereka bahkan menggambarkan
agama Nasrani sebagai ‘dunia yang ditundukkan sepotong gagasan Yahudi’ dan menganggapnya
sebuah ‘persekongkolan Yahudi’. Tak diragukan, kaum neo-pagan juga membenci Islam, satu-
satunya agama yang berTuhan esa, dengan sama bencinya.
h. 11
Gerakan neo-pagan ini mengobarkan api kebencian terhadap agama sekaligus melahirkan
ideologi fasisme dan anti-Semitisme. Saat kita secara khusus mengamati landasan-landasan
ideologi Nazi, tampak jelas bahwa Hitler dan kawan-kawannya adalah pagan dalam makna yang
sebenar-benarnya.
Nazisme: Paganisme Abad ke-20
Satu peran terpenting dalam pengembangan ideologi Nazi di Jerman dimainkan oleh pemikir
Jorg Lanz von Liebenfels, seorang penganut setia neo-paganisme. Dialah orang pertama yang
menemukan bintang swastika, yang kemudian menjadi lambang Partai Nazi, dari sumber-sumber
ajaran pagan dan benar-benar menggunakannya. Organisasi Ordo Novi Templi yang didirikan oleh
Lanz mengabdikan diri sepenuhnya demi kebangkitan kembali paganisme. Lanz secara terbuka
menyatakan memuja Wotan, salah satu dewa suku-suku pagan Jerman kuno. Dalam pandangannya,
Wotanisme adalah agama alamiah rakyat Jerman, dan bangsa Jerman hanya dapat diselamatkan
dengan kembali menganutnya.
Ideologi Nazi berkembang sepanjang garis-garis yang ditarik oleh Lanz dan para pemikir
neo-pagan serupa. Alfred Rosenberg, tokoh terdepan di kalangan pemikir Nazi, secara terbuka
menyatakan bahwa ajaran Nasrani tak mampu memberikan ‘energi jiwa (spiritual)’ bagi Jerman
baru yang sedang dibina di bawah kepemimpinan Hitler; karena itu, bangsa Jerman harus kembali
kepada agama pagan kunonya. Menurut pandangan Rosenberg, lambang-lambang keagamaan di
gereja pasti akan disingkirkan jika Nazi berkuasa, ditukar dengan salinan buku Hitler Mein Kampf
(Pertarunganku), swastika, dan pedang yang mewakili keunggulan Jerman. Hitler sangat
terpengaruh oleh pandangan Rosenberg, namun gagal menerapkan teori agama Jerman baru itu
karena khawatir terjadi protes sosial besar-besaran. (1)
Meski demikian, sejumlah perbuatan pagan dipraktikkan selama Nazi berkuasa. Sesaat
setelah Hitler berkuasa, hari-hari dan perayaran-perayaan suci Nasrani mulai dilarang dan ditukar
dengan pilihan pagannya. Selama upacara pernikahan, sumpah dilakukan atas nama dewa-dewa
khayal, misalnya ‘Ibu Bumi’ atau ‘Bapa Langit’. Pada tahun 1935, sekolah-sekolah dilarang
membiarkan murid-muridnya mengucapkan doa-doa Nasrani. Lalu, pelajaran agama Nasrani
sepenuhnya dilarang.
Kepala SS (Schutz-Staffel, Pasukan Pertahanan) Heinrich Himmler menyatakan tentang
kebencian rejim Nazi pada ajaran Nasrani: ‘Agama ini wabah penyakit terburuk yang pernah
disaksikan dunia. Karena itu, ia perlu disembuhkan.’ (2)
Jadi, permusuhan kaum Nazi kepada kaum Yahudi merupakan bagian terpadu ideologi-
ideologi anti-agama ini. Karena menganggap bahwa ajaran Nasrani itu sebuah ‘persekongkolan
Yahudi’, kaum Nazi mencoba memisahkan masyarakat Jerman dari ajaran Nasrani di satu sisi, dan
di sisi lain, memaksa kaum Yahudi meninggalkan Jerman dengan melakukan berbagai bentuk
tekanan pada mereka dan menyelenggarakan serangan-serangan jalanan. (Persekutuan antara
Zionisme dan Nazisme lahir pada waktu ini, sebagaimana akan kita lihat lebih rinci di Bab Dua).
h. 12
Ketika mengamati beragam kelompok neo-Nazi dan fasis di barisan depan anti-Semitisme
masa kini, kita melihat hampir semua mereka berideologi anti-agama yang sama dan memakai
semboyan-semboyan yang berdasarkan konsep-konsep pagan.
Akar Darwinis dari Nazisme
Segi penting lain kebangkitan pandangan dunia Nazi adalah cara mereka merangkul teori
evolusi Darwin.
Ketika mengemukakan teorinya, Charles Darwin menyatakan bahwa ada pertarungan terus-
menerus demi bertahan hidup di alam ini, dan bahwa beberapa ‘ras’ lebih diunggulkan dalam
pertarungan itu, sementara ras-ras lain akan terkutuk untuk kalah dan ‘tersingkir’. Seperti dapat
diduga, pemikiran-pemikiran ini segera menjadi landasan ilmiah rasisme. James Joll, seorang
profesor selama bertahun-tahun di universitas-universitas seperti Oxford, Standford dan Harvard,
menggambarkan pertalian ideologis antara Darwinisme dan rasisme dalam bukunya Europe Since
1870 (Eropa Sejak 1870), yang masih dipakai sebagai buku paket universitas (kutipan 3)
Kesetiaan Hitler pada teori Darwin tampak dalam bukunya Mein Kampf (Pertarunganku),
pertarungan yang dimaksudkan tentulah pertarungan demi bertahan hidup yang dikemukakan
Darwin.
Kaitan ideologis Hitler, dan selanjutnya kaum Nazi, dengan Darwinisme muncul dalam
bentuk nyata bersama kebijakan-kebijakan yang mereka terapkan setelah berkuasa. Kebijakan-
kebijakan rasial Nazi ini dikenal sebagai ‘eugenik’, dan mewakili teori evolusi sebagaimana
diterapkan ke masyarakat.
Eugenik berarti penyingkiran orang-orang sakit dan cacat, dan ‘perbaikan’ ras manusia
dengan cara meningkatkan jumlah orang-orang yang sehat. Menurut teori eugenik, ras manusia
dapat diperbaiki melalui cara yang sama dengan cara bibit-bibit hewan unggul dibentuk, yakni
dengan mengawinkan hewan-hewan yang sehat.
Teori ini diajukan oleh keponakan Charles Darwin, Francis Galton, dan puteranya Leonardo
Darwin. Orang pertama yang terpengaruh dan menyebarkan teori ini di Jerman adalah seorang ahli
biologi evolusionis terkenal, Ernst Haeckel, yang juga teman karib sekaligus pendukung Darwin. Ia
menganjurkan agar bayi-bayi yang cacat segera dibunuh, dan bahwa tindakan ini akan mempercepat
evolusi masyarakat. Dia bahkan berpendapat lebih jauh, dan menyatakan bahwa penderita lepra,
penderita kanker, dan penyandang cacat mental, semuanya harus dihabisi tanpa ampun; jika tidak,
orang-orang seperti mereka akan menjadi beban masyarakat dan memperlambat proses evolusi.
Haeckel meninggal dunia tahun 1919, namun gagasan-gagasannya diwariskan kepada kaum
Nazi. Sesaat setelah merebut kekuasaan, Hitler memberlakukan program resmi eugenik. Kata-kata
berikut dari buku Mein Kampf merangkum kebijakan baru itu: ‘Pendidikan mental dan fisik sangat
penting bagi negara, pun penyaringan masyarakat setidaknya sama pentingya. Negara bertanggung
jawab menetapkan bahwa tidak patut bagi orang-orang berpenyakit keturunan atau jelas-jelas tak
sehat untuk berketurunan... Negara tidak boleh berbelas kasihan maupun menunggu negara-negara
h. 13
lain mengerti selagi memenuhi tanggung jawab itu... Mencegah orang-orang penyandang cacat fisik
atau tak sehat memiliki anak selama 600 tahun... akan menghasilkan perbaikan dalam kesehatan
manusia yang sekarang ini belum tercapai. Jika orang-orang tersehat suatu ras berkembang biak
secara terencana, hasilnya adalah ... suatu ras tanpa benih-benih cacat fisik dan mental yang sejauh
ini kita bawa bersama kita.’ (4)
Sebagai akibat ideologi Hitler itu, kaum Nazi mengumpulkan orang-orang yang sakit mental,
cacat, buta sejak lahir, dan mengidap penyakit keturunan, lalu mengirim mereka ke ‘pusat-pusat
pemandulan (sterilisasi)’ khusus. Berdasarkan undang-undang yang diterbitkan tahun 1933, 350
ribu orang sakit mental, 30 ribu orang gipsi dan ratusan anak-anak kulit berwarna dimandulkan
dengan cara dikebiri, sinar-X, suntikan, atau sengatan listrik pada alat kelamin. Sebagaimana
dikatakan seorang perwira Nazi, ‘Nazisme itu sekedar ilmu biologi terapan’.(5)
Apa yang dianggap Nazi sebagai ‘biologi terapan’ sebenarnya teori evolusi Darwin, yang itu
sendiri suatu pelanggaran hukum-hukum dasar biologi. Di masa kini, telah jelas dibuktikan bahwa
baik konsep eugenik dan pernyataan-pernyataan kaum Darwinis lainnya, sama sekali tak
berlandasan ilmiah.
Akhirnya, kita mesti amat menegaskan bahwa kelekatan kaum Nazi pada teori evolusi terkait
dengan permusuhan mereka terhadap agama maupun kebijakan-kebijakan rasis mereka.
Sebagaimana telah kita ketahui, kaum Nazi memendam kebencian mendalam terhadap agama-
agama Ilahiah, dan berniat menggantikannya dengan kepercayaan-kepercayaan pagan. Orang-orang
seperti mereka merasa perlu melakukan propaganda anti-agama dan pencucian otak, serta
menyadari bahwa Darwinisme merupakan cara terefektif melakukan hal itu. Buku Scientific Origin
of National Socialism (Asal-Muasal Ilmiah Nazisme) membenarkan hal ini dengan kata-kata
berikut, (kutipan 6)
Landasan utama yang mendasari sifat menindas dan kejam Nazi adalah ideologi-ideologi
anti-agama dan Darwinis yang sama ini.
Akhlak Al Qur’an akan Melenyapkan Anti-Semitisme
dan Semua Bentuk Rasisme
Kesimpulan yang kita peroleh sejauh ini adalah:
Anti-Semitisme adalah ideologi kaum anti-agama dan Darwinis, yang akarnya berhulu di
neo-paganisme. Karena alasan itulah, tak terbayangkan seorang Muslim mendukung atau merasa
bersimpati pada ideologi itu. Seorang anti-Semit juga musuh Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi
Daud, sebab mereka orang-orang yang dipilih Allah dan diutus untuk memberikan teladan bagi
seluruh umat manusia.
Dengan cara serupa seperti anti-Semitisme, bentuk-bentuk lain rasisme (misalnya, kebencian
kepada orang kulit berwarna) adalah juga penyimpangan-penyimpangan yang timbul dari beragam
ideologi dan takhyul yang tak berkaitan dengan agama-agama Ilahiah.
h. 14
Jika seseorang menelaah anti-Semitisme dan contoh-contoh rasisme lainnya, jelas tampak
bagaimana semua itu membela gagasan-gagasan dan model-model masyarakat yang bertolak
belakang dengan akhlak Al Qur’an.
Misalnya, rasa kebencian, kekerasan, dan kekejaman terletak di akar anti-Semitisme.
(Karena itulah para anti-Semit sebenarnya telah meniru agama-agama pagan suku-suku biadab
kuno). Seorang anti-Semit bahkan dapat melangkah lebih jauh dengan membela pembantaian dan
penyiksaan bangsa Yahudi, tanpa membedakan apakah perempuan, anak-anak, atau manula.
Sebaliknya, akhlak Al Qur’an mengajarkan cinta, rasa sayang, dan welas asih. Al Qur’an
mengajarkan kaum Muslim berlaku adil dan pemaaf, bahkan terhadap musuh-musuh mereka.
Orang-orang anti-Semit dan rasis lainnya tidak rela hidup damai dengan orang-orang dari
etnis atau kepercayaan berbeda. (Misalnya, kaum Nazi, yang adalah kaum rasis Jerman, dan kaum
Zionis, mitra sejajar Yahudinya, menentang gagasan tentang bangsa Jerman dan Yahudi hidup
bersama, dan masing-masing berpikir hal itu akan membawa kerusakan bagi bangsa masing-
masing). Sebaliknya, Al Qur’an mendorong manusia dari beragam kepercayaan hidup bersama
secara damai dan tenteram di bawah suatu bangunan sosial yang sama, seperti Al Qur’an juga tak
membolehkan terjadinya pembedaan perlakuan (diskriminasi) di antara ras-ras.
Sudut pandang yang diajarkan di dalam Al Qur’an tak membuat penilaian umum berdasarkan
ras, bangsa, maupun agama. Selalu ada warga yang baik dan buruk di setiap masyarakat. Al
Qur’an membuat pembedaan amat jelas. Setelah merangkum bahwa sebagian kaum ahli kitab
mengingkari Allah dan agamanya, Al Qur’an melanjutkan dengan menekankan bahwa hal itu suatu
pengecualian dan mengatakan:
Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus,
mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari dan mereka juga
bersujud. Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada
yang ma’ruf, serta mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan)
pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. Dan apa saja kebajikan
yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala)nya; dan
Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran, 3: 113-115)
Al Qur’an memang membedakan antara mereka yang tidak percaya dan mereka yang
menolak mengakui Allah dan agamaNya, dan memerintahkan bahwa mereka yang tak menunjukkan
permusuhan terhadap agama Allah harus diperlakukan dengan baik:
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil. Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena
agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.
Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim. (QS. Al-Mumtahanah, 60: 8-9).
h. 15
Allah memerintahkan bahwa konsep keadilan harus diterapkan bahkan kepada musuh-musuh
kaum Muslim:
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Maidah, 5: 8)
Kesimpulan
Untuk merangkum apa yang telah kita tinjau sejauh ini:
1. Sebagaimana telah kita ketahui, akhlak Al Qur’an menyingkirkan segala bentuk rasisme.
Karena itu, seorang Muslim yang taat kepada Al Qur’an tidak akan pernah terlibat rasisme, dan
tidak memandang rendah orang lain karena ia dari ras yang berbeda.
2. Al Qur’an memerintahkan agar agama-agama lain diperlakukan dengan sikap amat santun
dan ramah, selama tidak berperilaku memusuhi kaum Muslimin dan Islam. Karena itulah, seorang
Muslim yang taat pada petunjuk Al Qur’an harus berlaku ramah dan penuh pengertian kepada
pemeluk-pemeluk agama lain, khususnya kaum ahli kitab.
3. Ideologi-ideologi rasis seperti Nazisme dan filsafat-filsafat anti-Semit adalah ajaran-ajaran
sesat yang sama sekali tidak memiliki tempat dalam agama, yang akarnya berhulu ke kebudayaan-
kebudayan pagan kuno. Pastilah tidak mungkin bagi Muslim mana pun menghargai sedikit jua
ajaran-ajaran semacam itu.
Pandangan kita tentang masalah-masalah Yudaisme dan genosida bergantung kepada acuan-
acuan dasar ini.
Sesungguhnya, buku ini telah disiapkan dengan rujukan ketat kepada acuan-acuan itu. Dalam
bab-bab selanjutnya, akan dijelaskan bagaimana tekanan Nazi kepada kaum Yahudi dikecam tanpa
pamrih. Juga, akan dijelaskan bagaimana pandangan kaum Nazi dan kaum Zionis bahwa ‘ras yang
berbeda tak boleh bercampur’ adalah sebuah kesalahan besar, dan membela konsep ‘keanekaan ras,
asal etnis, dan pandangan, hidup berdampingan dengan damai.’
Keinginan kami adalah melihat seluruh gerakan anti-Semit seperti Nazisme dan ideologi-
ideologi seperti Zionisme yang terlibat rasisme atas nama kaum Yahudi semuanya musnah,
sebagaimana kami menginginkan terbinanya suatu tatanan dunia yang berdasarkan keadilan, tempat
seluruh ras dan agama dapat hidup bersama.
h. 16
BAB SATU: KISAH TAK TERUNGKAP
PERSEKONGKOLAN NAZI-ZIONIS
Awal tahun 1935, sebuah kapal penumpang memulai perjalanannya dari Bremerhaven,
Jerman, menuju Haifa di Palestina. Nama kapal ditulis pada lambung haluannya dalam abjad
Ibrani: Tel Aviv. Namun, bendera yang berkibar di atas Tel Aviv berisi swastika Nazi. Ada
kejanggalan serupa mengenai para pemilik dan anak buah kapal itu. Para pemilik Tel Aviv adalah
orang Yahudi, dan Zionis. Akan tetapi, kaptennya seorang anggota Partai Pekerja Jerman Sosialis
Nasional (Nazi).
Bertahun-tahun kemudian, seorang penumpang pada pelayaran itu akan menafsirkan suasana
Tel Aviv sebagai suatu ‘kejanggalan yang abstrak’. Namun, persekongkolan Nazi-Zionis yang
dilambangkan oleh Tel Aviv sama sekali bukan suatu kejanggalan. Sebaliknya, kapal itu cuma satu
contoh sebuah kenyataan yang secara hati-hati disembunyikan oleh para penulis sejarah resmi.
Perjalanan memukau Tel Aviv di bawah bendera Nazi diceritakan kembali oleh sejarawan Amerika,
Max Weber, di dalam artikelnya yang berjudul Zionism and the Third Reich (Zionisme dan Reich
Ketiga) (di dalam The Journal of Historical Review, Juli/Agustus 1993), tempat Weber
mengutarakan aneka segi hubungan terselubung antara kaum Nazi dan Zionis.
Apakah alasan di balik persekutuan rahasia ini, yang sepintas amat sukar dipercaya? Untuk
menjawab pertanyaan ini, kita harus kembali ke masa silam.
Dari Diaspora Sampai Zionisme
Kaum Yahudi, salah satu bangsa tertua di dalam sejarah, telah tinggal di Palestina dan
sekitarnya selama berabad-abad sebelum tahun 70 M. Tahun itu, tentara Romawi memadamkan
pemberontakan kaum Yahudi di Palestina dan Yerusalem; mereka menghancurkan kuil Yahudi, dan
mengusir sebagian besar kaum Yahudi dari Palestina.
Sejak saat itu dimulailah masa Diaspora, atau penyebaran kaum Yahudi, yang berlangsung
selama berabad-abad. Kaum Yahudi tersebar ke seluruh penjuru dunia yang sudah dikenal.
Sejumlah besar akhirnya menetap di Eropa, berangsur-angsur terpusat di Spanyol dan Eropa Timur.
Fakta Diaspora yang patut dicatat adalah bahwa sebagian besar kaum Yahudi tak membaur ke
dalam masyarakat tempat mereka tinggal.
Ada dua alasan mengapa kaum Yahudi gagal membaur. Pertama, mereka menganggap diri
lebih unggul daripada kaum lain, berdasarkan atas keyakinan mereka yang berakar kuat di dalam
kitab Perjanjian Lama bahwa mereka orang-orang pilihan Tuhan. Karena Yahudi itu kaum pilihan,
percampuran atau pembauran dengan kaum yang lebih rendah tak bisa mereka terima, bahkan suatu
kehinaan. Alasan kedua, yang hampir tak kalah pentingnya, adalah cara masyarakat-masyarakat
lain memandang kaum Yahudi. Orang-orang Eropa khususnya kurang bersahabat terhadap kaum
Yahudi. Selama Abad Pertengahan, kaum Nasrani memiliki rasa tak suka mendalam terhadap kaum
Yahudi, yang tidak memuja Yesus Kristus dan telah menyerahkannya kepada orang-orang Romawi.
h. 17
Orang Katolik Eropa tak menyukai orang Yahudi, dan orang Yahudi pun tak menyukai orang
Katolik Eropa.
Keadaan-keadaan masa Diaspora mendorong kaum Yahudi mengambil status sosial
tersendiri. Mereka tak senang dengan tatanan yang ada; pada saat yang sama, mereka memiliki
kekuasaan mengubah tatanan itu. Kekuasaan mereka terletak pada uang. Sumber uang mereka
adalah pekerjaan kaum Yahudi yang terpenting selama Abad Pertengahan, sebagaimana juga di
masa kini, yakni, penarik riba (rentenir), atau meminjamkan uang dengan bunga. Pihak Gereja telah
melarang jemaatnya untuk meminjamkan uang dengan bunga karena itu perbuatan dosa menurut
doktrin Nasrani. Meminjamkan uang dengan bunga kepada selain Yahudi tidaklah dilarang dalam
agama Yahudi. Jadilah, kaum Yahudi Eropa bersejati (identik) dengan praktik penarik riba. Lewat
pekerjaan ini, yang diwariskan turun-temurun, kaum Yahudi mampu menimbun kekayaan yang
besar. Pada akhir Abad Pertengahan, para penarik riba Yahudi meminjamkan uang kepada para
pangeran, bahkan kepada para raja, dengan suku bunga tinggi.
Kaum Yahudi menggunakan kekuatan ekonomi yang mereka peroleh untuk mengikis tatanan
yang mapan di Eropa. Mereka mendukung permusuhan terhadap Gereja Katolik, yang mencapai
puncaknya di masa Reformasi Protestan. Satu bukti tentang hal ini adalah hubungan bersahabat di
antara orang-orang Yahudi dan beberapa pendiri aliran Protestan seperti Jan Hus, John Calvin, dan
Ulrich Zwingli, serta, pada awalnya, Martin Luther. Sumber-sumber Katolik terkadang menyatakan
bahwa para pemimpin Protestan itu ‘setengah Yahudi’ atau ‘Yahudi terselubung’.
Reformasi Protestan melemahkan Gereja Katolik dan memberikan peluang bagi kaum Yahudi
memperoleh hak-hak dan keistimewaan-keistimewaan tertentu, khususnya di Eropa Utara. Akan
tetapi, bagi kebanyakan orang Yahudi, itu belumlah cukup. Kaum Yahudi mempunyai kekuatan
ekonomi, namun kurang mempunyai kekuatan politik. Kekuatan politik saat itu dibagi di antara
Gereja, para raja, dan para ningrat. Di sini, patut dicatat bahwa kaum Yahudi mulai memasuki
sebuah kelas sosial yang berbeda dengan Gereja, kerajaan, atau keningratan. Kelas sosial baru ini
adalah kaum borjuis.
Di abad ke-18 dan 19, para bankir Yahudi menjadi kekuatan ekonomi terpenting di Eropa.
Selama abad ke-19, kekuatan dinasti perbankan Rothschild secara khusus menjadi buah bibir.
Keluarga Rothschild dianggap sebagai raja-raja pembiayaan tingkat tinggi Eropa.
Golongan borjuis, yang di dalamnya kaum Yahudi berperan utama, mendapatkan kekuatan
politik melalui Revolusi Perancis serta reformasi-reformasi dan perubahan-perubahan yang
mengikutinya. Para pemimpin Masa Pencerahan, yang meletakkan dasar-dasar Revolusi Perancis,
berkeberatan dengan peran agama dalam kehidupan masyarakat dan merintis demokrasi di atas
monarki. Mengeluarkan agama dari kehidupan masyarakat berarti memperlakukan orang tanpa
memandang keimanan agamanya. Jadi, di masa setelah Revolusi Perancis, kaum Yahudi di seluruh
Eropa mulai memperoleh hak seperti kaum Nasrani. Kebanyakan negara-negara Eropa akhirnya
menghapus pembatasan-pembatasan sosial dan hukum pada kaum Yahudi. Kini, Eropa dipimpin
bukan oleh tatanan agama, melainkan tatanan sekuler, dan kaum Yahudi berbagi hak yang sama
h. 18
dengan pemeluk Nasrani. Sekarang pun, mereka dapat menapaki jabatan pemerintahan dan
memperoleh kekuatan politik. Dan itulah yang terjadi.
Orang Yahudi pertama yang memasuki Majelis Perwakilan Tinggi Inggris adalah bankir dari
keluarga Rothschild. Tak lama kemudian, seorang Yahudi lain, Benjamin Disraeli, menjadi perdana
menteri Inggris Raya. Sementara itu, prasangka dan kebencian masyarakat terhadap kaum Yahudi
menurun di benua Eropa, sebab pengaruh Nasrani melemah. Di semua negara di Eropa Utara,
khususnya Inggris, kebencian yang mengakar terhadap kaum Yahudi kini ditukar dengan
kecenderungan menghargai mereka dengan simpati dan membela hak-hak mereka.
Yang terpenting dari ‘hak-hak’ itu adalah impian indah kaum Yahudi selama berabad-abad,
yaitu cita-cita pulang ke Palestina. Ya, sejak pengusiran mereka pada tahun 70 M, kaum Yahudi
mempertahankan ikatan batin kepada tanah itu. Selama abad-abad panjang menghuni Eropa,
mereka melihat diri sendiri sebagai orang yang terasingkan, dan memimpikan suatu kepulangan,
suatu hari, ke “tanah air” mereka. Selama upacara-upacara tahun baru Yahudi, harapan yang
menggetarkan tentang “tahun depan di Yerusalem” selalu diungkapkan. Kaum Yahudi sangat ingin
tinggal tidak di tanah-tanah biasa, melainkan di Kanaan (Palestina), Tanah yang Dijanjikan Tuhan
kepada mereka, kaum pilihanNya. Sampai saat itu, kaum Yahudi meyakini bahwa kepulangan ke
Palestina hanya akan mungkin dengan pertolongan seorang juru selamat yang disebut Messiah.
Akan tetapi, pada pertengahan abad ke-19, dua orang rabbi (pendeta Yahudi) merumuskan
penafsiran baru atas doktrin ini. Keduanya, Rabbi Judah Alkalay dan Rabbi Zevi Hirsch Kalisher,
menyatakan bahwa tak usah lagi menunggu datangnya Sang Messiah. Menurut penafsiran mereka
atas naskah kuno suci Yahudi, kaum Yahudi dapat pulang ke Palestina lewat kekuatan politik dan
ekonomi sendiri, dengan bantuan kekuatan-kekuatan besar Eropa. Ini akan menjadi langkah awal
datangnya Messiah.
Penafsiran rabbi ini mempengaruhi para nasionalis muda Yahudi yang kurang taat agama,
yang jatidiri keyahudiannya berdasarkan pada kesadaran akan ras dan bangsa. Tak terbantahkan,
yang paling terkenal di antara mereka adalah seorang wartawan muda Austria bernama Theodor
Herzl. Dengan menjelmakan penafsiran ulang doktrin kedua rabbi menjadi suatu gerakan politik
aktif, Herzl mendirikan Zionisme politik. Zionisme mengambil namanya dari Gunung Zion yang
suci di Yerusalem; tujuannya adalah pulangnya kaum Yahudi sedunia ke Palestina. Herzl
memimpin kongres Zionis pertama di Basel, Swiss. Di sana mereka mendirikan World Zionist
Organisation (Organisasi Zionis Dunia). Kelompok ini akan mengarahkan gerakan Zionis dengan
penuh kesabaran dan keteguhan hingga berdirinya negara Israel. WZO mempunyai dua tujuan
utama: menjadikan Palestina tempat yang cocok bagi pemukiman kaum Yahudi, dan mendorong
seluruh kaum Yahudi, mulai dengan yang di Eropa, berpindah ke Palestina.
Dalam beberapa tahun saja, kemajuan yang cukup berarti telah tercapai ke arah tujuan
pertama. Dengan menerbitkan Deklarasi Balfour di tahun 1917, Pemerintah Inggris mengumumkan
bahwa negerinya mendukung pendirian tanah air Yahudi di Palestina, yang direbut Inggris dari
Khilafah Utsmaniyyah selama Perang Dunia I. Deklarasi Balfour adalah sebuah kemenangan besar
bagi kaum Zionis. Inggris, kekuatan militer dan politik terbesar di dunia saat itu, telah sangat
terbuka menyatakan mendukung mereka. Deklarasi itu menunjukkan kepada banyak orang,
h. 19
termasuk banyak orang Yahudi yang menganggap Zionisme sepotong mimpi belaka, betapa kuat
sesungguhnya gerakan Zionis.
Tujuan kedua gerakan, yaitu pemukiman kembali kaum Yahudi dari Diaspora ke Palestina,
jauh kurang berhasil. Ini menciptakan masalah besar bagi kaum Zionis. Meskipun banyak seruan
dari WZO, kaum Yahudi Diaspora, khususnya yang di Eropa, yang paling bernilai bagi kaum
Zionis, memutar punggung pada kepulangan terencana ke Palestina. Alasan penolakan mereka
bukanlah semata-mata ketakpedulian.
Pembauran: Sebuah Masalah Bagi Gerakan Zionisme
Alasan kaum Yahudi Eropa menolak “pulang” ke Palestina adalah proses pembauran, yang di
dalamnya mereka telah terlibat selama hampir seabad. Pembauran ini akibat tak terhindarkan dari
diperolehnya persamaan hak dengan pemeluk Nasrani. Sebagaimana telah dicatat, kaum Yahudi
adalah “warga negara kelas dua” selama Abad Pertengahan karena pembatasan-pembatasan yang
dikenakan kepada mereka akibat kepercayaan agama mereka. Para pemimpin kaum Yahudi
mengira bahwa mereka bisa mendapatkan kekuasaan politik, membuktikan bahwa kaum Yahudi itu
kaum pilihan, dan pulang ke Palestina jika pembatasan-pembatasan itu dapat disudahi. Karena itu,
mereka telah berupaya menghancurkan sistem feodal Katolik di Eropa, juga telah berperan penting
dalam keruntuhan Katolik Eropa dan pengenalan ke zaman modern.
Akan tetapi, zaman modern berpengaruh yang tak dibayangkan sebelumnya oleh kaum
Yahudi. Dengan menurunnya peran agama di masyarakat Eropa dan penghapusan pembatasan-
pembatasan terhadap kaum Yahudi, dasar kerekatan Yahudi, maupun kunci penolakan Yahudi
terhadap pembauran, ikut memudar. Di saat ini, kaum Yahudi mulai berbaur, menjadi bagian
masyarakat Eropa tempat mereka tinggal. Sambil memperoleh persamaaan hak, orang-orang
Yahudi juga melepaskan jatidiri keyahudiannya. Pada akhir abad ke-19, mayoritas kaum Yahudi di
negara-negara Barat mulai menganggap diri orang Jerman, Perancis, atau Inggris yang beriman
Yahudi, bukan suatu bangsa tersendiri.
Di sisi lain, pemikiran kaum Zionis amatlah berbeda. Menurut teori Zionis, menjadi seorang
Yahudi bukan semata urusan agama: itu sebuah urusan ras. Ras Yahudi sebenarnya amat berbeda
dari bangsa Eropa; mereka kaum Semit dan tak hendak berbaur. Di mata Zionis, mengaku sebagai
Yahudi Jerman atau Yahudi Perancis itu tak masuk akal. Orang Yahudi berbeda dari ras mana pun,
Eropa maupun bukan, tanpa memandang apakah beragama ajaran Musa atau ateis. Karena itu,
merupakan suatu penyakit bagi orang Yahudi untuk bergaul dan berbaur dengan ras lain. Kaum
Yahudi memerlukan suatu negara sendiri, dan negara ini harus di Palestina, kampung halaman
turun-temurun ras Yahudi.
Singkatnya, orang-orang Yahudi yang berbaur adalah penderita sakit yang memerlukan
pertolongan. Orang Yahudi seperti itu, yang teracuni kenyamanan hidup zaman modern dan
menganggap diri tidak berbeda dari ras-ras lain yang menghuni Eropa, harus disembuhkan sesegera
mungkin. Jika tidak, impian tentang sebuah negara Yahudi akan tetap tinggal impian.
h. 20
Namun, bagaimana cara menyembuhkan orang-orang Yahudi itu? Para pemimpin Zionis
segera menyadari bahwa tugas ini suatu tugas yang sulit, sebab kaum Yahudi pembaur
(asimilasionis) menentang keras Zionis. Kebanyakan organisasi Yahudi pembaur mengeluarkan
pernyataan yang keras menolak pernyataan-pernyataan kaum Zionis. Mereka menyatakan bahwa
masyarakat mereka Yahudi hanya dari segi agama, bahwa kaum Yahudi warga yang setia kepada
negara tempat mereka tinggal, dan akhirnya, bahwa mereka tak berkeinginan pulang ke gurun-gurun
pasir Palestina. Di saat Theodor Herzl memimpin propaganda kaum Zionis di Eropa, sebuah
konperensi diselenggarakan di Pittsburgh, Amerika Serikat, yang menerbitkan sebuah deklarasi
yang disebut “Eight Principle of Reform Judaism” (Delapan Prinsip Yudaisme Reformasi). Kaum
Yahudi pembaur di Amerika menarik perhatian dunia bahwa mereka menganggap diri pemeluk
suatu agama, dan bukan anggota sebuah bangsa yang terpisah. Karena itu, mereka tak berniat
pulang ke Yerusalem maupun membangun kembali agama persembahan Bani Harun. Mereka tidak
mendukung sebuah negara Yahudi baru.
Setelah beberapa deklarasi serupa mengikuti, para Zionis menyadari bahwa mereka tak akan
mampu mengalahkan kaum Yahudi pembaur hanya dengan kata-kata.
Namun, bagaimana bisa dibuktikan bahwa kaum Yahudi sebenarnya suatu ras yang berbeda
dengan ras-ras lain, dan bahwa mereka sungguh-sungguh orang asing di Eropa? Sebelum zaman
modern, pertanyaan ini terjawab dengan sendirinya. Bangsa Eropa, disebabkan kepercayaan
agamanya, bersikap memusuhi kaum Yahudi yang akibatnya, secara tak langsung, membantu
mempertahankan jatidiri kaum Yahudi.
Masyarakat Eropa turun-temurun menentang pembauran dengan kaum Yahudi, dan akibatnya
pembauran terhalangi. Namun, di masa kini, karena kemajuan zaman telah mendesak agama keluar
dari kehidupan masyarakat, sulit menciptakan pembatasan-pembatasan, atau mengarahkan
kebencian berdasarkan fanatisme agama, terhadap kaum Yahudi.
Rasisme Abad ke-19 dan Anti-Semitisme Modern
Walau demikian, masih tersisa satu pilihan. Karena ideologi telah menggantikan agama,
sebuah ideologi dapat digunakan untuk menghentikan pembauran.
D sini, kaum Zionis menemukan sesuatu yang sangat berguna: suatu ideologi baru yang
kukuh menentang pembauran kaum Yahudi berkembang kian pesat di Eropa. Ideologi itu adalah
rasisme modern yang berlandaskan pada positivisme (pandangan bahwa yang penting adalah apa
yang bisa diindra dan diukur) abad ke-19 dan diperkuat oleh teori evolusi Darwin. Selama abad ke-
19, ahli-ahli teori yang rasis bermunculan di seluruh Eropa. Para ahli teori ini, saat mengamati
bahwa umat manusia terdiri dari ras-ras yang berbeda, menganggap bahwa watak terpenting seorang
manusia adalah rasnya. Suatu ras tidak dapat menghadapi resiko lebih besar daripada kehilangan
kemurniannya lewat percampuran dengan ras-ras lain.
Pada saat yang sama, para ahli teori rasial, terutama di Jerman, namun juga di negara-negara
lain, memaparkan teori-teori anti-Semit. Dengan mengemukakan perbedaan-perbedaan antara ras
Arya dan Semit, mereka menyatakan bahwa kaum Yahudi telah mencemari kemurnian rasnya
h. 21
sendiri dengan hidup di antara bangsa Eropa. Menurut para pemikir ini, kaum Yahudi harus
dikucilkan, dan perkawinan dengan mereka dicegah. Kebencian fanatik terhadap kaum Yahudi
yang berdasarkan pada seruan melakukan pengucilan sosial ini dikenal sebagai anti-Semitisme
modern – modern, sebab menentang kaum Yahudi bukan karena agamanya sebagaimana di Abad
Pertengahan, melainkan karena rasnya. Anti-Semitisme mencapai puncaknya pada Kasus Dreyfus
yang terkenal. (Alfred Dreyfus adalah seorang tentara Perancis berkebangsaan Yahudi yang
dituduh menjual rahasia negara.)
Di sini, kita menemukan suatu fakta yang amat menarik. Bukan hanya kaum rasis Eropa
yang merasa tak nyaman dengan pembauran Yahudi. Juga ada kelompok lain yang merasa
terancam – atas nama ras Yahudi. Merekalah kaum Zionis, yang menganggap keyahudian bukan
sebuah agama, melainkan jatidiri kebangsaan. Ini sebuah gambaran yang menarik. Tak satu pun
dari kedua pihak menginginkan kaum Yahudi bercampur di luar rasnya; yang satu ingin menjaga
Yahudi agar tetap terpisah, sementara yang lain ingin melindungi jatidiri keyahudiannya. Karena
itu, mengapa mereka tidak bekerjasama?
Tanggapan langsung atas pertanyaan ini datang dari Theodor Herzl, pendiri Zionisme.
Anti-Semitisme: Sebuah Siasat Herzl
Kemajuan pembauran kaum Yahudi yang tampaknya tidak tercegah (dan penolakan kaum
Yahudi pada program Zionis) memacu kaum Zionis ke arah persekongkolan dengan para anti-
Semit. Orang yang memulainya adalah Theodor Herzl, pemimpin pertama gerakan Zionis. Herzl
menyadari bahwa, untuk memaksa kaum Yahudi meninggalkan rumah-rumah mereka saat itu dan
pindah ke Israel, anti-Semitisme adalah sebuah kebutuhan. Upaya apa pun untuk meyakinkan kaum
Yahudi berpindah ke Tanah Suci Palestina memerlukan gerakan anti-Semit yang andal sebagai
pendorong.
Sementara itu, anti-Semitisme, yang muncul bersamaan dengan rasisme abad ke-19, telah
memadamkan harapan banyak orang Yahudi yang berpikir mereka dapat tinggal di Eropa bebas dari
pembedaan perlakuan dan pelecehan. Herzl menekankan bahwa anti-Semitisme itu suatu penyakit
yang tak tersembuhkan, dan satu-satunya penyelamatan bagi kaum Yahudi adalah pulang ke
Palestina. Pendapat Hezl bahwa orang Yahudi dan bukan Yahudi tak dapat hidup berdampingan
sangat sejalan dengan pemikiran anti-Semit. Mengomentari kesejajaran ini, Hezl menyatakan
bahwa anti-Semitisme dapat sangat membantu kampanye Zionis.
Herzl tak puas memikat kaum Yahudi berpindah dengan ajakan-ajakan diplomatis.
Sebagaimana ditulis oleh seorang tokoh politik dan cendekiawan tersohor Perancis Roger Garaudy
dalam bukunya The Case of Israel: A Study of Political Zionism (Kasus Israel: Sebuah Kajian
tentang Zionisme Politik), Herzl menyokong pemisahan kaum Yahudi bukan untuk membina suatu
agama atau budaya yang terpisah, melainkan sebuah negara. Herzl bahkan melanjutkan dengan
berjanji kepada Plehve, menteri dalam negeri Rusia semasa pogrom-pogrom (pembantaian kaum
Yahudi) Kishinev yang keji, bahwa ia akan menang atas kaum Yahudi yang berperan besar dalam
hasutan revolusi melawan tsar (raja Rusia), sehingga mencegah pemberontakan, sebagai balasan
atas bantuan Rusia mengirimkan orang-orang Yahudi kembali ke Palestina.
h. 22
Rencana Herzl bersekongkol dengan orang-orang anti-Semit telah menjadi cara yang paling
disukai para pemimpin Yahudi penerusnya. Akhirnya, Herzl menjadi pendukung pergerakan anti-
Semit yang bersemangat. Roger Garaudy menulis bahwa pada tahun 1896, sebelum menerbitkan
bukunya The Jewish State (Negara Yahudi), Herzl menjawab kecaman bahwa ia bekerja merugikan
kaum Yahudi dengan menyatakan tanpa ragu bahwa para anti-Semit akan menjadi sahabat karib
kaum Zionis.
Herzl dan para Zionis lainnya sepakat tentang tujuan-tujuan bersama. Niat mereka adalah
memindahkan semua kaum Yahudi ke Palestina. Inilah sebuah pemecahan yang sempurna bagi
para anti-Semit, yang ingin melindungi kemurnian ras mereka dari pencemaran melalui
percampuran dengan kaum Yahudi. Theodore Fritsch, penerbit Antisemitische Correspondenz
(Surat-Menyurat Anti-Semit, belakangan disebut Deutsch-Soziale Blatter, Cacar Sosial Jerman),
sebuah majalah anti-Yahudi tersohor, menyambut baik Kongres Zionis Pertama, dan mengirimkan
ucapan selamatnya bagi penerapan sebuah teori yang mensyaratkan bahwa kaum Yahudi
meninggalkan Jerman dan bermukim di Palestina.
Herzl percaya bahwasanya akan berbahaya bagi Zionisme jika kaum Yahudi merasa kerasan
di negara-negara tempat mereka berada; ia mengatakan: “Kaum Yahudi membentuk suatu
masyarakat tunggal, dan tidak bisa dipadukan dengan kaum-kaum lain. Namun, mereka memang
berbaur dengan masyarakat mana pun jika merasa aman di dalamnya untuk waktu yang lama. Dan
itu tak akan pernah menjadi minat kita.” Karena itu, menurut pemimpin Zionis ini, langkah pertama
yang harus diambil adalah menciptakan rasa permusuhan terhadap kaum Yahudi.
Sejalan dengan itu, para pemimpin Zionis akan mendorong ketegangan psikologis, membuat
kaum Yahudi resah dengan serangan-serangan anti-Semit yang membikin geram. Dengan tindakan-
tindakan itu, para pemimpin Zionis berharap dapat meyakinkan kaum Yahudi bahwa mereka berada
dalam bahaya di Diaspora dan bahwa mereka hanya dapat diselamatkan dengan berpindah ke Tanah
Suci Palestina.
Herzl berupaya memancing kaum anti-Semit dengan sebuah cara yang mengejutkan, yakni
menambahkan kalimat-kalimat pada buku hariannya yang akan mendorong mereka percaya pada
persekongkolan Yahudi dan lalu merangsang mereka menyerang kaum Yahudi. Tiga seri buku
harian Herzl diterbitkan di tahun 1922 dan 1923. Seorang penulis Austria dan penerbit buku
Österreichische Wochenschrift (Mingguan Austria), Josep Samuel Bloch, yang mengenal baik
Herzl, menulis tentang buku-buku harian itu: “Surat-surat yang dikirimkan kepada Rothschild dan
Baron Hirsch, serta penegasan bahwa orang Yahudi itu pemberontak dan penggerak revolusi
berbakat di negara-negara yang mereka tinggali, cukup membawa kehancuran pada kaum Yahudi.
Herzl telah menyediakan musuh-musuh kaum Yahudi dasar bagi sebuah ‘pemecahan masalah
Yahudi’. Ia telah menunjukkan jalan untuk diikuti di dalam kegiatan mereka selanjutnya. Buku-
buku harian itu benar-benar mengerikan.” Herzl bekerja keras membangkitkan anti-Semitisme dan
membangun persekutuan dengan para anti-Semit sampai akhir hayatnya. Upaya-upaya yang
dilakukannya atas nama Zionisme tidak begitu berhasil: kebanyakan kaum Yahudi Eropa menolak
pindah ke Tanah Suci Palestina.
h. 23
Perlawanan Kaum Yahudi Terhadap Zionisme
Organisasi Zionis Dunia WZO, yang didirikan Herzl dan terus berkembang setelah
kematiannya yang mendadak di tahun 1904, bertujuan utama memukimkan kaum Yahudi di
Palestina. Sekalipun WZO berupaya, jumlah pendatang ke Palestina tetap lebih sedikit daripada
yang diharapkan. Malah, setelah beberapa tahun, kedatangan mulai menurun tajam. Seakan belum
cukup, sebagian mereka ternyata kembali ke negara asalnya. Antara tahun 1926 dan 1931, sekitar
3.200 orang Yahudi meninggalkan Palestina setiap tahunnya.
Pada tahun 1932, di Palestina hanya ada 181 ribu orang Yahudi berbanding 770 ribu orang
Arab. Para pemimpin Zionis sangat maklum bahwa mereka tidak dapat mendirikan sebuah negara
Yahudi dengan bangsa Arab membentuk mayoritas sebesar itu.
Lebih jauh, mayoritas kaum Yahudi di Eropa dan Amerika menolak berpindah ke Palestina
antara tahun 1897 dan 1930-an. Kaum Yahudi Jerman, Perancis, dan Amerika khususnya telah
hidup makmur dan enggan melepaskan taraf hidup mereka yang tinggi untuk bermukim di
Palestina.
Banyak orang Yahudi tersohor di masa itu, seperti fisikawan Albert Einstein, filsuf Martin
Buber, dan Profesor Judah Magnes, rektor pertama Universitas Ibrani di Yerusalem, bersemangat
menentang Zionisme. Masyarakat awam Yahudi juga tak kurang kerasnya menolak seruan para
pemimpin Zionis untuk berpindah. Kecuali sebagian kecil, kaum Yahudi Rusia juga menolak
berpindah ke Palestina. Bahkan, sebagian pendatang Zionis dari Rusia kembali ke sana setelah
keadaan kehidupan di Palestina ternyata jauh dari yang diharapkan.
Selama tahun 1920-an, para pemimpin Zionis menyangka bahwa Deklarasi Balfour, yang
telah membuka jalan bagi berdirinya tanah air Yahudi di Palestina, akan mempercepat proses
perpindahan. Namun, mereka merasakan kekecewaan yang menyesakkan. Sementara jumlah kaum
Yahudi di Palestina berlipat dua, mencapai 160 ribu orang pada tahun 1920-an, jumlah pendatang
hanyalah sekitar 100 ribu orang. Dari angka ini, 75 persen tidak bertahan di Palestina. Pada tahun
1927, hanya 2.710 pendatang yang masuk; 5 ribu orang Yahudi pergi. Di tahun 1929, orang Yahudi
yang datang dan kembali sama jumlahnya.
Penurunan yang mencemaskan itu merupakan sebuah kegagalan besar gerakan Zionis, yang
berupaya keras membawa sebanyak-banyaknya orang Yahudi ke Palestina dalam waktu sesingkat-
singkatnya, bahkan jika perlu dengan kekerasan. Sekalipun propaganda terus-menerus WZO,
kepindahan ke Tanah Suci Palestina tetap sedikit. Pada akhir abad ke-19, jumlah orang Yahudi di
Palestina kurang dari 50 ribu, membentuk hanya 7 persen dari seluruh penduduk. Bahkan pada saat
Deklarasi Balfour (1917), jumlah kaum Yahudi tak lebih dari 65 ribu orang. Selama 12 tahun
antara 1920 dan 1932, hanya 118.378 orang Yahudi dimukimkan, dengan satu atau lain cara, di
Palestina, bahkan tak sampai 1 persen dari jumlah orang Yahudi di dunia.
Jelas sudah bahwa kebijakan Zionis tidak berhasil. Satu-dua gerakan anti-Semit tidaklah
cukup menyakinkan kaum Yahudi non-Zionis untuk berpindah. Karena itu, para pemimpin Zionis
memutuskan menggunakan cara yang dirintis Herzl lebih kerap lagi. Mereka harus membuat kaum
h. 24
Yahudi, terutama kaum elitnya, merasa kian tak nyaman demi mendirikan negara Israel. Dengan
kata lain, anti-Semitisme harus tumbuh lebih kuat.
Persaudaraan Ideologis antara Nazisme dan Zionisme
Konsep Herzl tentang pembentukan sebuah persekutuan dengan kaum anti-Semit untuk
menghentikan, dan lalu membalikkan, proses pembauran kaum Yahudi dipraktikkan oleh para
Zionis penerusnya, bersama dengan kaum rasis di Eropa dan di seluruh dunia. Yang terutama
adalah kaum rasis Jerman. Kaum rasis Jerman ini, yang merupakan perintis gerakan Nazi, jenis
sekutu yang tepat dicari-cari para Zionis. Nyatanya, persamaan ideologis di antara keduanya cukup
menyolok.
Lenni Brenner, yang menyebut diri seorang Yahudi non-Zionis, mengungkapkan sejarah
terselubung persekutuan antara Zionis dan anti-Semit dalam bukunya Zionism in The Age of
Dictator (Zionisme di Zaman Para Diktator). Sebagaimana ditekankan Brenner, ikatan antara kaum
Zionis dan kaum rasis anti-Semit ditempa pada tahun-tahun awal pergerakan Zionis.
Misalnya, Max Nordau, penerus Herzl sebagai pemimpin gerakan Zionis, memberikan
wawancara kepada seorang anti-Semit tersohor, Edouard Drumont, pada 21 Desember 1903.
Percakapan di antara keduanya, yang satu seorang rasis Yahudi, yang lain seorang sofinis (penganut
paham nasionalisme sempit) Perancis, diterbitkan dalam suratkabar anti-Semit fanatik milik
Drumont, La Libre Parol, termasuk pernyataan Nordau bahwa Zionisme “bukan masalah agama,
namun sepenuhnya masalah ras, dan tak seorang pun dengan siapa saya lebih sependapat dalam
masalah ini selain Tuan Drumont.”
Satu bahasan penting dalam buku Brenner adalah kesamaan ideologis antara rasis Jerman dan
Zionis. Pemujaan berlebihan terhadap darah-dan-tanah yang sedang cepat menyebar di kalangan
cendekiawan Jerman mutlak sejalan dengan pemikiran Zionis. Menurut ideologi ini, ras Jerman
memiliki darah (Blut) sendiri, dan harus hidup di tanahnya (Boden) sendiri. Kaum Yahudi tidak
berdarah Jerman, dan karena itu tidak akan pernah menjadi bagian rakyat (Volk) Jerman maupun
berhak menetap di tanah Jerman. Seperti ditekankan oleh Brenner, pengikut Zionis sukarela
mendukung semua pendapat Blut und Boden-nya kaum rasis. Dalam pandangan kaum Zonis, kaum
Yahudi bukanlah bagian Volk Jerman dan, pastilah, kaum Yahudi dan Jerman seharusnya tidak
bercampur dalam perkawinan. Yang terbaik bagi kaum Yahudi adalah pulang ke Bodennya sendiri:
Palestina.
Tak diragukan bahwa para Zionis menyetujui anti-Semitisme dan menganut teori-teori kaum
rasis Jerman itu. Karena orang Yahudi bukan ras Jerman, bangsa Jerman berhak mengucilkan dan
juga mengusir mereka. Menurut para Zionis, kaum Yahudi sendiri sepatutnya disalahkan dalam
soal anti-Semitisme. Mereka membangkitkan anti-Semitisme dengan bersikukuh tinggal di tanah
asing dan berbaur dengan ras asing. Para Yahudi pembaur yang patut disalahkan, dan bukan para
anti-Semit. Chaim Greenberg, penyunting media Zionis pekerja New York Jewish Frontier,
melukiskan watak itu sebagai berikut “Agar menjadi Zionis yang baik, seseorang harus agak
menjadi anti-Semit”.
h. 25
Brenner menafsirkan kedudukan para Zionis sebagai berikut: “Jika orang percaya akan
keabsahan kemurnian rasial, sukar merasa keberatan pada rasisme orang lain. Jika orang itu
percaya lebih jauh bahwa tak mungkin bagi masyarakat mana pun hidup sehat kecuali di tanah air
sendiri, ia tak dapat berkeberatan pada tindakan siapa pun mengeluarkan ‘orang asing’ dari
daerahnya.”
Francis R. Nicosia, seorang profesor sejarah di St. Michael’s College (Winooski, Vermont,
Amerika Serikat), juga menekankan adanya hubungan ideologis antara Zionisme dan Nazisme
dalam bukunya The Third Reich and The Palestine Question (Reich Ketiga dan Masalah Palestina).
Menurut Nicosia, kaum Zionis dekat secara ideologis tak hanya dengan Nazi, melainkan juga
dengan para rasis abad ke-19 pendahulunya, termasuk Arthur de Gobineau. Pada tahun 1902, Die
Welt, sebuah suratkabar Zionis yang diterbitkan oleh WZO, mendukung teori Gobineau tentang
kemunduran rasial dan hasrat mempertahankan kemurnian rasial dengan mencatat bahwa Gobineau
telah menunjuk penuh kekaguman kepada kaum Yahudi sebagai suatu kaum kuat yang percaya
perlunya mempertahankan kemurnian ras. Pada tahun-tahun menjelang Perang Dunia I, para Zionis
yang berpengaruh dengan semangat membela teori filsuf-filsuf rasis seperti Elias Auerbach, Ignaz
Zollschan, Arthur de Gobineau, dan Houston Steward Chamberlain. Profesor Nicosia menekankan
juga simpati kaum anti-Semit terhadap Zionisme. Sangat menarik bahwa para anti-Semit
menyokong pemindahan kaum Yahudi Eropa ke Palestina sejak permulaan abad ke-19, sebelum
Zionisme politik ada. Di antara mereka adalah filsuf nasionalis Jerman terkenal dan pelopor
fasisme, Johann Gottlieb Fichte. Fichte, seorang penyokong pengusiran kaum Yahudi dan kaum
minoritas lainnya demi menjaga dan menghormati Volkgeist (semangat kebangsaan) Jerman,
menganggap bahwa memberikan persamaan hak kepada kaum Yahudi akan menjadi suatu bencana.
Ia juga menyarankan bahwa masalah Yahudi dapat dipecahkan dengan memindahkan kaum Yahudi
dari Jerman (juga negara-negara Eropa lainnya) ke tanah asalnya.
Teori-teori Zionis Fichte dianut sepenuhnya oleh penerus-penerus seperti Eugen Dühring.
Simpati kaum anti-Semit pada Zionisme berlanjut di Jerman setelah Perang Dunia I (semasa
Republik Weimar, 1919-1933). Nicosia mengatakan bahwa semasa Weimar, tokoh anti-Semit
terkemuka seperti Wilhelm Stapel, Hans Blüher, Max Wundt, dan Johann Peperkorn melihat
Zionisme sebagai satu-satunya pemecahan yang wajar atas masalah Yahudi di Jerman.
Perselingkuhan Para Zionis dengan Nazisme
Saat pertama mendengar pernyataan kami tentang kaitan antara Zionisme (yang sering
digambarkan sebagai nasionalisme Yahudi) dan rasisme Jerman (yang mengandung kebencian anti-
Yahudi), orang mungkin akan beranggapan bahwa pertalian seperti itu suatu pertentangan. Akan
tetapi, dengan penjelasan beberapa halaman terdahulu, ada suatu kemiripan yang benar-benar masuk
akal di antara keduanya. Pada tahun 1925, Jacob Klatzkin, seorang ahli teori gerakan Zionis,
memaparkan segenap akibat pendekatan Zionis pada anti-Semitisme.
Jika kita tidak mengakui kebenaran anti-Semitisme, kita menyangkal kebenaran nasionalisme
kita sendiri. Jika kaum kita berhak dan rela berada di dalam kehidupan nasionalnya sendiri, maka
kaum kita adalah sebuah benda asing yang menusuk ke dalam bangsa-bangsa di antara siapa kaum
kita tinggal, suatu benda asing yang menuntut jatidiri tersendiri, mengurangi ruang hidup bangsa-
h. 26
bangsa itu. Oleh karena itu, benarlah jika mereka mesti melawan kita demi kesatuan nasional
mereka... Daripada membina masyarakat demi melawan para anti-Semit, yang ingin mengurangi
hak-hak kita, kita mesti membina masyarakat demi melawan para sahabat kita (yakni, para Yahudi
pembaur) yang ingin membela hak-hak kita.
Empati kaum Zionis pada anti-Semitisme cukup luas dalam WZO, inti gerakan kaum Zionis.
Chaim Weizmann, pemimpin legendaris WZO kedua setelah Herzl, dan lalu presiden pertama
Israel, kerap menyatakan pemahamannya akan anti-Semitisme. Sebagaimana ditulis Brenner:
Semenjak 18 Maret 1912, ia telah tanpa malu-malu berkata kepada penduduk Berlin bahwa
“setiap negara hanya dapat menyerap sejumlah terbatas kaum Yahudi, jika tak ingin perutnya sakit.
Jerman telah memiliki terlalu banyak kaum Yahudi”. Dalam percakapannya dengan Balfour
[menteri luar negeri Inggris] di tahun 1914, ia meneruskan lebih lanjut dengan menyatakan bahwa
“kami juga bersepakat dengan para anti-Semit budaya, sejauh kami percaya bahwa orang-orang
Jerman yang beragama Musa itu sebuah gejala yang tak diinginkan dan mematahkan semangat.”
Watak WZO itu juga dimiliki cabangnya di Jerman, Zionistiche Vereinigung für Deutchland
(ZVfD, Federasi Zionis Jerman). ZVfD adalah satu dari dua organisasi Yahudi utama pada masa
itu. Sedangkan Centralverein (CV, Persatuan Pusat Warga Jerman Beragama Yahudi) adalah
organisasi utama Yahudi pendukung pembauran.
Secara alamiah, ZVfD dan CV tidak bersepakat dalam aneka persoalan. Misalnya, satu pihak
sangat yakin bahwa menjadi seorang Yahudi itu masalah ras, sementara yang lain menganggap
kaum Yahudi hanya masyarakat agama. Tentu saja, bidang utama pertengkaran adalah anti-
Semitisme. Bagi para pembaur di CV, anti-Semitisme itu ancaman utama. Mereka melakukan
semua yang mereka mampu untuk membasmi virus yang mengancam kehidupan tenteram mereka
ini. Sebaliknya, para Zionis, yang menganggap pembauran virus yang sebenarnya, amat senang
dengan anti-Semitisme. Brenner menulis bahwa Kurt Blumenfeld, ketua dan mantan sekretaris
jenderal ZVfD, sungguh-sungguh percaya pada pernyataan kaum anti-Semit bahwa negara Jerman
milik ras Arya dan bahwa bagi seorang Yahudi untuk berjabatan di pemerintahan di tanah
kelahirannya ini tak lebih daripada campur tangan dalam urusan Volk (bangsa) lain.
Sejak awal tahun 1920-an, anti-Semitisme Jerman dijelmakan oleh kaum Nazi, yang telah
menjadi sebuah kekuatan di seluruh Jerman. Pada tahun 1923, Hitler telah mendapat suatu
dukungan yang cukup besar dari kalangan rasialis dan nasionalis Jerman yang lebih keras dan siap,
termasuk banyak orang, di antaranya Hitler sendiri, yang telah ditempa dalam pertempuran-
pertempuran berat Perang Dunia I. Mereka itu, yang ditata untuk perang jalanan ke dalam SA
(SturmAbteilung, Pasukan Badai), terbukti menjadi kekuatan yang mampu melawan milisi-milisi
musuh Nazi (kaum komunis, sosialis, liberal dll) sementara jalinan Republik Weimar mulai koyak.
Perselingkuhan di antara kedua pihak bermula pada saat gerakan Nazi muncul. Kaum Zionis
terus-menerus memberi perhatian kepada kaum Nazi, tak kurang daripada kepada para anti-Semit
lainnya. Hitler juga mengirimkan pesan terukur kepada pihak Zionis. Sebagaimana ditekankan
Nicosia, pidato-pidato Hitler di awal tahun 1920 menyatakan bahwa satu-satunya pemecahan yang
h. 27
mungkin bagi masalah Yahudi adalah pendepakan semua orang Yahudi dari Jerman. Gagasan-
gagasan Hitler agak berbeda dari pemikiran-pemikiran para anti-Semit yang abai dan kasar yang
hanya tahu bagaimana menyelenggarakan pogrom. Pada tanggal 6 April di Munich, Hitler
menyatakan lagi bahwa Nazi harus memusatkan upayanya pada pengusiran sepenuhnya kaum
Yahudi dari Jerman daripada menanamkan suasana pogrom terhadap masyarakat Yahudi. Lebih
lagi, ia berpendapat bahwa segala cara demi tujuan ini dapat dibenarkan “bahkan jika kita harus
bekerjasama dengan Iblis”, sebuah rujukan kepada kaum Zionis. Pada tanggal 29 April, Hitler
menyimpulkan ”Kita akan terus berjuang hingga orang Yahudi terakhir dikeluarkan dari Reich
Jerman”. Dalam surat tanggal 16 September 1919-nya yang terkenal, Hitler menulis:
Anti-Semitisme, yang murni berdasarkan pada emosi, akan selalu menjelma berbentuk
pogrom. Akan tetapi, suatu anti-Semitisme rasional harus mengarah ke perjuangan resmi yang
terencana baik untuk melawan dan melenyapkan hak-hak khusus kaum Yahudi yang mereka, tidak
seperti orang asing lainnya yang hidup di tengah-tengah kita, miliki. Tujuan gerakan harus semata-
mata mengenyahkan semua orang Yahudi.
Pengusiran kaum Yahudi dari Jerman yang dianjurkan Hitler juga didukung oleh Alfred
Rosenberg, ideolog Nazi terkemuka. Rosenberg menjadi penyeru utama bagi persekongkolan
dengan para Zionis guna mencapai tujuan-tujuan Nazi. Dalam buku Die Spur des Juden im Wandel
der Zeiten (Jejak Kaum Yahudi Sepanjang Masa) yang ditulis tahun 1919 dan diterbitkan tahun
1920, Rosenberg menyimpulkan “Zionisme harus didukung sepenuh hati untuk mendorong
sejumlah besar orang Yahudi Jerman pergi ke Palestina atau tujuan lainnya.” Sebagaimana
dijelaskan Nicosia, pendapat Rosenberg bahwa gerakan Zionis dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan pemisahan kaum Yahudi di Jerman secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya,
maupun pemindahan mereka, pada akhirnya diwujudkan menjadi kebijakan oleh rejim Hitler.
Tahun 1933 gerakan Nazi, yang diilhami oleh rasialisme dan anti-Semitisme Jerman, meraih
kekuasaan dengan memanfaatkan faktor-faktor seperti depresi ekonomi yang berawal di tahun 1929,
kelemahan Republik Weimar, dan penderitaan sosial dan politik rakyat Jerman. Kemenangan Nazi
menggembirakan kaum Zionis tidak kurang daripada seakan mereka sendiri yang meraih kekuasaan.
Tahun-tahun Awal Nazi dan Zionis
Ketika Nazi meraih kekuasaan, kaum Yahudi Jerman membentuk 0,9 persen populasi Jerman.
Walau demikian, kekuatan ekonomi mereka cukup besar. Kebanyakan kaum Yahudi bertaraf hidup
tinggi; 60 persen mereka adalah pengusaha atau pekerja profesional. Walau sedikit jumlahnya,
mereka minoritas terpenting di Jerman. Memurnikan ras bangsa Jerman dengan mengenyahkan
kaum Yahudi adalah salah satu tujuan utama Nazi. Menjaga ras tetap murni juga mensyaratkan
bahwa kaum Yahudi dikucilkan sambil didesak keluar dari Jerman.
Itulah juga impian para Zionis, dan mengapa, di hari-hari saat gerakan Nazi hampir merebut
kekuasaan, hubungan-hubungan menarik berkembang di antara kedua pihak. Salah satu hubungan
terpenting tumbuh antara Kurt Tuchler, seorang anggota pengurus ZVfD, dan Baron Leopold Itz
Edler von Mildenstein dari SS.
h. 28
Tuchler membujuk Mildenstein agar menulis sebuah artikel pro-Zionis untuk penerbitan
Nazi. Sang baron setuju, dengan syarat bahwa ia berkunjung ke Palestina terlebih dahulu, dan dua
bulan setelah Hitler berkuasa, kedua orang beserta istri-istri mereka pergi ke Palestina. Von
Mildenstein tinggal di sana selama enam bulan sebelum kembali untuk menulis artikelnya.
Ada kontak-kontak resmi antara kaum Zionis dan Nazi sejak awal pemerintahan Nazi. Di
bulan Maret 1933, Hermann Göring mengumpulkan para pemimpin organisasi-organisasi Yahudi
utama. Salah satu bukti terpenting pandangan pihak Zionis tentang Nazi pada saat itu adalah
sepucuk memorandum yang dikirimkan kepada Partai Nazi oleh ZVfD pada tanggal 21 Juni 1933.
Dokumen ini, yang tak disiarkan sampai tahun 1962, adalah sebuah permintaan terbuka untuk
bersekongkol dengan Partai Nazi. Beberapa potongan menarik dari memorandum panjang itu:
...Di atas landasan sebuah negara baru, yang telah menegakkan prinsip ras, kami inginkan
demikian demi memasukkan masyarakat kami ke dalam keseluruhan bangunan negara, sehingga di
pihak kami juga, di ruang yang ditetapkan bagi kami, dimungkinkan kegiatan yang bermanfaat bagi
Tanah Air...
Pengakuan kami atas nasionalisme Yahudi memberikan suatu hubungan jernih dan tulus dengan
rakyat Jerman beserta kenyataan nasional dan rasialnya ...kami juga menentang perkawinan
campuran dan mendukung pengawasan kemurnian kelompok Yahudi...
Jadi, orang Yahudi sadar diri yang digambarkan di sini, yang kami wakili, dapat menemukan
tempat dalam bangunan negara Jerman...Kami percaya akan kemungkinan sebuah hubungan setia
yang tulus antara orang Yahudi yang sadar-kelompok dan negara Jerman...
Demi tujuan-tujuan praktisnya, Zionisme berharap mampu menciptakan kerjasama bahkan
dengan suatu pemerintahan yang pada dasarnya memusuhi kaum Yahudi...
Mengenai memorandum ini, Brenner menulis: “Dokumen ini, sebuah pengkhianatan terhadap
kaum Yahudi Jerman, ditulis dalam kata-kata kuno Zionis yang baku...Di dalamnya, kaum Zionis
Jerman menawarkan kerjasama terukur antara Zionisme dan Nazisme, disucikan oleh tujuan
mendirikan negara Yahudi: Kami tak akan mengobarkan perang terhadapmu (Nazi), melainkan
hanya terhadap yang menentangmu (Yahudi non-Zionis)”
Rabbi Joachim Prinz, salah seorang pengarang memorandum itu, menjelaskan alasannya
bertahun-tahun kemudian. “...tak satu pun negara di dunia yang mencoba memecahkan masalah
Yahudi lebih bersungguh-sungguh daripada Jerman. Pemecahan masalah Yahudi? Itulah impian
Zionis kami! Kami tak pernah mengingkari adanya masalah Yahudi! Pemisahan masyarakat?
Itulah himbauan kami!...” Sebagaimana ditunjukkan Prinz, yang utama dari kesepakatan Zionis dan
Nazi adalah kesungguhan mereka tentang adanya masalah Yahudi. Kedua pihak menganggap
keberadaan kaum Yahudi di Eropa suatu masalah dan berpikir bahwa hidup berdampingan antara
kaum Yahudi dan non-Yahudi suatu kemustahilan. Sebaliknya, para Yahudi pembaur tak sedikit
pun mengakui bahwa ada masalah Yahudi. Bagi para Zionis, inilah pengkhianatan.
h. 29
Karena itu, mereka berusaha mengakhiri perseteruan lewat kekerasan, dan dengan kekuatan
membujuk kaum Yahudi yang telah kehilangan kesadaran rasialnya. Orang Yahudi pembaur di
Jerman diserang dengan sengit dalam Jüdische Rundschau, buletin mingguan ZVfD.
Penyuntingnya, Robert Weltsch, menulis di dalam tajuk rencananya:
Di masa-masa genting sepanjang sejarahnya, kaum Yahudi telah menghadapi persoalan
akibat kesalahannya sendiri. Do’a terpenting kita berbunyi: “Kami diusir dari negeri kami karena
dosa-dosa kami” ...kaum Yahudi memikul kesalahan besar karena gagal memenuhi seruan Theodor
Herzl ... karena kaum Yahudi tak bangga menunjukkan keyahudiannya, karena mereka ingin
menghindari masalah Yahudi, mereka harus turut dipersalahkan atas kemunduran kaum Yahudi.
Kedudukan Zionis telah terang: para Yahudi pembaur telah berdosa dengan mengabaikan
ajakan Zionis, dengan menolak kesadaran rasialnya sendiri; mereka harus mendapat balasan atasnya
lewat penindasan oleh sekutu-sekutu kaum Zionis, yakni kaum Nazi. Artikel-artikel yang muncul
dalam Jüdische Rundschau menyerang para Yahudi pembaur dan pada saat yang sama memuji
Nazisme. Di bulan April 1933, Kurt Blumenfeld, sekretaris jendral ZVfD, menulis: “Kita yang
hidup di negara ini sebagai ‘ras asing’ harus mutlak menghargai kesadaran dan kepentingan rasial
bangsa Jerman”. Joachim Prinz, seorang rabbi Zionis, menjelaskan bahwa kaum Zionis dapat
bersepakat dengan kaum Nazi, yang rasis seperti mereka: “Suatu negara yang dibangun di atas
prinsip kemurnian bangsa dan ras hanya dapat menghargai orang-orang Yahudi yang memandang
diri dengan cara yang sama “.
Setelah Nazi berkuasa, mereka memberlakukan undang-undang tertentu yang membatasi hak-
hak sosial kaum Yahudi. Malah, kaum Nazi berpikir mereka telah menolong kaum Yahudi dengan
menerbitkan undang-undang yang menentang pembauran.
Rundschau mengeluarkan sebuah pernyataan dari AI Berndt, kepala persatuan pers Nazi,
yang mengabarkan kepada dunia, yang lebih cenderung yakin daripada terkejut, bahwa undang-
undang ini:
... bermanfaat sekaligus bersifat memperbaiki bagi Yudaisme. Dengan memberikan kaum
minoritas Yahudi suatu kesempatan mengurus hidupnya sendiri dan menjamin dukungan
pemerintah atas keberadaan yang merdeka ini, Jerman sedang membantu Yudaisme memperkuat
watak kebangsaannya dan memberikan sumbangan ke arah peningkatan hubungan di antara kedua
bangsa.
Persekutuan Nazi-Zionis didasarkan hanya pada pertimbangan-pertimbangan semacam itu.
Hubungan antara kaum Nazi dan Zionis, yang awalnya sebagai sebuah pameran niat baik, telah
berubah menjadi persekongkolan yang paling terkendali dan nyata. Di sini, pembaca mungkin
berpikir bahwa para Zionis mengawali persekongkolan ini karena kurang berhati-hati dan tak
mampu memperkirakan betapa fanatik jadinya sikap anti-Yahudi kaum Nazi. Sesungguhnya,
mereka yang berharap mampu menyembunyikan persekutuan Nazi–Zionis ini berupaya
meremehkannya menggunakan alur pemikiran itu. Meski demikian, kenyataannya berbeda. Para
Zionis sangat sadar akan anti-Semitismenya Nazi; malah, mereka ingin sifat itu bertambah. Setiap
h. 30
undang-undang yang diterbitkan untuk merugikan kaum Yahudi Jerman kian menyenangkan para
Zionis. Brenner menulis: ”Semakin keras Nazi menekan kaum Yahudi, semakin yakin pihak Zionis
bahwa sebuah kesepakatan dengan Nazi adalah mungkin. Lagi pula, mereka beralasan, semakin
Nazi mengucilkan Yahudi Jerman dari setiap segi kehidupan di Jerman, semakin pihak Nazi
membutuhkan Zionisme untuk membantu mengenyahkan kaum Yahudi.”
Meminta Yahudi Jerman Memilih Hitler
Sejauh ini, telah berkali-kali disebutkan bahwa ada perbedaan menyolok antara orang Yahudi
pembaur dan Zionis, sebab Zionis menerima Nazi sebagai sekutu, sementara Yahudi pembaur
membenci Nazi. Perbedaan kebijakan antara ZVfD dan CV terhadap kaum Nazi itu menyolok.
Perpecahan antara para Zionis dan Yahudi pembaur ini terjadi di negara-negara berpenguasa
ekstrim kanan lainnya. Kita akan membahas masalah ini lebih rinci nanti. Bagaimanapun, saat ini
kita dapat menyatakan sebagai sebuah kaidah umum bahwa kaum Zionis berhubungan baik dengan
kaum ekstrim kanan dan unsur-unsur fasis, sementara kaum Yahudi pembaur menentang mereka.
Namun, ada beberapa perkecualian tentang kaidah ini. Sebagian Yahudi pembaur, khususnya
di kalangan borjuis yang takut pada ekstrim kiri, berusaha bersekongkol dengan ekstrim kanan.
VNJ (Persatuan Nasional Yahudi Jerman), organisasi Yahudi pembaur terpenting setelah CV,
merupakan contoh yang baik. Di tahun 1934, VNJ memulai kampanye mendukung Hitler. Harian
New York Times mencatat hal ini dengan melaporkan pada 18 Agustus 1934 bahwa VNJ
menghimbau setiap orang Yahudi yang merasa diri orang Jerman agar memilih Hitler.
Mengalahkan Boikot Anti-Nazi dengan Bantuan Zionis
Tak usah diragukan, VNJ sebuah pengecualian. Tak dapat dipastikan apakah simpati VNJ
pada Nazi benar-benar suara kebanyakan Yahudi pembaur. Rejim Hitler menyebabkan
kekhawatiran yang sangat bagi Yahudi pembaur yang tinggal di negara-negara Barat lain. Bertolak
belakang dengan upaya persekongkolan para Zionis, kaum Yahudi pembaur mencari cara-cara
melawan Nazi. Mereka ingin bertindak efektif, bersama dengan kelompok-kelompok anti-fasis
lainnya, antara lain golongan liberal, sosial demokrat, dan komunis, melawan rejim Hitler.
Boikot anti-Nazi bermula ketika Jewish War Veterans (Veteran Perang Yahudi), sebuah
organisasi Yahudi pembaur di New York, mengumumkan boikot perdagangan pada tanggal 19
Maret 1933, dan menyelenggarakan pawai protes besar-besaran empat hari kemudian. Gerakan itu
kian membesar, dan pada akhirnya menamakan diri Non-Sectarian Anti-Nazi League (Liga Anti-
Nazi Non-Sektarian). Liga ini menerima dukungan dari golongan kiri, dan menyerukan kepada
seluruh rakyat Amerika agar berhenti membeli barang-barang buatan Jerman. Gerakan boikot
menyebar ke Eropa, dan cukup efektif. Ini bukan berita baik bagi ekonomi Jerman yang baru mulai
pulih, di bawah kepemimpinan Hitler, dari depresi yang berawal di tahun 1929. Karena boikot yang
dilakukan para Yahudi pembaur, penjualan barang-barang Jerman anjlok tajam di dua pasar utama:
Eropa dan Amerika Serikat.
Secara serentak, para penyelamat yang kuat muncul membantu Hitler mengatasi ancaman
genting bagi ekonomi Jerman ini. Siapakah mereka? Para Zionis, tentu saja. Ketika orang-orang
h. 31
Yahudi pembaur bergantian berunjuk rasa menggalakkan suatu boikot yang menghancurkan
ekonomi Jerman, para Zionis mengulurkan tangan membantu sekutu ganjil mereka itu.
Nyatanya, kaum Zionis telah memulai upaya-upaya pro-Nazi mereka melawan boikot itu
bahkan sebelum unjuk rasa pertama, menentangnya bahkan sejak tahap perencanaan. Tokoh
Yahudi utama penentang boikot di Amerika adalah Rabbi Stephen Wise, pemimpin terpenting
gerakan Zionis di Amerika Serikat dan sahabat karib Presiden Franklin D. Roosevelt. Wise adalah
pemimpin American Jewish Congress (Kongres Yahudi Amerika), sebuah cabang WZO. Tentang
upaya anti-boikotnya ini, Wise menulis kepada seorang teman Zionisnya: ”Engkau tak bisa
membayangkan apa yang sedang kulakukan untuk melawan massa (pendukung boikot). Mereka
menginginkan aksi jalanan besar-besaran”. WZO juga mencoba sejak awal mencegah boikot.
Ketika upayanya gagal, WZO berusaha meringankan masalah-masalah keuangan Jerman. Brenner
menulis:”[WZO] tak hanya membeli barang-barang Jerman; namun, juga menjualkannya, dan
bahkan mencari pelanggan-pelanggan baru bagi Hitler dan para industrialis pendukungnya”.
Alasan di balik perilaku itu adalah karena WZO memandang kemenangan Hitler sama seperti
sejawat Jermannya, ZVfD. Hitler itu ibarat garu perontok untuk mengusir para Yahudi yang
bersikeras tidak pulang ke tanah airnya. Seorang yang baru saja menjadi penganut Zionisme,
kemudian penulis biografi tersohor dunia, Emil Ludwig, mengungkapkan sikap umum gerakan
Zionis: “Hitler akan dilupakan dalam beberapa tahun, namun ia akan mendapat sebuah tugu
peringatan yang megah di Palestina... Ribuan orang yang tampak sudah meninggalkan Yudaisme
telah dibuat tobat berlipat ganda oleh Hitler, dan karena itu, saya amat berterima kasih kepadanya.”
Seorang Zionis terkenal lainnya, Chaim Nachman Bialik, berkata:”Hitlerisme mungkin telah
menyelamatkan kaum Yahudi Jerman yang telah membaur menuju kepunahan... begitu pun saya,
seperti Hitler, percaya pada gagasan tentang kekuatan darah bangsa”. Seorang Yahudi Italia
anggota WZO, Enzo Sereni, berbicara senada: ”Anti-Semitismenya Hitler mungkin akan membawa
ke arah penyelamatan kaum Yahudi”. Pada kongres WZO di Luceme, Swis, Sereni menyatakan:
”Kita tak mesti malu atas kenyataan bahwa kita memanfaatkan penganiayaan kaum Yahudi di
Jerman demi pembangunan Palestina. Itulah bagaimana orang-orang bijak dan para pemimpin
terdahulu mengajari kita ... untuk menggunakan petaka atas kaum Yahudi di Diaspora bagi
pembangunan [Palestina].“ Pihak Zionis amatlah gembira dengan pemecahan yang ditawarkan
Nazisme sehingga merencanakan melakukannya juga di negara-negara lain, demi merayu kaum
Yahudi pembaur bahwa kebijakan-kebijakan mereka telah gagal, dan bahwa satu-satunya harapan
bagi kaum Yahudi adalah pulang ke Palestina.
Seorang rabbi Amerika, Abraham Jacobson, memprotes pemikiran gila ini di tahun 1936:
“Berapa kali kita telah mendengar tentang harapan sesat yang dengan putus asa diutarakan terhadap
ketaksukaan kaum Yahudi Amerika pada Zionisme, agar seorang Hitler diturunkan kepada mereka?
Lalu, mereka baru akan menyadari perlunya Palestina!”.
Kedekatan yang telah diuraikan di atas, baik secara terbuka maupun terselubung, antara kaum
Nazi dan Zionis, membuat kerjasama ekonomi mereka bukan hanya mungkin, melainkan wajar.
Kesepakatan ekonomi terpenting antara kaum Nazi dan Zionis adalah sebuah perjanjian, disebut
h. 32
Ha’avara (“pemindahan”) dalam bahasa Ibrani, yang mengizinkan Yahudi Jerman mengapalkan tiga
juta Reichmark harta kaum Yahudi ke Paletina berbentuk barang-barang ekspor Jerman. (Brenner,
h. 64) Perjanjian itu memungkinkan Jerman memasarkan barangnya kepada kaum Yahudi di
Palestina. Belakangan, kesepakatan ini diperluas, dan akhirnya, kaum Zionis mengekspor jeruk ke
Belgia dan Belanda menggunakan kapal-kapal Jerman. Pada tahun 1936, WZO menjual barang-
barang Jerman di Inggris.
Para Zionis bahkan bertindak lebih jauh untuk Nazi. Mereka memasok sumber-sumber valas
(valuta asing) kepada para produsen senjata Jerman. Albert Norden dalam bukunya So Warden
Kriege Gemacht (Bagaimana Perang Dimulai), melukiskan perjanjian dagang Nazi–Zionis lainnya.
Norden menulis bahwa bahan-bahan baku strategis bagi negara Jerman dipasok melalui sebuah
perusahaan bernama Internatioal Nickel Trust (INT), yang pemiliknya para Zionis. Perusahaan itu
menguasai 85 persen nikel yang dihasilkan negara-negara kapitalis. Setahun setelah Hitler
berkuasa, sebuah perjanjian ditandatangani antara INT dan perusahaan amanat (trust) Jerman IG
Farben. Dengan kesepakatan itu, Farben dibolehkan mengimpor lebih dari setengah kebutuhan
nikel Jerman dengan 50 persen potongan valasnya.
Para Zionis Penyokong Dana Hitler
Para pemodal Zionis terkemuka di negara-negara Barat memberikan dukungan keuangan
pada Hitler. Bantuan keuangan yang diperantarai WZO ini telah membantu Nazi Jerman bertambah
kuat. Seorang peneliti Amerika, Eustace Mullins, memberikan sejumlah keterangan berharga
tentang kaitan antara Hitler dan para Yahudi penyokong dananya sebelum dan selama perang dalam
bukunya The World Order: Our Secret Rulers (Tatanan Dunia: Para Penguasa Rahasia Kita).
Mullins menulis:
Untuk memikat Hitler memasuki Perang Dunia II, penting memberinya jaminan pasokan
yang cukup akan kebutuhan-kebutuhan seperti roda kelahar (bearings) dan minyak. [Seorang
Yahudi] Jacob Wallenber dari Swedish Enskilda Bank, yang mengendalikan pabrik raksasa roda
kelahar SKF, memasok barang itu kepada Nazi selama perang.
Mullins juga menerangkan bahwa Standard Oil, yang dikendalikan oleh keluarga Rockefeller,
mengisi bahan bakar kapal-kapal perang dan selam Nazi di stasiun-stasiun pengisian di Spanyol dan
Amerika Latin. Beberapa saat sebelum pecahnya Perang Dunia II, Standard Oil mengapalkan 500
ton timbal etil kepada Kementerian Udara Reich melalui IG Farben, yang pemilik sebenarnya
adalah dinasti Yahudi Warburg, dengan pembayaran yang dijamin oleh surat Brown Bros Harriman
bertanggal 21 September 1938.
Mullins menjelaskan lebih jauh kedekatan rahasia Hitler. Misalnya, tokoh lain yang turut
berperan penting mendanai Hitler adalah Clarence Dillon (1882-1979). Dillon, anak Samuel dan
Bertha Lapowski (atau Lapowitz), adalah tangan kanan pemodal Yahudi terkenal Bernard Baruch.
Perusahaan Dillon berperan penting mempersenjatai Hitler menjelang Perang Dunia II. Mullins
juga mengemukakan bahwa penyokong Hitler lainnya adalah Sir Henry Deterding dari Royal Dutch
Shell, yang didirikan oleh keluarga Yahudi tekenal, Samuel. Pada Mei 1933, Alfred Rosenberg
adalah tamu di tanah rumah tinggal Deterding yang luas, satu mil dari Puri Windsor, Inggris.
h. 33
Setelah pertemuan rahasia itu, Deterding dan para pendukungnya, yaitu keluarga Samuel,
memberikan Hitler 30 juta pound. Fakta-fakta ini menunjukkan kaitan erat antara kaum Nazi dan
Yahudi, atau lebih tepatnya, para pemodal Yahudi penganut Zionisme. Para pemodal Yahudi ini
membiayai Jerman di bawah Hitler.
Pendeknya, Nazi Jerman memperoleh dukungan keuangan yang penting dari para pemodal
Zionis lewat bantuan WZO dan cabangnya di Jerman, ZVfD. Hubungan antara kaum Nazi dan
Zionis berperan penting dalam mengatasi boikot anti-Nazi dan meloloskan Jerman memasuki
perang sebagai raksasa industri.
Ketika Pemerintah Inggris memutuskan mendukung boikot anti-Nazi, Blackshirt, suratkabar
terbitan British Union of Fascist (Persatuan Fasis Inggris) pimpinan Sir Oswald Mosley, menulis:
Dapatkah Anda percayai itu! Kita telah memotong hidung kita untuk menyakiti muka sendiri
dan menolak berdagang dengan Jerman demi membela kaum miskin Yahudi. Sementara itu, kaum
Yahudi sendiri, di negaranya sendiri, terus membuat perjanjian dengan Jerman yang
menguntungkan untuk dirinya. Kaum fasis tak bisa menghadapi propaganda jahat untuk
menghancurkan hubungan akrab dengan Jerman lebih baik daripada dengan memanfaatkan fakta
ini.
Kesepakatan yang paling menguntungkan bagi Nazi Jerman adalah perjanjian pemindahan,
yang ditandatangani untuk memukimkan Yahudi Jerman di Palestina. Perjanjian itu mungkin
dianggap sebagai hasil terpenting persekutuan antara kaum Zionis dan Nazi.
Kesepakatan Nazi-Zionis untuk Meningkatkan
Perpindahan Yahudi Jerman
Keuntungan utama yang diharapkan Zionis akan diperoleh dari Nazi adalah dorongan Nazi
bagi perpindahan Yahudi Jerman ke Palestina. Di pihaknya, Nazi berkeinginan membersihkan
negerinya dari minoritas Yahudi sesegera mungkin. Jadi, tak lama setelah Hitler berkuasa, suatu
kesepakatan ditandatangani yang membolehkan kaum Yahudi Jerman berpindah ke Palestina.
Perjanjian ini, dibuat antara Anglo-Palestine Bank (yang terkait dengan WZO) dan Kementerian
Keuangan Jerman, memungkinkan, secara tak langsung, pemindahan orang dan harta Yahudi ke
Palestina, serta menciptakan suatu pasar bagi barang-barang industri Jerman di sana. Seorang
cendekiawan dan politikus Irlandia, Conor Cuise O’Brien, menjelaskan rincian perjanjian sebagai
berikut:
Pada tanggal 25 Agustus 1933, Eliezer Siegfried Hoofien (1881–1957), manajer umum
Anglo-Palestine Bank (kini Bank Leumi L’Yisrael), bersepakat dengan Kementerian Ekonomi
Jerman untuk menggunakan harta benda kaum Yahudi (yang jika tidak, akan dibekukan) untuk
membeli barang-barang yang dibutuhkan di Palestina. Pengaturan ini menjadi dasar rencana resmi
pemindahan kaum Yahudi.
Pada tahun 1933, Anglo-Palestine Bank mendirikan perusahaan Trust and Transfer Office Ha’avara
Ltd di Tel Aviv. Sebuah lembaga mitra juga didirikan di Berlin dengan bantuan dua bankir utama
h. 34
Yahudi, Max Warburg dari MM Warburg di Hamburg dan Dr. Siegmund Wassermann dari AE
Wassermann di Berlin. Perusahaan di Berlin, dikenal dengan Palästina Treuhandstelle zur Beratung
Deutscher Juden (“Paltreu”), mengambil tanggung jawab merundingkan dengan penguasa Jerman
penyelesaian tagihan-tagihan dan kontrak-kontrak eksportir Jerman dengan Yahudi Jerman yang
ingin pindah ke Palestina... Sebagian besar dari 50 ribu orang Yahudi yang meninggalkan Jerman
antara tahun 1933 dan 1939 menggunakan jasa Ha’avara.
Lewat kesepakatan Ha’avara atau “pemindahan” ini, kaum Zionis mencapai dua tujuan
utamanya: memungkinkan perpindahan kaum Yahudi ke Palestina, dan memulihkan ekonomi Nazi,
yang tertinggal akibat boikot. Barang-barang hasil industri Jerman yang dibeli oleh para Yahudi
yang berpindah, lalu dijual di Palestina, dan keuntungan dari transaksi itu menggantikan modal yang
harus ditinggalkan kaum Yahudi di Jerman.
WZO tak hanya telah meruntuhkan efektifitas boikot kaum Yahudi, namun juga menjadi
penyalur terbesar pabrik-pabrik Nazi di Timur Tengah; bahkan memajukan perdagangan Nazi di
Eropa Utara. Melalui Ha’avara Trust & Transfer Office Ltd, WZO mendapatkan semua hak
penjualan atas barang-barang Jerman ke Palestina. Sejumlah besar barang-barang Jerman akan
dibeli dengan uang yang diperoleh dari para pemodal Yahudi-Jerman. Jadi, WZO juga membuka
jalan bagi Nazi ke peluang pasar yang besar di Timur Tengah. Diperkirakan oleh para cendekiawan
pro-Zionis, seperti Conor Cruise O’ Brien dan Edwin Black (orang Yahudi pengarang The Transfer
Agrement atau Perjanjian Pemindahan), setara lebih dari 100 juta dollar (saat itu nilainya jauh lebih
besar daripada hari ini) mengalir dari Jerman ke Palestina di bawah Ha’avara dan perjanjian-
perjanjian terkait antara 1933 dan 1941.
Kesepakatan antara para pemimpin Zionis dan kaum Nazi, khususnya perjanjian Ha’avara,
telah dijelaskan dalam sejumlah buku; Lenni Brenner menceritakan tentang perjanjian ini dalam
Zionism in the Age of Dictators. Kesepakatan pemindahan ini juga disebut dalam sebuah buku yang
diterbitkan di Israel oleh Moshe Shonfeld: The Holocaust Victims Accuse: Document and
Testimony on Jewish Criminal (Korban Holokaus Menuduh: Dokumen dan Kesaksian atas Penjahat
Yahudi), maupun buku Francis Nicosia yang dikutip di mukaThe Third Reich and the Palestine
Question, serta buku-buku lainnya.
Arsip rahasia pada Wilhelmstrasse (kementerian luar negeri Jerman) mengungkapkan bahwa
sebuah perjanjian telah tercapai antara pemerintahan Hitler dan agen-agen Zionis untuk
memudahkan pemindahan kaum Yahudi dari Jerman ke Palestina. Kutipan berikut, dari dokumen
kementerian luar negeri Jerman bertanggal 22 Juni 1937, menyatakan bahwa sebuah negara Yahudi
mungkin dihasilkan dari kebijakan-kebijakan Nazi:
“Kedudukan Jerman ini, yang diarahkan sepenuhnya oleh pertimbangan-pertimbangan dalam
negeri, dan praktis meningkatkan penyatuan kaum Yahudi di Palestina, serta karena itu
memudahkan pembangunan sebuah negara Yahudi, dapat mengantar orang kepada kesimpulan
bahwa Jerman menyukai berdirinya sebuah negara Yahudi di Palestina.” Dokumen yang sama
menegaskan bahwa pemindahan kaum Yahudi diatur oleh Hitler, dan bahwa sang diktator Jerman
berkepentingan khusus dalam masalah itu.
h. 35
Kini, fakta-fakta ini masih mengejutkan banyak orang, sebab sejarah resmi telah berupaya
amat keras menyembunyikan persekutuan itu. Kaum Zionis dan Nazi sama-sama ingin
merahasiakan persekutuan mereka, bahkan ketika persekongkolan itu sedang puncak-puncaknya,
dan akibatnya secara umum hubungan itu berhasil disembunyikan. Walau demikian, kedua pihak
tak dapat mencegah menyebarnya desas-desus. Dalam bukunya The Lobby: Jewish Political Power
in US Foreign Policy (Lobi: Kekuatan Politik Yahudi dalam Kebijakan Luar Negeri Amerika
Serikat), penulis Amerika Edward Tivnan menunjukkan bahwa di akhir tahun 1930-an persekutuan
rahasia antara kaum Zionis dan Nazi telah menimbulkan desas-desus yang membangkitkan
keresahan cukup besar.
Perjanjian pemindahan itu terus berlaku dari 1933 hingga pecah perang di tahun 1939.
Pemindahan kaum Yahudi dari Jerman ke Palestina berakhir pada tahun 1939 bukan karena
ketakcocokan kedua pihak, namun karena Jerman sedang berperang dengan Inggris, pemegang
mandat di Palestina. Selama kurun 1933-1939, hampir 60 ribu orang Yahudi Jerman dipindahkan
ke Palestina, dalam keadaan-keadaan yang luar biasa. Di bulan Oktober 1933, Hamburg-South
American Shipping Company (sebuah perusahaan pelayaran) memulai layanan langsung ke Haifa,
menyediakan di kapal-kapalnya kosher (makanan khas Yahudi) murni, di bawah pengawasan
kerabbian Hamburg. Perjalanan kapal Tel Aviv, yang disebut di awal bab ini, mencakup
penghidangan kosher.
Sejarawan Amerika Max Weber menyebut Ha’avara dalam artikelnya Zionism and the Third
Reich yang telah dikutip di muka. Weber menyinggung sebuah laporan yang diterbitkan
kementerian dalam negeri Jerman di bulan Desember 1937 yang meringkaskan hasil-hasil Ha’avara:
Tak diragukan lagi bahwa Ha’avara telah memberi sumbangan terpenting pada pembangunan
Palestina yang amat pesat sejak 1933. Kesepakatan itu tak hanya memberikan sumber dana yang
terbesar (dari Jerman!), namun juga kelompok pemukim paling terpelajar, dan pada akhirnya
membawa ke negara itu mesin-mesin dan hasil-hasil industri yang penting bagi pembangunan.
Seperti ditegaskan Weber, satu-satunya hal yang mengakhiri perjanjian itu adalah Perang
Dunia II. Kalau tidak, tak ada keraguan bahwa proses pemindahan Yahudi yang digalakkan oleh
kerjasama Nazi-Zionis akan terus berlanjut, dan seiring dengan waktu, kian cepat. Hal ini
dibuktikan oleh naiknya jumlah Yahudi Jerman yang berpindah ke Palestina di tahun 1938 dan
1939. Disepakati bahwa 10 ribu Yahudi Jerman akan dipindahkan ke Palestina di bulan Oktober
1939, namun “pesanan” ini harus dibatalkan karena perang mulai di bulan September. Perjanjian
Ha’avara berlanjut sampai tahun 1941. Secara keseluruhan, Yahudi Jerman yang dipindahkan ke
Palestina sebagai hasil kerjasama Nazi-Zionis membentuk 15 persen penduduk Yahudi di Palestina
saat itu. Sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya, hasil-hasil ekonomis Ha’avara sangat besar.
Edwin Black melaporkan dalam buku The Transfer Agreement, yang diabdikan khusus bagi
Ha’avara, bahwa kesepakatan itu telah menyumbang banyak bagi pendirian negara Israel dengan
memicu ledakan ekonomi di Palestina.
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia
Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia

More Related Content

Similar to Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia

(Sub 8)perang pemikiran
(Sub 8)perang pemikiran(Sub 8)perang pemikiran
(Sub 8)perang pemikiran
Sety Sally
 
Friedrich nietszche
Friedrich nietszcheFriedrich nietszche
Friedrich nietszche
swirawan
 
Insiden mavi marmara bukti nyata tiada solusi selain khilafah
Insiden mavi marmara bukti nyata tiada solusi selain khilafahInsiden mavi marmara bukti nyata tiada solusi selain khilafah
Insiden mavi marmara bukti nyata tiada solusi selain khilafah
siauwfelix
 
JIKA ISLAM DI TUDUH TERORIS
JIKA ISLAM DI TUDUH TERORISJIKA ISLAM DI TUDUH TERORIS
JIKA ISLAM DI TUDUH TERORIS
Muhammad Juneid
 

Similar to Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia (20)

Palestina
PalestinaPalestina
Palestina
 
Yesus tidakmati
Yesus tidakmatiYesus tidakmati
Yesus tidakmati
 
Astina edisi 2
Astina edisi 2Astina edisi 2
Astina edisi 2
 
(Sub 8)perang pemikiran
(Sub 8)perang pemikiran(Sub 8)perang pemikiran
(Sub 8)perang pemikiran
 
Buku komunis-musuh-islam
Buku komunis-musuh-islamBuku komunis-musuh-islam
Buku komunis-musuh-islam
 
Imperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya Khilafah
Imperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya KhilafahImperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya Khilafah
Imperialisme Barat Abad 21 Dan Kembalinya Khilafah
 
Jejak illuminati sampai ke indonesia. bag. 1
Jejak illuminati sampai ke indonesia. bag. 1Jejak illuminati sampai ke indonesia. bag. 1
Jejak illuminati sampai ke indonesia. bag. 1
 
Palestina: Akar Maslah dan Solusi
Palestina: Akar Maslah dan SolusiPalestina: Akar Maslah dan Solusi
Palestina: Akar Maslah dan Solusi
 
Nazi Holoclaust - Grade 8 (Power Point)
Nazi Holoclaust - Grade 8 (Power Point)Nazi Holoclaust - Grade 8 (Power Point)
Nazi Holoclaust - Grade 8 (Power Point)
 
6. fanon
6. fanon6. fanon
6. fanon
 
Ilmu_politik.pdf
Ilmu_politik.pdfIlmu_politik.pdf
Ilmu_politik.pdf
 
Fasisme, ideologi berdarah darwinisme. indonesian. bahasa indonesia
Fasisme, ideologi berdarah darwinisme. indonesian. bahasa indonesiaFasisme, ideologi berdarah darwinisme. indonesian. bahasa indonesia
Fasisme, ideologi berdarah darwinisme. indonesian. bahasa indonesia
 
Bagaimana John Hersey Meliput dan Menulis "Hiroshima"
Bagaimana John Hersey Meliput dan Menulis "Hiroshima"Bagaimana John Hersey Meliput dan Menulis "Hiroshima"
Bagaimana John Hersey Meliput dan Menulis "Hiroshima"
 
Friedrich nietszche
Friedrich nietszcheFriedrich nietszche
Friedrich nietszche
 
Materi kajian ghazwul fikri
Materi kajian ghazwul fikriMateri kajian ghazwul fikri
Materi kajian ghazwul fikri
 
Piagam madinahdantoleransiberagama.
Piagam madinahdantoleransiberagama.Piagam madinahdantoleransiberagama.
Piagam madinahdantoleransiberagama.
 
Insiden mavi marmara bukti nyata tiada solusi selain khilafah
Insiden mavi marmara bukti nyata tiada solusi selain khilafahInsiden mavi marmara bukti nyata tiada solusi selain khilafah
Insiden mavi marmara bukti nyata tiada solusi selain khilafah
 
JIKA ISLAM DI TUDUH TERORIS
JIKA ISLAM DI TUDUH TERORISJIKA ISLAM DI TUDUH TERORIS
JIKA ISLAM DI TUDUH TERORIS
 
KONSTRUKSI NASIONALISME RELIGIUS: Relasi Cinta dan Harga Diri dalam Karya Sas...
KONSTRUKSI NASIONALISME RELIGIUS: Relasi Cinta dan Harga Diri dalam Karya Sas...KONSTRUKSI NASIONALISME RELIGIUS: Relasi Cinta dan Harga Diri dalam Karya Sas...
KONSTRUKSI NASIONALISME RELIGIUS: Relasi Cinta dan Harga Diri dalam Karya Sas...
 
Sejarah Palestina dan Israel
Sejarah Palestina dan IsraelSejarah Palestina dan Israel
Sejarah Palestina dan Israel
 

More from HarunyahyaBahasaIndonesia

More from HarunyahyaBahasaIndonesia (20)

Agama darwinisme. indonesian. bahasa indonesia
Agama darwinisme. indonesian. bahasa indonesiaAgama darwinisme. indonesian. bahasa indonesia
Agama darwinisme. indonesian. bahasa indonesia
 
Al quran dan sains. indonesian. bahasa indonesia
Al quran dan sains. indonesian. bahasa indonesiaAl quran dan sains. indonesian. bahasa indonesia
Al quran dan sains. indonesian. bahasa indonesia
 
Ancaman di balik romantisisme. indonesian. bahasa indonesia
Ancaman di balik romantisisme. indonesian. bahasa indonesiaAncaman di balik romantisisme. indonesian. bahasa indonesia
Ancaman di balik romantisisme. indonesian. bahasa indonesia
 
Ancaman global freemasonry. indonesian. bahasa indonesia
Ancaman global freemasonry. indonesian. bahasa indonesiaAncaman global freemasonry. indonesian. bahasa indonesia
Ancaman global freemasonry. indonesian. bahasa indonesia
 
Atlas penciptaan. indonesian. bahasa indonesia
Atlas penciptaan. indonesian. bahasa indonesiaAtlas penciptaan. indonesian. bahasa indonesia
Atlas penciptaan. indonesian. bahasa indonesia
 
Bagaimana seorang muslim berfikir. indonesian. bahasa indonesia
Bagaimana seorang muslim berfikir. indonesian. bahasa indonesiaBagaimana seorang muslim berfikir. indonesian. bahasa indonesia
Bagaimana seorang muslim berfikir. indonesian. bahasa indonesia
 
Bebarapa rahasia al qur’an. indonesian. bahasa indonesia
Bebarapa rahasia al qur’an. indonesian. bahasa indonesiaBebarapa rahasia al qur’an. indonesian. bahasa indonesia
Bebarapa rahasia al qur’an. indonesian. bahasa indonesia
 
Beberapa rahasia dalam al qur'an. indonesian. bahasa indonesia
Beberapa rahasia dalam al qur'an. indonesian. bahasa indonesiaBeberapa rahasia dalam al qur'an. indonesian. bahasa indonesia
Beberapa rahasia dalam al qur'an. indonesian. bahasa indonesia
 
Bencana kemanusiaan akibat darwinisme. indonesian. bahasa indonesia
Bencana kemanusiaan akibat darwinisme. indonesian. bahasa indonesiaBencana kemanusiaan akibat darwinisme. indonesian. bahasa indonesia
Bencana kemanusiaan akibat darwinisme. indonesian. bahasa indonesia
 
Berang berang sang ahli pembuat bendungan. indonesian. bahasa indonesia
Berang berang sang ahli pembuat bendungan. indonesian. bahasa indonesiaBerang berang sang ahli pembuat bendungan. indonesian. bahasa indonesia
Berang berang sang ahli pembuat bendungan. indonesian. bahasa indonesia
 
Berfikirlah sejak anda bangun tidur. indonesian. bahasa indonesia
Berfikirlah sejak anda bangun tidur. indonesian. bahasa indonesiaBerfikirlah sejak anda bangun tidur. indonesian. bahasa indonesia
Berfikirlah sejak anda bangun tidur. indonesian. bahasa indonesia
 
Berpikirlah sejak anda bangun tidur 2. indonesian. bahasa indonesia
Berpikirlah sejak anda bangun tidur 2. indonesian. bahasa indonesiaBerpikirlah sejak anda bangun tidur 2. indonesian. bahasa indonesia
Berpikirlah sejak anda bangun tidur 2. indonesian. bahasa indonesia
 
Cara cepat meraih keimanan. indonesian. bahasa indonesia
Cara cepat meraih keimanan. indonesian. bahasa indonesiaCara cepat meraih keimanan. indonesian. bahasa indonesia
Cara cepat meraih keimanan. indonesian. bahasa indonesia
 
Cerita untuk anak cerdas 1. indonesian. bahasa indonesia
Cerita untuk anak cerdas 1. indonesian. bahasa indonesiaCerita untuk anak cerdas 1. indonesian. bahasa indonesia
Cerita untuk anak cerdas 1. indonesian. bahasa indonesia
 
Cerita untuk anak cerdas 2. indonesian. bahasa indonesia
Cerita untuk anak cerdas 2. indonesian. bahasa indonesiaCerita untuk anak cerdas 2. indonesian. bahasa indonesia
Cerita untuk anak cerdas 2. indonesian. bahasa indonesia
 
Cita rasa seni warna ilahi. indonesian. bahasa indonesia
Cita rasa seni warna ilahi. indonesian. bahasa indonesiaCita rasa seni warna ilahi. indonesian. bahasa indonesia
Cita rasa seni warna ilahi. indonesian. bahasa indonesia
 
Darwinisme terbantahkan. indonesian. bahasa indonesia
Darwinisme terbantahkan. indonesian. bahasa indonesiaDarwinisme terbantahkan. indonesian. bahasa indonesia
Darwinisme terbantahkan. indonesian. bahasa indonesia
 
Dua puluh empat jam dalam kehidupan seorang muslim. indonesian. bahasa indonesia
Dua puluh empat jam dalam kehidupan seorang muslim. indonesian. bahasa indonesiaDua puluh empat jam dalam kehidupan seorang muslim. indonesian. bahasa indonesia
Dua puluh empat jam dalam kehidupan seorang muslim. indonesian. bahasa indonesia
 
Fakta fakta yang mengungkap hakikat hidup. indonesian. bahasa indonesia
Fakta fakta yang mengungkap hakikat hidup. indonesian. bahasa indonesiaFakta fakta yang mengungkap hakikat hidup. indonesian. bahasa indonesia
Fakta fakta yang mengungkap hakikat hidup. indonesian. bahasa indonesia
 
Hari akhir dan al mahdi. indonesian. bahasa indonesia
Hari akhir dan al mahdi. indonesian. bahasa indonesiaHari akhir dan al mahdi. indonesian. bahasa indonesia
Hari akhir dan al mahdi. indonesian. bahasa indonesia
 

Recently uploaded

Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
MemenAzmi1
 

Recently uploaded (11)

3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt
3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt
3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt
 
PATROLI dengan BERBASIS MASYARAKAT Kehutananan
PATROLI dengan BERBASIS MASYARAKAT KehutanananPATROLI dengan BERBASIS MASYARAKAT Kehutananan
PATROLI dengan BERBASIS MASYARAKAT Kehutananan
 
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
Lampiran 4 _ Lembar Kerja Rencana Pengembangan Kompetensi DIri_Titin Solikhah...
 
imunisasi measles rubella indonesia puskesmas
imunisasi measles rubella indonesia puskesmasimunisasi measles rubella indonesia puskesmas
imunisasi measles rubella indonesia puskesmas
 
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non BankRuang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
 
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
 
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
PPT KLONING (Domba Dolly), perkembangan kloning hewan, mekanisme kloning hewa...
 
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI pptMATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
MATERI IPA KELAS 9 SMP: BIOTEKNOLOGI ppt
 
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
Petunjuk Teknis Penggunaan Aplikasi OSNK 2024
 
Soal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdf
Soal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdfSoal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdf
Soal Campuran Asam Basa Kimia kelas XI.pdf
 
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptxMateri Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
 

Kekejaman holokaus. indonesian. bahasa indonesia

  • 1. h. 1 KEKEJAMAN HOLOKAUS Bagaimana Nazi Membantai JUTAAN Orang Yahudi, Gipsi, dan Penyandang Cacat? PERJANJIAN RAHASIA APAKAH YANG DISEPAKATI ANTARA NAZISME DAN ZIONISME? Harun Yahya
  • 2. h. 2 Penerjemah: Hari Cahyadi, S.T. dan Masyhur Ardani Penyunting: Erich H. Ekoputra
  • 3. h. 3 Daftar Isi Prakata Kepada Sidang Pembaca Pengantar: Sejarah Resmi vs Sejarah Sebenarnya Dua Muka Israel Pengantar ke Mitos Holokaus Kebenaran di Balik Holokaus Para Ahli Kitab dalam Al Qur’an Akar Kelam Anti-Semitisme Nazisme: Paganisme Abad ke-20 Akar Darwinis dari Nazisme Akhlak Al Qur’an akan Melenyapkan Anti-Semitisme dan Semua Bentuk Rasisme Kesimpulan Bab Satu: Kolaborasi Nazi-Zionis Dari Diaspora ke Zionisme Asimilasi: Sebuah Masalah bagi Zionisme Rasisme Abad ke-19 dan Anti-Semitisme Modern Anti-Semitisme: Siasat Herzl Perlawanan Kaum Yahudi terhadap Zionisme Persaudaraan Ideologis antara Nazisme dan Zionisme Perselingkuhan Para Zionis dengan Nazisme Tahun-tahun Awal Nazi dan Zionis Meminta Yahudi Jerman Memilih Hitler Mengalahkan Boikot Anti-Nazi dengan Bantuan Zionis Para Zionis Penyokong Dana Hitler Kesepakatan Nazi-Zionis untuk Meningkatkan Perpindahan Yahudi Jerman Undang-undang Nuremberg dan ‘Juden Raus Auf Nach Palästina!’ Perselingkuhan Zionis dengan SS Zionis Sebagai Agen SS; Senjata SS untuk Zionis Kebijakan “Penyaringan Yahudi” Zionisme Zionis Menghalangi Kaum Yahudi Melarikan Diri Mengapa Nazi Membiarkan Lari Kaum Yahudi Denmark? Kubu-kubu dalam Zionisme, atau ‘Polisi Baik/Polisi Jahat’ Mussolini, Fasisme Italia, dan Zionisme Persekutuan-persekutuan dengan Para Anti-Semit Austria, Rumania, dan Jepang Anti-Semit Polandia dan Zionis Gerombolan Stern Menawarkan Sebuah Persekutuan kepada Nazi Adolf Eichmann Upaya-upaya Eichmann Memaksa Bangsa Yahudi Pindah ke Palestina
  • 4. h. 4 Masa Perang dan Negara Yahudi Otonom di bawah Perlindungan Nazi Bab Dua: Dusta Kamar Gas Para Ilmuwan Mempertanyakan Dongeng ‘Kamar Gas’ Laporan Leuchter: Penyelidikan Forensik Pertama pada ‘Kamar Gas’ Kamar Gas: Teknologi Pembantaian yang Paling Rumit Analisis Laboratorium Menyangkal Kamar Gas Gas Zyklon-B Digunakan sebagai Pembasmi Hama Auschwitz: Kenyataan Tersembunyi vs. Penyajian kepada Umum Kelemahan-kelemahan Teknis ‘Kamar Gas’ Pelipatgandaan Mayat di ‘Kamar Gas’ 600 Korban Seketika di Kamar yang Menampung hanya 94 Orang? Kisah dan Fakta tentang ‘Kamar Gas’ Alur Cerita Pembunuhan Khayalan dari Para Pendongeng Holokaus Kenyataan di Balik Panggangan Pengabuan dan Sumur bagi Mayat Hangus Kemunculan Pasca Perang Jutaan Yahudi Sehat yang Dikatakan Telah Dimusnahkan Holokaus yang Luar Biasa Mengerut Momok Kamp-kamp yang Sebenarnya: Wabah Tifus Para Eksterminasionis Mengakui: ‘Tiada Kamar Gas di Kamp-Kamp Konsentrasi di Wilayah Jerman’ Pengadilan Auschwitz Frankfurt dan Perkumpulan Masonik Dokumen-dokumen Palsu, Laporan-laporan Hasil Pelintiran Foto-foto Palsu sebagai Bukti Dongeng Holokaus Skandal Kaum Pemusnah: Kurt Gerstein Saksi-saksi Palsu Bekerja untuk Membuktikan Genosida Biografi-biografi Holokaus Perubahan-perubahan atas Tempat-tempat yang Diduga menjadi ‘Kamar Gas’ Penerjemahan Tak Cermat Para Eksterminasionis Buku Harian Anne Frank yang Meragukan Siapakah Anne Frank? Jutaan Orang Dipedaya oleh Film-film Holokaus ‘Schindler’s List’ Kebenaran tentang Tumpukan Rambut dan Pakaian Saripati Kisah ‘Sabun Yahudi’ ‘Penyelesaian Akhir’ bukan Berarti ‘Pemusnahan Massal’ Zionis di Tahun-tahun Holokaus Akhir Perang dan Pembebasan Kaum Yahudi Kegagalan bagi Lobi Holokaus: Buku Pressac Harga bagi Mengungkapkan Kebenaran Kematian Mengenaskan Legenda Holokaus 40 Pertanyaan dan Jawaban atas Holokaus Pertanyaan-pertanyaan bagi Para Eksterminasionis
  • 5. h. 5 Bab Tiga: Holokaus Kaum Yahudi Ideologi Nazi dan Musuh-Musuhnya Jejak-jejak Holokaus Kaum Yahudi Masa Perang dan Awal Genosida Hidup dan Mati di Dalam Ghetto Pemecahan Akhir ndan Pendirian Kamp-kamp Konsentrasi Kereta Api Maut Kamp-kamp Maut Einsatzgruppen: Pasukan Maut Nazi Kebencian Nazi terhadap Agama Pengikut Zionisme Selama Holokaus Pemanfaatan Holokaus oleh Kaum Zionis Kesimpulan Bab Empat: Holokaus-Holokaus yang Terlupakan Kebengisan terhadap Mereka yang Malang: Genosida Penyandang Cacat Genosida Kaum Gipsi Genosida yang Ditujukan kepada Bangsa Polandia Korban-korban yang Lainnya Bab Lima: Kebijakan Anti-Semitisme Israel Ancaman terhadap Kaum Yahudi Diaspora dari Para Pemimpin Israel Teror Yahudi terhadap Yahudi di Kamp-kamp Pengungsi Pasca Perang Penyelenggara Perpindahan: Mossad le-Aliyah Bet Mossad Membom Kaum Yahudi Irak: Operasi Ali Baba Memindahkan Kaum Yahudi Ethiopia dari Tanah Airnya, atau Operasi Musa dan Sulaiman Kaum Yahudi Yaman Dipedaya ‘Operasi Permadani Ajaib’ Cara-cara Lain Pembelian Orang Yahudi oleh Israel Hubungan Rahasia Israel dengan Nazi Mutakhir Mitos Pengasingan Kaum Yahudi Teror Mossad terhadap Kaum Yahudi Serangan pada Sinagog Neve Shalom di Istambul Seorang Anti-Semit yang Ganjil di Perancis: Jean-Marie Le Pen Perpindahan Kaum Yahudi Rusia Vladimir Zhirinovsky: Corong Suara Tuannya Kesimpulan Lampiran Israel, Fasisme Dunia Ketiga, dan Gladio Hubungan Israel-Serbia Daftar Pustaka Indeks
  • 6. h. 6 Prakata Edisi ke-3: Genosida, Kaum Yahudi, dan Gerakan Anti-Semitisme Karena konsep-konsep yang dibahas buku ini: Zionisme,Yudaisme, dan genosida (pembantaian suatu kelompok ras, etnis, paham, atau agama), telah menjadi bahan banyak sekali perdebatan, akan bermanfaat jika sejumlah prinsip dasar diperjelas dulu. Bagian selebihnya buku ini harus dipahami dan dipandang di dalam kerangka kerja hal-hal yang dipaparkan dalam prakata ini Kebenaran di Balik Holokaus Di dalam buku ini, kita akan membahas dimensi-dimensi genosida dan kebiadaban yang dilakukan kaum Nazi pada kaum Yahudi dan ras-ras lain selama Perang Dunia II. Satu fakta yang perlu diperjelas adalah bahwa kami sepenuhnya menentang keras semua bentuk genosida, penyiksaan, dan kekejaman, tanpa memandang agama, ras, atau asal etnisnya. Kami sepenuhnya mengutuk serangan tak beralasan sekecil apa pun terhadap kaum Yahudi maupun bangsa-bangsa lain. Alasannya adalah bahwa sebagai Muslim, kita mengikuti petunjuk yang diberikan Allah di dalam Al Qur’an. Di dalam kitab itu, siapa pun yang melakukan kejahatan di dunia ini, berbuat kejam kepada orang lain, atau membunuh tanpa hak, akan dilaknat. Menurut satu firman Ilahiah yang ada dalam Taurat, dan telah dijelaskan kepada kita di dalam Al Qur’an, “...barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya...”(QS. Al-Maidah, 5: 32). Karena itu, pembunuhan bahkan satu saja orang tak bersalah, merupakan kejahatan yang tak boleh dianggap remeh. Adalah suatu fakta yang terang bahwa selama Perang Dunia II dan tahun-tahun sebelumnya, yang merupakan pokok bahasan buku ini, kaum Yahudi menjadi korban kebiadaban dan pembantaian besar-besaran. Kami mengutuk pembunuhan dan penindasan orang-orang tak bersalah ini oleh Nazi, atau siapa pun. Hal ini tak terbatas pada kaum Yahudi: mutlak tak ada pembenaran bagi kekejaman yang ditimpakan kepada puluhan juta orang tak bersalah yang kehilangan nyawa pada Perang Dunia II (apakah ia orang Jerman, Rusia, Inggris, Perancis, Jepang, Cina, gipsi, Kroasia, Polandia, Serbia, Arab, Bosnia, atau bangsa apa pun). Para sejarawan menaksir bahwa sekitar 29 juta rakyat sipil terbunuh oleh Nazi sebelum dan selama perang, di kamp-kamp konsentrasi, ghetto-ghetto (perkampungan kumuh Yahudi), pembantaian militer dan pembunuhan politik. Satu dari dua masalah penting yang dibahas buku ini adalah bahwa Nazi Jerman, yang bertanggung jawab atas kebengisan mengerikan itu, juga terlibat kerjasama rahasia dengan sejumlah pendiri negara Israel. Banyak orang mungkin merasa hal ini sangat mengejutkan, namun fakta-fakta sejarah menunjukkan bahwa beberapa pendiri negara Israel, dengan kata lain kaum Zionis, pada satu waktu terlibat kerjasama yang erat dengan Nazi Jerman. Dasar tindakan itu adalah mereka berpikir bahwa tekanan Nazi akan menjadi alasan kuat bagi kaum Yahudi Eropa berpindah ke Palestina. Secara ekonomi dan politik, mereka mendukung kekuasaan Nazi yang akan melakukan
  • 7. h. 7 kekejaman pada kaum mereka sendiri, dan banyak bangsa lainnya, serta menyambut gembira kebijakan-kebijakan rasis Nazi. Ini suatu hal penting, karena kebiadaban Nazi dan tragedi kaum Yahudi yang menjadi korbannya telah digunakan sebagai alat politik sejak Perang Dunia II hingga kini. Untuk membenarkan kebijakan pendudukan dan terornya, dan membungkam kecaman yang terarah padanya, negara Israel terus bersembunyi di balik konsep ‘Holokaus’. Sesungguhnya, berdirinya negara Israel sebagian besar dimungkinkan berkat dukungan dan simpati dunia yang diilhami konsep genosida itu. Hal lain yang akan kita bahas dalam buku ini adalah fakta bahwa kebijakan pemusnahan Nazi tak hanya ditujukan pada kaum Yahudi, namun juga pada etnis, kelompok agama dan kelompok etnis lain, seperti orang-orang gipsi, Polandia, Slavia, penganut Katolik yang taat, penganut Kesaksian Yehova (sebuah aliran agama Nasrani), serta para penyandang cacat fisik dan mental. Benar bahwa kaum Yahudi, yang 5,5 juta orang di antaranya terbunuh di kamp-kamp konsentrasi, adalah korban terbanyak kebiadaban Nazi. Namun, sebenarnya, jumlah seluruh korban yang terbunuh di kamp-kamp itu mencapai lebih dari 11 juta orang, dan lebih dari setengah jumlah itu mencakup anggota bangsa-bangsa yang disebutkan di atas. Genosida yang ditimpakan kepada orang-orang ini harus dikenang tak kurang daripada yang ditimpakan kepada kaum Yahudi. Penggambaran bahwa kebiadaban Nazi khusus ditujukan kepada kaum Yahudi adalah bagian dari upaya ‘mengubah Holokaus menjadi alat politik’, sebagaimana kami terangkan di muka, dan ini amat salah. Para Ahli Kitab dalam Al Qur’an Sepanjang buku ini, kita akan membahas kekejaman yang dilakukan terhadap kaum Yahudi, dan cara sebagian orang Yahudi berhubungan rahasia dengan para perencana penindasan itu, yakni kaum Nazi. Karena itu, penting untuk menjernihkan bagaimana kita sebagai Muslim memandang masalah ‘bangsa Yahudi dan Yudaisme,’ demi menghilangkan prasangka dan kesalahpahaman, serta memupus kecurigaan anti-Semitisme apa pun, yang segera terlintas di benak kapan pun hal-hal itu dibicarakan. Di dalam satu ayat suci, Allah mengungkapkan bahwa manusia tak boleh dinilai menurut ras, warna kulit atau asal etnis, melainkan akhlaknya. Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat, 49: 13) Apa yang dikatakan ayat ini mengungkapkan kebijaksanaan Allah dalam penciptaan aneka ras dan etnis. Beragam suku dan ras, yang semuanya hamba-hamba Allah, wajib saling mengenal, dengan kata lain, saling mempelajari perbedaan budaya, bahasa, adat, dan kepandaian di antara mereka. Salah satu maksud di balik adanya keanekaragaman ras dan bangsa adalah kekayaan budaya, bukan perang dan pertikaian.
  • 8. h. 8 Nilai-nilai akhlak dan pemikiran yang ditekankan ayat itu dan ayat-ayat lain Al Qur’an membuat sepenuhnya jelas bahwa seorang Muslim tak boleh terlibat rasisme atau menilai orang dari rasnya. Karena itu, sama sekali tak beralasan bagi kita sebagai Muslim memendam pemikiran buruk tentang orang Yahudi atau ras lainnya sekedar karena asal etnis mereka. Jika beralih merenungkan masalah ini dari sudut pandang Yudaisme, kita menemukan satu fakta penting lainnya yang telah ditekankan di dalam Al Qur’an: kaum Yahudi dan Nasrani dilukiskan di dalam Al Qur’an sebagai kaum ahli kitab, dan karena itu lebih dekat dengan kaum Muslim daripada kaum ateis atau pagan (penyembah berhala). Sejauh mana pun Taurat dan Injil diselewengkan, dan sejauh mana pun penyelewengan itu membawa pemeluk Yahudi dan Nasrani ke keimanan yang menyimpang, ujung-ujungnya mereka semua beriman kepada Tuhan dan tunduk kepada perintahNya (dan tetap lebih baik daripada mereka yang tak mengimaniNya). Satu pembeda penting antara para ahli kitab dan mereka yang mengingkari Allah dilukiskan di dalam Al Qur’an. Misalnya, kelompok terakhir digambarkan dengan kalimat berikut: “...sesungguhnya orang-orang musyrik itu adalah najis. Maka, janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini...” (QS. At-Taubah, 9: 28) Hal ini karena mereka yang mengingkari Allah tak mengakui hukum Ilahiah, tak memiliki acuan akhlak, dan bisa ringan hati terlibat segala bentuk kejahatan dan penyimpangan. Sebaliknya, kaum ahli kitab memiliki acuan akhlak tertentu yang bersandarkan wahyu Allah, maupun konsep-konsep apa yang boleh dan apa yang terlarang. Itulah mengapa kaum Muslim diharamkan memakan makanan yang disiapkan siapa pun selain para ahli kitab (sepanjang memenuhi syarat kehalalan). Begitu juga, laki-laki Muslim diizinkan menikahi perempuan dari golongan ahli kitab. Allah berfirman tentang hal ini dalam ayat terkait: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzinah dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya, dan ia di hari akhirat termasuk orang- orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah, 5: 5) Aturan-aturan ini menunjukkan bahwa ikatan kasih sayang yang berujung di pernikahan dapat dibangun di antara kaum Muslim dan para ahli kitab, dan masing-masing pihak dapat menerima undangan makan dari yang lain; semua itu memungkinkan terbinanya hubungan antarmanusia yang hangat dan hidup berdampingan yang damai. Karena Qur’an menganjurkan pandangan yang moderat (tengah-tengah) dan bertenggang rasa seperti itu, tidaklah beralasan bagi kita Muslim menyimpan pemikiran yang bertentangan dengan Qur’an.
  • 9. h. 9 Di sisi lain, tempat-tempat ibadah kaum ahli kitab, biara-biara, gereja-gereja, dan sinagog- sinagog, dijelaskan di dalam Al Qur’an berada di bawah perlindungan Allah: “...dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi, dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj, 22: 40) Ayat ini menunjukkan bahwa semua Muslim harus menghargai tempat-tempat ibadah kaum ahli kitab, maupun pentingnya melindungi tempat-tempat itu. Sungguh, jika seseorang mengamati sejarah Islam, ada sebuah kenyataan yang menyolok bahwa para ahli kitab selalu diperlakukan santun dan penuh tenggang rasa di dalam masyarakat Muslim. Ini khususnya terbukti di zaman Khilafah Utsmaniyah (Ottoman), dari mana negara Turki masa kini berasal. Merupakan suatu kenyataan yang luas diketahui bahwa kaum Yahudi ditolak tinggal di dan diusir dari negara Katolik Spanyol, namun menemukan kedamaian yang mereka cari di negeri Utsmaniyah. Ketika merebut Konstantinopel, Sultan Mahmud Sang Penakluk mengizinkan kaum Yahudi dan Nasrani tinggal di sana dengan bebas. Sepanjang sejarah Khilafah Utsmaniyah, kaum Yahudi dianggap sebagai ahli kitab dan dibiarkan hidup tenteram. Tak pernah terjadi di dunia Islam praktik-praktik Inkuisisi (pemurnian ajaran – seperti yang dilakukan Katolik Eropa) yang lahir dari kefanatikan agama maupun anti-Semitisme yang lahir dari rasisme, dua hal yang terlihat dalam sejarah Eropa. Mengenai perseteruan antara kaum Yahudi dan Muslim di Timur Tengah di abad ke-20, itu timbul ketika bangsa Yahudi berpaling kepada ideologi rasis tak-beragama Zionisme, dan kaum Muslim sama sekali tak bertanggung jawab atas hal itu. Kesimpulannya, mutlak tak dibenarkan bagi kita kaum Muslim, yang berpikir sejalan dengan apa yang digariskan Al Qur’an, untuk memiliki sedikit pun rasa permusuhan kepada kaum Yahudi karena agama atau keimanan mereka. Akar Kelam Anti-Semitisme Hal lain yang perlu dijelaskan adalah bahwa ideologi yang dikenal sebagai anti-Semitisme merupakan sebuah ajaran pagan (penyembahan berhala) yang tak akan pernah dianut seorang Muslim. Kita perlu menelaah akar anti-Semitisme untuk melihatnya lebih jelas. Istilah ‘anti- Semitisme’ umum digunakan dalam makna ‘kebencian kepada kaum Yahudi’, sekalipun makna sebenarnya adalah ‘kebencian kepada ras Semit’, dengan kata lain, segenap ras Semit. Ini mencakup orang-orang Arab, Yahudi, dan beberapa kelompok etnis lainnya di Timur Tengah. Terdapat kemiripan yang dekat di antara bahasa-bahasa dan kebudayaan-kebudayaan Semit. Misalnya, bahasa Arab dan Ibrani amat mirip satu sama lain.
  • 10. h. 10 Kelompok ras dan bahasa terbesar kedua yang telah mempengaruhi sejarah dunia adalah ‘Indo-Eropa’. Sebagian besar bangsa-bangsa Eropa masa kini berasal dari kelompok ini. Tiada keraguan bahwa para Nabi telah diutus ke semua ragam peradaban dan masyarakat ini untuk mengabarkan tentang keberadaan dan keesaan Allah serta perintah-perintahNya. Ketika meneliti sejarah tertulis, kita melihat bahwa bangsa-bangsa Indo-Eropa telah memeluk kepercayan pagan sejak zaman yang sangat kuno. Peradaban Yunani dan Romawi, serta suku-suku biadab seperti Jerman dan Viking yang tinggal di Eropa Utara pada masa yang sama, semuanya memeluk kepercayaan politeis (banyak tuhan) dan pagan. Itulah mengapa seluruh peradaban kuno itu tak beracuan akhlak sama sekali. Mereka menganggap kekerasan dan kebengisan sah-sah saja dan patut dipuji, serta secara luas terlibat perbuatan-perbuatan mesum seperti homoseksual dan perzinahan. Tak boleh kita melupakan bagaimana Kekaisaran Romawi, yang umum dipandang sebagai lambang terpenting peradaban Indo-Eropa, sebenarnya sebuah masyarakat keji tempat manusia dicabik-cabik di sebidang tanah lapang hanya untuk hiburan. Suku-suku pagan yang menguasai Eropa ini mulai mempercayai satu Tuhan baru ketika di bawah pengaruh seorang nabi yang diutus kepada ras-ras Semit, yakni, Nabi Isa. Risalah Nabi Isa, yang diutus sebagai nabi untuk Bani Israel dan beliau sendiri secara ras dan bahasa adalah seorang Yahudi, perlahan-lahan mulai menyebar ke seluruh Eropa, dan suku-suku yang sebelumnya pagan mulai satu per satu menerima ajaran Nasrani. (Di sini, kami mesti mengingatkan bahwa saat itu ajaran Nasrani telah dicemari, dan gagasan sesat Trinitas mulai memasuki agama itu). Namun, bersama dengan melemahnya pengaruh Nasrani di Eropa pada abad ke-18 dan 19, dan kian kuatnya ideologi dan filsafat yang mendukung ateisme, sebuah gerakan yang tak lazim lahir: neo-paganisme. Para pemimpin gerakan ini menolak ajaran Nasrani yang dianut masyarakat Eropa dan bersikeras bahwa kembali ke kepercayaan pagan kuno mereka itu penting. Menurut para neo-pagan ini, pemahaman akhlak masyarakat pagan Eropa (yakni, jiwa biadab, suka berperang, kejam, yang terhibur oleh pertumpahan darah dan tak mengenal penahanan diri) itu lebih hebat dari yang timbul ketika mereka berpaling ke ajaran Nasrani (yakni, akhlak rendah hati, welas asih, dan jiwa beriman) Seorang wakil terkemuka gerakan itu, yang juga dianggap sebagai salah satu pendiri utama fasisme, adalah Friedrich Nietzsche, yang sangat keras memusuhi ajaran Nasrani dan percaya bahwa agama telah merusak jiwa ksatria bangsa Jerman dan, karena itu, saripati kemuliaannya. Ia menyerang ajaran Nasrani dalam bukunya Anti-Christ (Anti-Kristus) dan membela budaya-budaya pagan kuno dalam bukunya Thus Spake Zarathustra (Dan Bersabdalah Zarathustra). (Catatan: Zarathustra adalah pengembang ajaran Zoroastrianisme, sebuah agama kuno Persia.) Selain sangat memusuhi ajaran Nasrani, kaum neo-pagan juga memiliki kebencian besar kepada Yudaisme yang mereka anggap akar dasar agama Nasrani. Mereka bahkan menggambarkan agama Nasrani sebagai ‘dunia yang ditundukkan sepotong gagasan Yahudi’ dan menganggapnya sebuah ‘persekongkolan Yahudi’. Tak diragukan, kaum neo-pagan juga membenci Islam, satu- satunya agama yang berTuhan esa, dengan sama bencinya.
  • 11. h. 11 Gerakan neo-pagan ini mengobarkan api kebencian terhadap agama sekaligus melahirkan ideologi fasisme dan anti-Semitisme. Saat kita secara khusus mengamati landasan-landasan ideologi Nazi, tampak jelas bahwa Hitler dan kawan-kawannya adalah pagan dalam makna yang sebenar-benarnya. Nazisme: Paganisme Abad ke-20 Satu peran terpenting dalam pengembangan ideologi Nazi di Jerman dimainkan oleh pemikir Jorg Lanz von Liebenfels, seorang penganut setia neo-paganisme. Dialah orang pertama yang menemukan bintang swastika, yang kemudian menjadi lambang Partai Nazi, dari sumber-sumber ajaran pagan dan benar-benar menggunakannya. Organisasi Ordo Novi Templi yang didirikan oleh Lanz mengabdikan diri sepenuhnya demi kebangkitan kembali paganisme. Lanz secara terbuka menyatakan memuja Wotan, salah satu dewa suku-suku pagan Jerman kuno. Dalam pandangannya, Wotanisme adalah agama alamiah rakyat Jerman, dan bangsa Jerman hanya dapat diselamatkan dengan kembali menganutnya. Ideologi Nazi berkembang sepanjang garis-garis yang ditarik oleh Lanz dan para pemikir neo-pagan serupa. Alfred Rosenberg, tokoh terdepan di kalangan pemikir Nazi, secara terbuka menyatakan bahwa ajaran Nasrani tak mampu memberikan ‘energi jiwa (spiritual)’ bagi Jerman baru yang sedang dibina di bawah kepemimpinan Hitler; karena itu, bangsa Jerman harus kembali kepada agama pagan kunonya. Menurut pandangan Rosenberg, lambang-lambang keagamaan di gereja pasti akan disingkirkan jika Nazi berkuasa, ditukar dengan salinan buku Hitler Mein Kampf (Pertarunganku), swastika, dan pedang yang mewakili keunggulan Jerman. Hitler sangat terpengaruh oleh pandangan Rosenberg, namun gagal menerapkan teori agama Jerman baru itu karena khawatir terjadi protes sosial besar-besaran. (1) Meski demikian, sejumlah perbuatan pagan dipraktikkan selama Nazi berkuasa. Sesaat setelah Hitler berkuasa, hari-hari dan perayaran-perayaan suci Nasrani mulai dilarang dan ditukar dengan pilihan pagannya. Selama upacara pernikahan, sumpah dilakukan atas nama dewa-dewa khayal, misalnya ‘Ibu Bumi’ atau ‘Bapa Langit’. Pada tahun 1935, sekolah-sekolah dilarang membiarkan murid-muridnya mengucapkan doa-doa Nasrani. Lalu, pelajaran agama Nasrani sepenuhnya dilarang. Kepala SS (Schutz-Staffel, Pasukan Pertahanan) Heinrich Himmler menyatakan tentang kebencian rejim Nazi pada ajaran Nasrani: ‘Agama ini wabah penyakit terburuk yang pernah disaksikan dunia. Karena itu, ia perlu disembuhkan.’ (2) Jadi, permusuhan kaum Nazi kepada kaum Yahudi merupakan bagian terpadu ideologi- ideologi anti-agama ini. Karena menganggap bahwa ajaran Nasrani itu sebuah ‘persekongkolan Yahudi’, kaum Nazi mencoba memisahkan masyarakat Jerman dari ajaran Nasrani di satu sisi, dan di sisi lain, memaksa kaum Yahudi meninggalkan Jerman dengan melakukan berbagai bentuk tekanan pada mereka dan menyelenggarakan serangan-serangan jalanan. (Persekutuan antara Zionisme dan Nazisme lahir pada waktu ini, sebagaimana akan kita lihat lebih rinci di Bab Dua).
  • 12. h. 12 Ketika mengamati beragam kelompok neo-Nazi dan fasis di barisan depan anti-Semitisme masa kini, kita melihat hampir semua mereka berideologi anti-agama yang sama dan memakai semboyan-semboyan yang berdasarkan konsep-konsep pagan. Akar Darwinis dari Nazisme Segi penting lain kebangkitan pandangan dunia Nazi adalah cara mereka merangkul teori evolusi Darwin. Ketika mengemukakan teorinya, Charles Darwin menyatakan bahwa ada pertarungan terus- menerus demi bertahan hidup di alam ini, dan bahwa beberapa ‘ras’ lebih diunggulkan dalam pertarungan itu, sementara ras-ras lain akan terkutuk untuk kalah dan ‘tersingkir’. Seperti dapat diduga, pemikiran-pemikiran ini segera menjadi landasan ilmiah rasisme. James Joll, seorang profesor selama bertahun-tahun di universitas-universitas seperti Oxford, Standford dan Harvard, menggambarkan pertalian ideologis antara Darwinisme dan rasisme dalam bukunya Europe Since 1870 (Eropa Sejak 1870), yang masih dipakai sebagai buku paket universitas (kutipan 3) Kesetiaan Hitler pada teori Darwin tampak dalam bukunya Mein Kampf (Pertarunganku), pertarungan yang dimaksudkan tentulah pertarungan demi bertahan hidup yang dikemukakan Darwin. Kaitan ideologis Hitler, dan selanjutnya kaum Nazi, dengan Darwinisme muncul dalam bentuk nyata bersama kebijakan-kebijakan yang mereka terapkan setelah berkuasa. Kebijakan- kebijakan rasial Nazi ini dikenal sebagai ‘eugenik’, dan mewakili teori evolusi sebagaimana diterapkan ke masyarakat. Eugenik berarti penyingkiran orang-orang sakit dan cacat, dan ‘perbaikan’ ras manusia dengan cara meningkatkan jumlah orang-orang yang sehat. Menurut teori eugenik, ras manusia dapat diperbaiki melalui cara yang sama dengan cara bibit-bibit hewan unggul dibentuk, yakni dengan mengawinkan hewan-hewan yang sehat. Teori ini diajukan oleh keponakan Charles Darwin, Francis Galton, dan puteranya Leonardo Darwin. Orang pertama yang terpengaruh dan menyebarkan teori ini di Jerman adalah seorang ahli biologi evolusionis terkenal, Ernst Haeckel, yang juga teman karib sekaligus pendukung Darwin. Ia menganjurkan agar bayi-bayi yang cacat segera dibunuh, dan bahwa tindakan ini akan mempercepat evolusi masyarakat. Dia bahkan berpendapat lebih jauh, dan menyatakan bahwa penderita lepra, penderita kanker, dan penyandang cacat mental, semuanya harus dihabisi tanpa ampun; jika tidak, orang-orang seperti mereka akan menjadi beban masyarakat dan memperlambat proses evolusi. Haeckel meninggal dunia tahun 1919, namun gagasan-gagasannya diwariskan kepada kaum Nazi. Sesaat setelah merebut kekuasaan, Hitler memberlakukan program resmi eugenik. Kata-kata berikut dari buku Mein Kampf merangkum kebijakan baru itu: ‘Pendidikan mental dan fisik sangat penting bagi negara, pun penyaringan masyarakat setidaknya sama pentingya. Negara bertanggung jawab menetapkan bahwa tidak patut bagi orang-orang berpenyakit keturunan atau jelas-jelas tak sehat untuk berketurunan... Negara tidak boleh berbelas kasihan maupun menunggu negara-negara
  • 13. h. 13 lain mengerti selagi memenuhi tanggung jawab itu... Mencegah orang-orang penyandang cacat fisik atau tak sehat memiliki anak selama 600 tahun... akan menghasilkan perbaikan dalam kesehatan manusia yang sekarang ini belum tercapai. Jika orang-orang tersehat suatu ras berkembang biak secara terencana, hasilnya adalah ... suatu ras tanpa benih-benih cacat fisik dan mental yang sejauh ini kita bawa bersama kita.’ (4) Sebagai akibat ideologi Hitler itu, kaum Nazi mengumpulkan orang-orang yang sakit mental, cacat, buta sejak lahir, dan mengidap penyakit keturunan, lalu mengirim mereka ke ‘pusat-pusat pemandulan (sterilisasi)’ khusus. Berdasarkan undang-undang yang diterbitkan tahun 1933, 350 ribu orang sakit mental, 30 ribu orang gipsi dan ratusan anak-anak kulit berwarna dimandulkan dengan cara dikebiri, sinar-X, suntikan, atau sengatan listrik pada alat kelamin. Sebagaimana dikatakan seorang perwira Nazi, ‘Nazisme itu sekedar ilmu biologi terapan’.(5) Apa yang dianggap Nazi sebagai ‘biologi terapan’ sebenarnya teori evolusi Darwin, yang itu sendiri suatu pelanggaran hukum-hukum dasar biologi. Di masa kini, telah jelas dibuktikan bahwa baik konsep eugenik dan pernyataan-pernyataan kaum Darwinis lainnya, sama sekali tak berlandasan ilmiah. Akhirnya, kita mesti amat menegaskan bahwa kelekatan kaum Nazi pada teori evolusi terkait dengan permusuhan mereka terhadap agama maupun kebijakan-kebijakan rasis mereka. Sebagaimana telah kita ketahui, kaum Nazi memendam kebencian mendalam terhadap agama- agama Ilahiah, dan berniat menggantikannya dengan kepercayaan-kepercayaan pagan. Orang-orang seperti mereka merasa perlu melakukan propaganda anti-agama dan pencucian otak, serta menyadari bahwa Darwinisme merupakan cara terefektif melakukan hal itu. Buku Scientific Origin of National Socialism (Asal-Muasal Ilmiah Nazisme) membenarkan hal ini dengan kata-kata berikut, (kutipan 6) Landasan utama yang mendasari sifat menindas dan kejam Nazi adalah ideologi-ideologi anti-agama dan Darwinis yang sama ini. Akhlak Al Qur’an akan Melenyapkan Anti-Semitisme dan Semua Bentuk Rasisme Kesimpulan yang kita peroleh sejauh ini adalah: Anti-Semitisme adalah ideologi kaum anti-agama dan Darwinis, yang akarnya berhulu di neo-paganisme. Karena alasan itulah, tak terbayangkan seorang Muslim mendukung atau merasa bersimpati pada ideologi itu. Seorang anti-Semit juga musuh Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Daud, sebab mereka orang-orang yang dipilih Allah dan diutus untuk memberikan teladan bagi seluruh umat manusia. Dengan cara serupa seperti anti-Semitisme, bentuk-bentuk lain rasisme (misalnya, kebencian kepada orang kulit berwarna) adalah juga penyimpangan-penyimpangan yang timbul dari beragam ideologi dan takhyul yang tak berkaitan dengan agama-agama Ilahiah.
  • 14. h. 14 Jika seseorang menelaah anti-Semitisme dan contoh-contoh rasisme lainnya, jelas tampak bagaimana semua itu membela gagasan-gagasan dan model-model masyarakat yang bertolak belakang dengan akhlak Al Qur’an. Misalnya, rasa kebencian, kekerasan, dan kekejaman terletak di akar anti-Semitisme. (Karena itulah para anti-Semit sebenarnya telah meniru agama-agama pagan suku-suku biadab kuno). Seorang anti-Semit bahkan dapat melangkah lebih jauh dengan membela pembantaian dan penyiksaan bangsa Yahudi, tanpa membedakan apakah perempuan, anak-anak, atau manula. Sebaliknya, akhlak Al Qur’an mengajarkan cinta, rasa sayang, dan welas asih. Al Qur’an mengajarkan kaum Muslim berlaku adil dan pemaaf, bahkan terhadap musuh-musuh mereka. Orang-orang anti-Semit dan rasis lainnya tidak rela hidup damai dengan orang-orang dari etnis atau kepercayaan berbeda. (Misalnya, kaum Nazi, yang adalah kaum rasis Jerman, dan kaum Zionis, mitra sejajar Yahudinya, menentang gagasan tentang bangsa Jerman dan Yahudi hidup bersama, dan masing-masing berpikir hal itu akan membawa kerusakan bagi bangsa masing- masing). Sebaliknya, Al Qur’an mendorong manusia dari beragam kepercayaan hidup bersama secara damai dan tenteram di bawah suatu bangunan sosial yang sama, seperti Al Qur’an juga tak membolehkan terjadinya pembedaan perlakuan (diskriminasi) di antara ras-ras. Sudut pandang yang diajarkan di dalam Al Qur’an tak membuat penilaian umum berdasarkan ras, bangsa, maupun agama. Selalu ada warga yang baik dan buruk di setiap masyarakat. Al Qur’an membuat pembedaan amat jelas. Setelah merangkum bahwa sebagian kaum ahli kitab mengingkari Allah dan agamanya, Al Qur’an melanjutkan dengan menekankan bahwa hal itu suatu pengecualian dan mengatakan: Mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari dan mereka juga bersujud. Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, serta mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala)nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran, 3: 113-115) Al Qur’an memang membedakan antara mereka yang tidak percaya dan mereka yang menolak mengakui Allah dan agamaNya, dan memerintahkan bahwa mereka yang tak menunjukkan permusuhan terhadap agama Allah harus diperlakukan dengan baik: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Mumtahanah, 60: 8-9).
  • 15. h. 15 Allah memerintahkan bahwa konsep keadilan harus diterapkan bahkan kepada musuh-musuh kaum Muslim: Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Maidah, 5: 8) Kesimpulan Untuk merangkum apa yang telah kita tinjau sejauh ini: 1. Sebagaimana telah kita ketahui, akhlak Al Qur’an menyingkirkan segala bentuk rasisme. Karena itu, seorang Muslim yang taat kepada Al Qur’an tidak akan pernah terlibat rasisme, dan tidak memandang rendah orang lain karena ia dari ras yang berbeda. 2. Al Qur’an memerintahkan agar agama-agama lain diperlakukan dengan sikap amat santun dan ramah, selama tidak berperilaku memusuhi kaum Muslimin dan Islam. Karena itulah, seorang Muslim yang taat pada petunjuk Al Qur’an harus berlaku ramah dan penuh pengertian kepada pemeluk-pemeluk agama lain, khususnya kaum ahli kitab. 3. Ideologi-ideologi rasis seperti Nazisme dan filsafat-filsafat anti-Semit adalah ajaran-ajaran sesat yang sama sekali tidak memiliki tempat dalam agama, yang akarnya berhulu ke kebudayaan- kebudayan pagan kuno. Pastilah tidak mungkin bagi Muslim mana pun menghargai sedikit jua ajaran-ajaran semacam itu. Pandangan kita tentang masalah-masalah Yudaisme dan genosida bergantung kepada acuan- acuan dasar ini. Sesungguhnya, buku ini telah disiapkan dengan rujukan ketat kepada acuan-acuan itu. Dalam bab-bab selanjutnya, akan dijelaskan bagaimana tekanan Nazi kepada kaum Yahudi dikecam tanpa pamrih. Juga, akan dijelaskan bagaimana pandangan kaum Nazi dan kaum Zionis bahwa ‘ras yang berbeda tak boleh bercampur’ adalah sebuah kesalahan besar, dan membela konsep ‘keanekaan ras, asal etnis, dan pandangan, hidup berdampingan dengan damai.’ Keinginan kami adalah melihat seluruh gerakan anti-Semit seperti Nazisme dan ideologi- ideologi seperti Zionisme yang terlibat rasisme atas nama kaum Yahudi semuanya musnah, sebagaimana kami menginginkan terbinanya suatu tatanan dunia yang berdasarkan keadilan, tempat seluruh ras dan agama dapat hidup bersama.
  • 16. h. 16 BAB SATU: KISAH TAK TERUNGKAP PERSEKONGKOLAN NAZI-ZIONIS Awal tahun 1935, sebuah kapal penumpang memulai perjalanannya dari Bremerhaven, Jerman, menuju Haifa di Palestina. Nama kapal ditulis pada lambung haluannya dalam abjad Ibrani: Tel Aviv. Namun, bendera yang berkibar di atas Tel Aviv berisi swastika Nazi. Ada kejanggalan serupa mengenai para pemilik dan anak buah kapal itu. Para pemilik Tel Aviv adalah orang Yahudi, dan Zionis. Akan tetapi, kaptennya seorang anggota Partai Pekerja Jerman Sosialis Nasional (Nazi). Bertahun-tahun kemudian, seorang penumpang pada pelayaran itu akan menafsirkan suasana Tel Aviv sebagai suatu ‘kejanggalan yang abstrak’. Namun, persekongkolan Nazi-Zionis yang dilambangkan oleh Tel Aviv sama sekali bukan suatu kejanggalan. Sebaliknya, kapal itu cuma satu contoh sebuah kenyataan yang secara hati-hati disembunyikan oleh para penulis sejarah resmi. Perjalanan memukau Tel Aviv di bawah bendera Nazi diceritakan kembali oleh sejarawan Amerika, Max Weber, di dalam artikelnya yang berjudul Zionism and the Third Reich (Zionisme dan Reich Ketiga) (di dalam The Journal of Historical Review, Juli/Agustus 1993), tempat Weber mengutarakan aneka segi hubungan terselubung antara kaum Nazi dan Zionis. Apakah alasan di balik persekutuan rahasia ini, yang sepintas amat sukar dipercaya? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus kembali ke masa silam. Dari Diaspora Sampai Zionisme Kaum Yahudi, salah satu bangsa tertua di dalam sejarah, telah tinggal di Palestina dan sekitarnya selama berabad-abad sebelum tahun 70 M. Tahun itu, tentara Romawi memadamkan pemberontakan kaum Yahudi di Palestina dan Yerusalem; mereka menghancurkan kuil Yahudi, dan mengusir sebagian besar kaum Yahudi dari Palestina. Sejak saat itu dimulailah masa Diaspora, atau penyebaran kaum Yahudi, yang berlangsung selama berabad-abad. Kaum Yahudi tersebar ke seluruh penjuru dunia yang sudah dikenal. Sejumlah besar akhirnya menetap di Eropa, berangsur-angsur terpusat di Spanyol dan Eropa Timur. Fakta Diaspora yang patut dicatat adalah bahwa sebagian besar kaum Yahudi tak membaur ke dalam masyarakat tempat mereka tinggal. Ada dua alasan mengapa kaum Yahudi gagal membaur. Pertama, mereka menganggap diri lebih unggul daripada kaum lain, berdasarkan atas keyakinan mereka yang berakar kuat di dalam kitab Perjanjian Lama bahwa mereka orang-orang pilihan Tuhan. Karena Yahudi itu kaum pilihan, percampuran atau pembauran dengan kaum yang lebih rendah tak bisa mereka terima, bahkan suatu kehinaan. Alasan kedua, yang hampir tak kalah pentingnya, adalah cara masyarakat-masyarakat lain memandang kaum Yahudi. Orang-orang Eropa khususnya kurang bersahabat terhadap kaum Yahudi. Selama Abad Pertengahan, kaum Nasrani memiliki rasa tak suka mendalam terhadap kaum Yahudi, yang tidak memuja Yesus Kristus dan telah menyerahkannya kepada orang-orang Romawi.
  • 17. h. 17 Orang Katolik Eropa tak menyukai orang Yahudi, dan orang Yahudi pun tak menyukai orang Katolik Eropa. Keadaan-keadaan masa Diaspora mendorong kaum Yahudi mengambil status sosial tersendiri. Mereka tak senang dengan tatanan yang ada; pada saat yang sama, mereka memiliki kekuasaan mengubah tatanan itu. Kekuasaan mereka terletak pada uang. Sumber uang mereka adalah pekerjaan kaum Yahudi yang terpenting selama Abad Pertengahan, sebagaimana juga di masa kini, yakni, penarik riba (rentenir), atau meminjamkan uang dengan bunga. Pihak Gereja telah melarang jemaatnya untuk meminjamkan uang dengan bunga karena itu perbuatan dosa menurut doktrin Nasrani. Meminjamkan uang dengan bunga kepada selain Yahudi tidaklah dilarang dalam agama Yahudi. Jadilah, kaum Yahudi Eropa bersejati (identik) dengan praktik penarik riba. Lewat pekerjaan ini, yang diwariskan turun-temurun, kaum Yahudi mampu menimbun kekayaan yang besar. Pada akhir Abad Pertengahan, para penarik riba Yahudi meminjamkan uang kepada para pangeran, bahkan kepada para raja, dengan suku bunga tinggi. Kaum Yahudi menggunakan kekuatan ekonomi yang mereka peroleh untuk mengikis tatanan yang mapan di Eropa. Mereka mendukung permusuhan terhadap Gereja Katolik, yang mencapai puncaknya di masa Reformasi Protestan. Satu bukti tentang hal ini adalah hubungan bersahabat di antara orang-orang Yahudi dan beberapa pendiri aliran Protestan seperti Jan Hus, John Calvin, dan Ulrich Zwingli, serta, pada awalnya, Martin Luther. Sumber-sumber Katolik terkadang menyatakan bahwa para pemimpin Protestan itu ‘setengah Yahudi’ atau ‘Yahudi terselubung’. Reformasi Protestan melemahkan Gereja Katolik dan memberikan peluang bagi kaum Yahudi memperoleh hak-hak dan keistimewaan-keistimewaan tertentu, khususnya di Eropa Utara. Akan tetapi, bagi kebanyakan orang Yahudi, itu belumlah cukup. Kaum Yahudi mempunyai kekuatan ekonomi, namun kurang mempunyai kekuatan politik. Kekuatan politik saat itu dibagi di antara Gereja, para raja, dan para ningrat. Di sini, patut dicatat bahwa kaum Yahudi mulai memasuki sebuah kelas sosial yang berbeda dengan Gereja, kerajaan, atau keningratan. Kelas sosial baru ini adalah kaum borjuis. Di abad ke-18 dan 19, para bankir Yahudi menjadi kekuatan ekonomi terpenting di Eropa. Selama abad ke-19, kekuatan dinasti perbankan Rothschild secara khusus menjadi buah bibir. Keluarga Rothschild dianggap sebagai raja-raja pembiayaan tingkat tinggi Eropa. Golongan borjuis, yang di dalamnya kaum Yahudi berperan utama, mendapatkan kekuatan politik melalui Revolusi Perancis serta reformasi-reformasi dan perubahan-perubahan yang mengikutinya. Para pemimpin Masa Pencerahan, yang meletakkan dasar-dasar Revolusi Perancis, berkeberatan dengan peran agama dalam kehidupan masyarakat dan merintis demokrasi di atas monarki. Mengeluarkan agama dari kehidupan masyarakat berarti memperlakukan orang tanpa memandang keimanan agamanya. Jadi, di masa setelah Revolusi Perancis, kaum Yahudi di seluruh Eropa mulai memperoleh hak seperti kaum Nasrani. Kebanyakan negara-negara Eropa akhirnya menghapus pembatasan-pembatasan sosial dan hukum pada kaum Yahudi. Kini, Eropa dipimpin bukan oleh tatanan agama, melainkan tatanan sekuler, dan kaum Yahudi berbagi hak yang sama
  • 18. h. 18 dengan pemeluk Nasrani. Sekarang pun, mereka dapat menapaki jabatan pemerintahan dan memperoleh kekuatan politik. Dan itulah yang terjadi. Orang Yahudi pertama yang memasuki Majelis Perwakilan Tinggi Inggris adalah bankir dari keluarga Rothschild. Tak lama kemudian, seorang Yahudi lain, Benjamin Disraeli, menjadi perdana menteri Inggris Raya. Sementara itu, prasangka dan kebencian masyarakat terhadap kaum Yahudi menurun di benua Eropa, sebab pengaruh Nasrani melemah. Di semua negara di Eropa Utara, khususnya Inggris, kebencian yang mengakar terhadap kaum Yahudi kini ditukar dengan kecenderungan menghargai mereka dengan simpati dan membela hak-hak mereka. Yang terpenting dari ‘hak-hak’ itu adalah impian indah kaum Yahudi selama berabad-abad, yaitu cita-cita pulang ke Palestina. Ya, sejak pengusiran mereka pada tahun 70 M, kaum Yahudi mempertahankan ikatan batin kepada tanah itu. Selama abad-abad panjang menghuni Eropa, mereka melihat diri sendiri sebagai orang yang terasingkan, dan memimpikan suatu kepulangan, suatu hari, ke “tanah air” mereka. Selama upacara-upacara tahun baru Yahudi, harapan yang menggetarkan tentang “tahun depan di Yerusalem” selalu diungkapkan. Kaum Yahudi sangat ingin tinggal tidak di tanah-tanah biasa, melainkan di Kanaan (Palestina), Tanah yang Dijanjikan Tuhan kepada mereka, kaum pilihanNya. Sampai saat itu, kaum Yahudi meyakini bahwa kepulangan ke Palestina hanya akan mungkin dengan pertolongan seorang juru selamat yang disebut Messiah. Akan tetapi, pada pertengahan abad ke-19, dua orang rabbi (pendeta Yahudi) merumuskan penafsiran baru atas doktrin ini. Keduanya, Rabbi Judah Alkalay dan Rabbi Zevi Hirsch Kalisher, menyatakan bahwa tak usah lagi menunggu datangnya Sang Messiah. Menurut penafsiran mereka atas naskah kuno suci Yahudi, kaum Yahudi dapat pulang ke Palestina lewat kekuatan politik dan ekonomi sendiri, dengan bantuan kekuatan-kekuatan besar Eropa. Ini akan menjadi langkah awal datangnya Messiah. Penafsiran rabbi ini mempengaruhi para nasionalis muda Yahudi yang kurang taat agama, yang jatidiri keyahudiannya berdasarkan pada kesadaran akan ras dan bangsa. Tak terbantahkan, yang paling terkenal di antara mereka adalah seorang wartawan muda Austria bernama Theodor Herzl. Dengan menjelmakan penafsiran ulang doktrin kedua rabbi menjadi suatu gerakan politik aktif, Herzl mendirikan Zionisme politik. Zionisme mengambil namanya dari Gunung Zion yang suci di Yerusalem; tujuannya adalah pulangnya kaum Yahudi sedunia ke Palestina. Herzl memimpin kongres Zionis pertama di Basel, Swiss. Di sana mereka mendirikan World Zionist Organisation (Organisasi Zionis Dunia). Kelompok ini akan mengarahkan gerakan Zionis dengan penuh kesabaran dan keteguhan hingga berdirinya negara Israel. WZO mempunyai dua tujuan utama: menjadikan Palestina tempat yang cocok bagi pemukiman kaum Yahudi, dan mendorong seluruh kaum Yahudi, mulai dengan yang di Eropa, berpindah ke Palestina. Dalam beberapa tahun saja, kemajuan yang cukup berarti telah tercapai ke arah tujuan pertama. Dengan menerbitkan Deklarasi Balfour di tahun 1917, Pemerintah Inggris mengumumkan bahwa negerinya mendukung pendirian tanah air Yahudi di Palestina, yang direbut Inggris dari Khilafah Utsmaniyyah selama Perang Dunia I. Deklarasi Balfour adalah sebuah kemenangan besar bagi kaum Zionis. Inggris, kekuatan militer dan politik terbesar di dunia saat itu, telah sangat terbuka menyatakan mendukung mereka. Deklarasi itu menunjukkan kepada banyak orang,
  • 19. h. 19 termasuk banyak orang Yahudi yang menganggap Zionisme sepotong mimpi belaka, betapa kuat sesungguhnya gerakan Zionis. Tujuan kedua gerakan, yaitu pemukiman kembali kaum Yahudi dari Diaspora ke Palestina, jauh kurang berhasil. Ini menciptakan masalah besar bagi kaum Zionis. Meskipun banyak seruan dari WZO, kaum Yahudi Diaspora, khususnya yang di Eropa, yang paling bernilai bagi kaum Zionis, memutar punggung pada kepulangan terencana ke Palestina. Alasan penolakan mereka bukanlah semata-mata ketakpedulian. Pembauran: Sebuah Masalah Bagi Gerakan Zionisme Alasan kaum Yahudi Eropa menolak “pulang” ke Palestina adalah proses pembauran, yang di dalamnya mereka telah terlibat selama hampir seabad. Pembauran ini akibat tak terhindarkan dari diperolehnya persamaan hak dengan pemeluk Nasrani. Sebagaimana telah dicatat, kaum Yahudi adalah “warga negara kelas dua” selama Abad Pertengahan karena pembatasan-pembatasan yang dikenakan kepada mereka akibat kepercayaan agama mereka. Para pemimpin kaum Yahudi mengira bahwa mereka bisa mendapatkan kekuasaan politik, membuktikan bahwa kaum Yahudi itu kaum pilihan, dan pulang ke Palestina jika pembatasan-pembatasan itu dapat disudahi. Karena itu, mereka telah berupaya menghancurkan sistem feodal Katolik di Eropa, juga telah berperan penting dalam keruntuhan Katolik Eropa dan pengenalan ke zaman modern. Akan tetapi, zaman modern berpengaruh yang tak dibayangkan sebelumnya oleh kaum Yahudi. Dengan menurunnya peran agama di masyarakat Eropa dan penghapusan pembatasan- pembatasan terhadap kaum Yahudi, dasar kerekatan Yahudi, maupun kunci penolakan Yahudi terhadap pembauran, ikut memudar. Di saat ini, kaum Yahudi mulai berbaur, menjadi bagian masyarakat Eropa tempat mereka tinggal. Sambil memperoleh persamaaan hak, orang-orang Yahudi juga melepaskan jatidiri keyahudiannya. Pada akhir abad ke-19, mayoritas kaum Yahudi di negara-negara Barat mulai menganggap diri orang Jerman, Perancis, atau Inggris yang beriman Yahudi, bukan suatu bangsa tersendiri. Di sisi lain, pemikiran kaum Zionis amatlah berbeda. Menurut teori Zionis, menjadi seorang Yahudi bukan semata urusan agama: itu sebuah urusan ras. Ras Yahudi sebenarnya amat berbeda dari bangsa Eropa; mereka kaum Semit dan tak hendak berbaur. Di mata Zionis, mengaku sebagai Yahudi Jerman atau Yahudi Perancis itu tak masuk akal. Orang Yahudi berbeda dari ras mana pun, Eropa maupun bukan, tanpa memandang apakah beragama ajaran Musa atau ateis. Karena itu, merupakan suatu penyakit bagi orang Yahudi untuk bergaul dan berbaur dengan ras lain. Kaum Yahudi memerlukan suatu negara sendiri, dan negara ini harus di Palestina, kampung halaman turun-temurun ras Yahudi. Singkatnya, orang-orang Yahudi yang berbaur adalah penderita sakit yang memerlukan pertolongan. Orang Yahudi seperti itu, yang teracuni kenyamanan hidup zaman modern dan menganggap diri tidak berbeda dari ras-ras lain yang menghuni Eropa, harus disembuhkan sesegera mungkin. Jika tidak, impian tentang sebuah negara Yahudi akan tetap tinggal impian.
  • 20. h. 20 Namun, bagaimana cara menyembuhkan orang-orang Yahudi itu? Para pemimpin Zionis segera menyadari bahwa tugas ini suatu tugas yang sulit, sebab kaum Yahudi pembaur (asimilasionis) menentang keras Zionis. Kebanyakan organisasi Yahudi pembaur mengeluarkan pernyataan yang keras menolak pernyataan-pernyataan kaum Zionis. Mereka menyatakan bahwa masyarakat mereka Yahudi hanya dari segi agama, bahwa kaum Yahudi warga yang setia kepada negara tempat mereka tinggal, dan akhirnya, bahwa mereka tak berkeinginan pulang ke gurun-gurun pasir Palestina. Di saat Theodor Herzl memimpin propaganda kaum Zionis di Eropa, sebuah konperensi diselenggarakan di Pittsburgh, Amerika Serikat, yang menerbitkan sebuah deklarasi yang disebut “Eight Principle of Reform Judaism” (Delapan Prinsip Yudaisme Reformasi). Kaum Yahudi pembaur di Amerika menarik perhatian dunia bahwa mereka menganggap diri pemeluk suatu agama, dan bukan anggota sebuah bangsa yang terpisah. Karena itu, mereka tak berniat pulang ke Yerusalem maupun membangun kembali agama persembahan Bani Harun. Mereka tidak mendukung sebuah negara Yahudi baru. Setelah beberapa deklarasi serupa mengikuti, para Zionis menyadari bahwa mereka tak akan mampu mengalahkan kaum Yahudi pembaur hanya dengan kata-kata. Namun, bagaimana bisa dibuktikan bahwa kaum Yahudi sebenarnya suatu ras yang berbeda dengan ras-ras lain, dan bahwa mereka sungguh-sungguh orang asing di Eropa? Sebelum zaman modern, pertanyaan ini terjawab dengan sendirinya. Bangsa Eropa, disebabkan kepercayaan agamanya, bersikap memusuhi kaum Yahudi yang akibatnya, secara tak langsung, membantu mempertahankan jatidiri kaum Yahudi. Masyarakat Eropa turun-temurun menentang pembauran dengan kaum Yahudi, dan akibatnya pembauran terhalangi. Namun, di masa kini, karena kemajuan zaman telah mendesak agama keluar dari kehidupan masyarakat, sulit menciptakan pembatasan-pembatasan, atau mengarahkan kebencian berdasarkan fanatisme agama, terhadap kaum Yahudi. Rasisme Abad ke-19 dan Anti-Semitisme Modern Walau demikian, masih tersisa satu pilihan. Karena ideologi telah menggantikan agama, sebuah ideologi dapat digunakan untuk menghentikan pembauran. D sini, kaum Zionis menemukan sesuatu yang sangat berguna: suatu ideologi baru yang kukuh menentang pembauran kaum Yahudi berkembang kian pesat di Eropa. Ideologi itu adalah rasisme modern yang berlandaskan pada positivisme (pandangan bahwa yang penting adalah apa yang bisa diindra dan diukur) abad ke-19 dan diperkuat oleh teori evolusi Darwin. Selama abad ke- 19, ahli-ahli teori yang rasis bermunculan di seluruh Eropa. Para ahli teori ini, saat mengamati bahwa umat manusia terdiri dari ras-ras yang berbeda, menganggap bahwa watak terpenting seorang manusia adalah rasnya. Suatu ras tidak dapat menghadapi resiko lebih besar daripada kehilangan kemurniannya lewat percampuran dengan ras-ras lain. Pada saat yang sama, para ahli teori rasial, terutama di Jerman, namun juga di negara-negara lain, memaparkan teori-teori anti-Semit. Dengan mengemukakan perbedaan-perbedaan antara ras Arya dan Semit, mereka menyatakan bahwa kaum Yahudi telah mencemari kemurnian rasnya
  • 21. h. 21 sendiri dengan hidup di antara bangsa Eropa. Menurut para pemikir ini, kaum Yahudi harus dikucilkan, dan perkawinan dengan mereka dicegah. Kebencian fanatik terhadap kaum Yahudi yang berdasarkan pada seruan melakukan pengucilan sosial ini dikenal sebagai anti-Semitisme modern – modern, sebab menentang kaum Yahudi bukan karena agamanya sebagaimana di Abad Pertengahan, melainkan karena rasnya. Anti-Semitisme mencapai puncaknya pada Kasus Dreyfus yang terkenal. (Alfred Dreyfus adalah seorang tentara Perancis berkebangsaan Yahudi yang dituduh menjual rahasia negara.) Di sini, kita menemukan suatu fakta yang amat menarik. Bukan hanya kaum rasis Eropa yang merasa tak nyaman dengan pembauran Yahudi. Juga ada kelompok lain yang merasa terancam – atas nama ras Yahudi. Merekalah kaum Zionis, yang menganggap keyahudian bukan sebuah agama, melainkan jatidiri kebangsaan. Ini sebuah gambaran yang menarik. Tak satu pun dari kedua pihak menginginkan kaum Yahudi bercampur di luar rasnya; yang satu ingin menjaga Yahudi agar tetap terpisah, sementara yang lain ingin melindungi jatidiri keyahudiannya. Karena itu, mengapa mereka tidak bekerjasama? Tanggapan langsung atas pertanyaan ini datang dari Theodor Herzl, pendiri Zionisme. Anti-Semitisme: Sebuah Siasat Herzl Kemajuan pembauran kaum Yahudi yang tampaknya tidak tercegah (dan penolakan kaum Yahudi pada program Zionis) memacu kaum Zionis ke arah persekongkolan dengan para anti- Semit. Orang yang memulainya adalah Theodor Herzl, pemimpin pertama gerakan Zionis. Herzl menyadari bahwa, untuk memaksa kaum Yahudi meninggalkan rumah-rumah mereka saat itu dan pindah ke Israel, anti-Semitisme adalah sebuah kebutuhan. Upaya apa pun untuk meyakinkan kaum Yahudi berpindah ke Tanah Suci Palestina memerlukan gerakan anti-Semit yang andal sebagai pendorong. Sementara itu, anti-Semitisme, yang muncul bersamaan dengan rasisme abad ke-19, telah memadamkan harapan banyak orang Yahudi yang berpikir mereka dapat tinggal di Eropa bebas dari pembedaan perlakuan dan pelecehan. Herzl menekankan bahwa anti-Semitisme itu suatu penyakit yang tak tersembuhkan, dan satu-satunya penyelamatan bagi kaum Yahudi adalah pulang ke Palestina. Pendapat Hezl bahwa orang Yahudi dan bukan Yahudi tak dapat hidup berdampingan sangat sejalan dengan pemikiran anti-Semit. Mengomentari kesejajaran ini, Hezl menyatakan bahwa anti-Semitisme dapat sangat membantu kampanye Zionis. Herzl tak puas memikat kaum Yahudi berpindah dengan ajakan-ajakan diplomatis. Sebagaimana ditulis oleh seorang tokoh politik dan cendekiawan tersohor Perancis Roger Garaudy dalam bukunya The Case of Israel: A Study of Political Zionism (Kasus Israel: Sebuah Kajian tentang Zionisme Politik), Herzl menyokong pemisahan kaum Yahudi bukan untuk membina suatu agama atau budaya yang terpisah, melainkan sebuah negara. Herzl bahkan melanjutkan dengan berjanji kepada Plehve, menteri dalam negeri Rusia semasa pogrom-pogrom (pembantaian kaum Yahudi) Kishinev yang keji, bahwa ia akan menang atas kaum Yahudi yang berperan besar dalam hasutan revolusi melawan tsar (raja Rusia), sehingga mencegah pemberontakan, sebagai balasan atas bantuan Rusia mengirimkan orang-orang Yahudi kembali ke Palestina.
  • 22. h. 22 Rencana Herzl bersekongkol dengan orang-orang anti-Semit telah menjadi cara yang paling disukai para pemimpin Yahudi penerusnya. Akhirnya, Herzl menjadi pendukung pergerakan anti- Semit yang bersemangat. Roger Garaudy menulis bahwa pada tahun 1896, sebelum menerbitkan bukunya The Jewish State (Negara Yahudi), Herzl menjawab kecaman bahwa ia bekerja merugikan kaum Yahudi dengan menyatakan tanpa ragu bahwa para anti-Semit akan menjadi sahabat karib kaum Zionis. Herzl dan para Zionis lainnya sepakat tentang tujuan-tujuan bersama. Niat mereka adalah memindahkan semua kaum Yahudi ke Palestina. Inilah sebuah pemecahan yang sempurna bagi para anti-Semit, yang ingin melindungi kemurnian ras mereka dari pencemaran melalui percampuran dengan kaum Yahudi. Theodore Fritsch, penerbit Antisemitische Correspondenz (Surat-Menyurat Anti-Semit, belakangan disebut Deutsch-Soziale Blatter, Cacar Sosial Jerman), sebuah majalah anti-Yahudi tersohor, menyambut baik Kongres Zionis Pertama, dan mengirimkan ucapan selamatnya bagi penerapan sebuah teori yang mensyaratkan bahwa kaum Yahudi meninggalkan Jerman dan bermukim di Palestina. Herzl percaya bahwasanya akan berbahaya bagi Zionisme jika kaum Yahudi merasa kerasan di negara-negara tempat mereka berada; ia mengatakan: “Kaum Yahudi membentuk suatu masyarakat tunggal, dan tidak bisa dipadukan dengan kaum-kaum lain. Namun, mereka memang berbaur dengan masyarakat mana pun jika merasa aman di dalamnya untuk waktu yang lama. Dan itu tak akan pernah menjadi minat kita.” Karena itu, menurut pemimpin Zionis ini, langkah pertama yang harus diambil adalah menciptakan rasa permusuhan terhadap kaum Yahudi. Sejalan dengan itu, para pemimpin Zionis akan mendorong ketegangan psikologis, membuat kaum Yahudi resah dengan serangan-serangan anti-Semit yang membikin geram. Dengan tindakan- tindakan itu, para pemimpin Zionis berharap dapat meyakinkan kaum Yahudi bahwa mereka berada dalam bahaya di Diaspora dan bahwa mereka hanya dapat diselamatkan dengan berpindah ke Tanah Suci Palestina. Herzl berupaya memancing kaum anti-Semit dengan sebuah cara yang mengejutkan, yakni menambahkan kalimat-kalimat pada buku hariannya yang akan mendorong mereka percaya pada persekongkolan Yahudi dan lalu merangsang mereka menyerang kaum Yahudi. Tiga seri buku harian Herzl diterbitkan di tahun 1922 dan 1923. Seorang penulis Austria dan penerbit buku Österreichische Wochenschrift (Mingguan Austria), Josep Samuel Bloch, yang mengenal baik Herzl, menulis tentang buku-buku harian itu: “Surat-surat yang dikirimkan kepada Rothschild dan Baron Hirsch, serta penegasan bahwa orang Yahudi itu pemberontak dan penggerak revolusi berbakat di negara-negara yang mereka tinggali, cukup membawa kehancuran pada kaum Yahudi. Herzl telah menyediakan musuh-musuh kaum Yahudi dasar bagi sebuah ‘pemecahan masalah Yahudi’. Ia telah menunjukkan jalan untuk diikuti di dalam kegiatan mereka selanjutnya. Buku- buku harian itu benar-benar mengerikan.” Herzl bekerja keras membangkitkan anti-Semitisme dan membangun persekutuan dengan para anti-Semit sampai akhir hayatnya. Upaya-upaya yang dilakukannya atas nama Zionisme tidak begitu berhasil: kebanyakan kaum Yahudi Eropa menolak pindah ke Tanah Suci Palestina.
  • 23. h. 23 Perlawanan Kaum Yahudi Terhadap Zionisme Organisasi Zionis Dunia WZO, yang didirikan Herzl dan terus berkembang setelah kematiannya yang mendadak di tahun 1904, bertujuan utama memukimkan kaum Yahudi di Palestina. Sekalipun WZO berupaya, jumlah pendatang ke Palestina tetap lebih sedikit daripada yang diharapkan. Malah, setelah beberapa tahun, kedatangan mulai menurun tajam. Seakan belum cukup, sebagian mereka ternyata kembali ke negara asalnya. Antara tahun 1926 dan 1931, sekitar 3.200 orang Yahudi meninggalkan Palestina setiap tahunnya. Pada tahun 1932, di Palestina hanya ada 181 ribu orang Yahudi berbanding 770 ribu orang Arab. Para pemimpin Zionis sangat maklum bahwa mereka tidak dapat mendirikan sebuah negara Yahudi dengan bangsa Arab membentuk mayoritas sebesar itu. Lebih jauh, mayoritas kaum Yahudi di Eropa dan Amerika menolak berpindah ke Palestina antara tahun 1897 dan 1930-an. Kaum Yahudi Jerman, Perancis, dan Amerika khususnya telah hidup makmur dan enggan melepaskan taraf hidup mereka yang tinggi untuk bermukim di Palestina. Banyak orang Yahudi tersohor di masa itu, seperti fisikawan Albert Einstein, filsuf Martin Buber, dan Profesor Judah Magnes, rektor pertama Universitas Ibrani di Yerusalem, bersemangat menentang Zionisme. Masyarakat awam Yahudi juga tak kurang kerasnya menolak seruan para pemimpin Zionis untuk berpindah. Kecuali sebagian kecil, kaum Yahudi Rusia juga menolak berpindah ke Palestina. Bahkan, sebagian pendatang Zionis dari Rusia kembali ke sana setelah keadaan kehidupan di Palestina ternyata jauh dari yang diharapkan. Selama tahun 1920-an, para pemimpin Zionis menyangka bahwa Deklarasi Balfour, yang telah membuka jalan bagi berdirinya tanah air Yahudi di Palestina, akan mempercepat proses perpindahan. Namun, mereka merasakan kekecewaan yang menyesakkan. Sementara jumlah kaum Yahudi di Palestina berlipat dua, mencapai 160 ribu orang pada tahun 1920-an, jumlah pendatang hanyalah sekitar 100 ribu orang. Dari angka ini, 75 persen tidak bertahan di Palestina. Pada tahun 1927, hanya 2.710 pendatang yang masuk; 5 ribu orang Yahudi pergi. Di tahun 1929, orang Yahudi yang datang dan kembali sama jumlahnya. Penurunan yang mencemaskan itu merupakan sebuah kegagalan besar gerakan Zionis, yang berupaya keras membawa sebanyak-banyaknya orang Yahudi ke Palestina dalam waktu sesingkat- singkatnya, bahkan jika perlu dengan kekerasan. Sekalipun propaganda terus-menerus WZO, kepindahan ke Tanah Suci Palestina tetap sedikit. Pada akhir abad ke-19, jumlah orang Yahudi di Palestina kurang dari 50 ribu, membentuk hanya 7 persen dari seluruh penduduk. Bahkan pada saat Deklarasi Balfour (1917), jumlah kaum Yahudi tak lebih dari 65 ribu orang. Selama 12 tahun antara 1920 dan 1932, hanya 118.378 orang Yahudi dimukimkan, dengan satu atau lain cara, di Palestina, bahkan tak sampai 1 persen dari jumlah orang Yahudi di dunia. Jelas sudah bahwa kebijakan Zionis tidak berhasil. Satu-dua gerakan anti-Semit tidaklah cukup menyakinkan kaum Yahudi non-Zionis untuk berpindah. Karena itu, para pemimpin Zionis memutuskan menggunakan cara yang dirintis Herzl lebih kerap lagi. Mereka harus membuat kaum
  • 24. h. 24 Yahudi, terutama kaum elitnya, merasa kian tak nyaman demi mendirikan negara Israel. Dengan kata lain, anti-Semitisme harus tumbuh lebih kuat. Persaudaraan Ideologis antara Nazisme dan Zionisme Konsep Herzl tentang pembentukan sebuah persekutuan dengan kaum anti-Semit untuk menghentikan, dan lalu membalikkan, proses pembauran kaum Yahudi dipraktikkan oleh para Zionis penerusnya, bersama dengan kaum rasis di Eropa dan di seluruh dunia. Yang terutama adalah kaum rasis Jerman. Kaum rasis Jerman ini, yang merupakan perintis gerakan Nazi, jenis sekutu yang tepat dicari-cari para Zionis. Nyatanya, persamaan ideologis di antara keduanya cukup menyolok. Lenni Brenner, yang menyebut diri seorang Yahudi non-Zionis, mengungkapkan sejarah terselubung persekutuan antara Zionis dan anti-Semit dalam bukunya Zionism in The Age of Dictator (Zionisme di Zaman Para Diktator). Sebagaimana ditekankan Brenner, ikatan antara kaum Zionis dan kaum rasis anti-Semit ditempa pada tahun-tahun awal pergerakan Zionis. Misalnya, Max Nordau, penerus Herzl sebagai pemimpin gerakan Zionis, memberikan wawancara kepada seorang anti-Semit tersohor, Edouard Drumont, pada 21 Desember 1903. Percakapan di antara keduanya, yang satu seorang rasis Yahudi, yang lain seorang sofinis (penganut paham nasionalisme sempit) Perancis, diterbitkan dalam suratkabar anti-Semit fanatik milik Drumont, La Libre Parol, termasuk pernyataan Nordau bahwa Zionisme “bukan masalah agama, namun sepenuhnya masalah ras, dan tak seorang pun dengan siapa saya lebih sependapat dalam masalah ini selain Tuan Drumont.” Satu bahasan penting dalam buku Brenner adalah kesamaan ideologis antara rasis Jerman dan Zionis. Pemujaan berlebihan terhadap darah-dan-tanah yang sedang cepat menyebar di kalangan cendekiawan Jerman mutlak sejalan dengan pemikiran Zionis. Menurut ideologi ini, ras Jerman memiliki darah (Blut) sendiri, dan harus hidup di tanahnya (Boden) sendiri. Kaum Yahudi tidak berdarah Jerman, dan karena itu tidak akan pernah menjadi bagian rakyat (Volk) Jerman maupun berhak menetap di tanah Jerman. Seperti ditekankan oleh Brenner, pengikut Zionis sukarela mendukung semua pendapat Blut und Boden-nya kaum rasis. Dalam pandangan kaum Zonis, kaum Yahudi bukanlah bagian Volk Jerman dan, pastilah, kaum Yahudi dan Jerman seharusnya tidak bercampur dalam perkawinan. Yang terbaik bagi kaum Yahudi adalah pulang ke Bodennya sendiri: Palestina. Tak diragukan bahwa para Zionis menyetujui anti-Semitisme dan menganut teori-teori kaum rasis Jerman itu. Karena orang Yahudi bukan ras Jerman, bangsa Jerman berhak mengucilkan dan juga mengusir mereka. Menurut para Zionis, kaum Yahudi sendiri sepatutnya disalahkan dalam soal anti-Semitisme. Mereka membangkitkan anti-Semitisme dengan bersikukuh tinggal di tanah asing dan berbaur dengan ras asing. Para Yahudi pembaur yang patut disalahkan, dan bukan para anti-Semit. Chaim Greenberg, penyunting media Zionis pekerja New York Jewish Frontier, melukiskan watak itu sebagai berikut “Agar menjadi Zionis yang baik, seseorang harus agak menjadi anti-Semit”.
  • 25. h. 25 Brenner menafsirkan kedudukan para Zionis sebagai berikut: “Jika orang percaya akan keabsahan kemurnian rasial, sukar merasa keberatan pada rasisme orang lain. Jika orang itu percaya lebih jauh bahwa tak mungkin bagi masyarakat mana pun hidup sehat kecuali di tanah air sendiri, ia tak dapat berkeberatan pada tindakan siapa pun mengeluarkan ‘orang asing’ dari daerahnya.” Francis R. Nicosia, seorang profesor sejarah di St. Michael’s College (Winooski, Vermont, Amerika Serikat), juga menekankan adanya hubungan ideologis antara Zionisme dan Nazisme dalam bukunya The Third Reich and The Palestine Question (Reich Ketiga dan Masalah Palestina). Menurut Nicosia, kaum Zionis dekat secara ideologis tak hanya dengan Nazi, melainkan juga dengan para rasis abad ke-19 pendahulunya, termasuk Arthur de Gobineau. Pada tahun 1902, Die Welt, sebuah suratkabar Zionis yang diterbitkan oleh WZO, mendukung teori Gobineau tentang kemunduran rasial dan hasrat mempertahankan kemurnian rasial dengan mencatat bahwa Gobineau telah menunjuk penuh kekaguman kepada kaum Yahudi sebagai suatu kaum kuat yang percaya perlunya mempertahankan kemurnian ras. Pada tahun-tahun menjelang Perang Dunia I, para Zionis yang berpengaruh dengan semangat membela teori filsuf-filsuf rasis seperti Elias Auerbach, Ignaz Zollschan, Arthur de Gobineau, dan Houston Steward Chamberlain. Profesor Nicosia menekankan juga simpati kaum anti-Semit terhadap Zionisme. Sangat menarik bahwa para anti-Semit menyokong pemindahan kaum Yahudi Eropa ke Palestina sejak permulaan abad ke-19, sebelum Zionisme politik ada. Di antara mereka adalah filsuf nasionalis Jerman terkenal dan pelopor fasisme, Johann Gottlieb Fichte. Fichte, seorang penyokong pengusiran kaum Yahudi dan kaum minoritas lainnya demi menjaga dan menghormati Volkgeist (semangat kebangsaan) Jerman, menganggap bahwa memberikan persamaan hak kepada kaum Yahudi akan menjadi suatu bencana. Ia juga menyarankan bahwa masalah Yahudi dapat dipecahkan dengan memindahkan kaum Yahudi dari Jerman (juga negara-negara Eropa lainnya) ke tanah asalnya. Teori-teori Zionis Fichte dianut sepenuhnya oleh penerus-penerus seperti Eugen Dühring. Simpati kaum anti-Semit pada Zionisme berlanjut di Jerman setelah Perang Dunia I (semasa Republik Weimar, 1919-1933). Nicosia mengatakan bahwa semasa Weimar, tokoh anti-Semit terkemuka seperti Wilhelm Stapel, Hans Blüher, Max Wundt, dan Johann Peperkorn melihat Zionisme sebagai satu-satunya pemecahan yang wajar atas masalah Yahudi di Jerman. Perselingkuhan Para Zionis dengan Nazisme Saat pertama mendengar pernyataan kami tentang kaitan antara Zionisme (yang sering digambarkan sebagai nasionalisme Yahudi) dan rasisme Jerman (yang mengandung kebencian anti- Yahudi), orang mungkin akan beranggapan bahwa pertalian seperti itu suatu pertentangan. Akan tetapi, dengan penjelasan beberapa halaman terdahulu, ada suatu kemiripan yang benar-benar masuk akal di antara keduanya. Pada tahun 1925, Jacob Klatzkin, seorang ahli teori gerakan Zionis, memaparkan segenap akibat pendekatan Zionis pada anti-Semitisme. Jika kita tidak mengakui kebenaran anti-Semitisme, kita menyangkal kebenaran nasionalisme kita sendiri. Jika kaum kita berhak dan rela berada di dalam kehidupan nasionalnya sendiri, maka kaum kita adalah sebuah benda asing yang menusuk ke dalam bangsa-bangsa di antara siapa kaum kita tinggal, suatu benda asing yang menuntut jatidiri tersendiri, mengurangi ruang hidup bangsa-
  • 26. h. 26 bangsa itu. Oleh karena itu, benarlah jika mereka mesti melawan kita demi kesatuan nasional mereka... Daripada membina masyarakat demi melawan para anti-Semit, yang ingin mengurangi hak-hak kita, kita mesti membina masyarakat demi melawan para sahabat kita (yakni, para Yahudi pembaur) yang ingin membela hak-hak kita. Empati kaum Zionis pada anti-Semitisme cukup luas dalam WZO, inti gerakan kaum Zionis. Chaim Weizmann, pemimpin legendaris WZO kedua setelah Herzl, dan lalu presiden pertama Israel, kerap menyatakan pemahamannya akan anti-Semitisme. Sebagaimana ditulis Brenner: Semenjak 18 Maret 1912, ia telah tanpa malu-malu berkata kepada penduduk Berlin bahwa “setiap negara hanya dapat menyerap sejumlah terbatas kaum Yahudi, jika tak ingin perutnya sakit. Jerman telah memiliki terlalu banyak kaum Yahudi”. Dalam percakapannya dengan Balfour [menteri luar negeri Inggris] di tahun 1914, ia meneruskan lebih lanjut dengan menyatakan bahwa “kami juga bersepakat dengan para anti-Semit budaya, sejauh kami percaya bahwa orang-orang Jerman yang beragama Musa itu sebuah gejala yang tak diinginkan dan mematahkan semangat.” Watak WZO itu juga dimiliki cabangnya di Jerman, Zionistiche Vereinigung für Deutchland (ZVfD, Federasi Zionis Jerman). ZVfD adalah satu dari dua organisasi Yahudi utama pada masa itu. Sedangkan Centralverein (CV, Persatuan Pusat Warga Jerman Beragama Yahudi) adalah organisasi utama Yahudi pendukung pembauran. Secara alamiah, ZVfD dan CV tidak bersepakat dalam aneka persoalan. Misalnya, satu pihak sangat yakin bahwa menjadi seorang Yahudi itu masalah ras, sementara yang lain menganggap kaum Yahudi hanya masyarakat agama. Tentu saja, bidang utama pertengkaran adalah anti- Semitisme. Bagi para pembaur di CV, anti-Semitisme itu ancaman utama. Mereka melakukan semua yang mereka mampu untuk membasmi virus yang mengancam kehidupan tenteram mereka ini. Sebaliknya, para Zionis, yang menganggap pembauran virus yang sebenarnya, amat senang dengan anti-Semitisme. Brenner menulis bahwa Kurt Blumenfeld, ketua dan mantan sekretaris jenderal ZVfD, sungguh-sungguh percaya pada pernyataan kaum anti-Semit bahwa negara Jerman milik ras Arya dan bahwa bagi seorang Yahudi untuk berjabatan di pemerintahan di tanah kelahirannya ini tak lebih daripada campur tangan dalam urusan Volk (bangsa) lain. Sejak awal tahun 1920-an, anti-Semitisme Jerman dijelmakan oleh kaum Nazi, yang telah menjadi sebuah kekuatan di seluruh Jerman. Pada tahun 1923, Hitler telah mendapat suatu dukungan yang cukup besar dari kalangan rasialis dan nasionalis Jerman yang lebih keras dan siap, termasuk banyak orang, di antaranya Hitler sendiri, yang telah ditempa dalam pertempuran- pertempuran berat Perang Dunia I. Mereka itu, yang ditata untuk perang jalanan ke dalam SA (SturmAbteilung, Pasukan Badai), terbukti menjadi kekuatan yang mampu melawan milisi-milisi musuh Nazi (kaum komunis, sosialis, liberal dll) sementara jalinan Republik Weimar mulai koyak. Perselingkuhan di antara kedua pihak bermula pada saat gerakan Nazi muncul. Kaum Zionis terus-menerus memberi perhatian kepada kaum Nazi, tak kurang daripada kepada para anti-Semit lainnya. Hitler juga mengirimkan pesan terukur kepada pihak Zionis. Sebagaimana ditekankan Nicosia, pidato-pidato Hitler di awal tahun 1920 menyatakan bahwa satu-satunya pemecahan yang
  • 27. h. 27 mungkin bagi masalah Yahudi adalah pendepakan semua orang Yahudi dari Jerman. Gagasan- gagasan Hitler agak berbeda dari pemikiran-pemikiran para anti-Semit yang abai dan kasar yang hanya tahu bagaimana menyelenggarakan pogrom. Pada tanggal 6 April di Munich, Hitler menyatakan lagi bahwa Nazi harus memusatkan upayanya pada pengusiran sepenuhnya kaum Yahudi dari Jerman daripada menanamkan suasana pogrom terhadap masyarakat Yahudi. Lebih lagi, ia berpendapat bahwa segala cara demi tujuan ini dapat dibenarkan “bahkan jika kita harus bekerjasama dengan Iblis”, sebuah rujukan kepada kaum Zionis. Pada tanggal 29 April, Hitler menyimpulkan ”Kita akan terus berjuang hingga orang Yahudi terakhir dikeluarkan dari Reich Jerman”. Dalam surat tanggal 16 September 1919-nya yang terkenal, Hitler menulis: Anti-Semitisme, yang murni berdasarkan pada emosi, akan selalu menjelma berbentuk pogrom. Akan tetapi, suatu anti-Semitisme rasional harus mengarah ke perjuangan resmi yang terencana baik untuk melawan dan melenyapkan hak-hak khusus kaum Yahudi yang mereka, tidak seperti orang asing lainnya yang hidup di tengah-tengah kita, miliki. Tujuan gerakan harus semata- mata mengenyahkan semua orang Yahudi. Pengusiran kaum Yahudi dari Jerman yang dianjurkan Hitler juga didukung oleh Alfred Rosenberg, ideolog Nazi terkemuka. Rosenberg menjadi penyeru utama bagi persekongkolan dengan para Zionis guna mencapai tujuan-tujuan Nazi. Dalam buku Die Spur des Juden im Wandel der Zeiten (Jejak Kaum Yahudi Sepanjang Masa) yang ditulis tahun 1919 dan diterbitkan tahun 1920, Rosenberg menyimpulkan “Zionisme harus didukung sepenuh hati untuk mendorong sejumlah besar orang Yahudi Jerman pergi ke Palestina atau tujuan lainnya.” Sebagaimana dijelaskan Nicosia, pendapat Rosenberg bahwa gerakan Zionis dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemisahan kaum Yahudi di Jerman secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya, maupun pemindahan mereka, pada akhirnya diwujudkan menjadi kebijakan oleh rejim Hitler. Tahun 1933 gerakan Nazi, yang diilhami oleh rasialisme dan anti-Semitisme Jerman, meraih kekuasaan dengan memanfaatkan faktor-faktor seperti depresi ekonomi yang berawal di tahun 1929, kelemahan Republik Weimar, dan penderitaan sosial dan politik rakyat Jerman. Kemenangan Nazi menggembirakan kaum Zionis tidak kurang daripada seakan mereka sendiri yang meraih kekuasaan. Tahun-tahun Awal Nazi dan Zionis Ketika Nazi meraih kekuasaan, kaum Yahudi Jerman membentuk 0,9 persen populasi Jerman. Walau demikian, kekuatan ekonomi mereka cukup besar. Kebanyakan kaum Yahudi bertaraf hidup tinggi; 60 persen mereka adalah pengusaha atau pekerja profesional. Walau sedikit jumlahnya, mereka minoritas terpenting di Jerman. Memurnikan ras bangsa Jerman dengan mengenyahkan kaum Yahudi adalah salah satu tujuan utama Nazi. Menjaga ras tetap murni juga mensyaratkan bahwa kaum Yahudi dikucilkan sambil didesak keluar dari Jerman. Itulah juga impian para Zionis, dan mengapa, di hari-hari saat gerakan Nazi hampir merebut kekuasaan, hubungan-hubungan menarik berkembang di antara kedua pihak. Salah satu hubungan terpenting tumbuh antara Kurt Tuchler, seorang anggota pengurus ZVfD, dan Baron Leopold Itz Edler von Mildenstein dari SS.
  • 28. h. 28 Tuchler membujuk Mildenstein agar menulis sebuah artikel pro-Zionis untuk penerbitan Nazi. Sang baron setuju, dengan syarat bahwa ia berkunjung ke Palestina terlebih dahulu, dan dua bulan setelah Hitler berkuasa, kedua orang beserta istri-istri mereka pergi ke Palestina. Von Mildenstein tinggal di sana selama enam bulan sebelum kembali untuk menulis artikelnya. Ada kontak-kontak resmi antara kaum Zionis dan Nazi sejak awal pemerintahan Nazi. Di bulan Maret 1933, Hermann Göring mengumpulkan para pemimpin organisasi-organisasi Yahudi utama. Salah satu bukti terpenting pandangan pihak Zionis tentang Nazi pada saat itu adalah sepucuk memorandum yang dikirimkan kepada Partai Nazi oleh ZVfD pada tanggal 21 Juni 1933. Dokumen ini, yang tak disiarkan sampai tahun 1962, adalah sebuah permintaan terbuka untuk bersekongkol dengan Partai Nazi. Beberapa potongan menarik dari memorandum panjang itu: ...Di atas landasan sebuah negara baru, yang telah menegakkan prinsip ras, kami inginkan demikian demi memasukkan masyarakat kami ke dalam keseluruhan bangunan negara, sehingga di pihak kami juga, di ruang yang ditetapkan bagi kami, dimungkinkan kegiatan yang bermanfaat bagi Tanah Air... Pengakuan kami atas nasionalisme Yahudi memberikan suatu hubungan jernih dan tulus dengan rakyat Jerman beserta kenyataan nasional dan rasialnya ...kami juga menentang perkawinan campuran dan mendukung pengawasan kemurnian kelompok Yahudi... Jadi, orang Yahudi sadar diri yang digambarkan di sini, yang kami wakili, dapat menemukan tempat dalam bangunan negara Jerman...Kami percaya akan kemungkinan sebuah hubungan setia yang tulus antara orang Yahudi yang sadar-kelompok dan negara Jerman... Demi tujuan-tujuan praktisnya, Zionisme berharap mampu menciptakan kerjasama bahkan dengan suatu pemerintahan yang pada dasarnya memusuhi kaum Yahudi... Mengenai memorandum ini, Brenner menulis: “Dokumen ini, sebuah pengkhianatan terhadap kaum Yahudi Jerman, ditulis dalam kata-kata kuno Zionis yang baku...Di dalamnya, kaum Zionis Jerman menawarkan kerjasama terukur antara Zionisme dan Nazisme, disucikan oleh tujuan mendirikan negara Yahudi: Kami tak akan mengobarkan perang terhadapmu (Nazi), melainkan hanya terhadap yang menentangmu (Yahudi non-Zionis)” Rabbi Joachim Prinz, salah seorang pengarang memorandum itu, menjelaskan alasannya bertahun-tahun kemudian. “...tak satu pun negara di dunia yang mencoba memecahkan masalah Yahudi lebih bersungguh-sungguh daripada Jerman. Pemecahan masalah Yahudi? Itulah impian Zionis kami! Kami tak pernah mengingkari adanya masalah Yahudi! Pemisahan masyarakat? Itulah himbauan kami!...” Sebagaimana ditunjukkan Prinz, yang utama dari kesepakatan Zionis dan Nazi adalah kesungguhan mereka tentang adanya masalah Yahudi. Kedua pihak menganggap keberadaan kaum Yahudi di Eropa suatu masalah dan berpikir bahwa hidup berdampingan antara kaum Yahudi dan non-Yahudi suatu kemustahilan. Sebaliknya, para Yahudi pembaur tak sedikit pun mengakui bahwa ada masalah Yahudi. Bagi para Zionis, inilah pengkhianatan.
  • 29. h. 29 Karena itu, mereka berusaha mengakhiri perseteruan lewat kekerasan, dan dengan kekuatan membujuk kaum Yahudi yang telah kehilangan kesadaran rasialnya. Orang Yahudi pembaur di Jerman diserang dengan sengit dalam Jüdische Rundschau, buletin mingguan ZVfD. Penyuntingnya, Robert Weltsch, menulis di dalam tajuk rencananya: Di masa-masa genting sepanjang sejarahnya, kaum Yahudi telah menghadapi persoalan akibat kesalahannya sendiri. Do’a terpenting kita berbunyi: “Kami diusir dari negeri kami karena dosa-dosa kami” ...kaum Yahudi memikul kesalahan besar karena gagal memenuhi seruan Theodor Herzl ... karena kaum Yahudi tak bangga menunjukkan keyahudiannya, karena mereka ingin menghindari masalah Yahudi, mereka harus turut dipersalahkan atas kemunduran kaum Yahudi. Kedudukan Zionis telah terang: para Yahudi pembaur telah berdosa dengan mengabaikan ajakan Zionis, dengan menolak kesadaran rasialnya sendiri; mereka harus mendapat balasan atasnya lewat penindasan oleh sekutu-sekutu kaum Zionis, yakni kaum Nazi. Artikel-artikel yang muncul dalam Jüdische Rundschau menyerang para Yahudi pembaur dan pada saat yang sama memuji Nazisme. Di bulan April 1933, Kurt Blumenfeld, sekretaris jendral ZVfD, menulis: “Kita yang hidup di negara ini sebagai ‘ras asing’ harus mutlak menghargai kesadaran dan kepentingan rasial bangsa Jerman”. Joachim Prinz, seorang rabbi Zionis, menjelaskan bahwa kaum Zionis dapat bersepakat dengan kaum Nazi, yang rasis seperti mereka: “Suatu negara yang dibangun di atas prinsip kemurnian bangsa dan ras hanya dapat menghargai orang-orang Yahudi yang memandang diri dengan cara yang sama “. Setelah Nazi berkuasa, mereka memberlakukan undang-undang tertentu yang membatasi hak- hak sosial kaum Yahudi. Malah, kaum Nazi berpikir mereka telah menolong kaum Yahudi dengan menerbitkan undang-undang yang menentang pembauran. Rundschau mengeluarkan sebuah pernyataan dari AI Berndt, kepala persatuan pers Nazi, yang mengabarkan kepada dunia, yang lebih cenderung yakin daripada terkejut, bahwa undang- undang ini: ... bermanfaat sekaligus bersifat memperbaiki bagi Yudaisme. Dengan memberikan kaum minoritas Yahudi suatu kesempatan mengurus hidupnya sendiri dan menjamin dukungan pemerintah atas keberadaan yang merdeka ini, Jerman sedang membantu Yudaisme memperkuat watak kebangsaannya dan memberikan sumbangan ke arah peningkatan hubungan di antara kedua bangsa. Persekutuan Nazi-Zionis didasarkan hanya pada pertimbangan-pertimbangan semacam itu. Hubungan antara kaum Nazi dan Zionis, yang awalnya sebagai sebuah pameran niat baik, telah berubah menjadi persekongkolan yang paling terkendali dan nyata. Di sini, pembaca mungkin berpikir bahwa para Zionis mengawali persekongkolan ini karena kurang berhati-hati dan tak mampu memperkirakan betapa fanatik jadinya sikap anti-Yahudi kaum Nazi. Sesungguhnya, mereka yang berharap mampu menyembunyikan persekutuan Nazi–Zionis ini berupaya meremehkannya menggunakan alur pemikiran itu. Meski demikian, kenyataannya berbeda. Para Zionis sangat sadar akan anti-Semitismenya Nazi; malah, mereka ingin sifat itu bertambah. Setiap
  • 30. h. 30 undang-undang yang diterbitkan untuk merugikan kaum Yahudi Jerman kian menyenangkan para Zionis. Brenner menulis: ”Semakin keras Nazi menekan kaum Yahudi, semakin yakin pihak Zionis bahwa sebuah kesepakatan dengan Nazi adalah mungkin. Lagi pula, mereka beralasan, semakin Nazi mengucilkan Yahudi Jerman dari setiap segi kehidupan di Jerman, semakin pihak Nazi membutuhkan Zionisme untuk membantu mengenyahkan kaum Yahudi.” Meminta Yahudi Jerman Memilih Hitler Sejauh ini, telah berkali-kali disebutkan bahwa ada perbedaan menyolok antara orang Yahudi pembaur dan Zionis, sebab Zionis menerima Nazi sebagai sekutu, sementara Yahudi pembaur membenci Nazi. Perbedaan kebijakan antara ZVfD dan CV terhadap kaum Nazi itu menyolok. Perpecahan antara para Zionis dan Yahudi pembaur ini terjadi di negara-negara berpenguasa ekstrim kanan lainnya. Kita akan membahas masalah ini lebih rinci nanti. Bagaimanapun, saat ini kita dapat menyatakan sebagai sebuah kaidah umum bahwa kaum Zionis berhubungan baik dengan kaum ekstrim kanan dan unsur-unsur fasis, sementara kaum Yahudi pembaur menentang mereka. Namun, ada beberapa perkecualian tentang kaidah ini. Sebagian Yahudi pembaur, khususnya di kalangan borjuis yang takut pada ekstrim kiri, berusaha bersekongkol dengan ekstrim kanan. VNJ (Persatuan Nasional Yahudi Jerman), organisasi Yahudi pembaur terpenting setelah CV, merupakan contoh yang baik. Di tahun 1934, VNJ memulai kampanye mendukung Hitler. Harian New York Times mencatat hal ini dengan melaporkan pada 18 Agustus 1934 bahwa VNJ menghimbau setiap orang Yahudi yang merasa diri orang Jerman agar memilih Hitler. Mengalahkan Boikot Anti-Nazi dengan Bantuan Zionis Tak usah diragukan, VNJ sebuah pengecualian. Tak dapat dipastikan apakah simpati VNJ pada Nazi benar-benar suara kebanyakan Yahudi pembaur. Rejim Hitler menyebabkan kekhawatiran yang sangat bagi Yahudi pembaur yang tinggal di negara-negara Barat lain. Bertolak belakang dengan upaya persekongkolan para Zionis, kaum Yahudi pembaur mencari cara-cara melawan Nazi. Mereka ingin bertindak efektif, bersama dengan kelompok-kelompok anti-fasis lainnya, antara lain golongan liberal, sosial demokrat, dan komunis, melawan rejim Hitler. Boikot anti-Nazi bermula ketika Jewish War Veterans (Veteran Perang Yahudi), sebuah organisasi Yahudi pembaur di New York, mengumumkan boikot perdagangan pada tanggal 19 Maret 1933, dan menyelenggarakan pawai protes besar-besaran empat hari kemudian. Gerakan itu kian membesar, dan pada akhirnya menamakan diri Non-Sectarian Anti-Nazi League (Liga Anti- Nazi Non-Sektarian). Liga ini menerima dukungan dari golongan kiri, dan menyerukan kepada seluruh rakyat Amerika agar berhenti membeli barang-barang buatan Jerman. Gerakan boikot menyebar ke Eropa, dan cukup efektif. Ini bukan berita baik bagi ekonomi Jerman yang baru mulai pulih, di bawah kepemimpinan Hitler, dari depresi yang berawal di tahun 1929. Karena boikot yang dilakukan para Yahudi pembaur, penjualan barang-barang Jerman anjlok tajam di dua pasar utama: Eropa dan Amerika Serikat. Secara serentak, para penyelamat yang kuat muncul membantu Hitler mengatasi ancaman genting bagi ekonomi Jerman ini. Siapakah mereka? Para Zionis, tentu saja. Ketika orang-orang
  • 31. h. 31 Yahudi pembaur bergantian berunjuk rasa menggalakkan suatu boikot yang menghancurkan ekonomi Jerman, para Zionis mengulurkan tangan membantu sekutu ganjil mereka itu. Nyatanya, kaum Zionis telah memulai upaya-upaya pro-Nazi mereka melawan boikot itu bahkan sebelum unjuk rasa pertama, menentangnya bahkan sejak tahap perencanaan. Tokoh Yahudi utama penentang boikot di Amerika adalah Rabbi Stephen Wise, pemimpin terpenting gerakan Zionis di Amerika Serikat dan sahabat karib Presiden Franklin D. Roosevelt. Wise adalah pemimpin American Jewish Congress (Kongres Yahudi Amerika), sebuah cabang WZO. Tentang upaya anti-boikotnya ini, Wise menulis kepada seorang teman Zionisnya: ”Engkau tak bisa membayangkan apa yang sedang kulakukan untuk melawan massa (pendukung boikot). Mereka menginginkan aksi jalanan besar-besaran”. WZO juga mencoba sejak awal mencegah boikot. Ketika upayanya gagal, WZO berusaha meringankan masalah-masalah keuangan Jerman. Brenner menulis:”[WZO] tak hanya membeli barang-barang Jerman; namun, juga menjualkannya, dan bahkan mencari pelanggan-pelanggan baru bagi Hitler dan para industrialis pendukungnya”. Alasan di balik perilaku itu adalah karena WZO memandang kemenangan Hitler sama seperti sejawat Jermannya, ZVfD. Hitler itu ibarat garu perontok untuk mengusir para Yahudi yang bersikeras tidak pulang ke tanah airnya. Seorang yang baru saja menjadi penganut Zionisme, kemudian penulis biografi tersohor dunia, Emil Ludwig, mengungkapkan sikap umum gerakan Zionis: “Hitler akan dilupakan dalam beberapa tahun, namun ia akan mendapat sebuah tugu peringatan yang megah di Palestina... Ribuan orang yang tampak sudah meninggalkan Yudaisme telah dibuat tobat berlipat ganda oleh Hitler, dan karena itu, saya amat berterima kasih kepadanya.” Seorang Zionis terkenal lainnya, Chaim Nachman Bialik, berkata:”Hitlerisme mungkin telah menyelamatkan kaum Yahudi Jerman yang telah membaur menuju kepunahan... begitu pun saya, seperti Hitler, percaya pada gagasan tentang kekuatan darah bangsa”. Seorang Yahudi Italia anggota WZO, Enzo Sereni, berbicara senada: ”Anti-Semitismenya Hitler mungkin akan membawa ke arah penyelamatan kaum Yahudi”. Pada kongres WZO di Luceme, Swis, Sereni menyatakan: ”Kita tak mesti malu atas kenyataan bahwa kita memanfaatkan penganiayaan kaum Yahudi di Jerman demi pembangunan Palestina. Itulah bagaimana orang-orang bijak dan para pemimpin terdahulu mengajari kita ... untuk menggunakan petaka atas kaum Yahudi di Diaspora bagi pembangunan [Palestina].“ Pihak Zionis amatlah gembira dengan pemecahan yang ditawarkan Nazisme sehingga merencanakan melakukannya juga di negara-negara lain, demi merayu kaum Yahudi pembaur bahwa kebijakan-kebijakan mereka telah gagal, dan bahwa satu-satunya harapan bagi kaum Yahudi adalah pulang ke Palestina. Seorang rabbi Amerika, Abraham Jacobson, memprotes pemikiran gila ini di tahun 1936: “Berapa kali kita telah mendengar tentang harapan sesat yang dengan putus asa diutarakan terhadap ketaksukaan kaum Yahudi Amerika pada Zionisme, agar seorang Hitler diturunkan kepada mereka? Lalu, mereka baru akan menyadari perlunya Palestina!”. Kedekatan yang telah diuraikan di atas, baik secara terbuka maupun terselubung, antara kaum Nazi dan Zionis, membuat kerjasama ekonomi mereka bukan hanya mungkin, melainkan wajar. Kesepakatan ekonomi terpenting antara kaum Nazi dan Zionis adalah sebuah perjanjian, disebut
  • 32. h. 32 Ha’avara (“pemindahan”) dalam bahasa Ibrani, yang mengizinkan Yahudi Jerman mengapalkan tiga juta Reichmark harta kaum Yahudi ke Paletina berbentuk barang-barang ekspor Jerman. (Brenner, h. 64) Perjanjian itu memungkinkan Jerman memasarkan barangnya kepada kaum Yahudi di Palestina. Belakangan, kesepakatan ini diperluas, dan akhirnya, kaum Zionis mengekspor jeruk ke Belgia dan Belanda menggunakan kapal-kapal Jerman. Pada tahun 1936, WZO menjual barang- barang Jerman di Inggris. Para Zionis bahkan bertindak lebih jauh untuk Nazi. Mereka memasok sumber-sumber valas (valuta asing) kepada para produsen senjata Jerman. Albert Norden dalam bukunya So Warden Kriege Gemacht (Bagaimana Perang Dimulai), melukiskan perjanjian dagang Nazi–Zionis lainnya. Norden menulis bahwa bahan-bahan baku strategis bagi negara Jerman dipasok melalui sebuah perusahaan bernama Internatioal Nickel Trust (INT), yang pemiliknya para Zionis. Perusahaan itu menguasai 85 persen nikel yang dihasilkan negara-negara kapitalis. Setahun setelah Hitler berkuasa, sebuah perjanjian ditandatangani antara INT dan perusahaan amanat (trust) Jerman IG Farben. Dengan kesepakatan itu, Farben dibolehkan mengimpor lebih dari setengah kebutuhan nikel Jerman dengan 50 persen potongan valasnya. Para Zionis Penyokong Dana Hitler Para pemodal Zionis terkemuka di negara-negara Barat memberikan dukungan keuangan pada Hitler. Bantuan keuangan yang diperantarai WZO ini telah membantu Nazi Jerman bertambah kuat. Seorang peneliti Amerika, Eustace Mullins, memberikan sejumlah keterangan berharga tentang kaitan antara Hitler dan para Yahudi penyokong dananya sebelum dan selama perang dalam bukunya The World Order: Our Secret Rulers (Tatanan Dunia: Para Penguasa Rahasia Kita). Mullins menulis: Untuk memikat Hitler memasuki Perang Dunia II, penting memberinya jaminan pasokan yang cukup akan kebutuhan-kebutuhan seperti roda kelahar (bearings) dan minyak. [Seorang Yahudi] Jacob Wallenber dari Swedish Enskilda Bank, yang mengendalikan pabrik raksasa roda kelahar SKF, memasok barang itu kepada Nazi selama perang. Mullins juga menerangkan bahwa Standard Oil, yang dikendalikan oleh keluarga Rockefeller, mengisi bahan bakar kapal-kapal perang dan selam Nazi di stasiun-stasiun pengisian di Spanyol dan Amerika Latin. Beberapa saat sebelum pecahnya Perang Dunia II, Standard Oil mengapalkan 500 ton timbal etil kepada Kementerian Udara Reich melalui IG Farben, yang pemilik sebenarnya adalah dinasti Yahudi Warburg, dengan pembayaran yang dijamin oleh surat Brown Bros Harriman bertanggal 21 September 1938. Mullins menjelaskan lebih jauh kedekatan rahasia Hitler. Misalnya, tokoh lain yang turut berperan penting mendanai Hitler adalah Clarence Dillon (1882-1979). Dillon, anak Samuel dan Bertha Lapowski (atau Lapowitz), adalah tangan kanan pemodal Yahudi terkenal Bernard Baruch. Perusahaan Dillon berperan penting mempersenjatai Hitler menjelang Perang Dunia II. Mullins juga mengemukakan bahwa penyokong Hitler lainnya adalah Sir Henry Deterding dari Royal Dutch Shell, yang didirikan oleh keluarga Yahudi tekenal, Samuel. Pada Mei 1933, Alfred Rosenberg adalah tamu di tanah rumah tinggal Deterding yang luas, satu mil dari Puri Windsor, Inggris.
  • 33. h. 33 Setelah pertemuan rahasia itu, Deterding dan para pendukungnya, yaitu keluarga Samuel, memberikan Hitler 30 juta pound. Fakta-fakta ini menunjukkan kaitan erat antara kaum Nazi dan Yahudi, atau lebih tepatnya, para pemodal Yahudi penganut Zionisme. Para pemodal Yahudi ini membiayai Jerman di bawah Hitler. Pendeknya, Nazi Jerman memperoleh dukungan keuangan yang penting dari para pemodal Zionis lewat bantuan WZO dan cabangnya di Jerman, ZVfD. Hubungan antara kaum Nazi dan Zionis berperan penting dalam mengatasi boikot anti-Nazi dan meloloskan Jerman memasuki perang sebagai raksasa industri. Ketika Pemerintah Inggris memutuskan mendukung boikot anti-Nazi, Blackshirt, suratkabar terbitan British Union of Fascist (Persatuan Fasis Inggris) pimpinan Sir Oswald Mosley, menulis: Dapatkah Anda percayai itu! Kita telah memotong hidung kita untuk menyakiti muka sendiri dan menolak berdagang dengan Jerman demi membela kaum miskin Yahudi. Sementara itu, kaum Yahudi sendiri, di negaranya sendiri, terus membuat perjanjian dengan Jerman yang menguntungkan untuk dirinya. Kaum fasis tak bisa menghadapi propaganda jahat untuk menghancurkan hubungan akrab dengan Jerman lebih baik daripada dengan memanfaatkan fakta ini. Kesepakatan yang paling menguntungkan bagi Nazi Jerman adalah perjanjian pemindahan, yang ditandatangani untuk memukimkan Yahudi Jerman di Palestina. Perjanjian itu mungkin dianggap sebagai hasil terpenting persekutuan antara kaum Zionis dan Nazi. Kesepakatan Nazi-Zionis untuk Meningkatkan Perpindahan Yahudi Jerman Keuntungan utama yang diharapkan Zionis akan diperoleh dari Nazi adalah dorongan Nazi bagi perpindahan Yahudi Jerman ke Palestina. Di pihaknya, Nazi berkeinginan membersihkan negerinya dari minoritas Yahudi sesegera mungkin. Jadi, tak lama setelah Hitler berkuasa, suatu kesepakatan ditandatangani yang membolehkan kaum Yahudi Jerman berpindah ke Palestina. Perjanjian ini, dibuat antara Anglo-Palestine Bank (yang terkait dengan WZO) dan Kementerian Keuangan Jerman, memungkinkan, secara tak langsung, pemindahan orang dan harta Yahudi ke Palestina, serta menciptakan suatu pasar bagi barang-barang industri Jerman di sana. Seorang cendekiawan dan politikus Irlandia, Conor Cuise O’Brien, menjelaskan rincian perjanjian sebagai berikut: Pada tanggal 25 Agustus 1933, Eliezer Siegfried Hoofien (1881–1957), manajer umum Anglo-Palestine Bank (kini Bank Leumi L’Yisrael), bersepakat dengan Kementerian Ekonomi Jerman untuk menggunakan harta benda kaum Yahudi (yang jika tidak, akan dibekukan) untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan di Palestina. Pengaturan ini menjadi dasar rencana resmi pemindahan kaum Yahudi. Pada tahun 1933, Anglo-Palestine Bank mendirikan perusahaan Trust and Transfer Office Ha’avara Ltd di Tel Aviv. Sebuah lembaga mitra juga didirikan di Berlin dengan bantuan dua bankir utama
  • 34. h. 34 Yahudi, Max Warburg dari MM Warburg di Hamburg dan Dr. Siegmund Wassermann dari AE Wassermann di Berlin. Perusahaan di Berlin, dikenal dengan Palästina Treuhandstelle zur Beratung Deutscher Juden (“Paltreu”), mengambil tanggung jawab merundingkan dengan penguasa Jerman penyelesaian tagihan-tagihan dan kontrak-kontrak eksportir Jerman dengan Yahudi Jerman yang ingin pindah ke Palestina... Sebagian besar dari 50 ribu orang Yahudi yang meninggalkan Jerman antara tahun 1933 dan 1939 menggunakan jasa Ha’avara. Lewat kesepakatan Ha’avara atau “pemindahan” ini, kaum Zionis mencapai dua tujuan utamanya: memungkinkan perpindahan kaum Yahudi ke Palestina, dan memulihkan ekonomi Nazi, yang tertinggal akibat boikot. Barang-barang hasil industri Jerman yang dibeli oleh para Yahudi yang berpindah, lalu dijual di Palestina, dan keuntungan dari transaksi itu menggantikan modal yang harus ditinggalkan kaum Yahudi di Jerman. WZO tak hanya telah meruntuhkan efektifitas boikot kaum Yahudi, namun juga menjadi penyalur terbesar pabrik-pabrik Nazi di Timur Tengah; bahkan memajukan perdagangan Nazi di Eropa Utara. Melalui Ha’avara Trust & Transfer Office Ltd, WZO mendapatkan semua hak penjualan atas barang-barang Jerman ke Palestina. Sejumlah besar barang-barang Jerman akan dibeli dengan uang yang diperoleh dari para pemodal Yahudi-Jerman. Jadi, WZO juga membuka jalan bagi Nazi ke peluang pasar yang besar di Timur Tengah. Diperkirakan oleh para cendekiawan pro-Zionis, seperti Conor Cruise O’ Brien dan Edwin Black (orang Yahudi pengarang The Transfer Agrement atau Perjanjian Pemindahan), setara lebih dari 100 juta dollar (saat itu nilainya jauh lebih besar daripada hari ini) mengalir dari Jerman ke Palestina di bawah Ha’avara dan perjanjian- perjanjian terkait antara 1933 dan 1941. Kesepakatan antara para pemimpin Zionis dan kaum Nazi, khususnya perjanjian Ha’avara, telah dijelaskan dalam sejumlah buku; Lenni Brenner menceritakan tentang perjanjian ini dalam Zionism in the Age of Dictators. Kesepakatan pemindahan ini juga disebut dalam sebuah buku yang diterbitkan di Israel oleh Moshe Shonfeld: The Holocaust Victims Accuse: Document and Testimony on Jewish Criminal (Korban Holokaus Menuduh: Dokumen dan Kesaksian atas Penjahat Yahudi), maupun buku Francis Nicosia yang dikutip di mukaThe Third Reich and the Palestine Question, serta buku-buku lainnya. Arsip rahasia pada Wilhelmstrasse (kementerian luar negeri Jerman) mengungkapkan bahwa sebuah perjanjian telah tercapai antara pemerintahan Hitler dan agen-agen Zionis untuk memudahkan pemindahan kaum Yahudi dari Jerman ke Palestina. Kutipan berikut, dari dokumen kementerian luar negeri Jerman bertanggal 22 Juni 1937, menyatakan bahwa sebuah negara Yahudi mungkin dihasilkan dari kebijakan-kebijakan Nazi: “Kedudukan Jerman ini, yang diarahkan sepenuhnya oleh pertimbangan-pertimbangan dalam negeri, dan praktis meningkatkan penyatuan kaum Yahudi di Palestina, serta karena itu memudahkan pembangunan sebuah negara Yahudi, dapat mengantar orang kepada kesimpulan bahwa Jerman menyukai berdirinya sebuah negara Yahudi di Palestina.” Dokumen yang sama menegaskan bahwa pemindahan kaum Yahudi diatur oleh Hitler, dan bahwa sang diktator Jerman berkepentingan khusus dalam masalah itu.
  • 35. h. 35 Kini, fakta-fakta ini masih mengejutkan banyak orang, sebab sejarah resmi telah berupaya amat keras menyembunyikan persekutuan itu. Kaum Zionis dan Nazi sama-sama ingin merahasiakan persekutuan mereka, bahkan ketika persekongkolan itu sedang puncak-puncaknya, dan akibatnya secara umum hubungan itu berhasil disembunyikan. Walau demikian, kedua pihak tak dapat mencegah menyebarnya desas-desus. Dalam bukunya The Lobby: Jewish Political Power in US Foreign Policy (Lobi: Kekuatan Politik Yahudi dalam Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat), penulis Amerika Edward Tivnan menunjukkan bahwa di akhir tahun 1930-an persekutuan rahasia antara kaum Zionis dan Nazi telah menimbulkan desas-desus yang membangkitkan keresahan cukup besar. Perjanjian pemindahan itu terus berlaku dari 1933 hingga pecah perang di tahun 1939. Pemindahan kaum Yahudi dari Jerman ke Palestina berakhir pada tahun 1939 bukan karena ketakcocokan kedua pihak, namun karena Jerman sedang berperang dengan Inggris, pemegang mandat di Palestina. Selama kurun 1933-1939, hampir 60 ribu orang Yahudi Jerman dipindahkan ke Palestina, dalam keadaan-keadaan yang luar biasa. Di bulan Oktober 1933, Hamburg-South American Shipping Company (sebuah perusahaan pelayaran) memulai layanan langsung ke Haifa, menyediakan di kapal-kapalnya kosher (makanan khas Yahudi) murni, di bawah pengawasan kerabbian Hamburg. Perjalanan kapal Tel Aviv, yang disebut di awal bab ini, mencakup penghidangan kosher. Sejarawan Amerika Max Weber menyebut Ha’avara dalam artikelnya Zionism and the Third Reich yang telah dikutip di muka. Weber menyinggung sebuah laporan yang diterbitkan kementerian dalam negeri Jerman di bulan Desember 1937 yang meringkaskan hasil-hasil Ha’avara: Tak diragukan lagi bahwa Ha’avara telah memberi sumbangan terpenting pada pembangunan Palestina yang amat pesat sejak 1933. Kesepakatan itu tak hanya memberikan sumber dana yang terbesar (dari Jerman!), namun juga kelompok pemukim paling terpelajar, dan pada akhirnya membawa ke negara itu mesin-mesin dan hasil-hasil industri yang penting bagi pembangunan. Seperti ditegaskan Weber, satu-satunya hal yang mengakhiri perjanjian itu adalah Perang Dunia II. Kalau tidak, tak ada keraguan bahwa proses pemindahan Yahudi yang digalakkan oleh kerjasama Nazi-Zionis akan terus berlanjut, dan seiring dengan waktu, kian cepat. Hal ini dibuktikan oleh naiknya jumlah Yahudi Jerman yang berpindah ke Palestina di tahun 1938 dan 1939. Disepakati bahwa 10 ribu Yahudi Jerman akan dipindahkan ke Palestina di bulan Oktober 1939, namun “pesanan” ini harus dibatalkan karena perang mulai di bulan September. Perjanjian Ha’avara berlanjut sampai tahun 1941. Secara keseluruhan, Yahudi Jerman yang dipindahkan ke Palestina sebagai hasil kerjasama Nazi-Zionis membentuk 15 persen penduduk Yahudi di Palestina saat itu. Sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya, hasil-hasil ekonomis Ha’avara sangat besar. Edwin Black melaporkan dalam buku The Transfer Agreement, yang diabdikan khusus bagi Ha’avara, bahwa kesepakatan itu telah menyumbang banyak bagi pendirian negara Israel dengan memicu ledakan ekonomi di Palestina.