SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
LOMBA MENULIS ESAI NASIONAL
INTERNALISASI NILAI MODERASI SEBAGAI UPAYA DALAM
MENGEMBANGKAN KETAHANAN NASIONAL YANG
BERLANDASKAN “PANCASILA” DAN “BHINEKA TUNGGAL
IKA” GUNA MEWUJUDKAN CITA – CITA BANGSA DAN
NEGARA
OLEH :
NAMA : GILANG
NIM : A24118070
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
I PENDAHULUAN
Belakangan ini, persoalan yang menimpa bangsa Indonesia semakin
kompleks jika dibandingkan masa – masa sebelumnya. Kenyataannya hampir
semua aspek kehidupan baik itu aspek sosial, hukum, budaya, Pendidikan, ekonomi
dan aspek utamanya adalah aspek dalam kehidupan beragama. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya sikap dan perilaku masyarakat yang intoleran dalam
kehidupan beragama dan bermasyarakat. Masih terdapat kantong – kantong
intoleransi, kerawanan konflik komunal dan elemen – elemen radikal yang terus
bermunculan ditengah perkembangan zaman. Termasuk di dalamnya yang masih
harus diperbaiki adalah masalah intoleransi beragama atau dalam aspek yang lebih
luas, keharmonisan atau kerukunan hidup beragama. (Kompas, 2018).
Masa depan toleransi di Indonesia tampaknya masih jauh dari
kesempurnaan (Kholid, 2013). Sejumlah penelitian dan kajian menunjukan masih
adanya gejala intoleransi di masyarakat, seperti yang terjadi dikalangan siswa dan
pelajar. Misalnya hasil survei Lingkaran Survei Indonesia yang mengemukakan
bahwa sebanyak 31% pelajar tidak toleran. (Etikasari, 2018 ; Maarif, 2019). Jika
kondisi ini tidak segera diatasi maka akan mengakibatkan efek domino terhadap
perkembangan moral bangsa. Terutama pada generasi muda yang tentu akan
menjadi tujuan destinasi agen – agen propaganda anti moderasi beragama. Padahal
kita tahu bahwa para pemuda seharusnya yang menjadi generasi penerus
perjuangan antar bangsa dalam melanjutkan estafet pembangunan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang memiliki semboyan yang indah. (Yedi Purwanto, 2019).
Selain itu buruknya moderasi beragama di Indonesia juga dapat menjadi
ancaman yang begitu nyata terhadap keberlangsungan ketahanan nasional. Kasus
yang paling mengkhawatirkan adalah kasus – kasus yang mengancam
keberlangsungan ideologi. Di Indonesia, ancaman terhadap ideologi bangsa yang
paling banyak adalah berkaitan dengan komunisme dan liberalisme. Kedua ideologi
tersebut tentu bertentangan dengan ideologi Indonesia yaitu ideologi Pancasila.
Pancasila sebagai ideologi yang berarti seluruh warga Indonesia menjadikan
Pancasila sebagai landasan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Komunisme bisa saja mengancam bisa saja mengancam ideologi Pancasila, karena
komunisme merupakan suatu paham yang menginginkan semua orang menjadi
komunis sedangkan kita tahu bahwa bangsa Indonesia mengakui dan memeluk 6
agama yakni, Islam, Kristen, Hindu, Budha, Katolik dan Kong hu cu. Belum lagi
jika kita menyinggung permasalahan sosial, banyak terjadi kasus – kasus
diskriminatif terhadap antar sesama umat beragama yang menyebabkan
pertentangan ditengah masyarakat serta dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial
di masyarakat.
II ISI
2.1 Paparan Masalah
Mengapa moderasi beragama belakangan ini disemarakan atau menjadi
Gerakan Nasional dan mengapa kemudian moderasi beragama ini sifatnya begitu
penting. Pada tanggal 17 Agustus 2020 Bangsa Indonesia baru saja merayakan hari
kemerdekaan Republik Indonesia yang ke – 75 dan dalam merayakannya timbullah
suatu topik yang telah menjadi Gerakan Nasional yang begitu penting untuk
dikumandangkan yaitu moderasi beragama. Hal ini didasarkan atas munculnya
musuh baru yang memecah belah masyarakat di dalam kehidupan beragama.
Musuh tersebut mulai menampakan diri dalam kehidupan sosial yang begitu
meresahkan masyarakat serta dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial. (Cak Faiz,
2020).
Ketidakstabilan sosial telah menjadi ancaman yang begitu nyata terhadap
keberlangsungan hidup antar umat beragama yang ditandai dengan munculnya
ajaran dan tindakan yang merujuk pada kekerasan dan radikalisme diantaranya :
1. Ekstremisme Akut. Ekstrimisme adalah pemikiran atau suatu paham yang
sangat kuat terhadap suatu pandangan yang melebihi batas wajar dan
bahkan bertentangan dengan hukum. Paham dan pemikiran seperti ini
bersifat keras dan terlalu fanatic dalam mencapai tujuannya sehingga begitu
mudah mengkafirkan orang yang tidak sepaham dengannya. Hal ini tentu
saja akan dapat mengakibatkan pertentangan sosial yang semakin meluas.
2. Intoleransi dan Diskriminatif. Belakangan ini sikap intoleran dan
diskriminatif terhadap kaum yang minoritas semakin marak terjadi.
Intoleransi juga dapat diwujudkan dan dilakukan tidak hanya dalam bentuk
pandangan atau pemikiran tetapi juga tindakan yang bersifat merusak,
mengganggu perdamaian serta kesatuan anak Bangsa. Sikap intoleransi ini
juga telah menghinggapi generasi milenial dan menurut data yang
dikeluarkan oleh Manager Riset dan program The Indonesian Institute,
terdapat potensi sebesar 35,7% secara pasif di kalangan pelajar, 2,4%
intoleransi aktif, 0,3% berupa teror. Sedangkan 61,6% siswa masih toleran.
Akar permasalahan intoleransi yang terjadi di Indonesia adalah aturan yang
bersifat membatasi dan cenderung diskriminatif. Sebagai contoh “Aturan
pendirian rumah ibadat” yaitu Peraturan Bersama Mentri (PBM) No. 8
( yang sebenarnya mengatur, tetapi malah membatasi. Kemudian pada tahap
implementasinya cendrung diskriminatif terhadap oknum dan bahkan ada
penghalangan/intimidasi, persekusi, dan kekerasan. (Yossa, 2019).
3. Radikalisme. Radikalisme ini merujuk pada suatu ideologi, gagasan dan
paham tentang bagaimana cara ingin melakukan perubahan pada sistem
sosial dan politik dengan menggunakan cara kekerasan/ekstrim. Selain itu,
radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme karena kelompok –
kelompok ini dapat melakukan cara apapun agar keinginannya tercapai
termasuk meneror pihak – pihak yang tidak sepaham dengan mereka dengan
menggunakan kekerasan.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Bhineka Tunggal Ika dan Pancasla Sebagai Perekat dan Khazanah
Kekayaan Indonesia
Penemuan dan filosofis Bhineka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan
oleh Mpu Tantular yang merupakan Pujangga Agung Kerajaan Majapahit yang
hidup pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, pada abad 14 (1350 – 1389).
Penemuan sesanti tersebut terdapat dalam karyanya yang berbunyi “Bhinna Ika
Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa”, yang artinya berbeda – beda itu, satu
itu taka da pengabdian yang mendua. Semboyan ini juga kemudian dijadikan
prinsip dalam kehidupan beragama. Meskipun mereka berbeda agama tetapi
mereka tetap satu dalam pengabdian. (Azyumardi, 2019)
Pada tahun 1951, 6 tahun setelah Indonesia merdeka dan sekitar 600 tahun
setelah pertama kali semboyan Bhineka Tunggal Ika diungkapkan oleh Mpu
Tantular, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai semboyan resmi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 66 tahun 1951. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
tersebut, Bhineka Tunggal Ika ditetapkan sebagai semboyan resmi yang
terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia “Garuda Pancasila”. Pada
perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhineka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai
semboyan resmi yang berbunyi : “Lambang negara ialah Garuda Pancasila
dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika”.
Gambar 1. Lambang NKRI
Sumber : WIKIPEDIA
Jika kita memaknai Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif filsafat
Pancasila, maka dapat dikatakan bahwa Pancasila juga merupakan satu –
kesatuan yang utuh yang saling mengkualifikasi dan merujuk pada arti dari
semboyan Bhineka Tunggal Ika yakni : berbeda – beda tetapi satu jua. Dalam
perspektif sila pertama, bahwa manusia Indonesia memeluk agama yang
berbeda – beda dengan pandangan mereka tentang Tuhan yang berbeda pula.
Perbedaan itu tidak lantas menganggap Tuhan banyak jumlahnya melainkan
hanya satu namun berbeda pandangan mengenai tata cara dalam penyembahan
– Nya. Dalam perspektif sila kedua, Tuhan merupakan causa prima (sebab
utama) dari segala keberadaan di alam semesta ini, termasuk satu ciptaan dari
Tuhan yang sama dan semua manusia berusaha membuktikan dirinya kepada
Tuhannya dengan cara yang berbeda – beda. Dalam perspektif sila ketiga,
bahwa bangsa Indonesia merupakan gambaran atas segala bentuk perbedaan
yang terikat dalam keutuhan (ketunggalan). Lalu dalam perspektif sila ke
empat, dengan terbentuknya negara Indonesia, maka muncullah entitas baru
yakni Rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, kehendak rakyat bersama juga yang
akan menjadi kehendak negara melalui musyawarah perwakilan. Dan dalam
perspektif sila kelima, pada alinea kedua Pembukaan UUD Tahun 1945
disebutkan bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia pada masa
sebelum kemerdekaan adalah untuk satu tujuan yakni negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.(Ahmad, 2004).
2.2.2 Prinsip Dasar Menjaga Ketahanan Nasional Guna Mewujudkan Cita
– Cita Bangsa
Setiap Bangsa pastilah mempunyai cita – cita yang ingin dicapainya. Karena
cita – cita dapat berfungsi sebagai penentu untuk mencapai tujuan bersama.
Tujuan Indonesia telah dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan dalam
usaha mencapainya banyak mengalami tantangan, hambatan dan ancaman oleh
karena itu perlu kekuatan dan motivasi dalam mewujudkannya. Kekuatan dan
motivasi untuk menghadapi masalah tersebut dikenal dengan istilah Ketahanan
Nasional. Ketahanan Nasional perlu di bina terus – menerus dan dikembangkan
agar keberlangsungan hidup bangsa senantiasa terjamin (Muladi, 2006).
Ketahanan berasal dari kata “tahan” dan menurut KBBI kata tahan berarti
tahan menderita, tidak kenal menyerah, dapat menguasai diri dan tabah kuat.
Ketahanan berarti berbicara mengenai perihal kuat, keteguhan hati atau
ketabahan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketahanan nasional adalah perihal
kuat, teguh yang dilakukan secara sadar untuk memperjuangkan kepentingan
nasional. Ketahanan nasional juga merupakan kondisi dinamis suatu bangsa
yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk
mengembangkan kekuatan nasional. Jika kita mengkaji lebih luas mengenai
prinsip dasar dalam menjaga ketahanan nasional, maka akan didapati tiga
prinsip dasar dalam mewujudkan ketahanan nasional yang baik diantaranya ;
1. Ketahanan nasional sebagai kondisi dinamis. Hal ini mengacu pada
keadaan nyata yang terjadi di masyarakat yang dapat diamati sehingga
dapat menimbulkan keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan
ketahanan nasional dalam mengatasi ancaman baik itu ancaman dari
dalam maupun ancaman dari luar.
2. Ketahanan nasional sebagai konsepsi pengaturan negara dan
diperlukan penataan serta hubungan antar aspek kesejahtraan dan
keamanan. Melalui konsepsi pengaturan ini, sehingga dapat
dirumuskan ciri – ciri dan sifat – sifat ketahanan nasional serta tujuan
ketahanan nasional.
3. Ketahanan nasional sebagai metode berfikir. Ini berarti terdapat suatu
pendekatan yang membedakan dengan metode berfikir lainnya. Dalam
ilmu pengetahuan dikenal dengan metode pendekatan induktif dan
deduktif. Dan hal ini juga ada dalam konteks ketahanan nasional dengan
suatu tambahan yang merujuk pada seluruh aspek kehidupan yang di
pandang sebagai satu kesatuan untuk menyeluruh mempersoalkan
perbedaan yang ada.
2.3 Analisis Gagasan
Kata “moderasi” berasal dari bahas latin “moderatio” yang memiliki arti
“ke-sedang-an” (tidak kelebihan dan kekurangan). Kata itu juga berarti
penguasaan diri (dari sikap sanga kelebihan atau sangat kekurangan).
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata moderasi berarti
pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstriman. Dengan demikian
moderasi beragama dapat diartikan sebagai cara pandang, sikap, yang selalu
berada pada posisi tengah, selalu bertindak adil dan tidak ekstrim dalam
beragama. Dikutip dari buku moderasi beragama yang ditulis dan diterbitkan
oleh Kementrian Agama Republik Indonesia, moderasi ini harus di pahami
sebagai konteks utama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna dimana
setiap warga negara dengan agama, suku, etnis dan budaya yang berbeda harus
saling menghargai dan saling mendengarkan satu sama lain serta saling belajar
guna melatih kemampuan mengelolah dan mengatasi perbedaan yang ada.
Selain itu moderasi beragama sangat erat kaitannya dengan kebersamaan yang
memiliki sikap tenggang rasa. Inti dari moderasi beragama adalah adil dan
berimbang dalam menyikapi dan mempraktekan suatu konsep seperti selalu
menjaga keseimbangan antara 2 hal yang dapat bertolak belakang misalnya
keseimbangan antara akal dan wahyu, jasmani dan rohani, hak dan kewajiban,
kepentingan individu dan kepentingan komunal, keharusan dan sukarela, teks
agama dan ijtihad tokoh agama serta keseimbangan antara gagasan ideal dan
kenyataan.
Sebuah pertanyaan yang mungkin sering diajukan dan terpikir di otak kita
masing – masing, mengapa kita bangsa Indonesia khususnya membutuhkan
perspektif moderasi dalam beragama? Secara umum karena keragaman dalam
beragama itu sulit bahkan tidak mungkin untuk dihilangkan. Bagi bangsa
Indonesia, keragaman ini diyakini sebagai takdir yang tidak di minta – minta
melainkan sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa dan bukan untuk
ditawar tetapi untuk diterima demi melahirkan sikap toleransi dalam beragama.
Sehingga pada akhirnya moderasi ini bisa hadir untuk mengungkapkan dan
mencari persamaan dan bukan untuk mempertajam perbedaan.
Gambar 2. Keberagaman di Indonesia
Sumber : Kompas
Selain itu, moderasi beragama juga pada prinsipnya merupakan
implementasi dan perwujudan dalam mempertahankan ketahanan nasional.
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, bahwa Negara Republik Indonesia
adalah negara yang memiliki begitu banyak keragaman dengan keragaman
etnis, suku, bahasa, budaya dan agama yang nyaris tiada tandingannya didunia.
Selain ada 6 agama yang paling banyak dipeluk oleh masyarakat Indonesia, ada
ratusan dan bahkan ribuan suku, bahasa dan aksara daerah serta adat istiadat
kepercayaan lokal. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010,
secara keseluruhan jumlah suku dan sub suku di Indonesia adalah sebanyak
1331, meskipun pada tahun 2013 jumlah ini berhasil di klasifikasi oleh BPS
sendiri yang bekerja sama dengan Institute Of Southeast Asian Studies (ISEAS)
menjadi 633 kelompok – kelompok suku besar. Kemudian terkait dengan
jumlah bahasa, BPS juga telah berhasil memetakan dan memverifikasi 652
bahasa daerah di Indonesia tidak termasuk dialek dan sub – sub dialeknya dan
sebagian bahasa daerah tersebut bahkan punya aksaranya sendiri. Keragaman
itulah yang menjadi acuan betapa pentingnya moderasi beragama. Selain itu
ada 4 alasan kuat lainnya yang menyebabkan moderasi beragama itu penting.
Pertama, salah satu esensi kehadiran dan munculnya agama adalah untuk
menjaga martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Termasuk menjaga
untuk tidak menghilangkan nyawanya dan itulah alasan mengapa agama selalu
membawa misi damai dan keselamatan. Kedua, ribuan tahun setelah agama –
agama lahir manusia semakin bertambah dan beragam, bersuku – suku,
berbangsa – bangsa, beraneka warna kulit yang tersebar di berbagai belahan
bumi, negeri dan wilayah. Ketiga, khusus dalam konteks Indonesia, moderasi
beragama sangat diperlukan untuk melestarikan budaya serta sebagai strategi
kebudayaan dalam merawat keindonesiaan dengan segala keunikannya.
Keempat, sebagai agama yang mayoritas, Islam sangat menekankan terciptanya
kerukunan dan kedamaian antar umat beragama.
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Moderasi beragama merupakan cara beragama dengan menggunakan
metode dan mengambil posisi di tengah artinya tidak ekstrim dan tidak
berlebihan dalam prakteknya. Selain itu moderasi beragama yang lain juga
merupakan pilihan dalam cara pandang, sikap dan perilaku yang tengah –
tengah diantara berbagai pilihan (Keseimbangan). Dalam implementasinya
moderasi beragama harus bertindak adil yang selalu berpegang teguh pada
kebenaran guna mempertahankan ketahanan nasional. Pada prinsipnya
moderasi beragama terbagi atas dua yakni moderasi beragama sebagai proses
dan ada moderasi beragama sebagai hasil. Moderasi beragama sebagai proses
dapat melalui 3 hal yakni berilmu, melalui akhlak berbudi dan proses pada
kehati – hatian dalam praktenya yang berupa toleransi, rukun dan hidup damai.
3.2 Saran
Bung Karno berkata ; “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut
semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan ku guncang dunia.”
Sebagai pemuda bangsa hendaklah kita selalu menjaga kedaulatan bangsa dan
menjaga keutuhan NKRI dengan tetap berpegang teguh pada moderasi dalam
beragama agar cita – cita bangsa dan negara dapat terwujud serta terus
menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad , M. S. (2004). Pendidikan dan Peningkatan Moralitas Bangsa (ke6 ed., Vol. II).
Jakarta: Pewara Dinamika.
Azyumardi, A. (2019). Harmoni Agama, Kebangsaan dan Pancasila. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Kaelan. (2006). Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Fakultas
Filsafat UGM.
Kompas. (2013, Juni 1). Indonesia Atasi Masalah Intoleransi.
Muladi. (2006). Kontekstualisasi dan Implementasi Pancasila dalam Bidang Hukum,
Pertahanan dan Keamanan. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional.
Qowaid. (2016). Gejala Intoleransi Beragama Di Kalangan Peserta Didik Dan Upaya
Penanggulangannya Melalui Pendidikan Agama Islam Di Sekolah. Jurnal
Dialog, 71 - 86.
Sebastian, Y., & Amran, D. (2016). Generasi Langgas Milenials Indonesia. Jakarta:
Gagas Media.
W.J.S., P. (2009). Kamus Umum Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga ed.). Jakarta: Balai
Pustaka.
Yaumi. (2016). Pendidikan Karakter. Jakarta: Prenadamedia Group.
GILANG_UNIVERSITAS_TADULAKO_INTERNALISASI_NILAI_MODERASI.pdf
GILANG_UNIVERSITAS_TADULAKO_INTERNALISASI_NILAI_MODERASI.pdf
GILANG_UNIVERSITAS_TADULAKO_INTERNALISASI_NILAI_MODERASI.pdf

More Related Content

Similar to GILANG_UNIVERSITAS_TADULAKO_INTERNALISASI_NILAI_MODERASI.pdf

Nasionalisme Di Era Globalisasi ( Kelompok 4 ).pptx
Nasionalisme Di Era Globalisasi ( Kelompok 4 ).pptxNasionalisme Di Era Globalisasi ( Kelompok 4 ).pptx
Nasionalisme Di Era Globalisasi ( Kelompok 4 ).pptxMawardiMuhammadThaib
 
6 kb 1 ok (1)
6 kb 1 ok (1)6 kb 1 ok (1)
6 kb 1 ok (1)Antomi Rk
 
Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial
 Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial  Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial
Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial musniumar
 
Makalah pancasila pada zaman reformasi
Makalah pancasila pada zaman reformasiMakalah pancasila pada zaman reformasi
Makalah pancasila pada zaman reformasiFany Mardiyanti
 
Bab 5_Pancasila sebagai Ideologi Negara.pptx
Bab 5_Pancasila sebagai Ideologi Negara.pptxBab 5_Pancasila sebagai Ideologi Negara.pptx
Bab 5_Pancasila sebagai Ideologi Negara.pptxRiyaAnjarsari
 
Implementasi Nilai-nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial
Implementasi Nilai-nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik SosialImplementasi Nilai-nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial
Implementasi Nilai-nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosialmusniumar
 
Mengkaji pidato bungkarno.
Mengkaji pidato bungkarno.Mengkaji pidato bungkarno.
Mengkaji pidato bungkarno.rifaldynawawi
 
Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konfflik Sosial
Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konfflik Sosial Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konfflik Sosial
Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konfflik Sosial musniumar
 
Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi Negara.pptx
Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi Negara.pptxDinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi Negara.pptx
Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi Negara.pptxtasyasantika
 
Makalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinMakalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinFelix Juanto
 
BAB 4 PPKN LEVEL 9.pptx
BAB 4 PPKN LEVEL 9.pptxBAB 4 PPKN LEVEL 9.pptx
BAB 4 PPKN LEVEL 9.pptxFaniDwiSafitri
 
BAB 4 PPKN PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.pdf
BAB 4 PPKN PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.pdfBAB 4 PPKN PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.pdf
BAB 4 PPKN PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.pdfFaniDwiSafitri
 

Similar to GILANG_UNIVERSITAS_TADULAKO_INTERNALISASI_NILAI_MODERASI.pdf (20)

2017 d moh_najmi
2017 d moh_najmi2017 d moh_najmi
2017 d moh_najmi
 
3 131217225316-phpapp02
3 131217225316-phpapp023 131217225316-phpapp02
3 131217225316-phpapp02
 
3 131217225316-phpapp02
3 131217225316-phpapp023 131217225316-phpapp02
3 131217225316-phpapp02
 
Manusia, Keseragaman dan Kesederajatan
Manusia, Keseragaman dan KesederajatanManusia, Keseragaman dan Kesederajatan
Manusia, Keseragaman dan Kesederajatan
 
Nasionalisme Di Era Globalisasi ( Kelompok 4 ).pptx
Nasionalisme Di Era Globalisasi ( Kelompok 4 ).pptxNasionalisme Di Era Globalisasi ( Kelompok 4 ).pptx
Nasionalisme Di Era Globalisasi ( Kelompok 4 ).pptx
 
Empat pilar
Empat pilarEmpat pilar
Empat pilar
 
6 kb 1 ok (1)
6 kb 1 ok (1)6 kb 1 ok (1)
6 kb 1 ok (1)
 
Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial
 Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial  Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial
Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial
 
Makalah pancasila pada zaman reformasi
Makalah pancasila pada zaman reformasiMakalah pancasila pada zaman reformasi
Makalah pancasila pada zaman reformasi
 
Bab 5_Pancasila sebagai Ideologi Negara.pptx
Bab 5_Pancasila sebagai Ideologi Negara.pptxBab 5_Pancasila sebagai Ideologi Negara.pptx
Bab 5_Pancasila sebagai Ideologi Negara.pptx
 
Implementasi Nilai-nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial
Implementasi Nilai-nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik SosialImplementasi Nilai-nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial
Implementasi Nilai-nilai Pancasila dan Pemecahan Konflik Sosial
 
Mengkaji pidato bungkarno.
Mengkaji pidato bungkarno.Mengkaji pidato bungkarno.
Mengkaji pidato bungkarno.
 
5079 13854-1-pb
5079 13854-1-pb5079 13854-1-pb
5079 13854-1-pb
 
5079 13854-1-pb
5079 13854-1-pb5079 13854-1-pb
5079 13854-1-pb
 
Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konfflik Sosial
Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konfflik Sosial Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konfflik Sosial
Musni Umar: Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dan Pemecahan Konfflik Sosial
 
Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi Negara.pptx
Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi Negara.pptxDinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi Negara.pptx
Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Ideologi Negara.pptx
 
Tugas ideologi
Tugas ideologiTugas ideologi
Tugas ideologi
 
Makalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinMakalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddin
 
BAB 4 PPKN LEVEL 9.pptx
BAB 4 PPKN LEVEL 9.pptxBAB 4 PPKN LEVEL 9.pptx
BAB 4 PPKN LEVEL 9.pptx
 
BAB 4 PPKN PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.pdf
BAB 4 PPKN PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.pdfBAB 4 PPKN PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.pdf
BAB 4 PPKN PERSATUAN DAN KESATUAN DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA.pdf
 

GILANG_UNIVERSITAS_TADULAKO_INTERNALISASI_NILAI_MODERASI.pdf

  • 1. LOMBA MENULIS ESAI NASIONAL INTERNALISASI NILAI MODERASI SEBAGAI UPAYA DALAM MENGEMBANGKAN KETAHANAN NASIONAL YANG BERLANDASKAN “PANCASILA” DAN “BHINEKA TUNGGAL IKA” GUNA MEWUJUDKAN CITA – CITA BANGSA DAN NEGARA OLEH : NAMA : GILANG NIM : A24118070 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2020
  • 2. I PENDAHULUAN Belakangan ini, persoalan yang menimpa bangsa Indonesia semakin kompleks jika dibandingkan masa – masa sebelumnya. Kenyataannya hampir semua aspek kehidupan baik itu aspek sosial, hukum, budaya, Pendidikan, ekonomi dan aspek utamanya adalah aspek dalam kehidupan beragama. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sikap dan perilaku masyarakat yang intoleran dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Masih terdapat kantong – kantong intoleransi, kerawanan konflik komunal dan elemen – elemen radikal yang terus bermunculan ditengah perkembangan zaman. Termasuk di dalamnya yang masih harus diperbaiki adalah masalah intoleransi beragama atau dalam aspek yang lebih luas, keharmonisan atau kerukunan hidup beragama. (Kompas, 2018). Masa depan toleransi di Indonesia tampaknya masih jauh dari kesempurnaan (Kholid, 2013). Sejumlah penelitian dan kajian menunjukan masih adanya gejala intoleransi di masyarakat, seperti yang terjadi dikalangan siswa dan pelajar. Misalnya hasil survei Lingkaran Survei Indonesia yang mengemukakan bahwa sebanyak 31% pelajar tidak toleran. (Etikasari, 2018 ; Maarif, 2019). Jika kondisi ini tidak segera diatasi maka akan mengakibatkan efek domino terhadap perkembangan moral bangsa. Terutama pada generasi muda yang tentu akan menjadi tujuan destinasi agen – agen propaganda anti moderasi beragama. Padahal kita tahu bahwa para pemuda seharusnya yang menjadi generasi penerus perjuangan antar bangsa dalam melanjutkan estafet pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki semboyan yang indah. (Yedi Purwanto, 2019). Selain itu buruknya moderasi beragama di Indonesia juga dapat menjadi ancaman yang begitu nyata terhadap keberlangsungan ketahanan nasional. Kasus yang paling mengkhawatirkan adalah kasus – kasus yang mengancam keberlangsungan ideologi. Di Indonesia, ancaman terhadap ideologi bangsa yang paling banyak adalah berkaitan dengan komunisme dan liberalisme. Kedua ideologi tersebut tentu bertentangan dengan ideologi Indonesia yaitu ideologi Pancasila. Pancasila sebagai ideologi yang berarti seluruh warga Indonesia menjadikan Pancasila sebagai landasan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komunisme bisa saja mengancam bisa saja mengancam ideologi Pancasila, karena
  • 3. komunisme merupakan suatu paham yang menginginkan semua orang menjadi komunis sedangkan kita tahu bahwa bangsa Indonesia mengakui dan memeluk 6 agama yakni, Islam, Kristen, Hindu, Budha, Katolik dan Kong hu cu. Belum lagi jika kita menyinggung permasalahan sosial, banyak terjadi kasus – kasus diskriminatif terhadap antar sesama umat beragama yang menyebabkan pertentangan ditengah masyarakat serta dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial di masyarakat. II ISI 2.1 Paparan Masalah Mengapa moderasi beragama belakangan ini disemarakan atau menjadi Gerakan Nasional dan mengapa kemudian moderasi beragama ini sifatnya begitu penting. Pada tanggal 17 Agustus 2020 Bangsa Indonesia baru saja merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke – 75 dan dalam merayakannya timbullah suatu topik yang telah menjadi Gerakan Nasional yang begitu penting untuk dikumandangkan yaitu moderasi beragama. Hal ini didasarkan atas munculnya musuh baru yang memecah belah masyarakat di dalam kehidupan beragama. Musuh tersebut mulai menampakan diri dalam kehidupan sosial yang begitu meresahkan masyarakat serta dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial. (Cak Faiz, 2020). Ketidakstabilan sosial telah menjadi ancaman yang begitu nyata terhadap keberlangsungan hidup antar umat beragama yang ditandai dengan munculnya ajaran dan tindakan yang merujuk pada kekerasan dan radikalisme diantaranya : 1. Ekstremisme Akut. Ekstrimisme adalah pemikiran atau suatu paham yang sangat kuat terhadap suatu pandangan yang melebihi batas wajar dan bahkan bertentangan dengan hukum. Paham dan pemikiran seperti ini bersifat keras dan terlalu fanatic dalam mencapai tujuannya sehingga begitu mudah mengkafirkan orang yang tidak sepaham dengannya. Hal ini tentu saja akan dapat mengakibatkan pertentangan sosial yang semakin meluas. 2. Intoleransi dan Diskriminatif. Belakangan ini sikap intoleran dan diskriminatif terhadap kaum yang minoritas semakin marak terjadi.
  • 4. Intoleransi juga dapat diwujudkan dan dilakukan tidak hanya dalam bentuk pandangan atau pemikiran tetapi juga tindakan yang bersifat merusak, mengganggu perdamaian serta kesatuan anak Bangsa. Sikap intoleransi ini juga telah menghinggapi generasi milenial dan menurut data yang dikeluarkan oleh Manager Riset dan program The Indonesian Institute, terdapat potensi sebesar 35,7% secara pasif di kalangan pelajar, 2,4% intoleransi aktif, 0,3% berupa teror. Sedangkan 61,6% siswa masih toleran. Akar permasalahan intoleransi yang terjadi di Indonesia adalah aturan yang bersifat membatasi dan cenderung diskriminatif. Sebagai contoh “Aturan pendirian rumah ibadat” yaitu Peraturan Bersama Mentri (PBM) No. 8 ( yang sebenarnya mengatur, tetapi malah membatasi. Kemudian pada tahap implementasinya cendrung diskriminatif terhadap oknum dan bahkan ada penghalangan/intimidasi, persekusi, dan kekerasan. (Yossa, 2019). 3. Radikalisme. Radikalisme ini merujuk pada suatu ideologi, gagasan dan paham tentang bagaimana cara ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara kekerasan/ekstrim. Selain itu, radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme karena kelompok – kelompok ini dapat melakukan cara apapun agar keinginannya tercapai termasuk meneror pihak – pihak yang tidak sepaham dengan mereka dengan menggunakan kekerasan. 2.2 Tinjauan Pustaka 2.2.1 Bhineka Tunggal Ika dan Pancasla Sebagai Perekat dan Khazanah Kekayaan Indonesia Penemuan dan filosofis Bhineka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular yang merupakan Pujangga Agung Kerajaan Majapahit yang hidup pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, pada abad 14 (1350 – 1389). Penemuan sesanti tersebut terdapat dalam karyanya yang berbunyi “Bhinna Ika Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa”, yang artinya berbeda – beda itu, satu itu taka da pengabdian yang mendua. Semboyan ini juga kemudian dijadikan prinsip dalam kehidupan beragama. Meskipun mereka berbeda agama tetapi mereka tetap satu dalam pengabdian. (Azyumardi, 2019)
  • 5. Pada tahun 1951, 6 tahun setelah Indonesia merdeka dan sekitar 600 tahun setelah pertama kali semboyan Bhineka Tunggal Ika diungkapkan oleh Mpu Tantular, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai semboyan resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah tersebut, Bhineka Tunggal Ika ditetapkan sebagai semboyan resmi yang terdapat dalam Lambang Negara Republik Indonesia “Garuda Pancasila”. Pada perubahan UUD 1945 yang kedua, Bhineka Tunggal Ika dikukuhkan sebagai semboyan resmi yang berbunyi : “Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika”. Gambar 1. Lambang NKRI Sumber : WIKIPEDIA Jika kita memaknai Bhineka Tunggal Ika dalam perspektif filsafat Pancasila, maka dapat dikatakan bahwa Pancasila juga merupakan satu – kesatuan yang utuh yang saling mengkualifikasi dan merujuk pada arti dari semboyan Bhineka Tunggal Ika yakni : berbeda – beda tetapi satu jua. Dalam perspektif sila pertama, bahwa manusia Indonesia memeluk agama yang berbeda – beda dengan pandangan mereka tentang Tuhan yang berbeda pula. Perbedaan itu tidak lantas menganggap Tuhan banyak jumlahnya melainkan hanya satu namun berbeda pandangan mengenai tata cara dalam penyembahan – Nya. Dalam perspektif sila kedua, Tuhan merupakan causa prima (sebab utama) dari segala keberadaan di alam semesta ini, termasuk satu ciptaan dari Tuhan yang sama dan semua manusia berusaha membuktikan dirinya kepada Tuhannya dengan cara yang berbeda – beda. Dalam perspektif sila ketiga,
  • 6. bahwa bangsa Indonesia merupakan gambaran atas segala bentuk perbedaan yang terikat dalam keutuhan (ketunggalan). Lalu dalam perspektif sila ke empat, dengan terbentuknya negara Indonesia, maka muncullah entitas baru yakni Rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, kehendak rakyat bersama juga yang akan menjadi kehendak negara melalui musyawarah perwakilan. Dan dalam perspektif sila kelima, pada alinea kedua Pembukaan UUD Tahun 1945 disebutkan bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan adalah untuk satu tujuan yakni negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.(Ahmad, 2004). 2.2.2 Prinsip Dasar Menjaga Ketahanan Nasional Guna Mewujudkan Cita – Cita Bangsa Setiap Bangsa pastilah mempunyai cita – cita yang ingin dicapainya. Karena cita – cita dapat berfungsi sebagai penentu untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan Indonesia telah dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan dalam usaha mencapainya banyak mengalami tantangan, hambatan dan ancaman oleh karena itu perlu kekuatan dan motivasi dalam mewujudkannya. Kekuatan dan motivasi untuk menghadapi masalah tersebut dikenal dengan istilah Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional perlu di bina terus – menerus dan dikembangkan agar keberlangsungan hidup bangsa senantiasa terjamin (Muladi, 2006). Ketahanan berasal dari kata “tahan” dan menurut KBBI kata tahan berarti tahan menderita, tidak kenal menyerah, dapat menguasai diri dan tabah kuat. Ketahanan berarti berbicara mengenai perihal kuat, keteguhan hati atau ketabahan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketahanan nasional adalah perihal kuat, teguh yang dilakukan secara sadar untuk memperjuangkan kepentingan nasional. Ketahanan nasional juga merupakan kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional. Jika kita mengkaji lebih luas mengenai prinsip dasar dalam menjaga ketahanan nasional, maka akan didapati tiga prinsip dasar dalam mewujudkan ketahanan nasional yang baik diantaranya ; 1. Ketahanan nasional sebagai kondisi dinamis. Hal ini mengacu pada keadaan nyata yang terjadi di masyarakat yang dapat diamati sehingga
  • 7. dapat menimbulkan keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan ketahanan nasional dalam mengatasi ancaman baik itu ancaman dari dalam maupun ancaman dari luar. 2. Ketahanan nasional sebagai konsepsi pengaturan negara dan diperlukan penataan serta hubungan antar aspek kesejahtraan dan keamanan. Melalui konsepsi pengaturan ini, sehingga dapat dirumuskan ciri – ciri dan sifat – sifat ketahanan nasional serta tujuan ketahanan nasional. 3. Ketahanan nasional sebagai metode berfikir. Ini berarti terdapat suatu pendekatan yang membedakan dengan metode berfikir lainnya. Dalam ilmu pengetahuan dikenal dengan metode pendekatan induktif dan deduktif. Dan hal ini juga ada dalam konteks ketahanan nasional dengan suatu tambahan yang merujuk pada seluruh aspek kehidupan yang di pandang sebagai satu kesatuan untuk menyeluruh mempersoalkan perbedaan yang ada. 2.3 Analisis Gagasan Kata “moderasi” berasal dari bahas latin “moderatio” yang memiliki arti “ke-sedang-an” (tidak kelebihan dan kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri (dari sikap sanga kelebihan atau sangat kekurangan). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata moderasi berarti pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstriman. Dengan demikian moderasi beragama dapat diartikan sebagai cara pandang, sikap, yang selalu berada pada posisi tengah, selalu bertindak adil dan tidak ekstrim dalam beragama. Dikutip dari buku moderasi beragama yang ditulis dan diterbitkan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia, moderasi ini harus di pahami sebagai konteks utama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna dimana setiap warga negara dengan agama, suku, etnis dan budaya yang berbeda harus saling menghargai dan saling mendengarkan satu sama lain serta saling belajar guna melatih kemampuan mengelolah dan mengatasi perbedaan yang ada. Selain itu moderasi beragama sangat erat kaitannya dengan kebersamaan yang memiliki sikap tenggang rasa. Inti dari moderasi beragama adalah adil dan berimbang dalam menyikapi dan mempraktekan suatu konsep seperti selalu
  • 8. menjaga keseimbangan antara 2 hal yang dapat bertolak belakang misalnya keseimbangan antara akal dan wahyu, jasmani dan rohani, hak dan kewajiban, kepentingan individu dan kepentingan komunal, keharusan dan sukarela, teks agama dan ijtihad tokoh agama serta keseimbangan antara gagasan ideal dan kenyataan. Sebuah pertanyaan yang mungkin sering diajukan dan terpikir di otak kita masing – masing, mengapa kita bangsa Indonesia khususnya membutuhkan perspektif moderasi dalam beragama? Secara umum karena keragaman dalam beragama itu sulit bahkan tidak mungkin untuk dihilangkan. Bagi bangsa Indonesia, keragaman ini diyakini sebagai takdir yang tidak di minta – minta melainkan sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa dan bukan untuk ditawar tetapi untuk diterima demi melahirkan sikap toleransi dalam beragama. Sehingga pada akhirnya moderasi ini bisa hadir untuk mengungkapkan dan mencari persamaan dan bukan untuk mempertajam perbedaan. Gambar 2. Keberagaman di Indonesia Sumber : Kompas Selain itu, moderasi beragama juga pada prinsipnya merupakan implementasi dan perwujudan dalam mempertahankan ketahanan nasional. Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang memiliki begitu banyak keragaman dengan keragaman etnis, suku, bahasa, budaya dan agama yang nyaris tiada tandingannya didunia. Selain ada 6 agama yang paling banyak dipeluk oleh masyarakat Indonesia, ada ratusan dan bahkan ribuan suku, bahasa dan aksara daerah serta adat istiadat kepercayaan lokal. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010,
  • 9. secara keseluruhan jumlah suku dan sub suku di Indonesia adalah sebanyak 1331, meskipun pada tahun 2013 jumlah ini berhasil di klasifikasi oleh BPS sendiri yang bekerja sama dengan Institute Of Southeast Asian Studies (ISEAS) menjadi 633 kelompok – kelompok suku besar. Kemudian terkait dengan jumlah bahasa, BPS juga telah berhasil memetakan dan memverifikasi 652 bahasa daerah di Indonesia tidak termasuk dialek dan sub – sub dialeknya dan sebagian bahasa daerah tersebut bahkan punya aksaranya sendiri. Keragaman itulah yang menjadi acuan betapa pentingnya moderasi beragama. Selain itu ada 4 alasan kuat lainnya yang menyebabkan moderasi beragama itu penting. Pertama, salah satu esensi kehadiran dan munculnya agama adalah untuk menjaga martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Termasuk menjaga untuk tidak menghilangkan nyawanya dan itulah alasan mengapa agama selalu membawa misi damai dan keselamatan. Kedua, ribuan tahun setelah agama – agama lahir manusia semakin bertambah dan beragam, bersuku – suku, berbangsa – bangsa, beraneka warna kulit yang tersebar di berbagai belahan bumi, negeri dan wilayah. Ketiga, khusus dalam konteks Indonesia, moderasi beragama sangat diperlukan untuk melestarikan budaya serta sebagai strategi kebudayaan dalam merawat keindonesiaan dengan segala keunikannya. Keempat, sebagai agama yang mayoritas, Islam sangat menekankan terciptanya kerukunan dan kedamaian antar umat beragama.
  • 10. III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Moderasi beragama merupakan cara beragama dengan menggunakan metode dan mengambil posisi di tengah artinya tidak ekstrim dan tidak berlebihan dalam prakteknya. Selain itu moderasi beragama yang lain juga merupakan pilihan dalam cara pandang, sikap dan perilaku yang tengah – tengah diantara berbagai pilihan (Keseimbangan). Dalam implementasinya moderasi beragama harus bertindak adil yang selalu berpegang teguh pada kebenaran guna mempertahankan ketahanan nasional. Pada prinsipnya moderasi beragama terbagi atas dua yakni moderasi beragama sebagai proses dan ada moderasi beragama sebagai hasil. Moderasi beragama sebagai proses dapat melalui 3 hal yakni berilmu, melalui akhlak berbudi dan proses pada kehati – hatian dalam praktenya yang berupa toleransi, rukun dan hidup damai. 3.2 Saran Bung Karno berkata ; “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan ku guncang dunia.” Sebagai pemuda bangsa hendaklah kita selalu menjaga kedaulatan bangsa dan menjaga keutuhan NKRI dengan tetap berpegang teguh pada moderasi dalam beragama agar cita – cita bangsa dan negara dapat terwujud serta terus menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  • 11. DAFTAR PUSTAKA Ahmad , M. S. (2004). Pendidikan dan Peningkatan Moralitas Bangsa (ke6 ed., Vol. II). Jakarta: Pewara Dinamika. Azyumardi, A. (2019). Harmoni Agama, Kebangsaan dan Pancasila. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Kaelan. (2006). Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM. Kompas. (2013, Juni 1). Indonesia Atasi Masalah Intoleransi. Muladi. (2006). Kontekstualisasi dan Implementasi Pancasila dalam Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional. Qowaid. (2016). Gejala Intoleransi Beragama Di Kalangan Peserta Didik Dan Upaya Penanggulangannya Melalui Pendidikan Agama Islam Di Sekolah. Jurnal Dialog, 71 - 86. Sebastian, Y., & Amran, D. (2016). Generasi Langgas Milenials Indonesia. Jakarta: Gagas Media. W.J.S., P. (2009). Kamus Umum Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga ed.). Jakarta: Balai Pustaka. Yaumi. (2016). Pendidikan Karakter. Jakarta: Prenadamedia Group.