1. KEJERNIHAN HATI
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan
berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu
dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS. Fushshilat [41]: 30).
Allah Ta’ala berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku,
maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa
kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka
memperoleh kebenaran.” (QS. Al-Baqarah [2]: 186).
Pengetahuan hamba akan Nama-Nama Allah, sifat-sifat, keagungan, keindahan, kebaikan, kelembutan
dan kasih sayang-Nya, merupakan sesuatu yang dapat mendekatkan diri hamba tersebut kepada Allah
Ta’ala.
Jika seorang hamba itu mencintai dan jujur, melaksanakan amalan untuk mencari keridhaan Allah, maka
suplemen yang dia butuhkan adalah mendengarkan Al-Qur`an, merasa lezat dengan membacanya,
menghayati makna-makna dan nasihat-nasihat yang dikandungnya, melaksanakan hukum-hukumnya,
dan beretika dengan adab yang diajarkannya.
Suplemen ini memiliki kelezatan ruh yang rasa nikmatnya sampai menuju ke dalam hati dan ruh.
Sebaliknya, jika hati itu menyimpang, rusak keadaannya, tertipu dan terperdaya, maka sudah tentu dia
sangat membutuhkan segala sesuatu yang berasal dari setan, yaitu bacaan setan yang mengandung
unsur-unsur yang keji, cabul dan yang sejenisnya, yang merupakan sesuatu yang dicintai oleh nafsu,
kelezatan-kelezatan dan bagian-bagian dari nafsu tersebut. Orang-orang yang memiliki sifat seperti ini
adalah golongan yang paling jauh dari Allah Azza wa Jalla.
Betapa indahnya hati yang bersih, yang kosong dari kotoran kemusyrikan, kotoran nifak, bid’ah dan
kemaksiatan. Hati yang terisi dengan cahaya ilmu, keimanan dan ketaatan-ketaatan. Allah Ta’ala
berfirman, “Shibghah Allah, Siapa yang lebih baik shibghah-nya daripada Allah? Dan kepada-Nya kami
menyembah.” (QS. Al-Baqarah [2]: 138).
Kata فاء ص ال (Kejernihan) adalah kata yang menunjukkan lepasnya sesuatu dari kotoran. Kejernihan ini
memiliki tiga tingkatan, yaitu:
Pertama, jernihnya ilmu yang dapat membersihkan arah jalan, yaitu ilmu yang datang dari Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ini adalah ilmu yang bersih yang diambil dari sumber wahyu,
yang dapat menuntut pemiliknya menuju jalan peribadatan.
Hakikat dari peribadatan adalah beretika dengan menggunakan adab-adab Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa Sallam, baik secara zhahir maupun secara batin. Menjadikan adab-adab tersebut sebagai hukum,
baik secara zhahir maupun batin. Menjadikannya teladan dalam semua keadaan, perkataan dan
perbuatan. Bersihnya ilmu yang dapat membimbing pemiliknya kepada tujuan yang dimaksud, dengan
cara berusaha sungguh-sungguh dan cepat.
Tekad yang dimiliki oleh para hamba itu berbeda-beda. Ada tekad atau keinginan yang berkaitan dengan
2. Dzat Yang ada di atas ‘Arsy. Ada keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang rendah. Di antara
keduanya terdapat keinginan-keinginan yang tidak diketahui kecuali oleh Allah saja. Nilai yang dimiliki
oleh masing-masing hamba itu tergantung dari apa yang dia cari.
Kedua, bersihnya keadaan. Keadaan yang didapat seorang hamba merupakan hasil dari ilmunya. Suatu
keadaan itu tidak akan bersih, kecuali dengan bersihnya ilmu yang menghasilkan amalan tersebut. Jika
keadaan seorang hamba itu bersih, maka hamba tersebut akan menyaksikan efek-efek dari hakikat yang
ada, yaitu manisnya munajat kepada Allah. Ketika hati hamba itu bersih dari kotoran-kotoran, maka dia
akan merasakan manisnya keimanan, manisnya munajat, akan lupa dengan apa-apa selain Allah dan dia
akan sibuk hanya dengan Allah, sehingga lupa kepada makhluk yang lain.
Ketiga, bersihnya hubungan dengan Tuhan. Barangsiapa yang memiliki keimanan yang mantap di dalam
hatinya, ilmu dan keadaannya bersih, maka semua amalan yang dilakukannya ada dalam bingkai
keridhaan Allah dan dia akan melihat dirinya di sisi Allah, lebih kecil dari perbandingan antara sepercik
noda dengan gunung yang ada di dunia ini.
Pandangan yang dia berikan kepada dirinya akan jatuh dari hati, dikarenakan kecil dan kerdilnya dia,
sehingga dia tidak akan meminta balasan dari Allah. Hal-hal yang tidak dapat dilihat orang lain seolah-
olah akan nampak jelas baginya. Seolah-olah dia melihat Tuhannya, Allah Ta’ala di atas langit dan ‘Arsy-
Nya yang mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya, mendengar perkataan mereka, melihat tempat dan
amalan-amalan yang mereka lakukan.
Orang itu juga menyaksikan keagungan Tuhannya, keindahan, kesempurnaan, kemuliaan dan juga
keperkasaan-Nya. Hamba itu merasa lezat denga ibadah kepada Allah, merasa senang dengan ketaatan
dan melaksanakan perintah-perintah Allah, melihat perintah-perintah yang datang dari Allah merupakan
sesuatu termulia yang datang dari Tuhan untuk hamba-hamba-Nya.
Orang itu melihat bahwa pahala yang diberikan untuk mereka merupakan sesuatu terbaik yang Allah
berikan untuk hamba-hamba-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia
Allah dan rahmat-Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang
mereka kumpulkan.” (QS. Yûnus [10]: 58).