Dokumen tersebut membahas anatomi, fisiologi, dan fungsi lambung. Secara ringkas, dibahas tentang anatomi landasan lambung, hubungan anatomis, pasokan darah, persarafan, dan drainase limfatik. Fisiologinya membahas sekresi asam, regulasi neuroendokrin, sekresi alkalin, pencernaan, motilitas, rasa kenyang. Terakhir membahas pandangan terintegrasi fungsi lambung sebagai respons terhadap makanan."
3. Pendahuluan
Definisi
Perforasi gaster adalah cedera
full-thickness dinding organ, dimana
perforasi dinding menciptakan
hubungan antara lumen gaster dan
rongga peritoneum.
Sigmon DF,Tuma F,Kamel BG,et al. Gastric Perforation. [Updated 2022 May 2].In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519554/
Epidemiologi
Anak-anak: Trauma (trauma tumpul
dan trauma tembus).
Dewasa: Ulkus peptikum.
Laki-Laki (64.3%) di RSUD Kolonel
Abundjani Bangko.
Laki-Laki (71.79%) di RSUD Soetomo
tahun 2016.
Perforasi Ulkus Peptikum pada
Laki-Laki (54.3%) Penelitian Johnson
tahun 2019.
8. Anatomi Landmark
Melalui insisi laparotomi atau laparoskopi:
▪ Gastroesophageal junction ditandai dengan sudut yang tajam
antara fundus berbentuk bulat dan esofagus berbentuk tabung
lurus.
▪ Pilorus tidak memiliki landmark yang mudah di
visualisasikan, namun mudah dipalpasi seperti cincin otot
yang memisahkan lambung dan duodenum.
▪ Melihat gaster secara eksternal, junction antara korpus yang
mensekresi asam (acid-secreting corpus) dan antrum yang
tidak mensekresi asam (non-acid secreting antrum)
diidentifikasi pada kurvatura minor oleh incisura angularis.
10. Anatomi Landmark
▪ Melalui endoskopi, GE junction mudah dibedakan
dengan transisi antara yang datar, pucat, epitel berlapis
dari esofagus dan padat, merah muda, epitel glandular
pada gaster bagian atas.
▪ Junction antara acid-secreting corpus dan non-acid
secreting antrum juga relatif mudah dibedakan dengan
rugal pattern: antrum linier dan sejajar dengan sumbu
panjang organ, sedangkan korpus membelit dan
berorientasi miring.
▪ Pilorus juga mudah di visualisasikan, digariskan oleh
cincin muskularis yang mendasarinya.
12. Hubungan Anatomis
▪ Pada Gastroesophageal junction, hubungan anatomis meliputi
diafragma dan krura.
▪ Pada posterior dan medial terletak aorta abdominalis, setelah
ditransmisikan dari toraks melalui diafragma.
▪ Greater omentum bergantung dari kurvatura mayor gaster, dan
memiliki perlekatan avaskular yang besar terhadap hepatic
flexure, segmen transversal, dan splenic flexure dari kolon.
▪ Lesser omentum bergantung di antara kurvatura minor gaster
dan bidang yang menghubungkan falciform ligament.
17. Persarafan
Esofagus: nervus vagus turun lateral.
Diafragma: vagus anterior (1-3 batang) pada muskularis esofagus.
GE junction: melewati leaflet anterior dari omentum minor menuju
liver dan kantong empedu -> anterior nerve of Latarjet.
18. Ilustrasi skema vagus dan cabang-cabangnya saat turun di sepanjang
kurvatura mayor gaster.
19. Variasi anatomi cabang anterior dan posterior dari nervus vagus pada
regio GE junction dan diafragma. Insiden (%) dari setiap kelompok anatomi
ditunjukkan.
20. Drainase limfatik
▪ Gastric group of nodes (10-20): cephalad kurvatura
minor dan arteri gastrik kiri.
▪ Suprapyloric group of nodes (3-6): kurvatura minor
dan arteri gastrik kanan.
▪ Pancreaticosplenic group of nodes (3-5): kurvatura
mayor di fundus dan korpus atas.
▪ Additional subpyloric group of nodes (6-8): pilorus
dan junction dari arteri gastroepiploika kanan dan
arteri gastroduodenalis.
21. Lokasi drainase limfatik regio gaster, diklasifikasikan menurut Japanese
Research Society for the study of Gastric Cancer (JRSGC).
22. Tabel 1. Stasiun penyebaran nodal pada kanker gastrik, diklasifikasikan
menurut Japanese Research Society of study of Gastric Cancer (JRSGC).
23. Fungsional Anatomi
dan Fisiologi
▪ Mukosa Gaster
▪ Regulasi Neuroendokrin terhadap sekresi asam
▪ Sekresi Alkalin oleh Mukosa Gaster
▪ Pencernaan Gaster dan kontribusi terhadap
downstream absorption
▪ Motilitas Gaster
▪ Rasa Kenyang
▪ Pandangan terintegrasi dari fungsi lambung
sebagai respons terhadap makanan
24. Mukosa Gaster
▪ Secara fungsional, mukosa
gaster dibagi menjadi regio
acid-secreting (korpus dan
fundus) dan non-acid-secreting.
▪ Unit sekresi asam dari mukosa
adalah kelenjar gaster.
▪ Pepsinogen-secreting chief cells:
di dasar kelenjar gaster.
▪ HCl-secreting parietal cells:
bagian tengah kelenjar gaster.
▪ Enterochromaffin-like (ECL)
cells: di antara sel parietal dan
sel imatur.
25. (A) Basis ionik dari sekresi asam
(B) Transduksi sinyal dari sekresi asam
26. Regulasi Neuroendokrin
terhadap sekresi asam
▪ Tiga jalur neurohumoral dalam stimulasi sekresi asam:
(1) acetylcholine, yang dilepaskan oleh nervus vagus;
(2) histamine, dilepaskan secara lokal oleh sel ECL; dan
(3)gastrin, dilepaskan oleh antrum gaster dan dibawa melalui
sirkulasi untuk bekerja pada sel ECL dan sel parietal.
▪ Fitur utama mukosa antral: adanya gastrin-secreting Gcells
dan somatostatin-secreting D cells.
▪ Keasaman lumen gaster mengaktivasi sekresi somatostatin,
dan menghambat sekresi gastrin.
▪ gastrin/cholecystokinin type B receptor [CCKB]: merangsang
pertumbuhan dan perkembangan sel parietal.
27. Regulasi Neuroendokrin
terhadap sekresi asam
Tiga kelas endogen sinyal penghambatan neurohumoral:
(1) Somatostatin: mengatur sekresi asam melalui efek pada sekresi
gastrin, dan supresi pelepasan histamin dari sel ECL.
(2) Epidermal growth factor dan transforming growth factor alpha
(EGF/TGF𝛂):penghambatan sekresi asam di sel parietal,
melalui jalur tyrosine kinase intraseluler.
(3) Prostaglandin dari seri E dan I: pelepasan histamin dan
penekanan jalur sinyal intraseluler di sel parietal yang
diaktifkan oleh agonis kolinergik dan histamin.
28. Pendekatan farmakologis untuk mengontrol sekresi asam.
Pendekatan bedah mengangkat organ / mengganggu jalur
saraf stimulasi neurologik.
29. Sekresi Alkalin oleh
Mukosa Gaster
▪ Mukosa non-acid secreting dari antrum gaster dan
pilorus dicirikan dengan adanya kelenjar yang
relatif sederhana yang diisi oleh mucus- dan
HCO3--secreting surface epithelium.
▪ Epitel permukaan, baik di regio antrum dan
korpus/fundus, merupakan dasar dari "mucosal
barrier".
30. Perlindungan
terhadap H+
back-diffusion
▪ Mekanisme: gel mukus-bikarbonat
dan resistensi intrinsik epitel
+
permukaan terhadap difusi H .
▪ Sifat penting mukosa gaster:
menghambat difusi H+dari lumen
dan dari samping (gelembung
keluar dari kelenjar gaster).
▪ Mekanisme mempromosikan
akumulasi HCO3dan ekstrusi H+
terletak di membran basolateral sel
epitel permukaan.
▪ Restitusi mukosa: re-epitelisasi
permukaan dengan cepat, ketika
mukosa terluka (normal maupun
iritasi topikal).
31. Pencernaan Gaster dan
kontribusi terhadap
downstream absorption
▪ Lambung berkontribusi pada pencernaan makanan padat dengan
mencampurkan chyme dengan asam dan pepsin, membantu memecah
protein menjadi peptida sederhana yang akan diserap atau dipecah lebih
lanjut oleh peptidase usus.
▪ Subpopulasi sel parietal mensekresi faktor intrinsik, kofaktor penting
dalam penyerapan vitamin B12 downstream di ileum terminal.
▪ Asam lambung memungkinkan penyerapan logam dan kation non
logam, termasuk Ca2+, Fe3+, dan logam lainnya.
▪ Pada pH rendah, Ca2+ lebih banyak dilepaskan dari basa pengikat,
tersedia untuk diserap di duodenum.
▪ Fe2+ teroksidasi secara otomatis dengan adanya asam luminal,
menempatkannya dalam bentuk yang lebih mudah diserap di usus kecil.
32. Motilitas Gaster
▪ Relaksasi reseptif: Fundus berelaksasi saat cairan
dan benda padat masuk ke esofagus.
▪ Relaksasi adaptif: saat makanan benar-benar
masuk dari fundus.
▪ Cairan untuk berkumpul di kantong fundus
sementara komponen padat dari makanan menetap
dalam mainstream menuju pilorus.
33. Motilitas Gaster
▪ Pilorus bertindak sebagai saringan, tetap terbuka
untuk mengantisipasi gelombang peristaltik.
▪ Saat gelombang maju, partikel kecil melewati
sfingter pilorus; ketika gelombang menghantam,
pilorus menutup, sehingga bertindak sebagai
barikade.
▪ Chyme, didorong dengan meningkatkan kecepatan
melawan sfingter pilorus, dengan demikian dipecah
oleh pencernaan enzimatik dikombinasi dengan
disrupsi mekanis.
34. Rasa Kenyang
▪ Ghrelin: appetite-stimulating hormone,
dilepaskan oleh mukosa gaster ke sirkulasi
portal saat lambung kosong, melewati sirkulasi
sentral dan merangsang nafsu makan di
hipotalamus.
▪ Kadar ghrelin turun drastis segera setelah perut
mulai terisi.
35. Sirkuit neurohumoral yang
mengatur rasa kenyang
▪ Neuron efektor mengatur makan
dan pengeluaran energi.
▪ Nukleus arkuata merangsang
(NPY) / AgRP atau menghambat
(melanocortin) neuron efektor.
▪ Tingkat perifer, Hormon (insulin
dan leptin), menghambat
melanocortin-secreting neurons
dan menghambat neuron
NPY/AgRP, melemahkan
keinginan untuk makan.
▪ PYY disekresi dari kolon sebagai
respon terhadap makan dan
menghambat makan, sedangkan
ghrelin merangsang makan.
36. Pandangan terintegrasi dari
fungsi lambung sebagai
respons terhadap makanan
▪ Ketika Chyme (kimus) memasuki lambung, proses pencernaan
dimulai.
▪ Sekresi gaster rata-rata orang dewasa 4 mEq/jam (~ 25ml).
▪ Pavlovian response: mengaktifkan air liur dan memulai
cephalic phase.
▪ Gastrin-releasing peptide (GRP) dilepaskan oleh vagal input ke
antral G-cells, sehingga mengaktifkan pelepasan awal gastrin
untuk mengantisipasi perjalanan makanan ke lambung.
▪ Sekitar 15% dari jumlah total asam yang disekresikan sebagai
respons terhadap makanan dikaitkan dengan fase sefalik.
37. Pandangan terintegrasi dari
fungsi lambung sebagai
respons terhadap makanan
▪ Predigestive phase dari sekresi asam dimediasi oleh eferen
kolinergik, tetapi proses relaksasi reseptif dimediasi oleh
noncholinergic vagal fibers, melibatkan capsaicin-sensitive
fibers yang menguraikan calcitonin gene related peptide (CGRP)
dan nitric oxide (NO) sebagai neurotransmiter.
▪ Trituration: proses sebab distensi antrum gaster dan
peningkatan tekanan merangsang peristaltik dan pengadukan
dalam mainstream lumen gaster.
▪ Trituration dari chyme menyebabkan penghancuran dan
akumulasi fragmen kecil yang akan melewati saringan yang
dibuat oleh pilorus tepat sebelum gelombang peristaltik yang
maju.
38. Pandangan terintegrasi dari
fungsi lambung sebagai
respons terhadap makanan
Gangguan fisiologis penting dari pencampuran dan motilitas vagotomi, biasanya
disertai dengan hilangnya fungsi saluran pilorus. Konsekuensi ini meliputi:
(1)pengosongan cairan lebih awal, disebabkan oleh hilangnya relaksasi reseptif
dan adaptif, yang menyebabkan kembung dan nyeri gas bahkan tanpa adanya
obstruksi pilorus;
(2)pengosongan yang cepat dari hiperosmotik atau tidak cukup chyme dicerna
ke dalam usus, disebabkan oleh bypass dari hilangnya fungsi pilorus, yang
mengarah ke dumping syndromes awal dan akhir;
(3)aliran balik empedu dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan dalam lumen
lambung yang biasanya bersih (<100cfu/ml) yang disebabkan oleh hilangnya
keasaman lambung, yang menyebabkan gangguan pada proliferasi dan
pertumbuhan mukosa dan mungkin transformasi keganasan.
40. Penyakit Ulkus
Peptikum
▪ Penyebab paling umum perforasi gaster.
▪ Sering: Usia lanjut, NSAID, konsumsi alkohol.
▪ Perforasi ulkus gaster / ulkus duodenum ke
rongga peritoneum -> peritonitis kimiawi.
41. Perforasi Gaster
Spontan
▪ Kejadian yang tidak biasa terjadi terutama terlihat
pada periode neonatal, beberapa hari pertama
kehidupan, sebagai penyebab pneumoperitoneum.
▪ Di luar periode neonatus, perforasi jarang terjadi dan
biasanya sekunder akibat trauma, pembedahan,
menelan bahan kaustik, atau ulkus peptikum.
42. Trauma
▪ Trauma tembus abdomen >Trauma tumpul
abdomen.
▪ Pada luka tembus, dinding anterior dan posterior
dapat terluka.
▪ Trauma tumpul pada regio abdomen atas ->
lambung dapat menjadi robek /dapat ruptur jika
organ terisi dan distensi pada saat benturan.
43. Perforasi Gaster
Terkait Keganasan
▪ Neoplasma dapat perforasi dengan penetrasi
langsung dan nekrosis, atau dengan
menghasilkan obstruksi.
▪ Perforasi yang berhubungan dengan tumor juga
dapat terjadi secara spontan, setelah
kemoterapi atau sebagai akibat dari perawatan
radiasi.
44. Iatrogenik
▪ Penyebab utama: Endoskopi bagian atas.
▪ Insiden perforasi akibat endoskopi meningkat
dengan kompleksitas prosedur.
▪ Perforasi lebih jarang dengan diagnostik
dibandingkan dengan terapeutik.
▪ Tingkat perforasi keseluruhan rigid endoscopy
(0,11%) dibandingkan flexible endoscopy (0,11%).
▪ Perforasi iatrogenik lebih sering terjadi pada
pasien dengan patologi lambung sebelumnya.
45. Penyebab Perforasi
Gaster Terkait Endoskopi
▪ Polipektomi;
▪ EMR-ESD;
▪ Pelebaran striktur anastomosis;
▪ Scope atau barotrauma;
▪ Tertelan obat-obatan obat-obatan atau zat lain
yang tertelan (luka kaustik); dan
▪ Tertelan benda asing seperti benda tajam (tusuk
gigi), makanan dengan permukaan tajam,
misalnya tulang ayam, ikan, atau bezoar lambung.
46. Faktor Risiko
▪ Trauma tajam;
▪ Instrumentasi saluran cerna;
▪ Usia lanjut;
▪ Konsumsi obat seperti OAINS (NSAID),
kortikosteroid, fluorokuinolon, anti-VEGF,
opioid, dan penghambat kanal kalsium;
▪ Riwayat keganasan.
47. Patofisiologi
▪ Bocor asam lambung di rongga abdomen ->
peritonitis kimia berat.
▪ Beberapa jam setelah perforasi -> akut abdomen
dan tanda peritonitis.
▪ Makanan bocor ke rongga abdomen -> reaksi
inflamasi, infeksi, atau abses.
▪ Bila tidak ditangani -> sepsis sistemik diikuti
oleh multiple organ failure.
48. Patofisiologi Perforasi
Ulkus Peptikum
▪ Perforasi ulkus peptikum dapat terjadi dimana saja di gaster.
▪ 4 Tipe perforasi yaitu
▪ Tipe 1 (primary paling sering): kurvatura minor (fundus -
antrum gaster), usia tua hiposekresi asam.
▪ Tipe 2:ulkus gaster +ulkus duodenal (kurvatura minor -
duodenal), usia muda, hipersekresi asam. [Infeksi H.Pylori]
▪ Tipe 3: prepilorik, usia muda, hipersekresi asam. [NSAID]
▪ Tipe 4: juxtaesofageal (lebih tinggi dari kurvatura minor dekat
dengan gastroesofageal junction).
▪ Lokasi perforasi: prepyloric 40%, duodenum 28%, antrum
sebanyak 5%, kurvatura mayor <5%.
49. Patofisiologi Perforasi
Ulkus Peptikum
▪ Nyeri abdomen (sangat mendadak pada abdomen bagian atas).
▪ Episode dari perforasi ulkus peptikum dibagi menjadi tiga fase:
a.Peritonitis kimia. Perforasi menimbulkan peritonitis kimia,
dengan atau tanpa kontaminasi mikroorganisme. Bocornya isi
gastroduodenal biasanya diffuse tetapi dapat pula terlokalisir pada
abdomen bagian atas dengan adanya adhesi dari omentum.
b.Fase intermediate. Setelah 6 – 12 jam pasien dapat menunjukkan
penurunan gejala nyerinya. Mungkin disebabkan oleh dilusi dari
cairan gastroduodenal dengan adanya eksudat peritoneal.
c.Fase infeksi abdomen. Jika pasien belum dilakukan operasi,
setelah 12 – 24 jam akan terjadi infeksi intra abdomen.
50. Patofisiologi Perforasi
Karsinoma Gaster
▪ Akut abdomen -> peritonitis.
▪ Perforasi karsinoma gaster: stadium lanjut (64% - 88%).
▪ Biasanya dijumpai pada kurvatura mayor (77%).
51. Klasifikasi Ulkus
Gaster
1.Tipe I :paling sering, terjadi sepanjang kurvatura minor,
biasanya terjadi di sekitar incisura angularis.
2.Tipe II :biasanya dua ulkus, pada corpus gaster dan di
duodenum.
3. Tipe III :prepyloric.
4.Tipe IV :jarang terjadi, terjadi pada kurvatura minor dekat
dengan gastroesophageal junction.
5.Tipe V :lokasinya bisa terjadi di mana pun, berhubungan
dengan NSAID.
Tipe I dan IV tidak berhubungan dengan produksi asam. Tipe II dan
III berhubungan dengan hipersekresi asam.
Modified Johnson
Classification
52.
53. Tanda dan Gejala
▪ Menolak untuk makan, muntah
▪ onset akut mendadak distensi abdomen dan nyeri
abdomen yang parah
▪ respons inflamasi terganggu dan nyeri berkurang
(agen imunosupresif atau anti-inflamasi)
▪ Kurang umum: ileus, gangguan pernapasan,
demam, hematemesis, hematochezia.
55. Anamnesis
▪ Nyeri yang hebat, konstan, memberat dengan
bernapas dan bergerak, dapat menjalar ke
punggung atau bahu;
▪ Riwayat ulkus peptikum;
▪ Mual, muntah hebat dan distensi abdomen
(volvulus);
▪ Penurunan berat badan, dispepsia, anoreksia
(keganasan);
▪ Nyeri hebat area leher atau dada, nyeri menelan,
riwayat muntah hebat (perforasi esofagus).
56. Anamnesis
(Trauma Abdomen)
▪ Riwayat kecepatan kendaraan, jenis tabrakan yang
terjadi, tumpuan, tahanan yang ada, pengembangan
airbag, posisi kendaraan dan posisi penumpang
(kecelakaan lalu lintas);
▪ Perkiraan ketinggian (pada kasus jatuh dari
ketinggian);
▪ Waktu kejadian, jenis senjata yang digunakan, jarak
antara objek dengan pasien, jumlah tusukan atau
cedera, dan perkiraan perdarahan pada tempat
kejadian (pada kasus trauma tajam, luka tusuk atau
luka tembak).
57. Pemeriksaan Fisik
▪ Keadaan umum kesakitan dan gelisah;
▪ Periksa jalan napas dan tanda-tanda vital;
▪ Rigiditas abdomen (tanda-tanda akut abdomen, tekstur
seperti papan kayu);
▪ Nyeri tekan dan nyeri lepas; Nyeri bersifat tiba-tiba,
sangat nyeri, konstan, menjalar ke regio skapular.
▪ Nilai bising usus (menurun atau menghilang);
▪ Pekak hati menghilang;
▪ Demam subfebris, pucat;
▪ Takikardia (fase awal perforasi);
▪ Hipotensi (akibat reaksi otonom);
▪ Emfisema subkutan pada leher (perforasi esofagus).
58. Pemeriksaan Fisik
(Trauma Abdomen)
▪ Lebar dan kedalaman luka (pada kasus trauma
tajam);
▪ Ada tidaknya abrasi, kontusio, laserasi, luka
penetrasi, adanya benda asing, eviserasi omentum;
▪ Log roll untuk melihat bagian posterior, terutama
area flank;
▪ Palpasi untuk membedakan nyeri superfisial dan
dalam;
▪ Perkusi, tetapi jika pasien tegang dan nyeri,
pemeriksaan lebih lanjut tidak diperlukan.
59. Pemeriksaan Penunjang
▪ Radiologi: Foto polos deteksi udara bebas di
rongga peritoneum. (50% - 70%)
▪ Ultrasonografi (USG): identifikasi
pneumoperitoneum (cairan bebas).
▪ CT Scan: sensitif dan spesifik (95%) untuk
udara bebas.
60. Temuan CTpada
Perforasi Gaster
(Pneumoperitoneum)
▪ Udara mesenterika
▪ Diskontinuitas dinding viskus berongga
▪ Kontras enterik ekstraluminal
▪ Cairan intraabdomen bebas
▪ Ekstravasasi kontras intravena
▪ Penebalan dinding usus atau edema
▪ Hematom mesenterika
61. Komplikasi
1. Infeksi luka
2. Kegagalan luka operasi
3.Abses abdominal
terlokalisasi
4. Sepsis
5. Malnutrisi
6. Kegagalan multiorgan
7. Perdarahan mukosa gaster
8. Adhesi dan obstruksi usus
9. Delirium
Risiko komplikasi meningkat
dengan adanya:
1. Usia lanjut
2. Demensia
3. Sepsis
4.Abnormalitas elektrolit dan
metabolik
5. Hipoksia
6. Komplikasi intraoperatif
62. Penatalaksanaan
▪ Resusitasi agresif, terapi oksigen, cairan intravena.
▪ Analgesia intravena dan PPI: sesuai kebutuhan.
▪ Kateter urin: monitoring urine output.
▪ Antibiotik spektrum luas: Metronidazole,
cephalosporin, atau golongan aminoglikosida.
▪ Manajemen Bedah.
63. Manajemen Bedah
▪ Primary repair
▪ Graham patch repair
▪ Modified Graham patch repair
▪ Wedge resection
64. Primary Repair
Primary repair: Defek ini
terutama ditutup dengan
jahitan, ini sesuai untuk
sebagian besar perforasi
traumatis.
66. Graham Patch Repair
Graham patch repair:
Defek hanya dicolokkan
dengan pedikel omentum
yang tervaskularisasi
dengan baik.
Teknik Omental (Graham) patch.
67. Modified Graham
Patch Repair
Modified Graham patch
repair: penutupan primer
dari defek lalu penerapan
flap.
Pedicled omental flap repair (Modified
Graham Patch) dari perforasi gaster.
68. Wedge Resection
Wedge resection: Area
perforasi dapat direseksi
dari jaringan sehat,
terutama pada kurvatura
mayor dan jauh dari
gastroesophageal junction
atau pilorus.
75. Prognosis
Faktor-faktor yang terkait
dengan kematian yang tinggi
meliputi:
▪ Adanya penyakit penyerta;
▪ Usia lanjut;
▪ Malnutrisi;
▪ Adanya komplikasi;
▪ Jenis dan lokasi perforasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
mortalitas dan morbiditas pada keadaan
perforasi gaster yaitu:
▪ Syok ketika masuk rumah sakit;
▪ Penyakit penyerta;
▪ Terlambat tindakan operasi (>24
jam);
▪ Operasi reseksi gaster;
▪ Infeksi pasca operasi dan infeksi
luka operasi;
▪ Infeksi fungus pada peritoneum.
78. Kesimpulan
Etiologi: penyakit ulkus peptikum, trauma, keganasan, prosedur
intervensi, patologi gaster intrinsik, perforasi spontan pada bayi
baru lahir.
Faktor risiko: trauma tajam, instrumentasi saluran cerna, usia
lanjut, konsumsi obat seperti OAINS (NSAID), kortikosteroid,
fluorokuinolon, anti-VEGF, opioid, dan penghambat kanal kalsium.
Klasifikasi ulkus gaster (Modified Johnson Classification) meliputi
klasifikasi anatomi, klinis dan patofisiologi.
Manifestasi klinis: distensi abdomen dan nyeri abdomen.
Diagnosis perforasi gaster dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
79. Kesimpulan
Komplikasi: infeksi luka, kegagalan luka operasi, abses abdominal
terlokalisasi, sepsis, malnutrisi, kegagalan multiorgan, perdarahan
mukosa gaster, adhesi dan obstruksi usus, dan juga delirium.
Penatalaksanaan perforasi gaster terbagi menjadi penatalaksanaan
awal, antibiotik dan perawatan bedah definitif.