1. Laporan Praktikum Genetika
Program Studi Pendidikan Biologi
Fakultas Biologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Pengamatan GenetikaPopulasi BerdasarkanSifat Dominan atau Resesif yang
Muncul dari Suku Jawa, Batak, Papua, Sulawesi, Tionghoa, dan Nusa
Tenggara
Oleh:
Andika Widiyana
NIM 432016007
ABSTRAK
Seluk-beluk pewarisan sifat pada tingkat populasi yang dipelajari pada cabang genetika
disebut genetika populasi. Latar belakang dilakukannya praktikum genetika populasi adalah
untuk memahami lebih dalam tentang genetika populasi dan cara menghitung frekuensi alel
dominan dan resesif pada setiap suku. Prinsip keseimbangan Hardy-Weinberg dirumuskan
dengan (p + q)2 = p2 + 2pq + q2. Pengamatan fenotipe mahasiswa UKSW secara langsung,
yaitu sifat dominan widow’s peak, lidah menggulung, cuping telinga menggantung,
berlesung pipi dan ibu jari melengkung ke arah luar. Sedangkan sifat resesifnya tidak
memiliki sifat-sifat dominan tersebut. Metode kerja pada dilakukan dengan diamati fenotip
dari setiap individu Suku Jawa, Batak, Papua, Sulawesi, Tionghoa dan Nusa Tenggara.
Pengamatan dilakukan pada 20 orang setiap suku, kemudian dilakukan penghitungan
frekuensi alel dominan dan resesif. Sehingga diperoleh hasil frekuensi fenotip dominan dan
resesif pada suku Jawa 3,0 dan 2,0. Suku Batak 1,8 dan 3,2. Suku Papua 0,9 dan 4,1. Suku
Sulawesi 2,8 dan 2,2. Suku Tionghoa 1,2 dan 3,8. Suku Nusa Tenggara 1,3 dan 3,7. Dari data
frekuensi yang didapatkan, kebanyakan frekuensi dominan selalu lebih kecil dari pada
frekuensi resesif, hal ini tidak sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg. Ketidaksesuaian data
tersebut diakibatkan oleh jumlah populasi yang sedikit yang tidak sesuai dengan kondisi
syarat Hardy-Weinberg. Sifat dominan dari alel seharusnya lebih sering muncul, karena
frekuensi alel dominan yang lebih besar dari frekuensi alel resesif. Hasil pengamatan
praktikum genetika populasi yang didapat, hanya perolehan frekuensi fenotip pada suku
Jawa dan Sulawesi saja yang sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg. Dimana frekuensi alel
dominan lebih besar daripada frekuensi alel resesif.
Kata Kunci: Frekuensi fenotip dominan dan resesif, Genetika Populasi, Prinsip
keseimbangan Hardy-Weinberg, Rumus keseimbangan Hardy-Weinberg.
2. Pendahuluan
Dalam mempelajari pola pewarisan sifat tertentu pada manusia sulit untuk dilakukan
percobaan persilangan karena pola pewarisan suatu sifat tidak selalu dapat dipelajari
melalui percobaan persilangan buatan. Seluk-beluk pewarisan sifat pada tingkat populasi
dipelajari pada cabang genetika yang disebut genetika populasi. Genetika populasi adalah
cabang ilmu genetika yang mempelajari komposisi gen pada kelompok suatu individu dan
perubahan komposisi gen yang diakibatkan oleh waktu. Genetika populasi berfungsi sebagai
model matematika untuk menghitung perkiraan frekuensi gen pada suatu populasi (Ahlina,
2014).
G.H. Hardy dan W. Weinberg di tahun 1908 menemukan dasar-dasar yang ada
hubungannya dengan frekuensi gen di dalam populasi secara terpisah. Prinsip yang
dinyatakan secara teoritis tersebut dikenal sebagai prinsip Keseimbangan Hardy-Weinberg.
Pada pernyataan tersebut ditegaskan bahwa di dalam populasi yang dalam keadaan
seimbang (ekuilibrum), maka baik frekuensi gen maupun frekuensi genotip akan tetap dari
satu generasi ke generasi seterusnya (Robby, 2017).
Frekuensi alel pada suatu populasi dipengaruhi oleh perkawinan tidak acak, migrasi,
mutasi, seleksi alam, dan genetic drift memiliki kesamaan pengaruh terhadap gen populasi,
yaitu mempengaruhi frekuensi alel atau gen dalam suatu populasi. Keadaan populasi yang
seimbang pada prinsip keseimbangan genetik populasi Hardy-Weinberg adalah populasi
harus berukuran besar, perkawinan terjadi secara acak, tidak terjadi mutasi, migrasi, dan
genetic drift, dan tidak terjadi seleksi alam. Prinsip keseimbangan genetik populasi
dirumuskan (p + q)2 = p2 + 2pq + q2. Rumus perhitungan Hardy-Weinberg dapat dimisalkan
terdapat dua alel A dan a dengan frekuensi p dan q, dengan demikian frekuensi tiga genotip,
dua homozigot dan satu heterozigot dapat dihitung. Kromosom dengan lokus yang memiliki
tiga alel menggunakan rumus (p + q + r)2 = p2 + q2 + r2 + 2pq + 2pr + 2qr (Pangaribowo,
2017).
Manusia memperlihatkan variasi pada beberapa ciri yang dapat dilihat dengan mudah
melalui fenotip atau penampilannya. Ada beberapa fenotipe yang bisa diamati pada
praktikan secara langsung, yaitu widow’s peak yaitu munculnya kontur meruncing dari garis
rambut di dahi yang disebabkan oleh alel dominan, W. Karena alel widow’s peak dominan,
semua individu yang tidak memiliki widow’s peak pastilah homozigot resesif (ww). Sebagian
manusia bisa menggulungkan lidahnya yang disebut roller tongue yang disebabkan oleh gen
dominan yang disimbolkan dengan T. Manusia yang bisa menggulungkan lidahnya memiliki
gen homozigot dominan, TT dan heterozigot, Tt. Manusia yang tidak bisa menggulungkan
lidahnya memiliki gen homozigot resesif, tt. Ear-lobe merupakan salah satu contoh dari alel
dominan dan resesif dimana attached ear-lobe (tidak menggantung) merupakan sisat resesif
dan unattach ear-lobe (menggantung) merupakan sifat dominan. Dan sifat dominan lainnya
berupa lesung pipi dan ibu jari yang dapat melengkung ke arah luar (Marliyani, 2017).
Latar belakang dilakukannya praktikum genetika populasi adalah untuk memahami lebih
dalam tentang genetika populasi, fungsi sebenarnya dari penggunaan genetika populasi,
pewarisan sifat Hair line, lesung pipi, lidah, cuping telinga, dan ibu jari serta cara
3. menghitung frekuensi alel dominan dan resesif pada setiap suku yang berbeda (Prawisuda,
2017).
Berdasarkan prinsip hardy-weinbergh dinyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi
genotip tersebut genotip dalam suatu populasi akan tetap konstan, yaitu berada dalam
kesetimbangan dari satu generasi ke generasi selanjutnya kecuali terdapat pengaruh
tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut. Faktor-faktor yang sesuai dengan
kondisi syarat Hardy-Weinberg akan menyebabkan sifat dominan dari alel lebih sering
muncul daripada sifat resesif, karena frekuensi alel dominan yang lebih besar dari frekuensi
alel resesif (Pangaribowo, 2017).
II. Bahan dan Metode
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 13 Juli, 2017 pukul 14.00 – 16.00 WIB
bertempat di Laboratorium Biologi Umum, Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya
Wacana, Salatiga. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah data hasil
pengamatan fenotip pada pewarisan sifat Hair line, lesung pipi, lidah, cuping telinga, ibu jari
dari setiap individu dengan 6 suku yang berbeda-beda, yaitu Jawa, Batak, Papua, Sulawesi,
Tionghoa dan Nusa Tenggara.
Metode kerja pada praktikum ini adalah diamati fenotip dari setiap individu pada
masing-masing suku (Jawa, Batak, Papua, Sulawesi, Tionghoa dan Nusa Tenggara).
Pengamatan dilakukan pada 20 orang setiap suku. Dari data yang diperloeh kemudian
dilakukan penghitungan frekuensi alel dominan dan resesif.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang sudah dilakukan maka didapatkan hasil berupa
tabel dan diagram batang sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil penghitungan frekuensi alel dominan dan resesif pada pengamatan fenotip
suku Jawa, Batak, Papua, Sulawesi, Tionghoa dan Nusa Tenggara.
Suku
Hair line tipe
Widows peak
Lesung
pipi
Lidah
menggulung
Cuping
telinga
Ibu jari
melengkung
Jumlah
Jawa 16 16 12 20 12
Batak 9 9 11 12 15
Papua 5 4 8 9 7
Sulawesi 6 8 18 7 14
Tionghoa 4 4 12 10 9
Nusa
Tenggara
7 12 6 13 4
4. Diagram batang 1. Hasil Penghitungan Frekuensi Sifat Dominan dan Resesif dari Suku yang
Berbeda.
Pembahasan
Berdasarkan prinsip hardy-weinbergh dinyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi
genotip tersebut genotip dalam suatu populasi akan tetap konstan, yaitu berada dalam
kesetimbangan dari satu generasi ke generasi selanjutnya kecuali terdapat pengaruh
tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut. Berdasarkan hasil yang telah
didapatkan melalui pengamatan dan wawancara secara langsung pada mahasiswa suku
Jawa yang dipilih secara random, diketahui bahwa sifat dominan yang paling banyak muncul
adalah Hair line, lesung pipi, dan cuping telinga yang menggantung. Namun sifat resesif
pada mahasiswa keturunan dari suku Jawa ini yang paling sering muncul adalah seperti lidah
tidak dapat menggulung (roller togue) dan ibu jari yang tidak melengkung. Perbandingan
jumlah pada masing-masing sifat pada mahasiswa suku Jawa dapat diketahui dimana garis
rambut widow’s peak berjumlah 16 mahasiswa dan tanpa widow’s peak berjumlah 4
mahasiswa, pada sifat lesung pipi terdapat 16 mahasiswa berlesung pipi dan 4 mahasiswa
tanpa lesung pipi, kemudian terdapat 12 mahasiswa yang dapat menggulung lidah dan 8
mahasiswa yang tidak bisa menggulung lidah, 20 mahasiswa juga memiliki sifat dominan
berupa unattached ear-lobe (menggantung) dan 0 memiliki attached ear-lobe (menempel),
dan sifat terakhir yang diamati berupa ibu jari yang dapat melengkung keluar dengan
mahasiswa yang memilikinya berjumlah 12 mahasiswa dan 8 mahasiswa yang tidak dapat
melengkungkan ibu jari. Frekuensi sifat dominan yang didapat yaitu sebanyak 3,0 dan
frekuensi resesifnya sebanyak 2,0.
Kemudian pada hasil kelompok lainnya, yaitu pada 20 mahasiswa yang berasal dari
suku Batak dapat diketahui bahwa sifat dominan yang paling banyak muncul adalah pada
lidah yang dapat menggulung (roller togue), cuping telinga menggantung dan ibu jari dapat
melengkung. Namun sifat resesif pada mahasiswa yang merupakan keturunan dari suku
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Jawa Batak Papua Sulawesi Tionghoa Nusa
Tenggara
Frekuensi Fenotip Dari Berbagai Suku
Dominan
Resesif
5. Batak ini lebih banyak muncul, seperti garis rambut tanpa (widow’s peak) dan tanpa lesung
pipi. Perbandingan jumlah pada masing-masing sifat pada mahasiswa Batak dapat diketahui
dimana garis rambut widow’s peak berjumlah 9 mahasiswa dan tanpa widow’s peak
berjumlah 11 mahasiswa, pada sifat lesung pipi terdapat 9 mahasiswa berlesung pipi dan 11
mahasiswa tanpa lesung pipi, kemudian terdapat 11 mahasiswa yang dapat menggulung
lidah dan 9 mahasiswa yang tidak bisa menggulung lidah, 12 mahasiswa juga memiliki sifat
dominan berupa unattached ear-lobe (menggantung) dan 8 lainnya memiliki attached ear-
lobe (melekat), dan sifat terakhir yang diamati berupa ibu jari yang dapat melengkung keluar
dengan mahasiswa yang memilikinya berjumlah 15 mahasiswa dan 5 mahasiswa yang tidak
dapat melengkungkan ibu jari. Frekuensi sifat dominan yang didapat yaitu sebanyak 1,8 dan
frekuensi resesifnya sebanyak 3,2.
Lalu pada hasil kelompok lainnya, yaitu pada 20 mahasiswa yang berasal dari suku Papua
dapat diketahui bahwa tidak ada sifat dominan yang paling banyak muncul dibandingkan
sifat resesif yang selalu sering muncul. Perbandingan jumlah pada masing-masing sifat pada
mahasiswa Papua dapat diketahui dimana garis rambut widow’s peak berjumlah 5
mahasiswa dan tanpa widow’s peak berjumlah 15 mahasiswa, pada sifat lesung pipi
terdapat 4 mahasiswa berlesung pipi dan 16 mahasiswa tanpa lesung pipi, kemudian
terdapat 8 mahasiswa yang dapat menggulung lidah dan 12 mahasiswa yang tidak bisa
menggulung lidah, 9 mahasiswa juga memiliki sifat dominan berupa unattached ear-lobe
(menggantung) dan 11 lainnya memiliki attached ear-lobe (melekat), dan sifat terakhir yang
diamati berupa ibu jari yang dapat melengkung keluar dengan mahasiswa yang memilikinya
berjumlah 7 mahasiswa dan 13 mahasiswa yang tidak dapat melengkungkan ibu jari.
Frekuensi sifat dominan yang didapat yaitu sebanyak 0,9 dan frekuensi resesifnya sebanyak
4,1.
Setelah itu, hasil pada 20 mahasiswa yang berasal dari suku Sulawesi dapat diketahui
bahwa sifat dominan yang paling banyak muncul adalah pada lidah yang dapat menggulung
(roller togue), dan ibu jari dapat melengkung. Namun sifat resesif pada mahasiswa yang
merupakan keturunan dari suku Sulawesi ini lebih banyak muncul, seperti garis rambut
tanpa (widow’s peak), tanpa lesung pipi, dan cuping telinga attached ear-lobe. Perbandingan
jumlah pada masing-masing sifat pada mahasiswa Sulawesi dapat diketahui dimana garis
rambut widow’s peak berjumlah 6 mahasiswa dan tanpa widow’s peak berjumlah 14
mahasiswa, pada sifat lesung pipi terdapat 8 mahasiswa berlesung pipi dan 12 mahasiswa
tanpa lesung pipi, kemudian terdapat 18 mahasiswa yang dapat menggulung lidah dan 2
mahasiswa yang tidak bisa menggulung lidah, 7 mahasiswa juga memiliki sifat dominan
berupa unattached ear-lobe (menggantung) dan 13 lainnya memiliki attached ear-lobe
(melekat), dan sifat terakhir yang diamati berupa ibu jari yang dapat melengkung keluar
dengan mahasiswa yang memilikinya berjumlah 14 mahasiswa dan 6 mahasiswa yang tidak
dapat melengkungkan ibu jari. Frekuensi sifat dominan yang didapat yaitu sebanyak 2,8 dan
frekuensi resesifnya sebanyak 2,2.
Pada hasil kelompok lainnya, yaitu pada 20 mahasiswa yang berasal dari suku Tionghoa
dapat diketahui bahwa sifat dominan yang paling banyak muncul adalah pada lidah yang
6. dapat menggulung (roller togue), cuping telinga menggantung dan ibu jari dapat
melengkung. Namun sifat resesif pada mahasiswa yang merupakan keturunan dari suku
Tionghoa ini lebih banyak muncul, seperti garis rambut tanpa (widow’s peak) dan tanpa
lesung pipi. Perbandingan jumlah pada masing-masing sifat pada mahasiswa Tionghoa dapat
diketahui dimana garis rambut widow’s peak berjumlah 4 mahasiswa dan tanpa widow’s
peak berjumlah 16 mahasiswa, pada sifat lesung pipi terdapat 4 mahasiswa berlesung pipi
dan 16 mahasiswa tanpa lesung pipi, kemudian terdapat 12 mahasiswa yang dapat
menggulung lidah dan 8 mahasiswa yang tidak bisa menggulung lidah, 10 mahasiswa juga
memiliki sifat dominan berupa unattached ear-lobe (menggantung) dan 10 lainnya memiliki
attached ear-lobe (melekat), dan sifat terakhir yang diamati berupa ibu jari yang dapat
melengkung keluar dengan mahasiswa yang memilikinya berjumlah 9 mahasiswa dan 11
mahasiswa yang tidak dapat melengkungkan ibu jari. Frekuensi sifat dominan yang didapat
yaitu sebanyak 1,2 dan frekuensi resesifnya sebanyak 3,8.
Kemudian pada hasil kelompok lainnya, yaitu pada 20 mahasiswa yang berasal dari suku
Nusa Tenggara dapat diketahui bahwa sifat dominan yang paling banyak muncul adalah
pada lesung pipi dan cuping telinga menggantung. Namun sifat resesif pada mahasiswa yang
merupakan keturunan dari suku Nusa Tenggara ini lebih banyak muncul, seperti garis
rambut tanpa (widow’s peak), lidah tidak menggulung, dan ibu jari tidak dapat melengkung.
Perbandingan jumlah pada masing-masing sifat pada mahasiswa Batak dapat diketahui
dimana garis rambut widow’s peak berjumlah 7 mahasiswa dan tanpa widow’s peak
berjumlah 13 mahasiswa, pada sifat lesung pipi terdapat 12 mahasiswa berlesung pipi dan 8
mahasiswa tanpa lesung pipi, kemudian terdapat 6 mahasiswa yang dapat menggulung lidah
dan 14 mahasiswa yang tidak bisa menggulung lidah, 13 mahasiswa juga memiliki sifat
dominan berupa unattached ear-lobe (menggantung) dan 7 lainnya memiliki attached ear-
lobe (melekat), dan sifat terakhir yang diamati berupa ibu jari yang dapat melengkung keluar
dengan mahasiswa yang memilikinya berjumlah 4 mahasiswa dan 16 mahasiswa yang tidak
dapat melengkungkan ibu jari. Frekuensi sifat dominan yang didapat yaitu sebanyak 1,3 dan
frekuensi resesifnya sebanyak 3,7.
Dari data frekuensi yang didapatkan, kebanyakan frekuensi dominan selalu lebih kecil
dari pada frekuensi resesif, hal ini tidak sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg.
Ketidaksesuaian data tersebut bisa jadi diakibatkan oleh berbagai hal, salah satunya
populasi dengan jumlah sedikit, dan faktor-faktor yang tidak sesuai dengan kondisi syarat
Hardy-Weinberg. Sifat dominan dari alel seharusnya lebih sering muncul, karena frekuensi
alel dominan yang lebih besar dari frekuensi alel resesif. Hasil pengamatan praktikum
genetika populasi yang didapat, hanya perolehan frekuensi fenotip pada suku Jawa dan
Sulawesi saja yang sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg. Dimana frekuensi alel dominan
lebih besar daripada frekuensi alel resesif.
7. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
setiap mahasiswa dari suku yang berbeda (Jawa, Batak, Papua, Sulawesi, Tionghoa dan Nusa
Tenggara) memiliki sifat fenotipe yang berbeda-beda pula. Diketahui bahwa frekuensi alel
mahasiswa dari setiap suku yang berbeda mengenai sifat widow’s peak, roller togue, cuping
telinga, lesung pipi, dan ibu jari ternyata tidak sesuai dengan frekuensi pada hukum Hardy-
Weinbergh. Hasil dari praktikum ini menunjukan bahwa data yang diperoleh tidak sesuai
dengan hukum Hardy-Weinbergh, hal ini disebabkan oleh jumlah populasi yang terbatas
atau sedikit dan berbagai syarat Hardy-Weinbergh yang tidak terpenuhi maka dari itu hasil
dari pengamatan gagal dan hanya perolehan frekuensi fenotip pada suku Jawa dan Sulawesi
saja yang sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg. Dimana frekuensi alel dominan lebih besar
daripada frekuensi alel resesif.
Daftar pustaka
Ahlian, N. 2014. Genetika Populasi Pdf.
(https://www.slideshare.net/nurahlina08/genetika-populasi-power-point)
Diakses tanggal 26 Juli, 2017.
Marliyani, W. 2017. Laporan Praktikum Pewarisan Sifat dan Keanekaragaman pada Manusia
pdf.
(https://www.scribd.com/doc/231498452/Laporan-Praktikum-Pewarisan-Sifat-dan-
Keanekaragaman-pada-Manusia-docx). Diakses tanggal 26 Juli, 2017.
Pangaribowo, D. 2014. Genetika Populasi Berdasarkan Sifat Dominan atau Resesif yang
Muncul pdf.
(http://www.academia.edu/9555854/Genetika_Populasi_Berdasarkan_Sifat_Domin
an_atau_Resesif_yang_Muncul) Diakses tanggal 26 Juli, 2017.
Prawisuda, D. 2017. Laporan Praktikum Pengamatan Genetika Populasi pdf.
(http://www.academia.edu/7093301/LAPRAK_PENGAMATAN_GENETIKA_POPULAS)
Diakses tanggal 26 Juli, 2017.
Robby. 2017. Prinsip kesemibangan Genetika populasi pdf.
(https://www.scribd.com/doc/289713491/31832339-genetika-populasi-pdf)
Diakses tanggal 26 Juli, 2017.