1. M I C R O B I A L I N F L U E N C E D C O R R O S I O N
( M I C )
I N D R A M U LYA N A
( 1 9 0 6 4 3 2 5 8 5 )
PA S C A S A R J A N A T E K N I K M AT E R I A L D A N M E TA L U R G I
U N I V E R S I TA S I N D O N E S I A
3. DEFINISI MIC
• Proses korosi yang disebabkan karena adanya pengaruh
mikroorganisme yang menyebabkan lingkungan
tersebut bersifat korosif sehingga berpengaruh
terhadap degradasi material.
• MIC pertama kali ditemukan pada timbal (Pb) oleh J.H.
Garrett 100 tahun yang lalu.
• Jenis mikroorganisme yang terlibat bergantung kepada
tipe material dan lingkungan.
• MIC selalu terjadi akibat interaksi antar koloni
mikroorganisme yang di dalamnya terdiri dari beberapa
tipe bakteri.
4. DEFINISI MIC
• MIC sering ditemui pada proses:
• Industri minyak dan gas,
• Pemipaan & pemurnian,
• Sintesis petrokimia
• Power production
• Fermentasi,
• Pengolahan air limbah,
• Transportasi air minum,
• Pembuatan pulp dan kertas
5. MEKANISME MIC
• Berdasarkan Pope dan Morris (1995), mekanisme yang
berpotensi terlibat dalam MIC adalah :
1. Cathodic depolarization
2. Formation of occluded area on metal surface
3. Fixing the anodic site
4. Underdeposit acid attack
7. MEKANISME MIC
1. Cathodic depolarization
– Diproposed oleh Wolzgen Kuhr dan Van der Vulgt (1934)
– Reaksi yang terjadi :
• 8H2O→ 8OH- + 8H+ (disosiasi air)
• 4Fe→ 4Fe2+ + 8e- (reaksi di anoda)
• 8H+ + 8e- → 8H (reaksi di katoda)
• SO42- + 8H → S2- + 4H2O (depolarisasi katodik oleh Bakteri SRB)
• Fe2+ + S2- → FeS (produk korosi 1)
• 3 Fe2+ + 6OH- → 3 Fe(OH)2 (produk korosi 2)
• Reaksi total : 4Fe + SO42- + 4 H2O → FeS + 3 Fe(OH)2 + 2OH-
8. MEKANISME MIC
2. Formation of occluded area on metal surface
– Berdasarkan pengamatan bahwa bakteri membentuk koloni dilokasi
terjadinya korosi.
– Pembentukan koloni dipengaruhi oleh kondisi metalurgi dari logam
seperti roughness, corrosion sites, inclusions atau surface charge.
– Koloni dari bakteri akan membentuk lapisan sticky polymer yang
cenderung menarik koloni bakteri lainnya untuk mengumpul.
– Kondisi lingkungan dibawah lapisan polimer ini akan sangat berbeda
dengan kondisi dilingkungan sekitar sehingga crevice, perbedaan kadar
oksigen dan perbedaan konsentrasi ion dapat menyebabkan korosi
9. MEKANISME MIC
3. Fixing the anodic site
– Lebih dari 90% dari kerusakan MIC terjadi dalam bentuk pitting.
– Hal ini dikarenakan, mikroorganisme cenderung bertempat tinggal
tetap dilokasi koloninya.
– Dibawah koloni ini, mikroorganisme menginisiasi terbentuknya pitting
baru
4. Underdeposit acid attack
– Hal ini didasarkan pada produk korosi kebanyakan adalah acid dan
acetic acid.
– Jika terdapat acetic acid dengan konsentrasi yang cukup tinggi maka
10. BAKTERI MIC
• Pengelompokkan bakteri berdasarkan
ketersediaan oksigen:
• Aerob : Hidup pada lingkungan
yang ada oksigen;
Contohnya bakteri penitrat dan
bakteri pengoksidasi belerang
menjadi sulfat (SOB) - Thiobacillus
• Anaerob : Hidup pada lingkungan
yang rendah / tidak ada Oksigen
Contohnya Sulphate Reducing
Bacteria/ SRB (Desulphovibrio,
Desulphotomaculum dan
Desulphomonas), Iron Bacteria
Thiobacillu
s
SRB
11. BAKTERI MIC
• MIC biasanya terjadi akibat interaksi antara mikoorganisme yang
berbeda.
• Interaksi antara acid-producing bacteria (APB) dan sulfate-reducing
bacteria (SRB)
Iliustrasi
interaksi antara
APB dan SRB
(Rodney Towers,
2000)
12. BAKTERI MIC
• APB adalah bakteri aerob, membutuhkan oksigen sebagai
nutrisi
• APB menghasilkan low molecular weight organic acid,
alcohol dan aldehydes
• Organic acid merupakan sumber nutrisi SRB, sehingga SRB
dapat dengan baik tumbuh pada lingkungan tersebut
• Ketika SRB mulai menghasilkan hydrogen sulfida (HSO42-),
maka lingkungan akan menjadi asam.
• Pitting akan terbentuk dimana lapisan iron sulfida (FeS)
akan menjadi katodik dan base metal menjadi anodik.
14. BAKTERI MIC
• Pengaruh Lain dari bakteri terhadap lingkungan :
• Slime forming (perusak lapisan pasivasi pada stainless steel)
• Acid producing
• Sulfate reducing
• Nitrate reducing
• Iron oxidizing
• Iron reducing (gallionella)
*Tiap kelompok terdiri dari ratusan jenis bakteri
16. PENCEGAHAN MIC
• Material selection – penggunaan komposit
• Protective coating – mengurangi kontak logam dan lingkungan
• Sistem design and operation – sistem yang bersih, kontrol
kandungan air, menghindari desain deadleg
• Chemical treatment (membunuh bakteri, kontrol kandungan
oksigen, mengatur pH)
17. • Judul :
Microbiologically influenced corrosion (MIC) in stainless
steel heat exchanger
• Sumber :
E. Huttunen-Saarivirta et, al, Department of Materials
Science, Tampere University of Technology, Finland
• Publisher :
Applied Surface Science, Elsevier (2012)
REVIEW/CASE STUDY JURNAL
19. TUJUAN PENELITIAN
• Tujuan penelitian :
Mengamati MIC yang terjadi pada stainless steel heat
exchanger melalui investigasi mikrostruktur base material
dan produk korosi MIC pada stainless steel heat exchanger
20. HEAT EXCHANGER
Adalah equipment yang digunakan untuk mengalirkan energi
panas antara dua atau lebih fluida atau permukaan padat yang
memiliki perbedaan temperatur.
Aplikasi Heat Exchanger adalah sebagai pemanas / pendingin
suatu sistem
Penelitian ini dibatasi pada pengamatan produk korosi yang
terjadi dari sebuah Shell and Tube Heat Exchanger setelah 36
bulan pemakaian (fluida : fresh water dari cooling tower)
21. HEAT EXCHANGER
Adalah equipment yang digunakan untuk mengalirkan energi
panas antara dua atau lebih fluida atau permukaan padat yang
memiliki perbedaan temperatur.
Aplikasi Heat Exchanger adalah sebagai pemanas / pendingin
suatu sistem
Penelitian ini dibatasi pada pengamatan produk korosi yang
terjadi dari sebuah Shell and Tube Heat Exchanger setelah 36
bulan pemakaian (fluida : fresh water dari cooling tower)
23. METODE PENELITIAN
• Melakukan failure analysis terhadap HE setelah pemakaian 36
bulan
• Medium fresh water
• Inlet temperature : 45 °C; Outlet temperature : 75 °C
• Material : Stainless Steel 304
• Metode Pengamatan :
• Inspeksi visual
• XRD : menentukan fasa yang terbentuk
• Optical Microscope : pengamatan struktur mikro
• SEM & EDS
• Vickers Hardness test
24. HASIL - VISUAL
–Visual inspeksi menunjukkan bahwa penetrasi korosi tertinggi
mencapai 6,2 mm
–Rata-rata penetrasi : 2 - 4 mm
27. HASIL - SEM
a. Area terkorosi
b. Biofilm yang terbentuk
c. Bakteri dipermukaan (rod
shaped)
d. Bakteri dipermukaan (rod
shaped)
e. Lapisan oksida di
permukaan
f. Lapisan oksida di
permukaan
Perkiraan bakteri :
28. HASIL - SEM & EDS
POTONGAN MELINTANG
Zone 1 Porous structure, terdiri dari oksigen
dan besi, tidak ada Cr
Zone 2 Porous structure, terdiri dari sulfur,
oksigen, dan besi dengan sedikit Cr (komposisi
heterogen)
Zone 3 Produk korosi, terdiri dari banyak sulfur,
oksigen, Cr, dan iron (komposisi homogen)
Zone 4 Produk korosi, terdiri dari oksigen, Cr,
sedikit sulfur
29. HASIL - HARDNESS TEST (VICKERS)
Location Corroded Area Non-Corroded Area
Near Surface 199 165
Center 186 158
Near Bottom 183 173
30. DISKUSI - PROPOSED MECHANISM
• Pembentukan
lapisan film oleh
bakteri MIC
• Perubahan
konsentrasi
oksigen
• Proses pasivasi
terhambat
• Korosi terjadi
sesuai reaksi :
Cr 2+ + 3H2O → Cr(OH)3 + 3H+
Cr → Cr3+ + 3e-
Fe2+ + 2OH- → Fe(OH)2
Fe → Fe2+ + 2e-
31. KESIMPULAN
• Dari hasil failure analysis ditemukan bahwa rod-shaped
bacteria terlibat dalam MIC yang terjadi heat exchanger.
• Produk korosi ditutupi oleh lapisan shell dimana terjadi
perbedaan konsentrasi oksigen yang memicu terjadinya
korosi.
• Proses pasivasi dari Stainless Stell terhambat akibat
adanya lapisan film yang dibentuk oleh Bakteri
32. REFERENSI
• Callister Jr, William D. Fundamentals of Material Science and
Engineering. John Wiley & Sons Inc., 2005
• Denny A. Jones, Principles and preventions of Corrosion, Prentice-Hall.
1996
• Fontana Mars, Corrosion Engineering, McGraw-Hill, 1987
• E. Huttunen-Saarivirta, Microbiologically Influenced Corrosion (MIC) in
Stainless Steel Heat Exchanger, Applied Surface Science, Elsevier, 2012
• Sten B. Axelsen and Trond Rogne, Do microorganisms “eat” metal?,
SINTEF Materials Technology.