JAKARTA, GQ - Tasinah (60) yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh pengupas kerang hijau, di perkampungan nelayan Muara Angke, Pluit, Jakarta Utara ini, tak henti-hentinya tersenyum begitu mendapatkan daging kurban sapi dari Tim Global Qurban/GQ ACT. “Ibu ora doyan daging, sukanya tempe,” ujarnya, ketika ditanya mengapa tak henti-hentinya tersenyum. “Ibu mah ngga bisa makan daging, wong ngga pernah, bisanya tempe. Ini untuk cucu, dari kemarin cucu minta dimasakin daging, tapi belum ada dagingnya,”tuturnya lagi, sambil sesekali tertawa, saat berbincang dengan Tim GQ-ACT dari MRI Jakarta Raya, di hari tasyrik terakhir, Kamis (15/9).
“Kemarin wes melu ngantri tapi langsung diserbu, ibu jadi ngga kebagian. Ibu pasrah tahun ini ngga dapet daging, syukur alhamdulillah dapat juga, bisa masakin buat cucu,” ungkap Tasinah, dengan mata berkaca-kaca penuh haru. Tasinah menyeka sudut matanya ketika ia mengakhiri ucapannya. Sementara Syifa, sang cucu tengah asik bermain kerang dihampar jalanan yang penuh dengan kulit-kulit kerang.
Tasinah Ibu yang memiliki 6 anak ini, kini tinggal hanya bersama anak bungsunya dan seorang cucu. Sementara kelima anak lainnya tinggal di Indramayu - Jawa Barat. “Ibu asli Tegal kalau bapak Indramayu, tapi bapak ninggal (meninggal dunia-red) sudah 2 tahun,” tuturnya.
1. Tasinah: "Daging ini untuk Cucu"
21 September 2016
JAKARTA, GQ - Tasinah (60) yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh pengupas kerang hijau, di
perkampungan nelayan Muara Angke, Pluit, Jakarta Utara ini, tak henti-hentinya tersenyum begitu
mendapatkan daging kurban sapi dari Tim Global Qurban/GQ ACT. “Ibu ora doyan daging, sukanya
tempe,” ujarnya, ketika ditanya mengapa tak henti-hentinya tersenyum. “Ibu mah ngga bisa makan
daging, wong ngga pernah, bisanya tempe. Ini untuk cucu, dari kemarin cucu minta dimasakin
daging, tapi belum ada dagingnya,”tuturnya lagi, sambil sesekali tertawa, saat berbincang dengan
Tim GQ-ACT dari MRI Jakarta Raya, di hari tasyrik terakhir, Kamis (15/9).
“Kemarin wes melu ngantri tapi langsung diserbu, ibu jadi ngga kebagian. Ibu pasrah tahun ini ngga
dapet daging, syukur alhamdulillah dapat juga, bisa masakin buat cucu,” ungkap Tasinah, dengan
mata berkaca-kaca penuh haru. Tasinah menyeka sudut matanya ketika ia mengakhiri ucapannya.
Sementara Syifa, sang cucu tengah asik bermain kerang dihampar jalanan yang penuh dengan
kulit-kulit kerang.
Tasinah Ibu yang memiliki 6 anak ini, kini tinggal hanya bersama anak bungsunya dan seorang
cucu. Sementara kelima anak lainnya tinggal di Indramayu - Jawa Barat. “Ibu asli Tegal kalau
bapak Indramayu, tapi bapak ninggal (meninggal dunia-red) sudah 2 tahun,” tuturnya.
Ia bercerita bahwa sejak tahun 1989, ia bersama suaminya yang memang seorang nelayan tinggal
di pemukiman nelayan Muara Angke. Semenjak suaminya meninggal dunia, Ia menggantikan
suaminya menjadi tulang punggung keluarganya. Untuk bertahan hidup, ia pun bekerja sebagai
buruh pengupas kerang hijau bersama anak bungsunya. Meski anak-anaknya sudah mengajaknya
untuk kembali ke Indramayu, namun ia merasa sangat keberatan meninggalkan tempat yang sudah
hampir 30 tahun ditempatinya.
Saat ini yang membuatnya resah adalah ancaman penggusuran yang terus menghantui dirinya
bersama warga kampung nelayan lainnnya di sepanjang pesisir pantai. “Dengan rencana
pembangunan proyek Pluit City nanti, Ibu sangat khawatir rumah ibu dan warga kampung nelayan
ini akan tergusur,”keluhnya.
Di tengah kegelisahan warga kampung nelayan inilah GQ-ACT berusaha membahagiakan mereka
dengan ratusan bungkus daging kurban, yang didustribusikan kepada 250 Kepala Keluarga/KK di
kampung nelayan, dimana mereka jarang sekali mendapatkan (menkonsumsi) daging dalam
kehidupan sehari-harinya.
Semoga daging kurban yang mereka dapatkan membahagiakan dan mengurangi beban
kegelisahan Tasinah bersama warga kampung nelayan lainnya karena semua bahagia berkurban![]
(Sarah Ratu Satriavi & Muhajir Arif Rahmani)