SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. LATAR BELAKANG 
Realita yang sudah tak asing lagi ditelinga kita adalah narkoba melanda anak muda. 
Pergaulan bebas sudah seperti jamur yang tumbuh subur di negeri yang yang kaya akan hasil 
alamnya ini. Tawuran antar pelajar merupakan hal biasa yang katanya “Gak keren Bro kalo 
ga tawuran”. Melihat fenomena tersebut malah membuat orang tua menjadi resah, guru 
kehilangan jurus, petugas keamanan mati kutu, masyarakat pun tercekam. Mau jadi apa anak-anak 
kita nanti? 
Anak merupakan karunia sekaligus ujian bagi orang tua. Mendidik mereka menjadi 
sebuah amanah terbesar dan terberat yang harus dipikul orang tua. Punya anak yang saleh dan 
salehah merupakan harapan setiap orang tua, tetapi untuk mencapainya bukanlah diperoleh 
dengan cara yang instan. 
Berkaitan dengan hal itu, Allah berfirman dalam surah al-Tahrîm ayat 6 yang bunyinya : 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَة عَلَيْهَا 
) مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَََّّ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَ رُونَ ) ٦ 
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka 
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, 
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan 
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 
Beranjak dari fenomena diatas dalam bahasan kali ini menarik untuk didiskusikan 
bersama bagaimana sebenarnya dan seharusnya pengasuhan dan pendidikan anak dalam islam 
agar kedepannya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dan kita sebagai orang tua benar-benar 
mengamalkan apa yang diperintahkan Allah seperti dalam firman-Nya surah al-Tahrîm 
ayat 6 diatas. 
B. RUMUSAN MASALAH 
1. Bagaimana Pemeliharaan dan pengasuhan Anak ? 
2. Bagaimana Tanggung Jawab terhadap Anak Bila Terjadi Perceraian ? 
3. Bagaimana Pandangan Islam terhadap Pemeliharaan dan Pengasuhan Anak ? 
4. Bagaimana Konsep Pengasuhan Dan Pendidikan Anak Dalam Islam ? 
C. TUJUAN 
Untuk mengetahui pemeliharaan dan pengasuhan anak dalam pandangan agama islam
BAB I 
PEMBAHASAN 
A. Pemeliharaan dan pengasuhan Anak 
Pemeliharaan anak adalah pemenuhan berbagai aspek kebutuhan primer dan sekunder anak. 
Pemeliharaan meliputi berbagai aspek, yaitu pendidikan, biaya hidup, kesehatan, ketentraman 
dan segala aspek yang berakitan dengan kebutuhannya. Dlaam ajaran Islam diungkapkan 
bahwa tanggung jawab ekonomi berada di pundak suami sebagai kepala rumah tangga, dan 
tidak tertutup kemungkinan tanggung jawab itu beralih kepada istri untuk membantu 
suaminya bila suami tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu, amat 
penting mewujudkan kerja sama dan saling membantu antara suami dan istri dalam 
memelihara anak sampai ia dewasa. Hal dimaksud pada prinsipnya adalah tanggung jawab 
suami istri kepada anak-anaknya. KHI menjelaskan sebagai berikut: 
Pasal 98 KHI 
1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang 
tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah 
melangsungkan perkawinan. 
2. Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hokum di dalam dan 
diluar pengadilan. 
3. Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu 
menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya meninggal. 
Pasal 98 tersebut memberikan isyarat bahwa kewajiban kedua orang tua adalah mengantarkan 
anak-anaknya, dengan cara mendidik, membekali dengan ilmu pengetahuan untuk menjadi 
bekal mereka di hari dewasanya. Secara khusus Al-Qur'an menganjurkan kepada ibu agar 
menyusui anak-anaknya secara sempurna (sampai usia dua tahun). Namun, al-Qur'an juga 
mengisyaratkan kepada ayah atau ibu supaya melaksanakan kewajibannya berdasarkan 
kemampuannya, dan sama sekali al-Qur'an tidak menginginkan ayah atau ibu menderita 
karena anakny. Apabila orang tua tidak mampu memikul tanggung jawab terhadap anaknya, 
maka tanggung jawab dapat dialihkan kepada keluarganya (Surah al-Baqarah (2) ayat 233). 
   
   
     
    
   
     
     
    
    
     
    
     
    
    
    
   
    
    
Artinya: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu 
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan 
pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut 
kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan 
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin 
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak 
ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak 
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah 
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan." 
(QS. Al-Baqarah: 233) 
Selain itu, hak anak terhadap orang tuanya adalah anak mendapat pendidikan, baik menulis 
maupun membaca, pendidikan keterampilan, dan mendapatkan rezeki yang halal. Hal ini 
berdasarkan hadits Nabi Muhammad sebagai berikut: 
حَقَّ الْوَلَدِ عَلىَ وَالِدِ اَنْ يعُلَِمَِّهُ الْكِتَابَةَ وَالسِِّبَاحَةَ وَالرِِّمَايَةَ وَاَنْ لاَيرَْزُقَهُ اِلاطََّيِِّبًا )رواه البيهقي( 
Artinya: "Hak seorang anak kepada orang tuanya adalah mendapat pendidikan menulis, 
renang, memanah dan mendapat rezeki yang halal. (HR Baihaqi) 
Berdasarkan hadis tersebut, Pasal 45, 46 dan 47 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 
membuat garis hokum sebagai berikut: 
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya 
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu 
kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara 
orang tua putus. 
Pasal 46 
(1) Anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka yang baik
(2) Jika anak lebih dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan 
keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya. 
Pasal 47 
1. Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas tahun) atau belum pernah 
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka 
tidak dicabut dari kekuasaannya. 
2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hokum di dalam dan di luar 
pengadilan. 
Selain kewajiban di atas, kewajiban lain yang menjadi tanggung jawab orang tua, yaitu hak 
kebendaan. Pasal 106 KHI mengungkapkan garis hokum sebagai berikut. 
Pasal 106 KHI 
(1) Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum 
dewasa atau dibawah pengampuan, dan tidak diperbolehkan memindahkan atau 
menggadaikannya kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan 
kemaslahatyan sang anak itu menghendaki atua suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan 
lagi. 
(2) Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan 
kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1). 
Selain KHI tersebut, Pasal 28 UU Perkawinan menegaskan bahwa orang tua tidak 
diperbolehkan memindahkan hak atua menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki 
anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas tahun) atau belum melangsungkan 
perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. 
Kalau seorang bayi disusukan oleh orang yang bukan melahirkannya maka perempuan yang 
menyusui bayi bertanggung oleh ayah bayi itu. Hal ini diatur oleh Pasal 104 KHI sebagai 
berikut: 
(1) Semua biaya penyusuan anak dipertanggungjawabkan kepada ayahnya. Apabila 
ayahnya telah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan kepada orang yang 
berkewajiban memberi nafkan kepada ayahnya atau walinya. 
(2) Penyusuan dilakukan untuk paling lama dua tahun dan dapat dilakukan penyapihan 
dalam masa kurang dua tahun dengan persetujuan ayah ibunya. 
Demikian uraian mengenai ketentuan pemeliharaan anak dan batas-batasnya yang menjadi 
tanggung jawab orang tua terutama ayah sebagai kepala rumah tangga dan pelindung 
keluarga, bagi istri dan anak-anaknya.1[1] 
B. Tanggung Jawab terhadap Anak Bila Terjadi Perceraian
Pada dasarnya orang tua bertanggung jawab atas pemeliharaan anak-anaknya, baik orang tua 
dalam keadaan rukun maupun dalam keadaan sudah bercerai. Pemeliharaan anak biasa 
disebut hadanah dalam kajian fiqih. Hadanah adalah memelihara seseorang anak yang belum 
mampu hidup mandiri yang meliputi pendidikan dan segala sesuatu yang diperlukannya baik 
dalam bentuk melaksanakan maupun dalam bentuk menghindari sesuatu yang dapat 
merusaknya. Hal ini dirumuskan garis hukumnya dalam pasal 41 UU Perkawinan sebagai 
berikut: 
Pasal 41 UUP 
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah 
1. Baik ibu atau ayah tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, 
semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai 
penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusannya. 
2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang 
diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi 
kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya 
tersebut 
3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya 
penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. 
Garis hokum yang terkandung dalam Pasal 41 Undang-Undang tersebut, tampak tidak 
membedakan antara tanggung jawab pemeliharaan yang mengandung nilai materiil dengan 
tanggung jawab pengasuhan anak yang mengandung nilai nonmaterial atau yang 
mengandung nilai kasih saying. Undang-Undang Perkawinan penekanannya berfokus pada 
nilai materiilnya, sedangkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yang penekanannya meliputi 
kedua aspek tersebut, yakni sebagai berikut: 
Pasal 105 KHI 
Dalam hal terjadi perceraian 
1. Pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak 
ibunya 
2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di 
antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. 
3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya 
Ketentuan KHI tersebut, tampak bahwa tanggung jawab seorang ayah atau ia sudah kawin 
lagi. Dapat juga dipahami bahwa ketika anak itu masih kecil (belum baligh) maka 
pemeliharaannya merupakan hak ibu, namun biaya ditanggung oleh ayahnya. Selain itu, anak 
yang belum mumayyiz maka ibu mendapat prioritas utama untuk mengasuh anaknya. Apabila 
anak sudah mumayyiz maka sang anak berhak memilih di antara ayah atau ibunya yang ia 
ikuti. Tergantung dari anak dalam menentukan pilihannya. Lain halnya bila orang tua lalai
dalam melaksanakan tanggung jawab, biak dalam merawat dan mengembangkan harta 
anaknya. Orang tua yang demikian dapat dicabut atau dialihkan kekuasaannya bila ada alas 
an-alasan yang menuntut pengalihan tersebut. Hal ini berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang 
Perkawinan yang berbunyi sebagai berikut: 
(1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak 
atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak 
dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang 
berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal: 
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya 
b. Ia berkelakuan buruk sekali 
(2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk 
memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. 
Kalau perceraian dilakukan oleh pegawai negeri, orang tua terikat dalam pelaksanaan 
tanggung jawab terhadap anaknya. Hal ini diatur oleh pemerintah melalui surat Edaran 
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) Nomor 08/SE/1983 pada poin 19 
yang menyatakan: 
Apabila perceraian terjadi atas kehendak pegawai negeri sipil pira, maka ia wajib 
menyerahkan sebagaian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya, dengan 
ketentuan sebagai berikut; 
a. Apabila anak mengikuti bekas istri, maka pembagian gaji ditetapkan sebagai berikut: 
1. Sepertiga gaji untuk pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan 
2. Sepertiga gaji untuk bekas istrinya 
3. Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterimakan kepada bekas istrinya 
b. Apabila perkawinan tidak menghasilkan anak, maka gaji dibagi dua, yaitu setengah 
untuk pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan dan setengah untuk bekas istrinya. 
c. Apabila anak mengikuti pegawai negeri pria yang bersangkutan maka pembagian gaji 
ditetapkan sebagai berikut: 
1. Sepertiga gaji untuk pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan 
2. Sepertiga gaji untuk bekas istrinya 
3. Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterimakan pada pegawai negeri sipil pria yang 
bersangkutan 
d. Apabila sebagian anak mengikuti pegawai negeri sipil yang bersangkutan dan sebagian 
lainnya mengikuti bekas istrinya, maka 1/3 gaji yang menjadi hak anak itu dibagi menurut 
jumlah anak. Umpamanya seorang pegawai negeri sipil bercerai dengan istrinya, pada waktu 
perceraian terjadi mereka mempunyai 3 orang anak, yang seorang mengikuti pegawai negeri 
sipil yang bersangkutan dan yang 2 orang anak mengikuti bekas istrinya. Dalam hah yang 
demikian, maka bagian gaji yang menjadi hak anak itu dibagi sebagai berikut: 
(1) 1/3 dari 1/3 gaji = 1/9 gaji diterima kepada pegawai negeri sipil yang bersangkutan
(2) 2/3 dari 1/3 gaji = 2/9 gaji diterima kepada bekas istrinya. 
Ketentuan di atas tidak berlaku apabila perceraian terjadi atas kehendak istri yang 
bersangkutan, kecuali istri yang bersangkutan meminta cerai karena dimadu maka sesudah 
perceraian terjadi bekas istri tersebut berhak atas bagian gaji tersebut. Selain itu, apabila 
bekas istri yang bersangkutan kawin lagi, pembayaran bagian gaji dihentikan terhitung mulai 
bulan berikutnya bekas istri yang dimaksud kawin lagi. Demikian juga, bekas istri yang 
bersangkutan kawin lagi, sedangkan semua anak ikut kepada bekas istri tersebut, maka 1/3 
gaji tetap menjadi hak anak yang diterimakan kepada bekas istri yang bersangkutan. Lain 
halnya, pada waktu perceraian sebagian anak mengikuti pegawai negeri sipil dan sebagian 
lagi mengikuti bekas istri dan bekas istri kawin lagi dan anak tetap mengikutinya, maka 
bagian gaji yang menjadi hak anak itu tetap diterimakan kepada bekas istri dimaksud. 
Aturan diatas diberlakukan kepada pegawai sipil, muatan ketentuannya dapat juga 
diberlakukan kepada suami istri yang bercerai bila mereka mempunyai anak. Karena masa 
depan anak adalah tanggung jawab dari kedua orang tuanya. 
C. Pandangan Islam terhadap Pemeliharaan dan Pengasuhan Anak 
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengasuhan adalah proses, perbuatan, atau cara 
mengasuh. Mengasuh dalam bahasa arab berasal dari akar kata حَضَنَ – يَحْضُنُ yang artinya 
asuh, mengasuh. Mengasuh anak adalah menjaga orang yang belum mampu mandiri 
mengurus urusannya sendiri, mendidik, menjaganya dari hal yang merusak atau pun yang 
membahayakannya. 
Beranjak dari hal itu dan melihat dalam kamus besar bahasa Indonesia pendidikan adalah 
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha 
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses perbuatan, cara 
mendidik. Dalam bahasa arab pendidikan berasal dari akar kata ترَْبِيِّة yang artinya didik, 
pendidikan. Apabila istilah tarbiyah diambil dari fi’il madhi-nya (rabbayânî) maka ia 
mempunyai arti memproduksi, mengasuh, menanggung, memberi makan, menumbuhkan, 
mengembangkan, memelihara, membesarkan, dan menjinakkan. Dalam alqur’an dapat 
ditemui tiga ayat yang senada dengan istilah tersebut, yaitu: dalam surah al-Isra’:24 yang 
bunyinya: kamâ rabbayânî shaghîra. Ayat ini menunjukkan pengasuhan dan pendidikan 
orang tua kepada anak-anaknya baik jasmani maupun rohani. Dalam surah asy-Syu’ara:18 
yang bunyinya: alam nurabbika fina walîda. Ayat ini menunjukkan pengasuhan fir’aun 
terhadap Nabi Musa sewaktu kecil akan tetapi hanya jasmani saja tidak untuk rohani. 
Kemudian dalam surah al-Baqarah: 276 yang bunyinya: yamhullahurribâ wa yurbî 
shadaqah. Ayat ini berkenaan dengan makna menumbuh kembangkan dalam pengertian 
tarbiyyah seperti Allah menumbuh kembangkan sedekah dan menghapus riba.
Tidak banyak literatur yang penulis dapat tentang pengertian “pengasuhan” anak. kalau 
dilihat dari kata “pengasuhan” berbeda dengan “pendidikan”, tetapi sejauh penulis pahami 
dari pengertian yang ada maknanya sama saja, karena pengasuhan itu merupakan tanggung 
jawab orang tua terhadap anaknya yang mana didalamnya selain memberikan kebutuhan 
jasmani dan kebutuhan rohani juga kebutuhan pendidikan. Artinya kalau boleh dikatakan 
“pengasuhan anak” maka sama saja maknanya “pendidikan anak”. 
D. Konsep Pengasuhan Dan Pendidikan Anak Dalam Islam 
Al-Qur’an telah menjelaskan bagaimana pendidikan anak dalam islam. Dimulai dengan 
bagaimana orang tua berbicara dengan anak-anaknya. Seperti dalam surah Luqman: 13 yang 
berbunyi: 
) وَ إِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللََِّّ إِنَّ الشِِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ) ٣١ 
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi 
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya 
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". 
Dalam ayat tersebut mengajarkan kepada orang tua agar berbicara dengan anak dengan cara 
lemah lembut disertai dengan kasih sayang yang mendalam tanpa memandangnnya dengan 
penuh kebencian. Diharuskan juga ketika orang tua menyuruh ataupun melarang harus 
menggunakan argumentasi logis, misalnya ayah atau ibu melarang anak untuk tidak kebut-kebutan 
dijalan karena itu dapat membahayakan dirinya dan tentunya membuat orang tua 
khawatir, lebih baik pergi kepengajian dimesjid lebih mendapat pahala dari pada melakukan 
hal yang tidak bermanfaat dijalanan. 
Orang tua dalam mendidik anaknya harus dengan benar, jangan dibiarkan begitu saja karena 
anak merupakan amanah yang diberikan Allah kepada orang tua. Maka dari itulah mendidik 
anak harus dengan baik dan benar sesuai tuuntunan al-Qur’an. Pada masa sekarang para 
orang tua dengan bangganya memberikan pendidikan kepada anaknya sampai jenjang yang 
tinggi dan mendapat gelar sarjana. Hal itu bisa saja orang tua lakukan dengan tujuan untuk 
menunjang kemaslahatan kehidupan duniawinya akan tetapi jangan lupa pendidikan 
kemaslahatan kehidupan akhiratnya kelak. Seperti Rasulullah ajarkan kepada kita bahwa 
pendidikan itu sebenarnya ada tiga yaitu: ayat yang pasti, sunnah yang benar, dan kewajiban 
yang harus dilakukan. Ayat yang pasti itu maksudnnya seperti ilmu tauhid, ushuluddin, 
kajian-kajian tentang sang pencipta. Sunnah yang benar seperti hal-hal yang berkaitan dengan 
keikhlashan, ilmu tentang kemuliaan manusia dan kehinaannya, cara mendapatkan kemuliaan 
dan menghindari dari kehinaan. Kewajiban yang harus dilakukan seperti ilmu-ilmu fiqih.
Sedangkan ilmu-ilmu yang lainnya hanyalah pelengkap saja seperti ilmu-ilmu umum sampai 
mendapat gelar professor hanyalah untuk ilmu pelengkap demi kemaslahatan anak kelak. 
Sebagai orang tua yang ingin benar-benar mendidik anaknya agar menjadi manusia dan 
muslimin yang berada dalam garis ajaran islam bisa menerapkan ajaran-ajaran Luqman dalam 
al-Qur’an yang insyaAllah anak yang kita didik tidak akan keluar dari koridor islam. 
Dikatakan demikian karena ajaran-ajaran Luqman yang ditawarkan ini merupakan bersumber 
dari sumber asli yakni al-Qur’an. 
Pertama, perintah untuk mensyukuri ni’mat dalam surah Luqman ayat 12 yang bunyi 
ayatnya adalah: 
و لَََقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلََِّّ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَ إِنَّ 
) اللَََّّ غَنِيٌّ حَمِيدٌ ) ٣١ 
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: 
"Bersyukurlah kepada Allah. Dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka 
Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, 
Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". 
Dalam tafsir Ibnu Katsir menurut cerita yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Abi Arubah, dari 
Qatadah tentang firman Allah dalam ayat ini menerangkan bahwa Allah telah memberikan 
pemahaman, pengetahuan dan ta’bir mimpi kepada Luqman tentang islam padahal dia bukan 
seorang Nabi dan tidak diberikan wahyu. Allah memerintahkan kepadanya untuk bersyukur 
kepada Allah atas apa yang telah diberikan, dianugerahkan dan dihadiahkan oleh-Nya berupa 
keutamaan yang hanya dikhususkan kepadanya, tidak kepada orang lain yang sejenis di 
masanya. Apabila bersyukur kepada Allah maka manfaat dan pahalanya hanya akan kembali 
kepada orang-orang yang bersyukur itu sendiri. Barang siapa yang tidak bersyukur kepada 
Allah maka hal itu tidak membahayakan-Nya sekalipun seluruh penghuni alam ini 
mengkufuri-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Kaya dari hamba-hamba-Nya2[9]. 
Kedua, perintah untuk tidak menyekutukan Allah dalam surah Luqman ayat 13 yang bunyi 
ayatnya adalah: 
) وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللََِّّ إِنَّ الشِِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ) ٣١
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi 
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya 
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". 
Asbabun Nuzul ayat 13 dalam surah ini adalah: dari ‘alqamah ra., dari ‘abdullah ra., dia 
berkata , “tatkala turun QS. Al-An’âm: 82, kalangan sahabat bertanya, ‘siapa diantara kita 
yang tidak berbuat zalim terhadap dirinya?’ lalu turunlah ayat ini.” (HR. Bukhârî) 
Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan bahwa Luqman memberikan wasiat kepada putranya 
yang bernama Tsaran yang merupakan orang yang paling dikasihi dan dicintainya. Ini 
merupakan wasiat yang paling utama yakni untuk beribadah kepada Allah yang tidak ada 
sekutu bagi-Nya karena sesungguhnya syirik (mempersekutukan Allah) merupakan 
kezhaliman terbesar. 
Dalam surah al-An’âm ayat 82 juga disebutkan hal yang sama untuk tidak menyekutukan- 
Nya, yang bunyi ayatnya: 
الِّ ذََِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُ لْمٍ 
Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan 
kezaliman (syirik)…” 
Selain surah al-An’âm ayat 82, juga ditemukan dalam surah al-Isrâ’ ayat 23. Dalam ayat 
tersebut diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan berbakti pada Ibu-Bapak, yang 
bunyi ayatnya: 
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تعَْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا 
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia 
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…” 
Selain ayat tersebut masih banyak lagi ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan hal tersebut. 
Selain ayat al-Qur’an tentunya hadits juga mendukung larangan syirik, bunyi haditsnya: 
حَدَّثَنَا الْحَوْطِيُّ ، حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سِنَانٍ ، عَنْ يَحْيىَ بْنِ جَابِرٍ الطَّائِيِِّ ، ع نْ مُعَاوِيَة بْنِ حَكِيمٍ ، عَنْ أَبِيهِ حَكِيمٍ رَضِ يَ اللََُّّ عَنْهُ ، أَنَّهُ أَتىَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ : يَا 
رَسُولَ اللهِ ، بِمَا أرَْسَلَكَ رَبُّنَا ؟ قَالَ : تعَْبُدُ اللَََّّ تعََالىَ لا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ الصَّلاةَ ، وَتُؤْتِي 
الزَّكَاةَ ، وَكُلُّ الْمُسْلِمِ عَلىَ الْمُسْلِمِ مُحَرَّمٌ ، يَا حَكِيمُ ، هَذاَ دِينُكَ أَيْنمََا تكَُنْ يكَْفِكَ 
Ketiga, berterima kasih kepada orang tua surah Luqman ayat 14 yang bunyi ayatnya adalah: 
و وَََصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أمُُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ 
) لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ ) ٣١
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu- 
Bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan 
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, 
hanya kepada-Ku lah kembalimu”. 
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar berbuat baik pada kedua orang tua, yang mana 
ibunya mengandung dalam keadaan lemah. Menurut Mujahid berkata: “beratnya kesulitan 
mengandung anak” sedangkan menurut Qatadah berkata: “keberatan demi kebeatan”. Setelah 
melahirkan yakni mengasuh dan menyusuinya selama dua tahun kalau memang ingin 
menyempurnakannya. Allah menyebutkan (dalam ayat ini) pengasuhan seorang ibu, 
kelelahan dan kesulitannya saat menjaganya diwaktu siang dan bahkan harus bergadang 
malam hari hanya untuk merawat bayi yang tidak punya daya apa-apa karena begitu besar 
cintanya pada buah hati maka dari itulah Allah memerintahkan untuk bersyukur kepada-Nya 
dan kepada kedua orang tuanya. 
Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim yang senada dengan hal ini. 
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لايجزي ولد والده إلا أن يجده 
مملوكا فيشتريه فيعتقه 
Artinya: Dari Abu hurairah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “seorang tidak dapat 
membalas budi kedua orang tuanya, kecuali jika mendapatkan orang tuanya menjadi budak, 
kemudian ia membeli dan memerdekakannya.”3[13] 
Keempat, bila orang tua musyrik maka tetap saja baik dalam urusan dunia saja dalam 
surah Luqman ayat 15 yang bunyi ayatnya adalah: 
وَإِنْ جَاهَداَكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تطُِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوف ا 
) وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِليََّ ثُمَّ إِليََّ مَرْجِعكُُمْ فَأنَُبِِّئكُُمْ بِمَا كُنْتُمْ تعَْمَلُونَ ) ٣١ 
Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang 
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan 
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada- 
Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka kuberitakan kepadamu apa yang telah 
kamu kerjakan”. 
Ayat ini menjelaskan bahwa jika kedua orang tua memaksakan agamanya (selain islam), 
maka janganlah (kamu) menerimanya dan itu pun tak boleh menghalangimu untuk berbuat
baik kepada keduanya di dunia secara ma’ruf (baik) dan tetap ikuti orang-orang yang kembali 
kepada Allah.4[14] 
Kelima, menanamkan pada anak bahwa akan adanya balasan akhirat dalam surah Luqman 
ayat 16 yang bunyi ayatnya adalah: 
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تكَُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتكَُنْ فِي صَخْرَةٍ أوَْ فِي السَّمَاوَاتِ أوَْ فِي 
) الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللََُّّ إِنَّ اللَََّّ لَطِيفٌ خَبِيرٌ ) ٣٦ 
Artinya: (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat 
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan 
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui. 
Tafsir ayat ini adalah suatu perbuatan seberat biji sawi yaitu kezhaliman dan kesalahan 
sekalipun seberat biji sawi, niscaya Allah akan membalasnya. Allah akan menghadirkannya 
pada hari kiamat ketika Dia mendirikan timbangan keadilan serta membalasnya. Jika 
kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan jika keburukan maka akan dibalas dengan 
keburukan. Senada dalam surah al-Anbiyâ’: 47 yang bunyi ayatnya: 
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا 
Artinya: “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah 
dirugikan seseorang barang sedikitpun” 
Sekalipun biji sawi itu terlindungi dan terhalang di dalam batu besar hitam atau di tempat 
terasing jauh di ujung langit dan bumi, sesungguhnya Allah akan menghadirkannya karena 
tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dan tidak ada satu biji dzarrah pun yang ada di langit 
dan di bumi yang terluput dari-Nya. Allah Maha Halus ilmu-Nya sehingga tak ada sesuatu 
pun yang tersembunyi dari-Nya, sekalipun kecil, halus dan lembut. 
Keenam, perintah shalat, amar ma’ruf nahi munkar, dan sabar dalam surah Luqman ayat 
17 yang bunyi ayatnya adalah: 
يَ ا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَ زْمِ الأمُورِ 
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan 
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa 
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” 
Dalam ayat ini Luqman menyuruh anaknya agar mendirikan shalat dengan menegakkan 
batas-batasnya, melakukan fardhu-fardhunya dan menetapkan waktu-waktunya. Menyuruh 
(manusia) mengerjakan yang baik dan mencegah dari perbuatan yang munkar sesuai dengan 
kemampuan dan kesungguhanmu. Bersabarlah terhadap apa yang menimpamu karena orang
yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar pasti akan mendapat gangguan dari manusia, maka 
dia memerintahkannya untuk bersabar.5[16] 
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim adalah perintah untuk mendirikan shalat, 
bunyi haditsnya: 
فقد حدثناه أبو الحسن أحمد بن محمد العنزي ثنا عثمان بن سعيد الدرامي ثنا النفيلي ثنا زهير 
و غيره عن سليمان التيمي عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال : كان آخر وصية رسول الله 
صلى الله عليه و سلم حين حضره الموت : الصلاة الصلاة مرتين و ما ملكت أيمانكم و ما 
زال يغرغر بها في صدره و ما يفيض بها لسانه 
Artinya: “Wasiat terakhir Rasulullah saw menjelang wafat adalah: Shalat…! Shalat…! Dua 
kali dan budak-budak yang kalian miliki. Kalimat itulah yang terus keluar masuk dadanya 
dan digerak-gerakkan lisannya.” 
Hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar yang tak asing lagi kita dengar yang mana 
diriwayatkan Muslim, bunyi haditsnya: 
عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وآله 
وسلم يقوم : من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع 
فبقلبه وذلك أضعف الإيمان. رواه مسلم 
Artinya: “Dari Abi Said al-Khudri ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, 
“barang siapa melihat yang kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan 
tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, jika ia tidak mampu maka dengan 
hatinya, yang demikian itu adalah selemah- lemahnya iman.” 
Selanjutnya hadits tentang perintah sabar, diriwayatkan Muslim, bunyi haditsnya adalah: 
إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه ، ولا ينزع من شيء إلا شانه ( . رواه مسلم 
Artinya: “Sesungguhnya tidak ada kelembutan pada sesuatu hal kecuali dia akan 
menghiasinya, dan tidaklah ia tercabut dari suatu hal melainkan akan mencorengnya.” 6[19] 
Ketujuh, untuk tidak berlaku sombong dalam surah Luqman ayat 18-19 yang bunyi ayatnya 
adalah:
وَلا تُصَعِرِّْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تمَْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَََّّ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ 
) ٣١ (وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ ) ٣١ ( 
Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan 
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai 
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan 
dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. 
Tafsir ayat ini adalah bahwa dia (Luqman) berkata: janganlah engkau palingkan wajahmu 
dari manusia jika engkau berkomunikasi dengan mereka atau mereka berkomunikasi 
denganmu karena merendahkan mereka atau karena kesombongan, akan tetapi merendahlah 
dan maniskanlah wajahmu terahadap mereka. Janganlah kamu sombong, takabbur, otoriter, 
dan (menjadi) pembangkang. Jikalau engkau lakukan hal itu maka Allah pasti akan 
memurkaimu, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan 
bangga pada diri sendiri serta sombong pada orang lain. Dalam berjalan juga harus secara 
sederhana, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, akan tetapi adil dan pertengahan. Juga 
dalam hal berbicara janganlah berlebihan dan jangan mengeraskan suara pada sesuatu yang 
tidak bermanfaat. Keterlaluan mengangkat suara disamakan dengan keledai dalam ketinggian 
dan kekerasannya dan disamping itu kekerasan suara tersebut merupakan hal yang dimurkai 
Allah. Penyerupaan suara ini dengan keledai menjadi konsekuensi logis keharaman dan 
ketercelaannya yang sangat keras.7[20] 
Hadits yang berkenaan dengan larangan sombong, yang diriwayatkan Muttafaqun ‘alaih: 
حدثنا محمد بن أحمد بن أبي خيثمة قال وجدت في كتاب جدي بخطه ثنا إسماعيل بن أبان 
حدثني مسعر ثنا معبد بن خالد : عن حارثة بن وهب و المستورد الفهري قالا قال رسول الله 
صلى الله عليه و سلم : ألا أخبركم بأهل الجنة ؟ كل ضعيف متضعف لو أقسم على الله لأبره 
ألا أخبركم بأهل النار ؟ كل عتل جواظ مستكبر 
Artinya: “Dari Haritsah bin Wahab ra, dia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah saw 
bersabda,” maukah kamu saya beritahukan tentang penghuni neraka? Mereka adalah orang 
yang kaku dan kasar, berakhlak sangat buruk dan sombong.”
BAB II 
PENUTUP 
A. KESIMPULAN 
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, 
Pemeliharaan dan pengasuhan anak adalah pemenuhan berbagai aspek kebutuhan primer dan 
sekunder anak. Pemeliharaan meliputi berbagai aspek, yaitu pendidikan, biaya hidup, 
kesehatan, ketentraman dan segala aspek yang berakitan dengan kebutuhannya. 
Pada dasarnya orang tua bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pengasuhan anak-anaknya, 
baik orang tua dalam keadaan rukun maupun dalam keadaan sudah bercerai. 
Pemeliharaan anak biasa disebut hadanah dalam kajian fiqih. Hadanah adalah memelihara 
dan mengasuh seseorang anak yang belum mampu hidup mandiri yang meliputi pendidikan 
dan segala sesuatu yang diperlukannya baik dalam bentuk melaksanakan maupun dalam 
bentuk menghindari sesuatu yang dapat merusaknya. 
B. SARAN 
Makalah masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang sifatnya 
membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA 
1. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubâbut Tafsîr 
Min Ibni Katsîr (Terj. Tafsir Ibnu Katsir, oleh Abdul Ghoffar, et al, Bogor, Pustaka 
Imam asy-Syafi’I, 2008, cet-5 jilid 6, h. 399), Mu-assasah Dâr al-hilâl Kairo, cet-1, 
1994. 
2. Al-Attas, Muhammad al-Naquib, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung, Mizan, 
1998. 
3. Baharits, Adnan Hasan Shalih, Mas’ûliyyatul Abilmuslimi fi Tarbiyatil Waladi (Terj. 
Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, Jakarta, Gema Insani Press, 1996, 
Cet-1, h. 105), Jeddah-Saudi Arabia, Darul Mujtama, 1991, Cet-2. 
4. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 
Balai Pustaka, 1990, Cet-3.
KATA PENGANTAR 
Puji syukur kami panjatkan pada Allah SWT, Karena atas berkat dan rahmat-Nya 
penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah Agama ini. Dengan kami harapkan 
kiranya makalah yang telah kami susun dapat bermanfaat bagi para pembaca atau pihak lain 
yang membutuhkan informasi dalam makalah “PANDANGAN ISLAM TERHADAP 
PEMELIHARAAN DAN PENGASUHAN ANAK” 
Dalam makalah ini terdapat banyak sekali informasi mengenai nilai-nilai yang berkaitan dan 
menjadi dasar dalam Kebidanan. 
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari kata sempurna,untuk itu 
kami berbesar hati untuk menerima segala kritik dan saran dari berbagai pihak. Kami juga 
tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah bersedia 
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. 
Akhir kata kami mohon maaf atas kekurangan serta kejanggalan baik isi maupun dalam 
teknik penyusunannya. 
Raha, November 2013 
Penyusun
DAFTAR ISI 
Kata Pengantar..................................................................................................................... i 
Daftar Isi.............................................................................................................................. ii 
BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang................................................................................................................ 1 
B. Rumusan masalah............................................................................................................ 1 
C. Tujuan............................................................................................................................. 1 
BAB II PEMBAHASAN 
1. Pemeliharaan dan pengasuhan Anak........................................................................ 2 
2. Tanggung Jawab terhadap Anak Bila Terjadi Perceraian...................................... 4 
3. Pandangan Islam terhadap Pemeliharaan dan Pengasuhan Anak......................... 7 
4. Konsep Pengasuhan Dan Pendidikan Anak Dalam Islam...................................... 8 
BAB III PENUTUP 
3.1 KESIMPULAN................................................................................................................15 
3.2 SARAN............................................................................................................................16 
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................17
MAKALAH 
PANDANGAN ISLAM 
TERHADAP PEMELIHARAAN DAN PENGASUHAN ANAK 
DI SUSUN OLEH: 
KELOMPOK 12 
1. NOVITASARI (2013.IB.0026) 
2. HARTINA (2013.IB.0013) 
TINGKAT I A. 
AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA 
KABUPATEN MUNA 
2013 / 2014

More Related Content

Similar to Makalah pandangan islam tehadap pemeliharaan dan pengasuhan anak

Pencatatan nama orang tua bagi anak yang tidak diketahui by aco
Pencatatan nama orang tua bagi anak yang tidak diketahui by acoPencatatan nama orang tua bagi anak yang tidak diketahui by aco
Pencatatan nama orang tua bagi anak yang tidak diketahui by acokristoforusacoindra fadlieagle
 
pernikahandini-130429075135-phpapp02.pdf
pernikahandini-130429075135-phpapp02.pdfpernikahandini-130429075135-phpapp02.pdf
pernikahandini-130429075135-phpapp02.pdfMuhammadRanim
 
Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah diktum2015
 
Tmk perlindungan dan pemberdayaan hak anak
Tmk perlindungan dan pemberdayaan hak anakTmk perlindungan dan pemberdayaan hak anak
Tmk perlindungan dan pemberdayaan hak anakKhalid Al Qadri
 
Keperawatan agama modul 3 kb2
Keperawatan agama modul 3 kb2Keperawatan agama modul 3 kb2
Keperawatan agama modul 3 kb2Anton Saja
 
Skripsi hukum
Skripsi hukumSkripsi hukum
Skripsi hukummoncos123
 
Perlindungan Anak Dalam Pandangan Islam
Perlindungan Anak Dalam Pandangan IslamPerlindungan Anak Dalam Pandangan Islam
Perlindungan Anak Dalam Pandangan Islamwantiamelia
 
Suami suri rumah
Suami suri rumahSuami suri rumah
Suami suri rumahhidayat07
 
Sistem perilndungana anak
Sistem perilndungana anakSistem perilndungana anak
Sistem perilndungana anakRizal Fahmi
 
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3NPROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3NARZEN MUTAKIN
 
Asas Hukum Keluarga - Usman Jambak
Asas Hukum Keluarga - Usman JambakAsas Hukum Keluarga - Usman Jambak
Asas Hukum Keluarga - Usman JambakUsman Jambak
 
Pernikahan Dini Dalam Hukum Indonesia.pptx
Pernikahan Dini Dalam Hukum Indonesia.pptxPernikahan Dini Dalam Hukum Indonesia.pptx
Pernikahan Dini Dalam Hukum Indonesia.pptxEgi Fahroji
 
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan AgamaPedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agamapjj_kemenkes
 

Similar to Makalah pandangan islam tehadap pemeliharaan dan pengasuhan anak (20)

Pencatatan nama orang tua bagi anak yang tidak diketahui by aco
Pencatatan nama orang tua bagi anak yang tidak diketahui by acoPencatatan nama orang tua bagi anak yang tidak diketahui by aco
Pencatatan nama orang tua bagi anak yang tidak diketahui by aco
 
Pernikahan dini
Pernikahan diniPernikahan dini
Pernikahan dini
 
pernikahandini-130429075135-phpapp02.pdf
pernikahandini-130429075135-phpapp02.pdfpernikahandini-130429075135-phpapp02.pdf
pernikahandini-130429075135-phpapp02.pdf
 
Pernikahan dini
Pernikahan diniPernikahan dini
Pernikahan dini
 
Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah
 
Makalah bayi tabung
Makalah bayi tabungMakalah bayi tabung
Makalah bayi tabung
 
Tmk perlindungan dan pemberdayaan hak anak
Tmk perlindungan dan pemberdayaan hak anakTmk perlindungan dan pemberdayaan hak anak
Tmk perlindungan dan pemberdayaan hak anak
 
Keperawatan agama modul 3 kb2
Keperawatan agama modul 3 kb2Keperawatan agama modul 3 kb2
Keperawatan agama modul 3 kb2
 
Skripsi hukum
Skripsi hukumSkripsi hukum
Skripsi hukum
 
Perlindungan Anak Dalam Pandangan Islam
Perlindungan Anak Dalam Pandangan IslamPerlindungan Anak Dalam Pandangan Islam
Perlindungan Anak Dalam Pandangan Islam
 
Uu 04 1979
Uu 04 1979Uu 04 1979
Uu 04 1979
 
Suami suri rumah
Suami suri rumahSuami suri rumah
Suami suri rumah
 
BAB I ku.docx
BAB I ku.docxBAB I ku.docx
BAB I ku.docx
 
Sistem perilndungana anak
Sistem perilndungana anakSistem perilndungana anak
Sistem perilndungana anak
 
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3NPROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
PROBLEMATIKA PERKAWINAN DI INDONESIA, BY ARZ3N
 
Asas Hukum Keluarga - Usman Jambak
Asas Hukum Keluarga - Usman JambakAsas Hukum Keluarga - Usman Jambak
Asas Hukum Keluarga - Usman Jambak
 
Anugerah ilahi rumi
Anugerah ilahi rumiAnugerah ilahi rumi
Anugerah ilahi rumi
 
Pernikahan Dini Dalam Hukum Indonesia.pptx
Pernikahan Dini Dalam Hukum Indonesia.pptxPernikahan Dini Dalam Hukum Indonesia.pptx
Pernikahan Dini Dalam Hukum Indonesia.pptx
 
Makalah kb dalam islam wa ida
Makalah kb dalam islam wa idaMakalah kb dalam islam wa ida
Makalah kb dalam islam wa ida
 
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan AgamaPedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
Pedoman menciptakan keluarga berdasarkan Agama
 

More from Septian Muna Barakati (20)

Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
 
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
 
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
 
Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA
 
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
 
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
 
Dokomen polisi
Dokomen polisiDokomen polisi
Dokomen polisi
 
Dokumen perusahaan
Dokumen perusahaanDokumen perusahaan
Dokumen perusahaan
 
Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3
 
Dosa besar
Dosa besarDosa besar
Dosa besar
 
Ekosistem padang lamun
Ekosistem padang lamunEkosistem padang lamun
Ekosistem padang lamun
 
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi pendudukFaktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
 
E
EE
E
 
Faktor
FaktorFaktor
Faktor
 
Fho...................
Fho...................Fho...................
Fho...................
 
555555555555555 (2)
555555555555555 (2)555555555555555 (2)
555555555555555 (2)
 
99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya
 
10 impact of global warming
10 impact of global warming10 impact of global warming
10 impact of global warming
 
10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global
 
5 w 1h penyakit hiv
5 w 1h  penyakit hiv5 w 1h  penyakit hiv
5 w 1h penyakit hiv
 

Makalah pandangan islam tehadap pemeliharaan dan pengasuhan anak

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Realita yang sudah tak asing lagi ditelinga kita adalah narkoba melanda anak muda. Pergaulan bebas sudah seperti jamur yang tumbuh subur di negeri yang yang kaya akan hasil alamnya ini. Tawuran antar pelajar merupakan hal biasa yang katanya “Gak keren Bro kalo ga tawuran”. Melihat fenomena tersebut malah membuat orang tua menjadi resah, guru kehilangan jurus, petugas keamanan mati kutu, masyarakat pun tercekam. Mau jadi apa anak-anak kita nanti? Anak merupakan karunia sekaligus ujian bagi orang tua. Mendidik mereka menjadi sebuah amanah terbesar dan terberat yang harus dipikul orang tua. Punya anak yang saleh dan salehah merupakan harapan setiap orang tua, tetapi untuk mencapainya bukanlah diperoleh dengan cara yang instan. Berkaitan dengan hal itu, Allah berfirman dalam surah al-Tahrîm ayat 6 yang bunyinya : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَة عَلَيْهَا ) مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَََّّ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَ رُونَ ) ٦ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Beranjak dari fenomena diatas dalam bahasan kali ini menarik untuk didiskusikan bersama bagaimana sebenarnya dan seharusnya pengasuhan dan pendidikan anak dalam islam agar kedepannya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dan kita sebagai orang tua benar-benar mengamalkan apa yang diperintahkan Allah seperti dalam firman-Nya surah al-Tahrîm ayat 6 diatas. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Pemeliharaan dan pengasuhan Anak ? 2. Bagaimana Tanggung Jawab terhadap Anak Bila Terjadi Perceraian ? 3. Bagaimana Pandangan Islam terhadap Pemeliharaan dan Pengasuhan Anak ? 4. Bagaimana Konsep Pengasuhan Dan Pendidikan Anak Dalam Islam ? C. TUJUAN Untuk mengetahui pemeliharaan dan pengasuhan anak dalam pandangan agama islam
  • 2. BAB I PEMBAHASAN A. Pemeliharaan dan pengasuhan Anak Pemeliharaan anak adalah pemenuhan berbagai aspek kebutuhan primer dan sekunder anak. Pemeliharaan meliputi berbagai aspek, yaitu pendidikan, biaya hidup, kesehatan, ketentraman dan segala aspek yang berakitan dengan kebutuhannya. Dlaam ajaran Islam diungkapkan bahwa tanggung jawab ekonomi berada di pundak suami sebagai kepala rumah tangga, dan tidak tertutup kemungkinan tanggung jawab itu beralih kepada istri untuk membantu suaminya bila suami tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Oleh karena itu, amat penting mewujudkan kerja sama dan saling membantu antara suami dan istri dalam memelihara anak sampai ia dewasa. Hal dimaksud pada prinsipnya adalah tanggung jawab suami istri kepada anak-anaknya. KHI menjelaskan sebagai berikut: Pasal 98 KHI 1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 2. Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hokum di dalam dan diluar pengadilan. 3. Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya meninggal. Pasal 98 tersebut memberikan isyarat bahwa kewajiban kedua orang tua adalah mengantarkan anak-anaknya, dengan cara mendidik, membekali dengan ilmu pengetahuan untuk menjadi bekal mereka di hari dewasanya. Secara khusus Al-Qur'an menganjurkan kepada ibu agar menyusui anak-anaknya secara sempurna (sampai usia dua tahun). Namun, al-Qur'an juga mengisyaratkan kepada ayah atau ibu supaya melaksanakan kewajibannya berdasarkan kemampuannya, dan sama sekali al-Qur'an tidak menginginkan ayah atau ibu menderita karena anakny. Apabila orang tua tidak mampu memikul tanggung jawab terhadap anaknya, maka tanggung jawab dapat dialihkan kepada keluarganya (Surah al-Baqarah (2) ayat 233).                             
  • 3.                                              Artinya: "Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 233) Selain itu, hak anak terhadap orang tuanya adalah anak mendapat pendidikan, baik menulis maupun membaca, pendidikan keterampilan, dan mendapatkan rezeki yang halal. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad sebagai berikut: حَقَّ الْوَلَدِ عَلىَ وَالِدِ اَنْ يعُلَِمَِّهُ الْكِتَابَةَ وَالسِِّبَاحَةَ وَالرِِّمَايَةَ وَاَنْ لاَيرَْزُقَهُ اِلاطََّيِِّبًا )رواه البيهقي( Artinya: "Hak seorang anak kepada orang tuanya adalah mendapat pendidikan menulis, renang, memanah dan mendapat rezeki yang halal. (HR Baihaqi) Berdasarkan hadis tersebut, Pasal 45, 46 dan 47 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan membuat garis hokum sebagai berikut: (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya (2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara orang tua putus. Pasal 46 (1) Anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka yang baik
  • 4. (2) Jika anak lebih dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya. Pasal 47 1. Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas tahun) atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hokum di dalam dan di luar pengadilan. Selain kewajiban di atas, kewajiban lain yang menjadi tanggung jawab orang tua, yaitu hak kebendaan. Pasal 106 KHI mengungkapkan garis hokum sebagai berikut. Pasal 106 KHI (1) Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau dibawah pengampuan, dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan kemaslahatyan sang anak itu menghendaki atua suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi. (2) Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1). Selain KHI tersebut, Pasal 28 UU Perkawinan menegaskan bahwa orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atua menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas tahun) atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. Kalau seorang bayi disusukan oleh orang yang bukan melahirkannya maka perempuan yang menyusui bayi bertanggung oleh ayah bayi itu. Hal ini diatur oleh Pasal 104 KHI sebagai berikut: (1) Semua biaya penyusuan anak dipertanggungjawabkan kepada ayahnya. Apabila ayahnya telah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan kepada orang yang berkewajiban memberi nafkan kepada ayahnya atau walinya. (2) Penyusuan dilakukan untuk paling lama dua tahun dan dapat dilakukan penyapihan dalam masa kurang dua tahun dengan persetujuan ayah ibunya. Demikian uraian mengenai ketentuan pemeliharaan anak dan batas-batasnya yang menjadi tanggung jawab orang tua terutama ayah sebagai kepala rumah tangga dan pelindung keluarga, bagi istri dan anak-anaknya.1[1] B. Tanggung Jawab terhadap Anak Bila Terjadi Perceraian
  • 5. Pada dasarnya orang tua bertanggung jawab atas pemeliharaan anak-anaknya, baik orang tua dalam keadaan rukun maupun dalam keadaan sudah bercerai. Pemeliharaan anak biasa disebut hadanah dalam kajian fiqih. Hadanah adalah memelihara seseorang anak yang belum mampu hidup mandiri yang meliputi pendidikan dan segala sesuatu yang diperlukannya baik dalam bentuk melaksanakan maupun dalam bentuk menghindari sesuatu yang dapat merusaknya. Hal ini dirumuskan garis hukumnya dalam pasal 41 UU Perkawinan sebagai berikut: Pasal 41 UUP Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah 1. Baik ibu atau ayah tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan memberi keputusannya. 2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut 3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Garis hokum yang terkandung dalam Pasal 41 Undang-Undang tersebut, tampak tidak membedakan antara tanggung jawab pemeliharaan yang mengandung nilai materiil dengan tanggung jawab pengasuhan anak yang mengandung nilai nonmaterial atau yang mengandung nilai kasih saying. Undang-Undang Perkawinan penekanannya berfokus pada nilai materiilnya, sedangkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam yang penekanannya meliputi kedua aspek tersebut, yakni sebagai berikut: Pasal 105 KHI Dalam hal terjadi perceraian 1. Pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya 2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. 3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya Ketentuan KHI tersebut, tampak bahwa tanggung jawab seorang ayah atau ia sudah kawin lagi. Dapat juga dipahami bahwa ketika anak itu masih kecil (belum baligh) maka pemeliharaannya merupakan hak ibu, namun biaya ditanggung oleh ayahnya. Selain itu, anak yang belum mumayyiz maka ibu mendapat prioritas utama untuk mengasuh anaknya. Apabila anak sudah mumayyiz maka sang anak berhak memilih di antara ayah atau ibunya yang ia ikuti. Tergantung dari anak dalam menentukan pilihannya. Lain halnya bila orang tua lalai
  • 6. dalam melaksanakan tanggung jawab, biak dalam merawat dan mengembangkan harta anaknya. Orang tua yang demikian dapat dicabut atau dialihkan kekuasaannya bila ada alas an-alasan yang menuntut pengalihan tersebut. Hal ini berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Perkawinan yang berbunyi sebagai berikut: (1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal: a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya b. Ia berkelakuan buruk sekali (2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. Kalau perceraian dilakukan oleh pegawai negeri, orang tua terikat dalam pelaksanaan tanggung jawab terhadap anaknya. Hal ini diatur oleh pemerintah melalui surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN) Nomor 08/SE/1983 pada poin 19 yang menyatakan: Apabila perceraian terjadi atas kehendak pegawai negeri sipil pira, maka ia wajib menyerahkan sebagaian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya, dengan ketentuan sebagai berikut; a. Apabila anak mengikuti bekas istri, maka pembagian gaji ditetapkan sebagai berikut: 1. Sepertiga gaji untuk pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan 2. Sepertiga gaji untuk bekas istrinya 3. Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterimakan kepada bekas istrinya b. Apabila perkawinan tidak menghasilkan anak, maka gaji dibagi dua, yaitu setengah untuk pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan dan setengah untuk bekas istrinya. c. Apabila anak mengikuti pegawai negeri pria yang bersangkutan maka pembagian gaji ditetapkan sebagai berikut: 1. Sepertiga gaji untuk pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan 2. Sepertiga gaji untuk bekas istrinya 3. Sepertiga gaji untuk anaknya yang diterimakan pada pegawai negeri sipil pria yang bersangkutan d. Apabila sebagian anak mengikuti pegawai negeri sipil yang bersangkutan dan sebagian lainnya mengikuti bekas istrinya, maka 1/3 gaji yang menjadi hak anak itu dibagi menurut jumlah anak. Umpamanya seorang pegawai negeri sipil bercerai dengan istrinya, pada waktu perceraian terjadi mereka mempunyai 3 orang anak, yang seorang mengikuti pegawai negeri sipil yang bersangkutan dan yang 2 orang anak mengikuti bekas istrinya. Dalam hah yang demikian, maka bagian gaji yang menjadi hak anak itu dibagi sebagai berikut: (1) 1/3 dari 1/3 gaji = 1/9 gaji diterima kepada pegawai negeri sipil yang bersangkutan
  • 7. (2) 2/3 dari 1/3 gaji = 2/9 gaji diterima kepada bekas istrinya. Ketentuan di atas tidak berlaku apabila perceraian terjadi atas kehendak istri yang bersangkutan, kecuali istri yang bersangkutan meminta cerai karena dimadu maka sesudah perceraian terjadi bekas istri tersebut berhak atas bagian gaji tersebut. Selain itu, apabila bekas istri yang bersangkutan kawin lagi, pembayaran bagian gaji dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya bekas istri yang dimaksud kawin lagi. Demikian juga, bekas istri yang bersangkutan kawin lagi, sedangkan semua anak ikut kepada bekas istri tersebut, maka 1/3 gaji tetap menjadi hak anak yang diterimakan kepada bekas istri yang bersangkutan. Lain halnya, pada waktu perceraian sebagian anak mengikuti pegawai negeri sipil dan sebagian lagi mengikuti bekas istri dan bekas istri kawin lagi dan anak tetap mengikutinya, maka bagian gaji yang menjadi hak anak itu tetap diterimakan kepada bekas istri dimaksud. Aturan diatas diberlakukan kepada pegawai sipil, muatan ketentuannya dapat juga diberlakukan kepada suami istri yang bercerai bila mereka mempunyai anak. Karena masa depan anak adalah tanggung jawab dari kedua orang tuanya. C. Pandangan Islam terhadap Pemeliharaan dan Pengasuhan Anak Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengasuhan adalah proses, perbuatan, atau cara mengasuh. Mengasuh dalam bahasa arab berasal dari akar kata حَضَنَ – يَحْضُنُ yang artinya asuh, mengasuh. Mengasuh anak adalah menjaga orang yang belum mampu mandiri mengurus urusannya sendiri, mendidik, menjaganya dari hal yang merusak atau pun yang membahayakannya. Beranjak dari hal itu dan melihat dalam kamus besar bahasa Indonesia pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses perbuatan, cara mendidik. Dalam bahasa arab pendidikan berasal dari akar kata ترَْبِيِّة yang artinya didik, pendidikan. Apabila istilah tarbiyah diambil dari fi’il madhi-nya (rabbayânî) maka ia mempunyai arti memproduksi, mengasuh, menanggung, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, dan menjinakkan. Dalam alqur’an dapat ditemui tiga ayat yang senada dengan istilah tersebut, yaitu: dalam surah al-Isra’:24 yang bunyinya: kamâ rabbayânî shaghîra. Ayat ini menunjukkan pengasuhan dan pendidikan orang tua kepada anak-anaknya baik jasmani maupun rohani. Dalam surah asy-Syu’ara:18 yang bunyinya: alam nurabbika fina walîda. Ayat ini menunjukkan pengasuhan fir’aun terhadap Nabi Musa sewaktu kecil akan tetapi hanya jasmani saja tidak untuk rohani. Kemudian dalam surah al-Baqarah: 276 yang bunyinya: yamhullahurribâ wa yurbî shadaqah. Ayat ini berkenaan dengan makna menumbuh kembangkan dalam pengertian tarbiyyah seperti Allah menumbuh kembangkan sedekah dan menghapus riba.
  • 8. Tidak banyak literatur yang penulis dapat tentang pengertian “pengasuhan” anak. kalau dilihat dari kata “pengasuhan” berbeda dengan “pendidikan”, tetapi sejauh penulis pahami dari pengertian yang ada maknanya sama saja, karena pengasuhan itu merupakan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya yang mana didalamnya selain memberikan kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani juga kebutuhan pendidikan. Artinya kalau boleh dikatakan “pengasuhan anak” maka sama saja maknanya “pendidikan anak”. D. Konsep Pengasuhan Dan Pendidikan Anak Dalam Islam Al-Qur’an telah menjelaskan bagaimana pendidikan anak dalam islam. Dimulai dengan bagaimana orang tua berbicara dengan anak-anaknya. Seperti dalam surah Luqman: 13 yang berbunyi: ) وَ إِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللََِّّ إِنَّ الشِِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ) ٣١ Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dalam ayat tersebut mengajarkan kepada orang tua agar berbicara dengan anak dengan cara lemah lembut disertai dengan kasih sayang yang mendalam tanpa memandangnnya dengan penuh kebencian. Diharuskan juga ketika orang tua menyuruh ataupun melarang harus menggunakan argumentasi logis, misalnya ayah atau ibu melarang anak untuk tidak kebut-kebutan dijalan karena itu dapat membahayakan dirinya dan tentunya membuat orang tua khawatir, lebih baik pergi kepengajian dimesjid lebih mendapat pahala dari pada melakukan hal yang tidak bermanfaat dijalanan. Orang tua dalam mendidik anaknya harus dengan benar, jangan dibiarkan begitu saja karena anak merupakan amanah yang diberikan Allah kepada orang tua. Maka dari itulah mendidik anak harus dengan baik dan benar sesuai tuuntunan al-Qur’an. Pada masa sekarang para orang tua dengan bangganya memberikan pendidikan kepada anaknya sampai jenjang yang tinggi dan mendapat gelar sarjana. Hal itu bisa saja orang tua lakukan dengan tujuan untuk menunjang kemaslahatan kehidupan duniawinya akan tetapi jangan lupa pendidikan kemaslahatan kehidupan akhiratnya kelak. Seperti Rasulullah ajarkan kepada kita bahwa pendidikan itu sebenarnya ada tiga yaitu: ayat yang pasti, sunnah yang benar, dan kewajiban yang harus dilakukan. Ayat yang pasti itu maksudnnya seperti ilmu tauhid, ushuluddin, kajian-kajian tentang sang pencipta. Sunnah yang benar seperti hal-hal yang berkaitan dengan keikhlashan, ilmu tentang kemuliaan manusia dan kehinaannya, cara mendapatkan kemuliaan dan menghindari dari kehinaan. Kewajiban yang harus dilakukan seperti ilmu-ilmu fiqih.
  • 9. Sedangkan ilmu-ilmu yang lainnya hanyalah pelengkap saja seperti ilmu-ilmu umum sampai mendapat gelar professor hanyalah untuk ilmu pelengkap demi kemaslahatan anak kelak. Sebagai orang tua yang ingin benar-benar mendidik anaknya agar menjadi manusia dan muslimin yang berada dalam garis ajaran islam bisa menerapkan ajaran-ajaran Luqman dalam al-Qur’an yang insyaAllah anak yang kita didik tidak akan keluar dari koridor islam. Dikatakan demikian karena ajaran-ajaran Luqman yang ditawarkan ini merupakan bersumber dari sumber asli yakni al-Qur’an. Pertama, perintah untuk mensyukuri ni’mat dalam surah Luqman ayat 12 yang bunyi ayatnya adalah: و لَََقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلََِّّ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَ إِنَّ ) اللَََّّ غَنِيٌّ حَمِيدٌ ) ٣١ Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Dalam tafsir Ibnu Katsir menurut cerita yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Abi Arubah, dari Qatadah tentang firman Allah dalam ayat ini menerangkan bahwa Allah telah memberikan pemahaman, pengetahuan dan ta’bir mimpi kepada Luqman tentang islam padahal dia bukan seorang Nabi dan tidak diberikan wahyu. Allah memerintahkan kepadanya untuk bersyukur kepada Allah atas apa yang telah diberikan, dianugerahkan dan dihadiahkan oleh-Nya berupa keutamaan yang hanya dikhususkan kepadanya, tidak kepada orang lain yang sejenis di masanya. Apabila bersyukur kepada Allah maka manfaat dan pahalanya hanya akan kembali kepada orang-orang yang bersyukur itu sendiri. Barang siapa yang tidak bersyukur kepada Allah maka hal itu tidak membahayakan-Nya sekalipun seluruh penghuni alam ini mengkufuri-Nya karena sesungguhnya Allah Maha Kaya dari hamba-hamba-Nya2[9]. Kedua, perintah untuk tidak menyekutukan Allah dalam surah Luqman ayat 13 yang bunyi ayatnya adalah: ) وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللََِّّ إِنَّ الشِِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ ) ٣١
  • 10. Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Asbabun Nuzul ayat 13 dalam surah ini adalah: dari ‘alqamah ra., dari ‘abdullah ra., dia berkata , “tatkala turun QS. Al-An’âm: 82, kalangan sahabat bertanya, ‘siapa diantara kita yang tidak berbuat zalim terhadap dirinya?’ lalu turunlah ayat ini.” (HR. Bukhârî) Dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan bahwa Luqman memberikan wasiat kepada putranya yang bernama Tsaran yang merupakan orang yang paling dikasihi dan dicintainya. Ini merupakan wasiat yang paling utama yakni untuk beribadah kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya karena sesungguhnya syirik (mempersekutukan Allah) merupakan kezhaliman terbesar. Dalam surah al-An’âm ayat 82 juga disebutkan hal yang sama untuk tidak menyekutukan- Nya, yang bunyi ayatnya: الِّ ذََِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُ لْمٍ Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik)…” Selain surah al-An’âm ayat 82, juga ditemukan dalam surah al-Isrâ’ ayat 23. Dalam ayat tersebut diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan berbakti pada Ibu-Bapak, yang bunyi ayatnya: وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تعَْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…” Selain ayat tersebut masih banyak lagi ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan hal tersebut. Selain ayat al-Qur’an tentunya hadits juga mendukung larangan syirik, bunyi haditsnya: حَدَّثَنَا الْحَوْطِيُّ ، حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ سِنَانٍ ، عَنْ يَحْيىَ بْنِ جَابِرٍ الطَّائِيِِّ ، ع نْ مُعَاوِيَة بْنِ حَكِيمٍ ، عَنْ أَبِيهِ حَكِيمٍ رَضِ يَ اللََُّّ عَنْهُ ، أَنَّهُ أَتىَ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، بِمَا أرَْسَلَكَ رَبُّنَا ؟ قَالَ : تعَْبُدُ اللَََّّ تعََالىَ لا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ الصَّلاةَ ، وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ ، وَكُلُّ الْمُسْلِمِ عَلىَ الْمُسْلِمِ مُحَرَّمٌ ، يَا حَكِيمُ ، هَذاَ دِينُكَ أَيْنمََا تكَُنْ يكَْفِكَ Ketiga, berterima kasih kepada orang tua surah Luqman ayat 14 yang bunyi ayatnya adalah: و وَََصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أمُُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ ) لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ ) ٣١
  • 11. Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu- Bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu”. Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar berbuat baik pada kedua orang tua, yang mana ibunya mengandung dalam keadaan lemah. Menurut Mujahid berkata: “beratnya kesulitan mengandung anak” sedangkan menurut Qatadah berkata: “keberatan demi kebeatan”. Setelah melahirkan yakni mengasuh dan menyusuinya selama dua tahun kalau memang ingin menyempurnakannya. Allah menyebutkan (dalam ayat ini) pengasuhan seorang ibu, kelelahan dan kesulitannya saat menjaganya diwaktu siang dan bahkan harus bergadang malam hari hanya untuk merawat bayi yang tidak punya daya apa-apa karena begitu besar cintanya pada buah hati maka dari itulah Allah memerintahkan untuk bersyukur kepada-Nya dan kepada kedua orang tuanya. Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim yang senada dengan hal ini. عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لايجزي ولد والده إلا أن يجده مملوكا فيشتريه فيعتقه Artinya: Dari Abu hurairah ra, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “seorang tidak dapat membalas budi kedua orang tuanya, kecuali jika mendapatkan orang tuanya menjadi budak, kemudian ia membeli dan memerdekakannya.”3[13] Keempat, bila orang tua musyrik maka tetap saja baik dalam urusan dunia saja dalam surah Luqman ayat 15 yang bunyi ayatnya adalah: وَإِنْ جَاهَداَكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تطُِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوف ا ) وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِليََّ ثُمَّ إِليََّ مَرْجِعكُُمْ فَأنَُبِِّئكُُمْ بِمَا كُنْتُمْ تعَْمَلُونَ ) ٣١ Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada- Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Ayat ini menjelaskan bahwa jika kedua orang tua memaksakan agamanya (selain islam), maka janganlah (kamu) menerimanya dan itu pun tak boleh menghalangimu untuk berbuat
  • 12. baik kepada keduanya di dunia secara ma’ruf (baik) dan tetap ikuti orang-orang yang kembali kepada Allah.4[14] Kelima, menanamkan pada anak bahwa akan adanya balasan akhirat dalam surah Luqman ayat 16 yang bunyi ayatnya adalah: يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تكَُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتكَُنْ فِي صَخْرَةٍ أوَْ فِي السَّمَاوَاتِ أوَْ فِي ) الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللََُّّ إِنَّ اللَََّّ لَطِيفٌ خَبِيرٌ ) ٣٦ Artinya: (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui. Tafsir ayat ini adalah suatu perbuatan seberat biji sawi yaitu kezhaliman dan kesalahan sekalipun seberat biji sawi, niscaya Allah akan membalasnya. Allah akan menghadirkannya pada hari kiamat ketika Dia mendirikan timbangan keadilan serta membalasnya. Jika kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan jika keburukan maka akan dibalas dengan keburukan. Senada dalam surah al-Anbiyâ’: 47 yang bunyi ayatnya: وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا Artinya: “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka Tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun” Sekalipun biji sawi itu terlindungi dan terhalang di dalam batu besar hitam atau di tempat terasing jauh di ujung langit dan bumi, sesungguhnya Allah akan menghadirkannya karena tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dan tidak ada satu biji dzarrah pun yang ada di langit dan di bumi yang terluput dari-Nya. Allah Maha Halus ilmu-Nya sehingga tak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya, sekalipun kecil, halus dan lembut. Keenam, perintah shalat, amar ma’ruf nahi munkar, dan sabar dalam surah Luqman ayat 17 yang bunyi ayatnya adalah: يَ ا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَ زْمِ الأمُورِ Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” Dalam ayat ini Luqman menyuruh anaknya agar mendirikan shalat dengan menegakkan batas-batasnya, melakukan fardhu-fardhunya dan menetapkan waktu-waktunya. Menyuruh (manusia) mengerjakan yang baik dan mencegah dari perbuatan yang munkar sesuai dengan kemampuan dan kesungguhanmu. Bersabarlah terhadap apa yang menimpamu karena orang
  • 13. yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar pasti akan mendapat gangguan dari manusia, maka dia memerintahkannya untuk bersabar.5[16] Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim adalah perintah untuk mendirikan shalat, bunyi haditsnya: فقد حدثناه أبو الحسن أحمد بن محمد العنزي ثنا عثمان بن سعيد الدرامي ثنا النفيلي ثنا زهير و غيره عن سليمان التيمي عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال : كان آخر وصية رسول الله صلى الله عليه و سلم حين حضره الموت : الصلاة الصلاة مرتين و ما ملكت أيمانكم و ما زال يغرغر بها في صدره و ما يفيض بها لسانه Artinya: “Wasiat terakhir Rasulullah saw menjelang wafat adalah: Shalat…! Shalat…! Dua kali dan budak-budak yang kalian miliki. Kalimat itulah yang terus keluar masuk dadanya dan digerak-gerakkan lisannya.” Hadits tentang amar ma’ruf nahi munkar yang tak asing lagi kita dengar yang mana diriwayatkan Muslim, bunyi haditsnya: عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم يقوم : من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان. رواه مسلم Artinya: “Dari Abi Said al-Khudri ra, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “barang siapa melihat yang kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampu maka dengan lisannya, jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah- lemahnya iman.” Selanjutnya hadits tentang perintah sabar, diriwayatkan Muslim, bunyi haditsnya adalah: إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه ، ولا ينزع من شيء إلا شانه ( . رواه مسلم Artinya: “Sesungguhnya tidak ada kelembutan pada sesuatu hal kecuali dia akan menghiasinya, dan tidaklah ia tercabut dari suatu hal melainkan akan mencorengnya.” 6[19] Ketujuh, untuk tidak berlaku sombong dalam surah Luqman ayat 18-19 yang bunyi ayatnya adalah:
  • 14. وَلا تُصَعِرِّْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلا تمَْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَََّّ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ ) ٣١ (وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الأصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ ) ٣١ ( Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. Tafsir ayat ini adalah bahwa dia (Luqman) berkata: janganlah engkau palingkan wajahmu dari manusia jika engkau berkomunikasi dengan mereka atau mereka berkomunikasi denganmu karena merendahkan mereka atau karena kesombongan, akan tetapi merendahlah dan maniskanlah wajahmu terahadap mereka. Janganlah kamu sombong, takabbur, otoriter, dan (menjadi) pembangkang. Jikalau engkau lakukan hal itu maka Allah pasti akan memurkaimu, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan bangga pada diri sendiri serta sombong pada orang lain. Dalam berjalan juga harus secara sederhana, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, akan tetapi adil dan pertengahan. Juga dalam hal berbicara janganlah berlebihan dan jangan mengeraskan suara pada sesuatu yang tidak bermanfaat. Keterlaluan mengangkat suara disamakan dengan keledai dalam ketinggian dan kekerasannya dan disamping itu kekerasan suara tersebut merupakan hal yang dimurkai Allah. Penyerupaan suara ini dengan keledai menjadi konsekuensi logis keharaman dan ketercelaannya yang sangat keras.7[20] Hadits yang berkenaan dengan larangan sombong, yang diriwayatkan Muttafaqun ‘alaih: حدثنا محمد بن أحمد بن أبي خيثمة قال وجدت في كتاب جدي بخطه ثنا إسماعيل بن أبان حدثني مسعر ثنا معبد بن خالد : عن حارثة بن وهب و المستورد الفهري قالا قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ألا أخبركم بأهل الجنة ؟ كل ضعيف متضعف لو أقسم على الله لأبره ألا أخبركم بأهل النار ؟ كل عتل جواظ مستكبر Artinya: “Dari Haritsah bin Wahab ra, dia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda,” maukah kamu saya beritahukan tentang penghuni neraka? Mereka adalah orang yang kaku dan kasar, berakhlak sangat buruk dan sombong.”
  • 15. BAB II PENUTUP A. KESIMPULAN Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Pemeliharaan dan pengasuhan anak adalah pemenuhan berbagai aspek kebutuhan primer dan sekunder anak. Pemeliharaan meliputi berbagai aspek, yaitu pendidikan, biaya hidup, kesehatan, ketentraman dan segala aspek yang berakitan dengan kebutuhannya. Pada dasarnya orang tua bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pengasuhan anak-anaknya, baik orang tua dalam keadaan rukun maupun dalam keadaan sudah bercerai. Pemeliharaan anak biasa disebut hadanah dalam kajian fiqih. Hadanah adalah memelihara dan mengasuh seseorang anak yang belum mampu hidup mandiri yang meliputi pendidikan dan segala sesuatu yang diperlukannya baik dalam bentuk melaksanakan maupun dalam bentuk menghindari sesuatu yang dapat merusaknya. B. SARAN Makalah masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan.
  • 16. DAFTAR PUSTAKA 1. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Lubâbut Tafsîr Min Ibni Katsîr (Terj. Tafsir Ibnu Katsir, oleh Abdul Ghoffar, et al, Bogor, Pustaka Imam asy-Syafi’I, 2008, cet-5 jilid 6, h. 399), Mu-assasah Dâr al-hilâl Kairo, cet-1, 1994. 2. Al-Attas, Muhammad al-Naquib, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung, Mizan, 1998. 3. Baharits, Adnan Hasan Shalih, Mas’ûliyyatul Abilmuslimi fi Tarbiyatil Waladi (Terj. Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, Jakarta, Gema Insani Press, 1996, Cet-1, h. 105), Jeddah-Saudi Arabia, Darul Mujtama, 1991, Cet-2. 4. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1990, Cet-3.
  • 17. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan pada Allah SWT, Karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah Agama ini. Dengan kami harapkan kiranya makalah yang telah kami susun dapat bermanfaat bagi para pembaca atau pihak lain yang membutuhkan informasi dalam makalah “PANDANGAN ISLAM TERHADAP PEMELIHARAAN DAN PENGASUHAN ANAK” Dalam makalah ini terdapat banyak sekali informasi mengenai nilai-nilai yang berkaitan dan menjadi dasar dalam Kebidanan. Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari kata sempurna,untuk itu kami berbesar hati untuk menerima segala kritik dan saran dari berbagai pihak. Kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah bersedia membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Akhir kata kami mohon maaf atas kekurangan serta kejanggalan baik isi maupun dalam teknik penyusunannya. Raha, November 2013 Penyusun
  • 18. DAFTAR ISI Kata Pengantar..................................................................................................................... i Daftar Isi.............................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................................................ 1 B. Rumusan masalah............................................................................................................ 1 C. Tujuan............................................................................................................................. 1 BAB II PEMBAHASAN 1. Pemeliharaan dan pengasuhan Anak........................................................................ 2 2. Tanggung Jawab terhadap Anak Bila Terjadi Perceraian...................................... 4 3. Pandangan Islam terhadap Pemeliharaan dan Pengasuhan Anak......................... 7 4. Konsep Pengasuhan Dan Pendidikan Anak Dalam Islam...................................... 8 BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN................................................................................................................15 3.2 SARAN............................................................................................................................16 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................17
  • 19. MAKALAH PANDANGAN ISLAM TERHADAP PEMELIHARAAN DAN PENGASUHAN ANAK DI SUSUN OLEH: KELOMPOK 12 1. NOVITASARI (2013.IB.0026) 2. HARTINA (2013.IB.0013) TINGKAT I A. AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA KABUPATEN MUNA 2013 / 2014