SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Model Adaptasi Roy (MAR)
1. Pengertian Model Adaptasi Roy
Model keperawatan adaptasi Roy adalah model keperawatan yang
bertujuan membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan
kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan
interdependensi selama sehat sakit (Pearson, 200). Teori adaptasi Callista
Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Model adaptasi Roy
menguraikan bahwa bagaimana individu mampu meningkatkan
kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara adaptif
karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistik yang memiliki
sistem adaptif yang selalu beradaptasi.
2. Konsep Mayor Kerangka Konseptual Model Adaptasi Roy
Konsep Mayor yang membangun kerangka konseptual model
adaptasi roy adalah:
a. Sistem adalah kesatuan dari beberapa unit yang saling berhubungan
dan membentuk satu kesatuan yang utuh dengan ditandai adanya
input, control, proses, output dan umpan balik.
b. Derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus
fokal, konstektual dan residual dengan standar individual, sehingga
manusia dapat berespon adaptif sendiri.
c. Problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak adekuat
terhadap penurunan atau peningkatan kebutuhan.
d. Stimulus fokal adalah derajat perubahan atau stimulus yang secara
langsung mengharuskan manusia berespon adaptif. Stimulus fokal
adalah presipitasi perubahan tingkah laku.
e. Stimulus konstektual adalah seluruh stimulus lain yang menyertai dan
memberikan konstribusi terhadap perubahan tingkah laku yang
disebabkan atau dirangsang oleh stimulus fokal.
6
f. Stimulus residual adalah seluruh factor yang mungkin memberikan
konstribusi terhadap perubahan tingkah laku, akan tetapi belum dapat
di validasi.
g. Regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon
otomatik melalui neural, cemikal dan proses endokrin.
h. Kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon
melalui proses yang kompleks dari persepsi informasi, mengambil,
keputusan dan belajar.
i. Model efektor adaptif adalah kognator yaitu ; Fisiologikal, fungsi
pean, interdependensi dan konsep diri.
j. Respon adaptif adalah respon yang meningkatkan intergritas manusia
dalam mencapai tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan reproduksi.
k. Fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan
bagaimana proses adaptasi dilakukan untuk pengaturan cairan dan
elektrolit, aktivits dan istirahat, eliminasi, nutrisi, sirkulasi dan
pengaturan terhadap suhu, sensasi dan proses endokrin.
l. Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan yang dianut
individu dalam satu waktu berbentuk : persepsi, partisipasi, terhadap
reaksi orang lain dan tingkah laku langsung. Termasuk pandangan
terhadap fisiknya (body image dan sensasi diri) Kepribadian yang
menghasilkan konsistensi diri, ideal diri, atau harapan diri, moral dan
etika pribadi.
m. Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran yang berhubungan
dengan tugasnya di lingkungan sosial.
n. Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain yang
penting dan sebagai support sistem. Di dalam model ini termasuk
bagaimana cara memelihara integritas fisik dengan pemeliharaan dan
pengaruh belajar.
7
3. Asumsi Dasar Model Adaptasi Roy
a Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-
menerus berinteraksi dengan lingkungan.
b Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi
perubahan-perubahan biopsikososial.
c Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas
kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan
respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.
d Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik
positif maupun negatif.
e Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari
dari kehidupan manusia.
4. Komponen System dalam Model Adaptasi Roy
System adalah suatu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya
sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan
dari setiap bagian-bagiannya. System dalam model adaptasi Roy sebagai
berikut (Roy, 1991) :
a. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan
kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang
dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu
stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.
1) Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan
seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi.
2) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi
situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif
dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat
8
menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia,
isolasi sosial.
3) Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan
dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi
kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman
yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya
pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang
tidak.
b. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme
koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator
dan kognator yang merupakan subsistem.
1) Subsistem regulator
Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-
proses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal.
Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin.
Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal
cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem.
Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
regulator subsistem.
2) Subsistem kognator
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun
internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi
stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol
proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses
informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi
berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi,
mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi,
reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang
mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan
adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau
9
analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan,
mempergunakan penilaian dan kasih sayang.
c. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt diamati,
diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam
maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem.
Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau
respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat
meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat
terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang
berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan
keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak
mendukung tujuan ini.
d. System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:
1) Fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi
fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan
istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi
neurologis dan fungsi endokrin.
2) Konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang
mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan
orang lain.
3) Fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan
dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola
interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain.
4) Interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal pola-
pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan
secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.
Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan
energi agar mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan
kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses
ini memiliki tujuan meningkatkan respon adaptasi.
10
Teori adaptasi suster Callista Roy memandang klien sebagai suatu
system adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan
adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan
kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan hubungan
interdependensi selama sehat dan sakit (Black M dkk, 2010).
Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak dapat
beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal.
Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan berikut:
a) Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar
b) Pengembangan konsep diri positif
c) Penampilan peran sosial
d) Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan
Perawat menentukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya
masalah bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi
terhadap hal tersebut.Kemudian asuhan keperawatan diberikan
dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi.
5. Konsep Keperawatan dengan Model Adaptasi Roy
Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi
keperawatan adalah : manusia, lingkungan, kesehatan, keperawatan. Unsur
keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan juga termasuk dalam elememn penting pada konsep adaptasi.
a. Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem
adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara
holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, control, output,
dan proses umpan balik. Proses control adalah mekanisme koping yang
dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik manusia di
definisikan sabagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator
dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara
adaptasi yaitu : fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan
interdependensi.
11
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai
suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami
kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif
manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, Jadi
manusia dilihat sebagai menerima masukan dari lingkungan luar dan
lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus
termasuk variable satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit
fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk
beberapa tujuan. Sebagai suatu sistem manusia juga dapat
digambarkan dengan istilah input, proses control dan umpan balik serta
output.
Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan
satandar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan.
Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat
adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat
ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasanya dilakukan.
Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah
mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator
dan subsistem kognator. Regulator dan kognator adalah digambarkan
sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor cara adaptasi
yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
1) Mode Fungsi Fisiologi
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan
fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar
fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas,
yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat
dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan
proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
12
a) Oksigenasi
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu
ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas.
b) Nutrisi
Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan
mengganti jaringan yang injuri (Servonsky, 1984 dalam Roy
1991).
c) Eliminasi
Ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal
Servonsky (1984) dalam Roy (1991).
d) Aktivitas dan Istirahat
Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang
digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam
memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen
tubuh (Cho,1984 dalam Roy, 1991).
e) Proteksi/ Perlindungan
Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan
struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini
penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan
perubahan suhu (Sato, 1984 dalam Roy 1991).
f) The Sense/Perasaan
Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau
memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan .
Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian
perasaan (Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
g) Cairan dan Elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air,
elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi
sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat
13
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit (Parly, 1984, dalam
Roy 1991).
h) Fungsi Syaraf/Neurologis
Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari
regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai
fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan
tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk
mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam
Roy, 1991).
i) Fungsi Endokrin
Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi
neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi
tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan
dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping
mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991).
2) Mode Konsep Diri
Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan
penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia.
Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan.
Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the
physical self dan the personal self.
a) The Physical Self
yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan
dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan
pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti
setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
b) The Personal Self
yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik
dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya
kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.
14
3) Mode Fungsi Peran
Mode fungsi peran mengenal pola - pola interaksi sosial
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang
dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya
pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat
sesuai kedudukannya.
4) Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang
dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling
memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk
dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk
afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh
kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai
ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah
respon inefektif. Respon-respon yang adaptif itu mempertahankan
atau meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak efektif
atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan
balik respon-respon memberikan lebih lanjut masukan (input) pada
manusia sebagai suatu sistem.
Subsistem regulator dan kognator adalah mekanisme adaptasi
atau koping dengan perubahan lingkungan, dan diperlihatkan
melalui perubahan biologis, psikologis, dan social. Subsistem
regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan
perubahan pada sistem saraf, kimia tubuh dan organ endokrin serta
subsistem kognator adalah gambaran respon yang kaitannya
dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya
persepsi, proses informasi, pembelajaran, dan membuat alasan dan
15
emosional, yang termasuk didalamnya mempertahankan untuk
mencari bantuan.
b Konsep Sehat
Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continuum dari
meninggal sampai tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa
sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya dan
menjadikan dirinya secara terintegrasisecara keseluruhan, fisik, mental
dan social. Integritas adaptasi individu dimanifestasikan oleh
kemampuan individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan
pertumbuhan dan reproduksi.
Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk
beradapatasi terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar
individu.Kondisi sehat dan sakit sangat individual dipersepsikan oleh
individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping)
tergantung dari latar belakang individu tersebut dalam mengartikan
dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan,
pekerjaan, usia, budaya dan lain-lain.
c. Konsep Lingkungan
Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang
berasal dari internal dan eksternal,yang mempengaruhi dan berakibat
terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan kelompok.
Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis
yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman.
Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam
tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan emosioanal,
kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang
berasal dari dalam tubuh individu.manifestasi yang tampak akan
tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons. Dengan
pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat
dalam meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko
akibat dari lingkungan sekitar.
16
d Keperawatan
Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa
pemenuhan kebutuhan dasar dan diberikan kepada individu baik sehat
maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan social agar
dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah
meningkatkan respon adaptasi berhubungan dengan empat mode
respon adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input
tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang
atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang.
Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh stimulus fokal,
kontekstual, dan residual. Fokal adalah suatu respon yang diberikan
secara langsung terhadap ancaman/input yang masuk.Penggunaan
fokal pada umumnya tergantung tingkat perubahan yang berdampak
terhadap seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi
dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh
individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat dari seseorang
yang ada dan timbul releva dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit
diukur secara objektif.
Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam
mengembangkan proses keperawatan.
B. Teori-teori Grand
Teori Keperawatan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keabstrakannya,
dimulai dari meta theory sebagai yang paling abstrak, hingga practice theory.
Level ke tiga dari teori keperawatan adalah Grand Theory yang menegaskan
fokus global dengan board perspective dari praktik keperawatan dan
pandangan keperawatan yang berbeda terhadap sebuah fenomena
keperawatan.
Grand Theory Keperawatan dibedakan dengan Teori Filosofi Keperawatan.
17
1. Filosofi bersifat abstrak yang menunjukkan keyakinan dasar disiplin
keperawatan dalam memandang manusia sebagai makhluk biologis dan
respon manusia dalam keadaan sehat dan sakit, serta berfokus kepada
respons mereka terhadap suatu situasi.
2. Filosofi belum dapat diaplikasikan langsung dalam praktik keperawatan,
sehingga perlu dijabarkan dan dibuat dalam bentuk yang lebih konkrit.
3. Grand theory keperawatan (Alligood, 2006) menyatakan teori pada level
ini lebih fokus dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan praktisi
keperawatan yang spesifik seperti spesifik untuk kelompok usia pasien,
kondisi keluarga, kondisi kesehatan dan peran perawat.
C. Teori Middle Range
Teori Middle Range, merupakan level kedua dari teori keperawatan,
abstraknya pada level pertengahan, inklusif, diorganisasi dalam lingkup
terbatas, memiliki sejumlah varibel terbatas, dapat diuji secara langsung.
Teori Middle-Range memiliki hubungan yang lebih kuat dengan penelitian
dan praktik. Hubungan antara penelitian dan praktik menurut Flood (2009),
menunjukkan bahwa Teori Mid-Range amat penting dalam disiplin praktik,
selain itu Bell (2010) mempertahankan bahwa mid-range theories
menyeimbangkan kespesifikannya dengan konsep ekonomi secara normal
yang nampak dalam grand teori. Akibatnya mid-range teorimemberikan
manfaat bagi perawat, mudah diaplikasikan dalam praktik dan cukup abstrak
secara ilmiah.
Chinn dan Kramer (1995) mengatakan bahwa mid-range theory sesuai
dengan lingkup fenomena yang relatif luas tetapi tidak mencakup keseluruhan
fenomena yang ada dan merupakan masalah pada disiplin ilmu.Contoh yang
mewakili mid-range teori adalah teori meredakan nyeri dalam keperawatan.
Teori ini lebih luas dari theori neural conduction terhadap rangsangan nyeri
tetapi lebih sempit dari tujuan mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih
tinggi. Jadi fenomena nyeri terkait pada konsep mid-range pada keperawatan,
18
karena nyeri adalah salah satu dari fenomena yg terdiri dari konsep global
suatu disiplin.
Mid-range theories berfokus pada konsep peminatan perawat dan
mencakup nyeri, empati, berduka, konsep diri, harapan, kenyamanan,
martabat dan kualitas hidup. Contoh dalam keperawatan middle range
theories adalah : Rogers’ Theory dari akselerasi perubahan, King’s Theory
dari pencapaian tujuan.
Teori chronic sorrow merupakan teori mid-range karena dalam teori ini
membahas tentang fenomena yang spesifik yaitu tentang masalah- masalah
yang timbul dari penyakit kronis mencakup proses berduka, kehilangan,
faktor pencetus dan metoda manajemennya. Karena kespesifikan teori
tersebut, maka teori ini mudah diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
D. Konsep Fraktur Femur
1. Definisi Fraktur Femur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Sjamsuhidayat, 2005). Fraktur femur atau patah tulang
paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Sjamsuhidayat, 2005).
2. Etiologi
Penyebab fraktur femur adalah trauma. Trauma dibagi menjadi dua,
yaitu trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita
terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung, yaitu titik
tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di
kamar mandi pada orangtua.
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau
tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu osteoporosis
imperfekta, osteoporosis, penyakit metabolis.
19
3. Tanda dan Gejala
a. Nyeri hebat di tempat fraktur.
b. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah.
c. Rotasi luar dari kaki lebih pendek.
d. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,
bengkak, krepitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
4. Klasifikasi
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
a. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul dan kapsula, yaitu melalui kepala femur (capital fraktur, hanya
di bawah kepala femur, melalui leher dari femur.
b. Fraktur Ekstrakapsuler ; terjadi luar sendi dan kapsul, melalui trokanter
femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter,
terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci
di bawah trokanter kecil.
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada
fraktur tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain dari 2,5-5 cm (1
sampai 2 inchi).
20
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang/krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
6. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak.
2) Sindom emboli lemak
Setelah terjadi fraktur femur, dapat terjadi emboli lemak
khususnya pada dewasa muda (20-30 tahun) pria. Pada saat terjadi
fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula
lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan
trombosit membentuk emboli yang kemudian menyumbat
pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ
lain. Awitan gejalanya sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam
sampai satu minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi
dalam 24 sampai 72 jam. Gambaran khasnya berupa hipoksia,
takipnea, takikardia dan pireksia. Gangguan cerebral diperlihatkan
dengan adanya perubahan status mental yang bervariasi dari agitasi
ringan dan kebingungan sampai delirium dan koma yang terjadi
sebagai respon terhadap hipoksia, akibat penyumbatan emboli
lemak di otak.
21
3) Sindrom kompertemen
Sindrom kompartemen disebabkan karena penurunan ukuran
kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat
atau gips atau balutan yang menjerat, atau peningkatan isi
kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah. Pasien mengeluh adanya nyeri dalam,
berdenyut tak tertahankan. Palpasi pada otot akan terasa
pembengkakan dan keras.
b. Komplikasi lambat
1) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu.
Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi
sistemik atau distraksi fragmen tulang. Tidak ada penyatuan terjadi
karena kegagalan penyatuanujung-ujung patahan tulang.
2) Nekrosis avaskuler tulang
Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan
mati, dapat terjadi setelah fraktur khususnya pada kolum femoris.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorbsi dan diganti
dengan tulang baru. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan
gerak.
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah
terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat
sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi
merupakan indikator utama telah terjadi masalah. Masalah tersebut
meliputi pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, alat yang
cacat atau rusak, berkaratnya alat menyebabkan inflamasi lokal,
respon alergi terhadap campuran logam yang digunakan dan
remodeling osteoporotik di sekitar alat fiksasi.
22
7. Pemeriksaan Penunjang
a. X.Ray.
b. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans.
c. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
d. CCT kalau banyak kerusakan otot.
8. Penatalaksanaan Secara Umum
a. Reduksi
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur
dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit dilakukan bila
cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan
imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur,
dan analgetika diberikan sesuai ketentuan, mungkin perlu dilakukan
anastesia. Ekstremitas yang akan dilakukan manipulasi harus ditangani
dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau
alat lain dipasang. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang.
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Reduksi terbuka digunakan pada fraktur tertentu dengan
memakai alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
23
b. Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips sedangkan fiksasi interna dapat digunakan
implan logam yang berperan sebagai bidai internal untuk
mengimobilisasi fraktur.
c. Rehabilitasi
Segala upaya dilakukan untuk penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskuler (pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada
tanda-tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ketidaknyamanan
dan ansietas dikontrol dengan berbagai pendekatan misalnya dengan
meyakinkan, perubahan posisi, peredaan nyeri, termasuk analgetika.
E. Teori Asuhan Keperawatan Model Adaptasi Roy (MAR)
Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian
tahap pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi, langkah-
langkah tersebut sama dengan proses keperawatan secara umum.
1. Pengkajian
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu
pengkajian tahap I dan pengkajian tahap II. Pengkajian pertama meliputi
pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu system adaptif
berhubungan dengan masing-masing mode adaptasi: fisiologis, konsep
diri, fungsi peran dan ketergantungan. Oleh karena itu pengkajian pertama
diartikan sebagai pengkajian perilaku,yaitu pengkajian klien terhadap
masing-masing mode adaptasi secara sistematik dan holistik.
Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan
perilaku klien tentang ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang
24
memerlukan dukungan perawat. Jika ditemukan ketidakefektifan respon
(mal-adaptif), perawat melaksanakan pengkajian tahap kedua.
Pada tahap ini, perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal,
kontekstual dan residual yang berdampak terhadap klien. Menurut
Martinez, factor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetic;
jenis kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok,
konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi sosial;
mekanisme koping dan gaya, strea fisik dan emosi; budaya;dan lingkungan
fisik. Hal tersebut dapat dicontohkan sebagaimana berikut:
a. Pengkajian Perilaku
1) Pengakajian Fisiologis
Ada 9 (Sembilan) perilaku respon fisiologis :
a) Oksigenasi ; berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.
b) Nutrsisi ; untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan.
c) Eliminasi ; Pola eliminasi.
d) Aktivitas dan istirahat ; pola aktivitas, latihan, istirahat dan
tidur.
e) Intergritas kulit ; Pola fisiologis kulit.
f) Rasa/senses ; Fungsi sensoris perceptual b.d panca indra.
g) Cairan dan elektrolit ; Pola fisiologis penggunaan cairan dan
elektrolit.
h) Fungsi Neurologis ; Pola kontrol neurologis, pengaturan dan
intelektual.
i) Fungsi endokrin ; Pengaturan system reproduksi termasuk
respon stress.
2) Pengkajian Konsep Diri
Mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan dan emosi yang
berhubungan dengan Ide diri sendiri tentang fisik, perasaan, dan
moral-etik.
25
3) Pengkajian Fungsi Peran
Mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang dengan
orang lain akibat dari peran ganda.
4) Pengkajian Interdpendensi
Mengidentifikasi pola nilai menusia, kehangatan, cinta dan memiliki
melalui hubungan interoersonal terhadap individu dan kelompok.
Roy sudah mengidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan
dengan aktivitas Subsistim regulator dan Subsistem Kognator yang tidak
efektive, seperti pada table berikut :
Gejala berat dari aktivitas
Regulator :
 peningkatan deyut jantung dan
tekanan darah.
 Tegang.
 Hilang nafsu makan.
 Peningkatan kortisol serum
Gejala Inefektiv dari Kognator :
 Gangguan persepsi/ proses
informasi.
 Pembelajaran inefektive.
 Tidak mampu membuat
justifikasi.
 Afektive tidak sesuai.
Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The
Base for Profesional Nursing Practice. 4th. Appleton & lange Norwalk,
Connecticut.
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus merupakan tahap dua untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi perilaku yang ditunjukan oleh individu. Faktor yang
mempengaruhi ini disebut juga dengan stimulus dan stimulus dapat
internal dan eksternal yang mencakup semua kondisi, keadaan dan
mempengaruhi sekeliling dan/atau mempengaruhi perkembangan dan
perilaku seseorang. Stimulus umum yang mempengaruhi adaptasi antara
lain kultur (status sosial ekonomi, etnis, dan sistem keyakinan); keluarga
(struktur dan tugas-tugas); tahap perkembangan (faktor usia, jenis, tugas,
keturunan, dan genetik); integritas mode adaptif (fisiologis yang mencakup
patologi penyakit, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi);
efektivitas kognator (persepsi, pengetahuan, ketrampilan); pertimbangan
lingkungan (perubahan lingkungan internal atau eksternal, pengelolaan
medis, menggunakan obat-obat, alkohol, tembakau). Pengkajian stimulus
diarahkan pada stimulus fokal, kontekstual, dan residual
26
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan:
a. Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan
berhubungan dengan 4 mode adaptif .dalam mengaplikasikan diagnosa.
b. Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku
yang tampak dan berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan
menggunakan metode diagnosa ini maka diagnosanya adalah “nyeri
dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung
berhubungan dengan cuaca lingkungan yang panas”.
c. Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan
dengan stimulus yang sama, misalnya jika seorang petani mengalami
nyeri dada, dimana ia bekerja di luar pada cuaca yang panas. Pada kasus
ini, diagnosa yang sesuai adalah “kegagalan peran berhubungan dengan
keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”.
Adapun diagnosa yang biasa nya muncul pada teori Roy adalah sebagai
berikut :
FISIOLOGIS MODE
1. Oksigenasi
 Hipoksia/syoks.
 Gangguan ventilasi.
 Inadekuat pertukaran
gas.
 Inadekuat transport
Gas
 Gangguan perfusi
jaringan.
2. Nutrisi
 Malnutrisi.
 Mual,muntah.
 Anoreksia.
3. Eliminasi
 Diare.
 Konstipasi.
 Kembung.
6. Sensoris
 Nyeri akut.
 Nyeri kronis.
 Sensori overload.
 Gangguan sensori primer.
 Potensial injuri.
 Kehilangan kemampuan
perawatan diri.
 Gangguan persepsi.
 Potensial injuri/ hilang
kemam-puan merawat diri.
7. Cairan dan Elektriolit
 Dehidrasi.
 Retensi cairan intra
seluler.;
 Edema.
 Shok hipo/hipervolemik.
 Hyper atau hipokalsemia.
27
 Retensi Urine.
 Inkontinensia urine.
4. Aktivitas dan Istirahat
 Inadekuat pola
aktivitas dan istirahat.
 Intolenransi aktivitas.
 Immobilisasi.
 Gangguan tidur.
5. Intergritas Kulit
 Gatal-gatal.
 Kekeringan.
 Infeksi.
 Dekubitus
 Ketidakseimbangan asam
basa.
8. Fungsi Nerologis
 Penurunan kesadaran.
 Defisit memori.
 Ketidakstabilan perilaku
dan mood.
9. Fungsi Endokrin
 Inefektiv regulator hormon.
 Inefektiv pengembangan
reproduksi.
 Ketidakstabilan sikulus
ritme stress internal.
KONSEP DIRI
Pandangan terhadap Fisik
 Penurunan konsep
seksual.
 Agresi.
 Kehilangan.
 Seksual disfungtion.
Pandangan terhadap Personal.
 Cemas tidak berdaya.
 Harga diri rendah.
 Merasa bersalah.
FUNGSI PERAN INTERDEPENDENSI
 Transisi peran.
 Peran berbeda.
 Konflik peran.
 Kegagalan peran.
 Kecemasan.
 Merasa.
 Ditinggalkan/isolasi.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan
merubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual.
Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam koping
secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien,
sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
28
Menurut Roy & Andrews, 1999 dalam Alligood & Tomey, 2006
tujuan dari intervensi keperawatan adalah mempertahankan dan
mempertinggi perilaku adaptif serta merubah perilaku tidak efektif
menjadi perilaku adaptif. Intervensi direncanakan untuk mengelola
stimulus. Sebagai stimulus, intervensi berfokus bagaimana tujuan dapat
dicapai. Fokus intervensi adalah mengarah pada suatu stimulus yang
mempengaruhi suatu perilaku. Pengelolaan stimulus meliputi merubah,
meningkatkan, menurunkan, memindahkan, menghilangkan, dan/atau
mempertahankannya. Merubah stimulus memperkuat kemampuan
mekanisme koping seseorang untuk berespon secara positif dan hasilnya
adalah perilaku adaptif. Langkah dalam menyusun intervensi keperawatan
meliputi penetapan atas empat hal yaitu:
a. apa pendekatan alternatif yang akan dilakukan.
b. apa konsekuensi yang akan terjadi.
c. apakah mungkin tujuan tercapai oleh alternatif tersebut.
d. nilai alternatif itu diterima atau tidak. Intervensi keperawatan ini
dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain (pasien, keluarga, dan
tim kesehatan).
Adapun standar tindakan yang biasa nya muncul pada teori Roy
adalah sebagai berikut :
STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS
Memenuhi kebutuhan Oksigen
:
Kriteria:
1. menyiapkan tabung oksigen
dan flow meter.
2. menyiapkan hemodifier berisi
air.
3. menyiapkan slang nasal dan
masker.
4. memberikan penjelasan pada
pasien.
5. mengatur posisi pasien.
6. memasang slang nasal dan
masker.
7. memperhatikan reaksi pasien.
Memenuhi kebutuihan aktivitas
dan Istirahat/tidur :
Kriteria
1. melakukan latihan gerak pada
pasien tidak sadar.
2. melakukan mobilisasi pad pasien
pasca operasi.
3. mengatur posisi yg nyama pada
pasien.
4. menjaga kebersihan lingkungan.
5. Mengopservasi reaksi pasien.
Memenuhi kebutuhan Intergritas
kulit (kebersihan dan kenyamanan
fisik) :
29
Memenuhi kebutuhan
Nutrisi:
Kriteria
1. menyiapkan peralatan dalam
dressing car.
2. menyeiapkan cairan
infus/makanan/darah.
3. memberikan penjelasan pada
pasien.
4. mencocokan jenis
cairan/darah/diet makanan
5. mengatur posisi pasien.
6. melakukan pemasangan
infus/darah/makana
Memenuhi kebutuhan
Eliminasi :
Kriteria
1. menyiapkan alat pemberian
hukmah/gliserin, dulkolac &
peralatan pemasangan
kateter
2. memperhatikan suhu
cairan/ukuran kateter
3. menutup dan memasang
selimut.
4. mengobservasi keadaan feses
dan uerine.
5. Mengobservasi rekasi pasien.
Kriteria
1. memandikna pasien yang tidak
sadar/ kondisinya lemah.
2. mengganti alat-alat tenun sesuai
kebutuhan/ kotor.
3. Merapikan alat-alat pasien.
Mencegahdan mengatasi reaksi
fisiologsi :
Kriteria
1. Mengopservasi tanda-tanda vital
sesuai kebutuhan.
2. melakukan tes alergi pada
pemberian obat baru.
3. mengobservasi reaksi pasien.
STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI
Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual.
Kriteria
1. Melaksnakan Orientasi pada pasien baru.
2. memberikan penjelasan tentang tindakan yang kan dilakukan.
3. memberikan penjelasan dangan bahasa sederhana.
4. memperhatikan setiap keluhan pasien.
5. memotivasi pasien untuk berdoa.
6. membantu pasien beribadah.
7. memperhatikan pesan-pesan pasien.
STANDAR TINDAKAN PAD GANGGUAN PERAN
1. Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai individu
yang berguna bagi keluarga dan msayarakat.
2. mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien.
3. melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam
30
pengobatan dirinya.
4. Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan menyangkut
diri pasien.
5. bersifat terbuka dan komunikastif pada pasien.
6. mengijinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien
7. perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap pasien
yang dilakukan secara benar dalam perawatan.
8. Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika ada
sikap yang negatif dari klein.
STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENSI
1. membantu pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum.
2. membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi.
3. membantu pasien memenuhi kebutuhan kebesihan diri (mandi).
4. membantu pasien untuk berhias atau berdandan.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah
atau memanipulasi fokal, kontextual dan residual stimuli dan juga
memperluas kemampuan koping seseorang pada zona adaptasi sehinga
total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
5. Evaluasi
Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan
keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang
ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.

More Related Content

What's hot

Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...Yolly Finolla
 
Persamaan dan perbedaan teori martha e roger dengan dorothea orem
Persamaan dan perbedaan teori martha e roger dengan dorothea oremPersamaan dan perbedaan teori martha e roger dengan dorothea orem
Persamaan dan perbedaan teori martha e roger dengan dorothea oremReni Setia Gustina
 
Model Konsep Keperawatan
Model Konsep KeperawatanModel Konsep Keperawatan
Model Konsep KeperawatanVerar Oka
 
Makalah konsep perilaku kesehatan
Makalah konsep perilaku kesehatanMakalah konsep perilaku kesehatan
Makalah konsep perilaku kesehatanWarung Bidan
 
Konsep perilaku kesehatan
Konsep perilaku kesehatanKonsep perilaku kesehatan
Konsep perilaku kesehatanom_wiez
 
Model konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanModel konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanadeputra93
 
Model konseptual dalam keperawatan baru
Model konseptual dalam keperawatan baruModel konseptual dalam keperawatan baru
Model konseptual dalam keperawatan baruIndra Hizkia
 
Model konsep dan teori keperawatan
Model konsep dan teori keperawatanModel konsep dan teori keperawatan
Model konsep dan teori keperawatanNursestikes
 
Falsafah keperawatan
Falsafah keperawatanFalsafah keperawatan
Falsafah keperawatanmertayasa
 
Perubahan perilaku
Perubahan perilakuPerubahan perilaku
Perubahan perilakuArif Lawolo
 
01 model-konsep-teori-keperawatan okew
01 model-konsep-teori-keperawatan okew01 model-konsep-teori-keperawatan okew
01 model-konsep-teori-keperawatan okewAde Rahman
 
Perubahan perilaku kesehatan
Perubahan perilaku kesehatanPerubahan perilaku kesehatan
Perubahan perilaku kesehatannur intan
 
teori nightingale dan betty neuman
teori nightingale dan betty neumanteori nightingale dan betty neuman
teori nightingale dan betty neumanhyechin
 
Makalah psikologi kep
Makalah psikologi kepMakalah psikologi kep
Makalah psikologi kepDaya Rahmat
 

What's hot (20)

Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
Model Konseptual Florence Nightingale dan Virginia Henderson Pada Keperawatan...
 
Persamaan dan perbedaan teori martha e roger dengan dorothea orem
Persamaan dan perbedaan teori martha e roger dengan dorothea oremPersamaan dan perbedaan teori martha e roger dengan dorothea orem
Persamaan dan perbedaan teori martha e roger dengan dorothea orem
 
Model Konsep Keperawatan
Model Konsep KeperawatanModel Konsep Keperawatan
Model Konsep Keperawatan
 
Holistik in nursing
Holistik in nursingHolistik in nursing
Holistik in nursing
 
Konsep manusia
Konsep manusiaKonsep manusia
Konsep manusia
 
Betty neumann
Betty neumannBetty neumann
Betty neumann
 
Makalah konsep perilaku kesehatan
Makalah konsep perilaku kesehatanMakalah konsep perilaku kesehatan
Makalah konsep perilaku kesehatan
 
Levine theory
Levine theoryLevine theory
Levine theory
 
Konsep perilaku kesehatan
Konsep perilaku kesehatanKonsep perilaku kesehatan
Konsep perilaku kesehatan
 
Model konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanModel konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatan
 
Model konseptual dalam keperawatan baru
Model konseptual dalam keperawatan baruModel konseptual dalam keperawatan baru
Model konseptual dalam keperawatan baru
 
Model konsep dan teori keperawatan
Model konsep dan teori keperawatanModel konsep dan teori keperawatan
Model konsep dan teori keperawatan
 
Alifia tugas
Alifia tugasAlifia tugas
Alifia tugas
 
Falsafah keperawatan
Falsafah keperawatanFalsafah keperawatan
Falsafah keperawatan
 
Perubahan perilaku
Perubahan perilakuPerubahan perilaku
Perubahan perilaku
 
01 model-konsep-teori-keperawatan okew
01 model-konsep-teori-keperawatan okew01 model-konsep-teori-keperawatan okew
01 model-konsep-teori-keperawatan okew
 
Perubahan perilaku kesehatan
Perubahan perilaku kesehatanPerubahan perilaku kesehatan
Perubahan perilaku kesehatan
 
teori nightingale dan betty neuman
teori nightingale dan betty neumanteori nightingale dan betty neuman
teori nightingale dan betty neuman
 
Makala etika keperawatan
Makala etika keperawatanMakala etika keperawatan
Makala etika keperawatan
 
Makalah psikologi kep
Makalah psikologi kepMakalah psikologi kep
Makalah psikologi kep
 

Similar to MAR Model Adaptasi Roy

Model konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanModel konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanadeputra93
 
Model konsep dan teori keperawatan
Model konsep dan teori keperawatanModel konsep dan teori keperawatan
Model konsep dan teori keperawatanmiftahul ulum
 
TEORI_MODEL_KEPERAWATAN_konsep_keperawatan_pptx.pptx
TEORI_MODEL_KEPERAWATAN_konsep_keperawatan_pptx.pptxTEORI_MODEL_KEPERAWATAN_konsep_keperawatan_pptx.pptx
TEORI_MODEL_KEPERAWATAN_konsep_keperawatan_pptx.pptxNatasyaAlBaihaqi1
 
Psikologi pekerjaan sosial ( HBSE)
Psikologi pekerjaan sosial ( HBSE)Psikologi pekerjaan sosial ( HBSE)
Psikologi pekerjaan sosial ( HBSE)Dewi Kartika
 
BAB II model orem.pdf
BAB II  model orem.pdfBAB II  model orem.pdf
BAB II model orem.pdfANITAHUTAURUK
 
Sain keperawatan Model Callista Roy
Sain keperawatan Model  Callista RoySain keperawatan Model  Callista Roy
Sain keperawatan Model Callista RoyElvia Malbeni HarLen
 
Konsep Perubahan (Teori dan Bentuk)
Konsep Perubahan (Teori dan Bentuk)Konsep Perubahan (Teori dan Bentuk)
Konsep Perubahan (Teori dan Bentuk)Syaikhuna Al-Asyhi
 
Pengantar ilmu perilaku kesehatan masyarakat
Pengantar ilmu perilaku kesehatan masyarakatPengantar ilmu perilaku kesehatan masyarakat
Pengantar ilmu perilaku kesehatan masyarakatAmalia Annisa
 
Teori-Keperawatan-Menurut-Dorothy-Orem.pptx
Teori-Keperawatan-Menurut-Dorothy-Orem.pptxTeori-Keperawatan-Menurut-Dorothy-Orem.pptx
Teori-Keperawatan-Menurut-Dorothy-Orem.pptxazhp49
 
Makalah Ranah Perilaku
Makalah Ranah PerilakuMakalah Ranah Perilaku
Makalah Ranah Perilakuuyunk93
 
Model keperawatan menurut levine
Model keperawatan menurut levineModel keperawatan menurut levine
Model keperawatan menurut levineNs. Lutfi
 
ppt psikologi sikap[2].pptx
ppt psikologi sikap[2].pptxppt psikologi sikap[2].pptx
ppt psikologi sikap[2].pptxHeyyPutt
 

Similar to MAR Model Adaptasi Roy (20)

Callista roy
Callista royCallista roy
Callista roy
 
BAB 30.docx
BAB 30.docxBAB 30.docx
BAB 30.docx
 
Model konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatanModel konsep-dan-teori-keperawatan
Model konsep-dan-teori-keperawatan
 
Model konsep dan teori keperawatan
Model konsep dan teori keperawatanModel konsep dan teori keperawatan
Model konsep dan teori keperawatan
 
TEORI_MODEL_KEPERAWATAN_konsep_keperawatan_pptx.pptx
TEORI_MODEL_KEPERAWATAN_konsep_keperawatan_pptx.pptxTEORI_MODEL_KEPERAWATAN_konsep_keperawatan_pptx.pptx
TEORI_MODEL_KEPERAWATAN_konsep_keperawatan_pptx.pptx
 
Psikologi pekerjaan sosial ( HBSE)
Psikologi pekerjaan sosial ( HBSE)Psikologi pekerjaan sosial ( HBSE)
Psikologi pekerjaan sosial ( HBSE)
 
BAB II model orem.pdf
BAB II  model orem.pdfBAB II  model orem.pdf
BAB II model orem.pdf
 
Dorothy_Johnson_2.pptx
Dorothy_Johnson_2.pptxDorothy_Johnson_2.pptx
Dorothy_Johnson_2.pptx
 
Sain keperawatan Model Callista Roy
Sain keperawatan Model  Callista RoySain keperawatan Model  Callista Roy
Sain keperawatan Model Callista Roy
 
psikologi kepribadian
psikologi kepribadianpsikologi kepribadian
psikologi kepribadian
 
Paradigma keperawatan
Paradigma keperawatanParadigma keperawatan
Paradigma keperawatan
 
Konsep Perubahan (Teori dan Bentuk)
Konsep Perubahan (Teori dan Bentuk)Konsep Perubahan (Teori dan Bentuk)
Konsep Perubahan (Teori dan Bentuk)
 
Pengantar ilmu perilaku kesehatan masyarakat
Pengantar ilmu perilaku kesehatan masyarakatPengantar ilmu perilaku kesehatan masyarakat
Pengantar ilmu perilaku kesehatan masyarakat
 
Teori-Keperawatan-Menurut-Dorothy-Orem.pptx
Teori-Keperawatan-Menurut-Dorothy-Orem.pptxTeori-Keperawatan-Menurut-Dorothy-Orem.pptx
Teori-Keperawatan-Menurut-Dorothy-Orem.pptx
 
Keperawatan jiwa
Keperawatan jiwaKeperawatan jiwa
Keperawatan jiwa
 
Betty neuman’s
Betty neuman’sBetty neuman’s
Betty neuman’s
 
Model kep. para ahli
Model kep. para ahliModel kep. para ahli
Model kep. para ahli
 
Makalah Ranah Perilaku
Makalah Ranah PerilakuMakalah Ranah Perilaku
Makalah Ranah Perilaku
 
Model keperawatan menurut levine
Model keperawatan menurut levineModel keperawatan menurut levine
Model keperawatan menurut levine
 
ppt psikologi sikap[2].pptx
ppt psikologi sikap[2].pptxppt psikologi sikap[2].pptx
ppt psikologi sikap[2].pptx
 

More from Abyy Al-Jufry Dei (17)

Halaman depan
Halaman depanHalaman depan
Halaman depan
 
Foto roy
Foto royFoto roy
Foto roy
 
Daftar pustaka
Daftar pustakaDaftar pustaka
Daftar pustaka
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Bab v
Bab vBab v
Bab v
 
Bab iv
Bab ivBab iv
Bab iv
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Daftar pustaka
Daftar pustakaDaftar pustaka
Daftar pustaka
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Bab v
Bab vBab v
Bab v
 
Bab iv
Bab ivBab iv
Bab iv
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
Horse doctor
Horse doctorHorse doctor
Horse doctor
 
Hiv aids
Hiv aidsHiv aids
Hiv aids
 

MAR Model Adaptasi Roy

  • 1. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Adaptasi Roy (MAR) 1. Pengertian Model Adaptasi Roy Model keperawatan adaptasi Roy adalah model keperawatan yang bertujuan membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama sehat sakit (Pearson, 200). Teori adaptasi Callista Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Model adaptasi Roy menguraikan bahwa bagaimana individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara adaptif karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistik yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi. 2. Konsep Mayor Kerangka Konseptual Model Adaptasi Roy Konsep Mayor yang membangun kerangka konseptual model adaptasi roy adalah: a. Sistem adalah kesatuan dari beberapa unit yang saling berhubungan dan membentuk satu kesatuan yang utuh dengan ditandai adanya input, control, proses, output dan umpan balik. b. Derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus fokal, konstektual dan residual dengan standar individual, sehingga manusia dapat berespon adaptif sendiri. c. Problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak adekuat terhadap penurunan atau peningkatan kebutuhan. d. Stimulus fokal adalah derajat perubahan atau stimulus yang secara langsung mengharuskan manusia berespon adaptif. Stimulus fokal adalah presipitasi perubahan tingkah laku. e. Stimulus konstektual adalah seluruh stimulus lain yang menyertai dan memberikan konstribusi terhadap perubahan tingkah laku yang disebabkan atau dirangsang oleh stimulus fokal.
  • 2. 6 f. Stimulus residual adalah seluruh factor yang mungkin memberikan konstribusi terhadap perubahan tingkah laku, akan tetapi belum dapat di validasi. g. Regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon otomatik melalui neural, cemikal dan proses endokrin. h. Kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon melalui proses yang kompleks dari persepsi informasi, mengambil, keputusan dan belajar. i. Model efektor adaptif adalah kognator yaitu ; Fisiologikal, fungsi pean, interdependensi dan konsep diri. j. Respon adaptif adalah respon yang meningkatkan intergritas manusia dalam mencapai tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan reproduksi. k. Fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan bagaimana proses adaptasi dilakukan untuk pengaturan cairan dan elektrolit, aktivits dan istirahat, eliminasi, nutrisi, sirkulasi dan pengaturan terhadap suhu, sensasi dan proses endokrin. l. Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan yang dianut individu dalam satu waktu berbentuk : persepsi, partisipasi, terhadap reaksi orang lain dan tingkah laku langsung. Termasuk pandangan terhadap fisiknya (body image dan sensasi diri) Kepribadian yang menghasilkan konsistensi diri, ideal diri, atau harapan diri, moral dan etika pribadi. m. Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran yang berhubungan dengan tugasnya di lingkungan sosial. n. Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain yang penting dan sebagai support sistem. Di dalam model ini termasuk bagaimana cara memelihara integritas fisik dengan pemeliharaan dan pengaruh belajar.
  • 3. 7 3. Asumsi Dasar Model Adaptasi Roy a Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus- menerus berinteraksi dengan lingkungan. b Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-perubahan biopsikososial. c Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif. d Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun negatif. e Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia. 4. Komponen System dalam Model Adaptasi Roy System adalah suatu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System dalam model adaptasi Roy sebagai berikut (Roy, 1991) : a. Input Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual. 1) Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi. 2) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat
  • 4. 8 menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial. 3) Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak. b. Kontrol Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem. 1) Subsistem regulator Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input- proses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem. 2) Subsistem kognator Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau
  • 5. 9 analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang. c. Output Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt diamati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini. d. System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya: 1) Fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin. 2) Konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain. 3) Fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain. 4) Interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal pola- pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok. Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan energi agar mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses ini memiliki tujuan meningkatkan respon adaptasi.
  • 6. 10 Teori adaptasi suster Callista Roy memandang klien sebagai suatu system adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan hubungan interdependensi selama sehat dan sakit (Black M dkk, 2010). Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal. Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan berikut: a) Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar b) Pengembangan konsep diri positif c) Penampilan peran sosial d) Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan Perawat menentukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya masalah bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi terhadap hal tersebut.Kemudian asuhan keperawatan diberikan dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi. 5. Konsep Keperawatan dengan Model Adaptasi Roy Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi keperawatan adalah : manusia, lingkungan, kesehatan, keperawatan. Unsur keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan juga termasuk dalam elememn penting pada konsep adaptasi. a. Manusia Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, control, output, dan proses umpan balik. Proses control adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik manusia di definisikan sabagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
  • 7. 11 Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, Jadi manusia dilihat sebagai menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk variable satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. Sebagai suatu sistem manusia juga dapat digambarkan dengan istilah input, proses control dan umpan balik serta output. Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan satandar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasanya dilakukan. Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan kognator adalah digambarkan sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. 1) Mode Fungsi Fisiologi Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
  • 8. 12 a) Oksigenasi Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas. b) Nutrisi Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991). c) Eliminasi Ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal Servonsky (1984) dalam Roy (1991). d) Aktivitas dan Istirahat Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh (Cho,1984 dalam Roy, 1991). e) Proteksi/ Perlindungan Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu (Sato, 1984 dalam Roy 1991). f) The Sense/Perasaan Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan (Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991). g) Cairan dan Elektrolit Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat
  • 9. 13 menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit (Parly, 1984, dalam Roy 1991). h) Fungsi Syaraf/Neurologis Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991). i) Fungsi Endokrin Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991). 2) Mode Konsep Diri Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self. a) The Physical Self yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas. b) The Personal Self yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.
  • 10. 14 3) Mode Fungsi Peran Mode fungsi peran mengenal pola - pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya. 4) Mode Interdependensi Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima. Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah respon inefektif. Respon-respon yang adaptif itu mempertahankan atau meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak efektif atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan balik respon-respon memberikan lebih lanjut masukan (input) pada manusia sebagai suatu sistem. Subsistem regulator dan kognator adalah mekanisme adaptasi atau koping dengan perubahan lingkungan, dan diperlihatkan melalui perubahan biologis, psikologis, dan social. Subsistem regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistem saraf, kimia tubuh dan organ endokrin serta subsistem kognator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya persepsi, proses informasi, pembelajaran, dan membuat alasan dan
  • 11. 15 emosional, yang termasuk didalamnya mempertahankan untuk mencari bantuan. b Konsep Sehat Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continuum dari meninggal sampai tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya dan menjadikan dirinya secara terintegrasisecara keseluruhan, fisik, mental dan social. Integritas adaptasi individu dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi. Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk beradapatasi terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu.Kondisi sehat dan sakit sangat individual dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping) tergantung dari latar belakang individu tersebut dalam mengartikan dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, budaya dan lain-lain. c. Konsep Lingkungan Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal dan eksternal,yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan kelompok. Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan emosioanal, kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu.manifestasi yang tampak akan tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons. Dengan pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat dalam meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko akibat dari lingkungan sekitar.
  • 12. 16 d Keperawatan Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa pemenuhan kebutuhan dasar dan diberikan kepada individu baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan social agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi berhubungan dengan empat mode respon adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Fokal adalah suatu respon yang diberikan secara langsung terhadap ancaman/input yang masuk.Penggunaan fokal pada umumnya tergantung tingkat perubahan yang berdampak terhadap seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat dari seseorang yang ada dan timbul releva dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif. Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam mengembangkan proses keperawatan. B. Teori-teori Grand Teori Keperawatan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keabstrakannya, dimulai dari meta theory sebagai yang paling abstrak, hingga practice theory. Level ke tiga dari teori keperawatan adalah Grand Theory yang menegaskan fokus global dengan board perspective dari praktik keperawatan dan pandangan keperawatan yang berbeda terhadap sebuah fenomena keperawatan. Grand Theory Keperawatan dibedakan dengan Teori Filosofi Keperawatan.
  • 13. 17 1. Filosofi bersifat abstrak yang menunjukkan keyakinan dasar disiplin keperawatan dalam memandang manusia sebagai makhluk biologis dan respon manusia dalam keadaan sehat dan sakit, serta berfokus kepada respons mereka terhadap suatu situasi. 2. Filosofi belum dapat diaplikasikan langsung dalam praktik keperawatan, sehingga perlu dijabarkan dan dibuat dalam bentuk yang lebih konkrit. 3. Grand theory keperawatan (Alligood, 2006) menyatakan teori pada level ini lebih fokus dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan praktisi keperawatan yang spesifik seperti spesifik untuk kelompok usia pasien, kondisi keluarga, kondisi kesehatan dan peran perawat. C. Teori Middle Range Teori Middle Range, merupakan level kedua dari teori keperawatan, abstraknya pada level pertengahan, inklusif, diorganisasi dalam lingkup terbatas, memiliki sejumlah varibel terbatas, dapat diuji secara langsung. Teori Middle-Range memiliki hubungan yang lebih kuat dengan penelitian dan praktik. Hubungan antara penelitian dan praktik menurut Flood (2009), menunjukkan bahwa Teori Mid-Range amat penting dalam disiplin praktik, selain itu Bell (2010) mempertahankan bahwa mid-range theories menyeimbangkan kespesifikannya dengan konsep ekonomi secara normal yang nampak dalam grand teori. Akibatnya mid-range teorimemberikan manfaat bagi perawat, mudah diaplikasikan dalam praktik dan cukup abstrak secara ilmiah. Chinn dan Kramer (1995) mengatakan bahwa mid-range theory sesuai dengan lingkup fenomena yang relatif luas tetapi tidak mencakup keseluruhan fenomena yang ada dan merupakan masalah pada disiplin ilmu.Contoh yang mewakili mid-range teori adalah teori meredakan nyeri dalam keperawatan. Teori ini lebih luas dari theori neural conduction terhadap rangsangan nyeri tetapi lebih sempit dari tujuan mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Jadi fenomena nyeri terkait pada konsep mid-range pada keperawatan,
  • 14. 18 karena nyeri adalah salah satu dari fenomena yg terdiri dari konsep global suatu disiplin. Mid-range theories berfokus pada konsep peminatan perawat dan mencakup nyeri, empati, berduka, konsep diri, harapan, kenyamanan, martabat dan kualitas hidup. Contoh dalam keperawatan middle range theories adalah : Rogers’ Theory dari akselerasi perubahan, King’s Theory dari pencapaian tujuan. Teori chronic sorrow merupakan teori mid-range karena dalam teori ini membahas tentang fenomena yang spesifik yaitu tentang masalah- masalah yang timbul dari penyakit kronis mencakup proses berduka, kehilangan, faktor pencetus dan metoda manajemennya. Karena kespesifikan teori tersebut, maka teori ini mudah diaplikasikan dalam praktik keperawatan. D. Konsep Fraktur Femur 1. Definisi Fraktur Femur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Sjamsuhidayat, 2005). Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Sjamsuhidayat, 2005). 2. Etiologi Penyebab fraktur femur adalah trauma. Trauma dibagi menjadi dua, yaitu trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua. Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu osteoporosis imperfekta, osteoporosis, penyakit metabolis.
  • 15. 19 3. Tanda dan Gejala a. Nyeri hebat di tempat fraktur. b. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah. c. Rotasi luar dari kaki lebih pendek. d. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, krepitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas. 4. Klasifikasi Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu : a. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula, yaitu melalui kepala femur (capital fraktur, hanya di bawah kepala femur, melalui leher dari femur. b. Fraktur Ekstrakapsuler ; terjadi luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter, terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokanter kecil. 5. Manifestasi Klinis a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot. c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain dari 2,5-5 cm (1 sampai 2 inchi).
  • 16. 20 d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang/krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera. 6. Komplikasi a. Komplikasi awal 1) Syok Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak. 2) Sindom emboli lemak Setelah terjadi fraktur femur, dapat terjadi emboli lemak khususnya pada dewasa muda (20-30 tahun) pria. Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan gejalanya sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi dalam 24 sampai 72 jam. Gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia dan pireksia. Gangguan cerebral diperlihatkan dengan adanya perubahan status mental yang bervariasi dari agitasi ringan dan kebingungan sampai delirium dan koma yang terjadi sebagai respon terhadap hipoksia, akibat penyumbatan emboli lemak di otak.
  • 17. 21 3) Sindrom kompertemen Sindrom kompartemen disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang menjerat, atau peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah. Pasien mengeluh adanya nyeri dalam, berdenyut tak tertahankan. Palpasi pada otot akan terasa pembengkakan dan keras. b. Komplikasi lambat 1) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu. Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistemik atau distraksi fragmen tulang. Tidak ada penyatuan terjadi karena kegagalan penyatuanujung-ujung patahan tulang. 2) Nekrosis avaskuler tulang Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati, dapat terjadi setelah fraktur khususnya pada kolum femoris. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorbsi dan diganti dengan tulang baru. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan gerak. 3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator utama telah terjadi masalah. Masalah tersebut meliputi pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, alat yang cacat atau rusak, berkaratnya alat menyebabkan inflamasi lokal, respon alergi terhadap campuran logam yang digunakan dan remodeling osteoporotik di sekitar alat fiksasi.
  • 18. 22 7. Pemeriksaan Penunjang a. X.Ray. b. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans. c. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler. d. CCT kalau banyak kerusakan otot. 8. Penatalaksanaan Secara Umum a. Reduksi Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit dilakukan bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan, mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dilakukan manipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Reduksi terbuka digunakan pada fraktur tertentu dengan memakai alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
  • 19. 23 b. Imobilisasi Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips sedangkan fiksasi interna dapat digunakan implan logam yang berperan sebagai bidai internal untuk mengimobilisasi fraktur. c. Rehabilitasi Segala upaya dilakukan untuk penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda-tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ketidaknyamanan dan ansietas dikontrol dengan berbagai pendekatan misalnya dengan meyakinkan, perubahan posisi, peredaan nyeri, termasuk analgetika. E. Teori Asuhan Keperawatan Model Adaptasi Roy (MAR) Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian tahap pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi, langkah- langkah tersebut sama dengan proses keperawatan secara umum. 1. Pengkajian Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian tahap I dan pengkajian tahap II. Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu system adaptif berhubungan dengan masing-masing mode adaptasi: fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan. Oleh karena itu pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian perilaku,yaitu pengkajian klien terhadap masing-masing mode adaptasi secara sistematik dan holistik. Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan perilaku klien tentang ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang
  • 20. 24 memerlukan dukungan perawat. Jika ditemukan ketidakefektifan respon (mal-adaptif), perawat melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada tahap ini, perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontekstual dan residual yang berdampak terhadap klien. Menurut Martinez, factor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetic; jenis kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi sosial; mekanisme koping dan gaya, strea fisik dan emosi; budaya;dan lingkungan fisik. Hal tersebut dapat dicontohkan sebagaimana berikut: a. Pengkajian Perilaku 1) Pengakajian Fisiologis Ada 9 (Sembilan) perilaku respon fisiologis : a) Oksigenasi ; berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi. b) Nutrsisi ; untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan. c) Eliminasi ; Pola eliminasi. d) Aktivitas dan istirahat ; pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur. e) Intergritas kulit ; Pola fisiologis kulit. f) Rasa/senses ; Fungsi sensoris perceptual b.d panca indra. g) Cairan dan elektrolit ; Pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit. h) Fungsi Neurologis ; Pola kontrol neurologis, pengaturan dan intelektual. i) Fungsi endokrin ; Pengaturan system reproduksi termasuk respon stress. 2) Pengkajian Konsep Diri Mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan dan emosi yang berhubungan dengan Ide diri sendiri tentang fisik, perasaan, dan moral-etik.
  • 21. 25 3) Pengkajian Fungsi Peran Mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang dengan orang lain akibat dari peran ganda. 4) Pengkajian Interdpendensi Mengidentifikasi pola nilai menusia, kehangatan, cinta dan memiliki melalui hubungan interoersonal terhadap individu dan kelompok. Roy sudah mengidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan dengan aktivitas Subsistim regulator dan Subsistem Kognator yang tidak efektive, seperti pada table berikut : Gejala berat dari aktivitas Regulator :  peningkatan deyut jantung dan tekanan darah.  Tegang.  Hilang nafsu makan.  Peningkatan kortisol serum Gejala Inefektiv dari Kognator :  Gangguan persepsi/ proses informasi.  Pembelajaran inefektive.  Tidak mampu membuat justifikasi.  Afektive tidak sesuai. Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The Base for Profesional Nursing Practice. 4th. Appleton & lange Norwalk, Connecticut. b. Pengkajian Stimulus Pengkajian stimulus merupakan tahap dua untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku yang ditunjukan oleh individu. Faktor yang mempengaruhi ini disebut juga dengan stimulus dan stimulus dapat internal dan eksternal yang mencakup semua kondisi, keadaan dan mempengaruhi sekeliling dan/atau mempengaruhi perkembangan dan perilaku seseorang. Stimulus umum yang mempengaruhi adaptasi antara lain kultur (status sosial ekonomi, etnis, dan sistem keyakinan); keluarga (struktur dan tugas-tugas); tahap perkembangan (faktor usia, jenis, tugas, keturunan, dan genetik); integritas mode adaptif (fisiologis yang mencakup patologi penyakit, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi); efektivitas kognator (persepsi, pengetahuan, ketrampilan); pertimbangan lingkungan (perubahan lingkungan internal atau eksternal, pengelolaan medis, menggunakan obat-obat, alkohol, tembakau). Pengkajian stimulus diarahkan pada stimulus fokal, kontekstual, dan residual
  • 22. 26 2. Perumusan Diagnosa Keperawatan Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan: a. Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan berhubungan dengan 4 mode adaptif .dalam mengaplikasikan diagnosa. b. Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku yang tampak dan berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode diagnosa ini maka diagnosanya adalah “nyeri dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan cuaca lingkungan yang panas”. c. Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan dengan stimulus yang sama, misalnya jika seorang petani mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di luar pada cuaca yang panas. Pada kasus ini, diagnosa yang sesuai adalah “kegagalan peran berhubungan dengan keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”. Adapun diagnosa yang biasa nya muncul pada teori Roy adalah sebagai berikut : FISIOLOGIS MODE 1. Oksigenasi  Hipoksia/syoks.  Gangguan ventilasi.  Inadekuat pertukaran gas.  Inadekuat transport Gas  Gangguan perfusi jaringan. 2. Nutrisi  Malnutrisi.  Mual,muntah.  Anoreksia. 3. Eliminasi  Diare.  Konstipasi.  Kembung. 6. Sensoris  Nyeri akut.  Nyeri kronis.  Sensori overload.  Gangguan sensori primer.  Potensial injuri.  Kehilangan kemampuan perawatan diri.  Gangguan persepsi.  Potensial injuri/ hilang kemam-puan merawat diri. 7. Cairan dan Elektriolit  Dehidrasi.  Retensi cairan intra seluler.;  Edema.  Shok hipo/hipervolemik.  Hyper atau hipokalsemia.
  • 23. 27  Retensi Urine.  Inkontinensia urine. 4. Aktivitas dan Istirahat  Inadekuat pola aktivitas dan istirahat.  Intolenransi aktivitas.  Immobilisasi.  Gangguan tidur. 5. Intergritas Kulit  Gatal-gatal.  Kekeringan.  Infeksi.  Dekubitus  Ketidakseimbangan asam basa. 8. Fungsi Nerologis  Penurunan kesadaran.  Defisit memori.  Ketidakstabilan perilaku dan mood. 9. Fungsi Endokrin  Inefektiv regulator hormon.  Inefektiv pengembangan reproduksi.  Ketidakstabilan sikulus ritme stress internal. KONSEP DIRI Pandangan terhadap Fisik  Penurunan konsep seksual.  Agresi.  Kehilangan.  Seksual disfungtion. Pandangan terhadap Personal.  Cemas tidak berdaya.  Harga diri rendah.  Merasa bersalah. FUNGSI PERAN INTERDEPENDENSI  Transisi peran.  Peran berbeda.  Konflik peran.  Kegagalan peran.  Kecemasan.  Merasa.  Ditinggalkan/isolasi. 3. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien, sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
  • 24. 28 Menurut Roy & Andrews, 1999 dalam Alligood & Tomey, 2006 tujuan dari intervensi keperawatan adalah mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif serta merubah perilaku tidak efektif menjadi perilaku adaptif. Intervensi direncanakan untuk mengelola stimulus. Sebagai stimulus, intervensi berfokus bagaimana tujuan dapat dicapai. Fokus intervensi adalah mengarah pada suatu stimulus yang mempengaruhi suatu perilaku. Pengelolaan stimulus meliputi merubah, meningkatkan, menurunkan, memindahkan, menghilangkan, dan/atau mempertahankannya. Merubah stimulus memperkuat kemampuan mekanisme koping seseorang untuk berespon secara positif dan hasilnya adalah perilaku adaptif. Langkah dalam menyusun intervensi keperawatan meliputi penetapan atas empat hal yaitu: a. apa pendekatan alternatif yang akan dilakukan. b. apa konsekuensi yang akan terjadi. c. apakah mungkin tujuan tercapai oleh alternatif tersebut. d. nilai alternatif itu diterima atau tidak. Intervensi keperawatan ini dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain (pasien, keluarga, dan tim kesehatan). Adapun standar tindakan yang biasa nya muncul pada teori Roy adalah sebagai berikut : STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS Memenuhi kebutuhan Oksigen : Kriteria: 1. menyiapkan tabung oksigen dan flow meter. 2. menyiapkan hemodifier berisi air. 3. menyiapkan slang nasal dan masker. 4. memberikan penjelasan pada pasien. 5. mengatur posisi pasien. 6. memasang slang nasal dan masker. 7. memperhatikan reaksi pasien. Memenuhi kebutuihan aktivitas dan Istirahat/tidur : Kriteria 1. melakukan latihan gerak pada pasien tidak sadar. 2. melakukan mobilisasi pad pasien pasca operasi. 3. mengatur posisi yg nyama pada pasien. 4. menjaga kebersihan lingkungan. 5. Mengopservasi reaksi pasien. Memenuhi kebutuhan Intergritas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik) :
  • 25. 29 Memenuhi kebutuhan Nutrisi: Kriteria 1. menyiapkan peralatan dalam dressing car. 2. menyeiapkan cairan infus/makanan/darah. 3. memberikan penjelasan pada pasien. 4. mencocokan jenis cairan/darah/diet makanan 5. mengatur posisi pasien. 6. melakukan pemasangan infus/darah/makana Memenuhi kebutuhan Eliminasi : Kriteria 1. menyiapkan alat pemberian hukmah/gliserin, dulkolac & peralatan pemasangan kateter 2. memperhatikan suhu cairan/ukuran kateter 3. menutup dan memasang selimut. 4. mengobservasi keadaan feses dan uerine. 5. Mengobservasi rekasi pasien. Kriteria 1. memandikna pasien yang tidak sadar/ kondisinya lemah. 2. mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/ kotor. 3. Merapikan alat-alat pasien. Mencegahdan mengatasi reaksi fisiologsi : Kriteria 1. Mengopservasi tanda-tanda vital sesuai kebutuhan. 2. melakukan tes alergi pada pemberian obat baru. 3. mengobservasi reaksi pasien. STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual. Kriteria 1. Melaksnakan Orientasi pada pasien baru. 2. memberikan penjelasan tentang tindakan yang kan dilakukan. 3. memberikan penjelasan dangan bahasa sederhana. 4. memperhatikan setiap keluhan pasien. 5. memotivasi pasien untuk berdoa. 6. membantu pasien beribadah. 7. memperhatikan pesan-pesan pasien. STANDAR TINDAKAN PAD GANGGUAN PERAN 1. Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna bagi keluarga dan msayarakat. 2. mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien. 3. melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam
  • 26. 30 pengobatan dirinya. 4. Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan menyangkut diri pasien. 5. bersifat terbuka dan komunikastif pada pasien. 6. mengijinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien 7. perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap pasien yang dilakukan secara benar dalam perawatan. 8. Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika ada sikap yang negatif dari klein. STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENSI 1. membantu pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum. 2. membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi. 3. membantu pasien memenuhi kebutuhan kebesihan diri (mandi). 4. membantu pasien untuk berhias atau berdandan. 4. Implementasi Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau memanipulasi fokal, kontextual dan residual stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang pada zona adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat. 5. Evaluasi Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.