Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Paradigma Pembangunan
1. Disusun Oleh:
1. Dyana sheelvia
2. Ika Yunifah
3. Lusy Lintang P
4. Mia Silvia
5. Neli Pilha
Kelas XII IPA 3
2. E. Pancasila sebagai Sumber Nilai
dan Paradigma Pembangunan
1. Pancasila sebagai sumber nilai
Pancasila adalah sumber nilai. Itu berarti, Pancasila merupakan
acuan utama bagi pembentukan hukum nasional, kegiatan
penyelenggaraan negara, partisipasi warga negara dan pergaulan antar
warga negara dalam kehidupan berbangsa dan berneraga.
a. Nilai dasar
Pancasila memuat lima Nilai dasar tentang penyelenggaraan negara.
Nilai – nilai dasar itu meliputi: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut juga tercermin dalam norma
dasar, yaitu pasal-pasal UUD 1945.
3. b. Nilai Instrumental dan nilai Praksis
Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar. Nilai
ini berlaku untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi
tertentu. Sifatnya sudah lebih bersifat kontekstual, bahkan harus
disesuaikan dengan tuntutan zaman. Dari segi kandungan
nilainya, nilai instrumental tampil dalam bentuk kebijakan,
strategi, organisasi, sistem, rencana, program, yang menjabarkan
lebih lanjut nilai dasar tersebut.
Nilai instrumental terikat oleh perubahan waktu, keadanaan atau
tempat. Karena itu, nilai ini memerlukan penyelesaian secara
berkala. Penyelesaian ini untuk menjamin agar nilai dasar
tersebut tetap relevan dengan masalah-masalah utama yang
dihadapi masyarakat dalam zaman tersebut.
4. Nilai praksis merupakan penjabaran nilai instrumental
dalam situasi konkret pada tempat tertentu dan situasi
tertentu. Sifatnya amat dinamis. Nilai praksis terdapat pada
banyak wujud penerapan nilai-nilai Pancasila itu baik oleh
lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, organisasi kekuatan
sosial politik, organisasi kemasyarakatan, maupun oleh warga
negara secara perorangan. Ringkasnya, nilai praksis itu
terkandung dalam kenyataan sehari-hari, yaitu cara bagaimana
kita melaksanakan nilai Pancasila dalam praktik hidup sehari-hari.
5. 2. Pancasila sebagai Pradigma Pembangunan
a. Pengertian Pembangunan
Pembangunan adalah usaha bangsa untuk meningkatkan
mutu dan taraf hidup masyarakat sehingga menjadi lebih baik.
Peningkatan mutu ini tidak terbatas hanya pada sektor ekonomi
saja, tetapi juga seluruh aspek kehidupan manusia. Di dalamnya
tercakup tiga proses sekaligus, yaitu emansipasi bangsa,
modernisasi, dan humanisasi (Poespowardojo, 1989:47).
Emansipasi bangsa, artinya usaha bangsa untuk melepaskan
diri dari ketergantungan pada bangsa lain agar dapat berdiri
sendiri dengan kekuatan sendiri tanpa melepaskan semangat
kerja sama yang produktif. Sementara itu, Modernisasi adalah
upaya untuk mencapai taraf dan mutu kehidupan yang lebih
baik. Sedangkan Humanisasi bermakna bahwa pembangunan
pada hakikatnya adalah untuk manusia seutuhnya dan seluruh
masyarakat indonesia.
6. b. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
Pancasila merupakan paradigma pembangunan. Artinya,
pancasila berisi anggapan-anggapan dasar yang merupakan kerangka
keyakinan. Kerangka keyakinan tersebut berfungsi sebagai acuan,
kiblat dan pedoman dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
dan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan di Indonesia .
Pembangunan di Indonesia tidak boleh bersifat pragmatis (hanya
mementingkan tindakan nyata dan menafikan pertimbangan etis).
Tidak boleh bersifat ideologis (melayani ideologi tertentu dan
menafikan manusia nyata. Melainkan, pembangunan mesti ditujukan
untuk melayani manusia-manusia nyata dengan segala aspirasi dan
harapan-harapannya.
Pembangunan semacam itu hanya bisa terjadi manakala memenuhi
tiga syarat mutlak, yaitu menghormati hak-hak asasi manusia, dan
memberikan prioritas pada penciptaan taraf minimum keadilan sosial.
7. F. Bersikap positif terhadap Pancasila sebagai
Ideologi Terbuka
Ideologi terbuka boleh ditafsirkan oleh semua komponen
masyarakat. Ideologi semacam itu perlu dicari implikasinya sesuai
dengan tantangan internal maupun tantangan eksternal bangsa.
Begitupun pancasila. Akan tetapi kenyataan itu bisa membawa serta
sejumlah masalah, yaitu:
1. Pertama, pancasila hanya akan berkembang kalau segenap
komponen masyarakat bersedia bersikap proaktif, terus-menerus
melakukan reinterpretasi (penafsiran ulang) terhadap pancasila
dalam suasana dialog kritis-konstruktif.
2. Kedua, karena terbuka untuk ditafsirkan oleh siapa saja, bisa
terjadi pancasila semata-mata ditafsirkan sesuai dengan
kepentingan si penafsir.
8. Dua tantangan tersebut menuntut sikap dan tanggapan
positif bagi semua masyarakat. Sikap positif itu terutama
adalah kesediaan segenap masyarakat untuk aktif
mengungkapkan pemahamannya mengenai pancasila.
Dengan cara demikian kemungkinan jika terjadi irelevansi,
dominasi penafsiran, maupun penafsiran tidak sehat
terhadap pancasila bisa dicegah. Jadi, reinterpretasi pancasila
itu tidak sekedar berhenti pada dialog teoretis, melainkan
harus mendarat menjadi aksi.
Sikap positif yang paling dibutuhkan untuk menjadikan
pancasila sebagai ideologi terbuka yang berwibawa adalah
terus-menerus secara konsisten untuk berjuang memperkecil
kesenjangan antara ideal-ideal pancasila dengan kenyataan
kehidupan berbangsa sehari-hari. Untuk itu, semua
komponen bangsa perlu melibatkan diri sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Hal itu bisa dimulai dari diri
sendiri, lalu meluas ke lingkungan sekitar.