Dokumen tersebut berisi ringkasan singkat tentang peta dan sejarah beberapa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia seperti Tarumanegara, Kutai, Mataram Kuno, Singhasari, Kediri, dan Majapahit. Kerajaan-kerajaan tersebut berdiri pada abad ke-4 hingga abad ke-15 Masehi dan memainkan peran penting dalam sejarah awal Indonesia.
1. Tugas Sejarah
Peta Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia
Disusun Oleh:
RISA SANTHICA ASHALI
Kelas:
XI IPS 2
2. Peta Kerajaan Tarumanegara
Wilayah kekuasaan kerajaan Tarumanagara. Dari Banten sampai Binong ( warna
coklat di peta ). Wilayah pengaruhnya dari Ujung Kulon sampai sebagian Jawa
Tengah ( coklat muda ). Urang Bandung dan anak Betawi/ Jakarta, sama2
keturunan Tarumanagara. Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah
sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4
hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara
yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak
di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah
kerajaan Hindu beraliran Wisnu.
4. Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara
yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini
terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai
Mahakam.[1][2] Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama
tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut.
Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan
memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja
Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-
13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai
Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang ibukotanya
pertama kali berada di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah,
di tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai
Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam yang disebut Kesultanan
Kutai Kartanegara.
6. Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua
wangsa (keluarga), yaitu wangsa Sanjaya dan Sailendraa. Pendiri wangsa
Sanjaya adalah Raja Sanjaya. Ia menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja
Sanna. Konon, Raja Sanjaya telah menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno
dari kehancuran setelah Raja Sanna wafat.
Setelah Raha Sanjaya wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno
dipegang oleh Dapunta Sailendra, pendiri wangsa Sailendra. Para raja
keturunan wangsa Sanjaya seperti Sri Maharaja Rakai Panangkaran, Sri
Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak, dan Sri Maharaja
Rakai Garung merupakan raja bawahan dari wangsa Sailendra. Oleh Karena
adanya perlawanan yang dilakukan oleh keturunan Raja Sanjaya,
Samaratungga (raja wangsa Sailendra) menyerahkan anak perempuannya,
Pramodawarddhani, untuk dikawinkan dengan anak Rakai Patapan, yaitu
Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya).
Rakai Pikatan kemudian menduduki takhta Kerajaan Mataram Kuno.
Melihat keadaan ini, adik Pramodawarddhani, yaitu Balaputeradewa,
mengadakan perlawanan namun kalah dalam peperangan. Balaputeradewa
kemudian melarikan diri ke P. SUmatra dan menjadi raja Sriwijaya.
8. Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan
Samudera, Pasai, atau Samudera Darussalam, adalah kerajaan
Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di
sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan ini
didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar Malik al-Saleh, pada sekitar
tahun 1267 dan berakhir dengan dikuasainya Pasai oleh Portugis pada
tahun 1521. Raja pertama bernama Sultan Malik as-Saleh yang wafat
pada tahun 696 H atau 1297 M, kemudian dilanjutkan
pemerintahannya oleh Sultan Malik at-Thahir.
Kesultanan Samudera-Pasai juga tercantum dalam kitab Rihlah
ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn
Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah di Samudera
pada tahun 1345. Ibn Batuthah bercerita bahwa Sultan Malik az-Zahir
di negeri Samatrah menyambutnya dengan penuh keramahan.
Menurut Ibn Batuthah, penduduk Samatrah (Samudera) menganut
mazhab Syafi`i.
9. Prasasti Minye Tujoh di Pasai dan batu-batu nisan kuno berkaligrafi
Arab di Komplek Makam Raja-Raja Samudera Pasai;
Mata uang emas (Dirham) peninggalan Kesultanan Pasai yang memberi
informasi nama Sultan yang sedang memerintah dan tahun pemerintahan
Inskripsi kuno dari Kerajaan Islam di Sumatera, Jawa dan Kalimantan
tentang kaitan penyebaran Islam di Indonesia dengan ulama dari Kerajaan
Samudera Pasai, misalnya Babad Tanah Jawi, dan Hikayat Banjar.
Pada Prasasti Minye Tujoh, berangka tahun 1380M, selain menyebutkan
mangkatnya seorang raja Pasai, juga menyebutkan bahwa kekuasaan
Samudera Pasai pada masa itu mencakupi wilayah Pasai dan Kedah, Malaysia.
Informasi pada prasasti tersebut menunjukkan bahwa Samudera Pasai tumbuh
dan berkembang sebagai kota pelabuhan yang memiliki kepentingan terhadap
perdagangan di Selat Malaka.
11. Pengetahuan mengenai sejarah Sriwijaya baru lahir pada
permulaan abad ke-20 M, ketika George Coedes menulis karangannya
berjudul Le Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M.
Coedes kemudian menetapkan bahwa, Sriwijaya adalah nama sebuah
Kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes juga
menetapkan bahwa, letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan
bersandar pada anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on
the Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source,
yang menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I adalah Palembang yang terletak di
Sumatera Selatan, yaitu tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar kota
Palembang sekarang.
13. Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam
sejarah Singhasari (1268 - 1292). Ia adalah raja pertama yang
mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275 ia
mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra
sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa
Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya
(kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap
telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa
yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi
menaklukkan Bali. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim
utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan
Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara.
Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan
Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu,
Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
15. Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-
Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan
diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi
kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya
atas Janggala.
Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan
Ghatotkachasraya. Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri
Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana.
Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama
Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis
Kresnayana.
Kerajaan Panjalu-Kadiri runtuh pada masa pemerintahan Kertajaya, dan
dikisahkan dalam Pararaton dan Nagarakretagama.
Pada tahun 1222 Kertajaya sedang berselisih melawan kaum brahmana
yang kemudian meminta perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan
Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang merupakan daerah
bawahan Kadiri.
16. Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter.
Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya.
Dengan demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak
saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari.
Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kadiri menjadi suatu
wilayah dibawah kekuasaan Singhasari. Ken Arok mengangkat
Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258
Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada
tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang.
Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh
Kertanegara, karena dendam masa lalu dimana leluhurnya
Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh
Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan Kadiri,
namun hanya bertahan satu tahun dikarenakan serangan gabungan
yang dilancarkan oleh pasukan Mongol dan pasukan menantu
Kertanegara, Raden Wijaya
18. Majapahit adalah sebuah kerajaan di Indonesia yang pernah berdiri
dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak
kejayaannya dan menjadi Kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang
luas pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350
hingga 1389.
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang
menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar
dalam sejarah Indonesia.Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra,
Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah
kekuasaannya masih diperdebatkan.
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389,
Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta.
Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi
sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki
seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas
takhta.[5] Perang saudara yang disebut Perang Paregreg