1. Tasawuf berhubungan erat dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti ilmu kalam, falsafah, fiqih, dan psikologi.
2. Tasawuf melengkapi ilmu kalam dengan memberikan penghayatan spiritual dan aplikasi praktis keyakinan agama.
3. Hubungan tasawuf dan falsafah tidak selalu berlawanan, ada bentuk integrasi antara kedua ilmu tersebut.
1. Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Kalam, Ilmu Falsafah, Ilmu Fiqih, Dan Ilmu
Jiwa
A. PENGERTIAN TASAWUF
Kata sufi mulanya muncul pada abad ke-9. Asal usul kata ini dibahas oleh
hujwiri pada abad ke-11. Ia mengemukakan nama itu mungkin berasal dari kata shuf
(yang berarti wol), karena kaum sufi memakai busana wol. Atau dari ahli suffah, nama
yang dilekatkan pada orang-orang yang tinggal diberanda masjid Nabi Muhamad. Atau
dari shaft (yang berarti kesucian). Nabi Muhamad menyatakan “Barang siapa
mengenal dirinya, maka ia mengenal penciptanya”. Tasawuf adalah jalan kembali
kekeadaan azali manusia, jalan yang ditempuh untuk menemukan makna dan tujuan,
untuk mencapai ketenangan dan kehidupan abadi, jalan yang ditempuh orang untuk
bisa pulang kerumah. Dalam literatur barat, tasawuf sering disebut mistisme Islam.
Sebab ia adalah jalan bagi pengalaman pribadi tentang cinta ilahi dan ia mencakup
pemahaman ektase yang dikenal dengan mistis. Tasawuf berarti mengalami dan
menghayati realitas agama, penemuan dan realitas yang dicanangkan oleh semua
Nabi. Semua orang di karuniai potensi untuk menemukan rahasia kehidupan ini.
Pengalaman tidak bisa dicapai melalui nalar dan logika, melainkan harus datang dari
2. lubuk hati terdalam. Tasawuf adalah Islam, karena Islam berarti berserah diri kepada
Tuhan, dan tujuan Tasawuf adalah berserah diri kepada Tuhan, syarat untuk mencapai
penyatuan dengan Tuhan sang kekasih.
B. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan
pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini
biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar
argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang dimaksudkan
adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis,
sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-
dalil Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu
kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah. Sebagai contoh, ilmu kalam
menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam, Iradah, Qudrah, Hayat, dan
sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat
merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihatnya, bagaimana pula
perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an, bagaimana seseorang merasa
bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari kekuasaan Allah ?
Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada
ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman
kejiwaan manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana
merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan bagaimana
merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang diwajibkan. Pada ilmu kalam
ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta
kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan
jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana
dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak cukup
3. hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah
tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya.
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai
berikut.
1. Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang
mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau
teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan
penyempurna ilmu kalam.
1. Berfungsi sebagai pengendali ilmu Tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu
aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru
yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan
penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah
diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan
oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
2. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan
kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam
cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional disamping
muatan naqliyah, ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih bebas. Disinilah
ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam
terkesan sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran
penghayatan atau sentuhan hati.
Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan
dengki akan sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak
akan ada rasa sombong dan membanggakan diri. Kalau saja manusia sadar bahwa
Allahlah pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya. Dari
sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian
menuju Allah (pendakian para kaum sufi). Dalam ilmu Tasawuf, semua persoalan yang
berada dalam kajian ilmu kalam terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih
dinamis dan aplikatif.
4. C. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU FALSAFAH
Biasanya Tasawuf dan filsafah selalu dipandang berlawanan. Ada juga anggapan
bahwa pencarian jalan Tasawuf mengharuskan pencelaan filsafat, tidak hanya berupa
timbal balik dan saling mempengaruhi, bahkan asimilasi (perpaduan) dan hubungan ini
sama sekali tidak terbatas pada kebencian dan permusuhan. Tasawuf adalah
pencarian jalan ruhani, kebersatuan dengan kebenaran mutlak dan pengetahuan
mistik menurut jalan dan sunnah. Sedangkan filsafah tidak dimaksudkan hanya filsafah
peripatetic yang rasionalistik, tetapi seluruh mazhab intelektual dalam kultur Islam
yang telah berusaha mencapai pengetahuan mengenai sebab awal melalui daya
intelek. Filsafat terdiri dari filsafat diskursif (bahtsi) maupun intelek intuitif (dzawqi).
Hubungan antara Tasawuf dan filsafat, yaitu :
1. Bentuk hubungan yang paling luas antara Tasawuf dan filsafat tentu saja adalah
pertentangan satu sama lain, sebagaimana tampak dalam karya-karya al-
Ghazali bersaudara, Abu hamid dan Ahmad. Dan penyair sufi besar seperti
Sana’I, Athar, dan Rumi. Kelompok sufi ini hanya memperhatikan aspek rasional
dari filsafat, dan setiap kali berbicara tentang intelek, mereka tidak
mengartikan intelek dalam arti mutlaknya, namun mengacu kepada aspek
rasional intelek (akal). Athar juga memahami filsafat hanya sebagai filsafat
peripatetic yang rasionalistik, dan menekankan bahwa hal itu tidak boleh
dikelirukan dengan misteri ilahiah dan pengetahuan ilahiah, yang merupakan
usaha puncak pensucian jiwa dibawah bimbingan spiritual para guru sufi.
Intelek tidak sama dengan hadist Nabi dan falsafah tidak sama dengan teosofi
(hikmah) dalam makna Qur’aninya. Matsnawi adalah sebuah Masterpiece
filsafat.
2. Hubungan antara Tasawuf dan filsafat tampak dalam munculnya bentuk khusus
yang terjalin erat dengan filsafat. Meskipun bentuk tasawuf ini tidak menerima
filsafat peripatetic dan mazhab-mazhab filsafat lain yang seperti itu, namun ia
sendiri tercampur dengan filsafat atau teosofi (hikmah) dalam bentuknya yang
paling luas. Dalam mazhab Tasawuf itu, intelek sebagai alat untuk mencapai
realitas tentang yang mutlak dengan memperoleh kedudukan yang tinggi.
Dengan demikian, dalam tasawuf berkembang satu jenis teosofi (ilmu ilahi)
yang tidak hanya datang untuk menggantikan filsafat didunia Arab, tapi di
Persia ia juga amat mempengaruhi jika bukan menggantikan filsafat dan
kemudian secara amat efektif menggabungkan filsafat dan Tasawuf, bahkan
mengganti nama Tasawuf menjadi Irfan (gnosis,makrifat) pada periode safawi.
Penentangan terhadap filsafat masih tetap tampak, tapi penentangan ini
sebenarnya muncul dalam kaitannya dengan istilah falsafah dan rasionalisme.
5. Hubungan Tasawuf dan filsafah berbeda dari apa yang diamati dalam tasawuf
yang didominasi cinta, seperti pada Athar dan lainnya.
3. Hubungan antara Tasawuf dan filsafat ditemukan dalam karya-karya para sufi
yang sekaligus juga filosof, Yang telah berusaha untuk merujuk tasawuf dan
filsafat. Afdhaluddin kasyani, Quthbuddin syirazi, Ibd Turkah al-Isfahani, dan
Mir Abul Qosim findiriski, orang-orang ini seluruhnya adalah sufi yang berjalan
pada jalan spiritual dan telah mencapai maqam spiritual, dan beberapa
diantara mereka terdapat para wali, tetapi pada saat yang sama secara
mendalam memahami filsafat dan cukup mengherankan, beberapa diantara
mereka lebih tertarik pada filsafat peripatetic dan rasionalistik daripada
filsafat intuitif (dzawqi), sebagaimana dapat diamati dalam kasus Mir Findiriski
yang amat mendalami As-Syifanya Ibnu Sina. Diantara kelompok ini,
Afdhaluddin Kasyani memegang kedudukan yang unik. Ia tidak hanya salah satu
sufi terbesar yang hingga hari ini mouseleumnya di Maqam Kasyani menjadi
tempat Ziarah, baik orang-orang yang awam maupun orang-orang terpelajar,
tetapi ia juga dianggap sebagai salah satu filosof Persia terbesar yang
sumbangannya bagi pengembangan bahasa filsafat Persia tak tertandingi.
Karya-karya filsafatnya dalam logika, teologi, ataupun dalam ilmu-ilmu alam
ditulis dalam bahasa Persia yang jelas dan fasih, dan merupakan Masterpiece
dalam bahasa ini. Ia tidak hanya menunjukkan dengan jelas wawasan tasawuf
dalam syair-syairnya, namun dalam hal logika dan filsafat yang paling ketat
sekalipun. Figur besar lain seperti Quthbuddin al-Syirazi, yang dalam masa
remajanya bergabung dengan para sufi dan juga menulis karya besar dalam
filsafat peripatetic dalam bahasa Persia, Durrat al-Tajj, lalu bin Turkah
Isfahani, yang Tamhid al-Qawaidnya merupakan Masterpiece filsafat sekaligus
Tasawuf, dan Mir Abul Qosim Findiriski, yang menjadi komentator karya
metafisika Hindu penting, Yoga Vaisithsa adalah sufi dan ahli makrifat yang
kepadanya banyak mukjizat dinisbatkan. Mereka semua sesungguhnya adalah
para pengikut mazhab Afdhluddin Kasyani, sejauh menyangkut upaya
pemantapan hubungan antara Tasawuf dan Filsafat.
4. Kategorisasi umum kita mengenai hubungan Tasawuf dengan filsafat, mencakup
para filosof yang mempelajari atau mempraktekan Tasawuf. Yang pertama dari
kelompok ini adalah Al-Farabi, yang mempraktekan Tasawuf dan bahkan telah
mengubah musik yang dimainkan dalam pertemuan Sama’ pada sufi, mutiara
hikmah yang dinisbatkan kepadanya sangatlah penting. Karena, pada dasarnya,
inilah buku mengenai filsafat maupun makrifat dan hingga kini diajarkan di
Persia bersama komentar-komentar makrifati.
D. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU FIQIH
Biasanya, pembahasan kitab-kitab fiqih selalu dimulai dari Thaharah, kemudian
persoalan-persoalan kefiqihan lainnya. Namun, pembahasan ilmu fiqih tentang
thaharah atau yang lainnya secara tidak langsung terkait dengan pembicaraan nilai-
nilai rohaniahnya. Persoalannya sekarang, disiplin ilmu apakah yang dapat
6. menyempurnakan ilmu fiqih dalam persoalan-persoalan tersebut ? Ilmu Tasawuf
tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena ilmu ini berhasil
memberikan corak batin terhadap ilmu fiqih. Corak batin yang dimaksud adalah ikhlas
dan khusyuk berikut jalannya masing-masing. Bahkan ilmu ini mampu menumbuhkan
kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqih. Akhirnya, pelaksanaan
kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaniah.
Dahulu para ahli fiqih mengatakan “Barang siapa mendalami fiqih, tetapi belum
bertasawuf, berarti ia fasik. Barang siapa bertasawuf, tetapi belum mendalami fiqih,
berarti ia zindiq. Dan Barang siapa melakukan ke-2 nya, berarti ia melakukan
kebenaran”. Tasawuf dan fiqih adalah 2 disiplin ilmu yang saling menyempurnakan.
Jika terjadi pertentangan antara ke-2 nya, berarti disitu terjadi kesalahan dan
penyimpangan. Maksudnya, boleh jadi seorang sufi berjalan tanpa fiqih, atau seorang
ahli tidak mengamalkan ilmunya. Jadi, seorang ahli sufi harus bertasawuf (sufi), harus
memahami dan mengikuti aturan fiqih. Tegasnya, seorang fiqih harus mengetahui hal-
hal yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tata cara
pengamalannya. Seorang sufi pun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan
sekaligus mengamalkannya. Ini menjelaskan bahwa ilmu Tasawuf dan ilmu Fiqih
adalah 2 disiplin ilmu yang saling melengkapi.
E. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU JIWA
Dalam pembahasan Tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan.
Yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam Tasawuf
tersebut adalah terciptanya keserasian antara ke-2 nya. Pembahasan tentang jiwa dan
badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan
perilaku yang dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya
sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, baru muncul kategori-kategori
perbuatan manusia, apakah dkategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan
baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang yang
berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang ditampilkannya jelek, ia disebut
7. sebagai orang yang berakhlak jalek. Dalalm pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat
seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jika yang berkuasa
dalam tubuhnya adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, yang akan tampil dalam
perilakunya adalah perilaku hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa
adalah nafsu insani, yang akan tampil dalam perilakunya adalah perilaku insani pula.
Orang yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan kebahagiaan dalam
hidup, karena orang-orang inilah yang dapat merasakan bahwa dirinya berguna,
berharga, dan mampu menggunakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin
dengan cara membawa kebahagiaan dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu
menyesuaikan diri dalam arti yang luas, terhindar dari kegelisahan-kegelisahan dan
gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.