KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
Identifikasi struktur geologi dengan metode audio magnetotellurik
1. Identifikasi Struktur Geologi pada dusun Krajan, desa Kasihan, Tegalombo, Pacitan , Jawa Timur
dengan menggunkaan metode Audio Magnetotellurik.
Dicka Alan, Dwi Prasetyo Aji, Farhan Binar, Indriani Savitri, Izaina N, Mei Astrid A, Teddy Kurniawan
Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik 2014
AMT acquisition has been done in Desa Jaren, Kasihan, Tegalombo, Pacitan. Estimated fault zone which spreading along North Ea st
– South West (Tumpak Pengilon – Bunder) and another fault zone which located in Kempes – Bunder (North – South) following the
curve of Kali Dadap is the primary target of this acquisition. This survey is done with measuring 2 perpendicular components of
horizontal electric field (Ey and Ex) and 2 perpendicular components of horizontal magnetic field (Hy and Hx). Data that has been
yielded is a time series which therefore being transformed with Fourier Transform. Curve matching and Bostick transformation being
applied until the resistivity value corresponded to depth is determined. Cross section an d resistivity profiling shows that the different
of resisitivity in south east assumed as fault zone direction north-east south west.
Key words : Pacitan, AMT, resistivity
Telah dilakukan pengukuran AMT di desa Jaren, Kasihan, Tegalmbo, Pacitan. Daerah den gan struktur geologi zona sesar
(diperkirakan) yang melintang timur laut- barat daya (Tumpak Pengilon – Bunder) dan zona sesar yang lain berada di Kempes –
Bunder (utar – selatan) mengikuti kelokan Kali Dadap merupakan target utama pengukuran. Survey ini d ilakukan dengan mengukur 2
komponen tegak lurus horizontal dari medan listrik (Ey dan Ex) dan 2 komponen tegak lurus horizontal dari medan magnetic ( Hy dan
Hx). Data yang dihasilkan merupakan time series, yang kemudian di transfrmasi Fourierkan, Dilakuakan kurva matching dan di
transformasi Bostick hingga didapat nilai resisitivitas seusai kedalaman. Dari sayatan melintang maupun profiling resistivita s sesuai
kedalaman ditemukan adanya perbedaan resisitivitas di bagian tenggara yang diduga merupakan zona s esar berarah timur laut- barat
daya.
Kata kunci : Pacitan, AMT, resistivitas
I. Pendahuluan
Metode magnetotellurik (MT) adalah
metode elektromagnetik (EM) yang dilakukan
dengan mengukur fluktuasi medan magnetik dan
merekam fluktuasi medan listrik dipermukaan
bumi. Fluktuasi medan EM ini utamanya berasal
dari aktifitas meteorologi dan aliran arus listrik di
ionosfer. Sumber lain yang menyumbang medan
EM yang terukur biasanya berupa sumber buatan
yang dibangkitkan misalnya oleh jaringan listrik
atau gelombang radio. Medan EM yang mempunyai
jangkauan spektrum frekuensi yang lebar ini dalam
interaksinya dengan tanah akan menghasilkan
medan induksi sekunder yang dikontrol oleh sifat -
sifat kelistrikan dari tanahnya. Dalam survei MT
medan EM yang terukur, baik medan primer
maupun medan sekunder adalah medan totalnya
saja. Hubungan antara fluktuasi medan listrik dan
medan magnetik dirumuskan dalam persamaan
Maxwell dan hukum Ohm. Hubungan tersebut sulit
untuk dipecahkan mengingat medan primer dan
sekunder yang terekam tidak dapat dipisahkan.
II. Dasar Teori
a. Cagniard Resistivity
Penggunaan metode magnetotellurik untuk
menentukan tahanan jenis suatu batuan sesuai
kedalaman telah dijabarkan oleh Cagniard (1953).
Hubungan ini dapat dituliskan sebagai berikut :
yang dikenal dengan
Cagniard resistivity. (Telford, 1990)
Dengan mengukur amplitude komponen
horizontal dari medan magnet dan medan listrik di
permukaan pada frekuensi yang bervariasi, dapat
digunakan untuk menentukan variasi tahanan jenis
sesuai kedalaman. Tahanan jenis ini merupakan
tahanan jenis semu (apparent resistivity).
b. Skin Depth (Kedalaman Kulit)
Kedalaman kulit biasanya dipakai sebagai
acuan untuk memperkirakan kedalaman
penembusan di dalam metode MT.
Medan EM yang merambat ke dalam bumi
akan mengalami perlemahan. Perlemahan ini
tergantung oleh frekuensi dan hambatan listrik dari
bumi. Skin depth dapat dirumuskan sebagai berikut
:
(Telford, 1990)
Dari persamaan di atas terlihat bahwa
gelombang dengan periode yang lebih besar, atau
2. frekuensi yang lebih kecil akan mengalami
perlemahan lebih lambat (mempunyai daya tembus
yang lebih dalam ) dibandingkan dengan periode
yang kecil atau frekuensi tinggi.
Pada kenyataannya kedalaman yang mampu
ditembus juga dipengaruhi oleh faktor yang lain
dari alat, magnitude relative dari sinyal yang
menyimpang (aneh) yang disebabkan oleh variasi
konduktifitas dekat permukaan dan geometri dari
konduktor yang dalam.
III. Tinjauan Geologi dan Geofisika
Pacitan sebagai lokasi pengukuran merupakan
bagian dari pegunungan selatan. Kondisi geologi
wilayah ini berupa hasil vulkanik dan kars .
Sesuai dengan formasi geologinya, Desa
Kasihan sebagai lokasi pengukuran tersusun atas
batuan sedimen dan batuan metamorf. Secara
umum geomorfologi daerah ini adalah pegunungan
terjal (garis-garis kontur rapat). Pegunungan
tersebut berderet di seluruh penjuru, sedangkan
morfologi yang relatif datar, yang merupakan pusat
desa Kasihan, terdapat di bagian tengahnya.
Ketinggian minimum 621 m, sedangkan maksimum
923 m dari permukaan laut. Prosentase pegunungan
terjal sebesar 80%, dan dataran rendah 20% dari
seluruh desa Kasihan. (Wiwik, Endang, 2009).
a. Stratigrafi Regional
Satuan litologi paling tua di desa Kas ihan
adalah lapisan batupasir vulkanik, dengan selang-seling
batulanau. Batupasir yang segar berwarna
hijau-kekuningan, sedangkan yang lapuk berwarna
coklat-kemerahan dengan struktur berlapis (10-50
cm), laminasi sejajar dan bergelombang. Pada
beberapa daerah menunjukkan gradasi dengan
fragmen kuarsa, feldspar, tuff, serta material
vulkanik sedangkan matriksnya diduga adalah
lempung, Tebal satuan tertua ini kurang lebih 685
m. Terbentuk pada lingkungan pengendapan laut (
neritic tengah-luar). Yang bersamaan dengan
aktivitas vulkanik , diduga berumur Miosen tengah.
Satuan ini terdapat di sepanjang kali dadap dan
jalan desa Kasihan.
Di atas satuan batupasir vulkanik menumpang
secara tidak selaras satuan konglomerat pasiran,
yang fragmennya didominasi oleh butiran batuan
beku (andesit dan dasit) ukuran kerakal- pasir kasar,
kuarsa (chalcedony dan chert), Dengan matriks
diduga adalah lempung. Terdapat sisipan fosil kayu
tersilisifikasi (petrified wood) dan sisipan
konglomerat batugamping yang fragmennya tediri
dari batugamping terumbu (massif, dominan),
batuan beku (andesit) dalam kondisi lapuk, napal
massif, batu lanau massif dan mineral kuarsa
(chalcedony dan chert).
Lingkungan terbentuknya adalah lingkungan
laut dalam dimana fragmen batugamping (terbentuk
di lautdangkal) telah tererosi dan tertransportasikan
sampai ke laut dalam. Satuan ini diperkirakan
berumur miosen tengah dengan ketebalan sekitar
187 m. Satuan ini telah terdeformasi secara intensif
yang tampak dari kekar-kekar gerus yang ada dan
juga diterobos oleh batuan beku pada beberapa
singkapan. Satuan ini tersingkap setempat-setempat
di kali Pringapus dan sepanjang kali Dadap.
Satuan yang paling muda adalah intrusi
andesit dan dasit yang menerobos dua satuan batuan
diatasnya. Pada batuan ini terbentuk kekar-kekar
akibat pendinginan dan banyak membentuk struktur
dike yang terisi oleh mineral silika. Batuan intrusi
ini tersingkap setempat-setempat di sepanjang kali
Dadap, lereng gunung Pengajaran, gunung Dringgo
dan bukit-bukit di sekitar desa Kasihan.
b. Struktur Geologi
Struktur geologi yang mengontrol daerah ini adalah
zona sesar (diperkirakan) yang melintang timur
laut- barat daya (Tumpak Pengilon – Bunder). Zona
sesar yang lain berada di Kempes – Bunder (utar –
selatan) mengikuti kelokan Kali Dadap. Struktur
geologi yang lain adalah kekar-kekar intensif dan
rekahan. Pada beberapa singkapan batu pasir-napal
dan konglomerat pasiran terdapat rembesan air
tanah melaluli celah anatar lapisan dan rekahan
yang digunakna sebagai sumber mata air yang
berlimpah yang telah dieksploitasi tanpa
menggunakan sumur (Nahrowi dkk,1978).
IV. Area Survey
3. V. Metode Penelitian
a. Akuisisi data
Survey mengggunakan AMT ini dilakukan
dengan mengukur 2 komponen tegak lurus
horizontal dari medan listrik (Ey dan Ex) dan 2
komponen tegak lurus horizontal dari medan
magnetic ( Hy dan Hx). Metode ini merupakan salah
satu survey sounding.
Akuisisi data sounding dapat dilakukan
beberapa kali. Data dari setiap akuisisi disimpan
dalam file time series dan sebagian diproses dan
disimpan sebagai stack akumulatif dari hasil cross
power.
b. Pengolahan
Dalam akuisisi, terkadang terdapat data
resistivitas semu yang dihasilkan memiliki nilai
yang berbeda dalam satu kedalaman yang sama,
maka dari itu data perlu dipilah dan dipilih (sorting)
sehingga untuk setiap kedalaman hanya memliki 1
nilai resitivitas.
Diagram alir penelitian
Data yang dihasilkan merupakan time series,
Hyt, Hxt, Eyt, Ext yang kemudian ditransformasi
Fourierkan menjadi komponen real Hyr, Hxr, Eyr, Exr,
dan komponen imajiner Hyi, Hxi, Eyi, Exi.
Pada pembacaan alat, scalar atau tensor dari
resisitivitas semu, fase impedansi, dan koherensi di
plot sebagai fungsi frekuensi di bagian atas dan plot
resisitivitas versus kedalaman di bagian bawah.
Batas error pada plot resistivitas semu adalah
deviasi standar dan dihitungan dari koherensi.
Semakin tinggi nilai koherensi menunjukan S/N
ratio yang semakin tinggi.
Nilai resisitivitas semu yang didapat sebagai
fungsi frekuensi ditransformasikan menjadi nilai
resisitivitas sebenarnya sebagai fungsi kedalaman
dengan menggunakan transformasi Bostick.
VI. Hasil dan Pembahasan
4 line telah diukur menghasilkan 4 profil
resisitivitas lintasan. Line 1, line 2, line 3, dan line
ABCDE yang berarah N 135 E yang memotong
strike dari patahan yang tergambar pada peta.
Keempat pforil resistivitas tersebut :
a.
4. b.
c.
d.
Gb 1. a, b, c, d berturut turut merupakan profil resistivitas
lintasan 1, 2, 3, dan ABCDE yang telah dikoreksi topgrafi.
Elevasi yang digunakan dalam profil dihitung dari meter di
atas permukaan laut (mdpl). Dari ketinggian 600-700 mdpl
resisitivitas batuan yang didapat cenderung rendah yaitu
10-100 ohm m. Lintasan 1 menunjukkan nilai resistivitas
yang semakin rendah pada elevasi yang semakin tinggi
kecuali pada titik 1.7 . Lintasan 2 juga menunjukkan trend
yang sama kecuali untuk lintasan 2.7 dan pada lintasan 3
nilai resistivitas yang ditunjukkan juga berkurang untuk
elevasi tinggi kecuali pada data titik pengukran 3.7. Nilai
resistivitas yang terukur lebih tinggi menunjukkan adanya
perbedaan perlapisan pada tubuh batuan tempat dilakukan
pengambilan data. Untuk lintasan ABCDE, nilai
resistivitas tinggi diperoleh pada titik pengukuran B. Titik
1.7, 2.7 dan 3.7 dengan nilai resistivitas tinggi bila
dikorelasi dengan peta geologi berada pada sesar yang
berarah timur laut-barat daya
Gb 2. a, b, c, berturut turut merupakan sayatan melintang profill
resistivitas lintasan 1, 2, 3, dan ABCDE pada ketinggian 600 dpl, 500
dpl, dan 400 dpl.
Dari sayatan tersebut dapat dilihat bahwa pada area South east
memiliki nilai resisitivitas yang tinggi pada ketinggian 400, 500 dan
600 mdpl. Dan memiliki nilai paling tinggi pada ketinggian 600 mdpl
yang diasumsikan sebagai batupasir vulkanik dengan selingan lanau.
Pada ketinggian 500 mdpl.
Daftar Pustaka
5. Telford, WM. 1990. Applied Geophyics .
Wiwik, Endang. 2009. Hubungan antara
paleosubduksi terhadap proses mineralisasi
di daerah ponorogo dan sekitarnya, Jawa
Timur.
Handbook Geophysics Non Seismic Field Labwork
2012.
Nahrowi dkk, 1978