Konsekuensi yuridis dari kemajemukan bangsa indonesia terhadap pembangunan hu...
Kedudukan hukum negara terhadap benda menurut teori leon duguit dan aplikasinya di indonesia
1. 1
KEDUDUKAN HUKUM NEGARA TERHADAP BENDA
MENURUT TEORI LEON DUGUY DAN APLIKASINYA DI INDONESIA
( Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Usaha Negara)
Oleh :
FREINGKY A. NDAUMANU, S.H.
NIM : 11/322217/PHK/06731
PROGRAM PASCASARJARNA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
MAGISTER HUKUM
2012
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara garis besar fungsi pada alat pemerintahan terbagi 2, yaitu: fungsi
memerintah (besturen functie), dan fungsi pelayanan (verzogen functie). Adapun
tugas pemerintah Indonesia sebagaimana yang terlukis dalam Alinea ke-IV
Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut :
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2) Memajukan kesejahteraan umum.
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Guna merealisir fungsi Negara atau lebih dikenal dengan tujuan Negara
tersebut diatas, memerlukan berbagai sarana dan prasarana dalam menunjang dan
memudahkan pelayanan terhadap masyarakat. Sarana tersebut antara lain dapat
berupa, Pertama, sumber daya manusia (man power) yang berupa keterampilan
dan kemampuan aparatur Negara yang ada, dengan disesuaikan pada tingkat
pendidikan keuangan dan benda. Kedua, Keuangan (money) yaitu untuk belanja
aparatur Negara dalam keperluannya misalnya gaji, membeli alat-alat tulis, dan
3. 3
lain-lain. Sedangkan benda (in natura) merupakan fasilitas-fasilitas Negara guna
memperlancar kerja aparat di dalam menjalankan fungsinya melayani masyarakat,
seperti : kendaraan dinas, rumah dinas, gedung perkantoran, dan sebagainya.
Benda-benda Negara tersebut kemudian terbagi atas dua, yaitu: (1) berbentuk
tanah; dan (2) barang dan jasa.
Berkaitan hal tersebut diatas, Leon Duguit yang merupakan murid dari
Proudhon, lalu memberikan tiga (3) konsep berpikir tentang kedudukan Negara
terhadap benda, antara lain :
1. Semua benda Negara tujuannya untuk memenuhi kepentingan
umum;
2. Kemampuan untuk memenuhi kepentingan umum dari benda itu
berbeda-beda;
3. Bunyi teorinya : “kedudukan hukum Negara terhadap benda
berbanding terbalik dengan kemampuan benda itu dalam
memenuhi kepentingan umum”.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas adalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Kedudukan Hukum Negara
Terhadap Benda Menurut Teori Leon Duguit Dan Aplikasinya Di Indonesia?”
4. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEDUDUKAN HUKUM NEGARA TERHADAP BENDA
Negara dalam menjalankan tujuan kesejahteraan bagi rakyatnya, yaitu
dengan berperan sebagai aparat pemerintah dalam menjalankan berbagai aktifitas
sesuai dengan fungsinya, sangatlah memerlukan sarana yang mutlak demi
menunjang terlaksananya roda pemerintahan. Sarana mutlak yang dimaksudkan
salah satunya ialah berbentuk in natura (benda). Namun, tidak serta merta Negara
menjadi pemilik dari benda tersebut, oleh karena itu sarana yang berbentuk benda
itu kemudian memerlukan pengaturan lebih lanjut agar tidak menimbulkan
kekuasaan yang absolut dari Negara terhadap benda itu. Sehingga terhadap
timbulnya pengaturan tersebut menciptakan ilmu hukum baru, yaitu hukum benda
Negara (public domain/public natural law).
Menurut Prof. Muchsan1 Hukum Benda Negara atau public natural law
ialah rangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara benda
dan Negara dalam rangka melaksanakan fungsinya.
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat diuraikan beberapa unsur dari
pengertian hukum benda Negara, yaitu :
1. Kumpulan peraturan hukum, berarti meliputi hukum tertulis
(UUPA) dan tidak tertulis (hukum adat).
1
Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan Hukum Tata Usaha Negata, Program Pasca Sarjana
Magister Hukum KeNegaraan-UGM, Yogyakarta, 2012
5. 5
2. Yang yang diatur khusus, antara hubungan benda dan Negara, ini
berarti bicara tentang bagaimana kedudukan Negara terhadap
benda.
3. Benda-benda yang digunakan untuk melaksanakan fungsi Negara.
Dalam menjalankan fungsi, Negara mempunyai dua fungsi, yaitu
fungsi memerintah dan fungsi pelayanan, maka benda-benda itu
kemudian digunakan dalam melaksanakan fungsi Negara.
Yang terpenting dari penjelasan tersebut diatas adalah unsur kedua, yaitu
kedudukan hukum Negara terhadap benda tersebut. Kedudukan hukum Negara
terhadap benda dapat dilihat dari 2 (dua) sudut pandangan, yaitu:
a) Dari segi teoritis, yaitu pandangan-pandangan atau doktrin para
ahli; dan
b) Dari segi yuridis, yaitu peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
Menurut suatu pendapat yang sejak dahulu (sejak awal abad ke-19)
diterima umum di Negeri Perancis dan dibeberapa Negara lain, maka mengenai
kedudukan hukum dari kepunyaan Negara itu harus diadakan pembagian dalam :
1. Kepunyaan privat (domaine prive);
2. Kepunyaan publik (domaine public);
Yang pertama membuat teori semacam ini ialah Guru Besar bangsa
Perancis yang bernama Proudhon.2
2
Utrecht E, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas, Surabaya,
1986, hlm.238
6. 6
Pertama, kepunyaan privat meliputi benda-benda yang dipakai oleh aparat
pemerintah dalam melakukan tugas-tugasnya. Kemanfaatan benda-benda tersebut
secara langsung lebih digunakan lebih digunakan aparat pemerintah (jarang
dipakai oleh umum); seperti : kebun-kebun, rumah dinas, gedung badan usaha
Negara dan sebagainya.
Kedua, Kepunyaan publik meliputi benda-benda yang disediakan oleh
pemerintah untuk dipakai oleh masyarakat. Kemanfaatan benda-benda tersebut
dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum, seperti jalan umum,
jembatan, pelabuhan, lapangan olah raga dan sebagainya (termasuk kantor-kantor
pemerintah untuk melayani publik).3
Menurut Proudhon pula, karena kepunyaan publik itu tidak tunduk pada
hukum perdata biasa maka kedudukan pemerintah terhadap domaine public itu
bukanlah sebagai eigenaar (pemilik) melainkan hanya sebagai pihak yang
menguasai (beheren) dan mengawasi.4
Prof. Muchsan5 kemudian menjelaskan pendapat Proudhon mengenai
kedudukan hukum Negara terhadap benda ialah hanya sebatas sebagai pelindung
(la protection). Oleh karena Negara hanya sebagai pelindung, maka Negara
dianggap memiliki kedudukan yang terhormat, akan tetapi kewenangan Negara
terhadap benda sangat kecil. Hal tersebut didasari dari hipotesa yang
dikemukakan oleh Proudhon, yaitu “semakin besar kekuasaan Negara maka
3
MD Moh.Mahfud & Marbun SF., Pokok-Pokok Hukum administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta,
Cetakan Keempat 2006, hlm.141
4
Ibid, hlm.142
5
Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan.., Op.cit.
7. 7
akan semakin kecil kekuasaan rakyat, atau sebaliknya semakin kecil kekuasaan
Negara maka semakin besar kekuasaan rakyat”.
Selanjtnya, Leon Duguit kemudian memberikan tiga (3) konsep berpikir
untuk melengkapi pemikiran dari Proudhon tentang kedudukan Negara terhadap
benda, antara lain :
1. Semua benda Negara tujuannya untuk memenuhi kepentingan
umum;
2. Kemampuan untuk memenuhi kepentingan umum dari benda itu
berbeda-beda;
3. Bunyi teorinya : “kedudukan hukum Negara terhadap benda
berbanding terbalik dengan kemampuan benda itu dalam
memenuhi kepentingan umum”.
Kemudian, Leon Duguit sebagaimana yang dikutip oleh Prof.Muchsan,6
menjelaskan bahwa kemampuan benda dalam memenuhi kepentingan umum
dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
a) Sempurna, seperti: Pasar Malioboro Yogyakarta dimana berbagai
lapisan masyarakat dapat terpenuhi kepentingannya;
b) Sedang, seperti: gedung fakultas hukum UGM dimana hanya
lapisan masyarakat tertentu yaitu civitas UGM saja yang dapat
menikmati benda Negara tersebut; dan
c) Kurang, seperti: mobil dinas yang hanya diperuntukkan bagi aparat
pemerintah tertentu dengan jabatan yang dimiliki.
6
Ibid.
8. 8
Berdasarkan pengelompokkan kemampuan Negara diatas, Leon Duguit
kemudian memberikan angka presentase (%), yang menunjukan bahwa
kedudukan hukum Negara terhadap benda berbanding terbalik dengan
kemampuan benda itu dalam memenuhi kepentingan umum, yakni jika angkanya
antara 51%-100%, dapat dikatakan: ”sempurna”, sehingga kedudukan negara
terhadap benda menunjukan fungsi “Negara sebagai pelindung”; dan jika
angkanya 31%-50%, disebut : “sedang”, dalam artian bahwa kedudukan negara
terhadap benda memberi fungsi : “Negara sebagai penguasa”; serta jika angkanya
antara 0%-30%, maka disebut : “kurang”, dan sebagai konsekuensinya maka
kedudukan Negara terhadap benda memberi fungsi : “Negara sebagai pemilik”.7
Untuk jelasnya, bahwa kemampuan benda Negara dalam memenuhi
kepentingan umum bersifat sempurna apabila kedudukan hukum Negara sebagai
pelindung. Kemampuan benda dalam memenuhi kepentingan umum sedang, jika
kedudukan hukum Negara ialah sebagai penguasa atas benda. Kemampuan benda
dalam memenuhi kepentingan umum menjadi sangat kurang apabila kedudukan
hukum Negara terhadap benda sebagai pemilik.
7
Prof.Muchsan berpendapat bahwa jika “Negara sebagai pemilik” ini berarti “pemilik semu
(pseudo eigenaar)” bukanlah pemilik sesungguhnya, karena Negara hanya menguasai
bukan memiliki benda. Oleh karena itu, menurut beliau tidak tepat jika tanah Negara
dipasang pengumuman/di cap sebagai “tanah milik negara”
9. 9
B. APLIKASI KEDUDUKAN HUKUM NEGARA TERHADAP BENDA DI
INDONESIA MENURUT TEORI LEON DUGUIT
Menurut hukum positif Indonesia pemerintah/Negara tidak bisa disebut
pemilik (eigenaar) atas benda-benda obyek agraria. Secara yuridis formal UU
No.5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria (aslinya : Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria) telah menegaskan bahwa : “Dengan berlakunya
UUPA maka buku II BW sepanjang mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hipotik dinyatakan
dicabut”. Selain itu UUPA mencabut Agrarische Wet tahun 1870 (UUPA zaman
Hindia Belanda), Domain Verkelaring (tanah-tanah yang tak dapat dibuktikan
sebagai hak eigendom, menjadi milik Negara) dan Koninklijk Besluit dengan
peraturan pelaksanaannya (hak eigendom keagrarian).
Dengan adanya ketentuan yang ditegaskan dalam awal diktum UUPA itu
maka di Indonesia tidak dikenal adanya pemilikan oleh Negara terhadap publik
domein agraris, tetapi hukum di Indonesia hanya mengenal “hak menguasai”.
Jadi jelasnya berdasarkan UUPA, Negara Indonesia dalam bidang
keagrarian tidak mengenal domein verkelaring (tanah tak bertuan menjadi milik
Negara); yang dikenal hanyalah hak menguasai oleh Negara.
Dasar mengenai hak menguasai oleh Negara ini secara sangat mendasar
ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi : “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
10. 10
Selanjutnya, Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa : “Bumi, air dan ruang
angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan
tinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.
Sedangkan, Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa yang dimaksud hak
menguasai oleh Negara adalah kewenangan untuk :
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.8
Wewenang yang bersumber pada hak menguasai Negara tersebut
digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti
kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara
hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur (Pasal 2 ayat 3).9
Berkaitan dengan kewenangan Negara untuk mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan; adapun cara perolehan hak atas tanah demi
kepentingan umum oleh Negara, yaitu berupa :
(1) Pencabutan hak atas tanah;
(2) Pembebasan hak atas tanah;
8
MD Moh.Mahfud & Marbun SF., Pokok-Pokok Hukum..,Op.cit.hlm.146-147
9
Hadjon Philipus. M et.al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Kedua, Gajah
Mada University Press Yogyakarta, 1993, hlm.183
11. 11
(3) Pengadaan tanah;
(4) Tukar-menukar tanah;
(5) Pelepasan hak atas tanah.
Selain itu, adapun benda-benda Negara berupa barang dan jasa. Menurut
Adrian Sutedi,10 Pengadaan dan jasa publik adalah kegiatan pemerintah untuk
memperoleh sumber daya dan material dalam rangka melaksanakan fungsinya.
Pengadaan barang dan jasa publik juga dapat digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan atau hasil pembangunan dalam bidang sosial dan ekonomi.
Howlett dan Ramesh kemudian membedakan barang/jasa menjadi empat
(4) macam barang/jasa, antara lain:
a. Barang/jasa privat
Ini adalah barang/jasa yang derajat ekslusivitas dan derajat
keterhabisannya sangat tinggi, seperti misalnya makanan atau jasa
potong rambut yang dapat dibagi-bagi untuk beberapa pengguna, tetapi
yang kemudian tidak tersedia lagi untuk orang lain apabila telah
dikonsumsi oleh seorang pengguna.
b. Barang/jasa publik
Ini adalah barang/jasa yang derajat ekslisivitas dan derajat
keterhabisannya sangat rendah, seperti misalnya penerangan jalan atau
keamanan, yang tidak dapat dibatasi penggunaannya, dan tidak habis
meskipun telah dinikmati oleh banyak pengguna.
10
Sutedi Adrian., Aspek hukum Pengadaan Barang Dan Jasa Dan Berbagai Permasalahannya,
Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.48
12. 12
c. Peralatan publik
Peralatan publik ini kadang-kadang disebut juga sebagai barang/jasa
semi publik, yaitu barang/jasa yang tingkat ekslusivitas tinggi, tetapi
keterhabisannya rendah. Contoh barang/jasa semi publik adalah
jembatan atau jalan raya yang tetap masih digunakan pengguna lain
setelah dipakai oleh seorang pengguna, tetapi yang memungkinkan
untuk dilakukan penarikan biaya kepada setiap pemakai.
d. Barang/jasa milik bersama
Barang/jasa milik bersama adalah barang/jasa yang tingkat
eksklusivitasnya rendah, tetapi tingkat keterhabisannya tinggi. Contoh
barang/jasa milik bersama adalah ikan di laut yang kuantitasnya
berkurang setelah terjadi pemakaian, tetapi yang tidak mungkin
dilakukan penarikan biaya secara langsung kepada orang yang
menikmatinya.11
Barang/jasa sebagai benda Negara dapat pula diklasifikasikan sebagai
barang/jasa publik yaitu seperti pengelolaan air dan jalan raya.
1. Pengelolaan Air
Kedudukan hukum Negara terhadap benda selain tanah, misalnya
pengelolaan air bersih untuk kepentingan umum yang diatur di dalam UUD
11
Tjandra W. Riawan., Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
Yogyakarta, 2008, hlm. 96-97.
13. 13
1945 Pasal 33 ayat 3, UU No. 11/1974 tentang Pengairan yang kemudian
diperbaharui lagi dalam UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya Air.
Dalam Pasal 6 UU No. 7/2004 menyebutkan kedudukan hukum
Negara sebagai yang menguasai air dan dipergunakan sebesar-besarnya demi
kemakmuran rakyat.
UU Sumber Daya Air mengatur hal-hal pokok dalam pengelolaan
sumber daya air, dan meskipun UU SDA membuka peluang peran swasta
untuk mendapatkan hak guna usaha air dan izin. Akan tetapi Negara tetap
dalam kuasa melaksanakan hak penguasaan atas air, agar tidak mengakibatkan
penguasaan air jatuh pada pihak swasta, oelh karena itu Negara perlu untuk
merumuskan kebijakkan (beleid), melakukan tindakan pengurusan
(bestuursdaat), melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengelolaan
(beheersdaad), dan melakukan pengawasan (touzhicthoudendaad) (Mochtar,
2005). Posisi Negara dalam hubungannya dengan kewajiban yang ditimbulkan
berkaitan dengan air sebagai hak asasi manusia sangat jelas, yaitu Negara harus
member penghormatan (to respect), perlindungan (to protect), dan pemenuhan
(to fulfill) hak manusia atas air (the right to water) (Irianto, 2005).12
2. Pengelolaan Jalan
Jalan merupakan benda publik yang menduduki arti sangat penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan maupun kehidupan sosial masyarakat.
Pemerintah diberikan wewenang sebagai penguasa dalam pengelolaan jalan
berdasarkan hak menguasai Negara. Pengurusan jalan (administration of roads)
12
Ibid. hlm.130
14. 14
merupakan salah satu tugas pemerintah yang paling utama/penting didalam
rangka pelayanan kepada kemasyarakatan (staatzorg, staatsbemoienis).
Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas umum yang layak
yang harus diatur dengan undang-undang sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 33 ayat 3 dan ayat 4 UUD 1945. Undang-undang yang lahir dari
ketentuan tersebut diatas adalah UU No. 13 Tahun 1980 Tentang Jalan, yang
kemudian disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya UU No. 38 Tahun 2004
tentang Jalan.
Mengenai konsep penguasaan Negara atas jalan, baik dalam UU No.13
Tahun 1980 (Pasal 1 ayat 2, Pasal 6 ayat 1 dan Pasal 7 ayat 1 dan 2)
dilanjutkan dalam Pasal 13 UU No.38 Tahun 2004. Penguasaan atas jalan ada
pada Negara. Penguasaan oleh Negara tersebut memberi wewenang kepada
pemerintah dan pemerintah daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan
(Pasal 13 UU No.38 Tahun 2004.13
Selanjutnya, mengenai bagaimana cara pemerintah memperoleh
benda-benda publiek domein dapat dilakukan melalui :14
1. Cara hukum keperdataan
Yaitu pemerintah melakukan perubahan status hukum dari benda-
benda yang semula dikuasai oleh orang atau badan hukum perdata
menjadi publiek domein berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan dibidang hukum keperdataan,
13
Ibid. hlm.131-133
14
Ibid.hlm.92-93
15. 15
misalnya jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, atau menggunakan
lembaga daluwarsa. Manakala pemerintah bertindak menggunakan
cara ini, pemerintah yang memiliki dual function bertindak dalam
kapasitas sebagai pelaku hukum perdata (civil actor). Meskipun
demikian, seringkali peratura-peraturan dibidang hukum publik dalam
batas tertentu dapat mempengaruhi tindakan hukum pemerintah
tersebut. Misalnya, menyangkut pembatasan penggunaan anggaran,
tata cara pengadaan (antara lain dengan menggunakan mekanisme
tender), dan lain-lain. Masyarakat seringkali lebih merasa diuntungkan
apabila pemerintah melakukan tindakan hukum untuk memperoleh
benda-benda publiek domein melalui cara-cara hukum perdata. Hal itu
disebabkan antara lain instrumen hukum perdata lebih memberikan
jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat karena melalui prosedur
kesepakatan instrumen hukum perdata lebih lebih biasa dipergunakan
dalam hubungan hukum antar warga masyarakat, dan sebagainya.
2. Melalui cara hukum publik
Yaitu pemerintah melakukan perubahan status hukum dari benda-
benda yang semula dikuasai oleh orang atau badan hukum perdata
menjadi publiek domein berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan dibidang hukum publik. Cara
tersebut dilakukan misalnya melalui pencabutan hak atas tanah
(onteigening), pembebasan hak (prijsgeving), dan pelepasan hak.
Melalui cara ini, pemerintah bertindak dalam kapasitas sebagai
16. 16
penguasa (overhead) yang memiliki wewenang menguasai yang
bersumber dari hak menguasai Negara. Apabila pemerintah
menggunakan cara-cara hukum publik, harus diimbangi dengan sistem
perlindungan hukum yang memadai bagi rakyat baik secara preventif
(melalui hak inspraak) mapun melalui secara represif melalui perintah
pencabutan beschikking oleh pejabat atasan atau oleh pengadilan
administrasi. Pengambilan hak-hak individual untuk diubah menjadi
publiek domein harus dilakukan dengan kewajiban bagi pemerintah
untuk memberikan kompensasi bagi rakyat tidak mengalami
kerugian/penurunan kualitas kesejahteraan hidup sebagai akibat
perubahan status hak-hak individual menjadi publiek domein.
17. 17
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan antara lain :
Bahwa kedudukan hukum negara terhadap benda menurut teori Leon
Duguit ialah :
1. Semua benda Negara tujuannya untuk memenuhi kepentingan
umum;
2. Kemampuan untuk memenuhi kepentingan umum dari benda itu
berbeda-beda;
3. Bunyi teorinya : “kedudukan hukum Negara terhadap benda
berbanding terbalik dengan kemampuan benda itu dalam
memenuhi kepentingan umum”.
Untuk itu, kemampuan benda Negara dalam memenuhi kepentingan
umum bersifat “sempurna” apabila kedudukan hukum Negara sebagai pelindung
yaitu berkisar angka antara 51%-100%. Selain itu, kemampuan benda dalam
memenuhi kepentingan umum bersifat “sedang” apabila kedudukan hukum
Negara yaitu Negara sebagai penguasa, ialah berkisar angka antara 31%-50%.
Serta jika kemampuan benda Negara dalam memenuhi kepentingan umum
bersifat “kurang” apabila kedudukan hukum Negara sebagai pemilik, maka
berkisar angka antara 0%-30%.
18. 18
Bahwa kedudukan hukum negara terhadap benda menurut teori Leon
Duguit dalam aplikasinya di Indonesia, ialah menurut hukum positif Indonesia
pemerintah/Negara tidak bisa disebut pemilik (eigenaar) atas benda-benda obyek
agraria. Secara yuridis formal UU No.5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang
Pokok Agraria. Oleh karena itu, dengan adanya ketentuan yang ditegaskan dalam
awal diktum UUPA itu maka di Indonesia tidak dikenal adanya pemilikan oleh
Negara terhadap publik domein agraris, tetapi hukum di Indonesia hanya
mengenal “hak menguasai.” Dasar mengenai hak menguasai oleh Negara ini
secara sangat mendasar ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang
berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.
Bahwa selain tanah sebagai benda, adapun benda-benda Negara berupa
barang dan jasa Negara yang dapat pula diklasifikasikan sebagai barang/jasa
publik yaitu seperti pengelolaan air dan jalan raya.
1. Pengelolaan Air
Kedudukan hukum Negara terhadap benda selain tanah, misalnya
pengelolaan air bersih untuk kepentingan umum yang diatur di dalam
UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, UU No. 11/1974 tentang Pengairan yang
kemudian diperbaharui lagi dalam UU No. 7/2004 tentang Sumber Daya
Air. Dalam Pasal 6 UU No. 7/2004 menyebutkan kedudukan hukum
Negara sebagai yang menguasai air dan dipergunakan sebesar-besarnya
demi kemakmuran rakyat.
19. 19
2. Pengelolaan Jalan
Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas umum yang layak
yang harus diatur dengan undang-undang sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 33 ayat 3 dan ayat 4 UUD 1945. Undang-undang yang lahir dari
ketentuan tersebut diatas adalah UU No. 13 Tahun 1980 Tentang Jalan,
yang kemudian disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya UU No. 38
Tahun 2004 tentang Jalan.
20. 20
DAFTAR PUSTAKA
Hadjon Philipus. M et.al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan
Kedua, Gajah Mada University Press Yogyakarta, 1993
MD Moh.Mahfud & Marbun SF., Pokok-Pokok Hukum administrasi Negara,
Liberty, Yogyakarta, Cetakan Keempat 2006
Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan Hukum Tata Usaha Negata, Program
Pasca Sarjana Magister Hukum KeNegaraan-UGM, Yogyakarta, 2012
Sutedi Adrian., Aspek hukum Pengadaan Barang Dan Jasa Dan Berbagai
Permasalahannya, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Sinar Grafika,
Jakarta, 2009
Tjandra W. Riawan., Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, Yogyakarta, 2008
Utrecht E, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Pustaka Tinta Mas,
Surabaya, 1986