SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
Download to read offline
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
1
JUKNIS SERTIFIKASI
BALAI PERSUTERAAN ALAM
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telur ulat sutera merupakan salah satu factor produksi yang penting bagi
terselenggaranya kegiatan pemeliharaan ulat sutera. Untuk mencapai hasil yang
menguntungkan, diperlukan jenis ulat sutera yang berkualitas unggul dalam
jumlah yang memadai serta bebas dari segala macam penyakit, terutama
penyakit Pebrine.
Penyakit Pebrine merupakan salah satu penyakit ulat sutera yang sangat
berbahaya Penyakit dapat menyerang mulai dari stadia telur, larva, pupa
maupun imago (kupu-kupu). Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit Pebrine
dapat melumpuhkan hampir seluruh kegiatan persuteraan alam.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa di Indonesia umumnya dan khususnya di
Sulawesi Selatan, penyakit Pebrine mengakibatkan produksi benang sutera yang
mencapai 138 ton pada tahun 1971, turun menjadi 30 ton pada tahun 1973.
kejadian tersebut sampai sekarang masih terasa dampaknya bagi kelancaran
perkembangan persuteraan alam, bahkan merupakan sindroma bagi petani ulat
sutera yang sulit dihilangkan.
Penularan penyakit Pebrine dapat terjadi melalui mulut dan indung telur dari
kupu-kupu. Penularan dari mulut dapat terjadi bilamana spora Pebrine berada
pada daun murbei, ruangan dan alat pemeliharaan ataupun ulat yang terkena
infeksi yang dipelihara bersama-sama dengan ulat sehat. Penularannya dapat
juga melalui indung telur dari kupu-kupu. Patogen penyakit tersebut hidup dalam
indung telur kupu-kupu yang terinfeksi, masuk kedalam telur yang akan
diturunkan kepada generasi selanjutnya.
Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk mencegah berkembangnya
penyakit Pebrine adalah dengan melakukan pemeriksaan terhadap spora
Pebrine pada kupu-kupu betina. Pemeriksaan ini harus dilaksanakan secara ketat
untuk mendapatkan telur-telur yang bebas dari penyakit Pebrine. Telur yang
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
2
bebas dari penyakit Pebrine diberi sertifikat untuk selanjutnya disalurkan kepada
konsumen/petani ulat sutera.
Dalam rangka terselenggaranya kegiatan sertifikasi secara baik dan teratur,
maka dipandang perlu untuk disusun Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera
yang dilaksanakan oleh para petugas sertifikasi Balai Persuteraan Alam dan
sebagai pegangan bagi pihak produsen telur ulat sutera F1 agar memiliki persepsi
dan pandangan yang sama.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud sertifikasi telur ulat sutera adalah untuk mendapatkan telur ulat sutera
yang bebas dari penyakit, terutama Pebrine.
2. Tujuan sertifikasi adalah agar telur-telur yang dihasilkan oleh produsen yang
akan disalurkan kepada konsumen terbebas dari penyakit, terutama Pebrine.
Sehingga akan diperoleh produksi kokon yang bermutu dan berkualitas tinggi
C. Sasaran
Sasaran utama kegiatan sertifikasi adalah telur ulat sutera yang diproduksi oleh
produsen telur ulat sutera F1.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penggunaan Petunjuk Teknis ini terbatas pada kegiatan sertifikasi
telur ulat sutera yang dilaksanakan oleh petugas sertifikasi Balai Persuteraan Alam
yang mendapatkan perintah tugas dari Kepala Balai Persuteraan Alam.
E. Pengertian
1. Sertifikasi telur ulat sutera adalah suatu rangkaian kegiatan dalam proses
pengawasan produksi telur ulat sutera yang diproduksi oleh Produsen telur
ulat sutera, untuk memberikan jaminan bahwa telur ulat sutera yang
disalurkan kepada konsumen adalah bebas penyakit, terutama penyakit
Pebrine.
2. Telur ulat sutera adalah telur ulat sutera hibrid (F1) yang merupakan
persilangan antar galur murni untuk tujuan produksi kokon.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
3
3. Ulat sutera adalah serangga spesies Bombyx mori L. yang menghasilkan
kokon untuk produksi benang sutera.
4. Penyakit Pebrine adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa Nozema
bombycis yang dapat menyerang ulat sutera pada stadia telur, larva, pupa
maupun ngengat.
5. Produsen telur ulat sutera adalah pelaku pengadaan telur ulat sutera
6. Sertifikat adalah dokumen yang menyatakan kebenaran telur ulat sutera
yang bebas Pebrine.
7. Petugas sertifikasi adalah Petugas Balai Persuteraan Alam yang diserahi tugas
dan tanggung jawab untuk melakukan sertifikasi telur ulat sutera pada
produsen telur ulat sutera berdasarkan Surat Perintah Kepala Balai
Persuteraan Alam.
8. Balai Persuteraan Alam adalah unit pelaksana teknis (UPT) Ditjen RLPS
Departemen Kehutanan yang diserahi tugas dan fungsi dalam
pengembangan persuteraan alam.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
4
II. PERSYARATAN DAN PROSEDUR PELAKSANAAN
A. Persyaratan
1. Persyaratan Umum
a. Produsen telur ulat sutera yang dapat menyampaikan usulan sertifikasi
adalah yang mendapat izin operasi dari Pemerintah.
b. Jenis ulat sutera yang akan diajukan untuk disertifikasi adalah jenis-jenis
telur F1 yang induknya (Parent) berasal dari Balai Persuteraan Alam
dan/atau instansi yang ditunjuk oleh Pemerintah.
c. Untuk jenis telur persilangan dari keturunan F1 (F2) tidak diperkenankan
untuk diusulkan untuk mendapatkan sertifikasi..
d. Lokasi yang diusulkan untuk disertifikasi harus dinyatakan dengan jelas.
e. Permohonan sertifikasi diajukan setiap periode penyaluran telur yang ingin
disalurkan kepada konsumen.
f. Produsen telur F1 tidak diperkenankan untuk memproduksi telur induk
(grand parent), kecuali mendapat izin dari pemerintah.
g. Labelisasi telur F1 dilakukan oleh pihak produsen setelah mendapat
pengesahan setifikat dari Balai Persuteraan Alam.
h. Biaya pelaksanaan sertifikasi dibebankan kepada produsen telur ulat
sutera dan atau dari Pemerintah secara bersama-sama atau sendiri-
sendiri.
2. Persyaratan Khusus
a. Mempunyai tenaga teknis yang terampil dalam produksi telur ulat sutera.
b. Mempunyai sarana produksi telur ulat sutera dengan kapasitas terpasang
minimal 5.000 boks per tahun untuk 5 (lima) periode, yang terdiri dari:
i. Tanaman Murbei seluas 8 – 10 ha.
ii. Bangunan standar pemeliharaan ulat (ulat kecil dan ulat besar)
dengan kapasitas 20 boks atau areal pemeliharaan induk tertentu
yang mendapat rekomendasi dari Pemerintah.
iii. Alat-alat pemeliharaan ulat untuk 20 boks.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
5
iv. Bangunan untuk proses produksi telur, test Pebrine dan penyimpanan
telur.
v. Alat-alat untuk proses produksi, penyimpanan dan pengepakan telur.
c. Minimal mempunyai daerah penyaluran yang tetap untuk produksi telur
sebanyak 5.000 boks pertahun.
d. Sanggup untuk memproduksi dari jenis-jenis ulat sutera yang dikeluarkan
oleh Balai Persuteraan Alam dengan mengajukan permintaan bibit induk
dengan menggunakan blanko yang tersedia.
e. Sanggup mentaati petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Balai
Persuteraan Alam dan instansi lain yang berwenang.
f. Ditunjuk atau mendapat izin operasi sebagai produsen telur ulat sutera
dari instansi yang berwenang.
3. Karakteristik Jenis-jenis Induk Murni
a. BN1
Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.
Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari
persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia.
Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya
belang dan umur ulatnya panjang. Warna kokon putih berbentuk kacang
dengan relief biasa.
Kupu-kupu BN1 ini dapat disilangkan dengan BC 101 yang sebelumnya 3-4
telur BN1 harus diinkubasikan terlebih dahulu. Untuk perlakuan telur secara
Sokushin dingin pada suhu larutan 28 oC dengan lama perendaman 60
menit. Sedangkan dengan perlakuan telur secara Reishin dengan suhu
larutan 48 oC dan lama perendaman 6 menit adalah yang paling baik.
b. BN2
Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.
Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari
persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia.
Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya
belang, umur ulat kecil (instar I sampai III) biasa,dan umur ulat besar (instar
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
6
IV sampai V) lebih pendek. Warna kokon putih bersih, berbentuk kacang
dengan relief biasa.
Apabila kupu-kupu dari jenis BN2 ini akan disilangkan dengan jenis BC 101
dan BC 102, maka selama 1-2 hari sebelumnya telur BN2 harus
diinkubasikan terlebih dahulu. Untuk perlakuan telur secara Sokushin
dingin pada suhu larutan 28 oC Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan
lama perendaman 6 menit adalah yang paling baik.
c. BN7
Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.
Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari
persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia.
Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya
belang dan umur ulat kecil (instar I sampai III) pendek. Warna kokon putih
bersih, berbentuk kacang dengan relief biasa.
Apabila kupu-kupu dari jenis BN7 ini akan disilangkan dengan jenis BC 107
dan BC 108, maka selama 1-2 hari sebelumnya telur BN2 harus
diinkubasikan terlebih dahulu. Untuk perlakuan telur secara Sokushin
dingin pada suhu larutan 28 oC, lama perendamannya selama 60 menit.
Sedangkan dengan cara perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC
dan lama perendaman 6 menit adalah yang paling baik.
d. BN8
Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.
Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari
persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia.
Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya
belang, umur ulat kecil biasa dan umur ulat besar panjang. Warna kokon
putih, berbentuk kacang dengan relief biasa.
Apabila kupu-kupu dari jenis BN8 ini akan disilangkan dengan jenis BC 107
dan BC 108, maka terlebih dahulu telur BN8 harus diinkubasikan selama 3-4
hari. Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan 28
oC, lama perendamannya selama 60 menit, sedangkan dengan cara
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
7
perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 6
menit adalah yang paling baik.
e. BC 101
Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.
Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari
persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina.
Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya polos
dan umur ulat kecil pendek. Warna kokon putih, berbentuk bulat dengan
relief biasa.
Apabila kupu-kupu dari jenis BC101 ini akan disilangkan dengan jenis BN1
atau BN2, maka telur BC101 harus diinkubasikan selama 2 hari lebih
lambat. Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan
28 oC, lama perendamannya selama 60 menit, sedangkan dengan cara
perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 5
menit adalah yang paling baik.
f. BC 102
Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.
Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari
persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina.
Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya
polos (kadang ada yang belang), umur ulat kecil pendek dan bentuk ulat
agak bulat. Warna kokon putih, berbentuk bulat dengan relief biasa.
Apabila kupu-kupu dari jenis BC102 ini akan disilangkan dengan jenis BN2,
maka telur BC102 ini harus diinkubasikan selama 1 – 4 hari lebih lambat.
Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan 28 oC,
lama perendamannya selama 60 menit, sedangkan dengan cara
perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 5
menit adalah yang paling baik.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
8
g. BC 107
Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.
Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari
persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina.
Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya
polos, umur ulat kecil pendek sedangkan umur ulat besar panjang. Warna
kokon putih, berbentuk bulat dengan relief biasa.
Apabila kupu-kupu dari jenis BC107 ini akan disilangkan dengan jenis BN7
dan BN8, maka telur BC107 ini harus diinkubasikan selama 2 hari lebih
lambat. Untuk perlakuan telur secara Sokushin, dilakukan dengan 2 cara,
yakni Sokhusin panas (suhu 46 oC) dengan lama perendaman 5 menit dan
Sokushin dingin (suhu l28 oC) dengan lama perendaman selama 60 menit.
Untuk perlakuan telur secara Reishin (suhu larutan 48 oC) dengan lama
perendaman 5 menit merupakan cara paling baik.
h. BC 108
Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam.
Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari
persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina.
Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya
polos, umur ulat kecil pendek sedangkan umur ulat besar panjang. Warna
kokon putih, berbentuk bulat dengan relief biasa.
Apabila kupu-kupu dari jenis BC108 ini akan disilangkan dengan jenis BN7
dan BN8, maka telur BC108 ini harus diinkubasikan selama 2 – 3 hari lebih
lambat. Untuk perlakuan telur secara Sokushin, dilakukan dengan 2 cara,
yakni Sokhusin panas (suhu 46 oC) dengan lama perendaman 5 menit dan
Sokushin dingin (suhu l28 oC) dengan lama perendaman selama 60 menit.
Untuk perlakuan telur secara Reishin (suhu larutan 48 oC) dengan lama
perendaman 5 menit merupakan cara paling baik.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
9
B. Prosedur Pelaksanaan
1. Permohonan Sertifikasi
a. Diajukan kepada Kepala Balai Persuteraan Alam dengan formulir yang
telah ditetapkan (Form model ST. 1a atau 1b)
b. Permohonan diajukan paling lambat 2 (dua) minggu sebelum hakitate
dilaksanakan.
c. Permohonan diajukan oleh produsen F1 yang telah mendapat izin
operasional dari instansi yang berwenang.
d. Permohonan sertifikasi termasuk pada alinea-alinea tersebut diatas harus
menyampaikan nama serta alamat yang jelas kepada Balai Persuteraan
Alam.
2. Pelaksanaan Sertifikasi
a. Pemeriksaan lapangan dilaksanakan oleh Petugas Balai Persuteraan Alam
yang ditugaskan/ditunjuk oleh Kepala Balai Persuteraan Alam.
b. Pemeriksaan dilakukan terhadap bibit induk pada setiap periode,
terutama pada saat persentase penyakit Pebrine cukup tinggi. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian mengenai dilanjutkan atau
tidaknya pemeliharaan ke instar berikutnya.
c. Pemeriksaan lapangan dilaksanakan pada saat produksi telur dan bila
persentase penyakit cukup tinggi, maka pemeriksaan dilakukan pada
setiap instar ulat sutera.
d. Tempat pelaksanaan pemeriksaan adalah lokasi yang harus dinyatakan
dengan jelas dimana produsen tersebut melakukan kegiatan produksi
telur.
e. Pemeriksaan lapangan juga dilakukan pada sarana dan prasarana yang
digunakan dalam proses produksi, meliputi tempat penyimpanan telur,
gudang tempat penyimpanan alat pemeliharaan telur dan bilamana
persentase penyakit Pebrine cukup tinggi, maka ruang dan lantai tempat
pemeliharaan diperiksan dengan metode biossay.
f. Pemeriksaan juga dilaksanakan terhadap bahan kimia yang digunakan.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
10
g. Bagi telur-telur yang terindikasi penyakit Pebrine, agar dilakukan
pemusnahan dan dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan (Form
Model ST.2)
3. Laporan Pemeriksaaan
Laporan hasil pemeriksaan lapangan dibuat oleh Petugas sertifikasi dengan
mengisi formulir yang telah disediakan oleh Balai Persuteraan Alam selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari setelah pemeriksaan (Form Model ST.4a - c) dan
merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari sertifikat.
4. Pengesahan Sertifikat
a. Serifikat dikeluarkan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan yang
menyatakan bahwa telur ulat sutera bebas dari penyakit Pebrine (Form
Model ST.3).
b. Sertifikat bebas penyakit Pebrine ditanda tangani oleh Kepala Balai
Persuteraan Alam atau yang ditunjuk.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
11
III. PEMERIKSAAN
A. Penggunaan Bahan dan Peralatan
Dalam melaksanakan dan mengamati spora Pebrine diperlukan beberapa alat
dan bahan kimia sebagai berikut:
1. Bahan-bahan
a. Kaporit
Bahan kimia berupa serbuk berwarna putih yang digunakan untuk
mensterilkan patogen penyakit dan digunakan untuk desinfeksi ruangan
serta alat-alat pemeliharan yang diduga tercemar penyakit Pebrine.
b. K2CO3 atau KOH
Bahan kimia berupa serbuk yang dilarutkan kedalam air, yang berguna
untuk melarutkan lemak dari cairan tubuh ulat sutera. Sehingga dalam
pengamatan mikroskop dapat terlihat dengan jelas spora Pebrine yang
dimaksud.
c. Formalin
Merupakan bahan kimia berbentuk cairan dan mempunyai bau yang
menusuk hidung. Bahan kimia ini digunakan sebagai bahan desinfeksi
untuk mencegah/membasmi penyakit Pebrine.
2. Alat-alat
a. Mortar (cawan porselin) dengan alu
b. Mesin penghancur kupu-kupu
c. Mesin test kupu-kupu secara massal
d. Mikroskop
e. Gelas preparat
f. Gelas penutup
g. Petri dish
h. Pinset, pisau dan gunting.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
12
B. Prosedur Pemeriksaan
1. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel diperlukan karena tidak semua produksi telur yang
dihasilkan dapat diperiksa satu persatu. Mengingat keterbatasan waktu,
tenaga dan dana. Pengambilan sampel harus memperhitungkan
keterwakilan populasi yang diperiksa. Pengambilan sampel dilakukan
dengan 2 (dua) cara, yaitu:
a. Secara prediktif
Cara prediktif dilaksanakan apabila persentase penyakit Pebrine cukup
tinggi. Pelaksanaannya dilakukan pada tahapan siklus hidup ulat sutera
yang meliputi telur, larva, pupa dan imago.
b. Secara mutlak
Cara mutlak dilaksanakan pada kupu-kupu setelah peletakan telur.
Pelaksanaannya dapat dilakukan secara individu atau sampel.
Cara individu dilaksanakan apabila persentase penyakit Pebrine cukup
tinggi.
2. Pemeriksaan Prediktif
a. Pemeriksaan prediktif dimaksudkan untuk mendeteksi sejauh mana
adanya patogen penyakit Pebrine pada setiap tahapan siklus hidup ulat
sutera.
b. Tahap Telur
Untuk mengetahui telur yang terinfeksi penyakit Pebrine dapat dilakukan
pemeriksaan dengan melihat gejala-gejala yang timbul, antara lain:
i. Telur yang diletakkkan oleh kupu-kupu betina menyebar tidak merata
dan bertumpuk, jumlahnya relatif sedikit serta penetasannya tidak
seragam.
ii. Terdapat bintik-bintik kecil yang berwarna putih selama
perkembangan embrio.
iii. Berdasarkan gejala-gejala tersebut diatas, maka diambil sampel dan
diperiksan dengan tahapan sebagai berikut:
iv. Telur-telur yang tidak dibuahi dan telur-telur yang mati diambil.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
13
v. Telur-telur tersebut dihancurkan pada gelas preparat.
vi. Embrio dipres kemudian ditutup dengan gelas penutup.
vii. Di-staining/diwarnai dengan metode Giemsa.
viii. Kemudian diperiksa dengan mikroskop (untuk pengamatan diperlukan
minyak immersion guna mencari tahap tertentu dari protozoa).
ix. Bila sampel mengandung Pebrine, maka telur-telur tersebut harus
dibakar atau dicelupkan kedalam larutan kaporit 200 kali selama 1 – 2
hari, kemudian dibuang untuk mencegah penyebaran yang lebih
luas.
c. Tahap Larva
Penyakit Pebrine berkembang lebih cepat pada ulat kecil dibandingkan
pada ulat besar. Ulat yang terinfeksi penyakit Pebrine memperlihatkan
gejala nafsu makan berkurang, pertumbuhan tidak seragam serta
penggantian kulit yang tidak serentak. Perkembangan selanjutnya badan
ulat mengecil, gerakannya lamban dan akhirnya mati.
Pemeriksaan penyakit Pebrine selama pertumbuhan larva, dilaksanakan
dengan memilih larva yang tidak normal (pertumbuhan yang lambat,
kerdil, tidak mengalami pergantian kulit) dan selanjutnya diperiksa
dibawah mikroskop.
Pemeriksaan dapat dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada akhir instar II
atau menjelang awal instar III dan pada akhir instar IV atau menjelang
awal instar V. Bila terinfeksi melalui kupu-kupu betina, akan
menampakkkan gejala pada akhir instar II atau menjelang awal instar III.
Bila terinfeksi pada tingkat awal pertumbuhan larva, gejalanya akan
nampak pada akhir instar IV atau menjelang awal instar V.
Cara pemeriksaan dapat dilakukan dengan metode Wright Giemsa
Staining yaitu sebagai berikut:
i. Tubuh larva dibedah kemudian begian midgut (usus bagian tengah)
dan silkgland (kelenjar sutera) diambil dan bagian tersebut dioleskan
pada slide glass (gelas preparat).
ii. Keringkan pada temperatur kamar (25 – 28 oC) selama 30 – 60 menit.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
14
iii. Setelah kering, oleskan dengan wright solution selama 30 detik.
iv. Teterkan aquades pada gelas preparat, biarkan selama 2 menit lalu
air steril (aquades) dan wright solution dibuang.
v. Oleskan cairan giemsa 40 kali (39 ml air steril + 1 ml cairan giemsa)
selama 20 menit.
vi. Gelas preparat dicuci dengan aquades lalu dikeringkan kembali
dengan temperatur kamar.
vii. Pengamatan dibawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali.
viii. Bilamana diperlukan sebagai bahan pengecekan kembali, maka
preparat tersebut dicelupkan kedalam cairan Xylene selama 20 menit
dan dikeringkan (Pada waktu pengamatan diperlukan immersion oil
bila menggunakan pembesaran 100 kali).
d. Tahap Pupa
Pupa yang terinfeksi akan menjadi lembek, membengkak dan terdapat
bintik-bintik hitam di sekitar dasar sayap pada daerah perut. Bilamana
pupa terserang berat, pupa tersebut tidak mengalami perubahan bentuk
menjadi kupu-kupu. Oleh sebab itu, pada waktu pemisahan jenis kelamin,
pupa harus diteliti dengan baik. Pupa-pupa yang abnormal diperiksa
seperti halnya pada pemeriksaan larva.
e. Tahap Kupu-kupu
Kupu-kupu harus diperiksa sebelum bertelur. Kupu-kupu yang lebih cepat
keluar pada kondisi normal ada kecenderungan bahwa kupu-kupu
tersebut terserang penyakit Pebrine. Kupu-kupu yang terinfeksi penyakit
Pebrine memperlihatkan bentuk sayap dan antena yang tidak normal.
Cara pemeriksaan penyakit Pebrine pada tahap kupu-kupu dapat
dilakukan sebagai berikut:
i. Kupu-kupu dihancurkan dengan menggunakan mortal (cawan
porselin).
ii. Berikan larutan KOH 2% sebanyak 2 – 3 ml setiap kupu-kupu.
iii. Teteskan pada gelas preparat dan ditutup.
iv. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
15
3. Pemeriksaan Mutlak
Pemeriksaan mutlak adalah pemeriksaan yang mutlak harus dilaksanakan
dalam penentuan telur-telur yang dihasilkan bebas dari penyakit Pebrine.
Pemeriksaan dilakukan pada kupu-kupu betina setelah peletakan telur dan
dapat dilakukan secara sampling atau secara individu.
a. Pemeriksaan secara sampling
Pemeriksaan sampling dapat dilakukan pada unit produksi telur dimana
persentase penyakit Pebrine relatif lebih rendah (0,0%) dengan cara acak
dan dapat dilihat pada table berikut:
No Jumlah Induk
Jumlah Sampel Batas
KritisPemeriksaan I Pemeriksaan II
1. ≤390 Semua kupu - 1
2. 391 – 500 390 - 1
3. 501 – 600 480 - 1
4. 601 – 800 510 - 1
5. 801 – 1.000 630 - 1
6. 1.001 – 2.000 750 210 2
7. 2.001 – 3.000 870 450 3
8. 3.001 – 4.000 900 840 4
9. 4.001 – 6.000 960 1.140 5
10. 6.001 – 10.000 990 1.530 6
11. 10.001 – 30.000 1.020 1.650 6
12. ≥30.001 1.050 1.740 6
Bila pemeriksaan tidak mungkin dilaksanakan dengan segera, sampel
kupu-kupu harus segera dikeringkan pada temperatur 65 – 75 oC selama
kurang lebih 5 jam. Setiap unit pemeriksaan terdiri dari 30 kupu-kupu.
Pemeriksaan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
i. Kupu-kupu dihancurkan dalam mortal (cawan porselin beserta
alunya).
ii. Tambahkan 100 ml K2CO3 0,5% untuk sampel yang basah (segar).
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
16
iii. Setelah halus, cairan disaring dengan kertas saring atau kapas
penyaring.
iv. Sentrifugasi selama 3 menit 3.000 rpm.
v. Endapannya dicampur dengan KOH 2%
vi. Kemudian diteteskan pada gelas preparat dan ditutup dengan gelas
penutup.
vii. Periksa preparat dibawah mikroskop dengan pembesaran 600 kali.
Setiap sampel dibuat sebanyak 2 (dua) preparat dan masing-masing
diperiksa sebanyak 5 (lima) kali. Hasil pemeriksaan harus segera dicatat
dengan menggunakan tanda-tanda sebagai berikut:
No Jumlah spora per preparat Tanda
1. 0 0
2. ≤ 3 ±
3. 4 – 10 +
4. 11 – 30 ++
5. 31 – 100 +++
6. ≥ 100
Bila hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada sampel yang terserang,
maka produksi telur tersebut dinyatakan bebas Pebrine. Bila ada penyakit
dalam sampel, tetapi lebih rendah dari batas kritis, maka pemeriksaan
dilanjutkan pada pemeriksaan ke-2. Seandainya hasil salah satu
pemeriksaan mengandung penyakit Pebrine, maka telur tersebut tidak
bisa disalurkan dan harus dimusnahkan sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Pemeriksaan kupu-kupu dengan pengambilan sampel hanya dapat
dilakukan apabila persentase penyakit Pebrine dapat dipastikan nihil atau
sangat kecil. Bilamana persentase penyakit Pebrine cukup tinggi, maka
harus dilaksanakan pemeriksaan kupu-kupu secara individu.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
17
b. Pemeriksaan secara Individu
Metode pemeriksaan sama dengan sistem sampling. Hanya pemeriksaan
dilakukan satu persatu terhadap kupu-kup dan banyaknya KOH dan
K2CO3 yang ditambahkan per induk kupu-kupu yakni 2 – 3 ml.
c. Pengorganisasian
Petugas sertifikasi ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Tugas dari Kepala
Balai Persuteraan Alam. Petugas tersebut terdiri dari 2 (dua) orang atau
lebih tergantung dari jumlah telur yang akan disertifikasi. Dalam
melaksanakan tugas dimaksud, petugas sertifikasi dibina dan diawasi oleh
Kepala Seksi Peredaran Persuteraan Alam.
Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine
18
IV. PENUTUP
Demikianlah Petujuk Teknis Setifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine disusun sebagai
Pedoman bagi Petugas Setifikasi Balai Persuteraan Alam dan sebagai pegangan
bagi produsen telur ulat sutera (F1).
Apabila dikemudian hari terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki dan diperbaharui,
maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

More Related Content

Similar to Juknis sertifikasi

Juknis penanganan telur f1
Juknis penanganan telur f1Juknis penanganan telur f1
Juknis penanganan telur f1BPA_ADMIN
 
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021DediKusmana2
 
01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakultur01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakulturNoor Yusuf
 
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budi
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budiLaporan akhir praktikum penetasan 1 budi
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budifernandasyahputra1
 
AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3PPGhybrid3
 
Manajemen penetasan telur ayam kampung
Manajemen penetasan telur ayam kampungManajemen penetasan telur ayam kampung
Manajemen penetasan telur ayam kampungAhmatRifai4
 
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi BiologiBioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologiherawati847
 
AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1PPGhybrid3
 
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang PeternakanPeranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang PeternakanTrias Nurwana
 
PPT_Balai_Besar_Inseminasi_Buatan.ppt
PPT_Balai_Besar_Inseminasi_Buatan.pptPPT_Balai_Besar_Inseminasi_Buatan.ppt
PPT_Balai_Besar_Inseminasi_Buatan.pptFRISKACHRISTININGRUM
 
Budidaya burung puyuh
Budidaya burung puyuhBudidaya burung puyuh
Budidaya burung puyuhAdop Tambora
 
Juknis bibit induk
Juknis bibit indukJuknis bibit induk
Juknis bibit indukBPA_ADMIN
 
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfMANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfYuziNosfris
 
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantap
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantapBIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantap
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantapMRashyaQubillah
 

Similar to Juknis sertifikasi (20)

Juknis penanganan telur f1
Juknis penanganan telur f1Juknis penanganan telur f1
Juknis penanganan telur f1
 
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
Laporan praktik penetasan rps kelas xi.1 atu 06112021
 
01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakultur01. kegiatan akuakultur
01. kegiatan akuakultur
 
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budi
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budiLaporan akhir praktikum penetasan 1 budi
Laporan akhir praktikum penetasan 1 budi
 
Bab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluanBab 1 pendahuluan
Bab 1 pendahuluan
 
Laporan Praktikum
Laporan Praktikum Laporan Praktikum
Laporan Praktikum
 
AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3AT Modul 4 kb 3
AT Modul 4 kb 3
 
Manajemen penetasan telur ayam kampung
Manajemen penetasan telur ayam kampungManajemen penetasan telur ayam kampung
Manajemen penetasan telur ayam kampung
 
kajian penetasan telur walet
kajian penetasan telur waletkajian penetasan telur walet
kajian penetasan telur walet
 
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi BiologiBioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
Bioteknologi Peternakan Salah satu Materi Biologi
 
AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1AT Modul 5 kb 1
AT Modul 5 kb 1
 
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang PeternakanPeranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
Peranan Bioteknologi Terhadap Bidang Peternakan
 
PPT_Balai_Besar_Inseminasi_Buatan.ppt
PPT_Balai_Besar_Inseminasi_Buatan.pptPPT_Balai_Besar_Inseminasi_Buatan.ppt
PPT_Balai_Besar_Inseminasi_Buatan.ppt
 
Acara 6 fix tekben
Acara 6 fix tekbenAcara 6 fix tekben
Acara 6 fix tekben
 
Budidaya burung puyuh
Budidaya burung puyuhBudidaya burung puyuh
Budidaya burung puyuh
 
Juknis bibit induk
Juknis bibit indukJuknis bibit induk
Juknis bibit induk
 
biologi
biologibiologi
biologi
 
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdfMANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
MANAJEMEN PEMELIHARAAN TERNAK UNGGAS.pdf
 
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantap
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantapBIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantap
BIOTEKNOLOGI KELAS 11 monggo di coba mantap
 
Bet
BetBet
Bet
 

More from BPA_ADMIN

Pengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungPengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungBPA_ADMIN
 
Pengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungPengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungBPA_ADMIN
 
Statistik bpa 2009
Statistik bpa 2009Statistik bpa 2009
Statistik bpa 2009BPA_ADMIN
 
Selayang pandang bpa 2010
Selayang pandang bpa 2010Selayang pandang bpa 2010
Selayang pandang bpa 2010BPA_ADMIN
 
Juknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokonJuknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokonBPA_ADMIN
 
Juknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newJuknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newBPA_ADMIN
 

More from BPA_ADMIN (9)

Pengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungPengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsung
 
Pengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsungPengumuman pemilihan langsung
Pengumuman pemilihan langsung
 
Statistik bpa 2009
Statistik bpa 2009Statistik bpa 2009
Statistik bpa 2009
 
Rekap 2010
Rekap 2010Rekap 2010
Rekap 2010
 
Mutu kokon
Mutu kokonMutu kokon
Mutu kokon
 
Juknis upuk
Juknis upukJuknis upuk
Juknis upuk
 
Selayang pandang bpa 2010
Selayang pandang bpa 2010Selayang pandang bpa 2010
Selayang pandang bpa 2010
 
Juknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokonJuknis penanganan kokon
Juknis penanganan kokon
 
Juknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat newJuknis penyakit ulat new
Juknis penyakit ulat new
 

Juknis sertifikasi

  • 1. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 1 JUKNIS SERTIFIKASI BALAI PERSUTERAAN ALAM I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telur ulat sutera merupakan salah satu factor produksi yang penting bagi terselenggaranya kegiatan pemeliharaan ulat sutera. Untuk mencapai hasil yang menguntungkan, diperlukan jenis ulat sutera yang berkualitas unggul dalam jumlah yang memadai serta bebas dari segala macam penyakit, terutama penyakit Pebrine. Penyakit Pebrine merupakan salah satu penyakit ulat sutera yang sangat berbahaya Penyakit dapat menyerang mulai dari stadia telur, larva, pupa maupun imago (kupu-kupu). Kerusakan yang ditimbulkan oleh penyakit Pebrine dapat melumpuhkan hampir seluruh kegiatan persuteraan alam. Pengalaman telah menunjukkan bahwa di Indonesia umumnya dan khususnya di Sulawesi Selatan, penyakit Pebrine mengakibatkan produksi benang sutera yang mencapai 138 ton pada tahun 1971, turun menjadi 30 ton pada tahun 1973. kejadian tersebut sampai sekarang masih terasa dampaknya bagi kelancaran perkembangan persuteraan alam, bahkan merupakan sindroma bagi petani ulat sutera yang sulit dihilangkan. Penularan penyakit Pebrine dapat terjadi melalui mulut dan indung telur dari kupu-kupu. Penularan dari mulut dapat terjadi bilamana spora Pebrine berada pada daun murbei, ruangan dan alat pemeliharaan ataupun ulat yang terkena infeksi yang dipelihara bersama-sama dengan ulat sehat. Penularannya dapat juga melalui indung telur dari kupu-kupu. Patogen penyakit tersebut hidup dalam indung telur kupu-kupu yang terinfeksi, masuk kedalam telur yang akan diturunkan kepada generasi selanjutnya. Salah satu upaya yang dianggap efektif untuk mencegah berkembangnya penyakit Pebrine adalah dengan melakukan pemeriksaan terhadap spora Pebrine pada kupu-kupu betina. Pemeriksaan ini harus dilaksanakan secara ketat untuk mendapatkan telur-telur yang bebas dari penyakit Pebrine. Telur yang
  • 2. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 2 bebas dari penyakit Pebrine diberi sertifikat untuk selanjutnya disalurkan kepada konsumen/petani ulat sutera. Dalam rangka terselenggaranya kegiatan sertifikasi secara baik dan teratur, maka dipandang perlu untuk disusun Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera yang dilaksanakan oleh para petugas sertifikasi Balai Persuteraan Alam dan sebagai pegangan bagi pihak produsen telur ulat sutera F1 agar memiliki persepsi dan pandangan yang sama. B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud sertifikasi telur ulat sutera adalah untuk mendapatkan telur ulat sutera yang bebas dari penyakit, terutama Pebrine. 2. Tujuan sertifikasi adalah agar telur-telur yang dihasilkan oleh produsen yang akan disalurkan kepada konsumen terbebas dari penyakit, terutama Pebrine. Sehingga akan diperoleh produksi kokon yang bermutu dan berkualitas tinggi C. Sasaran Sasaran utama kegiatan sertifikasi adalah telur ulat sutera yang diproduksi oleh produsen telur ulat sutera F1. D. Ruang Lingkup Ruang lingkup penggunaan Petunjuk Teknis ini terbatas pada kegiatan sertifikasi telur ulat sutera yang dilaksanakan oleh petugas sertifikasi Balai Persuteraan Alam yang mendapatkan perintah tugas dari Kepala Balai Persuteraan Alam. E. Pengertian 1. Sertifikasi telur ulat sutera adalah suatu rangkaian kegiatan dalam proses pengawasan produksi telur ulat sutera yang diproduksi oleh Produsen telur ulat sutera, untuk memberikan jaminan bahwa telur ulat sutera yang disalurkan kepada konsumen adalah bebas penyakit, terutama penyakit Pebrine. 2. Telur ulat sutera adalah telur ulat sutera hibrid (F1) yang merupakan persilangan antar galur murni untuk tujuan produksi kokon.
  • 3. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 3 3. Ulat sutera adalah serangga spesies Bombyx mori L. yang menghasilkan kokon untuk produksi benang sutera. 4. Penyakit Pebrine adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa Nozema bombycis yang dapat menyerang ulat sutera pada stadia telur, larva, pupa maupun ngengat. 5. Produsen telur ulat sutera adalah pelaku pengadaan telur ulat sutera 6. Sertifikat adalah dokumen yang menyatakan kebenaran telur ulat sutera yang bebas Pebrine. 7. Petugas sertifikasi adalah Petugas Balai Persuteraan Alam yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk melakukan sertifikasi telur ulat sutera pada produsen telur ulat sutera berdasarkan Surat Perintah Kepala Balai Persuteraan Alam. 8. Balai Persuteraan Alam adalah unit pelaksana teknis (UPT) Ditjen RLPS Departemen Kehutanan yang diserahi tugas dan fungsi dalam pengembangan persuteraan alam.
  • 4. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 4 II. PERSYARATAN DAN PROSEDUR PELAKSANAAN A. Persyaratan 1. Persyaratan Umum a. Produsen telur ulat sutera yang dapat menyampaikan usulan sertifikasi adalah yang mendapat izin operasi dari Pemerintah. b. Jenis ulat sutera yang akan diajukan untuk disertifikasi adalah jenis-jenis telur F1 yang induknya (Parent) berasal dari Balai Persuteraan Alam dan/atau instansi yang ditunjuk oleh Pemerintah. c. Untuk jenis telur persilangan dari keturunan F1 (F2) tidak diperkenankan untuk diusulkan untuk mendapatkan sertifikasi.. d. Lokasi yang diusulkan untuk disertifikasi harus dinyatakan dengan jelas. e. Permohonan sertifikasi diajukan setiap periode penyaluran telur yang ingin disalurkan kepada konsumen. f. Produsen telur F1 tidak diperkenankan untuk memproduksi telur induk (grand parent), kecuali mendapat izin dari pemerintah. g. Labelisasi telur F1 dilakukan oleh pihak produsen setelah mendapat pengesahan setifikat dari Balai Persuteraan Alam. h. Biaya pelaksanaan sertifikasi dibebankan kepada produsen telur ulat sutera dan atau dari Pemerintah secara bersama-sama atau sendiri- sendiri. 2. Persyaratan Khusus a. Mempunyai tenaga teknis yang terampil dalam produksi telur ulat sutera. b. Mempunyai sarana produksi telur ulat sutera dengan kapasitas terpasang minimal 5.000 boks per tahun untuk 5 (lima) periode, yang terdiri dari: i. Tanaman Murbei seluas 8 – 10 ha. ii. Bangunan standar pemeliharaan ulat (ulat kecil dan ulat besar) dengan kapasitas 20 boks atau areal pemeliharaan induk tertentu yang mendapat rekomendasi dari Pemerintah. iii. Alat-alat pemeliharaan ulat untuk 20 boks.
  • 5. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 5 iv. Bangunan untuk proses produksi telur, test Pebrine dan penyimpanan telur. v. Alat-alat untuk proses produksi, penyimpanan dan pengepakan telur. c. Minimal mempunyai daerah penyaluran yang tetap untuk produksi telur sebanyak 5.000 boks pertahun. d. Sanggup untuk memproduksi dari jenis-jenis ulat sutera yang dikeluarkan oleh Balai Persuteraan Alam dengan mengajukan permintaan bibit induk dengan menggunakan blanko yang tersedia. e. Sanggup mentaati petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Balai Persuteraan Alam dan instansi lain yang berwenang. f. Ditunjuk atau mendapat izin operasi sebagai produsen telur ulat sutera dari instansi yang berwenang. 3. Karakteristik Jenis-jenis Induk Murni a. BN1 Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam. Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia. Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya belang dan umur ulatnya panjang. Warna kokon putih berbentuk kacang dengan relief biasa. Kupu-kupu BN1 ini dapat disilangkan dengan BC 101 yang sebelumnya 3-4 telur BN1 harus diinkubasikan terlebih dahulu. Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan 28 oC dengan lama perendaman 60 menit. Sedangkan dengan perlakuan telur secara Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 6 menit adalah yang paling baik. b. BN2 Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam. Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia. Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya belang, umur ulat kecil (instar I sampai III) biasa,dan umur ulat besar (instar
  • 6. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 6 IV sampai V) lebih pendek. Warna kokon putih bersih, berbentuk kacang dengan relief biasa. Apabila kupu-kupu dari jenis BN2 ini akan disilangkan dengan jenis BC 101 dan BC 102, maka selama 1-2 hari sebelumnya telur BN2 harus diinkubasikan terlebih dahulu. Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan 28 oC Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 6 menit adalah yang paling baik. c. BN7 Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam. Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia. Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya belang dan umur ulat kecil (instar I sampai III) pendek. Warna kokon putih bersih, berbentuk kacang dengan relief biasa. Apabila kupu-kupu dari jenis BN7 ini akan disilangkan dengan jenis BC 107 dan BC 108, maka selama 1-2 hari sebelumnya telur BN2 harus diinkubasikan terlebih dahulu. Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan 28 oC, lama perendamannya selama 60 menit. Sedangkan dengan cara perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 6 menit adalah yang paling baik. d. BN8 Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam. Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari persilangan jenis Jepang dengan jenis Indonesia. Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya belang, umur ulat kecil biasa dan umur ulat besar panjang. Warna kokon putih, berbentuk kacang dengan relief biasa. Apabila kupu-kupu dari jenis BN8 ini akan disilangkan dengan jenis BC 107 dan BC 108, maka terlebih dahulu telur BN8 harus diinkubasikan selama 3-4 hari. Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan 28 oC, lama perendamannya selama 60 menit, sedangkan dengan cara
  • 7. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 7 perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 6 menit adalah yang paling baik. e. BC 101 Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam. Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina. Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya polos dan umur ulat kecil pendek. Warna kokon putih, berbentuk bulat dengan relief biasa. Apabila kupu-kupu dari jenis BC101 ini akan disilangkan dengan jenis BN1 atau BN2, maka telur BC101 harus diinkubasikan selama 2 hari lebih lambat. Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan 28 oC, lama perendamannya selama 60 menit, sedangkan dengan cara perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 5 menit adalah yang paling baik. f. BC 102 Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam. Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina. Warna kego coklat muda, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya polos (kadang ada yang belang), umur ulat kecil pendek dan bentuk ulat agak bulat. Warna kokon putih, berbentuk bulat dengan relief biasa. Apabila kupu-kupu dari jenis BC102 ini akan disilangkan dengan jenis BN2, maka telur BC102 ini harus diinkubasikan selama 1 – 4 hari lebih lambat. Untuk perlakuan telur secara Sokushin dingin pada suhu larutan 28 oC, lama perendamannya selama 60 menit, sedangkan dengan cara perlakuan Reishin dengan suhu larutan 48 oC dan lama perendaman 5 menit adalah yang paling baik.
  • 8. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 8 g. BC 107 Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam. Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina. Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya polos, umur ulat kecil pendek sedangkan umur ulat besar panjang. Warna kokon putih, berbentuk bulat dengan relief biasa. Apabila kupu-kupu dari jenis BC107 ini akan disilangkan dengan jenis BN7 dan BN8, maka telur BC107 ini harus diinkubasikan selama 2 hari lebih lambat. Untuk perlakuan telur secara Sokushin, dilakukan dengan 2 cara, yakni Sokhusin panas (suhu 46 oC) dengan lama perendaman 5 menit dan Sokushin dingin (suhu l28 oC) dengan lama perendaman selama 60 menit. Untuk perlakuan telur secara Reishin (suhu larutan 48 oC) dengan lama perendaman 5 menit merupakan cara paling baik. h. BC 108 Merupakan hasil kegiatan pemurnian jenis oleh Balai Persuteraan Alam. Berdasarkan voltinismenya adalah jenis bivoltine. Induknya berasal dari persilangan jenis Indonesia dengan jenis Cina. Warna kego coklat tua, warna ulat putih kebiru-biruan, motif ulatnya polos, umur ulat kecil pendek sedangkan umur ulat besar panjang. Warna kokon putih, berbentuk bulat dengan relief biasa. Apabila kupu-kupu dari jenis BC108 ini akan disilangkan dengan jenis BN7 dan BN8, maka telur BC108 ini harus diinkubasikan selama 2 – 3 hari lebih lambat. Untuk perlakuan telur secara Sokushin, dilakukan dengan 2 cara, yakni Sokhusin panas (suhu 46 oC) dengan lama perendaman 5 menit dan Sokushin dingin (suhu l28 oC) dengan lama perendaman selama 60 menit. Untuk perlakuan telur secara Reishin (suhu larutan 48 oC) dengan lama perendaman 5 menit merupakan cara paling baik.
  • 9. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 9 B. Prosedur Pelaksanaan 1. Permohonan Sertifikasi a. Diajukan kepada Kepala Balai Persuteraan Alam dengan formulir yang telah ditetapkan (Form model ST. 1a atau 1b) b. Permohonan diajukan paling lambat 2 (dua) minggu sebelum hakitate dilaksanakan. c. Permohonan diajukan oleh produsen F1 yang telah mendapat izin operasional dari instansi yang berwenang. d. Permohonan sertifikasi termasuk pada alinea-alinea tersebut diatas harus menyampaikan nama serta alamat yang jelas kepada Balai Persuteraan Alam. 2. Pelaksanaan Sertifikasi a. Pemeriksaan lapangan dilaksanakan oleh Petugas Balai Persuteraan Alam yang ditugaskan/ditunjuk oleh Kepala Balai Persuteraan Alam. b. Pemeriksaan dilakukan terhadap bibit induk pada setiap periode, terutama pada saat persentase penyakit Pebrine cukup tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian mengenai dilanjutkan atau tidaknya pemeliharaan ke instar berikutnya. c. Pemeriksaan lapangan dilaksanakan pada saat produksi telur dan bila persentase penyakit cukup tinggi, maka pemeriksaan dilakukan pada setiap instar ulat sutera. d. Tempat pelaksanaan pemeriksaan adalah lokasi yang harus dinyatakan dengan jelas dimana produsen tersebut melakukan kegiatan produksi telur. e. Pemeriksaan lapangan juga dilakukan pada sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses produksi, meliputi tempat penyimpanan telur, gudang tempat penyimpanan alat pemeliharaan telur dan bilamana persentase penyakit Pebrine cukup tinggi, maka ruang dan lantai tempat pemeliharaan diperiksan dengan metode biossay. f. Pemeriksaan juga dilaksanakan terhadap bahan kimia yang digunakan.
  • 10. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 10 g. Bagi telur-telur yang terindikasi penyakit Pebrine, agar dilakukan pemusnahan dan dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan (Form Model ST.2) 3. Laporan Pemeriksaaan Laporan hasil pemeriksaan lapangan dibuat oleh Petugas sertifikasi dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh Balai Persuteraan Alam selambat- lambatnya 3 (tiga) hari setelah pemeriksaan (Form Model ST.4a - c) dan merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari sertifikat. 4. Pengesahan Sertifikat a. Serifikat dikeluarkan berdasarkan laporan hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa telur ulat sutera bebas dari penyakit Pebrine (Form Model ST.3). b. Sertifikat bebas penyakit Pebrine ditanda tangani oleh Kepala Balai Persuteraan Alam atau yang ditunjuk.
  • 11. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 11 III. PEMERIKSAAN A. Penggunaan Bahan dan Peralatan Dalam melaksanakan dan mengamati spora Pebrine diperlukan beberapa alat dan bahan kimia sebagai berikut: 1. Bahan-bahan a. Kaporit Bahan kimia berupa serbuk berwarna putih yang digunakan untuk mensterilkan patogen penyakit dan digunakan untuk desinfeksi ruangan serta alat-alat pemeliharan yang diduga tercemar penyakit Pebrine. b. K2CO3 atau KOH Bahan kimia berupa serbuk yang dilarutkan kedalam air, yang berguna untuk melarutkan lemak dari cairan tubuh ulat sutera. Sehingga dalam pengamatan mikroskop dapat terlihat dengan jelas spora Pebrine yang dimaksud. c. Formalin Merupakan bahan kimia berbentuk cairan dan mempunyai bau yang menusuk hidung. Bahan kimia ini digunakan sebagai bahan desinfeksi untuk mencegah/membasmi penyakit Pebrine. 2. Alat-alat a. Mortar (cawan porselin) dengan alu b. Mesin penghancur kupu-kupu c. Mesin test kupu-kupu secara massal d. Mikroskop e. Gelas preparat f. Gelas penutup g. Petri dish h. Pinset, pisau dan gunting.
  • 12. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 12 B. Prosedur Pemeriksaan 1. Pengambilan sampel Pengambilan sampel diperlukan karena tidak semua produksi telur yang dihasilkan dapat diperiksa satu persatu. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan dana. Pengambilan sampel harus memperhitungkan keterwakilan populasi yang diperiksa. Pengambilan sampel dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: a. Secara prediktif Cara prediktif dilaksanakan apabila persentase penyakit Pebrine cukup tinggi. Pelaksanaannya dilakukan pada tahapan siklus hidup ulat sutera yang meliputi telur, larva, pupa dan imago. b. Secara mutlak Cara mutlak dilaksanakan pada kupu-kupu setelah peletakan telur. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara individu atau sampel. Cara individu dilaksanakan apabila persentase penyakit Pebrine cukup tinggi. 2. Pemeriksaan Prediktif a. Pemeriksaan prediktif dimaksudkan untuk mendeteksi sejauh mana adanya patogen penyakit Pebrine pada setiap tahapan siklus hidup ulat sutera. b. Tahap Telur Untuk mengetahui telur yang terinfeksi penyakit Pebrine dapat dilakukan pemeriksaan dengan melihat gejala-gejala yang timbul, antara lain: i. Telur yang diletakkkan oleh kupu-kupu betina menyebar tidak merata dan bertumpuk, jumlahnya relatif sedikit serta penetasannya tidak seragam. ii. Terdapat bintik-bintik kecil yang berwarna putih selama perkembangan embrio. iii. Berdasarkan gejala-gejala tersebut diatas, maka diambil sampel dan diperiksan dengan tahapan sebagai berikut: iv. Telur-telur yang tidak dibuahi dan telur-telur yang mati diambil.
  • 13. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 13 v. Telur-telur tersebut dihancurkan pada gelas preparat. vi. Embrio dipres kemudian ditutup dengan gelas penutup. vii. Di-staining/diwarnai dengan metode Giemsa. viii. Kemudian diperiksa dengan mikroskop (untuk pengamatan diperlukan minyak immersion guna mencari tahap tertentu dari protozoa). ix. Bila sampel mengandung Pebrine, maka telur-telur tersebut harus dibakar atau dicelupkan kedalam larutan kaporit 200 kali selama 1 – 2 hari, kemudian dibuang untuk mencegah penyebaran yang lebih luas. c. Tahap Larva Penyakit Pebrine berkembang lebih cepat pada ulat kecil dibandingkan pada ulat besar. Ulat yang terinfeksi penyakit Pebrine memperlihatkan gejala nafsu makan berkurang, pertumbuhan tidak seragam serta penggantian kulit yang tidak serentak. Perkembangan selanjutnya badan ulat mengecil, gerakannya lamban dan akhirnya mati. Pemeriksaan penyakit Pebrine selama pertumbuhan larva, dilaksanakan dengan memilih larva yang tidak normal (pertumbuhan yang lambat, kerdil, tidak mengalami pergantian kulit) dan selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop. Pemeriksaan dapat dilakukan sebanyak 2 (dua) kali pada akhir instar II atau menjelang awal instar III dan pada akhir instar IV atau menjelang awal instar V. Bila terinfeksi melalui kupu-kupu betina, akan menampakkkan gejala pada akhir instar II atau menjelang awal instar III. Bila terinfeksi pada tingkat awal pertumbuhan larva, gejalanya akan nampak pada akhir instar IV atau menjelang awal instar V. Cara pemeriksaan dapat dilakukan dengan metode Wright Giemsa Staining yaitu sebagai berikut: i. Tubuh larva dibedah kemudian begian midgut (usus bagian tengah) dan silkgland (kelenjar sutera) diambil dan bagian tersebut dioleskan pada slide glass (gelas preparat). ii. Keringkan pada temperatur kamar (25 – 28 oC) selama 30 – 60 menit.
  • 14. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 14 iii. Setelah kering, oleskan dengan wright solution selama 30 detik. iv. Teterkan aquades pada gelas preparat, biarkan selama 2 menit lalu air steril (aquades) dan wright solution dibuang. v. Oleskan cairan giemsa 40 kali (39 ml air steril + 1 ml cairan giemsa) selama 20 menit. vi. Gelas preparat dicuci dengan aquades lalu dikeringkan kembali dengan temperatur kamar. vii. Pengamatan dibawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali. viii. Bilamana diperlukan sebagai bahan pengecekan kembali, maka preparat tersebut dicelupkan kedalam cairan Xylene selama 20 menit dan dikeringkan (Pada waktu pengamatan diperlukan immersion oil bila menggunakan pembesaran 100 kali). d. Tahap Pupa Pupa yang terinfeksi akan menjadi lembek, membengkak dan terdapat bintik-bintik hitam di sekitar dasar sayap pada daerah perut. Bilamana pupa terserang berat, pupa tersebut tidak mengalami perubahan bentuk menjadi kupu-kupu. Oleh sebab itu, pada waktu pemisahan jenis kelamin, pupa harus diteliti dengan baik. Pupa-pupa yang abnormal diperiksa seperti halnya pada pemeriksaan larva. e. Tahap Kupu-kupu Kupu-kupu harus diperiksa sebelum bertelur. Kupu-kupu yang lebih cepat keluar pada kondisi normal ada kecenderungan bahwa kupu-kupu tersebut terserang penyakit Pebrine. Kupu-kupu yang terinfeksi penyakit Pebrine memperlihatkan bentuk sayap dan antena yang tidak normal. Cara pemeriksaan penyakit Pebrine pada tahap kupu-kupu dapat dilakukan sebagai berikut: i. Kupu-kupu dihancurkan dengan menggunakan mortal (cawan porselin). ii. Berikan larutan KOH 2% sebanyak 2 – 3 ml setiap kupu-kupu. iii. Teteskan pada gelas preparat dan ditutup. iv. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali.
  • 15. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 15 3. Pemeriksaan Mutlak Pemeriksaan mutlak adalah pemeriksaan yang mutlak harus dilaksanakan dalam penentuan telur-telur yang dihasilkan bebas dari penyakit Pebrine. Pemeriksaan dilakukan pada kupu-kupu betina setelah peletakan telur dan dapat dilakukan secara sampling atau secara individu. a. Pemeriksaan secara sampling Pemeriksaan sampling dapat dilakukan pada unit produksi telur dimana persentase penyakit Pebrine relatif lebih rendah (0,0%) dengan cara acak dan dapat dilihat pada table berikut: No Jumlah Induk Jumlah Sampel Batas KritisPemeriksaan I Pemeriksaan II 1. ≤390 Semua kupu - 1 2. 391 – 500 390 - 1 3. 501 – 600 480 - 1 4. 601 – 800 510 - 1 5. 801 – 1.000 630 - 1 6. 1.001 – 2.000 750 210 2 7. 2.001 – 3.000 870 450 3 8. 3.001 – 4.000 900 840 4 9. 4.001 – 6.000 960 1.140 5 10. 6.001 – 10.000 990 1.530 6 11. 10.001 – 30.000 1.020 1.650 6 12. ≥30.001 1.050 1.740 6 Bila pemeriksaan tidak mungkin dilaksanakan dengan segera, sampel kupu-kupu harus segera dikeringkan pada temperatur 65 – 75 oC selama kurang lebih 5 jam. Setiap unit pemeriksaan terdiri dari 30 kupu-kupu. Pemeriksaan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: i. Kupu-kupu dihancurkan dalam mortal (cawan porselin beserta alunya). ii. Tambahkan 100 ml K2CO3 0,5% untuk sampel yang basah (segar).
  • 16. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 16 iii. Setelah halus, cairan disaring dengan kertas saring atau kapas penyaring. iv. Sentrifugasi selama 3 menit 3.000 rpm. v. Endapannya dicampur dengan KOH 2% vi. Kemudian diteteskan pada gelas preparat dan ditutup dengan gelas penutup. vii. Periksa preparat dibawah mikroskop dengan pembesaran 600 kali. Setiap sampel dibuat sebanyak 2 (dua) preparat dan masing-masing diperiksa sebanyak 5 (lima) kali. Hasil pemeriksaan harus segera dicatat dengan menggunakan tanda-tanda sebagai berikut: No Jumlah spora per preparat Tanda 1. 0 0 2. ≤ 3 ± 3. 4 – 10 + 4. 11 – 30 ++ 5. 31 – 100 +++ 6. ≥ 100 Bila hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada sampel yang terserang, maka produksi telur tersebut dinyatakan bebas Pebrine. Bila ada penyakit dalam sampel, tetapi lebih rendah dari batas kritis, maka pemeriksaan dilanjutkan pada pemeriksaan ke-2. Seandainya hasil salah satu pemeriksaan mengandung penyakit Pebrine, maka telur tersebut tidak bisa disalurkan dan harus dimusnahkan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pemeriksaan kupu-kupu dengan pengambilan sampel hanya dapat dilakukan apabila persentase penyakit Pebrine dapat dipastikan nihil atau sangat kecil. Bilamana persentase penyakit Pebrine cukup tinggi, maka harus dilaksanakan pemeriksaan kupu-kupu secara individu.
  • 17. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 17 b. Pemeriksaan secara Individu Metode pemeriksaan sama dengan sistem sampling. Hanya pemeriksaan dilakukan satu persatu terhadap kupu-kup dan banyaknya KOH dan K2CO3 yang ditambahkan per induk kupu-kupu yakni 2 – 3 ml. c. Pengorganisasian Petugas sertifikasi ditunjuk berdasarkan Surat Perintah Tugas dari Kepala Balai Persuteraan Alam. Petugas tersebut terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih tergantung dari jumlah telur yang akan disertifikasi. Dalam melaksanakan tugas dimaksud, petugas sertifikasi dibina dan diawasi oleh Kepala Seksi Peredaran Persuteraan Alam.
  • 18. Petunjuk Teknis Sertifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine 18 IV. PENUTUP Demikianlah Petujuk Teknis Setifikasi Telur Ulat Sutera Bebas Pebrine disusun sebagai Pedoman bagi Petugas Setifikasi Balai Persuteraan Alam dan sebagai pegangan bagi produsen telur ulat sutera (F1). Apabila dikemudian hari terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki dan diperbaharui, maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.