Dokumen tersebut membahas penilaian dan intervensi keperawatan pada pasien gagal jantung kongestif. Secara ringkas, dokumen menjelaskan gejala dan tanda utama gagal jantung seperti dispnea dan edema, diagnosa keperawatan seperti penurunan curah jantung dan intoleransi aktivitas, serta intervensi seperti pemberian obat, diet, dan kolaborasi dengan dokter.
Studi Kasus Farmakoterapi Congestive Heart FailureNesha Mutiara
Studi kasus ini membahas pengobatan pasien lansia dengan diagnosis gagal jantung kongestif dan hipertensi. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengobatan pasien antara lain penggunaan statin yang dapat menyebabkan efek samping, interaksi antara bisoprolol dan salbutamol, pemantauan dosis warfarin, serta perlu dilakukan pengobatan dispepsia pasien.
Dokumen tersebut membahas penilaian dan intervensi keperawatan pada pasien gagal jantung kongestif. Secara ringkas, dokumen menjelaskan gejala dan tanda utama gagal jantung seperti dispnea dan edema, diagnosa keperawatan seperti penurunan curah jantung dan intoleransi aktivitas, serta intervensi seperti pemberian obat, diet, dan kolaborasi dengan dokter.
Studi Kasus Farmakoterapi Congestive Heart FailureNesha Mutiara
Studi kasus ini membahas pengobatan pasien lansia dengan diagnosis gagal jantung kongestif dan hipertensi. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengobatan pasien antara lain penggunaan statin yang dapat menyebabkan efek samping, interaksi antara bisoprolol dan salbutamol, pemantauan dosis warfarin, serta perlu dilakukan pengobatan dispepsia pasien.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut, mulai dari patofisiologi, gejala, diagnosis, dan penatalaksanaannya.
1. Dokumen tersebut membahas tentang penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut, termasuk patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaannya.
2. Penyakit jantung koroner disebabkan oleh akumulasi plak di arteri koroner yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sementara sindrom koroner akut meliputi berbagai komplikasi seperti angina tak stabil dan infark miokard.
3. Diagnosis didasarkan pada gejala
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas anatomi dan histologi jantung serta ruang-ruang yang ada pada jantung seperti atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri dan ventrikel kiri.
2. Juga membahas tentang dinding jantung yang terdiri atas tiga lapisan yaitu epicardium, pericardium dan myocardium.
3. Membahas pula tentang letak jantung di dalam dada dan batas-bat
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Takayasu arteritis adalah vasculitis kronis yang menyebabkan stenosis atau aneurisma pada aorta dan cabang-cabang utamanya.
2. Gejala awal sering sistemik seperti fatigue dan demam, namun kemudian terjadi gangguan fungsi organ karena penyempitan atau oklusi pembuluh darah.
3. Diagnosa didasarkan pada temuan klinis dan pemeriksaan imaging seperti CT angiografi. Pengobatan utama
Dokumen tersebut membahas tentang gagal jantung kongestif pada lansia. Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh yang dapat menjadi kronis jika disertai penyakit seperti hipertensi dan kardiomiopati. Gejala umum gagal jantung kongestif adalah kelelahan dan dispnea. Pengkajian keperawatan meliputi aktivitas, sirkulasi, integritas ego, elim
Dokumen tersebut membahas tentang aritmia jantung yang mengancam jiwa, termasuk anatomi jantung, sistem konduksi jantung, jenis-jenis aritmia bahaya seperti fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel, tanda dan gejala, diagnosa, penatalaksanaan melalui obat antiaritmia, defibrilasi, cardioversi, serta asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, dan intervensi untuk meningkatkan sirkulasi pasien
Dokumen tersebut membahas tentang gagal jantung kongestif dan hipertensi. Isinya mencakup pengertian, etiologi, patofisiologi, diagnosa, penatalaksanaan, dan pencegahan dari kedua kondisi tersebut.
Pendahuluan:
Tissue disoxia merupakan problema utama dari pasien2 baik pascabedah maupun pasien sakit kritis di ICU
Tissue disoxia dapat disebabkan oleh rendahnya DO2, gangguan mikrosirkulasi dan peningkatan kebutuhan metabolisme sistim selular
Berlanjut menjadi cytopathic hypoxia yang disebabkan oleh disfungsi mitokhondria
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta ke arteri pulmoner. PDA disebabkan oleh kegagalan penutupan duktus arteriosus pada bayi beberapa minggu pertama. Gejala klinisnya antara lain bising gipson, vibrasi pada sternum kiri, dan gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ventilasi-perfusi. Pen
Referat ini membahas syok kardiogenik yang disebabkan oleh penurunan curah jantung dan perfusi sistemik akibat hipoksia jaringan meskipun volume darah masih normal. Syok kardiogenik umumnya disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri akibat infark miokard yang luas. Gejala klinisnya bervariasi mulai dari nyeri dada, palpitasi hingga hipotensi yang berkepanjangan.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut, mulai dari patofisiologi, gejala, diagnosis, dan penatalaksanaannya.
1. Dokumen tersebut membahas tentang penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut, termasuk patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaannya.
2. Penyakit jantung koroner disebabkan oleh akumulasi plak di arteri koroner yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sementara sindrom koroner akut meliputi berbagai komplikasi seperti angina tak stabil dan infark miokard.
3. Diagnosis didasarkan pada gejala
Ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas anatomi dan histologi jantung serta ruang-ruang yang ada pada jantung seperti atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri dan ventrikel kiri.
2. Juga membahas tentang dinding jantung yang terdiri atas tiga lapisan yaitu epicardium, pericardium dan myocardium.
3. Membahas pula tentang letak jantung di dalam dada dan batas-bat
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Takayasu arteritis adalah vasculitis kronis yang menyebabkan stenosis atau aneurisma pada aorta dan cabang-cabang utamanya.
2. Gejala awal sering sistemik seperti fatigue dan demam, namun kemudian terjadi gangguan fungsi organ karena penyempitan atau oklusi pembuluh darah.
3. Diagnosa didasarkan pada temuan klinis dan pemeriksaan imaging seperti CT angiografi. Pengobatan utama
Dokumen tersebut membahas tentang gagal jantung kongestif pada lansia. Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh yang dapat menjadi kronis jika disertai penyakit seperti hipertensi dan kardiomiopati. Gejala umum gagal jantung kongestif adalah kelelahan dan dispnea. Pengkajian keperawatan meliputi aktivitas, sirkulasi, integritas ego, elim
Dokumen tersebut membahas tentang aritmia jantung yang mengancam jiwa, termasuk anatomi jantung, sistem konduksi jantung, jenis-jenis aritmia bahaya seperti fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel, tanda dan gejala, diagnosa, penatalaksanaan melalui obat antiaritmia, defibrilasi, cardioversi, serta asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, dan intervensi untuk meningkatkan sirkulasi pasien
Dokumen tersebut membahas tentang gagal jantung kongestif dan hipertensi. Isinya mencakup pengertian, etiologi, patofisiologi, diagnosa, penatalaksanaan, dan pencegahan dari kedua kondisi tersebut.
Pendahuluan:
Tissue disoxia merupakan problema utama dari pasien2 baik pascabedah maupun pasien sakit kritis di ICU
Tissue disoxia dapat disebabkan oleh rendahnya DO2, gangguan mikrosirkulasi dan peningkatan kebutuhan metabolisme sistim selular
Berlanjut menjadi cytopathic hypoxia yang disebabkan oleh disfungsi mitokhondria
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta ke arteri pulmoner. PDA disebabkan oleh kegagalan penutupan duktus arteriosus pada bayi beberapa minggu pertama. Gejala klinisnya antara lain bising gipson, vibrasi pada sternum kiri, dan gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ventilasi-perfusi. Pen
Referat ini membahas syok kardiogenik yang disebabkan oleh penurunan curah jantung dan perfusi sistemik akibat hipoksia jaringan meskipun volume darah masih normal. Syok kardiogenik umumnya disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri akibat infark miokard yang luas. Gejala klinisnya bervariasi mulai dari nyeri dada, palpitasi hingga hipotensi yang berkepanjangan.
Studi ini mengevaluasi hubungan antara episode subklinis tingkat atrium cepat yang terdeteksi oleh alat pacu jantung dan risiko stroke iskemik. Dari 2.580 pasien yang diikuti selama rata-rata 2,5 tahun, 261 pasien (10,1%) mengalami episode subklinis tingkat atrium cepat dalam 3 bulan. Episode subklinis ini dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke iskemik atau emboli sistemik dan fibrilasi atrium klinis. Studi ini men
Pasien datang dengan keluhan sesak napas dan batuk berdahak yang memberat. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda infeksi paru kronis dan TB paru. Diagnosis banding PPOK eksaserbasi dan TB paru. Diagnosis kerja PPOK eksaserbasi ditambah TB paru berdasarkan hasil laboratorium dan rontgen dada. Pengobatan dilakukan dengan antibiotik, nebulizer, dan OAT kategori 1. Kondisi pasien membaik selama perawatan in
Dokumen tersebut merupakan laporan kasus seorang pasien laki-laki berumur 59 tahun yang datang dengan keluhan nyeri dada. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, didiagnosis menderita infark miokard akut. Dokumen ini membahas tentang patogenesis gagal jantung serta mekanisme kompensasi yang terjadi setelah penurunan fungsi ventrikel kiri.
Dokumen tersebut membahas tentang penyakit Tetralogi of Fallot, yaitu kelainan jantung bawaan yang ditandai dengan 4 abnormalitas, yakni defek septum ventrikel, stenosis pulmonal, overriding aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan. Dokumen ini juga menjelaskan konsep penyakit, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan untuk penyakit tersebut.
Wanita 71 tahun mengeluh lemas dan depresi ringan dengan kadar tirotropin 6,9 mIU/liter dan FT4 normal, menunjukkan hipotiroid subklinis. Evaluasi lanjut perlu dilakukan untuk memantau kadar tirotropin dan menguji antibodi tiroid sebelum memutuskan terapi. Terapi levotiroksin dapat dipertimbangkan jika gejala tidak membaik.
Kel.8 Penyakit jantung pada kehamilan.pptxHelenNisa1
Penyakit pada kehamilan, penyakit jantung pada kehamilan, ibu hamil dengan penyakit jantungPenyakit pada kehamilan, penyakit jantung pada kehamilan, ibu hamil dengan penyakit jantungPenyakit pada kehamilan, penyakit jantung pada kehamilan, ibu hamil dengan penyakit jantungPenyakit pada kehamilan, penyakit jantung pada kehamilan, ibu hamil dengan penyakit jantungPenyakit pada kehamilan, penyakit jantung pada kehamilan, ibu hamil dengan penyakit jantungPenyakit pada kehamilan, penyakit jantung pada kehamilan, ibu hamil dengan penyakit jantungPenyakit pada kehamilan, penyakit jantung pada kehamilan, ibu hamil dengan penyakit jantungPenyakit pada kehamilan, penyakit jantung pada kehamilan, ibu hamil dengan penyakit jantungPenyakit pada kehamilan, penyakit jantung pada kehamilan, ibu hamil dengan penyakit jantung
Laporan kasus ini membahas tentang seorang anak perempuan berusia 2 tahun dengan diagnosis multiple karies gigi, TOF dengan atresia pulmonal dan PDA 3 mm yang akan menjalani ekstraksi gigi. Terdapat evaluasi pra-operasi dan persiapan anestesi untuk menangani risiko cyanotic spell dan komplikasi lainnya.
1) Hipertiroidisme adalah kondisi ketika hormon tiroid dalam darah meningkat. Penyakit Graves merupakan penyebab utama hipertiroidisme.
2) Gejala hipertiroidisme meliputi detak jantung cepat, tremor, kehilangan berat badan, dan mata melotot.
3) Pengobatan hipertiroidisme meliputi obat anti tiroid dan terapi radiasi yodium.
Similar to Atrial fi brillation dan hyperthyroidism (20)
1. Atrial fi brillation dan hyperthyroidism: Sebuah tinjauan literatur
PENDAHULUAN
Hipertiroidisme, atau tirotoksikosis terjadi akibat pelepasan berlebih
hormon tiroid karena kelenjar tiroid yang terlalu aktif atau pelepasan hormon
yang tersimpan secara pasif. Selain itu, hipertiroidisme menyebabkan lebih dari
sekedar perawatan dengan hormon tiroid. Hipertiroidisme umumnya dianggap
terbuka atau subklinis, tergantung pada tingkat keparahan biokimia dari
hipertiroidisme. Overt hipertiroidisme didefinisikan sebagai tirotropin tiruan
(biasanya tidak terdeteksi) (TSH) dan peningkatan kadar triiodothyronine (T3)
dan / atau perkiraan tiroksin bebas (freeT4). Hipertiroidisme subklinis
didefinisikan sebagai lowor
TSH serum tidak terdeteksi dengan nilai dalam referensi normal
range untuk kedua T3 dan free T4. Hipertiroidisme harus dianggap sebagai
penyakit potensial bila kadar TSH tidak normal.
Prevalensi hipertiroidisme di Amerika Serikat sekitar 1,2% (0,5% dan 0,7%
subklinis). Pada komunitas yang lebih tua di Baltimore, prevalensi TSH rendah
adalah 9,6% untuk peserta hormon tiroid dan 0,8% untuk orang yang tidak
diobati. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Krahn dkk, para penulis
menemukan bahwa <1% kasus atrial fi brillation adalah sekunder akibat akut.
keadaan hipertiroid. Meskipun hipertiroidisme menjadi penyebab atrial fibrilasi
yang relatif jarang, tinjauan ini menggarisbawahi pentingnya mengidentifikasi
atrial fibrilasi tirotoksik, di bawah perbedaan patofisiologi dan manajemen yang
ada serta menggambarkan pentingnya skrining hipertiroid pada pasien yang
mengalami atrial fi brillation. Kami telah mengumpulkan
literatur dari PubMed, Scopus dan Ovid untuk memastikan tinjauan literatur
yang menyeluruh dan akurat.
2. Onset baru hipertiroidisme dan hubungannya dengan atrial
fi brillation
Hipertiroidisme dikenal sebagai penyebab atrial fi brillation. Di sebuah
studi berbasis populasi besar oleh embun beku dan kolega, semua pasien
dengan hipertiroidisme onset baru pada pasien rawat inap diikuti [13_TD $
DIFF] [2_TD $ DIFF] 30 hari dari diagnosis hipertiroidisme untuk mengamati
diagnosis onset baru atrial fi brillation atau atrial flute. Ditemukan bahwa 8,3%
pasien tersebut memiliki diagnosis onset baru atrial fibrilasi atau atrial flute.
Pada pasien dengan hipertiroid, ditemukan bahwa mereka yang berusia laki-
laki, usia lanjut, penyakit arteri koroner, gagal jantung kongestif dan jantung
katup ditemukan memiliki insiden penggolongan atrial yang lebih tinggi.
2.1. Atrial fi brillation sebagai prediktor untuk mengembangkan
hipertiroidisme Dalam sebuah penelitian kohort nasional yang dilakukan di
Denmark oleh Selmer dan rekan-rekannya, pasien yang didiagnosis dengan
atrial fibrilasi onset baru diikuti pada pasien rawat jalan selama 13 tahun untuk
mengidentifikasi apakah mereka akan mengembangkan hipertiroidisme. Dalam
2. 13 tahun tindak lanjut ada insiden hipertiroidisme yang signifikan lebih tinggi
yang didiagnosis terutama pada populasi pria berusia antara 51-60 jika
dibandingkan dengan populasi umum pada usia tersebut tanpa diagnosis
penggolongan atrium. Studi Kanada lainnya dilakukan untuk menguji asosiasi
ini dalam skala yang lebih kecil dan gagal menunjukkan hubungan.
Namun, karena studi yang dilakukan oleh Selmer dan rekan paling banyak
Studi komprehensif, aplikasi klinisnya mencakup skrining rutin untuk
hipertiroidisme pada pasien dengan atrial fi brillation baru. Meskipun tidak ada
penelitian tentang kejadian hipertiroidisme subklinis setelah presentasi dengan
atrial fi brillation, pemantauan rutin studi tiroid akan mengidentifikasi
subkelompok ini. Penulis percaya bahwa temuan ini mungkin merupakan hasil
sekunder dari:
1 Pembentukan Autoantibody melawan reseptor b1-adrenergik dan M2-
muskarinik telah diketahui terjadi pada hipertiroidisme dan dapat memicu
terjadinya Atrial frig sebelum disfungsi tiroid.
2 Kerentanan genetik terhadap atrial fi brillation mungkin terkait dengan
hipertiroidisme
3. Pasien mungkin mengalami peningkatan relatif atau penurunan dalam
pengujian fungsi tiroid, namun tetap berada dalam batas normal dibandingkan
dengan nilai referensi. Variasi semacam itu dapat meningkatkan risiko
pengembangan atrial fi brillation dan selanjutnya akan meningkatkan risiko
hipertiroidisme klinis di masa depan.
Pedoman saat ini tidak tersedia mengenai frekuensi skrining dan sesuai dengan
pertimbangan dokter
3. Pathophysiology
Atrial fi brillation terlepas dari fungsi tiroid diyakini karena aktivitas listrik
yang kacau yang mengakibatkan takikardia microreentrant. Teori panjang
gelombang yang digambarkan oleh Allessie dan rekan kerja menggambarkan
panjang gelombang, yang merupakan produk refraktori atrium dan kecepatan
konduksi. Jika pasien sudah lama
Panjang gelombang sesuai teori ini maka reentry tidak akan bemaintained dan
dengan demikian self mengakhiri. Agar pendinginan atrium dipertahankan,
panjang gelombang harus cukup pendek sehingga permukaan gelombang bisa
mengedarkan atrium tanpa penghentian. Sesuai teori ini, refraktori atrium,
kecepatan konduksi atau keduanya harus
dikurangi secara memadai untuk memungkinkan masuk kembali gelombang
muka dan kelestarian gelombang pendingin atrium. Ada teori lain mengenai
mekanisme atrial fi brillation termasuk adanya substrat anatomis dan atrium
abnormal ektopik. Karena ada orang dari temuan abnormal ini yang bisa terjadi
atrial fi brillation, penting untuk dicatat perbedaan patofisiologi antara thorewho
yang memiliki atrial fi brillation dengan fungsi hipertiroid dan eutiroid. Pada
pasien hipertiroid ditemukan bahwa hormon tiroid yang meningkat mengubah
3. reseptor jantung b1-adrenergik dan M2-muskarinik yang menghasilkan fungsi
simpati yang meningkat, takikardia dan penurunan atrium.
periode refrakter. Juga diketahui bahwa hormon tiroid memainkan peran dalam
mengubah saluran ionik. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Watanbe
et al. efek hormon tiroid pada ekspresi mRNA dan arus saluran ionik utama
dipelajari di murine atria. Para penulis menemukan bahwa hormon tiroid
menghasilkan perubahan besar
1.) Mengurangi ekspresi mRNA channel Calcium tipe-L
2.) Peningkatan ekspresi Kv 1,5 mRNA
3. Perubahan di atas menghasilkan peningkatan arus keluar dan penurunan arus
masuk sehingga menghasilkan durasi potensial yang lebih pendek
Dalam penelitian lain yang dilakukan pada tikus, penulis membandingkan
durasi potensial aksi dan seluruh arus sel di atrium kanan dan kiri pada tikus
eutiroid dan hipertiroid. Para penulis menemukan pemendekan APD yang lebih
signifikan dan peningkatan arus potasium rangkap yang lebih tertunda di atrium
kanan daripada pada
Meninggalkan atriumin tikus hipertiroid yang selanjutnya dapat meningkatkan
risiko atrial aritmia. Sebuah studi terpisah yang dilakukan oleh Chen et al.
mempelajari efek hormon tiroid pada aktivitas aritmogenik kardiomiosit vena
pulmonal pada kelinci. Para penulis menemukan bahwa hormon tiroid memiliki
efek berikut pada aritmogenesis
1.) Penurunan APD
2.) Peningkatan aktivitas spontan pada kardiomiosit vena pulmonal
3.) Meningkatnya kejadian depolarisasi tertunda setelah di pulmonary vein
beating dan non beat cardiomyocytes
4.) Meningkat setelah depolarisasi dalam mengalahkan kardiomiosit
Dengan perubahan berikut dicatat, para penulis menyimpulkan bahwa hormon
tiroid memainkan peran pada aritmogenesis dengan peningkatan aktivitas yang
dipicu atau otomatisitas pada kardiomiosit vena paru. Atrial fi brillation pada
pasien hipertiroid manusia, serupa dengan pelaku hewan seperti yang dibahas,
diketahui mengalami pembengkakan pada periode refraktori yang menurun.
Nada simpatik meningkat dengan variabilitas denyut jantung menurun.
Wustmann dan rekannya mencatat bahwa pasien hipertiroid yang tidak
diketahui diagnosis atrial fibric bila dibandingkan dengan pasien euthyroid
tanpa diagnosis penggolongan atrium ditemukan memiliki peningkatan kejadian
depolarisasi supraventrikular yang dinormalisasi setelah merawat
hipertiroid. Sementara depolarisasi supraventrikular ini telah dikaitkan dengan
pengembangan pembesaran atrium pada pasien yang mengalami eutiroid,
Wustmann dan koleganya tidak berusaha membuktikan adanya hubungan
kausal pada pasien hipertiroid. Studi lain yang dilakukan oleh Komiya dan
rekan menunjukkan bahwa saat tes elektrofisiologis invasif dilakukan pada
pasien hipertiroid
4. dengan pembesaran atrium paroksismal, dibandingkan dengan kelompok
kontrol, tidak ada peningkatan kejadian elektrogram atrium abnormal,
sedangkan yang memiliki atrial fibrilasi paroksismal yang mengalami eutiroid
memiliki kejadian peningkatan elektroda atrium abnormal yang signifikan
dibandingkan dengan kontrol. Komiya dan rekannya juga mencatat bahwa pada
pasien yang mengalami euthyroid, periode refraktori atrium tidak berkurang
dibandingkan dengan kontrol.
Menariknya, satu-satunya temuan umum yang dicatat antara eutiroid dan
hipertisis
rawat inap inthepathogenesis pembesaran atrium adalah retakan konduksi dan
zona konduksi aprolong. Sebuah diagram alur yang menggambarkan
patofisiologi atrial fi brillation pada hipertiroidisme yang ditunjukkan pada
3.1. Hipertiroid subklinis dan hubungannya dengan atrial
Penglihatan Sawin dan kelompoknya melaporkan 2,8 kali lipat peningkatan
risiko atrial
fibrilasi pada individu hipertiroid subklinis di atas usia 60 tahun.
20 Studi selanjutnya melaporkan hasil yang serupa. Studi Rotterdam yang
dilakukan oleh Heeringa dan rekannya, menunjukkan respons yang dinilai pada
pasien dengan tingkat atrial dan kadar tiroksin dan TSH yang lebih rendah.
Mekanisme yang terlibat dihipotesiskan oleh Heeringa dan rekan-rekannya dan
diyakini tiga kali lipat:
1 T3 aktif berikatan dengan reseptor Nuklir T3 yang menghasilkan ekspresi gen
kardiak yang spesifik
2 T3 Mengurangi variabilitas denyut jantung dengan mengurangi nada vagal
yang meningkatkan risiko aritmia
3 T3 menyebabkan vasodilatasi perifer meningkatkan preload jantung dan
mengubah kontraksi
TSH juga telah diidentifikasi sebagai prediktor independen untuk
mengembangkan pembesaran atrium dengan batas bawah risiko peningkatan
normal tanpa memandang tingkat T4 bebas pada pasien yang lebih besar dari
usia 60 dalam dekade berikutnya.
Meskipun tidak ada panduan yang tersedia mengenai frekuensi fungsi tiroid
pemantauan, asosiasi tersebut mencatat bahwa mereka meminta pemantauan
ketat fungsi tiroid
status pada orang tua per dokter kebijaksanaan
3.2. Kardioversi dalam meningkatkan atrial fi brillation dan
hipertiroidisme
Kardioversi dapat menjadi pilihan bagi mereka yang tetap mengalami
atrialfillillation setelah 8-10 minggu bertahan dalam keadaan eutiroid dengan
antikoagulan setidaknya selama tiga minggu karena kekhawatiran atrial yang
menakjubkan. Pada pasien dengan atrial fi brillation yang memiliki status
euthyroid atau hyperthyroid pada saat diagnosis, penting untuk dicatat bahwa
kemungkinan gagal kardioversi
5. meningkat secara dramatis seiring berjalannya waktu. Risiko besar untuk
kambuh tercatat 1 tahun setelah diagnosis dan bahkan risiko kekambuhan lebih
besar 2 tahun setelah diagnosis.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gurdogan dan rekannya, terlepas
dari status tiroid, durasi atrial fibrilasi yang berkepanjangan sebelum kardioversi
adalah prediktor buruk untuk mempertahankan irama sinus. Diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi orang-orang yang memiliki
kandidat baik untuk kardioversi bila ada
riwayat hipertiroidisme.
3.3. Ablasi kateter atrial fibrilasi pada pasien dengan hipertiroidisme
Pada penderita hipertiroid terkait atrial fi brillation, tidak ada konsensus yang
jelas dalam literatur ini mengenai efesiensi ablasi kateter. Ma et al. mempelajari
efesiensi ablasi vena paru melingkar pada pasien dengan atrial fibrilasi
tirotoksik dan menemukan bahwa itu adalah pilihan terapeutik yang layak. Studi
kasus kontrol yang mengevaluasi efesiensi
ablasi kateterum atrium faring paroksismal pada pasien dengan riwayat AIT
menemukan bahwa ablasi tunggal dengan isolasi vena paru memiliki efikasi
lebih rendah bila dibandingkan dengan pasien dengan atrial fibrilasi
paroksismal tanpa riwayat AIT. Riwayat AIT juga ditemukan sebagai prediktor
independen dari atrial takikardia. Setelah beberapa ablasi, risiko kekambuhan
dicatat sama pada pasien dengan dan tanpa AIT. Sebuah studi selanjutnya
dilakukan oleh Wang et al. mempelajari
keamanan dan efesiensi ablasi kateter frekuensi radio awal pada pasien dengan
atrial fibrilasi paroksismal yang rumit dengan AIT menemukan bahwa isolasi
vena paru aman dan efisien dengan insiden takiaritmia atrial yang lebih tinggi
yang terjadi hingga tiga bulan setelah prosedur tetapi tidak dicatat selama 12
bulan setelah prosedur ketika dicocokkan. kontrol.
Dalam studi terpisah yang dilakukan oleh Machino dkk, efesiensi ablasi
frekuensi radio dengan isolasi vena paru diuji pada pasien yang memiliki
riwayat hipertiroidisme dan mengalami eutiroid untuk
periode tiga bulan dan disesuaikan dengan kelompok kontrol pasien dengan
atrial fi brillation tanpa riwayat hipertiroidisme. Penulis menemukan bahwa
tidak ada perbedaan risiko terjadinya atrial fi brillation pada kedua kelompok.
Studi lain dilakukan oleh Wongcharoen dkk. menunjukkan bahwa pasien
dengan riwayat hipertiroidisme memiliki kejadian ektopik yang lebih sering dan
risiko terjadinya atrial fibrilasi yang lebih tinggi setelah satu
ablasi Namun, dalam penelitian ini, risiko kekambuhan tidak diuji setelah
beberapa kali ablasi. Pada sebagian besar penelitian, ablasi dipertimbangkan
setelah memulihkan keadaan eutiroid paling sedikit selama tiga bulan dan
diindikasikan untuk pembesaran atrium refrakter. Dengan demikian, kami
menyimpulkan bahwa pada pasien yang memiliki permenant, refrakter atrial fi
brillation meskipun pemulihan keadaan eutiroid, ablasi dapat dipertimbangkan.
Namun, karena semakin tinggi
6. risiko kekambuhan, beberapa ablasi biasanya diperlukan
3.4. Risiko trombotik atrial fi brillation dan hipertiroidisme
Atrial Fibrillation telah diketahui secara signifikan meningkatkan risiko
pengembangan episode stroke dan trombotik. Panduan saat ini menggunakan
sistem penilaian CHA2DS2-VASC untuk memprediksi siapa yang
meningkatkan risiko episode trombosis dan akan mendapat manfaat dari
antikoagulan. Atrial Fibrillation dengan hipertiroidisme telah dipelajari dalam
berbagai percobaan dengan berbagai hasil. Sesuai analisis yang dilakukan oleh
Presti dan Hart mengenai beberapa percobaan yang lebih tua,
hipertiroidisme dan pembesaran atrium telah terbukti secara independen
meningkatkan risiko episode trombotik tanpa memperhitungkan skor
CHA2DS2-VASC, terutama kejadian embolik pada sistem saraf pusat pada
awal perjalanan penyakit. Dalam sebuah percobaan baru-baru ini yang
dilakukan di China oleh Chan et al., Dari 9727 pasien China dengan AF
nonvalvular dari bulan Juli 1997 sampai Desember 2011,
Hipertiroidisme dengan atrial fi brillation tidak diketahui secara independen
meningkatkan risiko kejadian trombotik dengan risiko trombosis berdasarkan
faktor risiko tradisional yang digariskan dalam skor CHA2DS2-VASC.
Dua rekomendasi utama hadir mengenai antikoagulan pada pasien dengan atrial
fi brillation dan hyperthyroidism. Sesuai dengan American College of Chest
Dokter, hipertiroidisme tidak ditemukan sebagai faktor risiko trombosis
independen pada pasien dengan atrial fi brillation dan antikoagulan harus
didasarkan pada skor CHA2DS2-VASC tradisional. Menurut American College
of Cardiology bagaimanapun, hipertiroidisme secara independen meningkatkan
risikonya
pengembangan stroke atau trombosis dan pasien harus menerima antikoagulan
selama fase hipertiroid tanpa memperhatikan skor CHA2DS2-VASC. Dalam
sebuah penelitian yang dilakukan oleh de Souza dan rekannya, pada pasien
dengan hipertiroidisme dan pembesaran atrium, skor CHADS2 tradisional
digunakan untuk memprediksi siapa yang akan mendapat manfaat dari
antikoagulan dengan TEE berikutnya yang dilakukan untuk menilai efikasi skor
dalam mengidentifikasi lingkungan trombogenik yang mungkin terjadi. Dalam
penelitian ini ditemukan bahwa hanya usia yang akurat
prediktor lingkungan trombogenik dengan faktor risiko yang tersisa memiliki
lowyield. Studi ini lebih jauh menggambarkan bahwa keputusan untuk memulai
antikoagulan pada pasien yang memiliki hipertiroidisme dan pembesaran atrium
idealnya dilakukan secara individual.
7. 3.5. Pengelolaan atrial fi brillation sekunder akibat hipertiroidisme
Pada sebagian besar kasus, penyebab hipertiroidisme adalah sekunder akibat
penyakit autoimun (kuburan), gondok multinodular beracun atau adenoma
toksik. Pengobatan utama adalah pemblokiran B dan pengobatan dengan agen
anti-tiroid (PTU atau methimazole). Sementara terapi B-blocker adalah lini
pertama untuk mengelola takiaritmia kompleks yang sempit dalam pengaturan
tirotoksikosis, pada kasus-kasus tertentu dari kardiomiopati yang disebabkan
takikardia, mungkin ada kekhawatiran akan kompromi hemodinamik. Dalam
kasus seperti itu pembentuk B-blocking pendek seperti esmolol dapat diberikan
untuk menilai tolerabilitas.
Digoksin juga dapat dipertimbangkan pada mereka dengan status hemodinamik
lemah. Namun, karena beberapa faktor; peningkatan pembersihan ginjal,
peningkatan nada simpatik pada cairan atrium dengan nada vagal berkurang dan
volume distribusi digoksin yang besar, diperlukan lebih banyak dari dosis
digoksin, sehingga kehati-hatian harus digunakan untuk menghindari toksisitas
digoksin.
Di tempat pasien di mana terapi B-blocker dikontraindikasikan, pilihan
manajemen lainnya meliputi penghambat saluran kalsium seperti diltiazem atau
verapamil. Agen ini bagaimanapun harus dihindari pada mereka dengan fraksi
ejeksi yang berkurang atau ketidakstabilan hemodinamik karena efek inotropik
negatif yang kuat. Amiodarone dapat digunakan dalam keadaan akut karena
manfaat mengubah ritme sinus pasien menjadi normal bila digabungkan dengan
obat anti-tiroid seperti PTU untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
tirotoksikosis yang memburuk. Perhatian harus digunakan namun karena risiko
fenomena atrium yang menakjubkan dan trombogenik jika tidak di
anticoagulated. Mengenai antikoagulan, saat ini, tidak ada konsensus mengenai
rekomendasi antikoagulan selama badai tiroid. Peningkatan kadar tiroksin
dalam badai tiroid diketahui secara teoritis meningkatkan risiko terjadinya
trombosis
sekunder akibat perubahan metabolik yang terjadi pada pasien ini yaitu:
peningkatan kadar faktor VIII, faktor IX, fibinogen, vWF, inhibitor aktivator
plasminogen-1 dan defisiensi antitrombin III dengan peningkatan pembersihan
heparin sirkulasi. Pilihan untuk pasien antikoagulan dalam badai tiroid adalah
berdasarkan keputusan dokter. Beberapa dokter memilih antikoagulan
berdasarkan
CHA2DS2-VASC sedangkan antikoagulan lainnya selama fase tirotoksik
terlepas dari faktor risiko trombotik lainnya..
3.6. Ritme kontrol farmakologis pada pasien dengan atrial fi brillation
dan hipertiroidisme
Kontrol ritme biasanya tidak dianjurkan pada pasien dengan hipertiroidisme dan
pembesaran atrium karena hampir dua pertiga pasien kembali ke ritme sinus
normal8-10 minggu setelah mencapai keadaan eutiroid.
8. Pada pasien yang terus bertahan dalam perawatan atrium setelah mencapai
keadaan eutiroid, kontrol ritme bisa menjadi pilihan namun seperti populasi
atrial frigilasi umum, kontrol laju biasanya lebih disukai pada awalnya. Pilihan
untuk
Kontrol ritme meliputi kelas IA, IC serta agen kelas III. Penggunaan
amiodarone dapat diindikasikan secara akut seperti yang disebutkan di atas
selama badai tiroid untuk mengembalikan ritme sinus atau terapi kronis pada
orang dengan refraktori atrium untuk menilai kontrol. Sementara penggunaan
amiodarone belum dipelajari secara jelas pada pasien dengan atrial fibrilasi
tirotoksik, amiodaron diketahui menyebabkan hipertiroidisme dan juga
hipotiroidisme. Hipertiroidisme sekunder dari amiodarone dikenal sebagai
amiodarone induced thyrotoxicosis (AIT) dan telah dikelompokkan menjadi dua
kategori. AIT memiliki insidensi
sekitar 3% di Amerika Utara dengan kejadian 10% untuk mereka yang tinggal
di daerah yodium terkuras.
AIT Tipe I terjadi pada pasien dengan penyakit tiroid yang mendasari dimana
beban iodium dari terapi amiodarone (75mg yodium per tablet oral 200mg)
menghasilkan peningkatan produksi T3 dan T4 yang dikenal sebagai fenomena
Jod Basedow. AIT Tipe 2 adalah sekunder akibat tiroiditis destruktif autoimun
dimana T3 dan T4 dilepaskan dari kelenjar tiroid. Ini sekunder akibat
peningkatan konsentrasi iodida dari terapi farmakologis yang mengakibatkan
penghambatan sintesis hormon tiroid dan pelepasan hormon yang tersimpan
dari kelenjar tiroid yang dikenal sebagai efek Chaikoff Ayam.
AIT tipe 1 memiliki kejadian yang lebih tinggi di negara-negara dengan daerah-
daerah yang memiliki yodium
sedangkan tipe AIT 2 lebih umum terjadi pada daerah yodium penuh. Dalam
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Czarnywojtek dkk., Pada pasien yang
sebelumnya hipertiroid dan menjalani ablasi radioaktif kelenjar tiroid (sekarang
euthyroid), efikasi pemberian yodium radioaktif dinilai sebelum memulai
Terapi amiodaron meski sedang euthyroid pada saat pemberian. Berdasarkan
penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa penggunaan yodium radioaktif
preventif pada pasien euthyroid yang sebelumnya hipertiroid sebelum terapi
amiodarone kronis ditemukan dapat mengurangi kejadian tirotoksikosis dan
selanjutnya membantu mempertahankan ritme sinus. Dari catatan 5 pasien
memerlukan dosis tambahan yodium radioaktif selama penelitian ini. Dalam
penelitian lain yang dilakukan oleh Kunii et al., Efesiensi Bepridil diuji dalam
mengubah pasien dengan atrial fi brillation menjadi irama sinus pada pasien
dengan dan tanpa hipertiroidisme komorbid. Penulis menemukan bahwa
Bepidril sama-sama berdaya terlepas dari status tiroid. Namun, karena hal yang
tidak diinginkan
Efek Bepidril seperti risiko Torsade de pointe, obat tersebut telah dilarang di
beberapa negara dan harus digunakan dengan hati-hati.
9. 3.7. Pengobatan hipertiroid untuk mencegah atrial fi brillation
Pada pasien dengan hipertiroidisme terbuka tanpa atrial fi brillation, pengobatan
tiroid diperlukan untuk mengurangi risiko komplikasi potensial ini. Pengobatan
hipertiroidisme subklinis harus dilakukan pada individu yang berusia lebih tua
dari 65 dan dengan kadar TSH <0,1 mU / L. Jika pasien berusia kurang dari 65
tahun dan TSH> 0,1, pengobatan hipertiroidisme subklinis harus dilakukan jika
individu memiliki gejala atau memiliki faktor risiko lain yaitu penyakit jantung
atau pengobatan bifosfonat.
3.8. Implikasi klinis
Prognosis orang-orang dengan hipertiroidisme dan pembesaran atrium belum
pernah dipelajari sebelumnya untuk pengetahuan kita. Namun, mengidentifikasi
bahwa hipertiroidisme adalah faktor penyebab atrial fi fillating memainkan
peran penting dalam manajemen seperti diuraikan di atas. Demikian pula,
sementara prevalensi hipotiroidisme secara signifikan lebih tinggi pada
peningkatan atrial fi brillation dibandingkan dengan hipertiroidisme, pada
penelitian besar yang dilakukan oleh Selmer dkk. sebagai
yang disebutkan di atas, tindak lanjut rutin pasien setelah diagnosis atrial fi
brillation menunjukkan bahwa kejadian hipertiroidisme sangat tinggi bila
disesuaikan dengan yang tidak memiliki riwayat atrial fi brillation.
Oleh karena itu, tidak ada pedoman terkini yang tersedia, skrining rutin dengan
kadar TSH setelah diagnosis atrial fi brillation dapat membantu deteksi dini
hipertiroidisme dan menurunkan risiko efek samping metabolik dan
kardiovaskular
KESIMPULAN
Atrial fi brillation adalah aritmia paling umum di dunia dengan meningkatnya
prevalensi seiring bertambahnya usia. Faktor penyebab sangat luas dengan
perbedaan dalam manajemen yang dipersyaratkan. Dalam tinjauan ini, kami
berfokus pada hipertiroidisme sebagai faktor penyebab atrial fi brillation serta
prevalensinya pada populasi dengan atrial.
fi brillation Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menjawab beberapa
pertanyaan mengenai perbedaan dalam manajemen ketika hipertiroidisme
komorbid hadir. Prognosis keseluruhan memiliki hipertiroidisme komorbid dan
pembesaran atrium belum dipelajari secara jelas, namun karena risiko
kekambuhan serupa di antara kelompok eutiroid dan hipertiroid, kami percaya
bahwa semua prognosis hipertiroid dan pembesaran atrium sama dengan atrial.
fi brillation bila cocok untuk variabel lain. Studi lebih lanjut dapat ditunjukkan
untuk membantu panduan manajemen, namun, tinjauan ini bertujuan untuk
merangkum tujuan terkini dalam pengelolaan populasi ini.
10. 3.7. Pengobatan hipertiroid untuk mencegah atrial fi brillation
Pada pasien dengan hipertiroidisme terbuka tanpa atrial fi brillation, pengobatan
tiroid diperlukan untuk mengurangi risiko komplikasi potensial ini. Pengobatan
hipertiroidisme subklinis harus dilakukan pada individu yang berusia lebih tua
dari 65 dan dengan kadar TSH <0,1 mU / L. Jika pasien berusia kurang dari 65
tahun dan TSH> 0,1, pengobatan hipertiroidisme subklinis harus dilakukan jika
individu memiliki gejala atau memiliki faktor risiko lain yaitu penyakit jantung
atau pengobatan bifosfonat.
3.8. Implikasi klinis
Prognosis orang-orang dengan hipertiroidisme dan pembesaran atrium belum
pernah dipelajari sebelumnya untuk pengetahuan kita. Namun, mengidentifikasi
bahwa hipertiroidisme adalah faktor penyebab atrial fi fillating memainkan
peran penting dalam manajemen seperti diuraikan di atas. Demikian pula,
sementara prevalensi hipotiroidisme secara signifikan lebih tinggi pada
peningkatan atrial fi brillation dibandingkan dengan hipertiroidisme, pada
penelitian besar yang dilakukan oleh Selmer dkk. sebagai
yang disebutkan di atas, tindak lanjut rutin pasien setelah diagnosis atrial fi
brillation menunjukkan bahwa kejadian hipertiroidisme sangat tinggi bila
disesuaikan dengan yang tidak memiliki riwayat atrial fi brillation.
Oleh karena itu, tidak ada pedoman terkini yang tersedia, skrining rutin dengan
kadar TSH setelah diagnosis atrial fi brillation dapat membantu deteksi dini
hipertiroidisme dan menurunkan risiko efek samping metabolik dan
kardiovaskular
KESIMPULAN
Atrial fi brillation adalah aritmia paling umum di dunia dengan meningkatnya
prevalensi seiring bertambahnya usia. Faktor penyebab sangat luas dengan
perbedaan dalam manajemen yang dipersyaratkan. Dalam tinjauan ini, kami
berfokus pada hipertiroidisme sebagai faktor penyebab atrial fi brillation serta
prevalensinya pada populasi dengan atrial.
fi brillation Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menjawab beberapa
pertanyaan mengenai perbedaan dalam manajemen ketika hipertiroidisme
komorbid hadir. Prognosis keseluruhan memiliki hipertiroidisme komorbid dan
pembesaran atrium belum dipelajari secara jelas, namun karena risiko
kekambuhan serupa di antara kelompok eutiroid dan hipertiroid, kami percaya
bahwa semua prognosis hipertiroid dan pembesaran atrium sama dengan atrial.
fi brillation bila cocok untuk variabel lain. Studi lebih lanjut dapat ditunjukkan
untuk membantu panduan manajemen, namun, tinjauan ini bertujuan untuk
merangkum tujuan terkini dalam pengelolaan populasi ini.