Teks ini menceritakan pengalaman penulis sebagai mahasiswa baru di sebuah kampus negeri di Jawa Timur pada tahun 1997-1998. Ia menggambarkan kesulitan awal mengikuti perkuliahan karena keterbatasan sarana dan prasarana kampus. Penulis kemudian aktif dalam berbagai organisasi untuk mengisi waktu luang. Ia juga mengamati teman-temannya yang lebih memilih untuk bersenang-senang atau pindah
1. umihanik.blogspot.com
Here I Am : Oleh‐Oleh Dari Kampus Bumi Tegalboto
Umi Hanik, SE, ME*
Here I am ‐ this is me
I come into this world so wild and free
Here I am ‐ so young and strong
Right here in the place where I belong
It's a new world ‐ it's a new start
It's alive with the beating of a young heart
It's a new day ‐ in a new land
And it's waiting for me ‐ here I am……
Hentakan penuh semangat yang keluar dari suara serak‐serak basah Bryan Adams berikut film
animasinya bertitel Spirit: Stallion of the Cemarron seolah mengilhami dimulainya cerita ‘indah’
tempo doeloe ini. Cerita yang membawa seorang sarjana yang baru lulus dari sebuah kampus negeri
di daerah bagian paling timur Pulau Jawa menuju hiruk pikuk dan persaingan kerja di kota besar
Jakarta.
Ya, kurang lebih pada pertengahan 1997 ketika masa pembinaan mahasiswa baru berakhir dan
disusul dengan dimulainya tahun ajaran baru. Pagi itu kuliah subuh perdana (meminjam bahasa
seorang kawan) jarum jam baru menunjuk di angka 6 kurang 5 menit, beruntung asrama berhadapan
dengan kampus, jadi tinggal nyebrang, dengan tas baru, buku baru, dan tentu saja semangat baru
yang begitu menggebu‐gebu, beberapa kawan seasrama sekaligus sekelas memasuki gerbang
kampus, meski agak dingin dan berkabut, kampus sudah tampak ramai, harap‐harap cemas
menantikan dosen, menantikan perkuliahan perdana, akan seperti apakah?
Tunggu punya tunggu, harap‐harap cemas‐pun berganti dengan keresahan tampak sekali di raut
setengah ngantuk kawan‐kawan sekelas, hingga disimpulkan bahwa dosen tidak datang, gerutuan
setengah umpatan‐pun mengiringi kepergian kawan menuju kantin kampus, “lapar, sarapan dulu!”
seru mereka, dan umpatan sekali lagi terdengar begitu menemui satu‐satunya kantin di kampus itu ‐
atau lebih bisa disebut sebagai warung kecil tidak memadai dengan kapasitas 10 orang ‐ tertutup
rapat, padahal jarum jam sudah diangka 8, berhamburanlah mereka keluar kampus untuk mencari
warung terdekat. Well, sebuah potret masam kampus di pagi hari.
Menjelang sore, kembali ke kampus untuk mengikuti perkuliahan selanjutnya. Penantian panjang
yang sama seperti pagi tadi, bedanya kali ini dosen pengajarnya datang dengan wajah penuh peluh
dan tampak kelelahan, “Sori telat, dari pagi ada kelas terus, nggak putus!”. Busyet! Hebat bener nih
dosen, mengajar dari pagi dan praktis tidak ada jeda, pengabdian ataukah? Tapi celakanya, setelah
duduk sejenak, dosen tersebut menanyakan kelas dan mata kuliah apa yang akan dia ajarkan pada
kami, mendapatkan jawaban bahwa kami adalah mahasiswa baru, dilihatnya jadwal mengajar dia,
ternyata kelas sore itu bentrok dengan kelas dia yang lain, kuliah yang tadinya akan menjadi kuliah
perdana dan begitu dinantikan berganti dengan pengumuman penggantian jadwal kuliah. Ya, rasio
antara dosen pengajar terhadap mahasiswa yang diajar memang sangat tidak berimbang. Dan lagi‐
lagi mahasiswa jadi korban, kawan‐kawanpun hanya bisa menelan ludah, tak percaya.
Hari berikutnya, kuliah perdana yang dinantikan tiba juga, ya..mata kuliah dasar utama, entah
apakah mata kuliah ini sedemikian menarik hingga mahasiswa yang mengambil kelas ini demikian
banyak dan berjubel, begitu dasyat hingga tidak sedikit mahasiswa yang tidak mendapatkan kursi
harus rela untuk berpangku‐pangkuan dan bahkan berdiri. Mengabaikan kondisi kelas yang sumpek,
sesak, dan gaduh, sang dosen dengan suara lirih lembut meninabobokan, duduk nun jauh di ujung
depan kelas memulai kuliahnya. Kawan‐kawan mahasiswa baru lainnya hanya bisa tertegun, sebuah
gambaran ‘indah’ kuliah perdana kami, inikah?
umihanik.blogspot.com
2. umihanik.blogspot.com
Hari pun berganti bulan dan bulan berganti tahun, sekitar awal Mei 1998 masih begitu lekat dalam
ingatan, betapa gelombang demonstrasi menuntut Soeharto mundur dan reformasi di Jakarta waktu
itu telah berhasil menarik simpati dan solidaritas mahasiswa se‐Indonesia, aksi demonstrasi, turun
ke jalan, long march, orasi, demikian hingar bingar dan menjadi pemandangan sehari‐hari…di televisi
dan koran. Kawan‐kawan seasrama secara bergilir mendapat telepon dari orang tua di rumah yang
isinya senada, yakni kekhawatiran dan perintah untuk tidak ikut‐ikutan aksi demonstrasi dll. Alhasil,
mereka hanya bisa berpandangan sembari mengangkat bahu. Lha wong…di Jember sepi, aman‐aman
saja, dan hampir nggak ada aksi, kalaupun ada paling banter yang ikut cuman 15‐an mahasiswa,
ya…aksi di Jember memang sepi peminat.
Hingga suatu saat tersiar kabar bahwa kampus mendapatkan paket kiriman dari sebuah kampus di
Bandung yang berisi pakaian dalam perempuan. Sebuah sindiran yang cukup mengena, dan menjadi
gong bagi aksi demonstrasi besar‐besaran dengan melibatkan massa hingga ribuan mahasiswa, tak
hanya itu, para dosen, pegawai tata usaha, pejabat dekanat, bahkan rektorat turut menyemarakkan
aksi tersebut. Beberapa kawan seasrama‐yang nota bene adalah kelompok hedonis, yang sama
sekali nggak mau peduli dengan isu‐isu politik maupun sosial‐pun tidak ketinggalan, memakai atribut
jas almamater dan topi dengan berombongan dan meneriakkan pekik perlawanan, yel‐yel, serta
tuntutan reformasi, seolah menjadi semacam kebanggan tersendiri, tergurat dengan jelas rona
bahagia di raut muka kawan‐kawan dan peserta aksi umumnya yang merah dan berpeluh tersengat
panas matahari yang begitu terik. Hebatnya, aksi besar tersebut tidak hanya berhenti pada hari itu
saja, melainkan selama beberapa hari berikutnya. Pokoke hujan, panas, dan penjagaan polisi atau
tentara tidak bisa menghentikan aksi mereka. Well…sekedar euforia ataukah?
Setelah Soeharto lengser, dan gegap gempita aksi mahasiswa mulai mereda. Kembalilah mahasiswa
ke kampus dengan rutinitas perkuliahan yang menjemukan, di penghujung semester 2, karena bosan
hampir tiap hari jalan ke mall bersama kawan‐kawan seasrama, dan sepertinya tidak ada progress
dengan iklim akademis di kampus, serta tidak diperbolehkan untuk mengikuti UMPTN lagi oleh orang
tua, maka mau tidak mau harus memikirkan cara untuk berjuang dan tetap bisa ‘hidup’ atau survive
di Jember. Bagaimana caranya? Akhirnya, satu persatu mulai memisahkan diri dengan kawan
seasrama maupun kawan sekelas serta berkeputusan untuk mulai aktif di beberapa organisasi baik
ekstra maupun intra kampus untuk minat‐minat khusus seperti penalaran, kerohanian,
kepemimpinan, bahasa asing, penelitian, jurnalistik, dan menjadikan koleksi sertifikat sebagai hobi
baru. Dengan demikian jadi termotivasi untuk proaktif dalam berbagai kegiatan.
Hari‐hari selanjutnya menjadi penuh dengan berbagai aktifitas serta pembelajaran yang menguras
pikiran dan stamina, antara lain menggali informasi kanan kiri, memenuhi undangan rapat, diskusi,
seminar bahkan sampai ke luar kota, bedah buku, pengajian, reportase, cari iklan, sebar undangan,
distribusi proposal, ngetik di rental komputer, jaga sekretariat, baca buku di perpustakaan pusat, jadi
panitia ini‐itu, jadi pengurus sana‐sini, dsb.
Hari‐hari yang sibuk dan penuh dengan dinamika itu tentu saja harus dibayar mahal. Nilai IPK yang
pas‐pasan, karena seringkali meninggalkan perkuliahan, tidak mengerjakan tugas, bahkan
meninggalkan ujian tengah maupun akhir semester. Terpinggir dari pergaulan kelas dan kawan
seasrama karena bahan pembicaraan yang sudah tidak nyambung lagi, dan tertunda masa
kelulusannya. Inikah yang dicari ?
Sementara, beberapa kawan yang lain memilih untuk lebih eksis didunia senang‐senang dengan
menghabiskan uang kiriman orangtua di kampung ke Rental playstation, studio game online,
seharian di warnet menjadi hacker dan melakukan berbagai tindak cyber crime, pusat komik, rental
vcd porno, mall, pusat‐pusat perbelanjaan, kafe remang‐remang, dan tempat‐tempat lain yang
nggak kalah ‘serem’. Bagaimana ini, haruskah kita menutup mata atas fenomena ini?
umihanik.blogspot.com
3. umihanik.blogspot.com
Dan beberapa kawan yang (kata mereka) masih berpikir ‘sehat’ memilih untuk lari dan meninggalkan
kampus bumi tegalboto untuk mengikuti UMPTN lagi, tentunya dengan harapan dapat diterima di
PTN yang jauh lebih ‘bagus’ dan bisa memberikan harapan bagi mahasiswanya, begitu selorohan
diplomatis mereka. Benarkah ini satu‐satunya solusi sehat?
Hidup terus berjalan, demikian pula ‘hidup’ kawan‐kawan di Jember turut bergulir, tak terasa,
mereka yang tadinya menjadi mahasiswa baru, beranjak menjadi mahasiswa berstatus semester
akhir. Sebagaimana biasanya, status kemahasiswaan yang kala itu lumayan uzur mengundang
sapaan dari adik kelas “Skripsi ya mbak/mas ?” “Kapan Lulus?”, dengan atribut lengkap berupa
tentengan tas besar dan mondar‐mandir di ruangan dosen, skripsi mereka yang seadanya pada
akhirnya diluluskan tentu saja dengan nilai yang seadanya pula. Well, yang penting lulus dan
fenomena mahasiswa akhir seperti mereka ini sangat lumrah dan jamak di Jember jadi nggak perlu
malu atau berkecil hati.
Memang proses penyelesaian skripsi tersebut sangat instan, sangat umum serta sederhana (bukan
apologi, sebuah idealisme untuk menyusun skripsi yang benar‐benar fresh dan ‘menggigit’
sebenarnya ada, cuman ‘alam’ di Unej masih belum mendukung hal tersebut, apalagi untuk jurusan
dengan mata kuliah konsentrasi tertentu yang diambil, bisa‐bisa butuh waktu tahunan untuk
menyelesaikannya) tapi sebagian dari mereka jujur dalam proses penyusunan skripsi tersebut,
ya…skripsi tersebut dikerjakan sendiri dan data meski agak kacau dan aneh tapi semua diperoleh
dari perusahaan yang jadi obyek penelitian, bukan fiktif belaka.
Fenomena mahasiswa akhir yang tak kalah heboh adalah dalam penyusunan skripsi mereka
kerapkali tinggal menjiplak skripsi sebelumnya dengan hanya mengganti obyek dengan data
karangan mereka alias fiktif. Yang lebih parah lagi adalah dengan menyerahkan pengerjaan skripsi
tersebut kepada penjual‐penjual jasa yang bertebaran di penjuru kampus. Belum lagi tenaga
pembimbing favorit yang jumlahnya sangat terbatas dan mahasiswa harus rela antri serta tertunda
kelulusannya untuk mendapatkan bimbingannya. Kemudian ada juga yang namanya dosen
pembimbing atau penguji killer, pokoknya siapapun mahasiswa yang jadi ‘korban’nya dijamin nggak
akan lulus cepet, entah mahasiswanya yang keblinger atau sekedar ‘keisengan’ dosen. Dan sebuah
pertanyaan lumrah‐pun muncul hei, ada apa ini?
Now here I am, dengan segepok oleh‐oleh dari kampus perjuangan, kampus bumi tegalboto
mencoba mengadu nasib, aktualisasi diri, bahkan untuk sekedar mendapatkan apa yang disebut
sebagai pembuktian. Pembuktian bahwa apa yang kawan‐kawan tawarkan macam ijazah ptn, cv
berlembar‐lembar karena pengalaman organisasi yang panjang (atau bahkan selembar nggak penuh
karena nggak tau harus diisi apa), indeks prestasi tiga koma, setumpuk sertifikat, tanda
penghargaan, laku di pasar kerja ?
Empat tahun lebih, proses yang cukup lama untuk belajar dan mendapatkan ‘pengakuan’ serta ‘oleh‐
oleh’. Ketawa‐ketiwi dan wajah penuh suka cita yang menggayuti para wisudawan waktu itu masih
melekat begitu erat dalam memori. Entah kini, masih adakah gurat gembira ria itu, mengingat
pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang tidak mampu menyerap angkatan kerja baru. Ya,
sebagian besar dari mereka adalah termasuk dari 9 juta pengangguran terbuka dan 40 juta
pengangguran terselubung. Well again, sebuah angka yang cukup fantastis bukan ?
Tulisan ini sekaligus sebagai kritik untuk pejabat pendidikan yang terkait dengan Maju‐mundurnya
Kampus Bumi Tegalboto demi lahirnya Sarjana yang lebih berdaya saing di masa yang akan datang
*) Penulis adalah alumni dari Kampus Bumi Tegalboto, Fakultas Ekonomi Angkatan 1997, Lulus
Tahun 2001
umihanik.blogspot.com
4. Email Address : umihanik@gmail.com
Instant Messaging (with appointment) : umi.hanik@yahoo.com
Online Page : http://umihanik.blogspot.com/
Facebook : http://www.facebook.com/umi.hanik1
Twitter : http://twitter.com/umihanik
Citizenship : Indonesian
Professional Histories
1. The World Bank, Jakarta Office, May 2009 – Present; Monitoring & Evaluation (M&E)
Specialist for BOS KITA (Knowledge Improvement for Transparency and Accountability) Program
2. The House Of Representatives (DPR RI), November 2007 – June 2009; Expert Staff for
Commission VI, XI, and Budget Committee, In charge for National Awakening Party
3. National Development Planning Agency (Bappenas), April 2008 – March 2009; M&E Specialist
as a Technical Assistance for the Deputy of Development Performance Evaluation (DPE); under
the AusAID-World Bank and GRS II CIDA activities
4. National Development Planning Agency (Bappenas), February 2006 – February 2008; M&E
Specialist for PMU (Project Management Unit) of PNPM SPADA (Support for Poor and
Disadvantage Area) Program
5. PT. Sinergi Pakarya Sejahtera (Sinergi Consulting), November 2005 – present; Associate
Researcher for strategic project concerning planning and public policy research
6. National Development Planning Agency (Bappenas), March 2002 – October 2005; Assistant
Specialist for State Minister Advisor on Macro Economics Studies
Educational Background
Aug 1997 - Nov 2001, Bachelor of Economics, Faculty of Economics, University of Jember
Aug 2007-Jan 2010, Master of Economics, Faculty of Economics, University of Indonesia
Summary Of Economics Legislation Advisory Experiences
1. Government Budget-Adjustment 2008 (APBN-P 2008) Law Draft, 2008
2. Transformation of Indonesian Export Bank to Export Financing Board (LPEI) Law Draft, 2008
3. Interruption material submission for the legislators during the interpellation of BLBI, 2008
4. Research development to support the inisiation of the interpellation for food inflation, 2008
5. Tax Package Draft Law (RUU KUP, PPh, PPN and PPn BM), 2008
6. Economic Crisis Mitigation Package Draft Law (Perpu 2, 3, 4/2008), 2008
7. RAPBN 2009 Law Draft, 2008
8. Fiscal stimulus package Law Draft to mitigate the economic crisis for the budget year of 2009
9. Free Trade Zone Law Draft, 2009
10. Research development to support the substance of interpellation for BBM subsidy issue in the
Budget Year of 2009, 2009
11. Other research and writing activities to support press conferences, discussion, public hearing.
Organization Background, Social And Community Involvement
1. 2009 – Present, Board of Forming Committee for the Indonesian Development Evaluation
Community (InDEC)
2. 2009-present, member of Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)
3. 2009–present, Treasurer for Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Al-Hidayah Batu
4. 2004-present, Tresurer for The University of Jember Alumni Association, Jakarta Branch
5. March 2008-Present, Committee for the Indonesian Moslem Student Movement (PMII) Alumni
Association, National Committee
6. April 2008-June 2009, General Secretary for Expert Forum FKB DPR RI (FORTA)
7. August 2000–July2001, Chairman of Student Executive Board Faculty of Economic (FoE),
University of Jember (UoJ)
8. 2000-2001, Member of Indonesian Economics Student Senate Association (ISMEI)
9. 2000–2001, Head of External Affairs for the University Student English Forum (USEF), UoJ
10. 1999–2000, Head of Women Empowerment, Indonesian Moslem Student Movement (PMII),
Economics Branch, UoJ
11. 1998–2001, Reporter and writer for Campus Magazine ‘Tegalboto’ and News Paper ‘Tawang
Alun’, UoJ
12. 1997–2000, Presidium Committee for Islam and Environment Research Forum, FoE, UoJ
Personal Information
Single, Moslem, Interested in writing, teaching, blogrolling-walking, and listening to top 40 music