SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
SAYA KERJA DI PASAR KEMBANG LHO…….;-)
Pasar Kembang atau orang biasa menyebutSarkem….suatu kawasan di jantung Kota Yogyakarta
yang penuh fenomena dan pasti akan mengelitik siapa saja yang mendengar kawasan tersebut. Pasar
Kembang, berada di wilayah Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, di pusat
perekonomian Kota Yogyakarta. Sejak kecil saya sering melewati kawasan Kecamatan Gedongtengen,
terutama Pasar Kembang, karena secara geografis daerah tempattinggal saya dari kecil sampai
menyelesaikan status sebagai single women adalah bertetangga dengan Kecamatan Gedongtengen,
apalagi hampir setiap hari saya melalui jalan di kawasan Pasar Kembang ini.
Banyak rumor dan cerita yang berkembang dan sudah sering saya dengar, sehingga ketika pada akhirnya
Kementrian Sosial menawari saya sebagai Pendamping PKH di wilayah ini, saya sedikitgamang. Sampai
saya benar – benar harus merasakan tidak bisa mengistirahatkan mata dan pikiran saya di malam hari,
ketika pada akhirnya saya benar – benar diberikan mandatsebagai Pendamping PKH di Kecamatan
Gedongtengen. Ini realitanya, bahwa saya memang ditugasi dan bekerja di Wilayah Kecamatan
Gedongtengen…saya kerja di Sarkem…J
Sarkem adalah fenomena unik di antara religiusitas Kota Yogyakarta. Bila kita masuk ke gang –
gang sempitkita akan menjumpai di dalamnya ada banyak pemandangan laki – laki kekar bertato duduk di
pinggir dengan bertelanjang dada, perempuan – perempuan muda yang membiarkan auratnya dinikmati
orang banyak sambil duduk menghisap cerutu. Serta anak – anak kecil yang bermain dan menatap bukan
layaknya anak kecil normal pada umumnya.
Mendampingi peserta PKH di wilayah Sarkem membawa saya mendapatbanyak sekali pengalaman baru,
terutama tentang perjuangan hidup. Hal ini membuatsaya sangat malu karena jarang bersyukur dan masih
banyak mengeluh tentang hidup saya, yang ternyata saya sangat beruntung dengan kehidupan yang saya
miliki. Belum lagi 1 tahun saya bertugas, banyak hal yang membangun empati saya tentang kehidupan
yang keras dan berat yang harus kita jalani dengan ikhlas.
Di Wilayah ini saya menemukan seorang wanita yang gigih bekerja untuk ke 6 orang anaknya yang
semuanya bersekolah, Ibu Ernawati yang tinggal di sebuah rumah kontrakan di belakang toko – toko
mewah di jalan Malioboro, yang menyandang status sebagai istri kedua, entah benar dia dinikahi atau
tidak, saya tidak tahu pasti, yang harus bangun jam 3 pagi dan kembali ke rumah jam 10 malam karena
bekerja di 3 tempatsekaligus. Dan anehnya, si suami yang nota bene adalah bapak dari anak – anaknya
sama sekali tidak pernah memikirkan apakah uang recehan yang dia berikan cukup untuk sekedar
membeli beras,apalagi untuk biaya anak – anaknya Sekolah. Seorang wanita yang bahkan tidak pernah
bersedih, saya selalu melihatdia tersenyum dan tidak pernah melihatdia mengeluh…seorang wanita
hebat…menurut saya yang terhebat yang pernah saya temui. Ibu ini bangun jam 3 pagi untuk bersih –
bersih rumah, masak, mencuci dan memasak untuk anak – anaknya, jam 5 pagi dia sudah berangkatke
sebuah Toko Roti, berjalan kaki. Jam 10 beliau sudah kembali ke rumah, sebentar mengerjakan meronce
bunga untuk kawinan dan melihat kondisi rumah dan anaknya – anaknya yang rata – rata masih kecil,
paling besar kelas 2 SMP dan yang terkecil masih balita dan sekolah di TK terdekat.
Setiap pagi, karena beliau harus berangkatpagi – pagi, anaknya yang perempuan yang bertugas
memandikan dan menyiapkan keperluan adik – adiknya ke sekolah, seorang anak kelas 1 SMP dan
seorang anak kelas 3 SD. Kemudian setelah jam 12, beliau berangkatke sebuah perumahan di jalan HOS
Cokroaminoto, Kecamatan Tegalrejo. Beliau menjadi pembantu rumah tangga dan bertugas mencuci,
menyetrika dan bersih – bersih di 2 rumah di perumahan ini. Dia berangkatdengan jalan kaki dan
membawa bekal tas berisi dompet, hp dan air putih dalam kemasan botol mineral dan paying kecil.
Setelah tugas – tugasnya selesai, sekitar jam 9 malam beliau sampai rumah. Kemudian beliau melanjutkan
meronce sambil mendampingi anak – anaknya membuatPR dan menanyakan kegiatan mereka hari itu.
Katanya pada saya, kalau beliau kecapekan, beliau langsung mandi dan tidur….hmmmmm…fenomena
bukan….???? Itu beliau lakukan setiap hari, tanpa lelah, tanpa keluhan, hanya ikhlas dan senyuman yang
selalu menyertainya…it’s wonderfull.
Sebulan yang lalu, tepat seminggu sebelum lebaran, ibu yang hebatini menceritakan pada saya
bahwa ada orang baik hati yang ingin membelikan beliau sepeda. ALHAMDULILLAH, Tuhan memang
Maha Adil…saya hanya bisa melihat binar – binar di matanya yang penuh semangathidup dan berkata“
Selamat ya bu….” Sungguh, pelajaran yang sangat berharga yang diberikan Tuhan pada saya…dan saya
bersyukur saya bisa melihatdan mengalami pengalaman ini bersama ibu hebat ini.
Lain lagi yang terjadi di gang kedua wilayah Pasar Kembang, tepatnya di wilayah Sosrowijayan
Wetan, ada seorang ibu cantieq yang harus berjuang membesarkan ke 4 anaknya dengan bekerja sebagai
resepsionistdi Hotel 1001 Malam. Karena suami adalah seorang pemabuk dan penjudi yang kerjaannya
hanya mabuk dan marah apabila yang bersangkutan kalah ketika berlaga. Dan yang jadi korban hantaman
kanan kiri adalah sang istri, ibu muda yang cantieq ini, yang sudah mengabdikan hidupnya selama 18
tahun, bekerja mencari nafkah, bekerja dan merawat anak – anaknya di rumah, dan selalu menerima kata
– kata dan perbuatan kasar dari suaminya. Kalau saya tanya, beliau hanya menjawab, beliau hidup dan
bahagia demi anak – anaknya, bukan yang lain. Subhanallah, tegarnya wanita ini.
Ada yang baik, ada juga yang buruk, sangat bertolak belakang dengan perjuangan 2 ibu’ cantieq
sebelumnya, ada juga ibu – ibu lain yang dengan egoisnya meninggalkan anak – anak mereka….di
wilayah Sarkem, saya juga menemukan sisi lain kehidupan seorang wanita….Seorang Wanita Cantik yang
hidup dengan 8 orang anaknya, rumah dan kehidupan boleh sederhana dan minim, tapi penampilan
mewah dan berlebihan, Ibu cantieq ini, mempunyai 8 orang anak dengan 4 suami yang berbeda, entah dia
jujur atau tidak ketika menjelaskan ke saya bahwa beliau saat ini menikah siri, setelah 4 kali sebelumnya
menikah, dengan seorang laki – laki yang nota bene berusia 10 tahun lebih muda dari usianya. Belum
lagi beberapa wanita yang pada akhirnya – anaknya yang masih kecil – kecil untuk mengejar laki – laki
lain karena tidak puas dengan kehidupan yang sedang dijalaninya….hmmmm…Pasar
Kembang…sarkem…fenomenal bukan….????????;-)
Apapun yang saya alami, semua yang saya jalani dan apapun kesulitan yang menimpa ketika saya
bertugas sebagai Pendamping di Kecamatan Gedongtengen, tidak sebanding dengan pengalaman hidup
yang saya dapatkan di sana….belajar tentang hidup….belajar untuk lebih bersyukur…belajar untuk lebih
sabar….belajar untuk mendengarkan….belajar untuk memberi…dan yang pasti, saya akan
terus BELAJAR….!!!!!
SEMANGAAAATTTT….SEMANGAAAAAATTTTT……:-D ( Yogyakarta, 22 September 2012 )
Aku ingin menjadi tukang pijat tunanetra
Jika anda berkunjung ke daerah Karang asem, dan melewati jalan paliyan giring, maka anda akan
menemui plakat PIJAT TUNA NETRA MIYANTO... plakat ini di buat dengan tulisan tangan, warna merah
dengan latar putih.
Ya Minyato Muyasaroh adalah salah satu anak peserta PKH yang membuatsaya sangat berkesan, tinggal
di rumah ukuran 6 x 5 meter dengan dinding gedek ( ayaman bambu) yang di buatkan oleh warga sekitar,
tinggal dengan neneknya yang sudah tua.. hal itu semua yang membuatdia masuk dalam kategori peserta
program keluarga harapan.
Miyanto kecil adalah anak normal sampai pada saat SD kelas 4 penyakitturunan yang di didapatdari
ayahnya membuat dia menjadi tidak bisa melihat...diapun harus berhenti dari sekolah dan berteman
dengan tongkat jika harus bejalan kemana – mana.
Pertama kali aku melihat di data bahwa Minyanto ini adalah penyandang cacattuna netra dan terpikir
olehku karena dulu di tempatini jauh dari SLB maka dia tentu tidak sekolah.
Aku mendatangi pesertaku ini setelah pertemuan awal karena aku yakin bahwa Miyanto tidak sekolah dan
karena neneknya sanggup menandatangain form pada pertemuan awal dan ada kesanggupan dari
neneknya akan menyekolahkan Miyanto, juga karena letak SLB jauh maka tentunya Miyanto memerlukan
bantuan untuk pergi ke SLB. Sampai dirumah tersebutaku disambutdengan gembira oleh nenek dari
Miyanto ini dan juga tentunya oleh Miyanto.
Kami mengobrol kesana kemari dan akhirnya aku menayakan apa cita – cita dari Miyanto, “MAU menjadi
Tukang pijit Tuna netra jawabnya”...
Aku mulai berpikir untuk membantu keluarga ini dalam menyekolahkan Miyanto, yakni dengan membawa
Miyanto ke SLB agar di sana nanti Dia mendapatpelajaran tentang ketrampilan walaupun bukan pelajaran
memijat...
Pada hari lain saya menghubungi SLB di Playen dan mensosialisaikan program PKH di sana, akhirnya
SLB ini mau menerima peserta baru dan dengan fasilitas asrama dan fasilitas lainya gratis dengan catatan
yang bersangkutan harus dapatmendiri ( dalam artian ketika mandi dan makan bisa melakukanya sendiri)
karena keterbatasan personil.
Sayapun berdialog dengan keluarga Miyanto, dan akhirnya keluarga Miyanto membolehkan dia untuk
disekolahkan di SLB .
Pada hari yang ditentukan saya bersama Mbak Mulan pendamping PKH yang satu kecamatan denganku
kemudian pergi menjemputMiyanto, Saya memboncengkan Miyanto dan Mbak Mulan membawakan bekal
Miyanto.
Singkatcerita kami sampai di SLB dan disana Miyanto dipertemukan dengan teman – temanya. Di luar
dugaan saya, ternyata Miyanto ini pandai menyanyi campursari dan Miyanto segera berbaur dengan
temanya..
Selang beberapa bulan karena Di SLB playen ini dia tidak mendapatkan pelajaran tentang memijat dia
pulang bersama mobil pengatar dan tidak mau kembali, dan sayapun mendatangi rumahnya sambil
memberikan motivasi bahwa setiap keinginan pasti ada jalan dan karena Miyanto ini adalah orang yang
sering sholattahujud sayapun berpesan agar dia selalu menjaga tahajudnya..
Ketika mencari informasi tentang SLB yang ada pelajaran memijatnya, saya terheran karena saya
mendengar kabar bahwa Miyanto telah ke SLB di karangmojo, Ngawis berdasarkan informasi dia diantar
oleh pak kesra. Singkatcerita sayapun memastikan ke SLB tersebutagar form verifikasi segera dapat
dialamatkan ke sana, dan memang betul Miyanto berada di SLb tersebut. Saya sempatbertemu dengan
dia dan mengatakan dia kerasan di SLB tersebut..
Selang waktu sekitar sebulan pada waktu pertemuan kelompok,neneknya mengatakan bahwa Miyanto
telah berpindah ke SLB di Panggang yang di sana ada pelajaran memijatnya, ..tidak terpikir oleh saya
bagaimana seoarang Miyanto dapatpergi ke Pangang sendirian, suatu hari berdasarkan informasi dari
neneknya ketika Miyanto pulang saya datang kerumahnya dan menayakan bagimana caranya dia bisa
sampai ke Panggang..
Sungguh ALLAH SWT adalah Mahakuasa ternyata dalam perjalanan ke panggang Miyanto selalu di beri
kemudahan mulai dari di bonceng orang sampai naik angkottidak bayar..
Singkatcarita akhirnya Miyanto mendapatkan ilmu memijat, saya sempatmenjadi salah satu pasien dari
25 pasien yang didaftar dan akan di setorkan ke SLB tersebutsebagi tanda bahwa pernah ada orang yang
mengunakan jasanya...
Pada waktu memijat saya, Miyanto menceritakan ilmunya, seolah seorang profesional dia menerangkan
kepada saya letak titik – titik saraf, dalam hati saya berkata bahwa memang benar setiap keingingan yang
baik pasti ada jalan.
Ini bukan cerita berdasarkan rekayasa pikir akan tetapi kenyataan jika ingin pijat silahkan datang ke
Karangasem B, Karang asem, Paliyan, Gunungkidul.
DALAM BINAR HARAPAN
Written by Super User Category: Testimoni
Published on 07 November 2012 Hits: 702
Satria Pristiance, dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1985 di Bengkulu dari
pasangan Bapak Abd. Lazi dan Ibu Hartatina. Ia menempuh pendidikan S1 di
Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Bengkulu.
Semasa duduk di bangku sekolah, Ance, begitu ia kerap disapa, seringkali
memenangkan lomba dalam membaca cerpen dan puisi untuk tingkat SD, SMP
dan SMA. Merupakan kebanggaan tersendiri baginya bila dapat mengharumkan
nama sekolah dan orang tua.
Menjadi pendamping PKH saat ini merupakan pengalaman hidup yang sangat
berkesan. Menurutnya, menjadi Pendamping PKH adalah tugas besar yang
membutuhkan perjuangan, tekad dan kesungguhan dalam membangun
mentalitas bangsa agar lebih maju ke depannya.
Namaku Satria. Aku satu-satunya pendamping PKH di kecamatan Putri hijau yang lokasinya paling ujung
di Kabupaten Bengkulu Utara. Banyak kisah yang kualami selama hampir 3 tahun aku bekerja sebagai
pendamping di sini. Terkadang senang, terlebih saatmenemani para RTSM ku mengambil uang bantuan
PKH. Hemm.. meskipun tak seberapa jumlahnya, ada binar bahagia di mata mereka yang menggambarkan
rasa syukur dan terima kasih atas perhatian pemerintah terhadap mereka yang berada nun jauh di sini.
Kondisi lokasi begitu sulitdijangkau. Untuk menuju ke kantor POS terdekatpun mereka harus
mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Kalau sedang mujur, mereka bisa menumpang kendaraan yang
kebetulan masuk ke desa mereka. Kondisi jalan yang rusak parah tak jarang pula ada RTSM ku yang
terjatuh dari motor. Itu pula yang terkadang membuataku harus memaksa airmataku untuk tidak jatuh saat
melihat mereka mengantri mengambil bantuan.
Dari sekian banyak pengalaman selama aku bekerja sebagai pendamping PKH di sini, yang menarik
adalah satu insiden pada waktu proses pencairan dana PKH berlangsung. Saat itu, seperti biasa, aku ikut
menemani RTSM mengambil uang bantuan dan mengecek kartu serta tanda pengenal mereka agar tidak
terjadi kesalahan nama ibu penerima. Satu persatu mereka mengantri, sambil diselingi senda gurau kami
yang membuatsuasana riuh dengan rasa bahagia. Jam sudah menunjukkan pukul 11.30 siang saat
insiden itu terjadi. Salah seorang RTSM yang baru saja pulang dari POS dikabarkan mengalami
kecelakaan saat pulang ke rumah. Beberapa warga yang kebetulan ke kantor POS mengatakan bahwa
kondisinya sangatparah. Benar-benar dilema. Ingin rasanya aku menuju Puskesmas tempatRTSM itu
dirawat. Tapi, di sisi lain aku harus menyelesaikan tugasku karena masih ada RTSM yang mengantri untuk
mengambil bantuan.
Pukul 13.00 proses pencairan dana PKH selesai sudah. Bergegas aku menuju puskesmas tempatRTSM
itu dirawat. Kondisi ibu itu benar-benar mengkhawatirkan. Lebam di bagian mata dan luka di sekujur
tubuhnya membuatsang ibu tak sadarkan diri. Aku mencari keluarganya dan menanyakan kartu PKH dan
tanda pengenal untuk mengurus ke bagian administrasi.
Sangat mengecewakan. Pihak Puskesmas menolak untuk menggunakan kartu itu untuk pengobatan. Aku
segera menemui kepala Puskesmas dan menjelaskan mengenai penggunaan kartu PKH yang sama
halnya dengan kartu Jamkesmas. Alhamdulillah, akhirnya mereka mengerti dan biaya pengobatan selama
di sana bisa gratis. Setelah semuanya ku anggap selesai, aku pun pulang tanpa lupa memberikan nomor
handphone-ku kepada pak dokter untuk jaga-jaga kalau kondisi pasien semakin parah.
Tak lama setiba aku di rumah, aku dihubungi pihak Puskesmas dan aku diminta datang segera ke
Puskesmas karena si ibu muntah darah dan harus segera dirujuk ke RS. Sementara pihak Puskesmas
membuatsurat rujukan, aku memberitahu pada pihak keluarga untuk bersiap-siap. Namun, sungguh miris,
sang anak RTSM ini memohon kepadaku agar ibunya tidak dibawa ke RS, dengan alasan sama sekali
tidak punya uang untuk transport. Uang PKH yang baru saja diterima sebesar 250.000 rupiah telah hilang
saat insiden kecelakaan tadi. Mungkin terjatuh, katanya. Untungnya, setelah bernegosiasi dengan dokter,
dia mau menanggung seluruh biaya transport pasien ke RS.
Keesokan harinya, aku menghubungi pihak keluarga untuk menanyakan kodisi sang ibu sekaligus
menanyakan apakah ada kendala di bagian administrasinya. Hal serupa terjadi kembali. Pihak Rumah
Sakit sama sekali tidak mengerti akan program PKH. Sangat kecewa aku waktu itu. Segera aku
berkoordinasi dengan pihak Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan untuk segera membantu proses
administrasi. Setelah melalui beberapa tahap yang sedikitmenguras emosi, akhirnya pihak RS pun
menerima rujukan itu. Si ibu pun bisa ditangani dengan baik dan tanpa biaya pengobatan sepeser pun.
Alhamdulillah, sungguh di balik kesulitan selalu ada kemudahan..
Beberapa hari kemudian, anak ibu RTSM itu menemuiku, mengucapkan terima kasih atas bantuan dalam
meringankan beban biaya pengobatan sang ibu. Aku terharu. Andai saja semua Rakyat Indonesia bisa
mendapatkan pengobatan gratis tanpa harus melalui proses yang rumit, alangkah bahagianya mereka
yang notabene kurang mampu itu. Andai saja seluruh Rakyat Indonesia bisa mendapatkan penghidupan
yang layak dan merata..! Rakyat berharap bahwa kemerdekaan itu benar-benar adalah hak segala bangsa,
merdeka dengan keadilan tanpa harus memandang sebelah mata untuk yang tidak mampu dan dianggap
rendah. Semoga dan semoga saja itu semua bisa terwujud dengan berjalannya waktu.
Untukmu sahabat-sahabat pendamping PKH dimana pun kalian berada, teruslah berjuang,
mengemban amanah bangsa untuk meraih kehidupan yang sejahtera, membangun impian kita bersama.
PKH mewujudkan harapan bahwa Indonesia adalah Negara yang memiliki rakyatyang berpendidikan yang
sehat jasmani dan rohaninya. Salam PKH.
NGGAH-NGGIH MBOTEN KEPANGGIH
Written by Super User Category: Testimoni
Published on 07 November 2012 Hits: 687
Oleh: Theresia Ratnawati
Pendamping PKH Kecamantan Semanu, Gunung Kidul, DI Yogyakarta
Pengalaman ini saya dapati ketika menginjak tahun ketiga menjadi pendamping PKH di Kecamatan
Semanu tercinta, tepatnya di Wedi Wutah, sebuah kampung yang sudah agak "mengkota", tempat
kelahiran saya.
Wedi Wutah, sebuah kampung nan indah dengan pemandangan ladang dan beberapa bukitkapur di
wilayah selatan Desa Ngeposari. Dengan jumlah penduduk paling banyak di wilayah Desa Ngeposari,
yakni 200 KK lebih untuk satu wilayah padukuhan. Santun dan Arif, itu kata pertama yang saya bisa
utarakan untuk menggambarkan karakter penduduk padukuhan ini. Tiap kali ada pertemuan rutin atau
pertemuan dadakan, semua elemen masyarakatdi wilayah ini pasti ikut berkumpul, mulai dari pak dukuh,
dan kader yang ada. Sungguh sebuah kebanggaan tersendiri ketika kita di hargai oleh mereka, minimal
kita di sapa dan diterima dengan baik di wilayah ini.
Dengan jumlah anggota dalam pertemuan kelompok yang relatifbanyak yakni 35 KK, maka setiap kali
pertemuan rutin wilayah ini pasti akan ramai dan seru. Hampir tak pernah ada yang absen untuk
pertemuan kelompok PKH. Pokoknya, partisipasi untuk wilayah ini saya beri nilai 99.
Tetapi, pada suatu pagi sekitar jam enaman, saya tengah bersiap-siap untuk berangkatke kantor pos
untuk melaksanakan pencairan bantuan PKH. Seorang janda setengah tua yang sedang sakitbatuk
bertandang ke rumah dengan wajah yang agak aneh. Dengan tenang saya ajak masuk. Saya tanya
maksud kedatanggannya, ada apa kok tumben pagi-pagi sudah bertamu. Ibu itu lalu menangis dan berkali
kali meminta maaf.
“Nyuwun ngapunten mbak, kulo ampun didukani!”[1]. Lah, saya kaget.
“kenapa memangnya, bu?, saya tidak akan marah kok, ibu cerita saja.”
Dengan sesekali meneteskan air mata, si ibu mengatakan bahwa dia tidak sanggup untuk memelihara
kambing (jadi ibu ini peserta KUBE[2]) karena memang ia sedang repotbekerja di luar kota dan tidak bisa
mengurus kambing. Anaknya yang masih duduk di kelas 6 juga tengah belajar mempersiapkan ujian. Lalu
dalam hati saya tertawa dan mengatakan kepada si ibu:
“walah, bu, kok cuma tidak sanggub jadi peserta KUBE aja kok nangis toh. Tidak apa-apa bu, saya
kemarin datang mengecek lokasi ke rumah ibu itu fungsinya untuk memastikan kesiapan calon peserta.
Bukan untuk memaksakan jadi peserta KUBE. Sampeyan ampun salah paham (Ibu jangan salah faham,
ed). Jadi, jangan sampai nanti para peserta KUBE itu terpaksa menjadi anggota, kami benar-benar akan
menyaring dan menyeleksi siapa saja peserta yang benar-benar layak dan mampu untuk menjadi peserta
KUBE”.
Namun belum selesai sampai di situ, si ibu kembali meminta maafberkali kali sambil bilang:
“Saya jangan dimarahi ya, mbak, saya mau bilang....”
Saya semakin penasaran, apa lagi ini ibu, kok sepertinya ketakutan. Lalu si ibu menceritakan bahwa
selama 3 tahun ini dia dan teman-teman dikoordinir oleh ibu ketua kelompok PKH untuk menyisihkan uang
10-15 ribu per orang setiap kali pencairan untuk diberikan kepada kader dan pak dukuh.
Ups…. Hati saya langsung linglung dan sedikittidak percaya sekaligus kecewa. Mengapa wilayah yang
selama ini kooperatifdan sangat baik mentaati peraturan di mata saya, kok di belakang seperti ini. Lalu si
ibu kembali menyadarkan saya dengan permintaan maafnya yang berkali kali… saya akhirnya mengatakan
kepada si ibu bahwa saya mengucapkan terimakasih atas keberanian si ibu telah melaporkan ke
pendamping tetang pemotongan yang sudah lama dilakukan. Si ibu mengatakan:
“Saya bukannya tidak mau memberi uang ke pak dukuh dan kader, mbak. Tapi saya ingat kata-kata mbak
Ratna tiap kali pertemuan rutin. kan mbak Ratna bilang, sepeser pun kita tidak boleh memberikan uang
PKH kepada siapapun dalam bentuk apapun. Tapi selama ini saya takut kepada teman – teman dan pak
dukuh, mbak. Saya minta maaf. Saya melakukan ini karena saya sudah dimarahi oleh teman-teman karena
tidak mau memelihara kambing KUBE. Saya bukannya tak mau memelihara, mbak. Tapi, saya benar-
benar repotdan tak sanggub pelihara.”
“Ya sudah, ibu tenang dulu… “
Lalu saya ambilkan air putih ke belakang supaya si ibu tenang. Setelah situasi ibu janda itu tenang, saya
kembali menanyai.
“lha, kenapa ibu, kok selama ini njenengan dan teman-teman mau memberikan uang potongan itu,
bukannya kita sudah janji tiap kali di pertemuan untuk tidak melanggar aturan?.”
Si ibu hanya menjawab:
“Saya tidak tahu, mbak. Itu inisiatif teman-teman. Saya hanya ikut-ikutan saja. Mbak jangan bilang jika
saya yang melapor ya mbak..”
Setelah si ibu mengutarakan semua informasi. Akhirnya si ibu saya suruh pulang karena saya akan segera
pergi untuk melakukan pencairan ke kantor pos. Saya sungguh masih diliputi perasaan kecewa sekaligus
tak percaya. Kenapa wilayah yang selama ini baik di mata saya ternyata di belakanya seperti ini.
Saya berusaha menenangkan emosi demi untuk kelancaran pembayaran. Pencairan kali ini agak tegang
karena saya tidak bisa menyembunyikan wajah kecewa di depan peserta PKH.
Di awal acara pecairan, saya dengan wajah serius kembali mengingatkan dan memberikan gambaran
tentang konsekuensi tercabutdari kepesertaan PKH jika RTSM masih nekat melakukan pemotongan.
Dengan sedikitberimprovisasi, saya berpura-pura sudah mengetahui semua kasus pemotongan di
Ngeporasi dan sudah mengantongi nama-nama inisiatornya. Saya sengaja berbohong di depan mereka.
Seolah-olah saya sudah mengetahui wilayah mana saja yang melakukan pemotongan, padahal saya
belum tahu.
Saya yakin, mereka akan takut dan akan segera mendatangi saya setelah saya beri gambaran dampak
hukum dari kasus pemotongan. Saya hanya menghendaki kejujuran mereka dan berani mengakui
perbuatannya dan mendatangi saya untuk menjelaskan permasalahan yang ada.
Dan, tepat sekali. Sebelum pencairan beberapa ketua PKH yang saya tunggu akhirnya mendatangi saya
dan mengakui dengan jujur bahwa mereka melakukan perbuatan itu. Tidak semua wilayah memang
melakukan pemotongan, namun hampir separuh dari mereka. Alasan mereka melakukan adalah mereka
merasa tidak enak dan ingin mengucapkan terima kasih untuk pak dukuh dan para kader yang telah
membantu mereka. RTSM juga sering mendapatsindiran dari mereka di masyarakat.
Melihat situasi semacam ini, saya mendiskusikan dengan teman pendamping satu tim untuk tindak lanjut
terhadap mereka yang melakukan pemotongan. Akhirnya, untuk tindakan pertama saya meminta mereka
menandatangani sebuah surat pernyataan yang berbunyi bahwa mereka bersedia untuk tidak melakukan
pemotongan PKH yang diberikan kepada siapapun dalam bentuk apapun kecuali uang kas kecil yang
jumlahnya 1 ribu tiap bulan untuk kas kelompok.Jika ternyata mereka ketahuan mengulangi tindakan
pemotongan lagi, maka mereka harus bersedia dikeluarkan dari kepesertaan PKH dan tindakah hukum
akan dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Surat tersebutditandatangani di atas
materai dengan harapan ini akan membuatefek jera kepada mereka.
Dari pengalaman tersebut, saya akhirnya sedikitbelajar, bahwa ternyata baik di muka itu belum tentu
jaminan bahwa sebuah program berjalan sesuai rencana. Perlu kontrol dan manajemen konflik tertentu
untuk mengetahui sistem secara utuh agar program terlaksana dengan baik. Mengenai budaya pemberian
ucapan terimakasih yang saat ini mengarah ke kolusi dan korupsi mini, saya berharap sebagai orang Jawa
bisa menempatkan di mana dan kapan selayaknya saya harus mengucapkan terimakasih kepada
seseorang atau sebuah instansi.
[1] “Maaf, sekali lagi maaf mbak, saya jangan dimarahi!”
[2] Singkatan dari Kelompok Usaha Bersama. Ini merupakan program pemberdayaan masyarakan yang
juga dikelola oleh Kementerian Sosial.
Kugadaikan BPKB motorku,.... untuk menolong nyawa anak RTSMku.....
Written by Super User Category: Testimoni
Published on 06 November 2012 Hits: 813
(#....sebuah pengalaman empirik dari sosok Pendamping untuk memperjuangkan hak RTSM peserta
PKH....#)
Oleh: Sri Estiningsih, S.IP, Pendamping PKH Kec Berbah dan Depok, Sleman
RTSM peserta PKH memang sosok yang perlu dilindungi. Mereka serba minimalis, dipandang dari segi
ekonomi, pendidikan maupun sosial. Berikutadalah kisah nyata Pendamping di tahun pertama
mendampingi peserta PKH, sekitar bulan Oktober 2009.
Sebutsaja namanya Puji Lestari, peserta PKH dari dusun Jomblang Tegaltirto Berbah Sleman
Yogyakarta. Puji Lestari seorang ibu rumah tangga, dengan 2 orang anak, yakni Riyanto kelas 6 SD dan
Dinda Tri Lestari berusia 4 tahun. Suaminya bekerja sebagai kenek truk, dengan penghasilan sekitar
Rp.300.000, per bulan.
Sekitar Bulan Oktober 2009 ada wabah Demam Berdarah, dan terutama menyerang anak-anak. Tidak
peduli kaya atau miskin, banyak anak yang berjatuhan masuk rumah sakitdengan gejala Demam
Berdarah. Dinda salah satu anak yang menderita gejala Demam Berdarah. Pada saat kejadian, suami
peserta PKH sedang ikuttruk mengantar barang ke luar kota. Suhu badan Dinda tinggi sampai tiga hari
tidak turun, lalu dibawa ke Puskesmas. Oleh Puskesmas,diberi rujukan ke RS A (bukan anama
sebenarnya). Di RS tersebut, kartu PKH tidak bisa digunakan. Puji Lestari menelepon Pendamping dengan
menggunakan Ponsel bututpinjaman tetangga, pada saat itu Pendamping sedang ada RapatKoordinasi
dengan Instansi-instansi terkait tingkat Kabupaten. Pendamping menyuruh RTSM tersebutpindah ke RSI
B, karena kurang lebih sebulan yang lalu, Pendamping pernah menguruskan salah seorang peserta PKH
berobatmenggunakan kartu PKH. Ternyata pihak RS tidak mau menerima kartu PKH, sebagai pengganti
Kartu Jamkesmas.
Setelah selesai Rakor di Kabupaten, Pendamping langsung meluncur ke RS B, di daerah
Umbulharjo, Kodya Yogyakarta. Pendamping bernegosiasi dengan bagian Pendaftaran, mereka tetap tidak
mau menerima Kartu PKH. Yang mereka akui sebagai jaminan kesehatan adalah kartu Jamkesmas.
Pendamping sudah berkali-kali menjelaskan bahwa Kartu PKH bisa sebagai Pengganti Kartu Jamkesmas,
dan kurang lebih satu bulan yang lalu, RSI Hidayatullah melayani juga peserta PKH. Namun mereka tetap
tidak mau menerima. Pihak Rumah Sakit mau menerima dan merawat pasien seperti pasien biasa, harus
bayar penuh biaya pengobatan. Sayangnya pada saat itu, Pendamping tidak membawa foto copian
Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas, di mana dalam Manlak tersebut, dengan jelas disebutkan bahwa
Kartu Peserta PKH bisa digunakan sama seperti Kartu Jamkesmas.
Kondisi Dinda semakin lemas, Pendamping langsung membawa Dinda ke RS C, sebelumnya
sudah berkoordinasi dengan Pendamping Prambanan bahwa di RS tersebutkartu PKH bisa digunakan.
Sesampainya di RS C, Dinda langsung ditangani di UGD, Pendamping mengurus administrasi di bagian
Pendaftaran, dengan jaminan Kartu PKH tersebut. Namun kondisi Dinda sudah sangat parah, harus
ditanganni secara khusus oleh dokter spesialis anak, sementara di RS C, pada waktu itu, belum ada
Dokter Spesialis Anak. Dinda harus dirujuk di Rumah Sakit yang lebih besar. Oleh RS C, dirujuk ke RS D,
dengan diantar Ambulan. Biaya perawatan di RS C, Pendamping minta agar bisa dibereskan hari
berikutnya.
Di RS D, kembali kartu PKH ditolak, untuk penjaminan kesehatan, pihak RS hanya menerima
Jamkesmas atau Jamkesda. Untungnya, peserta PKH tersebutmemiliki juga Jamkesda (Kartu Keluarga
Miskin). Jadi yang dipakai penjaminan adalah KKM bukan KARTU PKH. Dinda langsung ditangani di UGD,
Pendamping menunggui, sambil memastikan bahwa anak tersebut, bisa mendapatkan kamar perawatan.
Setelah mendapatkan kamar rawat inap di kelas III, Pendamping baru pulang ke rumah, namun dengan
penuh rasa khawatir, karena kondisi Dinda sudah sangat lemas. Sepanjang malam, Pendamping masih
kepikiran terus, khawatir terjadi apa-apa dengan Dinda,
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Pendamping sudah sampai lagi di RS D. Sesampainya di sana
langsung melihat kondisi Dinda, dan konsultasi dengan perawatjaga. Diberitahu, bahwa Dinda baru saja
melewati masa kritisnya. Ternyata semalam Dinda sudah mengalami shock, perutnya buncit, makanan
minuman sudah tidak bisa masuk, akhirnya disonde. Pendamping merasa sangatbersyukur, Dinda
terlepas dari malaikat maut, namun ada juga rasa penyesalan, kenapa Rumah Sakit, masih menolak
peserta PKH yang tidak mempunyai kartu Jamkesmas. Pendamping menguruskan penjaminan kesehatan
dengan KKM di kantor JPKM Sleman,
Setelah dua hari di rawat di RS, kondisi Dinda berangsur membaik, di hari ketiga, kakak Dinda,
Riyanto, juga mengalami gejala yang sama dengan Dinda, akhirnya di rawat di RS D di ruang yang sama
juga. Pada waktu itu, suami Puji Lestari sudah ada di rumah, dia yang saya suruh menguruskan surat
penjaminan kesehatan untuk Riyanto. Akhir cerita, kakak beradik anak peserta PKH bisa dirawat di RS
dengan menggunakan penjaminan kesehatan dari KKM bukan Kartu PKH.
Setelah dirawat selama lima hari, Dinda diperbolehkan pulang, namun Riyanto masih nunggu satu
hari lagi. Pendamping kembali menguruskan surat penjaminan kesehatan tersebutdi Kantor JPKM
Sleman. Keesokan harinya, Riyanto juga diperbolehkan pulang, dengan syaratkalau sudah lunas
membayar kekurangan biaya RS yang tidak dijamin oleh Jamkesda. Pada waktu itu, peserta PKH belum
membawa uang sepeserpun. Oleh pihak RS, Riyanto boleh dibawa pulang, kalau menjaminkan KTP dan
BPKB motor. Pendamping bernegosiasi dengan Petugas RS dan minta pengertian bahwa mereka ini betul-
betul rumah tangga sangat miskin, yang mereka miliki hanya sepeda butut, dari mana mereka bisa
menjaminkan BPKB? Pihak RS tetap tidak mau melepaskan pasien kalau tidak ada jaminan. Akhirnya
Pendamping berinisiatifpulang mengambil BPKB motor untuk ” digadaikan” di RS sebagai jaminan anak
peserta PKH karena belum bisa melunasi kekurangan biaya rumah sakit. Pada waktu itu, Dinda
menghabiskan dana kurang lebih Rp.1.000.000,- dan mendapatkan keringanan biaya Rp.600.000,- ,
sementara Riyanto menghabiskan dana Rp. 800.000,- mendapatkeringanan Rp. 400.000,. Jadi
kekurangan biaya dua anak tersebutadalah Rp. 800.000,-. Bagi sebagian orang, uang delapan ratus ribu
rupiah mungkin tidak terlalu banyak, tetapi bagi RTSM peserta PKH, uang tersebut menjadi sangat
berharga, apalagi penghasilannya sebulan tidak mencapai angka itu. Apakah itu artinya mitos bahwa ”
orang miskin dilarang sakit” benar-benar menjadi kenyataan?
Alhamdulillah sekarang rumah sakit tersebutdi atas sudah melayani peserta PKH dengan kartu
PKH.
“Anak sekecil itu,….”
Written by Super User Category: Testimoni
Published on 06 November 2012 Hits: 640
Ditulis oleh Damar Asih Kuntari, Pendamping PKH Kecamatan Pandak, Kab. Bantul Provinsi
Yogyakarta.
Belum terlalu lama aku bergabung dengan keluarga PKH, ketika aku menemukannya lalu sempatmasuk
dalam sepenggal cerita yang ditulisnya.
Waktu itu, belum terlalu siang ketika aku sampai di rumah almh ibu Jimah (beliau meninggal belum lama
ini). Di rumah rekonstruksi itu aku disambutdengan begitu ramah oleh bapak Jimin dan ibu Jimah “Nggih
matur bapak ibu, sowan kulo mriki sepindah silaturahmi” kubuka percakapan sebelum mengutarakan niat
kedatanganku. Lalu aku sebentar berbasa basi, menanyakan kesibukan dua orang tua ini sehari-hari,
menanyakan beberapa foto yang tergantung di dinding rumah mereka. Yach bahasa kerennya, mencoba
membangun “chemistry dengan calon pasien”. Dan sukses!Tak butuh waktu lama untuk mencairkan
suasana, bahkan segelas teh hangatserta lempeng beras dalam toples bekas agar-agar segera tersaji di
depanku. Setelah kurasa suasananya tepat baru kejalankan misi utamaku.
“Kiki, sini sebentar mbak Damar pengen ketemu” panggil bu Jimah.
Tidak lama kemudian, seorang gadis berusia belasan muncul di depanku. Penampilannya sungguh jauh
dari potretkeluarga sangat sederhana yang ditampilkan 2 orangtua tadi. Kaos dan celana pendek yang
sungguh pendek melekatdi tubuhnya yang termasuk kecil untuk anak-anak seusianya, rambutnya dicat
merah, dan telinganya ditindik 3 sekaligus. Ia tersenyum padaku dan kusambutdengan uluran tangan.
“Mbak Damar” aku memperkenalkan diriku.
Aku berpura pura melihat jam di HPku. “Masih waktunya sekolah, kok kamu di rumah Ki?” aku mengawali.
Ia hanya menunduk, tak menjawab apa apa. Bu Jimah mulai marah dengan sikap cucunya. Ia
menceritakan kelakuan cucunya yang tidak mau sekolah beberapa hari terakhir sambil sesekali mengelus
dada. Tampaknya beban beratmenghimpitnya. Aku meraih tangan ibu tua itu, “Sabar bu, mulai besok Kiki
akan sekolah lagi. Biar saya yang mengurus ke sekolahnya. Ya kan Ki? Besok mbak antar, mbak jemput
juga”aku menenangkannya.
Kiki lalu membuka mulutnya dan mengatakan saya mau sekolah lagi asal pindah dari sekolahnya saat ini.
Alasannya satu, dimusuhi teman-teman. Aku lalu berusaha menyelami masalahnya lebih jauh. Berulang
meyakinkannya bahwa semua akan berjalan baik-baik saja di sekolahnya saatini. Tapi, keputusan anak ini
sepertinya sudah tak bisa ditawar lagi. “Pindah atau berhenti sekolah?” Dan aku menyerah. Keesokan
paginya, dengan “kuasa” penuh dari bapak Jimin dan ibu Jimah aku ke sekolah Kiki. Berdiskusi dengan
guru BKnya dan mengurus segala administrasi kepindahan Kiki ke SMP YP Bantul yang juga telah
kuhubungi dan menyatakan bersedia menerima Kiki sebagai siswanya.
Hari pertama sekolah setelah aksi mogoknya..
Seperti janjiku, aku mengantar dan menjemputnya. Jam setengah tujuh aku telah siap di halaman
rumahnya. Lalu memboncengkannya sampai sekolah dan menyerahkannya pada kepala sekolah. Begitu
juga sewaktu jam pulang sekolah aku telah menunggunya di depan gerbang lalu menyambutnya dengan
pertanyaan “Bagaimana hari pertamamu Ki, menyenangkan bukan?”. Pokoknya persis dengan perlakuan
kepada anak TK agar rajin berangkatsekolah. Begitulah kegiatanku selama beberapa hari, sebelum
akhirnya Kiki mengatakan akan berangkatsendiri. Lega!!!!!!!!
Tapi ternyata tak lama, belum genap 2 minggu, pihak sekolah menghubungiku dan mengatakan Kiki tidak
masuk sekolah. Segera aku datang lagi ke rumahnya. Kali ini benar-benar seru. Aku menyebuthari itu
sebagai episode “mengenang masa lalu”.
Kiki tidak muncul ketika berulang ibu Jimah memanggilnya. Kata ibu ini Kiki ada di kamarnya sebelum aku
datang. Tapi sekarang entah kemana. “Mengajak petak umpetini anak”, begitu pikirku. Dan benar saja
ketika aku melongok ke kolong tempattidurnya, kutemukan Kiki berusaha bertahan di tempat
persembunyiannya. Aku membujuknya keluar (aku ikut masuk juga ke kolong) lalu kami kembali terlibat
dalam obrolan yang panjang. Lagi lagi usahaku tak sia-sia. Kiki kembali masuk sekolah. “Alhamdulillah..”
Entah berapa lama berselang setelah kejadian itu, pihak sekolah kembali menghubungi dan memintaku
datang. Di sana aku bertemu dengan kepala sekolah dan beliau mengatakan Kiki benar-benar agak
“istimewa”. Menurut pengamatan pihak sekolah, kelakuan Kiki terhadap lawan jenis jauh melampaui anak-
anak seusianya, dia bahkan lebih nyaman bergaul dengan teman laki-lakinya serta parahnya dia kembali
tak muncul di sekolah beberapa hari ini.
Aku bergerak lagi. Saataku datang ibu Jimah tampak sangat terpukul. Beliau lalu bercerita sudah
beberapa hari Kiki tidak pulang setelah diajak pergi oleh salah satu teman dekatnya selama ini. “Laki-laki
atau perempuan bu? Teman sekolahnya?”aku memberondong si ibu. “Perempuan mbak, bukan teman
sekolahnya hanya teman mainnya, tidak tahu dulu ketemu anak itu dimana. Kulo dari dulu mboten seneng
nek amor bocah niku. Perasaannya saya ternyata benar mbak”. Ibu itu menangis.
Kasus “hilangnya” Kiki sepenuhnya diurus keluarga. Beberapa hari tak kudengar kabarnya, sebelum siang
itu aku berpapasan dengan Kiki serta ibunya di jalan. Aku menawarkan diri mengantar mereka pulang dan
mereka mengiyakan. “Saya baru saja jemputKiki di kantor polisi mbak. Dia hampir saja jadi korban
penjualan ABG”si ibu memulai ceritanya. Dan Kiki melanjutkan, “Awalnya saya disekap mbak, terus
katanya ada orang mau booking saya dengan harga tinggi, diantarlah saya ke hotel. Tapi ternyata
itu hanya jebakan dari polisi”. Mendengar ceritanya aku tercengang, “booking”, istilah yang bahkan
aku tidak tahu cara penulisannya ini meluncur dengan sangat ringan dari mulut ANAK SEKECIL
INI? Sudahkah jaman segila ini? Siapa yang salah? Kiki? Bu Jimah? Ibu kandungnya yang telah
melahirkannya tanpa seorangpun bersedia mengakuinya sebagai ayah kandung anak ini? Atau
lingkungan termasuk aku yang tak peka terhadap kasus semacam ini? Siapa yang gagal
memainkan perannya? Keluarga sebagai agen sosialisasi pertamanya? Atau lembaga sekolah
dengan fungsi latennya memanusiakan manusia? Ataukah tokoh agama dan masyarakat sebagai
agen sosialisasi sekunder dan pemegang control sosial? Atau salahkan saja teknologi yang
dianggap terlalu cepat berlari tak mengimbangi kekuatan mental penggunanya termasuk Kiki.
Rasanya tak perlu dulu menganalisa siapa yang salah, siapa korban. Lakukan saja dulu tindakan
penyelamatan. Aku berusaha lebih mendekatkan diri pada keluarga ini, terutama pada Kiki dan Bu Jimah
yang tampak menjadi pihak paling “sakit” dalam masalah ini. Aku berusaha membesarkan hatinya, aku
ingat ada yang pernah memberitahuku bahwa salah satu cara paling ampuh adalah menyentuhnya lewat
agama. Dan pada bu Jimah aku melakukannya. Untuk Kiki aku berulang mengatakan bahwa “Tuhan telah
menyelamatkanmu dan memberimu kesempatan kedua untuk memperbaiki dan tidak mengulangi
semuanya”.
Akhirnya aku benar-benar bisa bernapas lega saatKiki setelah petualangannya yang panjang bersamaku
berhasil memperoleh Ijazah SMPnya. Aku sempatbeberapa kali bahkan melihatnya memakai seragam
SMA. Sudah “sembuhkah” dia?Semoga...
Kiki, anak sekecil itu,……….Hidup mungkin telah memberinya berbagai warna, seperti halnya PKH telah
“menyuguhiku” berbagai rasa, Manis, Asin, Asam, Pedas,namun semua terasa begitu
ISTIMEWA………………………………………………………….......
Damar (kiri) dengan Bu Rahayu (dinsos Kab Bantul) dan temennya
Bu, saya senang tapi juga sedih…
Written by Super User Category: Testimoni
Published on 06 November 2012 Hits: 679
Testimoni ini ditulis oleh Atun Martuti, pendamping PKH Kecamatan Kokap Kulon Progo
Hargomulyo, 28 Agustus 2012.
Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur lebaran. Kuniatkan untuk mengunjungi SD Muh
Tlogolelo untuk mendapatkepastian status 2 (dua) siswa kakak beradik yang kabarnya DO karena selain
ABK juga kerap sekali bolos sekolah. Sebelum ke sekolah kusempatkan mampir ke rumah dua siswa
kakak beradik yang kebetulan rumahnya hanya beberapa meter dari sekolah, tapi ternyata kosong, pintu
rapat tergembok.Perjalanan kulanjutkan ke sekolah. Singkatcerita, sepulang dari sekolah kusempatkan
mampir ke rumah bu Je, ketua kelompok yang kerap berkomunikasi denganku perihal kedua anak DO tadi
lantaran kedua orang tuanya sulit diajak berkomunikasi.
Sampai rumah bu Je belum pulang, baru menjemputanak bungsunya di Taman Kanak-Kanak.
Kebetulan yang ada di rumah adalah dik Fajar Uswatun Khasanah, dik Ana begitu aku biasa
memanggilnya, anak sulung Bu Je. Kebetulan sekali, mungkin ini kali pertama aku bertemu dengannya
semenjak dik Ana kuliah, padahal sekarang sudah masuk semester 5, berarti sekitar 2 tahun.
Pertemuan dengan dik Ana mengingatkanku pada saat awal masa program PKH berjalan. Sebagai
ketua kelompok tentu komunikasiku dengan bu Je, orang tua dik Ana lebih intensif ketimbang peserta PKH
yang lain. Suatu ketika aku datang ke rumah, bu Je bercerita tentang anak-anaknya.
‘’Bu, kata orang-orang anak-anak saya pintar-pintar. Saya tentu saja senang dan bangga, tapi saya juga
sekaligus sedih.”
“Lho sedihnya kenapa? ” tanyaku.
”Iya, justru karena prestasinya di sekolah bagus, anak saya banyak dikenal oleh guru-gurunya. Pergaulan
dengan teman-teman yang prestasi membuatnya terdorong untuk ingin selalu belajar. Itu bagus menurut
saya, tetapi ya kalau dia kemudian ingin sekali kuliah saya yang repotbu, bagaimana biayanya? Untuk
makan sehari-hari dan sekolah selama ini saja sudah kerepotan kok mau kuliah.’
Ups, betul juga ya…..Wah, ini perlu penyikapan yang bijak dan butuh lompatan tindakan untuk menghadapi
kasus ini.
‘Ah, jalani saja dulu, yang penting prestasinya tetap bagus. Kalau niat baik, Tuhan pasti memberi jalan.
Nanti saya bantu cari informasi Bu, jawabku masih setengah hati karena sama sekali tak punya gambaran
harus bagaimana.
Itulah sekelumitdialogku dengan Bu Je beberapa tahun silam. Selain berusaha mencari informasi
aku juga menyarankan pada bu Je agar anak sulungnya yang waktu itu kelas XI SMA agar rajin mencari
informasi baik lewat internet, teman ataupun gurunya.
Seiring berjalannya waktu tak terasa tibalah di pertengahan tahun 2010 saat anak Bu Je lulus SMA. Bu Je
bercerita bahwa anaknya diusulkan penelusuran bibitunggul perguruan tinggi negeri oleh sekolahnya,
ambil pilihan pertama, kedokteran umum. Weits, kaget…kedokteran umum? Ya mungkin kalau beasiswa
pendidikan dapat, lha biaya hidup (karena mau tak mau harus indekos, mengingatdomisili jauh dari
kampus), juga biaya buku dll, di kedokteran kan muahal…..Waktu masih bekerja di penerbitdan distributor
buku aku sering melihat buku-buku kedokteran yang harganya selangit, ada yang mencapai jutaan?
Waduh, harapan tentu saja ingin diterima, tapi kalau kedokteran perlu langkah ni untuk menyambung biaya
lain-lain itu.
Cari info sana-sini, kebetulan waktu itu aku mendapat informasi, tepatnya lupa, kalau tidak dari sms
teman ya dari koran. Ada informasi beasiswa di perguruan tinggi yang juga sekaligus biaya hidup dan lain-
lain. Nah ini suatu alternatif. Kuinformasikan hal ini pada anak Bu Je, yah sebagai alternative
pilihan, biarlah Tuhan yang mengarahkan, jalan mana yang harus ditempuh.
Singkatcerita akhirnya dik Ana pun mendaftar via online beasiswa yang kuberitahukan tadi dan
lolos seleksi awal, tinggal menunggu waktu mengambil nomor tes dan mengikuti tesnya. Waktu itu dik Ana
sempatragu juga karena pihak sekolah sempatmemberi warning agar jika diterima di perguruan tinggi
atas usul sekolah jangan sampai dilepas, karena tentu menyangkutkredibilitas sekolah untuk usulan tahun
berikutnya, Masuk akal…Kutenangkan dia, santai saja, berdoa, biarlah Tuhan yang mengarahkan jalan
mana yang harus ditempuh. Kebetulan sekali pengumuman hasil seleksi bersamaan dengan hari tes untuk
beasiswa. Mati-matian dik Ana dengan ditemani bapaknya jam 00.00 tanggal dan hari itu ke warnet untuk
mendownload hasil seleksi, maksudnya jika lolos tentu dia tak perlu dating mengikuti tes beasiswa satunya
lagi, biarlah itu menjadi kesempatan bagi orang lain, tidak perlu serakah. Alhamdulillah puji syukur, lolos
seleksi, diterima. Kedokteran Umum di UGM, wow…anak peserta PKH? Coba bayangkan, fantastic
bukan? Bahkan pendamping PKH mana di Indonesia ini kalau dilakukan survey, ada berapa prosen yang
anaknya bisa diterima tanpa tes di PTN favorit, Kedokteran Umum pula?
Dan, ini bukanlah akhir perjuangan bagi dik Anak dan keluarganya, barulah awal. Bagaimana
mencukupi biaya lain-lain laiknya orang kuliah kebanyakan? Biaya hidup, makan, kos, buku, laptop? Tapi
setiap ada niat dan kesungguhan, Tuhan selalu memberi jalan. Dik Ana mengikuti seleksi program
Beastudi ETOS, pembinan pendidikan bagi anak-anak kurang mampu dari DompetDhuafa dan lolos.
Selain itu dia juga rajin mencari tambahan sana-sini, mulai dari memberi privat, bahkan proyek atau
program apa saja yang bisa menghasikan uang dia ikuti.
Itulah sekelumitperjuangan anak peserta PKH untuk bisa kuliah. Seperti mimpi bukan? Dari ayah
yang bekerja buruh serabutan, yang tidak pernah absentjika musim panen tiba bekerja memanen padi
orang lain agar bisa mengumpulkan padi sebanyak-banyaknya hingga anak dan istri bisa makan tanpa
perlu membeli beras, syukur jika sisa dan sempatmenjual untuk kebutuhan sehari-hari. Dari ibu yang
membantu nafkah suami dengan membuatmakanan pokok pengganti nasi khas Kulon Progo, yakni growol
(terbuat dari singkong yang difermentasi basah selama beberapa hari kemudian dicacah dan dikukus).
Berdasar pengakuan Bu Je, dari 1 kuintal singkong paling mendapatuntung 15 ribu, itupun proses
pembuatannya memakan waktu beberapa hari. Yah biar untung sedikit setidaknya bisa untuk membantu
transport anak ke sekolah katanya.
Meskipun beratmenghidupi 5 orang anak Keluarga ini memang sering membuatiri tetangga karena
prestasi anak-anaknya. Si sulung semester 5 di Kedokteran Umum, anak kedua di SMA negeri favoritkelas
XI, anak ketiga dan keempatdi sekolah Dasar dan si bungsu masih di Taman Kanak-Kanak. Kelima anak
ini selain prestasi akademiknya bagus juga saratprestasi di bidang lain, berbagai lomba mereka ikuti,
berderetpiala dan piagam di rumah mungil itu. Mulai lomba baca puisi, menggambar, mewarnai, baca al-
Quran, cerdas cermatdll. Selain bangga dengan prestasi itu, jika juara dalam perlombaan biasanya
mendapatkan uang pembinaan, itulah yang bisa membantu mereka memenuhi kebutuhan sekolah.
Yuk kita rame-rame meneladani keluarga bu Je yang inspiratif ini, tentu bukan meniru anaknya
yang banyak (Bu Je beberapa kali gagal mengikuti program keluarga berencana lantaran sering tidak
cocok dan mengganggu kesehatannya, sering pingsan katanya), tapi perjuangan dan prestasinya yang luar
biasa. Dan buat yang berkecukupan, ayo siapa yang tertarik menjadi orang tua asuh? Terutama untuk
anak kedua yang tahun 2014 lulus SMA dan ingin kuliah?
Kelima anak Bu Je tentu tidak ingin senasib dengan kedua orang tuanya, seolah mereka paham
betul slogan PKH, ‘Anak Saya Tidak Boleh Miskin’….Ya. Memang pendidikan itu penting, bukan semata
sebagai bekal penghidupan dalam arti mencari pekerjaan jika dewasa kelak. Namunbelajar adalah wujud
syukur atas karunia Tuhan yang telah menganugerahkan fisik dan mental yang sehat sehingga kita
bisa berpikir.
Kalau kemudian dari proses belajar itu mendapatkan hasil berupa bekal penghidupan dunia dan akhirat
yang lebih baik tentu itu hal yang perlu lebih disyukuri lagi. Jika kita meniatkan belajar hanya sebagai bekal
mencari pekerjaan, kita bisa stress jika harapan tidak sesuai kenyataan. Namun jika meniatkan belajar
sebagai wujud rasa syukur dan proses kehidupan yang indah untuk dijalani, tentu rasa syukur kita besar,
dan bila kita bersyukur atas nikmat Tuhan, maka Tuhan akan menambahkan nikmat yang lebih….amien.

More Related Content

What's hot (18)

Cerpen bahasa indonesia fathul
Cerpen bahasa indonesia fathulCerpen bahasa indonesia fathul
Cerpen bahasa indonesia fathul
 
Makcomlang
MakcomlangMakcomlang
Makcomlang
 
Cerpen 1 pop
Cerpen 1 popCerpen 1 pop
Cerpen 1 pop
 
Cinta jangan baru
Cinta jangan baruCinta jangan baru
Cinta jangan baru
 
My last love
My last love My last love
My last love
 
cerita tentag Eksel. Lay
cerita tentag Eksel. Laycerita tentag Eksel. Lay
cerita tentag Eksel. Lay
 
Inikah ujian cinta
Inikah ujian cintaInikah ujian cinta
Inikah ujian cinta
 
Naskah drama 8 orang
Naskah drama 8 orangNaskah drama 8 orang
Naskah drama 8 orang
 
Anting (ratna indraswari ibrahim )
Anting (ratna indraswari ibrahim )Anting (ratna indraswari ibrahim )
Anting (ratna indraswari ibrahim )
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Pengorbanan orangtua untuk anak
Pengorbanan orangtua untuk anakPengorbanan orangtua untuk anak
Pengorbanan orangtua untuk anak
 
Sepenggal cerita kisah cinta ku
Sepenggal cerita kisah cinta kuSepenggal cerita kisah cinta ku
Sepenggal cerita kisah cinta ku
 
My
MyMy
My
 
Wahyueeeeeeee
WahyueeeeeeeeWahyueeeeeeee
Wahyueeeeeeee
 
Cerita pendek (cerpen)
Cerita pendek (cerpen)Cerita pendek (cerpen)
Cerita pendek (cerpen)
 
Ich liebe dich
Ich liebe dichIch liebe dich
Ich liebe dich
 
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaSASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
 
Gw sayang lo
Gw sayang loGw sayang lo
Gw sayang lo
 

Viewers also liked

Trabajo de campo 2
Trabajo de campo 2Trabajo de campo 2
Trabajo de campo 2Yngrid14
 
Senior Project Work Log 2012
Senior Project Work Log 2012Senior Project Work Log 2012
Senior Project Work Log 2012medley890
 
Veranderende Verdichting (02-07-2010)
Veranderende Verdichting (02-07-2010)Veranderende Verdichting (02-07-2010)
Veranderende Verdichting (02-07-2010)Joeri Nortier
 
Gcc生き様cafe120427スライド
Gcc生き様cafe120427スライドGcc生き様cafe120427スライド
Gcc生き様cafe120427スライドokayamatoshiyasu
 
Contexto Metodológico Medición de Transparencia Empresarial 2016
Contexto Metodológico Medición de Transparencia Empresarial 2016Contexto Metodológico Medición de Transparencia Empresarial 2016
Contexto Metodológico Medición de Transparencia Empresarial 2016TransparenciaporColombia
 
A Call to Action: Improv­ing brain & men­tal health via dig­i­tal plat­forms,...
A Call to Action: Improv­ing brain & men­tal health via dig­i­tal plat­forms,...A Call to Action: Improv­ing brain & men­tal health via dig­i­tal plat­forms,...
A Call to Action: Improv­ing brain & men­tal health via dig­i­tal plat­forms,...SharpBrains
 
El cerebelo
El cerebeloEl cerebelo
El cerebeloYngrid14
 
Tablet Granulation process by Gaurav Kumar Sharma
Tablet Granulation process by Gaurav Kumar SharmaTablet Granulation process by Gaurav Kumar Sharma
Tablet Granulation process by Gaurav Kumar SharmaGaurav kumar sharma
 
بوصلة المتقاعدين
بوصلة المتقاعدين بوصلة المتقاعدين
بوصلة المتقاعدين Mhmd Aljeemaz
 
MANTENIMIENTO DE COMPUTADORAS( HARDWARE Y SOFTWARE).
MANTENIMIENTO DE COMPUTADORAS( HARDWARE Y SOFTWARE).MANTENIMIENTO DE COMPUTADORAS( HARDWARE Y SOFTWARE).
MANTENIMIENTO DE COMPUTADORAS( HARDWARE Y SOFTWARE).Christian Romero
 
دراسة حول واقع الروبوت في الوطن العربي
دراسة حول واقع الروبوت في الوطن العربيدراسة حول واقع الروبوت في الوطن العربي
دراسة حول واقع الروبوت في الوطن العربيIsmail Y. Hasan
 

Viewers also liked (20)

Itil
ItilItil
Itil
 
Trabajo de campo 2
Trabajo de campo 2Trabajo de campo 2
Trabajo de campo 2
 
2da fase grupo amarillo
2da fase grupo amarillo 2da fase grupo amarillo
2da fase grupo amarillo
 
Senior Project Work Log 2012
Senior Project Work Log 2012Senior Project Work Log 2012
Senior Project Work Log 2012
 
Veranderende Verdichting (02-07-2010)
Veranderende Verdichting (02-07-2010)Veranderende Verdichting (02-07-2010)
Veranderende Verdichting (02-07-2010)
 
4358
43584358
4358
 
Representación simbólica de soldadura en los planos (10/16)
Representación simbólica de soldadura en los planos (10/16) Representación simbólica de soldadura en los planos (10/16)
Representación simbólica de soldadura en los planos (10/16)
 
Journalcompneuro
JournalcompneuroJournalcompneuro
Journalcompneuro
 
Gcc生き様cafe120427スライド
Gcc生き様cafe120427スライドGcc生き様cafe120427スライド
Gcc生き様cafe120427スライド
 
Contexto Metodológico Medición de Transparencia Empresarial 2016
Contexto Metodológico Medición de Transparencia Empresarial 2016Contexto Metodológico Medición de Transparencia Empresarial 2016
Contexto Metodológico Medición de Transparencia Empresarial 2016
 
A Call to Action: Improv­ing brain & men­tal health via dig­i­tal plat­forms,...
A Call to Action: Improv­ing brain & men­tal health via dig­i­tal plat­forms,...A Call to Action: Improv­ing brain & men­tal health via dig­i­tal plat­forms,...
A Call to Action: Improv­ing brain & men­tal health via dig­i­tal plat­forms,...
 
Tema 4. Gestión de los recursos
Tema 4. Gestión de los recursosTema 4. Gestión de los recursos
Tema 4. Gestión de los recursos
 
El cerebelo
El cerebeloEl cerebelo
El cerebelo
 
Electrical fundamental course
Electrical fundamental courseElectrical fundamental course
Electrical fundamental course
 
FS Intro to MENA
FS Intro to MENA FS Intro to MENA
FS Intro to MENA
 
ACTIVIDAD DE APRENDIZAJE 3
ACTIVIDAD DE APRENDIZAJE 3ACTIVIDAD DE APRENDIZAJE 3
ACTIVIDAD DE APRENDIZAJE 3
 
Tablet Granulation process by Gaurav Kumar Sharma
Tablet Granulation process by Gaurav Kumar SharmaTablet Granulation process by Gaurav Kumar Sharma
Tablet Granulation process by Gaurav Kumar Sharma
 
بوصلة المتقاعدين
بوصلة المتقاعدين بوصلة المتقاعدين
بوصلة المتقاعدين
 
MANTENIMIENTO DE COMPUTADORAS( HARDWARE Y SOFTWARE).
MANTENIMIENTO DE COMPUTADORAS( HARDWARE Y SOFTWARE).MANTENIMIENTO DE COMPUTADORAS( HARDWARE Y SOFTWARE).
MANTENIMIENTO DE COMPUTADORAS( HARDWARE Y SOFTWARE).
 
دراسة حول واقع الروبوت في الوطن العربي
دراسة حول واقع الروبوت في الوطن العربيدراسة حول واقع الروبوت في الوطن العربي
دراسة حول واقع الروبوت في الوطن العربي
 

Similar to Testimoni

Menebus Dosa Di Jalanku
Menebus Dosa Di JalankuMenebus Dosa Di Jalanku
Menebus Dosa Di JalankuNaashirMubarok
 
Sekelumit kisah di balik program desaku menanti
Sekelumit kisah di balik program desaku menantiSekelumit kisah di balik program desaku menanti
Sekelumit kisah di balik program desaku menantiArif Rohman Pembangun
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 

Similar to Testimoni (20)

Menebus Dosa Di Jalanku
Menebus Dosa Di JalankuMenebus Dosa Di Jalanku
Menebus Dosa Di Jalanku
 
WAKTUITU#1
WAKTUITU#1WAKTUITU#1
WAKTUITU#1
 
Sekelumit kisah di balik program desaku menanti
Sekelumit kisah di balik program desaku menantiSekelumit kisah di balik program desaku menanti
Sekelumit kisah di balik program desaku menanti
 
Biografi alamsyah firdaus
Biografi alamsyah firdausBiografi alamsyah firdaus
Biografi alamsyah firdaus
 
Success story pengalaman menjadi guru berprestasi tingkat nasional
Success story  pengalaman menjadi guru berprestasi tingkat nasionalSuccess story  pengalaman menjadi guru berprestasi tingkat nasional
Success story pengalaman menjadi guru berprestasi tingkat nasional
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 

Testimoni

  • 1. SAYA KERJA DI PASAR KEMBANG LHO…….;-) Pasar Kembang atau orang biasa menyebutSarkem….suatu kawasan di jantung Kota Yogyakarta yang penuh fenomena dan pasti akan mengelitik siapa saja yang mendengar kawasan tersebut. Pasar Kembang, berada di wilayah Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, di pusat perekonomian Kota Yogyakarta. Sejak kecil saya sering melewati kawasan Kecamatan Gedongtengen, terutama Pasar Kembang, karena secara geografis daerah tempattinggal saya dari kecil sampai menyelesaikan status sebagai single women adalah bertetangga dengan Kecamatan Gedongtengen, apalagi hampir setiap hari saya melalui jalan di kawasan Pasar Kembang ini. Banyak rumor dan cerita yang berkembang dan sudah sering saya dengar, sehingga ketika pada akhirnya Kementrian Sosial menawari saya sebagai Pendamping PKH di wilayah ini, saya sedikitgamang. Sampai saya benar – benar harus merasakan tidak bisa mengistirahatkan mata dan pikiran saya di malam hari, ketika pada akhirnya saya benar – benar diberikan mandatsebagai Pendamping PKH di Kecamatan Gedongtengen. Ini realitanya, bahwa saya memang ditugasi dan bekerja di Wilayah Kecamatan Gedongtengen…saya kerja di Sarkem…J Sarkem adalah fenomena unik di antara religiusitas Kota Yogyakarta. Bila kita masuk ke gang – gang sempitkita akan menjumpai di dalamnya ada banyak pemandangan laki – laki kekar bertato duduk di pinggir dengan bertelanjang dada, perempuan – perempuan muda yang membiarkan auratnya dinikmati orang banyak sambil duduk menghisap cerutu. Serta anak – anak kecil yang bermain dan menatap bukan layaknya anak kecil normal pada umumnya. Mendampingi peserta PKH di wilayah Sarkem membawa saya mendapatbanyak sekali pengalaman baru, terutama tentang perjuangan hidup. Hal ini membuatsaya sangat malu karena jarang bersyukur dan masih banyak mengeluh tentang hidup saya, yang ternyata saya sangat beruntung dengan kehidupan yang saya miliki. Belum lagi 1 tahun saya bertugas, banyak hal yang membangun empati saya tentang kehidupan yang keras dan berat yang harus kita jalani dengan ikhlas. Di Wilayah ini saya menemukan seorang wanita yang gigih bekerja untuk ke 6 orang anaknya yang semuanya bersekolah, Ibu Ernawati yang tinggal di sebuah rumah kontrakan di belakang toko – toko mewah di jalan Malioboro, yang menyandang status sebagai istri kedua, entah benar dia dinikahi atau tidak, saya tidak tahu pasti, yang harus bangun jam 3 pagi dan kembali ke rumah jam 10 malam karena bekerja di 3 tempatsekaligus. Dan anehnya, si suami yang nota bene adalah bapak dari anak – anaknya sama sekali tidak pernah memikirkan apakah uang recehan yang dia berikan cukup untuk sekedar membeli beras,apalagi untuk biaya anak – anaknya Sekolah. Seorang wanita yang bahkan tidak pernah
  • 2. bersedih, saya selalu melihatdia tersenyum dan tidak pernah melihatdia mengeluh…seorang wanita hebat…menurut saya yang terhebat yang pernah saya temui. Ibu ini bangun jam 3 pagi untuk bersih – bersih rumah, masak, mencuci dan memasak untuk anak – anaknya, jam 5 pagi dia sudah berangkatke sebuah Toko Roti, berjalan kaki. Jam 10 beliau sudah kembali ke rumah, sebentar mengerjakan meronce bunga untuk kawinan dan melihat kondisi rumah dan anaknya – anaknya yang rata – rata masih kecil, paling besar kelas 2 SMP dan yang terkecil masih balita dan sekolah di TK terdekat. Setiap pagi, karena beliau harus berangkatpagi – pagi, anaknya yang perempuan yang bertugas memandikan dan menyiapkan keperluan adik – adiknya ke sekolah, seorang anak kelas 1 SMP dan seorang anak kelas 3 SD. Kemudian setelah jam 12, beliau berangkatke sebuah perumahan di jalan HOS Cokroaminoto, Kecamatan Tegalrejo. Beliau menjadi pembantu rumah tangga dan bertugas mencuci, menyetrika dan bersih – bersih di 2 rumah di perumahan ini. Dia berangkatdengan jalan kaki dan membawa bekal tas berisi dompet, hp dan air putih dalam kemasan botol mineral dan paying kecil. Setelah tugas – tugasnya selesai, sekitar jam 9 malam beliau sampai rumah. Kemudian beliau melanjutkan meronce sambil mendampingi anak – anaknya membuatPR dan menanyakan kegiatan mereka hari itu. Katanya pada saya, kalau beliau kecapekan, beliau langsung mandi dan tidur….hmmmmm…fenomena bukan….???? Itu beliau lakukan setiap hari, tanpa lelah, tanpa keluhan, hanya ikhlas dan senyuman yang selalu menyertainya…it’s wonderfull. Sebulan yang lalu, tepat seminggu sebelum lebaran, ibu yang hebatini menceritakan pada saya bahwa ada orang baik hati yang ingin membelikan beliau sepeda. ALHAMDULILLAH, Tuhan memang Maha Adil…saya hanya bisa melihat binar – binar di matanya yang penuh semangathidup dan berkata“ Selamat ya bu….” Sungguh, pelajaran yang sangat berharga yang diberikan Tuhan pada saya…dan saya bersyukur saya bisa melihatdan mengalami pengalaman ini bersama ibu hebat ini. Lain lagi yang terjadi di gang kedua wilayah Pasar Kembang, tepatnya di wilayah Sosrowijayan Wetan, ada seorang ibu cantieq yang harus berjuang membesarkan ke 4 anaknya dengan bekerja sebagai resepsionistdi Hotel 1001 Malam. Karena suami adalah seorang pemabuk dan penjudi yang kerjaannya hanya mabuk dan marah apabila yang bersangkutan kalah ketika berlaga. Dan yang jadi korban hantaman kanan kiri adalah sang istri, ibu muda yang cantieq ini, yang sudah mengabdikan hidupnya selama 18 tahun, bekerja mencari nafkah, bekerja dan merawat anak – anaknya di rumah, dan selalu menerima kata – kata dan perbuatan kasar dari suaminya. Kalau saya tanya, beliau hanya menjawab, beliau hidup dan bahagia demi anak – anaknya, bukan yang lain. Subhanallah, tegarnya wanita ini.
  • 3. Ada yang baik, ada juga yang buruk, sangat bertolak belakang dengan perjuangan 2 ibu’ cantieq sebelumnya, ada juga ibu – ibu lain yang dengan egoisnya meninggalkan anak – anak mereka….di wilayah Sarkem, saya juga menemukan sisi lain kehidupan seorang wanita….Seorang Wanita Cantik yang hidup dengan 8 orang anaknya, rumah dan kehidupan boleh sederhana dan minim, tapi penampilan mewah dan berlebihan, Ibu cantieq ini, mempunyai 8 orang anak dengan 4 suami yang berbeda, entah dia jujur atau tidak ketika menjelaskan ke saya bahwa beliau saat ini menikah siri, setelah 4 kali sebelumnya menikah, dengan seorang laki – laki yang nota bene berusia 10 tahun lebih muda dari usianya. Belum lagi beberapa wanita yang pada akhirnya – anaknya yang masih kecil – kecil untuk mengejar laki – laki lain karena tidak puas dengan kehidupan yang sedang dijalaninya….hmmmm…Pasar Kembang…sarkem…fenomenal bukan….????????;-) Apapun yang saya alami, semua yang saya jalani dan apapun kesulitan yang menimpa ketika saya bertugas sebagai Pendamping di Kecamatan Gedongtengen, tidak sebanding dengan pengalaman hidup yang saya dapatkan di sana….belajar tentang hidup….belajar untuk lebih bersyukur…belajar untuk lebih sabar….belajar untuk mendengarkan….belajar untuk memberi…dan yang pasti, saya akan terus BELAJAR….!!!!! SEMANGAAAATTTT….SEMANGAAAAAATTTTT……:-D ( Yogyakarta, 22 September 2012 )
  • 4. Aku ingin menjadi tukang pijat tunanetra Jika anda berkunjung ke daerah Karang asem, dan melewati jalan paliyan giring, maka anda akan menemui plakat PIJAT TUNA NETRA MIYANTO... plakat ini di buat dengan tulisan tangan, warna merah dengan latar putih. Ya Minyato Muyasaroh adalah salah satu anak peserta PKH yang membuatsaya sangat berkesan, tinggal di rumah ukuran 6 x 5 meter dengan dinding gedek ( ayaman bambu) yang di buatkan oleh warga sekitar, tinggal dengan neneknya yang sudah tua.. hal itu semua yang membuatdia masuk dalam kategori peserta program keluarga harapan. Miyanto kecil adalah anak normal sampai pada saat SD kelas 4 penyakitturunan yang di didapatdari ayahnya membuat dia menjadi tidak bisa melihat...diapun harus berhenti dari sekolah dan berteman dengan tongkat jika harus bejalan kemana – mana. Pertama kali aku melihat di data bahwa Minyanto ini adalah penyandang cacattuna netra dan terpikir olehku karena dulu di tempatini jauh dari SLB maka dia tentu tidak sekolah. Aku mendatangi pesertaku ini setelah pertemuan awal karena aku yakin bahwa Miyanto tidak sekolah dan karena neneknya sanggup menandatangain form pada pertemuan awal dan ada kesanggupan dari neneknya akan menyekolahkan Miyanto, juga karena letak SLB jauh maka tentunya Miyanto memerlukan bantuan untuk pergi ke SLB. Sampai dirumah tersebutaku disambutdengan gembira oleh nenek dari Miyanto ini dan juga tentunya oleh Miyanto. Kami mengobrol kesana kemari dan akhirnya aku menayakan apa cita – cita dari Miyanto, “MAU menjadi Tukang pijit Tuna netra jawabnya”... Aku mulai berpikir untuk membantu keluarga ini dalam menyekolahkan Miyanto, yakni dengan membawa Miyanto ke SLB agar di sana nanti Dia mendapatpelajaran tentang ketrampilan walaupun bukan pelajaran memijat... Pada hari lain saya menghubungi SLB di Playen dan mensosialisaikan program PKH di sana, akhirnya SLB ini mau menerima peserta baru dan dengan fasilitas asrama dan fasilitas lainya gratis dengan catatan yang bersangkutan harus dapatmendiri ( dalam artian ketika mandi dan makan bisa melakukanya sendiri) karena keterbatasan personil. Sayapun berdialog dengan keluarga Miyanto, dan akhirnya keluarga Miyanto membolehkan dia untuk disekolahkan di SLB .
  • 5. Pada hari yang ditentukan saya bersama Mbak Mulan pendamping PKH yang satu kecamatan denganku kemudian pergi menjemputMiyanto, Saya memboncengkan Miyanto dan Mbak Mulan membawakan bekal Miyanto. Singkatcerita kami sampai di SLB dan disana Miyanto dipertemukan dengan teman – temanya. Di luar dugaan saya, ternyata Miyanto ini pandai menyanyi campursari dan Miyanto segera berbaur dengan temanya.. Selang beberapa bulan karena Di SLB playen ini dia tidak mendapatkan pelajaran tentang memijat dia pulang bersama mobil pengatar dan tidak mau kembali, dan sayapun mendatangi rumahnya sambil memberikan motivasi bahwa setiap keinginan pasti ada jalan dan karena Miyanto ini adalah orang yang sering sholattahujud sayapun berpesan agar dia selalu menjaga tahajudnya.. Ketika mencari informasi tentang SLB yang ada pelajaran memijatnya, saya terheran karena saya mendengar kabar bahwa Miyanto telah ke SLB di karangmojo, Ngawis berdasarkan informasi dia diantar oleh pak kesra. Singkatcerita sayapun memastikan ke SLB tersebutagar form verifikasi segera dapat dialamatkan ke sana, dan memang betul Miyanto berada di SLb tersebut. Saya sempatbertemu dengan dia dan mengatakan dia kerasan di SLB tersebut.. Selang waktu sekitar sebulan pada waktu pertemuan kelompok,neneknya mengatakan bahwa Miyanto telah berpindah ke SLB di Panggang yang di sana ada pelajaran memijatnya, ..tidak terpikir oleh saya bagaimana seoarang Miyanto dapatpergi ke Pangang sendirian, suatu hari berdasarkan informasi dari neneknya ketika Miyanto pulang saya datang kerumahnya dan menayakan bagimana caranya dia bisa sampai ke Panggang.. Sungguh ALLAH SWT adalah Mahakuasa ternyata dalam perjalanan ke panggang Miyanto selalu di beri kemudahan mulai dari di bonceng orang sampai naik angkottidak bayar.. Singkatcarita akhirnya Miyanto mendapatkan ilmu memijat, saya sempatmenjadi salah satu pasien dari 25 pasien yang didaftar dan akan di setorkan ke SLB tersebutsebagi tanda bahwa pernah ada orang yang mengunakan jasanya... Pada waktu memijat saya, Miyanto menceritakan ilmunya, seolah seorang profesional dia menerangkan kepada saya letak titik – titik saraf, dalam hati saya berkata bahwa memang benar setiap keingingan yang baik pasti ada jalan. Ini bukan cerita berdasarkan rekayasa pikir akan tetapi kenyataan jika ingin pijat silahkan datang ke Karangasem B, Karang asem, Paliyan, Gunungkidul.
  • 6. DALAM BINAR HARAPAN Written by Super User Category: Testimoni Published on 07 November 2012 Hits: 702 Satria Pristiance, dilahirkan pada tanggal 14 Januari 1985 di Bengkulu dari pasangan Bapak Abd. Lazi dan Ibu Hartatina. Ia menempuh pendidikan S1 di Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Bengkulu. Semasa duduk di bangku sekolah, Ance, begitu ia kerap disapa, seringkali memenangkan lomba dalam membaca cerpen dan puisi untuk tingkat SD, SMP dan SMA. Merupakan kebanggaan tersendiri baginya bila dapat mengharumkan nama sekolah dan orang tua. Menjadi pendamping PKH saat ini merupakan pengalaman hidup yang sangat berkesan. Menurutnya, menjadi Pendamping PKH adalah tugas besar yang membutuhkan perjuangan, tekad dan kesungguhan dalam membangun mentalitas bangsa agar lebih maju ke depannya. Namaku Satria. Aku satu-satunya pendamping PKH di kecamatan Putri hijau yang lokasinya paling ujung di Kabupaten Bengkulu Utara. Banyak kisah yang kualami selama hampir 3 tahun aku bekerja sebagai pendamping di sini. Terkadang senang, terlebih saatmenemani para RTSM ku mengambil uang bantuan PKH. Hemm.. meskipun tak seberapa jumlahnya, ada binar bahagia di mata mereka yang menggambarkan rasa syukur dan terima kasih atas perhatian pemerintah terhadap mereka yang berada nun jauh di sini. Kondisi lokasi begitu sulitdijangkau. Untuk menuju ke kantor POS terdekatpun mereka harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Kalau sedang mujur, mereka bisa menumpang kendaraan yang kebetulan masuk ke desa mereka. Kondisi jalan yang rusak parah tak jarang pula ada RTSM ku yang terjatuh dari motor. Itu pula yang terkadang membuataku harus memaksa airmataku untuk tidak jatuh saat melihat mereka mengantri mengambil bantuan. Dari sekian banyak pengalaman selama aku bekerja sebagai pendamping PKH di sini, yang menarik adalah satu insiden pada waktu proses pencairan dana PKH berlangsung. Saat itu, seperti biasa, aku ikut menemani RTSM mengambil uang bantuan dan mengecek kartu serta tanda pengenal mereka agar tidak terjadi kesalahan nama ibu penerima. Satu persatu mereka mengantri, sambil diselingi senda gurau kami yang membuatsuasana riuh dengan rasa bahagia. Jam sudah menunjukkan pukul 11.30 siang saat
  • 7. insiden itu terjadi. Salah seorang RTSM yang baru saja pulang dari POS dikabarkan mengalami kecelakaan saat pulang ke rumah. Beberapa warga yang kebetulan ke kantor POS mengatakan bahwa kondisinya sangatparah. Benar-benar dilema. Ingin rasanya aku menuju Puskesmas tempatRTSM itu dirawat. Tapi, di sisi lain aku harus menyelesaikan tugasku karena masih ada RTSM yang mengantri untuk mengambil bantuan. Pukul 13.00 proses pencairan dana PKH selesai sudah. Bergegas aku menuju puskesmas tempatRTSM itu dirawat. Kondisi ibu itu benar-benar mengkhawatirkan. Lebam di bagian mata dan luka di sekujur tubuhnya membuatsang ibu tak sadarkan diri. Aku mencari keluarganya dan menanyakan kartu PKH dan tanda pengenal untuk mengurus ke bagian administrasi. Sangat mengecewakan. Pihak Puskesmas menolak untuk menggunakan kartu itu untuk pengobatan. Aku segera menemui kepala Puskesmas dan menjelaskan mengenai penggunaan kartu PKH yang sama halnya dengan kartu Jamkesmas. Alhamdulillah, akhirnya mereka mengerti dan biaya pengobatan selama di sana bisa gratis. Setelah semuanya ku anggap selesai, aku pun pulang tanpa lupa memberikan nomor handphone-ku kepada pak dokter untuk jaga-jaga kalau kondisi pasien semakin parah. Tak lama setiba aku di rumah, aku dihubungi pihak Puskesmas dan aku diminta datang segera ke Puskesmas karena si ibu muntah darah dan harus segera dirujuk ke RS. Sementara pihak Puskesmas membuatsurat rujukan, aku memberitahu pada pihak keluarga untuk bersiap-siap. Namun, sungguh miris, sang anak RTSM ini memohon kepadaku agar ibunya tidak dibawa ke RS, dengan alasan sama sekali tidak punya uang untuk transport. Uang PKH yang baru saja diterima sebesar 250.000 rupiah telah hilang saat insiden kecelakaan tadi. Mungkin terjatuh, katanya. Untungnya, setelah bernegosiasi dengan dokter, dia mau menanggung seluruh biaya transport pasien ke RS. Keesokan harinya, aku menghubungi pihak keluarga untuk menanyakan kodisi sang ibu sekaligus menanyakan apakah ada kendala di bagian administrasinya. Hal serupa terjadi kembali. Pihak Rumah Sakit sama sekali tidak mengerti akan program PKH. Sangat kecewa aku waktu itu. Segera aku berkoordinasi dengan pihak Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan untuk segera membantu proses administrasi. Setelah melalui beberapa tahap yang sedikitmenguras emosi, akhirnya pihak RS pun menerima rujukan itu. Si ibu pun bisa ditangani dengan baik dan tanpa biaya pengobatan sepeser pun. Alhamdulillah, sungguh di balik kesulitan selalu ada kemudahan.. Beberapa hari kemudian, anak ibu RTSM itu menemuiku, mengucapkan terima kasih atas bantuan dalam meringankan beban biaya pengobatan sang ibu. Aku terharu. Andai saja semua Rakyat Indonesia bisa mendapatkan pengobatan gratis tanpa harus melalui proses yang rumit, alangkah bahagianya mereka
  • 8. yang notabene kurang mampu itu. Andai saja seluruh Rakyat Indonesia bisa mendapatkan penghidupan yang layak dan merata..! Rakyat berharap bahwa kemerdekaan itu benar-benar adalah hak segala bangsa, merdeka dengan keadilan tanpa harus memandang sebelah mata untuk yang tidak mampu dan dianggap rendah. Semoga dan semoga saja itu semua bisa terwujud dengan berjalannya waktu. Untukmu sahabat-sahabat pendamping PKH dimana pun kalian berada, teruslah berjuang, mengemban amanah bangsa untuk meraih kehidupan yang sejahtera, membangun impian kita bersama. PKH mewujudkan harapan bahwa Indonesia adalah Negara yang memiliki rakyatyang berpendidikan yang sehat jasmani dan rohaninya. Salam PKH.
  • 9. NGGAH-NGGIH MBOTEN KEPANGGIH Written by Super User Category: Testimoni Published on 07 November 2012 Hits: 687 Oleh: Theresia Ratnawati Pendamping PKH Kecamantan Semanu, Gunung Kidul, DI Yogyakarta Pengalaman ini saya dapati ketika menginjak tahun ketiga menjadi pendamping PKH di Kecamatan Semanu tercinta, tepatnya di Wedi Wutah, sebuah kampung yang sudah agak "mengkota", tempat kelahiran saya. Wedi Wutah, sebuah kampung nan indah dengan pemandangan ladang dan beberapa bukitkapur di wilayah selatan Desa Ngeposari. Dengan jumlah penduduk paling banyak di wilayah Desa Ngeposari, yakni 200 KK lebih untuk satu wilayah padukuhan. Santun dan Arif, itu kata pertama yang saya bisa utarakan untuk menggambarkan karakter penduduk padukuhan ini. Tiap kali ada pertemuan rutin atau pertemuan dadakan, semua elemen masyarakatdi wilayah ini pasti ikut berkumpul, mulai dari pak dukuh, dan kader yang ada. Sungguh sebuah kebanggaan tersendiri ketika kita di hargai oleh mereka, minimal kita di sapa dan diterima dengan baik di wilayah ini. Dengan jumlah anggota dalam pertemuan kelompok yang relatifbanyak yakni 35 KK, maka setiap kali pertemuan rutin wilayah ini pasti akan ramai dan seru. Hampir tak pernah ada yang absen untuk pertemuan kelompok PKH. Pokoknya, partisipasi untuk wilayah ini saya beri nilai 99. Tetapi, pada suatu pagi sekitar jam enaman, saya tengah bersiap-siap untuk berangkatke kantor pos untuk melaksanakan pencairan bantuan PKH. Seorang janda setengah tua yang sedang sakitbatuk bertandang ke rumah dengan wajah yang agak aneh. Dengan tenang saya ajak masuk. Saya tanya maksud kedatanggannya, ada apa kok tumben pagi-pagi sudah bertamu. Ibu itu lalu menangis dan berkali kali meminta maaf. “Nyuwun ngapunten mbak, kulo ampun didukani!”[1]. Lah, saya kaget. “kenapa memangnya, bu?, saya tidak akan marah kok, ibu cerita saja.” Dengan sesekali meneteskan air mata, si ibu mengatakan bahwa dia tidak sanggup untuk memelihara kambing (jadi ibu ini peserta KUBE[2]) karena memang ia sedang repotbekerja di luar kota dan tidak bisa mengurus kambing. Anaknya yang masih duduk di kelas 6 juga tengah belajar mempersiapkan ujian. Lalu dalam hati saya tertawa dan mengatakan kepada si ibu:
  • 10. “walah, bu, kok cuma tidak sanggub jadi peserta KUBE aja kok nangis toh. Tidak apa-apa bu, saya kemarin datang mengecek lokasi ke rumah ibu itu fungsinya untuk memastikan kesiapan calon peserta. Bukan untuk memaksakan jadi peserta KUBE. Sampeyan ampun salah paham (Ibu jangan salah faham, ed). Jadi, jangan sampai nanti para peserta KUBE itu terpaksa menjadi anggota, kami benar-benar akan menyaring dan menyeleksi siapa saja peserta yang benar-benar layak dan mampu untuk menjadi peserta KUBE”. Namun belum selesai sampai di situ, si ibu kembali meminta maafberkali kali sambil bilang: “Saya jangan dimarahi ya, mbak, saya mau bilang....” Saya semakin penasaran, apa lagi ini ibu, kok sepertinya ketakutan. Lalu si ibu menceritakan bahwa selama 3 tahun ini dia dan teman-teman dikoordinir oleh ibu ketua kelompok PKH untuk menyisihkan uang 10-15 ribu per orang setiap kali pencairan untuk diberikan kepada kader dan pak dukuh. Ups…. Hati saya langsung linglung dan sedikittidak percaya sekaligus kecewa. Mengapa wilayah yang selama ini kooperatifdan sangat baik mentaati peraturan di mata saya, kok di belakang seperti ini. Lalu si ibu kembali menyadarkan saya dengan permintaan maafnya yang berkali kali… saya akhirnya mengatakan kepada si ibu bahwa saya mengucapkan terimakasih atas keberanian si ibu telah melaporkan ke pendamping tetang pemotongan yang sudah lama dilakukan. Si ibu mengatakan: “Saya bukannya tidak mau memberi uang ke pak dukuh dan kader, mbak. Tapi saya ingat kata-kata mbak Ratna tiap kali pertemuan rutin. kan mbak Ratna bilang, sepeser pun kita tidak boleh memberikan uang PKH kepada siapapun dalam bentuk apapun. Tapi selama ini saya takut kepada teman – teman dan pak dukuh, mbak. Saya minta maaf. Saya melakukan ini karena saya sudah dimarahi oleh teman-teman karena tidak mau memelihara kambing KUBE. Saya bukannya tak mau memelihara, mbak. Tapi, saya benar- benar repotdan tak sanggub pelihara.” “Ya sudah, ibu tenang dulu… “ Lalu saya ambilkan air putih ke belakang supaya si ibu tenang. Setelah situasi ibu janda itu tenang, saya kembali menanyai. “lha, kenapa ibu, kok selama ini njenengan dan teman-teman mau memberikan uang potongan itu, bukannya kita sudah janji tiap kali di pertemuan untuk tidak melanggar aturan?.” Si ibu hanya menjawab: “Saya tidak tahu, mbak. Itu inisiatif teman-teman. Saya hanya ikut-ikutan saja. Mbak jangan bilang jika saya yang melapor ya mbak..”
  • 11. Setelah si ibu mengutarakan semua informasi. Akhirnya si ibu saya suruh pulang karena saya akan segera pergi untuk melakukan pencairan ke kantor pos. Saya sungguh masih diliputi perasaan kecewa sekaligus tak percaya. Kenapa wilayah yang selama ini baik di mata saya ternyata di belakanya seperti ini. Saya berusaha menenangkan emosi demi untuk kelancaran pembayaran. Pencairan kali ini agak tegang karena saya tidak bisa menyembunyikan wajah kecewa di depan peserta PKH. Di awal acara pecairan, saya dengan wajah serius kembali mengingatkan dan memberikan gambaran tentang konsekuensi tercabutdari kepesertaan PKH jika RTSM masih nekat melakukan pemotongan. Dengan sedikitberimprovisasi, saya berpura-pura sudah mengetahui semua kasus pemotongan di Ngeporasi dan sudah mengantongi nama-nama inisiatornya. Saya sengaja berbohong di depan mereka. Seolah-olah saya sudah mengetahui wilayah mana saja yang melakukan pemotongan, padahal saya belum tahu. Saya yakin, mereka akan takut dan akan segera mendatangi saya setelah saya beri gambaran dampak hukum dari kasus pemotongan. Saya hanya menghendaki kejujuran mereka dan berani mengakui perbuatannya dan mendatangi saya untuk menjelaskan permasalahan yang ada. Dan, tepat sekali. Sebelum pencairan beberapa ketua PKH yang saya tunggu akhirnya mendatangi saya dan mengakui dengan jujur bahwa mereka melakukan perbuatan itu. Tidak semua wilayah memang melakukan pemotongan, namun hampir separuh dari mereka. Alasan mereka melakukan adalah mereka merasa tidak enak dan ingin mengucapkan terima kasih untuk pak dukuh dan para kader yang telah membantu mereka. RTSM juga sering mendapatsindiran dari mereka di masyarakat. Melihat situasi semacam ini, saya mendiskusikan dengan teman pendamping satu tim untuk tindak lanjut terhadap mereka yang melakukan pemotongan. Akhirnya, untuk tindakan pertama saya meminta mereka menandatangani sebuah surat pernyataan yang berbunyi bahwa mereka bersedia untuk tidak melakukan pemotongan PKH yang diberikan kepada siapapun dalam bentuk apapun kecuali uang kas kecil yang jumlahnya 1 ribu tiap bulan untuk kas kelompok.Jika ternyata mereka ketahuan mengulangi tindakan pemotongan lagi, maka mereka harus bersedia dikeluarkan dari kepesertaan PKH dan tindakah hukum akan dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Surat tersebutditandatangani di atas materai dengan harapan ini akan membuatefek jera kepada mereka. Dari pengalaman tersebut, saya akhirnya sedikitbelajar, bahwa ternyata baik di muka itu belum tentu jaminan bahwa sebuah program berjalan sesuai rencana. Perlu kontrol dan manajemen konflik tertentu untuk mengetahui sistem secara utuh agar program terlaksana dengan baik. Mengenai budaya pemberian ucapan terimakasih yang saat ini mengarah ke kolusi dan korupsi mini, saya berharap sebagai orang Jawa
  • 12. bisa menempatkan di mana dan kapan selayaknya saya harus mengucapkan terimakasih kepada seseorang atau sebuah instansi. [1] “Maaf, sekali lagi maaf mbak, saya jangan dimarahi!” [2] Singkatan dari Kelompok Usaha Bersama. Ini merupakan program pemberdayaan masyarakan yang juga dikelola oleh Kementerian Sosial.
  • 13. Kugadaikan BPKB motorku,.... untuk menolong nyawa anak RTSMku..... Written by Super User Category: Testimoni Published on 06 November 2012 Hits: 813 (#....sebuah pengalaman empirik dari sosok Pendamping untuk memperjuangkan hak RTSM peserta PKH....#) Oleh: Sri Estiningsih, S.IP, Pendamping PKH Kec Berbah dan Depok, Sleman RTSM peserta PKH memang sosok yang perlu dilindungi. Mereka serba minimalis, dipandang dari segi ekonomi, pendidikan maupun sosial. Berikutadalah kisah nyata Pendamping di tahun pertama mendampingi peserta PKH, sekitar bulan Oktober 2009. Sebutsaja namanya Puji Lestari, peserta PKH dari dusun Jomblang Tegaltirto Berbah Sleman Yogyakarta. Puji Lestari seorang ibu rumah tangga, dengan 2 orang anak, yakni Riyanto kelas 6 SD dan Dinda Tri Lestari berusia 4 tahun. Suaminya bekerja sebagai kenek truk, dengan penghasilan sekitar Rp.300.000, per bulan. Sekitar Bulan Oktober 2009 ada wabah Demam Berdarah, dan terutama menyerang anak-anak. Tidak peduli kaya atau miskin, banyak anak yang berjatuhan masuk rumah sakitdengan gejala Demam Berdarah. Dinda salah satu anak yang menderita gejala Demam Berdarah. Pada saat kejadian, suami peserta PKH sedang ikuttruk mengantar barang ke luar kota. Suhu badan Dinda tinggi sampai tiga hari tidak turun, lalu dibawa ke Puskesmas. Oleh Puskesmas,diberi rujukan ke RS A (bukan anama sebenarnya). Di RS tersebut, kartu PKH tidak bisa digunakan. Puji Lestari menelepon Pendamping dengan menggunakan Ponsel bututpinjaman tetangga, pada saat itu Pendamping sedang ada RapatKoordinasi dengan Instansi-instansi terkait tingkat Kabupaten. Pendamping menyuruh RTSM tersebutpindah ke RSI B, karena kurang lebih sebulan yang lalu, Pendamping pernah menguruskan salah seorang peserta PKH berobatmenggunakan kartu PKH. Ternyata pihak RS tidak mau menerima kartu PKH, sebagai pengganti Kartu Jamkesmas. Setelah selesai Rakor di Kabupaten, Pendamping langsung meluncur ke RS B, di daerah Umbulharjo, Kodya Yogyakarta. Pendamping bernegosiasi dengan bagian Pendaftaran, mereka tetap tidak mau menerima Kartu PKH. Yang mereka akui sebagai jaminan kesehatan adalah kartu Jamkesmas. Pendamping sudah berkali-kali menjelaskan bahwa Kartu PKH bisa sebagai Pengganti Kartu Jamkesmas, dan kurang lebih satu bulan yang lalu, RSI Hidayatullah melayani juga peserta PKH. Namun mereka tetap
  • 14. tidak mau menerima. Pihak Rumah Sakit mau menerima dan merawat pasien seperti pasien biasa, harus bayar penuh biaya pengobatan. Sayangnya pada saat itu, Pendamping tidak membawa foto copian Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas, di mana dalam Manlak tersebut, dengan jelas disebutkan bahwa Kartu Peserta PKH bisa digunakan sama seperti Kartu Jamkesmas. Kondisi Dinda semakin lemas, Pendamping langsung membawa Dinda ke RS C, sebelumnya sudah berkoordinasi dengan Pendamping Prambanan bahwa di RS tersebutkartu PKH bisa digunakan. Sesampainya di RS C, Dinda langsung ditangani di UGD, Pendamping mengurus administrasi di bagian Pendaftaran, dengan jaminan Kartu PKH tersebut. Namun kondisi Dinda sudah sangat parah, harus ditanganni secara khusus oleh dokter spesialis anak, sementara di RS C, pada waktu itu, belum ada Dokter Spesialis Anak. Dinda harus dirujuk di Rumah Sakit yang lebih besar. Oleh RS C, dirujuk ke RS D, dengan diantar Ambulan. Biaya perawatan di RS C, Pendamping minta agar bisa dibereskan hari berikutnya. Di RS D, kembali kartu PKH ditolak, untuk penjaminan kesehatan, pihak RS hanya menerima Jamkesmas atau Jamkesda. Untungnya, peserta PKH tersebutmemiliki juga Jamkesda (Kartu Keluarga Miskin). Jadi yang dipakai penjaminan adalah KKM bukan KARTU PKH. Dinda langsung ditangani di UGD, Pendamping menunggui, sambil memastikan bahwa anak tersebut, bisa mendapatkan kamar perawatan. Setelah mendapatkan kamar rawat inap di kelas III, Pendamping baru pulang ke rumah, namun dengan penuh rasa khawatir, karena kondisi Dinda sudah sangat lemas. Sepanjang malam, Pendamping masih kepikiran terus, khawatir terjadi apa-apa dengan Dinda, Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Pendamping sudah sampai lagi di RS D. Sesampainya di sana langsung melihat kondisi Dinda, dan konsultasi dengan perawatjaga. Diberitahu, bahwa Dinda baru saja melewati masa kritisnya. Ternyata semalam Dinda sudah mengalami shock, perutnya buncit, makanan minuman sudah tidak bisa masuk, akhirnya disonde. Pendamping merasa sangatbersyukur, Dinda terlepas dari malaikat maut, namun ada juga rasa penyesalan, kenapa Rumah Sakit, masih menolak peserta PKH yang tidak mempunyai kartu Jamkesmas. Pendamping menguruskan penjaminan kesehatan dengan KKM di kantor JPKM Sleman, Setelah dua hari di rawat di RS, kondisi Dinda berangsur membaik, di hari ketiga, kakak Dinda, Riyanto, juga mengalami gejala yang sama dengan Dinda, akhirnya di rawat di RS D di ruang yang sama juga. Pada waktu itu, suami Puji Lestari sudah ada di rumah, dia yang saya suruh menguruskan surat penjaminan kesehatan untuk Riyanto. Akhir cerita, kakak beradik anak peserta PKH bisa dirawat di RS dengan menggunakan penjaminan kesehatan dari KKM bukan Kartu PKH.
  • 15. Setelah dirawat selama lima hari, Dinda diperbolehkan pulang, namun Riyanto masih nunggu satu hari lagi. Pendamping kembali menguruskan surat penjaminan kesehatan tersebutdi Kantor JPKM Sleman. Keesokan harinya, Riyanto juga diperbolehkan pulang, dengan syaratkalau sudah lunas membayar kekurangan biaya RS yang tidak dijamin oleh Jamkesda. Pada waktu itu, peserta PKH belum membawa uang sepeserpun. Oleh pihak RS, Riyanto boleh dibawa pulang, kalau menjaminkan KTP dan BPKB motor. Pendamping bernegosiasi dengan Petugas RS dan minta pengertian bahwa mereka ini betul- betul rumah tangga sangat miskin, yang mereka miliki hanya sepeda butut, dari mana mereka bisa menjaminkan BPKB? Pihak RS tetap tidak mau melepaskan pasien kalau tidak ada jaminan. Akhirnya Pendamping berinisiatifpulang mengambil BPKB motor untuk ” digadaikan” di RS sebagai jaminan anak peserta PKH karena belum bisa melunasi kekurangan biaya rumah sakit. Pada waktu itu, Dinda menghabiskan dana kurang lebih Rp.1.000.000,- dan mendapatkan keringanan biaya Rp.600.000,- , sementara Riyanto menghabiskan dana Rp. 800.000,- mendapatkeringanan Rp. 400.000,. Jadi kekurangan biaya dua anak tersebutadalah Rp. 800.000,-. Bagi sebagian orang, uang delapan ratus ribu rupiah mungkin tidak terlalu banyak, tetapi bagi RTSM peserta PKH, uang tersebut menjadi sangat berharga, apalagi penghasilannya sebulan tidak mencapai angka itu. Apakah itu artinya mitos bahwa ” orang miskin dilarang sakit” benar-benar menjadi kenyataan? Alhamdulillah sekarang rumah sakit tersebutdi atas sudah melayani peserta PKH dengan kartu PKH.
  • 16. “Anak sekecil itu,….” Written by Super User Category: Testimoni Published on 06 November 2012 Hits: 640 Ditulis oleh Damar Asih Kuntari, Pendamping PKH Kecamatan Pandak, Kab. Bantul Provinsi Yogyakarta. Belum terlalu lama aku bergabung dengan keluarga PKH, ketika aku menemukannya lalu sempatmasuk dalam sepenggal cerita yang ditulisnya. Waktu itu, belum terlalu siang ketika aku sampai di rumah almh ibu Jimah (beliau meninggal belum lama ini). Di rumah rekonstruksi itu aku disambutdengan begitu ramah oleh bapak Jimin dan ibu Jimah “Nggih matur bapak ibu, sowan kulo mriki sepindah silaturahmi” kubuka percakapan sebelum mengutarakan niat kedatanganku. Lalu aku sebentar berbasa basi, menanyakan kesibukan dua orang tua ini sehari-hari, menanyakan beberapa foto yang tergantung di dinding rumah mereka. Yach bahasa kerennya, mencoba membangun “chemistry dengan calon pasien”. Dan sukses!Tak butuh waktu lama untuk mencairkan suasana, bahkan segelas teh hangatserta lempeng beras dalam toples bekas agar-agar segera tersaji di depanku. Setelah kurasa suasananya tepat baru kejalankan misi utamaku. “Kiki, sini sebentar mbak Damar pengen ketemu” panggil bu Jimah. Tidak lama kemudian, seorang gadis berusia belasan muncul di depanku. Penampilannya sungguh jauh dari potretkeluarga sangat sederhana yang ditampilkan 2 orangtua tadi. Kaos dan celana pendek yang sungguh pendek melekatdi tubuhnya yang termasuk kecil untuk anak-anak seusianya, rambutnya dicat merah, dan telinganya ditindik 3 sekaligus. Ia tersenyum padaku dan kusambutdengan uluran tangan. “Mbak Damar” aku memperkenalkan diriku. Aku berpura pura melihat jam di HPku. “Masih waktunya sekolah, kok kamu di rumah Ki?” aku mengawali. Ia hanya menunduk, tak menjawab apa apa. Bu Jimah mulai marah dengan sikap cucunya. Ia menceritakan kelakuan cucunya yang tidak mau sekolah beberapa hari terakhir sambil sesekali mengelus dada. Tampaknya beban beratmenghimpitnya. Aku meraih tangan ibu tua itu, “Sabar bu, mulai besok Kiki akan sekolah lagi. Biar saya yang mengurus ke sekolahnya. Ya kan Ki? Besok mbak antar, mbak jemput juga”aku menenangkannya. Kiki lalu membuka mulutnya dan mengatakan saya mau sekolah lagi asal pindah dari sekolahnya saat ini. Alasannya satu, dimusuhi teman-teman. Aku lalu berusaha menyelami masalahnya lebih jauh. Berulang meyakinkannya bahwa semua akan berjalan baik-baik saja di sekolahnya saatini. Tapi, keputusan anak ini
  • 17. sepertinya sudah tak bisa ditawar lagi. “Pindah atau berhenti sekolah?” Dan aku menyerah. Keesokan paginya, dengan “kuasa” penuh dari bapak Jimin dan ibu Jimah aku ke sekolah Kiki. Berdiskusi dengan guru BKnya dan mengurus segala administrasi kepindahan Kiki ke SMP YP Bantul yang juga telah kuhubungi dan menyatakan bersedia menerima Kiki sebagai siswanya. Hari pertama sekolah setelah aksi mogoknya.. Seperti janjiku, aku mengantar dan menjemputnya. Jam setengah tujuh aku telah siap di halaman rumahnya. Lalu memboncengkannya sampai sekolah dan menyerahkannya pada kepala sekolah. Begitu juga sewaktu jam pulang sekolah aku telah menunggunya di depan gerbang lalu menyambutnya dengan pertanyaan “Bagaimana hari pertamamu Ki, menyenangkan bukan?”. Pokoknya persis dengan perlakuan kepada anak TK agar rajin berangkatsekolah. Begitulah kegiatanku selama beberapa hari, sebelum akhirnya Kiki mengatakan akan berangkatsendiri. Lega!!!!!!!! Tapi ternyata tak lama, belum genap 2 minggu, pihak sekolah menghubungiku dan mengatakan Kiki tidak masuk sekolah. Segera aku datang lagi ke rumahnya. Kali ini benar-benar seru. Aku menyebuthari itu sebagai episode “mengenang masa lalu”. Kiki tidak muncul ketika berulang ibu Jimah memanggilnya. Kata ibu ini Kiki ada di kamarnya sebelum aku datang. Tapi sekarang entah kemana. “Mengajak petak umpetini anak”, begitu pikirku. Dan benar saja ketika aku melongok ke kolong tempattidurnya, kutemukan Kiki berusaha bertahan di tempat persembunyiannya. Aku membujuknya keluar (aku ikut masuk juga ke kolong) lalu kami kembali terlibat dalam obrolan yang panjang. Lagi lagi usahaku tak sia-sia. Kiki kembali masuk sekolah. “Alhamdulillah..” Entah berapa lama berselang setelah kejadian itu, pihak sekolah kembali menghubungi dan memintaku datang. Di sana aku bertemu dengan kepala sekolah dan beliau mengatakan Kiki benar-benar agak “istimewa”. Menurut pengamatan pihak sekolah, kelakuan Kiki terhadap lawan jenis jauh melampaui anak- anak seusianya, dia bahkan lebih nyaman bergaul dengan teman laki-lakinya serta parahnya dia kembali tak muncul di sekolah beberapa hari ini. Aku bergerak lagi. Saataku datang ibu Jimah tampak sangat terpukul. Beliau lalu bercerita sudah beberapa hari Kiki tidak pulang setelah diajak pergi oleh salah satu teman dekatnya selama ini. “Laki-laki atau perempuan bu? Teman sekolahnya?”aku memberondong si ibu. “Perempuan mbak, bukan teman sekolahnya hanya teman mainnya, tidak tahu dulu ketemu anak itu dimana. Kulo dari dulu mboten seneng nek amor bocah niku. Perasaannya saya ternyata benar mbak”. Ibu itu menangis. Kasus “hilangnya” Kiki sepenuhnya diurus keluarga. Beberapa hari tak kudengar kabarnya, sebelum siang itu aku berpapasan dengan Kiki serta ibunya di jalan. Aku menawarkan diri mengantar mereka pulang dan
  • 18. mereka mengiyakan. “Saya baru saja jemputKiki di kantor polisi mbak. Dia hampir saja jadi korban penjualan ABG”si ibu memulai ceritanya. Dan Kiki melanjutkan, “Awalnya saya disekap mbak, terus katanya ada orang mau booking saya dengan harga tinggi, diantarlah saya ke hotel. Tapi ternyata itu hanya jebakan dari polisi”. Mendengar ceritanya aku tercengang, “booking”, istilah yang bahkan aku tidak tahu cara penulisannya ini meluncur dengan sangat ringan dari mulut ANAK SEKECIL INI? Sudahkah jaman segila ini? Siapa yang salah? Kiki? Bu Jimah? Ibu kandungnya yang telah melahirkannya tanpa seorangpun bersedia mengakuinya sebagai ayah kandung anak ini? Atau lingkungan termasuk aku yang tak peka terhadap kasus semacam ini? Siapa yang gagal memainkan perannya? Keluarga sebagai agen sosialisasi pertamanya? Atau lembaga sekolah dengan fungsi latennya memanusiakan manusia? Ataukah tokoh agama dan masyarakat sebagai agen sosialisasi sekunder dan pemegang control sosial? Atau salahkan saja teknologi yang dianggap terlalu cepat berlari tak mengimbangi kekuatan mental penggunanya termasuk Kiki. Rasanya tak perlu dulu menganalisa siapa yang salah, siapa korban. Lakukan saja dulu tindakan penyelamatan. Aku berusaha lebih mendekatkan diri pada keluarga ini, terutama pada Kiki dan Bu Jimah yang tampak menjadi pihak paling “sakit” dalam masalah ini. Aku berusaha membesarkan hatinya, aku ingat ada yang pernah memberitahuku bahwa salah satu cara paling ampuh adalah menyentuhnya lewat agama. Dan pada bu Jimah aku melakukannya. Untuk Kiki aku berulang mengatakan bahwa “Tuhan telah menyelamatkanmu dan memberimu kesempatan kedua untuk memperbaiki dan tidak mengulangi semuanya”. Akhirnya aku benar-benar bisa bernapas lega saatKiki setelah petualangannya yang panjang bersamaku berhasil memperoleh Ijazah SMPnya. Aku sempatbeberapa kali bahkan melihatnya memakai seragam SMA. Sudah “sembuhkah” dia?Semoga... Kiki, anak sekecil itu,……….Hidup mungkin telah memberinya berbagai warna, seperti halnya PKH telah “menyuguhiku” berbagai rasa, Manis, Asin, Asam, Pedas,namun semua terasa begitu ISTIMEWA………………………………………………………….......
  • 19. Damar (kiri) dengan Bu Rahayu (dinsos Kab Bantul) dan temennya Bu, saya senang tapi juga sedih… Written by Super User Category: Testimoni Published on 06 November 2012 Hits: 679 Testimoni ini ditulis oleh Atun Martuti, pendamping PKH Kecamatan Kokap Kulon Progo Hargomulyo, 28 Agustus 2012. Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur lebaran. Kuniatkan untuk mengunjungi SD Muh Tlogolelo untuk mendapatkepastian status 2 (dua) siswa kakak beradik yang kabarnya DO karena selain ABK juga kerap sekali bolos sekolah. Sebelum ke sekolah kusempatkan mampir ke rumah dua siswa kakak beradik yang kebetulan rumahnya hanya beberapa meter dari sekolah, tapi ternyata kosong, pintu rapat tergembok.Perjalanan kulanjutkan ke sekolah. Singkatcerita, sepulang dari sekolah kusempatkan mampir ke rumah bu Je, ketua kelompok yang kerap berkomunikasi denganku perihal kedua anak DO tadi lantaran kedua orang tuanya sulit diajak berkomunikasi. Sampai rumah bu Je belum pulang, baru menjemputanak bungsunya di Taman Kanak-Kanak. Kebetulan yang ada di rumah adalah dik Fajar Uswatun Khasanah, dik Ana begitu aku biasa memanggilnya, anak sulung Bu Je. Kebetulan sekali, mungkin ini kali pertama aku bertemu dengannya semenjak dik Ana kuliah, padahal sekarang sudah masuk semester 5, berarti sekitar 2 tahun. Pertemuan dengan dik Ana mengingatkanku pada saat awal masa program PKH berjalan. Sebagai ketua kelompok tentu komunikasiku dengan bu Je, orang tua dik Ana lebih intensif ketimbang peserta PKH yang lain. Suatu ketika aku datang ke rumah, bu Je bercerita tentang anak-anaknya. ‘’Bu, kata orang-orang anak-anak saya pintar-pintar. Saya tentu saja senang dan bangga, tapi saya juga sekaligus sedih.”
  • 20. “Lho sedihnya kenapa? ” tanyaku. ”Iya, justru karena prestasinya di sekolah bagus, anak saya banyak dikenal oleh guru-gurunya. Pergaulan dengan teman-teman yang prestasi membuatnya terdorong untuk ingin selalu belajar. Itu bagus menurut saya, tetapi ya kalau dia kemudian ingin sekali kuliah saya yang repotbu, bagaimana biayanya? Untuk makan sehari-hari dan sekolah selama ini saja sudah kerepotan kok mau kuliah.’ Ups, betul juga ya…..Wah, ini perlu penyikapan yang bijak dan butuh lompatan tindakan untuk menghadapi kasus ini. ‘Ah, jalani saja dulu, yang penting prestasinya tetap bagus. Kalau niat baik, Tuhan pasti memberi jalan. Nanti saya bantu cari informasi Bu, jawabku masih setengah hati karena sama sekali tak punya gambaran harus bagaimana. Itulah sekelumitdialogku dengan Bu Je beberapa tahun silam. Selain berusaha mencari informasi aku juga menyarankan pada bu Je agar anak sulungnya yang waktu itu kelas XI SMA agar rajin mencari informasi baik lewat internet, teman ataupun gurunya. Seiring berjalannya waktu tak terasa tibalah di pertengahan tahun 2010 saat anak Bu Je lulus SMA. Bu Je bercerita bahwa anaknya diusulkan penelusuran bibitunggul perguruan tinggi negeri oleh sekolahnya, ambil pilihan pertama, kedokteran umum. Weits, kaget…kedokteran umum? Ya mungkin kalau beasiswa pendidikan dapat, lha biaya hidup (karena mau tak mau harus indekos, mengingatdomisili jauh dari kampus), juga biaya buku dll, di kedokteran kan muahal…..Waktu masih bekerja di penerbitdan distributor buku aku sering melihat buku-buku kedokteran yang harganya selangit, ada yang mencapai jutaan? Waduh, harapan tentu saja ingin diterima, tapi kalau kedokteran perlu langkah ni untuk menyambung biaya lain-lain itu. Cari info sana-sini, kebetulan waktu itu aku mendapat informasi, tepatnya lupa, kalau tidak dari sms teman ya dari koran. Ada informasi beasiswa di perguruan tinggi yang juga sekaligus biaya hidup dan lain- lain. Nah ini suatu alternatif. Kuinformasikan hal ini pada anak Bu Je, yah sebagai alternative pilihan, biarlah Tuhan yang mengarahkan, jalan mana yang harus ditempuh. Singkatcerita akhirnya dik Ana pun mendaftar via online beasiswa yang kuberitahukan tadi dan lolos seleksi awal, tinggal menunggu waktu mengambil nomor tes dan mengikuti tesnya. Waktu itu dik Ana sempatragu juga karena pihak sekolah sempatmemberi warning agar jika diterima di perguruan tinggi atas usul sekolah jangan sampai dilepas, karena tentu menyangkutkredibilitas sekolah untuk usulan tahun berikutnya, Masuk akal…Kutenangkan dia, santai saja, berdoa, biarlah Tuhan yang mengarahkan jalan mana yang harus ditempuh. Kebetulan sekali pengumuman hasil seleksi bersamaan dengan hari tes untuk
  • 21. beasiswa. Mati-matian dik Ana dengan ditemani bapaknya jam 00.00 tanggal dan hari itu ke warnet untuk mendownload hasil seleksi, maksudnya jika lolos tentu dia tak perlu dating mengikuti tes beasiswa satunya lagi, biarlah itu menjadi kesempatan bagi orang lain, tidak perlu serakah. Alhamdulillah puji syukur, lolos seleksi, diterima. Kedokteran Umum di UGM, wow…anak peserta PKH? Coba bayangkan, fantastic bukan? Bahkan pendamping PKH mana di Indonesia ini kalau dilakukan survey, ada berapa prosen yang anaknya bisa diterima tanpa tes di PTN favorit, Kedokteran Umum pula? Dan, ini bukanlah akhir perjuangan bagi dik Anak dan keluarganya, barulah awal. Bagaimana mencukupi biaya lain-lain laiknya orang kuliah kebanyakan? Biaya hidup, makan, kos, buku, laptop? Tapi setiap ada niat dan kesungguhan, Tuhan selalu memberi jalan. Dik Ana mengikuti seleksi program Beastudi ETOS, pembinan pendidikan bagi anak-anak kurang mampu dari DompetDhuafa dan lolos. Selain itu dia juga rajin mencari tambahan sana-sini, mulai dari memberi privat, bahkan proyek atau program apa saja yang bisa menghasikan uang dia ikuti. Itulah sekelumitperjuangan anak peserta PKH untuk bisa kuliah. Seperti mimpi bukan? Dari ayah yang bekerja buruh serabutan, yang tidak pernah absentjika musim panen tiba bekerja memanen padi orang lain agar bisa mengumpulkan padi sebanyak-banyaknya hingga anak dan istri bisa makan tanpa perlu membeli beras, syukur jika sisa dan sempatmenjual untuk kebutuhan sehari-hari. Dari ibu yang membantu nafkah suami dengan membuatmakanan pokok pengganti nasi khas Kulon Progo, yakni growol (terbuat dari singkong yang difermentasi basah selama beberapa hari kemudian dicacah dan dikukus). Berdasar pengakuan Bu Je, dari 1 kuintal singkong paling mendapatuntung 15 ribu, itupun proses pembuatannya memakan waktu beberapa hari. Yah biar untung sedikit setidaknya bisa untuk membantu transport anak ke sekolah katanya. Meskipun beratmenghidupi 5 orang anak Keluarga ini memang sering membuatiri tetangga karena prestasi anak-anaknya. Si sulung semester 5 di Kedokteran Umum, anak kedua di SMA negeri favoritkelas XI, anak ketiga dan keempatdi sekolah Dasar dan si bungsu masih di Taman Kanak-Kanak. Kelima anak ini selain prestasi akademiknya bagus juga saratprestasi di bidang lain, berbagai lomba mereka ikuti, berderetpiala dan piagam di rumah mungil itu. Mulai lomba baca puisi, menggambar, mewarnai, baca al- Quran, cerdas cermatdll. Selain bangga dengan prestasi itu, jika juara dalam perlombaan biasanya mendapatkan uang pembinaan, itulah yang bisa membantu mereka memenuhi kebutuhan sekolah. Yuk kita rame-rame meneladani keluarga bu Je yang inspiratif ini, tentu bukan meniru anaknya yang banyak (Bu Je beberapa kali gagal mengikuti program keluarga berencana lantaran sering tidak cocok dan mengganggu kesehatannya, sering pingsan katanya), tapi perjuangan dan prestasinya yang luar
  • 22. biasa. Dan buat yang berkecukupan, ayo siapa yang tertarik menjadi orang tua asuh? Terutama untuk anak kedua yang tahun 2014 lulus SMA dan ingin kuliah? Kelima anak Bu Je tentu tidak ingin senasib dengan kedua orang tuanya, seolah mereka paham betul slogan PKH, ‘Anak Saya Tidak Boleh Miskin’….Ya. Memang pendidikan itu penting, bukan semata sebagai bekal penghidupan dalam arti mencari pekerjaan jika dewasa kelak. Namunbelajar adalah wujud syukur atas karunia Tuhan yang telah menganugerahkan fisik dan mental yang sehat sehingga kita bisa berpikir. Kalau kemudian dari proses belajar itu mendapatkan hasil berupa bekal penghidupan dunia dan akhirat yang lebih baik tentu itu hal yang perlu lebih disyukuri lagi. Jika kita meniatkan belajar hanya sebagai bekal mencari pekerjaan, kita bisa stress jika harapan tidak sesuai kenyataan. Namun jika meniatkan belajar sebagai wujud rasa syukur dan proses kehidupan yang indah untuk dijalani, tentu rasa syukur kita besar, dan bila kita bersyukur atas nikmat Tuhan, maka Tuhan akan menambahkan nikmat yang lebih….amien.