SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
Download to read offline
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
cerpen hot
Aku baru saja pulang dari KKN di desa, di daerah Kabupaten Blora (sekarang masuk
Kabupaten Cepu), dua hari setelah sampai di rumah, ada telepon dari salah satu sepupuku,
katanya dia sedang Study Tour ke kotaku. Sepupuku ini masih sekolah di SMUK di daerah
Madiun, sebenarnya aku belum pernah bertemu langsung dengan dia, jangan heran ya,
sebab dia sepupu jauh sekali. Sepupuku ini baru sempat bertemu dengan orang tuaku dan
kakakku saja sewaktu mereka pergi ke daerah asal sepupuku di Jawa Timur. Nah, ketika dia
Study Tour ke kotaku, dia ingin mampir dan menginap di rumahku, terus dia minta dijemput
di depan salah satu bank di dekat Jalan yang jadi trade marknya kotaku. Maka, aku bersama
kakakku menjemput dia.
Jam 4:25 sore, aku sampai di depan bank tersebut. Mobil kuparkir, lalu aku bersama
kakakku sambil membawa dua payung menghampiri bis-bis yang diparkir di depan bank,
agak lama juga aku mencari sepupuku ini, maklum aku belum pernah bertemu dia dan
kakakku sendiri agak lupa dengan wajahnya. Setelah kurang lebih 5 menit, akhirnya bertemu
juga. Kemudian kami pulang ke rumahku, dia senang sekali bisa bertemu denganku.
Awalnya dia berencana mau menginap 1 hari tetapi kemudian dirubah jadi 2 hari. Sepupuku
ini tidak punya saudara laki-laki, jadi ketika kami bertemu, dia senang sekali dan
menganggap aku seperti kakak kandungnya. Selama dia menginap di rumah, dia selalu ingin
dekat denganku terus. Aku menganggap biasa-biasa saja dan tidak ada pikiran lain.
Ketika dia mau pulang, dia mau pulang sendirian, orang tuaku sepertinya tidak tega melepas
dia pulang sendirian, akhirnya aku disuruh mengantar dia pulang ke Jawa Timur, padahal
waktu itu aku sedang berobat jalan karena aku mengidap alergi serpihan kulit manusia (aneh
ya..? aku saja dulu tidak percaya). Aku harus datang ke dokter pribadiku setiap hari Selasa
dan Jum’at buat disuntik. Tetapi, menurutku tidak apa-apa karena kupikir nanti jika sudah
sampai di sana, aku langsung pulang saja pikirku. Jadilah aku mengantar dia pulang ke
Jawa Timur. O.. iya, sebelum terlalu jauh aku bercerita, kuperkenalkan dahulu diriku,
namaku Padi dan nama sepupuku Ana. Di jalan kami bercerita tentang daerah asalnya yang
ternyata ada di kawasan pantai utara Jawa Timur.
Kami mampir ke Madiun dulu, karena katanya dia mau mengambil baju-bajunya yang mau
dibawa sekalian dicuci di rumah. Sampai di Madiun, kira-kira pukul 5:00 sore, kami menuju
tempat kosnya yang sederhana di komplek Akabri. Setelah selesai dengan urusan di
Madiun, kami langsung pergi lagi meneruskan perjalanan. Di perjalanan, aku bertanya
dengan dia.
“Eh, An.. dari sini sampai ke kotamu berapa lama sih..?” tanyaku.
“Ya… mungkin kira-kira 8 jam Mas..” katanya.
Dalam hati aku berpikir, “Wah, bakalan capek di jalan nih.. sialan…”
Waktu berlalu, kira-kira pukul 9 malam, kami masih ada di atas bis jurusan ke kotanya.
Malam itu kurasakan sangat dingin, apalagi ditambah tiupan angin yang sangat kencang. Di
dalam bis yang lumayan penuh itu, aku duduk di kursi kedua dari belakang sejajar dengan
Ana. Pintu bis yang ada di sebelah kananku ternyata tidak bisa ditutup, karena kuncinya
rusak kata kernetnya. Ana yang merasa kedinginan terkena tiupan angin, bingung mau
bagaimana sebab dia tidak membawa jaket atau sweater buat penghangat, sedangkan aku
sendiri tidak masalah. Kemudian kutawarkan dia untuk pindah tempat duduk di sebelah
kananku, yah.. lumayan dia terlindung dari angin oleh badanku.
Sekitar 10 menit setelah itu, dia bilang katanya dia merasa mengantuk, aku tawarkan dia
untuk tidur saja di pangkuanku. Dia mau dan langsung dia rebahkan kepalanya di pahaku,
waktu itu aku sebenarnya agak kawatir dengan penumpang lainnya. Jangan-jangan ada
yang berpikiran macam-macam tentang kami, meskipun begitu aku akhirnya memutuskan
untuk santai saja. Si Ana dengan cepat tertidur dengan pulasnya, tanganku kutaruh di atas
punggungnya biar dia merasa lebih hangat. Tawaranku untuk tidur di pahaku ternyata
berbekas sekali di hati sepupuku ini, sepertinya dia merasa ada sesuatu yang lain yang
dirasakannya setelah dia merebahkan kepalanya di pahaku. Mungkin karena dia masih anak
SMU yang belum pernah merasakan kasih sayang dari seorang cowok, tetapi kok ya
kebetulan justru dengan kakak sepupunya sendiri.
Tidak terasa, bis telah memasuki terminal di kotanya. Waktu itu jam 1 pagi. Kami langsung
mencari becak untuk pulang ke rumahnya. Sampai di rumahnya yang sederhana (bapaknya
bekerja sebagai sipir penjara dan ibunya guru SD), aku langsung disambut oleh Omku. Kami
berbincang-bincang sejenak sambil nonton MTV. Tidak lama kemudian, Omku minta diri
untuk tidur. Aku mempersilakan Omku untuk tidur. Aku sendirian yang belum merasa
mengantuk dan meneruskan melihat TV vidio bokep. Si Ana sendiri ada di kamarnya sedang
bicara dengan adiknya. Kira-kira 5 menit kemudian, kudengar ada orang datang masuk ke
ruang TV dimana aku berada, yang Ternyata Ana.
Aku bertanya pada dia, “Lho.. An, kamu ngga tidur? Kan udah malem, bahkan pagi nih!”
“Lah.. mas sendiri gimana? Kok ngga tidur juga?” dia balik bertanya.
“Mas kan udah biasa melek sampai pagi, lagian acaranya bagus nih, MTV music Awards.”
“Iya deh… tapi Ana boleh nemenin Mas ngga?”
“Boleh aja, asal bikinin Mas kopi panas dong…”
“Ih.. Mas curang.. Oke deh Ana buatin.”
Kemudian dia beranjak pergi ke dapur untuk membuatkan kopi untukku. Sewaktu dia jalan
ke dapur, dia melewati ruangan makan yang gelap, sedangkan ruang dapurnya sendiri
dibiarkan terang, sebab Omku orangnya suka makan, jadi kalau malam dia sering ke dapur
untuk cari makanan.
Sewaktu dia melewati kamar makan yang kebetulan bisa terlihat dari tempat dudukku, aku
agak kaget karena kulihat dasternya kelihatan menerawang terkena cahaya dari dapur. Si
Ana ini sebenarnya tidak hanya manis tetapi juga cantik, tubuhnya agak gemuk, tinggi sekitar
158 cm, ukuran dadanya berapa ya? Tidak tahu.. Kulitnya sawo matang dan yang paling
menarik adalah matanya yang khas cewek Jawa, tidak besar juga tidak kecil. Sekilas kulihat
bentuk tubuhnya sewaktu dia melewati ruang makan. Jantungku merasa agak berdebar
karena aku kan laki-laki, jadi lihat yang seperti itu kan, ya gimana gitu. Selesai dia membuat
kopi, segera dia menuju ke arahku, terus dia bergabung nonton MTV. Sejenak aku lupa akan
kejadian yang mendebarkan tadi (menurutku lumayan mendebar kan lho).
Kami berbincang-bincang sambil mengomentari pemenang-pemenang yang sedang
diumumkan di TV.
Tiba-tiba dia nyeletuk, “Mas.. tadi enak lho tiduran di pangkuannya Mas..”
“Kenapa emangnya? Mau lagi ya, sini deket-deket Mas..?” kataku.
“Oke deh!”
Ana dan reni adik sepupu yang masih perawan, Kemudian dia mendekat ke arahku dan
merebahkan kepalanya di pahaku lagi. Nah, sekarang aku mulai berpikiran macam-macam
nih, karena kan dia hanya memakai daster dan di dalam dasternya hanya ada CD dan BH
saja. Mau tidak mau batangku mulai bereaksi pelan-pelan, tetapi dia tidak tahu. Masih sekitar
10 menit kami berbincang-bincang, tanganku kutaruh di atas pinggulnya, dan kurasa dia
tidak keberatan. Lama-lama sepertinya dia mengantuk dan mulai sembarangan kalau
menjawab pertanyaan atau komentarku.
“An.. geser dikit dong, soalnya pahaku kesemutan nih! Sebentar, ganti pake bantal aja
yah…?”
Kemudian kuangkat kepalanya, kupindahkan dia ke bantal yang ada di sofa, sedangkan
kakinya kuangkat ke atas pahaku. Singkat cerita, dia sudah tertidur dengan pulas. Pikiranku
mulai keluar pikiran iseng, tanganku aku rabakan di kakinya. Sambil pura-pura memijat, dari
bawah pelan-pelan naik ke atas, terus turun lagi, naik lagi… lama-lama aku memijatnya
terlalu naik sampai hampir menyentuh pangkal pahanya. Rupanya dia terbangun.
“Ngapain Mas..?”
“Eh.. ngga kok cuman mijitin, kan kamu capek barusan abis naik bis jarak jauh?”
“Mmm.., boleh juga.. tapi mijitnya jangan keras-keras ya Mas…”
“Oke An..”
Ana dan reni adik sepupu yang masih perawan Nah, aku teruskan kembali memijatnya,
tetapi kali ini mijatnya lain, aku kan sedikit-sedikit pernah baca tentang pijatan erotis, maka
aku mencoba untuk mempraktekkannya sekarang. Pertama kuletakkan tanganku di telapak
kakinya, terus kucari simpul yang bisa membangkitkan gairah seksnya.
“Nah, ketemu nih…” batinku.
Pelan-pelan kupijat bagian itu sambil tanganku yang satunya juga memijat-mijat paha
kanannya.
Setengah sadar dia bertanya, “Mas, kok enak banget sih pijitannya?”
“Tenang aja deh, yang ini belum apa-apa, entar ada yang lebih hebat.” jawabku.
Lama kelamaan dia jadi tidak merasa ngantuk, tetapi menikmati pijatan-pijatan tanganku
sambil mengeluarkan suara lenguhan yang sangat merangsang, “Nngggh… ngghh… enak
loh Mas… agak naik dikit Mas.. yang ini lho di atas dengkul…, ya.. di situ… terus.. terus..”
Aku tahu dia tidak sadar kalau sedang aku kerjain. Lama-lama kulihat dia sepertinya mau
bangkit dari tidurnya. Kemudian waktu kubiarkan, ternyata dia tiba-tiba memelukku dan
berusaha mencium bibirku. Aku sendiri menyambut ciumannya dengan bersemangat.
“Wah, lha ini nih yang kunanti,” batinku.
Ciumannya lumayan dahsyat, sampai lidahnya masuk ke mulutku seperti ular. Lidahku
sendiri jadi tidak mau kalah menyambut lidahnya yang masuk ke mulutku (heran juga anak
ini kok bisa senekat ini pikirku). Dan ternyata, kok luar biasa ciummannya untuk ukuran anak
SMU yang belum pernah pacaran, tangannya melingkar di punggungku dan berusaha masuk
ke dalam t-shirtku.
Gerakan tubuhnya terlihat sekali terbakar oleh rangsangan yang kuberikan melalui pijatan
tadi, tubuhnya naik turun sambil sesekali bergoyang ke kiri dan ke kanan. Lama-lama daster
yang dia kenakan tertarik ke atas oleh karena gerakannya tersebut, dan tanganku pun bisa
leluasa untuk memegang pantatnya. Dia memakai celana dalam yang tipis berenda. Pelan-
pelan kumasukkan tanganku ke dalam CD-nya dari atas. Aku berhasil memegang pantatnya,
wah.. seketika aku merasakan suatu gelora dalam diriku, sepertinya aku sendiri mulai
terserang rangsangan yang sangat kuat. Aku pijat-pijat pantatnya, sementara kami masih
saling berpagut, dia sendiri terlihat sangat menikmati pijatan tanganku pada pantatnya. Lalu
aku mulai menaikkan tanganku, berusaha untuk membuka dasternya. Tanpa hambatan, aku
berhasil menaikkan dasternya sampai ke bagian leher, kudorong dia pelan-pelan ke
belakang, dia berusaha untuk tetap memelukku.
Aku berbisik padanya, “An.. tolong kamu mundur sebentar, aku tolong kamu nglepasin
dastermu.”
Dia mengangguk pelan, lalu kubuka dasternya. Kulihat tubuhnya yang mulus hanya ditutupi
BH dan CD saja.
“An.. gimana kalo semuanya aku buka…?” tanyaku.
Ternyata ia mengangguk mengiyakan, “Silakan Mas…”
Kubuka pelan-pelan BH-nya sambil kubelai dua bukit di dadanya dengan lembut.
“Ehm… Mas.., Ana sayang sama Mas…” katanya.
Aku tidak menjawab perkataannya. Kemudian kudekatkan wajahku ke buah dadanya dan
mulai mengulum-ngulum pucuk bukitnya. Dia terlihat sangat menikmati perlakuanku tersebut,
matanya terlihat sayu dan sepertinya mengharap yang lebih dari sekedar dikulum pucuk
bukitnya.
Aku menengok ke arah jam dinding yang terletak di atas pintu, jarum menunjukkan pukul
12:08 malam. Aku sempat berpikir, sebenarnya bahaya kalau tiba-tiba Om atau Tanteku
memergoki kami yang sedang asik di sini. Sekejap aku memutar otak, aku lalu berbisik
ketelinga Ana.
“An.. kita pindah ke kamarku aja yah?”
Dia tersentak mendengar bisikanku. Aku sendiri kaget, “Apaan nih? Kok jadi medadak
berubah?”
Aku rasakan ternyata Ana sepertinya tersadar atas apa yang sedang diperbuatnya. Dengan
terburu-buru, dia menyambar pakaiannya dan berusaha lari menuju kamarnya. Cepat sekali
kejadian itu berlalu, aku sendiri tidak sempat melakukan apa-apa, aku hanya melongo
seperti Mandra diputus Munaroh. Gila, pembaca tahu sendiri kan? Lagi enak-enak
bercumbu, tidak tahunya putus di tengah jalan. Tetapi aku sendiri maklum, sebenarnya Ana
adalah anak yang taat beribadah. Dan kuyakin yang barus saja kualami, sebenarnya dia
melakukannya di bawah sadar.
Paginya, aku bangun sekitar pukul 9:00, ternyata aku semalam ketiduran di depan TV. Aku
ngucek-ucek mataku sambil mencari dimana kacamataku, agak lama kucari, tetapi tidak ada.
“Mana ya?” aku bergumam pelan.
Kebetulan Tante yang berjalan melewati ruang TV menuju dapur mendengar gumamanku.
“Cari apa Di?” tanya Tanteku.
“Tante liat kacamata Padi ngga?”
“Ngga tuh.. mungkin jatuh di bawah meja, coba cari lagi,” sambil dia berjalan menuju ke
arahku ingin membantu mencari.
Dicari-cari sudah lama, tetap tidak ketemu, “Yep.. nanti dicari lagi deh Tante.. biar Padi
mandi dulu.” kataku.
“Oke lah, nanti Tante bantu lagi carinya.”
“Oke Tante..” sahutku.
Aku bergegas menuju ke kamarku, mengambil peralatan mandiku.
Kamarku terletak di sebelah kamar Ana, sempat kulihat dari celah kamar yang tidak tertutup
semua. Ana masih kelihatan pulas tidurnya. Mungkin dia tidak bisa tidur setelah kejadian tadi
malam. Habis mandi aku menuju ke ruang TV lagi untuk mencari kacamataku yang masih
sembunyi. Ternyata tante sudah ada di sana sedang nonton TV.
Aku tanya ke tante, “Ketemu ngga kacamatanya Tante?”
“Ngga tuh Di.. udah tante cari dimana-mana ngga ada, sampai-sampai sekalian Tante
ngebersihin ruang ini deh.”
“Waduh… gimana nih… susah deh. Aku kan ngga bisa baca kalo ngga pake kacamata,”
pikirku, “Ya apa mau dikata, kalo lagi apes, gini deh jadinya.”
Pukul 9:30, kulihat kamar Ana sudah terbuka, beberapa menit kemudian Reni (ini nama
adiknya) bergabung dengan kami di ruang TV sambil membawa nampan berisi 4 gelas teh.
Aku tanya dia, “Kok cuman empat gelasnya Ren?”
“Ooo, Papa kan udah berangkat kerja Mas.., jadi Reni bikinnya cuman 4.” jawabnya.
“Gitu ya?” sahutku.
Kami lalu berkumpul membicarakan keadaan Kota Tuban, tiba-tiba si Reni bertanya ke
Tante.
“Ma.. kacamata yang di kamar Reni itu punya siapa sih?” tanyanya.
“Eit! lha ini dia nih si kacamata.. ternyata ngumpet di sana,” spontan aku menyahut, “Heh! Itu
pasti kacamataku.”
“Betul.. itu pasti kacamatanya Mas Padi, Ren!” sahut Tante, “Sana cepet ambilin!”
Reni lalu berdiri dan mesuk kamar untuk mengambil kacamataku. Aku berpikir, mungkin
kacamataku semalam kesangkut di bajunya Ana. Sesaat kemudian Reni kembali membawa
kacamataku, aku sempat was-was, moga-moga Tante tidak curiga kenapa kok kacamataku
sampai bisa mampir kesana. Memang ternyata dia tidak curiga sama sekali.
Ana dan reni adik sepupu yang masih perawan Pukul 10:00, Tante pamit mau berangkat ke
pasar yang tidak terlalu jauh jaraknya dari rumahnya, si Reni ikut. Aku ditinggal sendirian. 5
menit waktu berlalu, aku mulai bosan, terus aku menuju teras depan ingin merokok. Di teras
ternyata ada koran edisi hari itu, aku tertarik untuk membacanya. Kubolak-balik halamannya,
tidak ada yang menarik. Bosan lagi deh, ngelamun jadinya. Aku teringat kejadian tadi malam.
Dalam hati aku berpikir, “Sekarang di rumah cuman ada aku berdua sama Ana. Wuih! kalo…
hehehe kalo… misalnya aku iseng gimana ya?”
Akhirnya, ternyata aku nekat juga.
Aku bangkit dari tempat dudukku, masuk ke dalam. Sampai di depan pintu kamarku, aku
punya ide. “Mmmm harusnya pintu depan kututup ya, terus aku pasangkan kaleng krupuk di
bagian dalam, biar kalo kebuka dari luar kalengnya kegeser dan bikin suara brisik.” pikirku.
Cepat-cepat kukembali ke ruang tamu dan melakukan rencanaku. Setelah itu, aku kembali
lagi ke kamar, hati-hati kuintip ke dalam kamarnya Ana, ternyata dia masih pulas tertidur.
Aku berjingkat masuk ke kamarnya, perlahan aku duduk di samping tidurnya. Dia tidurnya
mengorok hingga aku mau tertawa waktu itu, tetapi kutahan karena takut dia terbangun.
Dengan hanya diterangi lampu baca (kamarnya tidak ada jendelanya), kupandangi wajahnya
lama. 5 menit lebih kupandangi dia, semakin lama semakin manis.
“Gila ya, dengan adik sepupu kok seperti itu?” tapi pikirku, “Biarin aja lah, iseng-iseng
berhadiah.”
Kemudian aku mulai mencoba membelai rambutnya, pelan tetapi pasti. Dia tidak bereaksi,
dia tidurnya brukut (memakai selimutnya sampai menutupi leher). Aku berusaha membuka
selimutnya perlahan, kutarik ke bawah dan dia tetap tidak bereaksi. Kumasukkan tanganku
ke dalam selimutnya sambil berusaha mencari payudaranya. Dengan tanpa kesulitan,
tanganku sudah memegang payudaranya, tetapi masih terhalang dasternya.
“Eit… nanti dulu… ternyata dia ngga pake BH! Berarti semalam dia ngga pake BH-nya lagi
dong, wah asik nih…” pikirku.
Lalu kumasukkan tanganku melalui lubang di antara kancing dasternya. Tidak susah juga,
tanganku sudah memegang daging empuk dengan tonjolan di puncaknya.
Ana menggeliat, agak keras menggeliatnya, dia terbangun.
“Mampus gua,” pikirku.
Dia melotot sambil teriak, “Lepasin dong Mas… apa-apaan nih Mas?”
Aku gelagapan berusaha mencari alasan, “An… kamu ngga inget semalem ya?”
“Lupain aja Mas! Ana ngga mau lagi, ngga boleh, entar dosa Mas!”
“Tapi Ana semalem udah ngelakuin dosa lho… kenapa ngga sekalian aja?” rayuku.
Kali ini dia benar-benar marah. Ana teriak-teriak menyuruhku keluar dari kamarnya. Aku turut
saja, untung letak rumahnya berjauhan dengan tetangga, jadi aku tidak takut teriakannya
terdengar tetangganya.
Wah… gagal nih ceritanya.., aku akhirnya hanya meraba-taba batang kemaluanku yang
menganggur karena tidak jadi dipakai. Aku duduk di ruang TV lagi. Melihat acara tarian
Bangkok, lumayan lah buat obat, melihat penyanyi Thailand yang cantik-cantik. Sebentar
kemudian Ana keluar dari kamarnya, dia menuju ke arahku. Aku berusaha tidak peduli, dia
lalu duduk di dekatku.
Katanya, “Mas maapin Ana ya? Ana udah bentak-bentak Mas…”
“Ngga papa An.., Mas yang salah.” balasku.
“Sebenarnya Ana sayang sama Mas, tapi kita kan masih bersaudara, apalagi nanti kalo
ketahuan ama Papa-Mama kan bisa berabe Mas!” jelasnya.
“Ya sudah.. lupain aja An, toh kamu masih muda. Nanti juga pasti ada cowok lain yang lebih
pantas buat kamu.” lanjutku.
“Iya Mas, Mas… Ana mau ngasih sesuatu buat Mas.”
“Apa An?” tanyaku.
“Liat sini deh Mas..” (dia mulai tidak kaku lagi)
Aku menoleh ke arahnya, tiba-tiba dia mendekatkan bibirnya ke arah bibirku.
“Mmpphh…”
“Plas!” jantungku spontan berdegup keras, “Kok tau-tau nyium sih?” pikirku, tetapi kunikmati
saja, enak sih.
Pertamanya dia hanya mau mengecup saja, tetapi kulingkarkan tanganku di lehernya, dan
kudekap dia. Dengan lembut kukecup bibirnya, dia tidak berontak ternyata, aku pererat
dekapanku, dada kami sudah saling menempel. Aku merasakan kalau dia masih belum
memakai BH-nya. Dengan perlahan kubelai punggungnya, dasternya yang terbuat dari
sutera terasa halus sekali, sensasinya justru membuatku jadi semakin ON saja. Coba saja
pasangan anda disuruh pakai lingerie yang bahannya sutera, ditanggung kalau diraba pasti
enak sekali. Lama kami berciuman dengan posisi itu, akhirnya capai juga aku. Kulepas
pelukanku dan mengakhiri ciuman.
Aku berkata pada Ana, “Sini An… Mas pangku..”
“Ngga ah Mas… nanti kayak tadi malem deh jadinya…!”
“Percaya deh sama Mas… ngga sampe ngelakuin yang ngga-ngga kok, okey?”
Dia akhirnya mengalah, mungkin dia masih ada rasa ingin juga, dia juga tahu kalau sekarang
kami hanya berdua saja di rumah, So? Why not?. Dia duduk di pangkuanku menghadap TV,
tanganku bergerak dengan bebas di dadanya.
Kuraba dadanya sambil berkata, “An.. Ana ngga marah-marah lagi nih?”
“Biarin lah Mas.. udah terlanjur nih, tapi janji ya jangan kebablasen…” pintanya.
“Okey An!”
Dari belakang, sambil tanganku membelai payudaranya, kulihat dia memejamkan matanya
menikmati belaian tanganku. Tanganku meraba payudaranya dengan hati-hati, penuh
perasaan aku membelainya, aku sendiri memejamkan mataku jadinya. Pelan tapi pasti,
tanganku bergerak turun menuju perutnya. Agak dekat dengan V-nya kugunakan kuku jariku
yang agak panjang untuk membangkitkan rangsangan di perutnya. Kulirik dia, terlihat dia
menahan perutnya dengan membuat kaku daerah itu.
Dia menikmati perbuatanku, perlahan dasternya kutarik ke atas, dia diam saja, ujung
dasternya sudah sampai ke pahanya. Sedikit lagi pasti aku bisa meraih celana dalamnya.
Akhirnya sampai juga, CD-nya sudah tidak tertutup lagi, sekilas kulihat bercak basah di ujung
V-nya. Tanpa berpikir lama, kupindahkan tanganku ke sana, tanganku merasakan memang
di daerah itu sudah basah. Kusimpulkan pasti dia sudah terangsang berat. Lalu kuselipkan
tanganku ke dalam CD-nya, tetapi dia kali ini menahan tanganku supaya tidak masuk ke
sana. Aku urungkan niatku untuk itu, tanganku hanya menggosok-gosok dari luar saja.
Kemudian terlihat dia mengeluarkan lenguhan dan badannya menegang, seperti menahan
sesuatu. Orgasme rupanya. Lalu badannya melemas lunglai di pelukanku.
Tanganku yang masih berada di selangkangannya merasakan kalau CD-nya bertambah
basah. Kemudian Ana memandangiku. Lama kami berpandangan.
Ana kemudian bicara, “Mas, kita lakukan yuk. Ana udah ngga tahan…”
Wah, benar-benar kejutan..! Ana tiba-tiba berubah pikiran. Hal ini tidak akan kusia-siakan.
Tanpa bicara lagi, langsung kucium dan kuremas dadanya yang masih tertutup daster. Ana
melenguh keenakan karena remasan itu. Kemudian aku melepas remasannya. Kupandangi
dadany
a di balik dasternya, kupandangi seluruh tubuhnya, kulitnya yang sawo matang. Kemudian
aku melepas dasternya karena akan merepotkan saja.
Kini ia polos tanpa satu benang pun menutupi tubuhnya. Kemudian aku membopongnya ke
kamar tidurku dan kubaringkan ia di tempat tidur, lalu kuciumi seluruh tubuhnya. Tubuh Ana
bergetar hebat, menandakan bahwa dia baru pertama kali ini melakukan hubungan seks
dengan lawan jenisnya.
Kemudian aku mencium dan menjilat bagian perutnya dan mulai ke bawah dan mulai
meraba serta membuka kedua pahanya degan kedua tanganku. Tangan kananku membuka
belahan vaginanya sedangkan seluruh bagian mulutku mulai mengolah bibir-bibir vaginanya.
Tangan kiriku masih meremas buah dadanya yang sebelah kanan. Aku merasakan adanya
cairan yang mulai membasahi permukaan bibir vaginanya. Aku terus menyedot dan
menggigit-gigit perlahan labia mayoranya dengan asyik, sedangkan tangan kiriku sekarang
meraba-raba klitorisnya dengan cairan pelumas dari lub
angnya. Asyik sekali, karena terlalu keasyikannya, secara tidak sadar, ada dua tangan
menjambak rambutku, aku tidak menghentikan aktivitasku. Mulanya kupikir hanya gerakan
kenikmatan yang diterimanya secara erotis. Eh, kok tambah lama terasa ada goyangan
perlahan di bagian selangkangannya.
Begitu pula tanpa kusadari, ada suara-suara nafas tertahan dan jambakan di rambutku
bukan lagi jambakan pasif, tetapi mulai membelai dan memegang kupingku. Aku tiba-tiba
sadar. Dia benar-benar menikmatinya. Aku termanggu duduk di antara selangkangannya
dan melihat ke arah waja
hnya. “Kok.., berhenti Mas..?” suaranya berat perlahan dengan tatapan wajah yang sayu.
“Ehh.. terusin Mas… hhh… kurang dikit lagi..!” suaranya tertahan.
Aku masih terduduk bingung dan memandangnya dengan pandangan bodoh. Dan yang
menjengkelkan, batang kejantananku tidak berkompromi. Dia tegak mengacung, sehingga
mencuat di antara kaosku. Kepalanya tampak licin karena cairan bening yang keluar.
Sebenarnya batang kejantananku lumayan besar dan panjang, sehingga tampak mencuat
tinggi. Tiba-tiba Ana bangun, dan duduk di hadapanku, memandangku dengan sayu. Tiba-
tiba tangannya mulai bergerak ke arah batangku, dan memegang lama sambil tersengal-
sengal sehabis melumatnya. Kemudian memandangku perlahan dan meletakkan dirinya
telentang di ranjang. Ana berdiri di atas tempat tidur dan berjongkok di depanku. Kemudian
dia membuka kedua pahanya dan mengangkat lututnya ke atas sehingga lubangnya terlihat.
Ia meraba permukaan vaginanya sambil perlahan memandangku dan berkata, “Ayo Mas…
masukin..!”
Aku seperti tersihir, antara bingung dan nafsu, menggerakkan diri untuk berlutut di antara
kedua pahanya dan memegang kepala batangku yang licin terkena ludahnya dan
mengarahkannya ke lubang merah mengkilat itu. Sejenak aku lupa bahwa dia masih belasan
tahun, yang kurasakan secara reflek setelah dikenyot habis-habisan olehnya, ialah bahwa ia
sudah tidak perawan lagi.
Dan, “Ssleeeppp..” ketat tetapi tidak begitu menjepit dan tanpa hambatan sama sekali (benar
dugaanku). Aku menusukkan seluruh panjang batangku ke dalam lubang itu, dan hebatnya
seluruh panjangnya batang kejantananku itu masuk total ke dalamnya serta membiarkannya
sejenak merasakan denyutan hangatnya. Ana melenguh agak keras. Aku khawatir juga
karena dia akan merasakan sakit di bagian dalam vaginanya. Tetapi karena malaikat nafsu
lebih berkuasa, ya sudah aku santai saja dan mulai menarik batangku itu dari dalam
lubangnya dan memasukkannya lagi seluruhnya.
Entah karena apa, aku tidak begitu merasakan rasa nikmat yang cepat naik. Memang terasa
basah, licin dan enak tetapi, ya lebih karena ini memang sedang bersetubuh. Aku mulai
berpraktek dengan berbagai macam cara menusuk dan arah tusukan ke dalam lubang
vaginanya. Yang mulai mencemaskanku, Ana sama sekali tidak berusaha menahan
suaranya. Ia mulai melenguh dan mengerang keras-keras ketika aku mulai mempercepat
gerakanku. Aku antara cemas dan mulai nikmat, tidak peduli lagi. Lagi pula suaranya mulai
merangsangku dan ini membuatku menusuk-nusuk dengan gerakan yang cepat dan keras.
“Aaahhh… aayooo Mass… aaduhh… cepat Masss..!” pintanya dengan nafsu.
Dia mengangkat kedua tangannya ke atas kepalanya. Bunyi beradunya kemaluan kami
mulai terdengar keras, berkecepak-kecepak dan aku mulai merasakan lereng gunung telah
kucapai. Tinggal mendaki cepat dan sampai di puncak.
Tiba-tiba Ana menghentikan gerakanku, dan menutup kedua pahanya sehingga terasa ada
jepitan yang luar biasa di sekujur batangku. Kemudian dia memandangku sayu. Aku tahu
apa yang dimaksudkannya dan mulai menggenjot lagi. Aku menjepitkan kedua betisnya di
antara leherku dan bertumpu pada kedua tangan, sedang aku membentuk busur dengan
tubuhku, merapatkan kedua pahaku sehingga terasa batangku membesar dan mulai
menusuk-nusuknya cepat.
“Aaahhh… sss…” terdengar bunyi-bunyian antara suaranya yang merangsang dan bunyi
kecepakan kemaluan kami yang beradu, sedangkan aku sendiri mengeluarkan suara helaan
nafas yang cepat.
Beberapa menit kemudian, aku merasakan aliran yang semakin cepat memenuhi pinggul
dan seluruh tubuhku. Keringatku telah mengucur deras.
Dan, “Annn… Annaaa… aaadduuhhh… ssss… Ann..!” spermaku menyemprot deras ke arah
perutnya. Aku mengerang keras dan terus mengocok batang kemaluanku. Kemudian
tanganku yang mulai begerak ke arah vaginanya segera menusuk-nusukannya. Lama aku
terus menusuk-nusuk lubangnya karena rasa nikmatnya terus mengalir hingga tidak berapa
lama kemudian Anna berkata, “Masss… aaa… Maass… ssshhh… aaddduuhh..!”
Ana menaikkan pelvisnya dan menerima tusukan-tusukan terakhirku dengan denyutan
dinding vagina yang terasa cepat dan kenyal. Aku menindih tubuhnya yang kecil dan
merasakan detak jantung yang cepat di dadanya dan dengusan nafas hangat di ubun-
ubunku. Jariku masih menancap dalam di dalam vaginanya dan merasakan denyutan yang
tidak kunjung reda.
Kemudian aku tergeletak di sampingnya, aku berkata kepada Ana, “An… kamu sekarang
mandi saja ya..? Kayaknya kamu bau deh…”
“Sialan… iya deh, Ana mandi, makasih ya Mas… Ana udah dikasih pelajaran sama Mas.”
“Sama-sama An..”
Aku tidak merasa menyesal karena tidak dapat seperti yang kubayangkan (gadis yang
benar-benar perawan). Yah, lumayanlah bisa meraba-raba kan? Ana lalu berdiri hendak
menuju ke kamar mandi, sebelum dia pergi dia menoleh ke arahku lalu menunduk dan
menciumku sebentar. Aku belaikan tanganku ke dadanya dan V-nya. Dia tersenyum
memandangku, lalu bergegas menuju kamar mandi. Saat dia menutup kamar mandi, aku
sempat dengar langkah kaki berlari menjauh dari arah pintu ruang tamu. Aku cepat-cepat
menuju ruang tamu ingin mengetahui siapa yang baru saja dari sana. Sempat kulihat warna
bajunya, biru seperti yang dipakai Reni. “Mungkinkah..?” batinku.
Aku kembali ke ruang TV, sambil menebak-nebak, “Apa iya.. tadi itu si Reni, terus kalau
benar, berarti dia tahu dong kita lagi ngapain..? Waduh, terlalu serius sih tadi… jadinya
begini deh.”
Kurang lebih 20 menit, Tante dan Reni datang dari pasar, Tante katanya mau masak Sop
buntut dan membuat Rujak cingur. Siang jam 12:30, Ana mengajakku untuk makan. Saat
makan, Reni kelihatan agak canggung melihatku, pikiranku lalu menghubungkan dengan
peristiwa yang tadi kualami.
“Berarti tadi memang benar Reni..” pikirku.
Kami tidak bicara banyak saat di meja makan. Akhirnya sore pun tiba, Omku sudah datang
sejak jam 3:00 tadi. Aku lewatkan seharian dengan bermain playstation dengan Ana,
sedangkan Reni dari tadi berada di dalam kamarnya. Tidak tahu sedang berbuat apa dia,
betah-betahnya di dalam kamar terus. Tante sendiri ke rumah tetangga untuk membantu
masak, kebetulan tetangga ada yang sedang punya hajat.
Jam 8:00 malam, aku membaca-baca majalah di ruang tamu. Ana dan Reni di ruang TV
sedang nonton HBO, tidak tahu apa film-nya. Tante sudah tidur di kamar belakang, lelah
sehabis membantu tetangga. Si Om malam ini mendapat tugas jaga malam. Jam 9:00, Ana
ke ruang tamu, dia bicara padaku kalau mau tidur duluan, Reni masih mau nonton TV
menunggu opera sabun kegemarannya di HBO kata Ana. Ana suruh aku menemani Reni di
ruang TV, soalnya si Reni anaknya sedikit penakut katanya. Jadi aku pindah ke ruang TV,
kubawa majalah yang sedang kubaca. Aku rebahkan badanku di sofa panjang di depan TV.
Reni sendiri duduk di kursi favoritnya, tanpa sekali pun menengok ke arahku. Aku teruskan
baca artikel yang sempat terputus tadi, sambil sekali-sekali aku melihat ke arah televisi. Aku
lihat ke arah jam tanganku, ternyata sudah jam 11:13.
Aku berkata kepada Reni, “Ren.. kamu ngga ngantuk?”
Dia tidak menjawab, kuulangi lagi dua kali baru dia menjawab, “Belum ngantuk kok Mas,
lagian film-nya barusan mulai nih.”
“Oke.. kalau gitu Mas pergi tidur dulu ya..?”
“Ntar dulu dong Mas, tunggu film-nya abis… kan Reni takut nonton sendirian, film-nya agak
horor nih!” pintanya.
“Sofanya dibuka aja… jadiin tempat tidur, Mas tidur di situ aja.” katanya lagi.
“Emang bisa Ren..? Oke deh Mas coba.”
Aku coba deh usul Reni, dan aku akhirnya tidur di sofa yang sudah diubah menjadi tempat
tidur itu. Tidak tahu berapa lama aku tertidur di situ, tiba-tiba aku terbangun merasakan
tanganku ada yang memegang. Aku buka mataku sedikit-sedikit, terlihat olehku Reni
memegang tanganku, digosok-gosokkannya tanganku ke selangkangannya. Terasa olehku
bulu-bulu halus di ujung jariku. Kulirik mukanya, dia mendesah amat pelan. Wajahnya
menghadap ke arah televisi, aku jadi curiga, jangan-jangan?
Aku lalu mencoba melihat ke layar televisi, ternyata di sana terlihat film-nya sudah bukan
HBO lagi. Kesimpulanku, si Reni ternyata suka nonton sampai malam berarti hanya untuk
menyetel VCD porno. Wow! berarti kakaknya kalah dong sama adiknya. Perlu diketahui,
jarak umur antara Ana dengan Reni hanya 1 tahun lebih sedikit, apalagi Reni anaknya agak
bongsor, tingginya sepundakku, tidak begitu gemuk tetapi cukup berisi. Singkat kata, aku
beruntung kali ini, karena mendapat daun muda nih. Perlahan, tanganku yang masih bebas
berusaha melorotkan celana dalamku ke bawah. Sementara Reni masih asyik dengan
kegiatannya yang semakin lama semakin menjadi, dia seperti terobsesi dengan film dari
VCD tersebut. Lenguhannya kadang-kadang terdengar keras.
Lalu perlahan-lahan tanganku yang dia pegang kutarik ke arah kemaluanku. Setelah dekat,
tanganku yang satunya dengan cepat kurangkulkan ke pinggangnya dan menariknya ke atas
tubuhku. Dia kaget sekali, hampir dia berontak, tetapi selanjutnya dia justru memegang
batang kejantananku dan mulai mengocok-ngocok dengan lembut. Aku pun lalu
mengimbanginya, kuubah posisiku agar lebih enak dengan bersandar ke belakang, ke
sandaran sofa. Dia menoleh ke arahku, terlihat wajahnya yang khas ABG, mengingatkanku
kepada cewek-cewek yang suka nongkrong di mall-mall. Posisi tubuh kami akhirnya saling
berhadapan, dia menggesekkan tubuhnya naik turun. Payudaranya ditempelkan ke dadaku.
Nafasnya terdengar keras, khas orang yang sedang terangsang berat, “Sshhhsshhsshhss…”
seperti itu deh kalau tidak salah.
T-shirtnya yang gombrong mulai basah terkena keringatnya, memang malam itu udara
terasa sangat panas, aku sendiri juga merasa kepanasan. Aku peluk dia, tanganku
kutelusupkan ke dalam t-shirtnya dari belakang, sedangkan bibirku tidak tinggal diam begitu
saja, kucium belakang kupingnya dengan pelan, kuhembuskan nafas secara perlahan ke
daun telinganya. Terasa olehku Reni semakin menggila, terasa dari gerakan tubuhnya yang
turun naik dengan cepat, digesekkannya dadanya ke dadaku, juga selangkangannya dia
gesek-gesekkan ke kemaluanku dengan bernafsu. Tanganku yang berada di punggungnya,
akhirnya kugeser ke pantatnya, dari atas punggung kugerakkan ke bawah, masuk ke
celananya sebelum sampai ke pantat. Kuputar ke samping dengan agak cepat, lalu
kuteruskan ke pinggang mencari celana dalamnya, kuraba dari luar celana dalamnya,
pantatnya yang empuk kuremas dengan gemas. Aku menyesuaikan dengan irama
gerakannya yang maju mundur. Kontan dia makin menggila, tangannya naik ke atas,
rambutnya menyuguhkan gerakan yang erotis sekali. Dia berusaha menanggalkan t-shirtnya.
Setelah t-shirtnya lepas, dia pegang kepalaku, menariknya ke arahnya dan melumat bibirku
dengan sangat bernafsu. Reni tidak memakai BH, payudaranya yang berukuran lumayan
besar terlihat mengkilat karena basah oleh keringat. Aku menjilat-jilat payudaranya, kukulum
putingnya yang kecil dan tidak begitu menonjol.
Dia berteriak pelan, “Mas..!”
Aku lalu berpindah ke bibirnya yang mungil, kulumat dengan bernafsu bibirnya itu. Dia
mendesah keenakan, akhirnya dia tidak tahan lagi.
“Ayo Mas, kayak yang di VCD itu lho Mas…” pintanya.
Kujawab, “Yang gimana Ren..?”
“Cepetan dong Mas… Reni udah ngga tahan nih..”
“Emang Reni udah pernah..?”
“Belum Mas… makanya Reni pengen coba, cepetan dong Mas…”
Kami lalu berdiri berhadapan, aku melepas pakaian yang melekat di tubuhku, dia begitu juga
melepas semua pakaian di tubuhnya. Dengan bernafsu dia pegang batang kemaluanku
untuk dikocok-kocok, sensasinya, wuah! Tidak tergambarkan. Dipegang oleh anak baru
umur 18 tahun! Lalu sebentar kemudian, dia melepas batang kemaluanku dan membalikkan
tubuhnya, berpegangan pada lemari buku. Posisinya sekarang agak menungging
membelakangiku, pantatnya yang belum begitu besar terlihat kenyal. Dari belakang, aku
melihat kemaluannya sudah merekah, ada daging yang keluar dari kemaluannya, entah apa
itu namanya. Mungkin itu kli yang dinamakan clitoris. Tetapi pemandangan itu menjadikan
batang kejantananku menjadi berdenyut-denyut ingin merasakannya.
Kudekati dia, kugesek-gesekkan kepala senjataku ke daging yang menyembul keluar itu.
Tangan Reni dengan tergesa-gesa menarik batang kejantananku untuk segera dimasukkan
ke dalam liang kemaluannya. Terasa agak sulit untuk memasukinya, kutusukkan dengan
keras karena aku sudah sangat bernafsu. Aku melihat ke arah wajahnya. Pandangannya
ternyata ke arah layar televisi, sambil sesekali bibirnya mengeluarkan desahan-desahan
merangsang.
“Gila!” pikirku, “Dia ternyata maniak sama VCD porno.”
Aku tingkatkan kecepatanku dalam menggoyang. Lama-lama aku merasa pinggangku
capek, dan aku coba mengarahkan dia untuk mengganti posisi classic, aku tiduran dan dia
yang di atasku. Dia menurut. Sambil memegang pantatnya, aku tiduran dan menikmati
goyangannya. Badannya terlihat mungil bila dibandingkan dengan tubuhku, suara
desahannya terdengar melengking lirih di telingaku.
Pada puncak kenikmatannya, dia melengkungkan tubuhnya ke belakang, tangannya
menahan berat badan tubuhnya dengan gemetar. Rasa hangat yang terasa oleh batang
kejantananku menjadi bertambah seiring dengan tercapainya puncak kenikmatannya.
Sedangkan aku sendiri belum merasakan puncak. Reni merangkulku dengan lemas. Setelah
itu, dia berbisik ke kupingku.
“Makasih ya Mas, Mas telah memberi Reni melebihi dari mbak Ana…”
“Jreng! Terkuaklah kebenaran peristiwa siang tadi, ternyata memang benar. Reni telah
melihatku bermesraan dengan kakaknya.” daliam hatiku.
“Loh, jadi tadi Reni ngelihat Mas padi gituan sama mbak Ana to?”
“Heeh Mas… Reni kepingin, lagian Reni sering ngeliat di VCD. Kayaknya enak banget deh
Mas… dan ternyata memang bener.”
“Oke deh, tapi Mas Padi belom sampai puncak nih.. gimana dong? Kan kasihan Reni udah
capek.”
“Begini aja Mas… dari tadi siang emang Reni udah merencanakan ini, gini rencana Reni, tadi
waktu Reni ngeliat Mas sama Mbak Ana gituan, sebenarnya Reni mo ngambil Dompet Mama
yang ketinggalan. Trus Reni punya rencana, Reni beli CTM (obat tidur) buat dikasih ke
minuman Mama ama Mbak Ana, nah.. tadi Mbak Ana sama Mama udah minum obatnya
(dicampur sama teh) masing-masing 3 butir.. hehehe.”
“Terus gimana dong?” sahutku.
“Sekarang Mbak Ana kan pasti pules banget tidurnya, diapa-apain pasti ngga bangun deh.
Kan tempat tidur sebelahnya lagi kosong…”
“Heh!” aku spontan tahu apa yang dimaksudkannya, “Sip deh! Oke Ren! Sekarang kita
pindah aja ke kamarmu…”
“Ayo..!”
Kemudian kami berdua berdiri dan menuju ke arah kamar Ana. Memang benar Ana tertidur
lelap. Hanya iseng saja, aku membuka dasternya dan menyentuh kewanitaannya Ana dan
memasukkan jari telunjuk dan tengah. Ternyata memang tidak bangun! Hanya saja dia
mengeluarkan sedikit lenguhan-lenguhan nikmat yang dia rasakan. Kemudian aku mulai
memainkan vaginanya sampai basah. Tetap saja Ana tidak bangun sama sekali.
“Mas, udah dong. Kok malah Mbak Ana yang dimaenin. Giliran Reni dooong…” keluh Reni
karena sudah terbalut nafsu yang tinggi.
Padahal tadi sudah puas. Lagipula aku juga sudah bernafsu karena tadi dalam permainan
pertama belum selesai.
Kemudian aku melepaskan jilatan pada vagina Ana dan berpaling ke Reni ysng sudah mulai
memuncak nafsunya. Kemudian aku mulai naik ke atas ranjang dan menidurkan Reni.
Secara intense, kami pun mulai pagutan. Tetapi ketika kami berciuman, beda sekali dengan
yang pertama. Seperti disirap, kucium pipinya, mulutnya, berhenti lama di situ. Mulut kami
berpagut seperti memecah ribuan rindu. Lidah kami bermain di sana. Tidak lama kemudian,
kuturunkan lidahku ke arah lehernya, dia menggelinjang, matanya terpejam, tangannya
bergidik seperti menahan gelombang perasaannya sendiri. Ketika putingnya kuraba, dia
mulai melenguh. Dengan gerakan halus, aku mulai meremas-remas sehingga Reni merasa
keenakan. Sementara bibirku sudah beralih, tidak lagi di bibirnya tetapi sudah menjilati
telinga, dan lehernya.
Karena buah dadanya sudah terbuka, mulutku pun bergeser ke puting susunya yang sudah
menegang. Ketika kumainkan dengan lidahku, lenguhannya semakin panjang. Tangan
kananku pindah ke arah vaginanya dan mulai meremasnya. Sambil memainkan klitorisnya,
aku terus menjilati kedua payudaranya. Ketika aku merasakan kemaluannya sudah sangat
basah, aku mulai bernafsu untuk melakukan foreplay yang lebih lama. Tidak lama kemudian,
mulutku menjilat ke arah perut, pinggang dan sasaran terakhir adalah klitorisnya yang
merah. Karena tidak tahan, Reni berontak dan ingin merubah posisi.
“Ren, duduk di depan mukaku…” pintaku sambil menolongnya berpindah posisi.
Dia pun kemudian duduk dan menempatkan liang kenikmatannya tepat di wajahku. Lidah
dan mulutku kembali memberikan kenikmatan baginya. Responnya mengejutnya.
“Aughhh…” setengah berteriak dan kedua tangannya meremas buah dadanya. Kuhisap dan
kujilati terus, semakin basah liang kenikmatannya.
Tiba-tiba Reni berteriak, keras sekali, “Aahhh… ahhh,” matanya terpejam dan pinggulnya
bergerak-gerak di wajahku.
“Aku.. keluar,” sambil terus menggoyangkan pinggulnya dan tubuhnya seperti tersentak-
sentak.
Mungkin inilah orgasme wanita yang paling jelas kulihat. Dan tiba-tiba, keluar cairan
membanjir dari liang kenikmatannya. Ini bisa kurasakan dengan jelas, karena mulutku masih
menciumi dan menjilatinya.
“Aduh… Mass.. enak banget. Lemes deh.” katanya. Dia terkulai menindihku.
“Enak?”, tanyaku.
“Enak banget, kamu pinter yah. Ngga pernah lho aku klimaks kayak tadi.”
“Akh, yang bener..? Kamu kan tadi udah ngerasain.” kataku mengingatkan pada permainan
pertama kami.”
“Tapi, uuhh… lebih enak yang ini..”
Ternyata Reni masih menikmati sisa-sisa klimaksnya. Tetapi karena belum puas, langsung
saja kujilat kembali liang kemaluannya. Semakin lama semakin asyik dan sangat enak, dan
dia pun merintih-rintih kecil.
“Mass… nakal ahhh… kok… akkhh… dimaenin lagi… ouuchh… siiich… uwuuhh ooo… sstt
akhs… akhs… akhs… ooohhh aahh… sstth,” sambil tubuhnya agak bergerak tidak karuan,
mungkin jilatanku tidak seberapa tetapi kulihat dia sedang keasyikan menikmati jilatanku.
Lalu dia berdiri dan menarik tubuhku ke lantai. Di situ kami berciuman lagi, entah kenapa aku
merasakan sesuatu yang hangat di sekitar liang kemaluannya, kuingin batang kemaluanku
dimasukkannya ke lubang kemaluannya. Soalnya aku masih ragu. Walaupun tadi sih berani.
Tetapi takut si Ana bangun. Kemudian aku memberanikan untuk bicara.
“Ren, aku masukin lagi yaaa… Tadi kan belum puass…”
Reni tidak menjawab. Dia hanya merintih keenakan. Karena malas bermain sambil berdiri,
aku mendorong Reni hingga tertindih oleh badanku. Reni mengerang keras karena vagina
tertindih oleh adikku yang sudah menegang tinggi. Kemudian mulai lagi kugerakkan
tanganku mencakar halus pinggangnya sampai ke payudaranya. Reni meremas kedua
tanganku, menahan geli yang ditimbulkannya.
“Ssshh… ssshhh!” Reni mendesis berkali-kali menahan kenikmatan itu.
Kembali aku memainkan klitorisnya dengan tanganku, sementara kujilati kedua pahanya.
“Aaahhh… ssshhh,” Reni mengerang lirih.
Aku menikmati aroma kewanitaannya yang semerbak bersamaan keluarnya cairan dari liang
kemaluannya. Kubenamkan wajahku ke liang kemaluannya sambil menjilati bibir
kemaluannya. Klitorisnya yang berwarna merah jambu kukulum sambil kumainkan dengan
lidahku. Tubuh Reni menggelinjang bergetar. “Uuuhffsss… aaahhh!” Reni menjerit menahan
kenikmatan sambil tangannya menggenggam tepi ranjang.
Kurasakan cairan kemaluannya deras mengalir dan kuhisap dengan penuh kepuasan.
“Masss… masukin sekarang.. aku ngga tahan nih..” Reni lirih memohonku untuk segera
memasuki tubuhnya.
Aku segera menempatkan tubuhku di atas tubuhnya yang ramping, seksi serta kencang itu.
Berdesir darahku melihat Reni terbaring polos telanjang. Ini bukan kesekian kalinya aku
mengaguminya. Badan Reni kurus tetapi kencang dan atletis seperti pelari sprinter tetapi
untungnya tidak sampai berotot.
“Maass… cepat doong… aakkhh.. ngga tahan nih…”
“Ok, tenang aja..”
Sejenak sempat kudengar Reni mendesis saat meraih kemaluanku.
“Uuu… besar dan kuat..” ujarnya setengah berbisik seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Begitu ujung kepala batang kejantananku menempel di bibir kewanitaannya, kurasakan
getaran listrik yang mulai menjalar di seluruh tubuhku. Lalu perlahan kudorongkan ke dalam
liang kemaluannya.
“Uuhhss… yess, Masss… uuuffssh,” Reni mengerang sambil mendongakkan kepalanya.
Dengan satu dorongan berikutnya, batang kemaluanku sudah masuk secara penuh ke dalam
liang kenikmatan Reni yang hangat dan tebal. Reni mengalungkan kedua tangannya di
leherku dan kedua kakinya melingkar di pinggangku.
Aku mulai gerakan memompa liang kemaluannya.
“Yess… ufff Maas…” Reni menjerit halus sambil memejamkan matanya.
Gerakanku semakin lama semakin cepat dengan tekanan yang semakin kuat menerobos
kedalaman liang kemaluan Reni yang merespon dengan berdenyut-denyut seperti memijit
batang kemaluanku.
Tiba-tiba Reni membuka matanya dan berbisik lirih, “Mas ganti posisi… aku mau nih keluar
nih..”
Kami segera ganti posisi, badan Reni membalik dalam posisi menungging (doggy style).
Katanya dia biasa orgasme dalam posisi ini.
Aku menuruti permintaan Reni yang jelas dalam posisi ini aku jadi bisa melihat postur Reni
lebih lengkap. Biarpun Reni ramping, tetapi dia memiliki pantat yang padat dan berisi
sehingga dengan pinggangnya yang ramping makin membuat pantatnya montok. Aku segera
mengarahkan batang kemaluanku kembali, kali ini penetrasi dari belakang.
“Srrrt…” makin lancar penetrasiku kali ini soalnya bagian luar liang kemaluan Reni makin
basah.
Reni menggenggam pegangan ranjang degan kedua tangannya. Aku menciumi lehernya dari
belakang sambil kadang-kadang menggigit pundaknya. Ternyata Reni sangat aktif dalam
posisi ini. Dia semakin aktif bergerak, selain mengikuti gerakan maju mundurku, pinggulnya
pun bergoyang mengocok batang kemaluanku.
“Reni… pinggul kamu hebat banget,” aku berbisik terengah-engah.
Reni menjawabnya dengan erangan-erangan, dia menoleh kepadaku sambil menggigit bibir
bawahnya. Terlihat peluh membasahi wajahnya yang makin memerah.
Sesaat kemudian dia berbisik kepadaku, “Ouuchhh.. sayang… lebih cepat!” suaranya diikuti
deru nafas yang memburu. Rupanya dia sudah semakin mendekati klimaks.
Aku pun meresponnya dengan gerakan yang lebih cepat dan keras. Kutusukkan batang
kemaluanku makin dalam ke liang kemaluannya seiring perasaan klimaks yang sudah di
ambang.
“Aaahhh Uuuh Sssh… teruuus Mas… ahhh…” Reni menjerit sambil bergerak makin liar
sampai ranjangnya berderik-derik.
Kuteruskan gerakanku dengan mengerahkan sekuat tenaga mengimbangi gerakan liar Reni.
Ana masih tidur ketika Reni tiba-tiba menjerit, “Aaah… uuhhhfffssshhh… Masss…”
kepalanya mendongak, tubuhnya bergetar hebat dan kurasakan semburan hangat dari liang
kewanitaannya merembes sampai ke buah kemaluanku.
Aku pun melepaskan jutaan spermaku menyemprot kencang memenuhi karet kondom yang
kupakai.
“Uuu… yess…” Reni mengakhiri gelombang kenikmatan dan mengerang sambil menikmati
sisa-sisa orgasmenya.
“Ouuhhh.. Masss, kamu hebat sekali… aahh…”
Mungkin bisa dibilang ini adalah permainan terbaikku dibandingkan dengan Ana. Kemudian
kami pun sempat tertidur berpelukan di kamar Ana.
Jam 5 pagi Reni balik ke kamarnya dan aku pun tidur di kamarku sendiri. Pukul 10:00, aku
bangun dan mempersiapkan diri untuk kembali pulang ke kotaku. Aku diantar Om ke terminal
bus, aku tidak sempat pamit dengan Ana dan Reni karena mereka belum bangun. Reni
kelelahan karena habis bertempur denganku sepanjang malam, sedang Ana masih
terpengaruh CTM. Tante sendiri belum bangun juga. Si Reni memang gila seks. Hari itu hari
Kamis, jadwalku adalah harus berobat ke dokter spesialisku. Tetapi sial, di jalan perutku
terasa sakit, sepertinya diare. Aku terpaksa turun di jalan dan mencari restoran terdekat
untuk buang hajat. Sampai di rumahku pukul 8 malam dan itu berarti aku tidak jadi ke dokter.
Tetapi aku tetap tersenyum simpul, kalau mengingat baru saja aku mendapatkan dua
perawan ting-ting.

More Related Content

What's hot

Cerita bro
Cerita broCerita bro
Cerita broAry Ain
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Cerita Dewasa Gairah Tyas Yang Binal Di Ranjang
Cerita Dewasa Gairah Tyas Yang Binal Di RanjangCerita Dewasa Gairah Tyas Yang Binal Di Ranjang
Cerita Dewasa Gairah Tyas Yang Binal Di Ranjangchristineong2212
 
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang BinalCerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binalchristineong2212
 
Cerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalCerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalBigboy Zam
 
Cerita cinta suami isteri
Cerita cinta suami  isteriCerita cinta suami  isteri
Cerita cinta suami isteriHafiz Pk
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberZahrotin Niza
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan Nazdiana Juma'ad
 
PELARIAN KASIH MEDIK
PELARIAN KASIH MEDIKPELARIAN KASIH MEDIK
PELARIAN KASIH MEDIKmanluqmancool
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 

What's hot (20)

Dgt
DgtDgt
Dgt
 
Cerita bro
Cerita broCerita bro
Cerita bro
 
Aku tersesat
Aku tersesatAku tersesat
Aku tersesat
 
Cerita yang gak tahu arahnya kemana
Cerita yang gak tahu arahnya kemanaCerita yang gak tahu arahnya kemana
Cerita yang gak tahu arahnya kemana
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Cerita Dewasa Gairah Tyas Yang Binal Di Ranjang
Cerita Dewasa Gairah Tyas Yang Binal Di RanjangCerita Dewasa Gairah Tyas Yang Binal Di Ranjang
Cerita Dewasa Gairah Tyas Yang Binal Di Ranjang
 
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang BinalCerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
Cerita Dewasa ML Dengan Ibu Ibu Tetangga Rumahku Yang Binal
 
Cerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggalCerita ibu tunggal
Cerita ibu tunggal
 
Cerita cinta suami isteri
Cerita cinta suami  isteriCerita cinta suami  isteri
Cerita cinta suami isteri
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desember
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Cerita
CeritaCerita
Cerita
 
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
Cerpen Pertama - Kasih yang Ku damba kan
 
PELARIAN KASIH MEDIK
PELARIAN KASIH MEDIKPELARIAN KASIH MEDIK
PELARIAN KASIH MEDIK
 
Df
DfDf
Df
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 

Similar to SEPUKU_HOT

Similar to SEPUKU_HOT (19)

Cerpen -our tale
Cerpen -our taleCerpen -our tale
Cerpen -our tale
 
Editing
EditingEditing
Editing
 
My last love
My last love My last love
My last love
 
kuis ptm.docx
kuis ptm.docxkuis ptm.docx
kuis ptm.docx
 
Ceritaku
CeritakuCeritaku
Ceritaku
 
Trip to prambanan berbuah manis
Trip to prambanan berbuah manisTrip to prambanan berbuah manis
Trip to prambanan berbuah manis
 
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatikuKelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
 
Post 1
Post 1Post 1
Post 1
 
Aku mencintaimu
Aku mencintaimuAku mencintaimu
Aku mencintaimu
 
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa FadilaStruktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
 
Aku mencintaimu suamiku
Aku mencintaimu suamikuAku mencintaimu suamiku
Aku mencintaimu suamiku
 
Kado terakhir untuk bunda
Kado terakhir untuk bundaKado terakhir untuk bunda
Kado terakhir untuk bunda
 
Kereta malam
Kereta malamKereta malam
Kereta malam
 
Semuanya karena winda
Semuanya karena windaSemuanya karena winda
Semuanya karena winda
 
Dwi ariyanto
Dwi ariyantoDwi ariyanto
Dwi ariyanto
 
Mayasari punya story
Mayasari punya storyMayasari punya story
Mayasari punya story
 
'Endahkan?' endah pramesti s x=ph1
'Endahkan?' endah pramesti s x=ph1'Endahkan?' endah pramesti s x=ph1
'Endahkan?' endah pramesti s x=ph1
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Inggit oktaviani
Inggit oktavianiInggit oktaviani
Inggit oktaviani
 

More from beesingle41

Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawanbeesingle41
 

More from beesingle41 (9)

Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot PerawanSepupu Ku Yang Hot Perawan
Sepupu Ku Yang Hot Perawan
 

SEPUKU_HOT

  • 1. Sepupu Ku Yang Hot Perawan cerpen hot Aku baru saja pulang dari KKN di desa, di daerah Kabupaten Blora (sekarang masuk Kabupaten Cepu), dua hari setelah sampai di rumah, ada telepon dari salah satu sepupuku, katanya dia sedang Study Tour ke kotaku. Sepupuku ini masih sekolah di SMUK di daerah Madiun, sebenarnya aku belum pernah bertemu langsung dengan dia, jangan heran ya, sebab dia sepupu jauh sekali. Sepupuku ini baru sempat bertemu dengan orang tuaku dan kakakku saja sewaktu mereka pergi ke daerah asal sepupuku di Jawa Timur. Nah, ketika dia Study Tour ke kotaku, dia ingin mampir dan menginap di rumahku, terus dia minta dijemput di depan salah satu bank di dekat Jalan yang jadi trade marknya kotaku. Maka, aku bersama kakakku menjemput dia. Jam 4:25 sore, aku sampai di depan bank tersebut. Mobil kuparkir, lalu aku bersama kakakku sambil membawa dua payung menghampiri bis-bis yang diparkir di depan bank, agak lama juga aku mencari sepupuku ini, maklum aku belum pernah bertemu dia dan kakakku sendiri agak lupa dengan wajahnya. Setelah kurang lebih 5 menit, akhirnya bertemu juga. Kemudian kami pulang ke rumahku, dia senang sekali bisa bertemu denganku. Awalnya dia berencana mau menginap 1 hari tetapi kemudian dirubah jadi 2 hari. Sepupuku ini tidak punya saudara laki-laki, jadi ketika kami bertemu, dia senang sekali dan menganggap aku seperti kakak kandungnya. Selama dia menginap di rumah, dia selalu ingin dekat denganku terus. Aku menganggap biasa-biasa saja dan tidak ada pikiran lain. Ketika dia mau pulang, dia mau pulang sendirian, orang tuaku sepertinya tidak tega melepas dia pulang sendirian, akhirnya aku disuruh mengantar dia pulang ke Jawa Timur, padahal waktu itu aku sedang berobat jalan karena aku mengidap alergi serpihan kulit manusia (aneh ya..? aku saja dulu tidak percaya). Aku harus datang ke dokter pribadiku setiap hari Selasa dan Jum’at buat disuntik. Tetapi, menurutku tidak apa-apa karena kupikir nanti jika sudah sampai di sana, aku langsung pulang saja pikirku. Jadilah aku mengantar dia pulang ke Jawa Timur. O.. iya, sebelum terlalu jauh aku bercerita, kuperkenalkan dahulu diriku, namaku Padi dan nama sepupuku Ana. Di jalan kami bercerita tentang daerah asalnya yang ternyata ada di kawasan pantai utara Jawa Timur. Kami mampir ke Madiun dulu, karena katanya dia mau mengambil baju-bajunya yang mau dibawa sekalian dicuci di rumah. Sampai di Madiun, kira-kira pukul 5:00 sore, kami menuju tempat kosnya yang sederhana di komplek Akabri. Setelah selesai dengan urusan di Madiun, kami langsung pergi lagi meneruskan perjalanan. Di perjalanan, aku bertanya dengan dia. “Eh, An.. dari sini sampai ke kotamu berapa lama sih..?” tanyaku. “Ya… mungkin kira-kira 8 jam Mas..” katanya. Dalam hati aku berpikir, “Wah, bakalan capek di jalan nih.. sialan…” Waktu berlalu, kira-kira pukul 9 malam, kami masih ada di atas bis jurusan ke kotanya. Malam itu kurasakan sangat dingin, apalagi ditambah tiupan angin yang sangat kencang. Di dalam bis yang lumayan penuh itu, aku duduk di kursi kedua dari belakang sejajar dengan
  • 2. Ana. Pintu bis yang ada di sebelah kananku ternyata tidak bisa ditutup, karena kuncinya rusak kata kernetnya. Ana yang merasa kedinginan terkena tiupan angin, bingung mau bagaimana sebab dia tidak membawa jaket atau sweater buat penghangat, sedangkan aku sendiri tidak masalah. Kemudian kutawarkan dia untuk pindah tempat duduk di sebelah kananku, yah.. lumayan dia terlindung dari angin oleh badanku. Sekitar 10 menit setelah itu, dia bilang katanya dia merasa mengantuk, aku tawarkan dia untuk tidur saja di pangkuanku. Dia mau dan langsung dia rebahkan kepalanya di pahaku, waktu itu aku sebenarnya agak kawatir dengan penumpang lainnya. Jangan-jangan ada yang berpikiran macam-macam tentang kami, meskipun begitu aku akhirnya memutuskan untuk santai saja. Si Ana dengan cepat tertidur dengan pulasnya, tanganku kutaruh di atas punggungnya biar dia merasa lebih hangat. Tawaranku untuk tidur di pahaku ternyata berbekas sekali di hati sepupuku ini, sepertinya dia merasa ada sesuatu yang lain yang dirasakannya setelah dia merebahkan kepalanya di pahaku. Mungkin karena dia masih anak SMU yang belum pernah merasakan kasih sayang dari seorang cowok, tetapi kok ya kebetulan justru dengan kakak sepupunya sendiri. Tidak terasa, bis telah memasuki terminal di kotanya. Waktu itu jam 1 pagi. Kami langsung mencari becak untuk pulang ke rumahnya. Sampai di rumahnya yang sederhana (bapaknya bekerja sebagai sipir penjara dan ibunya guru SD), aku langsung disambut oleh Omku. Kami berbincang-bincang sejenak sambil nonton MTV. Tidak lama kemudian, Omku minta diri untuk tidur. Aku mempersilakan Omku untuk tidur. Aku sendirian yang belum merasa mengantuk dan meneruskan melihat TV vidio bokep. Si Ana sendiri ada di kamarnya sedang bicara dengan adiknya. Kira-kira 5 menit kemudian, kudengar ada orang datang masuk ke ruang TV dimana aku berada, yang Ternyata Ana. Aku bertanya pada dia, “Lho.. An, kamu ngga tidur? Kan udah malem, bahkan pagi nih!” “Lah.. mas sendiri gimana? Kok ngga tidur juga?” dia balik bertanya. “Mas kan udah biasa melek sampai pagi, lagian acaranya bagus nih, MTV music Awards.” “Iya deh… tapi Ana boleh nemenin Mas ngga?” “Boleh aja, asal bikinin Mas kopi panas dong…” “Ih.. Mas curang.. Oke deh Ana buatin.” Kemudian dia beranjak pergi ke dapur untuk membuatkan kopi untukku. Sewaktu dia jalan ke dapur, dia melewati ruangan makan yang gelap, sedangkan ruang dapurnya sendiri dibiarkan terang, sebab Omku orangnya suka makan, jadi kalau malam dia sering ke dapur untuk cari makanan. Sewaktu dia melewati kamar makan yang kebetulan bisa terlihat dari tempat dudukku, aku agak kaget karena kulihat dasternya kelihatan menerawang terkena cahaya dari dapur. Si Ana ini sebenarnya tidak hanya manis tetapi juga cantik, tubuhnya agak gemuk, tinggi sekitar 158 cm, ukuran dadanya berapa ya? Tidak tahu.. Kulitnya sawo matang dan yang paling menarik adalah matanya yang khas cewek Jawa, tidak besar juga tidak kecil. Sekilas kulihat bentuk tubuhnya sewaktu dia melewati ruang makan. Jantungku merasa agak berdebar
  • 3. karena aku kan laki-laki, jadi lihat yang seperti itu kan, ya gimana gitu. Selesai dia membuat kopi, segera dia menuju ke arahku, terus dia bergabung nonton MTV. Sejenak aku lupa akan kejadian yang mendebarkan tadi (menurutku lumayan mendebar kan lho). Kami berbincang-bincang sambil mengomentari pemenang-pemenang yang sedang diumumkan di TV. Tiba-tiba dia nyeletuk, “Mas.. tadi enak lho tiduran di pangkuannya Mas..” “Kenapa emangnya? Mau lagi ya, sini deket-deket Mas..?” kataku. “Oke deh!” Ana dan reni adik sepupu yang masih perawan, Kemudian dia mendekat ke arahku dan merebahkan kepalanya di pahaku lagi. Nah, sekarang aku mulai berpikiran macam-macam nih, karena kan dia hanya memakai daster dan di dalam dasternya hanya ada CD dan BH saja. Mau tidak mau batangku mulai bereaksi pelan-pelan, tetapi dia tidak tahu. Masih sekitar 10 menit kami berbincang-bincang, tanganku kutaruh di atas pinggulnya, dan kurasa dia tidak keberatan. Lama-lama sepertinya dia mengantuk dan mulai sembarangan kalau menjawab pertanyaan atau komentarku. “An.. geser dikit dong, soalnya pahaku kesemutan nih! Sebentar, ganti pake bantal aja yah…?” Kemudian kuangkat kepalanya, kupindahkan dia ke bantal yang ada di sofa, sedangkan kakinya kuangkat ke atas pahaku. Singkat cerita, dia sudah tertidur dengan pulas. Pikiranku mulai keluar pikiran iseng, tanganku aku rabakan di kakinya. Sambil pura-pura memijat, dari bawah pelan-pelan naik ke atas, terus turun lagi, naik lagi… lama-lama aku memijatnya terlalu naik sampai hampir menyentuh pangkal pahanya. Rupanya dia terbangun. “Ngapain Mas..?” “Eh.. ngga kok cuman mijitin, kan kamu capek barusan abis naik bis jarak jauh?” “Mmm.., boleh juga.. tapi mijitnya jangan keras-keras ya Mas…” “Oke An..” Ana dan reni adik sepupu yang masih perawan Nah, aku teruskan kembali memijatnya, tetapi kali ini mijatnya lain, aku kan sedikit-sedikit pernah baca tentang pijatan erotis, maka aku mencoba untuk mempraktekkannya sekarang. Pertama kuletakkan tanganku di telapak kakinya, terus kucari simpul yang bisa membangkitkan gairah seksnya. “Nah, ketemu nih…” batinku. Pelan-pelan kupijat bagian itu sambil tanganku yang satunya juga memijat-mijat paha kanannya. Setengah sadar dia bertanya, “Mas, kok enak banget sih pijitannya?”
  • 4. “Tenang aja deh, yang ini belum apa-apa, entar ada yang lebih hebat.” jawabku. Lama kelamaan dia jadi tidak merasa ngantuk, tetapi menikmati pijatan-pijatan tanganku sambil mengeluarkan suara lenguhan yang sangat merangsang, “Nngggh… ngghh… enak loh Mas… agak naik dikit Mas.. yang ini lho di atas dengkul…, ya.. di situ… terus.. terus..” Aku tahu dia tidak sadar kalau sedang aku kerjain. Lama-lama kulihat dia sepertinya mau bangkit dari tidurnya. Kemudian waktu kubiarkan, ternyata dia tiba-tiba memelukku dan berusaha mencium bibirku. Aku sendiri menyambut ciumannya dengan bersemangat. “Wah, lha ini nih yang kunanti,” batinku. Ciumannya lumayan dahsyat, sampai lidahnya masuk ke mulutku seperti ular. Lidahku sendiri jadi tidak mau kalah menyambut lidahnya yang masuk ke mulutku (heran juga anak ini kok bisa senekat ini pikirku). Dan ternyata, kok luar biasa ciummannya untuk ukuran anak SMU yang belum pernah pacaran, tangannya melingkar di punggungku dan berusaha masuk ke dalam t-shirtku. Gerakan tubuhnya terlihat sekali terbakar oleh rangsangan yang kuberikan melalui pijatan tadi, tubuhnya naik turun sambil sesekali bergoyang ke kiri dan ke kanan. Lama-lama daster yang dia kenakan tertarik ke atas oleh karena gerakannya tersebut, dan tanganku pun bisa leluasa untuk memegang pantatnya. Dia memakai celana dalam yang tipis berenda. Pelan- pelan kumasukkan tanganku ke dalam CD-nya dari atas. Aku berhasil memegang pantatnya, wah.. seketika aku merasakan suatu gelora dalam diriku, sepertinya aku sendiri mulai terserang rangsangan yang sangat kuat. Aku pijat-pijat pantatnya, sementara kami masih saling berpagut, dia sendiri terlihat sangat menikmati pijatan tanganku pada pantatnya. Lalu aku mulai menaikkan tanganku, berusaha untuk membuka dasternya. Tanpa hambatan, aku berhasil menaikkan dasternya sampai ke bagian leher, kudorong dia pelan-pelan ke belakang, dia berusaha untuk tetap memelukku. Aku berbisik padanya, “An.. tolong kamu mundur sebentar, aku tolong kamu nglepasin dastermu.” Dia mengangguk pelan, lalu kubuka dasternya. Kulihat tubuhnya yang mulus hanya ditutupi BH dan CD saja. “An.. gimana kalo semuanya aku buka…?” tanyaku. Ternyata ia mengangguk mengiyakan, “Silakan Mas…” Kubuka pelan-pelan BH-nya sambil kubelai dua bukit di dadanya dengan lembut. “Ehm… Mas.., Ana sayang sama Mas…” katanya. Aku tidak menjawab perkataannya. Kemudian kudekatkan wajahku ke buah dadanya dan mulai mengulum-ngulum pucuk bukitnya. Dia terlihat sangat menikmati perlakuanku tersebut, matanya terlihat sayu dan sepertinya mengharap yang lebih dari sekedar dikulum pucuk bukitnya.
  • 5. Aku menengok ke arah jam dinding yang terletak di atas pintu, jarum menunjukkan pukul 12:08 malam. Aku sempat berpikir, sebenarnya bahaya kalau tiba-tiba Om atau Tanteku memergoki kami yang sedang asik di sini. Sekejap aku memutar otak, aku lalu berbisik ketelinga Ana. “An.. kita pindah ke kamarku aja yah?” Dia tersentak mendengar bisikanku. Aku sendiri kaget, “Apaan nih? Kok jadi medadak berubah?” Aku rasakan ternyata Ana sepertinya tersadar atas apa yang sedang diperbuatnya. Dengan terburu-buru, dia menyambar pakaiannya dan berusaha lari menuju kamarnya. Cepat sekali kejadian itu berlalu, aku sendiri tidak sempat melakukan apa-apa, aku hanya melongo seperti Mandra diputus Munaroh. Gila, pembaca tahu sendiri kan? Lagi enak-enak bercumbu, tidak tahunya putus di tengah jalan. Tetapi aku sendiri maklum, sebenarnya Ana adalah anak yang taat beribadah. Dan kuyakin yang barus saja kualami, sebenarnya dia melakukannya di bawah sadar. Paginya, aku bangun sekitar pukul 9:00, ternyata aku semalam ketiduran di depan TV. Aku ngucek-ucek mataku sambil mencari dimana kacamataku, agak lama kucari, tetapi tidak ada. “Mana ya?” aku bergumam pelan. Kebetulan Tante yang berjalan melewati ruang TV menuju dapur mendengar gumamanku. “Cari apa Di?” tanya Tanteku. “Tante liat kacamata Padi ngga?” “Ngga tuh.. mungkin jatuh di bawah meja, coba cari lagi,” sambil dia berjalan menuju ke arahku ingin membantu mencari. Dicari-cari sudah lama, tetap tidak ketemu, “Yep.. nanti dicari lagi deh Tante.. biar Padi mandi dulu.” kataku. “Oke lah, nanti Tante bantu lagi carinya.” “Oke Tante..” sahutku. Aku bergegas menuju ke kamarku, mengambil peralatan mandiku. Kamarku terletak di sebelah kamar Ana, sempat kulihat dari celah kamar yang tidak tertutup semua. Ana masih kelihatan pulas tidurnya. Mungkin dia tidak bisa tidur setelah kejadian tadi malam. Habis mandi aku menuju ke ruang TV lagi untuk mencari kacamataku yang masih sembunyi. Ternyata tante sudah ada di sana sedang nonton TV. Aku tanya ke tante, “Ketemu ngga kacamatanya Tante?”
  • 6. “Ngga tuh Di.. udah tante cari dimana-mana ngga ada, sampai-sampai sekalian Tante ngebersihin ruang ini deh.” “Waduh… gimana nih… susah deh. Aku kan ngga bisa baca kalo ngga pake kacamata,” pikirku, “Ya apa mau dikata, kalo lagi apes, gini deh jadinya.” Pukul 9:30, kulihat kamar Ana sudah terbuka, beberapa menit kemudian Reni (ini nama adiknya) bergabung dengan kami di ruang TV sambil membawa nampan berisi 4 gelas teh. Aku tanya dia, “Kok cuman empat gelasnya Ren?” “Ooo, Papa kan udah berangkat kerja Mas.., jadi Reni bikinnya cuman 4.” jawabnya. “Gitu ya?” sahutku. Kami lalu berkumpul membicarakan keadaan Kota Tuban, tiba-tiba si Reni bertanya ke Tante. “Ma.. kacamata yang di kamar Reni itu punya siapa sih?” tanyanya. “Eit! lha ini dia nih si kacamata.. ternyata ngumpet di sana,” spontan aku menyahut, “Heh! Itu pasti kacamataku.” “Betul.. itu pasti kacamatanya Mas Padi, Ren!” sahut Tante, “Sana cepet ambilin!” Reni lalu berdiri dan mesuk kamar untuk mengambil kacamataku. Aku berpikir, mungkin kacamataku semalam kesangkut di bajunya Ana. Sesaat kemudian Reni kembali membawa kacamataku, aku sempat was-was, moga-moga Tante tidak curiga kenapa kok kacamataku sampai bisa mampir kesana. Memang ternyata dia tidak curiga sama sekali. Ana dan reni adik sepupu yang masih perawan Pukul 10:00, Tante pamit mau berangkat ke pasar yang tidak terlalu jauh jaraknya dari rumahnya, si Reni ikut. Aku ditinggal sendirian. 5 menit waktu berlalu, aku mulai bosan, terus aku menuju teras depan ingin merokok. Di teras ternyata ada koran edisi hari itu, aku tertarik untuk membacanya. Kubolak-balik halamannya, tidak ada yang menarik. Bosan lagi deh, ngelamun jadinya. Aku teringat kejadian tadi malam. Dalam hati aku berpikir, “Sekarang di rumah cuman ada aku berdua sama Ana. Wuih! kalo… hehehe kalo… misalnya aku iseng gimana ya?” Akhirnya, ternyata aku nekat juga. Aku bangkit dari tempat dudukku, masuk ke dalam. Sampai di depan pintu kamarku, aku punya ide. “Mmmm harusnya pintu depan kututup ya, terus aku pasangkan kaleng krupuk di bagian dalam, biar kalo kebuka dari luar kalengnya kegeser dan bikin suara brisik.” pikirku. Cepat-cepat kukembali ke ruang tamu dan melakukan rencanaku. Setelah itu, aku kembali lagi ke kamar, hati-hati kuintip ke dalam kamarnya Ana, ternyata dia masih pulas tertidur. Aku berjingkat masuk ke kamarnya, perlahan aku duduk di samping tidurnya. Dia tidurnya mengorok hingga aku mau tertawa waktu itu, tetapi kutahan karena takut dia terbangun.
  • 7. Dengan hanya diterangi lampu baca (kamarnya tidak ada jendelanya), kupandangi wajahnya lama. 5 menit lebih kupandangi dia, semakin lama semakin manis. “Gila ya, dengan adik sepupu kok seperti itu?” tapi pikirku, “Biarin aja lah, iseng-iseng berhadiah.” Kemudian aku mulai mencoba membelai rambutnya, pelan tetapi pasti. Dia tidak bereaksi, dia tidurnya brukut (memakai selimutnya sampai menutupi leher). Aku berusaha membuka selimutnya perlahan, kutarik ke bawah dan dia tetap tidak bereaksi. Kumasukkan tanganku ke dalam selimutnya sambil berusaha mencari payudaranya. Dengan tanpa kesulitan, tanganku sudah memegang payudaranya, tetapi masih terhalang dasternya. “Eit… nanti dulu… ternyata dia ngga pake BH! Berarti semalam dia ngga pake BH-nya lagi dong, wah asik nih…” pikirku. Lalu kumasukkan tanganku melalui lubang di antara kancing dasternya. Tidak susah juga, tanganku sudah memegang daging empuk dengan tonjolan di puncaknya. Ana menggeliat, agak keras menggeliatnya, dia terbangun. “Mampus gua,” pikirku. Dia melotot sambil teriak, “Lepasin dong Mas… apa-apaan nih Mas?” Aku gelagapan berusaha mencari alasan, “An… kamu ngga inget semalem ya?” “Lupain aja Mas! Ana ngga mau lagi, ngga boleh, entar dosa Mas!” “Tapi Ana semalem udah ngelakuin dosa lho… kenapa ngga sekalian aja?” rayuku. Kali ini dia benar-benar marah. Ana teriak-teriak menyuruhku keluar dari kamarnya. Aku turut saja, untung letak rumahnya berjauhan dengan tetangga, jadi aku tidak takut teriakannya terdengar tetangganya. Wah… gagal nih ceritanya.., aku akhirnya hanya meraba-taba batang kemaluanku yang menganggur karena tidak jadi dipakai. Aku duduk di ruang TV lagi. Melihat acara tarian Bangkok, lumayan lah buat obat, melihat penyanyi Thailand yang cantik-cantik. Sebentar kemudian Ana keluar dari kamarnya, dia menuju ke arahku. Aku berusaha tidak peduli, dia lalu duduk di dekatku. Katanya, “Mas maapin Ana ya? Ana udah bentak-bentak Mas…” “Ngga papa An.., Mas yang salah.” balasku. “Sebenarnya Ana sayang sama Mas, tapi kita kan masih bersaudara, apalagi nanti kalo ketahuan ama Papa-Mama kan bisa berabe Mas!” jelasnya. “Ya sudah.. lupain aja An, toh kamu masih muda. Nanti juga pasti ada cowok lain yang lebih pantas buat kamu.” lanjutku.
  • 8. “Iya Mas, Mas… Ana mau ngasih sesuatu buat Mas.” “Apa An?” tanyaku. “Liat sini deh Mas..” (dia mulai tidak kaku lagi) Aku menoleh ke arahnya, tiba-tiba dia mendekatkan bibirnya ke arah bibirku. “Mmpphh…” “Plas!” jantungku spontan berdegup keras, “Kok tau-tau nyium sih?” pikirku, tetapi kunikmati saja, enak sih. Pertamanya dia hanya mau mengecup saja, tetapi kulingkarkan tanganku di lehernya, dan kudekap dia. Dengan lembut kukecup bibirnya, dia tidak berontak ternyata, aku pererat dekapanku, dada kami sudah saling menempel. Aku merasakan kalau dia masih belum memakai BH-nya. Dengan perlahan kubelai punggungnya, dasternya yang terbuat dari sutera terasa halus sekali, sensasinya justru membuatku jadi semakin ON saja. Coba saja pasangan anda disuruh pakai lingerie yang bahannya sutera, ditanggung kalau diraba pasti enak sekali. Lama kami berciuman dengan posisi itu, akhirnya capai juga aku. Kulepas pelukanku dan mengakhiri ciuman. Aku berkata pada Ana, “Sini An… Mas pangku..” “Ngga ah Mas… nanti kayak tadi malem deh jadinya…!” “Percaya deh sama Mas… ngga sampe ngelakuin yang ngga-ngga kok, okey?” Dia akhirnya mengalah, mungkin dia masih ada rasa ingin juga, dia juga tahu kalau sekarang kami hanya berdua saja di rumah, So? Why not?. Dia duduk di pangkuanku menghadap TV, tanganku bergerak dengan bebas di dadanya. Kuraba dadanya sambil berkata, “An.. Ana ngga marah-marah lagi nih?” “Biarin lah Mas.. udah terlanjur nih, tapi janji ya jangan kebablasen…” pintanya. “Okey An!” Dari belakang, sambil tanganku membelai payudaranya, kulihat dia memejamkan matanya menikmati belaian tanganku. Tanganku meraba payudaranya dengan hati-hati, penuh perasaan aku membelainya, aku sendiri memejamkan mataku jadinya. Pelan tapi pasti, tanganku bergerak turun menuju perutnya. Agak dekat dengan V-nya kugunakan kuku jariku yang agak panjang untuk membangkitkan rangsangan di perutnya. Kulirik dia, terlihat dia menahan perutnya dengan membuat kaku daerah itu. Dia menikmati perbuatanku, perlahan dasternya kutarik ke atas, dia diam saja, ujung dasternya sudah sampai ke pahanya. Sedikit lagi pasti aku bisa meraih celana dalamnya. Akhirnya sampai juga, CD-nya sudah tidak tertutup lagi, sekilas kulihat bercak basah di ujung V-nya. Tanpa berpikir lama, kupindahkan tanganku ke sana, tanganku merasakan memang
  • 9. di daerah itu sudah basah. Kusimpulkan pasti dia sudah terangsang berat. Lalu kuselipkan tanganku ke dalam CD-nya, tetapi dia kali ini menahan tanganku supaya tidak masuk ke sana. Aku urungkan niatku untuk itu, tanganku hanya menggosok-gosok dari luar saja. Kemudian terlihat dia mengeluarkan lenguhan dan badannya menegang, seperti menahan sesuatu. Orgasme rupanya. Lalu badannya melemas lunglai di pelukanku. Tanganku yang masih berada di selangkangannya merasakan kalau CD-nya bertambah basah. Kemudian Ana memandangiku. Lama kami berpandangan. Ana kemudian bicara, “Mas, kita lakukan yuk. Ana udah ngga tahan…” Wah, benar-benar kejutan..! Ana tiba-tiba berubah pikiran. Hal ini tidak akan kusia-siakan. Tanpa bicara lagi, langsung kucium dan kuremas dadanya yang masih tertutup daster. Ana melenguh keenakan karena remasan itu. Kemudian aku melepas remasannya. Kupandangi dadany a di balik dasternya, kupandangi seluruh tubuhnya, kulitnya yang sawo matang. Kemudian aku melepas dasternya karena akan merepotkan saja. Kini ia polos tanpa satu benang pun menutupi tubuhnya. Kemudian aku membopongnya ke kamar tidurku dan kubaringkan ia di tempat tidur, lalu kuciumi seluruh tubuhnya. Tubuh Ana bergetar hebat, menandakan bahwa dia baru pertama kali ini melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya. Kemudian aku mencium dan menjilat bagian perutnya dan mulai ke bawah dan mulai meraba serta membuka kedua pahanya degan kedua tanganku. Tangan kananku membuka belahan vaginanya sedangkan seluruh bagian mulutku mulai mengolah bibir-bibir vaginanya. Tangan kiriku masih meremas buah dadanya yang sebelah kanan. Aku merasakan adanya cairan yang mulai membasahi permukaan bibir vaginanya. Aku terus menyedot dan menggigit-gigit perlahan labia mayoranya dengan asyik, sedangkan tangan kiriku sekarang meraba-raba klitorisnya dengan cairan pelumas dari lub angnya. Asyik sekali, karena terlalu keasyikannya, secara tidak sadar, ada dua tangan menjambak rambutku, aku tidak menghentikan aktivitasku. Mulanya kupikir hanya gerakan kenikmatan yang diterimanya secara erotis. Eh, kok tambah lama terasa ada goyangan perlahan di bagian selangkangannya. Begitu pula tanpa kusadari, ada suara-suara nafas tertahan dan jambakan di rambutku bukan lagi jambakan pasif, tetapi mulai membelai dan memegang kupingku. Aku tiba-tiba sadar. Dia benar-benar menikmatinya. Aku termanggu duduk di antara selangkangannya dan melihat ke arah waja hnya. “Kok.., berhenti Mas..?” suaranya berat perlahan dengan tatapan wajah yang sayu. “Ehh.. terusin Mas… hhh… kurang dikit lagi..!” suaranya tertahan. Aku masih terduduk bingung dan memandangnya dengan pandangan bodoh. Dan yang menjengkelkan, batang kejantananku tidak berkompromi. Dia tegak mengacung, sehingga mencuat di antara kaosku. Kepalanya tampak licin karena cairan bening yang keluar. Sebenarnya batang kejantananku lumayan besar dan panjang, sehingga tampak mencuat
  • 10. tinggi. Tiba-tiba Ana bangun, dan duduk di hadapanku, memandangku dengan sayu. Tiba- tiba tangannya mulai bergerak ke arah batangku, dan memegang lama sambil tersengal- sengal sehabis melumatnya. Kemudian memandangku perlahan dan meletakkan dirinya telentang di ranjang. Ana berdiri di atas tempat tidur dan berjongkok di depanku. Kemudian dia membuka kedua pahanya dan mengangkat lututnya ke atas sehingga lubangnya terlihat. Ia meraba permukaan vaginanya sambil perlahan memandangku dan berkata, “Ayo Mas… masukin..!” Aku seperti tersihir, antara bingung dan nafsu, menggerakkan diri untuk berlutut di antara kedua pahanya dan memegang kepala batangku yang licin terkena ludahnya dan mengarahkannya ke lubang merah mengkilat itu. Sejenak aku lupa bahwa dia masih belasan tahun, yang kurasakan secara reflek setelah dikenyot habis-habisan olehnya, ialah bahwa ia sudah tidak perawan lagi. Dan, “Ssleeeppp..” ketat tetapi tidak begitu menjepit dan tanpa hambatan sama sekali (benar dugaanku). Aku menusukkan seluruh panjang batangku ke dalam lubang itu, dan hebatnya seluruh panjangnya batang kejantananku itu masuk total ke dalamnya serta membiarkannya sejenak merasakan denyutan hangatnya. Ana melenguh agak keras. Aku khawatir juga karena dia akan merasakan sakit di bagian dalam vaginanya. Tetapi karena malaikat nafsu lebih berkuasa, ya sudah aku santai saja dan mulai menarik batangku itu dari dalam lubangnya dan memasukkannya lagi seluruhnya. Entah karena apa, aku tidak begitu merasakan rasa nikmat yang cepat naik. Memang terasa basah, licin dan enak tetapi, ya lebih karena ini memang sedang bersetubuh. Aku mulai berpraktek dengan berbagai macam cara menusuk dan arah tusukan ke dalam lubang vaginanya. Yang mulai mencemaskanku, Ana sama sekali tidak berusaha menahan suaranya. Ia mulai melenguh dan mengerang keras-keras ketika aku mulai mempercepat gerakanku. Aku antara cemas dan mulai nikmat, tidak peduli lagi. Lagi pula suaranya mulai merangsangku dan ini membuatku menusuk-nusuk dengan gerakan yang cepat dan keras. “Aaahhh… aayooo Mass… aaduhh… cepat Masss..!” pintanya dengan nafsu. Dia mengangkat kedua tangannya ke atas kepalanya. Bunyi beradunya kemaluan kami mulai terdengar keras, berkecepak-kecepak dan aku mulai merasakan lereng gunung telah kucapai. Tinggal mendaki cepat dan sampai di puncak. Tiba-tiba Ana menghentikan gerakanku, dan menutup kedua pahanya sehingga terasa ada jepitan yang luar biasa di sekujur batangku. Kemudian dia memandangku sayu. Aku tahu apa yang dimaksudkannya dan mulai menggenjot lagi. Aku menjepitkan kedua betisnya di antara leherku dan bertumpu pada kedua tangan, sedang aku membentuk busur dengan tubuhku, merapatkan kedua pahaku sehingga terasa batangku membesar dan mulai menusuk-nusuknya cepat. “Aaahhh… sss…” terdengar bunyi-bunyian antara suaranya yang merangsang dan bunyi kecepakan kemaluan kami yang beradu, sedangkan aku sendiri mengeluarkan suara helaan nafas yang cepat. Beberapa menit kemudian, aku merasakan aliran yang semakin cepat memenuhi pinggul
  • 11. dan seluruh tubuhku. Keringatku telah mengucur deras. Dan, “Annn… Annaaa… aaadduuhhh… ssss… Ann..!” spermaku menyemprot deras ke arah perutnya. Aku mengerang keras dan terus mengocok batang kemaluanku. Kemudian tanganku yang mulai begerak ke arah vaginanya segera menusuk-nusukannya. Lama aku terus menusuk-nusuk lubangnya karena rasa nikmatnya terus mengalir hingga tidak berapa lama kemudian Anna berkata, “Masss… aaa… Maass… ssshhh… aaddduuhh..!” Ana menaikkan pelvisnya dan menerima tusukan-tusukan terakhirku dengan denyutan dinding vagina yang terasa cepat dan kenyal. Aku menindih tubuhnya yang kecil dan merasakan detak jantung yang cepat di dadanya dan dengusan nafas hangat di ubun- ubunku. Jariku masih menancap dalam di dalam vaginanya dan merasakan denyutan yang tidak kunjung reda. Kemudian aku tergeletak di sampingnya, aku berkata kepada Ana, “An… kamu sekarang mandi saja ya..? Kayaknya kamu bau deh…” “Sialan… iya deh, Ana mandi, makasih ya Mas… Ana udah dikasih pelajaran sama Mas.” “Sama-sama An..” Aku tidak merasa menyesal karena tidak dapat seperti yang kubayangkan (gadis yang benar-benar perawan). Yah, lumayanlah bisa meraba-raba kan? Ana lalu berdiri hendak menuju ke kamar mandi, sebelum dia pergi dia menoleh ke arahku lalu menunduk dan menciumku sebentar. Aku belaikan tanganku ke dadanya dan V-nya. Dia tersenyum memandangku, lalu bergegas menuju kamar mandi. Saat dia menutup kamar mandi, aku sempat dengar langkah kaki berlari menjauh dari arah pintu ruang tamu. Aku cepat-cepat menuju ruang tamu ingin mengetahui siapa yang baru saja dari sana. Sempat kulihat warna bajunya, biru seperti yang dipakai Reni. “Mungkinkah..?” batinku. Aku kembali ke ruang TV, sambil menebak-nebak, “Apa iya.. tadi itu si Reni, terus kalau benar, berarti dia tahu dong kita lagi ngapain..? Waduh, terlalu serius sih tadi… jadinya begini deh.” Kurang lebih 20 menit, Tante dan Reni datang dari pasar, Tante katanya mau masak Sop buntut dan membuat Rujak cingur. Siang jam 12:30, Ana mengajakku untuk makan. Saat makan, Reni kelihatan agak canggung melihatku, pikiranku lalu menghubungkan dengan peristiwa yang tadi kualami. “Berarti tadi memang benar Reni..” pikirku. Kami tidak bicara banyak saat di meja makan. Akhirnya sore pun tiba, Omku sudah datang sejak jam 3:00 tadi. Aku lewatkan seharian dengan bermain playstation dengan Ana, sedangkan Reni dari tadi berada di dalam kamarnya. Tidak tahu sedang berbuat apa dia, betah-betahnya di dalam kamar terus. Tante sendiri ke rumah tetangga untuk membantu masak, kebetulan tetangga ada yang sedang punya hajat. Jam 8:00 malam, aku membaca-baca majalah di ruang tamu. Ana dan Reni di ruang TV sedang nonton HBO, tidak tahu apa film-nya. Tante sudah tidur di kamar belakang, lelah sehabis membantu tetangga. Si Om malam ini mendapat tugas jaga malam. Jam 9:00, Ana
  • 12. ke ruang tamu, dia bicara padaku kalau mau tidur duluan, Reni masih mau nonton TV menunggu opera sabun kegemarannya di HBO kata Ana. Ana suruh aku menemani Reni di ruang TV, soalnya si Reni anaknya sedikit penakut katanya. Jadi aku pindah ke ruang TV, kubawa majalah yang sedang kubaca. Aku rebahkan badanku di sofa panjang di depan TV. Reni sendiri duduk di kursi favoritnya, tanpa sekali pun menengok ke arahku. Aku teruskan baca artikel yang sempat terputus tadi, sambil sekali-sekali aku melihat ke arah televisi. Aku lihat ke arah jam tanganku, ternyata sudah jam 11:13. Aku berkata kepada Reni, “Ren.. kamu ngga ngantuk?” Dia tidak menjawab, kuulangi lagi dua kali baru dia menjawab, “Belum ngantuk kok Mas, lagian film-nya barusan mulai nih.” “Oke.. kalau gitu Mas pergi tidur dulu ya..?” “Ntar dulu dong Mas, tunggu film-nya abis… kan Reni takut nonton sendirian, film-nya agak horor nih!” pintanya. “Sofanya dibuka aja… jadiin tempat tidur, Mas tidur di situ aja.” katanya lagi. “Emang bisa Ren..? Oke deh Mas coba.” Aku coba deh usul Reni, dan aku akhirnya tidur di sofa yang sudah diubah menjadi tempat tidur itu. Tidak tahu berapa lama aku tertidur di situ, tiba-tiba aku terbangun merasakan tanganku ada yang memegang. Aku buka mataku sedikit-sedikit, terlihat olehku Reni memegang tanganku, digosok-gosokkannya tanganku ke selangkangannya. Terasa olehku bulu-bulu halus di ujung jariku. Kulirik mukanya, dia mendesah amat pelan. Wajahnya menghadap ke arah televisi, aku jadi curiga, jangan-jangan? Aku lalu mencoba melihat ke layar televisi, ternyata di sana terlihat film-nya sudah bukan HBO lagi. Kesimpulanku, si Reni ternyata suka nonton sampai malam berarti hanya untuk menyetel VCD porno. Wow! berarti kakaknya kalah dong sama adiknya. Perlu diketahui, jarak umur antara Ana dengan Reni hanya 1 tahun lebih sedikit, apalagi Reni anaknya agak bongsor, tingginya sepundakku, tidak begitu gemuk tetapi cukup berisi. Singkat kata, aku beruntung kali ini, karena mendapat daun muda nih. Perlahan, tanganku yang masih bebas berusaha melorotkan celana dalamku ke bawah. Sementara Reni masih asyik dengan kegiatannya yang semakin lama semakin menjadi, dia seperti terobsesi dengan film dari VCD tersebut. Lenguhannya kadang-kadang terdengar keras. Lalu perlahan-lahan tanganku yang dia pegang kutarik ke arah kemaluanku. Setelah dekat, tanganku yang satunya dengan cepat kurangkulkan ke pinggangnya dan menariknya ke atas tubuhku. Dia kaget sekali, hampir dia berontak, tetapi selanjutnya dia justru memegang batang kejantananku dan mulai mengocok-ngocok dengan lembut. Aku pun lalu mengimbanginya, kuubah posisiku agar lebih enak dengan bersandar ke belakang, ke sandaran sofa. Dia menoleh ke arahku, terlihat wajahnya yang khas ABG, mengingatkanku kepada cewek-cewek yang suka nongkrong di mall-mall. Posisi tubuh kami akhirnya saling berhadapan, dia menggesekkan tubuhnya naik turun. Payudaranya ditempelkan ke dadaku. Nafasnya terdengar keras, khas orang yang sedang terangsang berat, “Sshhhsshhsshhss…” seperti itu deh kalau tidak salah. T-shirtnya yang gombrong mulai basah terkena keringatnya, memang malam itu udara
  • 13. terasa sangat panas, aku sendiri juga merasa kepanasan. Aku peluk dia, tanganku kutelusupkan ke dalam t-shirtnya dari belakang, sedangkan bibirku tidak tinggal diam begitu saja, kucium belakang kupingnya dengan pelan, kuhembuskan nafas secara perlahan ke daun telinganya. Terasa olehku Reni semakin menggila, terasa dari gerakan tubuhnya yang turun naik dengan cepat, digesekkannya dadanya ke dadaku, juga selangkangannya dia gesek-gesekkan ke kemaluanku dengan bernafsu. Tanganku yang berada di punggungnya, akhirnya kugeser ke pantatnya, dari atas punggung kugerakkan ke bawah, masuk ke celananya sebelum sampai ke pantat. Kuputar ke samping dengan agak cepat, lalu kuteruskan ke pinggang mencari celana dalamnya, kuraba dari luar celana dalamnya, pantatnya yang empuk kuremas dengan gemas. Aku menyesuaikan dengan irama gerakannya yang maju mundur. Kontan dia makin menggila, tangannya naik ke atas, rambutnya menyuguhkan gerakan yang erotis sekali. Dia berusaha menanggalkan t-shirtnya. Setelah t-shirtnya lepas, dia pegang kepalaku, menariknya ke arahnya dan melumat bibirku dengan sangat bernafsu. Reni tidak memakai BH, payudaranya yang berukuran lumayan besar terlihat mengkilat karena basah oleh keringat. Aku menjilat-jilat payudaranya, kukulum putingnya yang kecil dan tidak begitu menonjol. Dia berteriak pelan, “Mas..!” Aku lalu berpindah ke bibirnya yang mungil, kulumat dengan bernafsu bibirnya itu. Dia mendesah keenakan, akhirnya dia tidak tahan lagi. “Ayo Mas, kayak yang di VCD itu lho Mas…” pintanya. Kujawab, “Yang gimana Ren..?” “Cepetan dong Mas… Reni udah ngga tahan nih..” “Emang Reni udah pernah..?” “Belum Mas… makanya Reni pengen coba, cepetan dong Mas…” Kami lalu berdiri berhadapan, aku melepas pakaian yang melekat di tubuhku, dia begitu juga melepas semua pakaian di tubuhnya. Dengan bernafsu dia pegang batang kemaluanku untuk dikocok-kocok, sensasinya, wuah! Tidak tergambarkan. Dipegang oleh anak baru umur 18 tahun! Lalu sebentar kemudian, dia melepas batang kemaluanku dan membalikkan tubuhnya, berpegangan pada lemari buku. Posisinya sekarang agak menungging membelakangiku, pantatnya yang belum begitu besar terlihat kenyal. Dari belakang, aku melihat kemaluannya sudah merekah, ada daging yang keluar dari kemaluannya, entah apa itu namanya. Mungkin itu kli yang dinamakan clitoris. Tetapi pemandangan itu menjadikan batang kejantananku menjadi berdenyut-denyut ingin merasakannya. Kudekati dia, kugesek-gesekkan kepala senjataku ke daging yang menyembul keluar itu. Tangan Reni dengan tergesa-gesa menarik batang kejantananku untuk segera dimasukkan ke dalam liang kemaluannya. Terasa agak sulit untuk memasukinya, kutusukkan dengan keras karena aku sudah sangat bernafsu. Aku melihat ke arah wajahnya. Pandangannya ternyata ke arah layar televisi, sambil sesekali bibirnya mengeluarkan desahan-desahan merangsang.
  • 14. “Gila!” pikirku, “Dia ternyata maniak sama VCD porno.” Aku tingkatkan kecepatanku dalam menggoyang. Lama-lama aku merasa pinggangku capek, dan aku coba mengarahkan dia untuk mengganti posisi classic, aku tiduran dan dia yang di atasku. Dia menurut. Sambil memegang pantatnya, aku tiduran dan menikmati goyangannya. Badannya terlihat mungil bila dibandingkan dengan tubuhku, suara desahannya terdengar melengking lirih di telingaku. Pada puncak kenikmatannya, dia melengkungkan tubuhnya ke belakang, tangannya menahan berat badan tubuhnya dengan gemetar. Rasa hangat yang terasa oleh batang kejantananku menjadi bertambah seiring dengan tercapainya puncak kenikmatannya. Sedangkan aku sendiri belum merasakan puncak. Reni merangkulku dengan lemas. Setelah itu, dia berbisik ke kupingku. “Makasih ya Mas, Mas telah memberi Reni melebihi dari mbak Ana…” “Jreng! Terkuaklah kebenaran peristiwa siang tadi, ternyata memang benar. Reni telah melihatku bermesraan dengan kakaknya.” daliam hatiku. “Loh, jadi tadi Reni ngelihat Mas padi gituan sama mbak Ana to?” “Heeh Mas… Reni kepingin, lagian Reni sering ngeliat di VCD. Kayaknya enak banget deh Mas… dan ternyata memang bener.” “Oke deh, tapi Mas Padi belom sampai puncak nih.. gimana dong? Kan kasihan Reni udah capek.” “Begini aja Mas… dari tadi siang emang Reni udah merencanakan ini, gini rencana Reni, tadi waktu Reni ngeliat Mas sama Mbak Ana gituan, sebenarnya Reni mo ngambil Dompet Mama yang ketinggalan. Trus Reni punya rencana, Reni beli CTM (obat tidur) buat dikasih ke minuman Mama ama Mbak Ana, nah.. tadi Mbak Ana sama Mama udah minum obatnya (dicampur sama teh) masing-masing 3 butir.. hehehe.” “Terus gimana dong?” sahutku. “Sekarang Mbak Ana kan pasti pules banget tidurnya, diapa-apain pasti ngga bangun deh. Kan tempat tidur sebelahnya lagi kosong…” “Heh!” aku spontan tahu apa yang dimaksudkannya, “Sip deh! Oke Ren! Sekarang kita pindah aja ke kamarmu…” “Ayo..!” Kemudian kami berdua berdiri dan menuju ke arah kamar Ana. Memang benar Ana tertidur lelap. Hanya iseng saja, aku membuka dasternya dan menyentuh kewanitaannya Ana dan memasukkan jari telunjuk dan tengah. Ternyata memang tidak bangun! Hanya saja dia mengeluarkan sedikit lenguhan-lenguhan nikmat yang dia rasakan. Kemudian aku mulai memainkan vaginanya sampai basah. Tetap saja Ana tidak bangun sama sekali.
  • 15. “Mas, udah dong. Kok malah Mbak Ana yang dimaenin. Giliran Reni dooong…” keluh Reni karena sudah terbalut nafsu yang tinggi. Padahal tadi sudah puas. Lagipula aku juga sudah bernafsu karena tadi dalam permainan pertama belum selesai. Kemudian aku melepaskan jilatan pada vagina Ana dan berpaling ke Reni ysng sudah mulai memuncak nafsunya. Kemudian aku mulai naik ke atas ranjang dan menidurkan Reni. Secara intense, kami pun mulai pagutan. Tetapi ketika kami berciuman, beda sekali dengan yang pertama. Seperti disirap, kucium pipinya, mulutnya, berhenti lama di situ. Mulut kami berpagut seperti memecah ribuan rindu. Lidah kami bermain di sana. Tidak lama kemudian, kuturunkan lidahku ke arah lehernya, dia menggelinjang, matanya terpejam, tangannya bergidik seperti menahan gelombang perasaannya sendiri. Ketika putingnya kuraba, dia mulai melenguh. Dengan gerakan halus, aku mulai meremas-remas sehingga Reni merasa keenakan. Sementara bibirku sudah beralih, tidak lagi di bibirnya tetapi sudah menjilati telinga, dan lehernya. Karena buah dadanya sudah terbuka, mulutku pun bergeser ke puting susunya yang sudah menegang. Ketika kumainkan dengan lidahku, lenguhannya semakin panjang. Tangan kananku pindah ke arah vaginanya dan mulai meremasnya. Sambil memainkan klitorisnya, aku terus menjilati kedua payudaranya. Ketika aku merasakan kemaluannya sudah sangat basah, aku mulai bernafsu untuk melakukan foreplay yang lebih lama. Tidak lama kemudian, mulutku menjilat ke arah perut, pinggang dan sasaran terakhir adalah klitorisnya yang merah. Karena tidak tahan, Reni berontak dan ingin merubah posisi. “Ren, duduk di depan mukaku…” pintaku sambil menolongnya berpindah posisi. Dia pun kemudian duduk dan menempatkan liang kenikmatannya tepat di wajahku. Lidah dan mulutku kembali memberikan kenikmatan baginya. Responnya mengejutnya. “Aughhh…” setengah berteriak dan kedua tangannya meremas buah dadanya. Kuhisap dan kujilati terus, semakin basah liang kenikmatannya. Tiba-tiba Reni berteriak, keras sekali, “Aahhh… ahhh,” matanya terpejam dan pinggulnya bergerak-gerak di wajahku. “Aku.. keluar,” sambil terus menggoyangkan pinggulnya dan tubuhnya seperti tersentak- sentak. Mungkin inilah orgasme wanita yang paling jelas kulihat. Dan tiba-tiba, keluar cairan membanjir dari liang kenikmatannya. Ini bisa kurasakan dengan jelas, karena mulutku masih menciumi dan menjilatinya. “Aduh… Mass.. enak banget. Lemes deh.” katanya. Dia terkulai menindihku. “Enak?”, tanyaku. “Enak banget, kamu pinter yah. Ngga pernah lho aku klimaks kayak tadi.” “Akh, yang bener..? Kamu kan tadi udah ngerasain.” kataku mengingatkan pada permainan
  • 16. pertama kami.” “Tapi, uuhh… lebih enak yang ini..” Ternyata Reni masih menikmati sisa-sisa klimaksnya. Tetapi karena belum puas, langsung saja kujilat kembali liang kemaluannya. Semakin lama semakin asyik dan sangat enak, dan dia pun merintih-rintih kecil. “Mass… nakal ahhh… kok… akkhh… dimaenin lagi… ouuchh… siiich… uwuuhh ooo… sstt akhs… akhs… akhs… ooohhh aahh… sstth,” sambil tubuhnya agak bergerak tidak karuan, mungkin jilatanku tidak seberapa tetapi kulihat dia sedang keasyikan menikmati jilatanku. Lalu dia berdiri dan menarik tubuhku ke lantai. Di situ kami berciuman lagi, entah kenapa aku merasakan sesuatu yang hangat di sekitar liang kemaluannya, kuingin batang kemaluanku dimasukkannya ke lubang kemaluannya. Soalnya aku masih ragu. Walaupun tadi sih berani. Tetapi takut si Ana bangun. Kemudian aku memberanikan untuk bicara. “Ren, aku masukin lagi yaaa… Tadi kan belum puass…” Reni tidak menjawab. Dia hanya merintih keenakan. Karena malas bermain sambil berdiri, aku mendorong Reni hingga tertindih oleh badanku. Reni mengerang keras karena vagina tertindih oleh adikku yang sudah menegang tinggi. Kemudian mulai lagi kugerakkan tanganku mencakar halus pinggangnya sampai ke payudaranya. Reni meremas kedua tanganku, menahan geli yang ditimbulkannya. “Ssshh… ssshhh!” Reni mendesis berkali-kali menahan kenikmatan itu. Kembali aku memainkan klitorisnya dengan tanganku, sementara kujilati kedua pahanya. “Aaahhh… ssshhh,” Reni mengerang lirih. Aku menikmati aroma kewanitaannya yang semerbak bersamaan keluarnya cairan dari liang kemaluannya. Kubenamkan wajahku ke liang kemaluannya sambil menjilati bibir kemaluannya. Klitorisnya yang berwarna merah jambu kukulum sambil kumainkan dengan lidahku. Tubuh Reni menggelinjang bergetar. “Uuuhffsss… aaahhh!” Reni menjerit menahan kenikmatan sambil tangannya menggenggam tepi ranjang. Kurasakan cairan kemaluannya deras mengalir dan kuhisap dengan penuh kepuasan. “Masss… masukin sekarang.. aku ngga tahan nih..” Reni lirih memohonku untuk segera memasuki tubuhnya. Aku segera menempatkan tubuhku di atas tubuhnya yang ramping, seksi serta kencang itu. Berdesir darahku melihat Reni terbaring polos telanjang. Ini bukan kesekian kalinya aku mengaguminya. Badan Reni kurus tetapi kencang dan atletis seperti pelari sprinter tetapi untungnya tidak sampai berotot. “Maass… cepat doong… aakkhh.. ngga tahan nih…” “Ok, tenang aja..”
  • 17. Sejenak sempat kudengar Reni mendesis saat meraih kemaluanku. “Uuu… besar dan kuat..” ujarnya setengah berbisik seperti berbicara pada dirinya sendiri. Begitu ujung kepala batang kejantananku menempel di bibir kewanitaannya, kurasakan getaran listrik yang mulai menjalar di seluruh tubuhku. Lalu perlahan kudorongkan ke dalam liang kemaluannya. “Uuhhss… yess, Masss… uuuffssh,” Reni mengerang sambil mendongakkan kepalanya. Dengan satu dorongan berikutnya, batang kemaluanku sudah masuk secara penuh ke dalam liang kenikmatan Reni yang hangat dan tebal. Reni mengalungkan kedua tangannya di leherku dan kedua kakinya melingkar di pinggangku. Aku mulai gerakan memompa liang kemaluannya. “Yess… ufff Maas…” Reni menjerit halus sambil memejamkan matanya. Gerakanku semakin lama semakin cepat dengan tekanan yang semakin kuat menerobos kedalaman liang kemaluan Reni yang merespon dengan berdenyut-denyut seperti memijit batang kemaluanku. Tiba-tiba Reni membuka matanya dan berbisik lirih, “Mas ganti posisi… aku mau nih keluar nih..” Kami segera ganti posisi, badan Reni membalik dalam posisi menungging (doggy style). Katanya dia biasa orgasme dalam posisi ini. Aku menuruti permintaan Reni yang jelas dalam posisi ini aku jadi bisa melihat postur Reni lebih lengkap. Biarpun Reni ramping, tetapi dia memiliki pantat yang padat dan berisi sehingga dengan pinggangnya yang ramping makin membuat pantatnya montok. Aku segera mengarahkan batang kemaluanku kembali, kali ini penetrasi dari belakang. “Srrrt…” makin lancar penetrasiku kali ini soalnya bagian luar liang kemaluan Reni makin basah. Reni menggenggam pegangan ranjang degan kedua tangannya. Aku menciumi lehernya dari belakang sambil kadang-kadang menggigit pundaknya. Ternyata Reni sangat aktif dalam posisi ini. Dia semakin aktif bergerak, selain mengikuti gerakan maju mundurku, pinggulnya pun bergoyang mengocok batang kemaluanku. “Reni… pinggul kamu hebat banget,” aku berbisik terengah-engah. Reni menjawabnya dengan erangan-erangan, dia menoleh kepadaku sambil menggigit bibir bawahnya. Terlihat peluh membasahi wajahnya yang makin memerah. Sesaat kemudian dia berbisik kepadaku, “Ouuchhh.. sayang… lebih cepat!” suaranya diikuti deru nafas yang memburu. Rupanya dia sudah semakin mendekati klimaks.
  • 18. Aku pun meresponnya dengan gerakan yang lebih cepat dan keras. Kutusukkan batang kemaluanku makin dalam ke liang kemaluannya seiring perasaan klimaks yang sudah di ambang. “Aaahhh Uuuh Sssh… teruuus Mas… ahhh…” Reni menjerit sambil bergerak makin liar sampai ranjangnya berderik-derik. Kuteruskan gerakanku dengan mengerahkan sekuat tenaga mengimbangi gerakan liar Reni. Ana masih tidur ketika Reni tiba-tiba menjerit, “Aaah… uuhhhfffssshhh… Masss…” kepalanya mendongak, tubuhnya bergetar hebat dan kurasakan semburan hangat dari liang kewanitaannya merembes sampai ke buah kemaluanku. Aku pun melepaskan jutaan spermaku menyemprot kencang memenuhi karet kondom yang kupakai. “Uuu… yess…” Reni mengakhiri gelombang kenikmatan dan mengerang sambil menikmati sisa-sisa orgasmenya. “Ouuhhh.. Masss, kamu hebat sekali… aahh…” Mungkin bisa dibilang ini adalah permainan terbaikku dibandingkan dengan Ana. Kemudian kami pun sempat tertidur berpelukan di kamar Ana. Jam 5 pagi Reni balik ke kamarnya dan aku pun tidur di kamarku sendiri. Pukul 10:00, aku bangun dan mempersiapkan diri untuk kembali pulang ke kotaku. Aku diantar Om ke terminal bus, aku tidak sempat pamit dengan Ana dan Reni karena mereka belum bangun. Reni kelelahan karena habis bertempur denganku sepanjang malam, sedang Ana masih terpengaruh CTM. Tante sendiri belum bangun juga. Si Reni memang gila seks. Hari itu hari Kamis, jadwalku adalah harus berobat ke dokter spesialisku. Tetapi sial, di jalan perutku terasa sakit, sepertinya diare. Aku terpaksa turun di jalan dan mencari restoran terdekat untuk buang hajat. Sampai di rumahku pukul 8 malam dan itu berarti aku tidak jadi ke dokter. Tetapi aku tetap tersenyum simpul, kalau mengingat baru saja aku mendapatkan dua perawan ting-ting.