SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
VITILIGO
Penyaji:
dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK
NIP.132 308 599
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2008
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
1
PENDAHULUAN
Asal mula istilah “vitiligo” tidak diketahui. Pada pertengahan abad ke-
16, Hieronymous Mercurialis menduga istilah vitiligo berasal dari bahasa Latin
yaitu kata “vitium” atau “vitellum“ yang artinya cacat. 1
Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang didapat disebabkan
tidak adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata maupun
bulbus dari rambut. Karakteristik lesi berupa makula ataupun bercak
depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik. Kelainan ini
cenderung progresif dan jarang mengalami regresi spontan. 1,2,3,4
Vitiligo dapat mengenai semua usia, namun biasanya lebih sering
pada usia 10 - 30 tahun. 1,2,4,5,6
Pengobatan vitiligo mempunyai banyak pilihan dan bersifat individual.
Repigmentasi biasanya membutuhkan jangka waktu yang lama sehingga
membutuhkan kesabaran penderita, orang tua maupun dokter yang
merawatnya. 1,2,3,4,5,6
EPIDEMIOLOGI
Insiden terjadinya vitiligo berkisar 1 - 2% populasi dunia, dimana 30%
penderita mempunyai riwayat keluarga. Perkembangan awal dari lesi, sekitar
25% penderita dijumpai pada usia dibawah 10 tahun, 50% terjadi sebelum
usia 23 tahun dan kurang dari 10% terjadi pada usia lebih dari 42 tahun.
Walaupun vitiligo relatif jarang dijumpai pada bayi tetapi kongenital vitiligo
pernah dilaporkan dan kadang-kadang didiagnosa sebagai piebaldism. 1,2
Pada banyak penelitian, vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita
(dewasa) dibandingkan pada laki-laki (dewasa) yaitu 2-3 : 1. Sedangkan
penelitian vitiligo pada anak-anak, dijumpai perbandingan yang hampir sama
pada ke dua jenis kelamin. Kemungkinan hal ini disebabkan wanita (dewasa)
lebih memberikan perhatian terhadap penyakitnya dibandingkan laki-laki
(dewasa), sehingga lebih banyak mendapat pengobatan. 1,2
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
2
ETIOLOGI
Pada vitiligo, penyebab hilangnya melanosit pada epidermis belum
diketahui dengan pasti. Diduga merupakan penyakit herediter yang
diturunkan secara autosomal dominan. 1,3,4
PATOGENESIS
Patogenesis vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti. Ada beberapa
hipotesis yang dikemukakan yaitu :
1. Autoimmune hipotesis
Merupakan teori yang banyak diterima, dimana immune sistem tubuh akan
menghancurkan melanosit. Pada vitiligo dapat dijumpai autoantibodi terhadap
antigen sistem melanogenik yang disebut autoantibodi anti melanosit, yang
bersifat toksik terhadap melanosit dan menghambat pembentukan melanin.
2. Neurogenik hipotesis
Beberapa bahan yang lepas dari ujung syaraf perifer pada kulit seperti
Neuropeptide-Y, merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan dapat
menghambat proses melanogenesis. Kemungkinan Neuropeptide-Y
memegang peranan dalam patogenesis vitiligo melalui mekanisme neuro-
immunity atau neuronal terhadap melanosit.
3. Self- destruct teori oleh Lerner
Mekanisme pertahanan yang tidak sempurna pada sintesis melanin di dalam
melanosit, menyebabkan menumpuknya bahan toksik (campuran phenolik)
yang menghancurkan melanosit. Hipotesis ini berdasarkan pengaruh bahan
toksik yang dihasilkan oleh campuran kimia (phenol) terhadap fungsi
melanosit.
4. Autocytotoxic hipotesis
Berdasarkan observasi, sewaktu terjadinya sintesis melanin, terbentuk bahan
kimia yang bersifat cytotoxic terhadap citoplasma dari sel sehingga
menyebabkan timbulnya kerusakan struktur yang penting seperti
mitochondria.
5. Genetik hipotesis
Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan secara khromosom autosomal. Cacat
genetik ini menyebabkan dijumpainya melanosit yang abnormal dan mudah
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
3
mengalami trauma, sehingga menghalangi pertumbuhan dan diferensiasi dari
melanosit. 1,2,3,4,6
KLASIFIKASI
Lesi pada vitiligo dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan
distribusi pada kulit. Secara luas vitiligo dapat dibagi atas :
1. Tipe lokalisata
Fokal : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi pada
beberapa lokasi yang tersebar.
Segmental : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi
yang lokalisasinya unilateral pada satu areal tubuh. Sering
dijumpai pada anak-anak.
Mukosal : makula depigmentasi hanya terdapat pada membran
mukosa.
2. Tipe generalisata
Merupakan tipe yang sering dijumpai, berupa makula depigmentasi
yang distribusinya tersebar luas pada seluruh permukaan kulit. Pola
yang sering dijumpai yaitu bilateral dan simetris.
Acrofacial : makula depigmentasi yang terdapat pada distal
ekstremitas dan wajah.
Vulgaris : makula depigmentasi yang menyebar.
Campuran : acrofacial dan vulgaris atau segmental dan
acrofasial dan atau vulgaris.
3. Tipe universalis : proses depigmentasi yang luas mengenai hampir
seluruh tubuh dan hanya menyisakan sedikit daerah yang mempunyai
pigmentasi yang normal. Tipe ini jarang ditemukan. 1,2,3,4,5
FAKTOR PENCETUS
Ada beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo yaitu :
Trauma
Vitiligo sering timbul pada tempat yang sering mengalami trauma
disebut Koebner Phenomen (Isomorphic respon).
Sinar matahari
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
4
Pada kulit yang terbakar / terpapar sinar matahari dapat terjadi vitiligo.
Emosi dan stress
Sekitar 40% penderita vitiligo, mengalami emosi dan stress lebih
kurang 6 bulan sebelum timbul atau berkembangnya lesi vitiligo.1,3,5
GAMBARAN KLINIS
Lesi vitiligo biasanya asimptomatik dimana tidak dijumpai rasa gatal
dan sakit, walaupun penderita dapat juga mengeluhkan terjadinya luka bakar
akibat sinar matahari pada daerah yang mengalami depigmentasi.5
Karakteristik lesi pada vitiligo yaitu berupa makula atau bercak putih
seperti susu, berdiameter beberapa mm - cm dan berbentuk oval - bundar.
Lesi biasanya berbatas tegas dengan pinggir yang hiperpigmentasi dan lesi
lebih mudah dilihat pada penderita yang berkulit gelap atau agak
kecoklatan.1,2,3,4,5,6
Lokasi depigmentasi paling sering dijumpai pada wajah, leher dan kulit
kepala dan daerah yang sering mendapat trauma seperti ekstensor dari
lengan, bagian ventral dari pergelangan tangan, bagian dorsal dari tangan
dan digital phalanges. Vitiligo juga dapat dijumpai pada bibir, genitalia,
gingival, areola dan puting susu. 1,2,3,4,5,6,7
Depigmentasi dapat juga mengenai rambut pada kulit kepala dimana
rambut menjadi berwarna abu-abu ataupun putih, yang pada awalnya hanya
melibatkan sebagian kecil dari rambut. Perubahan warna tersebut dapat juga
terjadi pada rambut alis mata, bulu mata, pubis dan axilla. 1,2,3,6
Dapat juga ditemukan variasi bentuk klinis vitiligo yaitu :
Trichrome vitiligo : vitiligo dengan lesi yang berwarna coklat muda
Quadrichrome vitiligo : adanya makula peri-follicular atau batas
hiperpigmentasi yang terlihat pada proses repigmentasi vitiligo.
Inflammatory vitiligo : lesi eritematosa dengan tepi yang meninggi.4,7
.
GAMBARAN HISTOPATOLOGIS
Pada lesi yang mengalami depigmentasi, dilakukan biopsi pada pinggir
lesi dan dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya. Hasilnya
menunjukkan hilangnya sebagian atau seluruh sel melanosit pada epidermis
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
5
dan pada batas melanosit tampak dendrit yang besar dan panjang.
Pemeriksaan dapat juga dikonfirmasikan dengan menggunakan pewarnaan
histokimia yaitu pewarnaan dopa untuk tyrosinase yang merupakan enzim
khusus untuk melanosit dan pewarnaan Fontana-Mason untuk melanin. Pada
pemeriksaan elektron mikroskop, dijumpai jumlah sel-sel langerhans
meningkat pada daerah basal epidermis dibandingkan pada daerah tengah
epidermis.1,3,4,5,6,8
DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosa vitiligo pada umumnya berdasarkan gambaran
klinis yang khas yaitu adanya lesi depigmentasi berupa makula atau bercak
bewarna putih, berbatas tegas dengan pinggir yang hiperpigmentasi dan
mempunyai distribusi yang khas. Penderita vitiligo dengan kulit yang terang
(putih), agak sulit membedakan lesi vitiligo dengan kulit normal disekitarnya,
untuk keadaan ini dapat digunakan lampu wood yang memberikan hasil yaitu
makula yang amelanosit akan tampak putih berkilau. Pemeriksaan
histopatologi, juga diperlukan untuk menetapkan diagnosis dan membedakan
vitiligo dari penyakit depigmentasi yang lain.1,2,3,4,5,6
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi seperti vitiligo yaitu :
1. Tinea versicolor
Lesi berupa bercak hipopigmentasi dengan skuama pada
permukaanya. Lesi biasanya terdapat pada punggung atas dan dada yang
dapat meluas ke leher dan lengan. Dengan pemeriksaan potassium hydroxide
(KOH) menunjukan adanya hypa dan spora.1,2,3,4
2. Pityriasis alba
Lesi berupa bercak hipopigmentasi dan dijumpai adanya skuama. Lesi
biasanya terdapat pada pipi, lengan dan paha bagian atas. Biasanya terdapat
pada penderita dermatitis atopik.1,2,3,4
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
6
3.
Tuberous sclerosis
Berupa makula hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umumnya
terlihat sejak lahir atau masa bayi, dengan lokasi didaerah punggung dan
ekstremitas.1,2,3,4
4. Piebaldism
Merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara dominan autosomal.
yang timbul sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak dijumpainya
melanosit pada kulit dan rambut. Lokasi lesi selalu pada permukaan tubuh
bagian ventral dan rambut bagian depan sering berwarna putih, kemudian
bercak depigmentasi dapat meluas hingga ke dahi. Perkembangan lesi
depigmentasi biasanya stabil. Riwayat keluarga selalu dijumpai pada penyakit
ini.1,2,3,4
5. Albinism
Merupakan kelainan genetik yang sering terdeteksi pada saat lahir.
Dijumpai adanya melanosit tetapi mengalami mutasi atau tidak mampu
mensintesis melanin. Dapat mengenai seluruh permukaan kulit, rambut
maupun mata. Penderita akan menderita kelainan pada mata seperti
nystagmus, strabismus dan berkurangnya ketajaman penglihatan.1,2,3,4
6. Lupus erythematosus
Pada tipe sistemik maupun cutaneous, dapat dijumpai bercak
depigmentasi dengan pinggir hiperpigmentasi. Kadang-kadang dijumpai plak
berwarna merah dan bersisik. Penderita mempunyai riwayat penyakit yaitu
terdapat lesi inflamasi yang dicetuskan oleh sinar matahari. Lokasi sering
pada daerah yang terpapar sinar matahari seperti wajah, kulit kepala dan
lengan. Pemeriksaan biopsi dan antinuclear antibodi (ANA) dapat digunakan
untuk membantu menegakkan diagnosa.1,2,3,4,5
7. Nevus depigmentosus
Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua
umur, tidak mengalami depigmentasi dan biasanya tidak berkembang. Pada
pemeriksaan histologi dijumpai melanosit dan melanin tetapi dengan jumlah
sel dan pigmen yang berkurang dibandingkan pada kulit yang normal.1,2,3,4
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
7
PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan vitiligo adalah pembentukan cadangan baru
melanosit, dimana diharapkan melanosit baru yang terbentuk akan tumbuh
kedalam kulit yang mengalami depigmentasi.1,4
Pengobatan vitiligo membutuhkan waktu, dimana sel baru yang
terbentuk akan mengalami proliferasi dan kemudian bermigrasi ke dalam kulit
yang mengalami depigmentasi, sehingga untuk melihat respon pengobatan
dibutuhkan waktu minimal 3 bulan.1,4
Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas :
1. Pengobatan secara umum yaitu :
Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang
diberikan dan menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya
kepada penderita maupun orang tua.1,2,5
Penggunaan tabir surya (SPF15-30) pada daerah yang terpapar sinar
matahari. Melanosit merupakan pelindung alami terhadap sinar
matahari yang tidak dijumpai pada penderita vitiligo. Penggunaan tabir
surya mempunyai beberapa alasan yaitu :
Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap
sinar matahari (sunburn) dan dapat mengakibatkan timbulnya
kanker kulit.
Trauma yang diakibatkan sinar matahari (sunburn) selanjutnya
dapat memperluas daerah depigmentasi (Koebner phenomen).
Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit
yang normal menjadi lebih gelap.
Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah pada tengah hari dan
menggunakan tabir surya yang dapat melindungi dari sinar UVA dan
UVB.1,2,3,5,6
Camouflage Cosmetik
Tujuan penggunaan kosmetik yaitu menyamarkankan bercak putih
sehingga tidak terlalu kelihatan. Yang biasa digunakan adalah
Covermark dan Dermablend.1,3,5,6
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
8
2. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan
melihat usia dari penderita yaitu :
A. Usia dibawah 12 tahun.
Topikal steroid
Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme
pertahanan terhadap autodestruksi melanosit dan menekan proses
immunologis. Topikal steroid merupakan bentuk pengobatan yang paling
mudah. Steroid yang aman digunakan pada anak adalah yang potensinya
rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3 bulan. Penggunaan topikal
steroid yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama, dapat menimbulkan
efek samping yaitu terjadinya atrofi pada kulit, telangectasi. 1,2,3,4,5,6,7
Topikal Tacrolimus
Berdasarkan penelitian, topikal Tacrolimus 0,1% dapat digunakan
sebagai alternatif pengobatan vitiligo pada anak. Tacrolimus adalah makrolid
lakton yang diisolasi dari hasil fermentasi Streptomyces tsukubaensis.
Merupakan suatu immunosupressor yang poten dan selektif. Mekanisme
kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang menyebabkan supresi dari aktivasi
sel T dan inhibisi pelepasan sitokin. Berdasarkan penelitian, penggunaan
topikal tacrolimus 0,1% memberikan hasil yang baik pada daerah wajah dan
memiliki efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan topikal
steroid poten yaitu adanya rasa panas atau terbakar dan rasa gatal, namun
biasanya menghilang setelah beberapa hari pengobatan.9,10
Topikal PUVA
Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan
vitiligo tipe lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20%
permukaan tubuh. Digunakan cream atau solution Methoxsalen (8-
Methoxypsoralen, Oxsoralen) dengan konsentrasi 0,1 –0,3 %. Dioleskan 15 -
30 menit sebelum pemaparan pada lesi yang depigmentasi. Pemaparan
menggunakan UV-A dengan dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan
berikutnya dosis dapat ditingkatkan sebanyak 0,12 joule sampai terjadi
eritema yang ringan. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari.
Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit pada
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
9
pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum selama
15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak
dalam 2 hari berturut- turut. Setelah selesai pemaparan, daerah tersebut
dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat
timbul adalah photoaging, reaksi phototoxic dan penggunaan yang lama
dapat meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat
selama 3-6 bulan.1,2,3,4,5,6,7
B. Usia lebih dari12 tahun (remaja)
SISTEMIK PUVA
Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu
pada vitiligo tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8-
MOP, Oxsoralen), bekerja dengan cara menghambat mitosis yaitu dengan
berikatan secara kovalen pada dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi
dengan UV-A. Dosis yang diberikan 0,2-0,4 mg/kg BB/ oral, diminum 2 jam
sebelum pemaparan. Pemaparan menggunakan UV-A yang berspektrum
320-400 nm. Dosis awal pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap
pengobatan dosis UV-A dapat ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang
depigmentasi akan berubah menjadi merah jambu muda. Dosis tersebut akan
dipertahankan pada level yang konstan pada kunjungan yang berikutnya,
sehingga terjadi repigmentasi pada kulit. Pemaparan dapat juga
menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan
selama 5 menit, pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit
sehingga dicapai eritema ringan dan maksimum selama 30 menit. Terapi ini
biasanya diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dilakukan 2 hari
berturut-turut.
Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit
terbakar dan meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita yang
mendapat pengobatan dengan psoralen secara sistemik, sebaiknya sewaktu
dilakukan pemaparan menggunakan kacamata pelindung terhadap sinar
matahari hingga sore hari, untuk menghindari terjadinya toksisitas pada mata.
Terapi dilanjutkan minimum 3 bulan untuk menilai respon
pengobatan.1,2,3,4,5,6,7
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
10
TERAPI BEDAH
Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitasnya stabil, dapat
dilakukan transplantasi secara bedah yaitu :
1. Autologous skin graft
Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang tidak
luas. Tekhnik ini menggunakan jaringan graft yang berasal dari pasien itu
sendiri dengan pigmen yang normal, yang kemudian akan dipindahkan ke
area depigmentasi pada tubuh pasien itu sendiri. Repigmentasi akan
menyebar dalam waktu 4-6 minggu setelah dilakukan graft. Komplikasi yang
dapat terjadi pada tempat donor dan resipien yaitu infeksi, parut, cobblestone
appearance ataupun dijumpainya bercak-bercak pigmentasi atau tidak terjadi
samasekali repigmentasi.1,2,3,4,5
2. Suction blister
Prosedur tekhnik ini yaitu dibentuknya bula pada kulit yang
pigmentasinya normal mengunakan vakum suction dengan tekanan 150 Hg
ataupun menggunakan alat pembekuan. Kemudian atap bula yang terbentuk
dipotong dan dipindahkan pada daerah depigmentasi. Komplikasi tekhnik ini
adalah timbulnya jaringan parut, cobble stone appearance ataupun terjadi
repigmentasi yang tidak sempurna. Tetapi dengan tekhnik ini, resiko
timbulnya jaringan parut lebih sedikit dibandingkan prosedur graft yang
lain.1,2,4
DEPIGMENTATION
Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau
pada vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan
tubuh atau mendekati vitligo tipe universalis. Pengobatan ini menggunakan
bahan pemutih seperti 20% monobenzyl ether dari hydroquinone (Benzoquin
20%), yang dioleskan pada daerah yang normal (dijumpai adanya melanosit).
Dilakukan sekali atau dua kali sehari. Efek samping yang utama adalah
timbulnya iritasi lokal pada kulit berupa kemerahan ataupun timbul rasa gatal.
Oleh karena itu dilakukan test pengolesan hanya pada satu lengan bawah
yang dioleskan sehari sekali. Apabila dalam 2 minggu tidak terjadi iritasi
selanjutnya cream dapat dioleskan sehari dua kali. Kemudian setelah 2
minggu pengolesan tidak terjadi iritasi maka cream tersebut dapat dioleskan
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
11
pada tempat dimana saja pada tubuh. Bahan ini bersifat cytotoxic terhadap
melanosit dan menghancurkan melanosit. Depigmentasi bersifat permanen
dan irreversible. Kulit penderita akan menjadi albinoid dan membutuhkan tabir
surya. 1,4,7
TATTOO (MIKROPIGMENTATION)
Tattoo merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan
peralatan khusus yang bersifat permanen. Tekhnik ini memberikan respon
yang terbaik pada daerah bibir dan pada orang yang berkulit gelap. Efek
sampingnya yaitu dapat terjadi herpes simplex labialis. 1, 2,4,5,
PROGNOSIS
Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana
perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun
terjadinya repigmentasi. Biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe
vitiligo bertahap, dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup
kecuali diberi pengobatan. Sering diawali dengan perkembangan yang cepat
dari lesi depigmentasi dalam beberapa bulan kemudian progresifitas lesi
depigmentasi akan berhenti dalam beberapa bulan dan menetap dalam
beberapa tahun. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% pasien tetapi
hasilnya jarang memuaskan secara kosmetik.1,7
KESIMPULAN
Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi didapat yang disebabkan
hilangnya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata dan rambut.
Penyebab hilangnya melanosit belum diketahui dengan pasti dan banyak
hipotesis yang mencoba untuk menjelaskannya. Vitiligo terbanyak dijumpai
pada usia 10-30 tahun, walaupun pada bayi vitiligo jarang dijumpai tetapi
kongenital vitiligo pernah dilaporkan. Gambaran klinis berupa makula atau
bercak putih seperti susu, berbatas tegas, pinggir yang hiperpigmentasi,
asimptomatik dan mempunyai distribusi lesi yang tertentu. Pemeriksaan
menggunakan lampu wood, biopsi, pewarnaan khusus untuk melanosit dan
melanin, dapat membantu menegakkan diagnosa vitiligo. Pengobatan pada
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
12
vitiligo sangat individual dan memiliki banyak pilihan sehingga membutuhkan
kecermatan dalam memilih pengobatan dan terjadinya repigmentasi
membutuhkan waktu yang lama, sehingga diperlukan kesabaran penderita,
orang tua maupun dokter yang merawatnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lamerson C, Nordlund J J. Vitiligo. In : Harper J, Oranje A, Prose
N, editor.Textbook of Pediatric Dermatology. Vol 1, Blackwell
Science, 2000 ; 880 - 88.
2. Hann S K. Vitiligo. http://www.emedicne.com/ Oct 9, 2001.
3. Hurwitz S. Disorders of Pigmentation : Vitiligo. In : Clinical Peditric
Dermatology (A textbook of skin disorder of childhood and
adolescence). 2 nd
ed, Saunders Company, 1993 ; 458 - 465.
4. Boissy R E, Nordlund J J. Vitiligo. In : Cutaneous Medicine And
Surgery. Vol 2, W.B. Saunders Company, 1996 ; 1210 -16.
5.
Fleischer A B, Feldman S R. Vitiligo. In : 20 Common Problems In
Dermatology. McGraw-Hill, 2000 ; 277 – 86.
6.
Berhrman R E, Kliegman R M. Vitiligo. In : Nelson Textbook of
Pediatrics, 16 th
ed, W.B. Saunders Company, 2000 ; 1988.
7.
Vitiligo. In : Handbook of Dermatology & Venereology.
http://www.hkmj.org.hk/skin/vitiligo.htm.
8.
Lever W F. Pigmentary disorders : Vitiligo. In : Histopathology of the
skin. 6 th
ed, J.B. Lippincott Company, 1983 : 441 - 42.
9.
Vitiligo. http://www.skinsite.com/info vitiligo.htm.
10.
Lepe V, Moncada B. A double - blind Randomized Trial of 0,1%
Tacrolimus vs 0,05% Clobetasol for the Treatment of Childhood
Vitiligo. In : Archives of Dermatology, vol 139, May, 2003.
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
13
Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008
USU e-Repository © 2009
14

More Related Content

Similar to Kulit

Sindrom steven AKPER PEMKAB MUNA AKPER PEMKAB MUNA
Sindrom steven AKPER PEMKAB MUNA  AKPER PEMKAB MUNA Sindrom steven AKPER PEMKAB MUNA  AKPER PEMKAB MUNA
Sindrom steven AKPER PEMKAB MUNA AKPER PEMKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to Kulit (20)

Akne vulgaris
Akne vulgarisAkne vulgaris
Akne vulgaris
 
Lp pemfigus vulgaris
Lp pemfigus vulgarisLp pemfigus vulgaris
Lp pemfigus vulgaris
 
Satuan pembelajaran sindrom steven johnson
Satuan pembelajaran  sindrom steven johnsonSatuan pembelajaran  sindrom steven johnson
Satuan pembelajaran sindrom steven johnson
 
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptxJR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
JR Mata Kelompok B_Uveitis Kronik Pada Kusta.pptx
 
Lp pterygium
Lp pterygiumLp pterygium
Lp pterygium
 
Psoriasis vulgaris
Psoriasis vulgarisPsoriasis vulgaris
Psoriasis vulgaris
 
Sebosea
SeboseaSebosea
Sebosea
 
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docxTugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
Tugas jurnal-kesimpulan Hordeolum kel 3.docx
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
Makalah infeksi mata
Makalah infeksi mataMakalah infeksi mata
Makalah infeksi mata
 
Sindrom steven
Sindrom stevenSindrom steven
Sindrom steven
 
Makalah retina blastoma
Makalah retina blastomaMakalah retina blastoma
Makalah retina blastoma
 
G3 mata
G3 mataG3 mata
G3 mata
 
Sindrom steven AKPER PEMKAB MUNA AKPER PEMKAB MUNA
Sindrom steven AKPER PEMKAB MUNA  AKPER PEMKAB MUNA Sindrom steven AKPER PEMKAB MUNA  AKPER PEMKAB MUNA
Sindrom steven AKPER PEMKAB MUNA AKPER PEMKAB MUNA
 
Vitiligo
VitiligoVitiligo
Vitiligo
 
Penyakit Bula
Penyakit BulaPenyakit Bula
Penyakit Bula
 

Recently uploaded

KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
Zuheri
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
Acephasan2
 
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATIPPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
MuhammadAlfiannur2
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Acephasan2
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
Acephasan2
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
NezaPurna
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
BagasTriNugroho5
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
kemenaghajids83
 

Recently uploaded (20)

tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptxtatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
tatalaksana chest pain dan henti jantung.pptx
 
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptxKETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
KETIDAKBERDAYAAN DAN KEPUTUSASAAN (1).pptx
 
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.pptSISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
SISTEM KONDUKSI / KELISTRIKAN JANTUNG.ppt
 
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptxFarmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
Farmakologi_Pengelolaan Obat pd Lansia.pptx
 
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatanWebinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
Webinar MPASI-Kemenkes kementerian kesehatan
 
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATIPPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
PPT KAWASAN TANPA ROKOK SESUAI PERATURAN BUPATI
 
Presentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensiPresentasi farmakologi materi hipertensi
Presentasi farmakologi materi hipertensi
 
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.pptAnatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal.ppt
 
one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)
one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)
one minute preceptor ( pembelajaran dalam satu menit)
 
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
FARMASETIKA dasar menjelaskan teori farmasetika, sejarah farmasi, bahasa kati...
 
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.pptANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM CARDIOVASKULER.ppt
 
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptxFRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
FRAKTUR CALVARIA FOTO WATERS PERBEDAAN OA RA.pptx
 
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasiBLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
BLC PD3I, Surveilans Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
 
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdfMODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
MODUL Keperawatan Keluarga pny riyani.pdf
 
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUNPPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 -  5 TAHUN
PPT KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK DINI 1 - 5 TAHUN
 
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitasDbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
Dbd analisis SOAP, tugas Farmakoterapi klinis dan komunitas
 
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONALIMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
IMPLEMENTASI FORNAS DALAM PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
 
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptxStatistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
Statistik Kecelakaan Kerja manajemen risiko kecelakaan kerja .pptx
 
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptxDAM DALAM IBADAH HAJI  2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
DAM DALAM IBADAH HAJI 2023 BURHANUDDIN_1 (1).pptx
 

Kulit

  • 1. VITILIGO Penyaji: dr.Ramona Dumasari Lubis,SpKK NIP.132 308 599 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 1
  • 2. PENDAHULUAN Asal mula istilah “vitiligo” tidak diketahui. Pada pertengahan abad ke- 16, Hieronymous Mercurialis menduga istilah vitiligo berasal dari bahasa Latin yaitu kata “vitium” atau “vitellum“ yang artinya cacat. 1 Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang didapat disebabkan tidak adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata maupun bulbus dari rambut. Karakteristik lesi berupa makula ataupun bercak depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik. Kelainan ini cenderung progresif dan jarang mengalami regresi spontan. 1,2,3,4 Vitiligo dapat mengenai semua usia, namun biasanya lebih sering pada usia 10 - 30 tahun. 1,2,4,5,6 Pengobatan vitiligo mempunyai banyak pilihan dan bersifat individual. Repigmentasi biasanya membutuhkan jangka waktu yang lama sehingga membutuhkan kesabaran penderita, orang tua maupun dokter yang merawatnya. 1,2,3,4,5,6 EPIDEMIOLOGI Insiden terjadinya vitiligo berkisar 1 - 2% populasi dunia, dimana 30% penderita mempunyai riwayat keluarga. Perkembangan awal dari lesi, sekitar 25% penderita dijumpai pada usia dibawah 10 tahun, 50% terjadi sebelum usia 23 tahun dan kurang dari 10% terjadi pada usia lebih dari 42 tahun. Walaupun vitiligo relatif jarang dijumpai pada bayi tetapi kongenital vitiligo pernah dilaporkan dan kadang-kadang didiagnosa sebagai piebaldism. 1,2 Pada banyak penelitian, vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita (dewasa) dibandingkan pada laki-laki (dewasa) yaitu 2-3 : 1. Sedangkan penelitian vitiligo pada anak-anak, dijumpai perbandingan yang hampir sama pada ke dua jenis kelamin. Kemungkinan hal ini disebabkan wanita (dewasa) lebih memberikan perhatian terhadap penyakitnya dibandingkan laki-laki (dewasa), sehingga lebih banyak mendapat pengobatan. 1,2 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 2
  • 3. ETIOLOGI Pada vitiligo, penyebab hilangnya melanosit pada epidermis belum diketahui dengan pasti. Diduga merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. 1,3,4 PATOGENESIS Patogenesis vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti. Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan yaitu : 1. Autoimmune hipotesis Merupakan teori yang banyak diterima, dimana immune sistem tubuh akan menghancurkan melanosit. Pada vitiligo dapat dijumpai autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik yang disebut autoantibodi anti melanosit, yang bersifat toksik terhadap melanosit dan menghambat pembentukan melanin. 2. Neurogenik hipotesis Beberapa bahan yang lepas dari ujung syaraf perifer pada kulit seperti Neuropeptide-Y, merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan dapat menghambat proses melanogenesis. Kemungkinan Neuropeptide-Y memegang peranan dalam patogenesis vitiligo melalui mekanisme neuro- immunity atau neuronal terhadap melanosit. 3. Self- destruct teori oleh Lerner Mekanisme pertahanan yang tidak sempurna pada sintesis melanin di dalam melanosit, menyebabkan menumpuknya bahan toksik (campuran phenolik) yang menghancurkan melanosit. Hipotesis ini berdasarkan pengaruh bahan toksik yang dihasilkan oleh campuran kimia (phenol) terhadap fungsi melanosit. 4. Autocytotoxic hipotesis Berdasarkan observasi, sewaktu terjadinya sintesis melanin, terbentuk bahan kimia yang bersifat cytotoxic terhadap citoplasma dari sel sehingga menyebabkan timbulnya kerusakan struktur yang penting seperti mitochondria. 5. Genetik hipotesis Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan secara khromosom autosomal. Cacat genetik ini menyebabkan dijumpainya melanosit yang abnormal dan mudah Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 3
  • 4. mengalami trauma, sehingga menghalangi pertumbuhan dan diferensiasi dari melanosit. 1,2,3,4,6 KLASIFIKASI Lesi pada vitiligo dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan distribusi pada kulit. Secara luas vitiligo dapat dibagi atas : 1. Tipe lokalisata Fokal : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi pada beberapa lokasi yang tersebar. Segmental : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi yang lokalisasinya unilateral pada satu areal tubuh. Sering dijumpai pada anak-anak. Mukosal : makula depigmentasi hanya terdapat pada membran mukosa. 2. Tipe generalisata Merupakan tipe yang sering dijumpai, berupa makula depigmentasi yang distribusinya tersebar luas pada seluruh permukaan kulit. Pola yang sering dijumpai yaitu bilateral dan simetris. Acrofacial : makula depigmentasi yang terdapat pada distal ekstremitas dan wajah. Vulgaris : makula depigmentasi yang menyebar. Campuran : acrofacial dan vulgaris atau segmental dan acrofasial dan atau vulgaris. 3. Tipe universalis : proses depigmentasi yang luas mengenai hampir seluruh tubuh dan hanya menyisakan sedikit daerah yang mempunyai pigmentasi yang normal. Tipe ini jarang ditemukan. 1,2,3,4,5 FAKTOR PENCETUS Ada beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo yaitu : Trauma Vitiligo sering timbul pada tempat yang sering mengalami trauma disebut Koebner Phenomen (Isomorphic respon). Sinar matahari Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 4
  • 5. Pada kulit yang terbakar / terpapar sinar matahari dapat terjadi vitiligo. Emosi dan stress Sekitar 40% penderita vitiligo, mengalami emosi dan stress lebih kurang 6 bulan sebelum timbul atau berkembangnya lesi vitiligo.1,3,5 GAMBARAN KLINIS Lesi vitiligo biasanya asimptomatik dimana tidak dijumpai rasa gatal dan sakit, walaupun penderita dapat juga mengeluhkan terjadinya luka bakar akibat sinar matahari pada daerah yang mengalami depigmentasi.5 Karakteristik lesi pada vitiligo yaitu berupa makula atau bercak putih seperti susu, berdiameter beberapa mm - cm dan berbentuk oval - bundar. Lesi biasanya berbatas tegas dengan pinggir yang hiperpigmentasi dan lesi lebih mudah dilihat pada penderita yang berkulit gelap atau agak kecoklatan.1,2,3,4,5,6 Lokasi depigmentasi paling sering dijumpai pada wajah, leher dan kulit kepala dan daerah yang sering mendapat trauma seperti ekstensor dari lengan, bagian ventral dari pergelangan tangan, bagian dorsal dari tangan dan digital phalanges. Vitiligo juga dapat dijumpai pada bibir, genitalia, gingival, areola dan puting susu. 1,2,3,4,5,6,7 Depigmentasi dapat juga mengenai rambut pada kulit kepala dimana rambut menjadi berwarna abu-abu ataupun putih, yang pada awalnya hanya melibatkan sebagian kecil dari rambut. Perubahan warna tersebut dapat juga terjadi pada rambut alis mata, bulu mata, pubis dan axilla. 1,2,3,6 Dapat juga ditemukan variasi bentuk klinis vitiligo yaitu : Trichrome vitiligo : vitiligo dengan lesi yang berwarna coklat muda Quadrichrome vitiligo : adanya makula peri-follicular atau batas hiperpigmentasi yang terlihat pada proses repigmentasi vitiligo. Inflammatory vitiligo : lesi eritematosa dengan tepi yang meninggi.4,7 . GAMBARAN HISTOPATOLOGIS Pada lesi yang mengalami depigmentasi, dilakukan biopsi pada pinggir lesi dan dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya. Hasilnya menunjukkan hilangnya sebagian atau seluruh sel melanosit pada epidermis Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 5
  • 6. dan pada batas melanosit tampak dendrit yang besar dan panjang. Pemeriksaan dapat juga dikonfirmasikan dengan menggunakan pewarnaan histokimia yaitu pewarnaan dopa untuk tyrosinase yang merupakan enzim khusus untuk melanosit dan pewarnaan Fontana-Mason untuk melanin. Pada pemeriksaan elektron mikroskop, dijumpai jumlah sel-sel langerhans meningkat pada daerah basal epidermis dibandingkan pada daerah tengah epidermis.1,3,4,5,6,8 DIAGNOSIS Menegakkan diagnosa vitiligo pada umumnya berdasarkan gambaran klinis yang khas yaitu adanya lesi depigmentasi berupa makula atau bercak bewarna putih, berbatas tegas dengan pinggir yang hiperpigmentasi dan mempunyai distribusi yang khas. Penderita vitiligo dengan kulit yang terang (putih), agak sulit membedakan lesi vitiligo dengan kulit normal disekitarnya, untuk keadaan ini dapat digunakan lampu wood yang memberikan hasil yaitu makula yang amelanosit akan tampak putih berkilau. Pemeriksaan histopatologi, juga diperlukan untuk menetapkan diagnosis dan membedakan vitiligo dari penyakit depigmentasi yang lain.1,2,3,4,5,6 DIAGNOSIS BANDING Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi seperti vitiligo yaitu : 1. Tinea versicolor Lesi berupa bercak hipopigmentasi dengan skuama pada permukaanya. Lesi biasanya terdapat pada punggung atas dan dada yang dapat meluas ke leher dan lengan. Dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) menunjukan adanya hypa dan spora.1,2,3,4 2. Pityriasis alba Lesi berupa bercak hipopigmentasi dan dijumpai adanya skuama. Lesi biasanya terdapat pada pipi, lengan dan paha bagian atas. Biasanya terdapat pada penderita dermatitis atopik.1,2,3,4 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 6
  • 7. 3. Tuberous sclerosis Berupa makula hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umumnya terlihat sejak lahir atau masa bayi, dengan lokasi didaerah punggung dan ekstremitas.1,2,3,4 4. Piebaldism Merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara dominan autosomal. yang timbul sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak dijumpainya melanosit pada kulit dan rambut. Lokasi lesi selalu pada permukaan tubuh bagian ventral dan rambut bagian depan sering berwarna putih, kemudian bercak depigmentasi dapat meluas hingga ke dahi. Perkembangan lesi depigmentasi biasanya stabil. Riwayat keluarga selalu dijumpai pada penyakit ini.1,2,3,4 5. Albinism Merupakan kelainan genetik yang sering terdeteksi pada saat lahir. Dijumpai adanya melanosit tetapi mengalami mutasi atau tidak mampu mensintesis melanin. Dapat mengenai seluruh permukaan kulit, rambut maupun mata. Penderita akan menderita kelainan pada mata seperti nystagmus, strabismus dan berkurangnya ketajaman penglihatan.1,2,3,4 6. Lupus erythematosus Pada tipe sistemik maupun cutaneous, dapat dijumpai bercak depigmentasi dengan pinggir hiperpigmentasi. Kadang-kadang dijumpai plak berwarna merah dan bersisik. Penderita mempunyai riwayat penyakit yaitu terdapat lesi inflamasi yang dicetuskan oleh sinar matahari. Lokasi sering pada daerah yang terpapar sinar matahari seperti wajah, kulit kepala dan lengan. Pemeriksaan biopsi dan antinuclear antibodi (ANA) dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa.1,2,3,4,5 7. Nevus depigmentosus Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur, tidak mengalami depigmentasi dan biasanya tidak berkembang. Pada pemeriksaan histologi dijumpai melanosit dan melanin tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang dibandingkan pada kulit yang normal.1,2,3,4 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 7
  • 8. PENATALAKSANAAN Prinsip pengobatan vitiligo adalah pembentukan cadangan baru melanosit, dimana diharapkan melanosit baru yang terbentuk akan tumbuh kedalam kulit yang mengalami depigmentasi.1,4 Pengobatan vitiligo membutuhkan waktu, dimana sel baru yang terbentuk akan mengalami proliferasi dan kemudian bermigrasi ke dalam kulit yang mengalami depigmentasi, sehingga untuk melihat respon pengobatan dibutuhkan waktu minimal 3 bulan.1,4 Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas : 1. Pengobatan secara umum yaitu : Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan dan menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita maupun orang tua.1,2,5 Penggunaan tabir surya (SPF15-30) pada daerah yang terpapar sinar matahari. Melanosit merupakan pelindung alami terhadap sinar matahari yang tidak dijumpai pada penderita vitiligo. Penggunaan tabir surya mempunyai beberapa alasan yaitu : Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari (sunburn) dan dapat mengakibatkan timbulnya kanker kulit. Trauma yang diakibatkan sinar matahari (sunburn) selanjutnya dapat memperluas daerah depigmentasi (Koebner phenomen). Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit yang normal menjadi lebih gelap. Dianjurkan menghindari aktivitas diluar rumah pada tengah hari dan menggunakan tabir surya yang dapat melindungi dari sinar UVA dan UVB.1,2,3,5,6 Camouflage Cosmetik Tujuan penggunaan kosmetik yaitu menyamarkankan bercak putih sehingga tidak terlalu kelihatan. Yang biasa digunakan adalah Covermark dan Dermablend.1,3,5,6 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 8
  • 9. 2. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melihat usia dari penderita yaitu : A. Usia dibawah 12 tahun. Topikal steroid Penggunaan steroid diharapkan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan terhadap autodestruksi melanosit dan menekan proses immunologis. Topikal steroid merupakan bentuk pengobatan yang paling mudah. Steroid yang aman digunakan pada anak adalah yang potensinya rendah. Respon pengobatan dilihat minimal 3 bulan. Penggunaan topikal steroid yang berpotensi kuat dalam jangka waktu lama, dapat menimbulkan efek samping yaitu terjadinya atrofi pada kulit, telangectasi. 1,2,3,4,5,6,7 Topikal Tacrolimus Berdasarkan penelitian, topikal Tacrolimus 0,1% dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan vitiligo pada anak. Tacrolimus adalah makrolid lakton yang diisolasi dari hasil fermentasi Streptomyces tsukubaensis. Merupakan suatu immunosupressor yang poten dan selektif. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang menyebabkan supresi dari aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan sitokin. Berdasarkan penelitian, penggunaan topikal tacrolimus 0,1% memberikan hasil yang baik pada daerah wajah dan memiliki efek samping yang lebih minimal dibandingkan dengan topikal steroid poten yaitu adanya rasa panas atau terbakar dan rasa gatal, namun biasanya menghilang setelah beberapa hari pengobatan.9,10 Topikal PUVA Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan vitiligo tipe lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan tubuh. Digunakan cream atau solution Methoxsalen (8- Methoxypsoralen, Oxsoralen) dengan konsentrasi 0,1 –0,3 %. Dioleskan 15 - 30 menit sebelum pemaparan pada lesi yang depigmentasi. Pemaparan menggunakan UV-A dengan dosis awal 0,12 joule dan pada pemaparan berikutnya dosis dapat ditingkatkan sebanyak 0,12 joule sampai terjadi eritema yang ringan. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit pada Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 9
  • 10. pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum selama 15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dalam 2 hari berturut- turut. Setelah selesai pemaparan, daerah tersebut dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya. Efek samping yang dapat timbul adalah photoaging, reaksi phototoxic dan penggunaan yang lama dapat meningkatkan timbulnya resiko kanker kulit. Respon pengobatan dilihat selama 3-6 bulan.1,2,3,4,5,6,7 B. Usia lebih dari12 tahun (remaja) SISTEMIK PUVA Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu pada vitiligo tipe generalisata. Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8- MOP, Oxsoralen), bekerja dengan cara menghambat mitosis yaitu dengan berikatan secara kovalen pada dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi dengan UV-A. Dosis yang diberikan 0,2-0,4 mg/kg BB/ oral, diminum 2 jam sebelum pemaparan. Pemaparan menggunakan UV-A yang berspektrum 320-400 nm. Dosis awal pemberian UV-A yaitu 4 joule. Pada setiap pengobatan dosis UV-A dapat ditingkatkan 2-3 joule sehingga lesi yang depigmentasi akan berubah menjadi merah jambu muda. Dosis tersebut akan dipertahankan pada level yang konstan pada kunjungan yang berikutnya, sehingga terjadi repigmentasi pada kulit. Pemaparan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit, pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit sehingga dicapai eritema ringan dan maksimum selama 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dilakukan 2 hari berturut-turut. Efek samping yang dapat timbul yaitu mual, muntah, sakit kepala, kulit terbakar dan meningkatnya resiko terjadinya kanker kulit. Penderita yang mendapat pengobatan dengan psoralen secara sistemik, sebaiknya sewaktu dilakukan pemaparan menggunakan kacamata pelindung terhadap sinar matahari hingga sore hari, untuk menghindari terjadinya toksisitas pada mata. Terapi dilanjutkan minimum 3 bulan untuk menilai respon pengobatan.1,2,3,4,5,6,7 Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 10
  • 11. TERAPI BEDAH Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitasnya stabil, dapat dilakukan transplantasi secara bedah yaitu : 1. Autologous skin graft Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang tidak luas. Tekhnik ini menggunakan jaringan graft yang berasal dari pasien itu sendiri dengan pigmen yang normal, yang kemudian akan dipindahkan ke area depigmentasi pada tubuh pasien itu sendiri. Repigmentasi akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu setelah dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi pada tempat donor dan resipien yaitu infeksi, parut, cobblestone appearance ataupun dijumpainya bercak-bercak pigmentasi atau tidak terjadi samasekali repigmentasi.1,2,3,4,5 2. Suction blister Prosedur tekhnik ini yaitu dibentuknya bula pada kulit yang pigmentasinya normal mengunakan vakum suction dengan tekanan 150 Hg ataupun menggunakan alat pembekuan. Kemudian atap bula yang terbentuk dipotong dan dipindahkan pada daerah depigmentasi. Komplikasi tekhnik ini adalah timbulnya jaringan parut, cobble stone appearance ataupun terjadi repigmentasi yang tidak sempurna. Tetapi dengan tekhnik ini, resiko timbulnya jaringan parut lebih sedikit dibandingkan prosedur graft yang lain.1,2,4 DEPIGMENTATION Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau mendekati vitligo tipe universalis. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih seperti 20% monobenzyl ether dari hydroquinone (Benzoquin 20%), yang dioleskan pada daerah yang normal (dijumpai adanya melanosit). Dilakukan sekali atau dua kali sehari. Efek samping yang utama adalah timbulnya iritasi lokal pada kulit berupa kemerahan ataupun timbul rasa gatal. Oleh karena itu dilakukan test pengolesan hanya pada satu lengan bawah yang dioleskan sehari sekali. Apabila dalam 2 minggu tidak terjadi iritasi selanjutnya cream dapat dioleskan sehari dua kali. Kemudian setelah 2 minggu pengolesan tidak terjadi iritasi maka cream tersebut dapat dioleskan Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 11
  • 12. pada tempat dimana saja pada tubuh. Bahan ini bersifat cytotoxic terhadap melanosit dan menghancurkan melanosit. Depigmentasi bersifat permanen dan irreversible. Kulit penderita akan menjadi albinoid dan membutuhkan tabir surya. 1,4,7 TATTOO (MIKROPIGMENTATION) Tattoo merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan peralatan khusus yang bersifat permanen. Tekhnik ini memberikan respon yang terbaik pada daerah bibir dan pada orang yang berkulit gelap. Efek sampingnya yaitu dapat terjadi herpes simplex labialis. 1, 2,4,5, PROGNOSIS Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya repigmentasi. Biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap, dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan. Sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigmentasi dalam beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dalam beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% pasien tetapi hasilnya jarang memuaskan secara kosmetik.1,7 KESIMPULAN Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi didapat yang disebabkan hilangnya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata dan rambut. Penyebab hilangnya melanosit belum diketahui dengan pasti dan banyak hipotesis yang mencoba untuk menjelaskannya. Vitiligo terbanyak dijumpai pada usia 10-30 tahun, walaupun pada bayi vitiligo jarang dijumpai tetapi kongenital vitiligo pernah dilaporkan. Gambaran klinis berupa makula atau bercak putih seperti susu, berbatas tegas, pinggir yang hiperpigmentasi, asimptomatik dan mempunyai distribusi lesi yang tertentu. Pemeriksaan menggunakan lampu wood, biopsi, pewarnaan khusus untuk melanosit dan melanin, dapat membantu menegakkan diagnosa vitiligo. Pengobatan pada Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 12
  • 13. vitiligo sangat individual dan memiliki banyak pilihan sehingga membutuhkan kecermatan dalam memilih pengobatan dan terjadinya repigmentasi membutuhkan waktu yang lama, sehingga diperlukan kesabaran penderita, orang tua maupun dokter yang merawatnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Lamerson C, Nordlund J J. Vitiligo. In : Harper J, Oranje A, Prose N, editor.Textbook of Pediatric Dermatology. Vol 1, Blackwell Science, 2000 ; 880 - 88. 2. Hann S K. Vitiligo. http://www.emedicne.com/ Oct 9, 2001. 3. Hurwitz S. Disorders of Pigmentation : Vitiligo. In : Clinical Peditric Dermatology (A textbook of skin disorder of childhood and adolescence). 2 nd ed, Saunders Company, 1993 ; 458 - 465. 4. Boissy R E, Nordlund J J. Vitiligo. In : Cutaneous Medicine And Surgery. Vol 2, W.B. Saunders Company, 1996 ; 1210 -16. 5. Fleischer A B, Feldman S R. Vitiligo. In : 20 Common Problems In Dermatology. McGraw-Hill, 2000 ; 277 – 86. 6. Berhrman R E, Kliegman R M. Vitiligo. In : Nelson Textbook of Pediatrics, 16 th ed, W.B. Saunders Company, 2000 ; 1988. 7. Vitiligo. In : Handbook of Dermatology & Venereology. http://www.hkmj.org.hk/skin/vitiligo.htm. 8. Lever W F. Pigmentary disorders : Vitiligo. In : Histopathology of the skin. 6 th ed, J.B. Lippincott Company, 1983 : 441 - 42. 9. Vitiligo. http://www.skinsite.com/info vitiligo.htm. 10. Lepe V, Moncada B. A double - blind Randomized Trial of 0,1% Tacrolimus vs 0,05% Clobetasol for the Treatment of Childhood Vitiligo. In : Archives of Dermatology, vol 139, May, 2003. Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 13
  • 14. Ramona Dumasari Lubis : Vitiligo, 2008 USU e-Repository © 2009 14