Tulisan ini membahas upaya peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 013 Tenggarong. SDN 013 menghadapi berbagai hambatan dalam peningkatan mutu, baik dari internal maupun eksternal sekolah, seperti kualitas kepemimpinan, tenaga pengajar, kurikulum, dana, dan sarana prasarana. Tulisan ini mengusulkan strategi untuk meningkatkan mutu, seperti meningkatkan kompetensi kepemimp
Contoh judul ptk lengkap ipa sdn kelas 4 sd tentang gaya penggunaan metode e...SEDIA PTK
Kami Menyediakan CD KUMPULAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH dan PTS yang bisa digunakan sebagai referensi dalam pembuatan karya ilmiah dan juga sebagai referensi untuk kenaikan pangkat, DVD Penelitian Tindakan Kelas Ini untuk Tingkat TK, SD, SMP, SMA Sederajat dengan Format Word, sangat bagus untuk menambah Khazanah Keilmuan Kita Semuanya. Semoga Bermanfaat. Pemesanan Hubungi 085797510051
Contoh judul ptk lengkap ipa sdn kelas 4 sd tentang gaya penggunaan metode e...SEDIA PTK
Kami Menyediakan CD KUMPULAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH dan PTS yang bisa digunakan sebagai referensi dalam pembuatan karya ilmiah dan juga sebagai referensi untuk kenaikan pangkat, DVD Penelitian Tindakan Kelas Ini untuk Tingkat TK, SD, SMP, SMA Sederajat dengan Format Word, sangat bagus untuk menambah Khazanah Keilmuan Kita Semuanya. Semoga Bermanfaat. Pemesanan Hubungi 085797510051
Latihan Konstruksi Tes Essay dilengkapi dengan Rubrik (Asesmen dan Evaluasi)Ary Darma
Asesmen dan Evaluasi. Ini merupakan dokumen saya yang dibuat dalam pemenuhan tugas yang sekaligus sebagai bahan latihan untuk memantapkan diri dalam penyusunan atau konstruksi tes. Silahkan didownload untuk kepentingan pembelajaran. :)
Belajar merupakan proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang dirancang dan diarahkan untuk mencapai tujuan dengan berbuat melalui berbagai pengalaman. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme kognitif yang di kemukakan oleh Jean Piaget (Trianto, 2014:72), ‘bahwa anak membangun skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya’. Merujuk Piaget, anak adalah pembelajar yang pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Pandangan-pandangan Jean Piaget percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Sedangkan Menurut M. Sobry Sutikno (2009:5) “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya”. Selaras dengan pendapat di atas Oemar Hamalik (2011:27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing)”.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari lingkunannya dalam bentuk perubahan tingkah laku. belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Gagne, Briggs, dan vager (M. Sobry Sutikno, 2014:11) mengemukakan bahwa ‘pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa’. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran
Salah satu model instruksional yang sering digunakan adalah model ASSURE. Model ini terdiri dari enam langkah, yaitu analisa peserta didik (A), menetapkan tujuan pembelajaran (S), memilih materi dan media (S), menggunakan materi dan media (U), partisipasi peserta didik (R), dan evaluasi-revisi (E).
Belajar merupakan proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang dirancang dan diarahkan untuk mencapai tujuan dengan berbuat melalui berbagai pengalaman. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme kognitif yang di kemukakan oleh Jean Piaget (Trianto, 2014:72), ‘bahwa anak membangun skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya’. Merujuk Piaget, anak adalah pembelajar yang pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Pandangan-pandangan Jean Piaget percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Sedangkan Menurut M. Sobry Sutikno (2009:5) “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya”. Selaras dengan pendapat di atas Oemar Hamalik (2011:27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing)”.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari lingkunannya dalam bentuk perubahan tingkah laku. belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Gagne, Briggs, dan vager (M. Sobry Sutikno, 2014:11) mengemukakan bahwa ‘pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa’. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran
Makalah upaya peningkatan mutu pendidikan
Makalah upaya peningkatan mutu pendidikan
Makalah upaya peningkatan mutu pendidikan
Makalah upaya peningkatan mutu pendidikan
Latihan Konstruksi Tes Essay dilengkapi dengan Rubrik (Asesmen dan Evaluasi)Ary Darma
Asesmen dan Evaluasi. Ini merupakan dokumen saya yang dibuat dalam pemenuhan tugas yang sekaligus sebagai bahan latihan untuk memantapkan diri dalam penyusunan atau konstruksi tes. Silahkan didownload untuk kepentingan pembelajaran. :)
Belajar merupakan proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang dirancang dan diarahkan untuk mencapai tujuan dengan berbuat melalui berbagai pengalaman. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme kognitif yang di kemukakan oleh Jean Piaget (Trianto, 2014:72), ‘bahwa anak membangun skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya’. Merujuk Piaget, anak adalah pembelajar yang pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Pandangan-pandangan Jean Piaget percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Sedangkan Menurut M. Sobry Sutikno (2009:5) “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya”. Selaras dengan pendapat di atas Oemar Hamalik (2011:27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing)”.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari lingkunannya dalam bentuk perubahan tingkah laku. belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Gagne, Briggs, dan vager (M. Sobry Sutikno, 2014:11) mengemukakan bahwa ‘pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa’. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran
Salah satu model instruksional yang sering digunakan adalah model ASSURE. Model ini terdiri dari enam langkah, yaitu analisa peserta didik (A), menetapkan tujuan pembelajaran (S), memilih materi dan media (S), menggunakan materi dan media (U), partisipasi peserta didik (R), dan evaluasi-revisi (E).
Belajar merupakan proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang dirancang dan diarahkan untuk mencapai tujuan dengan berbuat melalui berbagai pengalaman. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme kognitif yang di kemukakan oleh Jean Piaget (Trianto, 2014:72), ‘bahwa anak membangun skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya’. Merujuk Piaget, anak adalah pembelajar yang pada dirinya sudah memiliki motivasi untuk mengetahui dan akan memahami sendiri konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Pandangan-pandangan Jean Piaget percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Sedangkan Menurut M. Sobry Sutikno (2009:5) “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya”. Selaras dengan pendapat di atas Oemar Hamalik (2011:27) mengemukakan bahwa “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing)”.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari lingkunannya dalam bentuk perubahan tingkah laku. belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Gagne, Briggs, dan vager (M. Sobry Sutikno, 2014:11) mengemukakan bahwa ‘pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa’. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang ekonominya, dan lain sebagainya.kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran
Makalah upaya peningkatan mutu pendidikan
Makalah upaya peningkatan mutu pendidikan
Makalah upaya peningkatan mutu pendidikan
Makalah upaya peningkatan mutu pendidikan
Memahami konflik, stress, dan trauma sekolah dasarom makplus
Konflik, Stress yang tidak seimbang, dan trauma merupakan peristiwa psikologi yang mungkin dialami oleh peserta didik disekolah dasar. Jika peserta didik mengalmi konflik, maka mereka akan terjebak dalam suasana bingung berkepanjangan dan pada gilirannya mereka mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan. Dan jika peserta didik mengalami stress yang tidak seimbang, maka mereka akan terjebak dalam posisi salah suai (maladjustment). Jika pserta peserta didik mengalami peristiwa traumatic mereka mengalami trauma. Pada situasi ini individu menjadi tidak produktif, bahkan bisa jadi terperangkap dalam suasana depresi yang amat mendalam
Irama hidup manusia itu adalah masalah (problem). Seseorang tidak dapat dikatakan hidup, bila tidak pernah menghadapi masalah. Siapa pun orangnya, tidak akan bisa luput dari masalah. Dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, timpa-bertimpa masalah yang harus diselesaikannya. Namun, dengan kiat-kiat khusus, para utusan Allah itu berhasil menyelesaikan (to solve) masalah-masalah yang dihadapi. Dengan demikian, kita haruslah menyadari bahwa hidup dan kehidupan kita berhiaskan masalah, baik masalah yang datang dari diri kita sendiri mau-pun masalah yang datang dari luar kita. Hidup adalah masalah. Masalah adalah jarak antara keinginan dan kenyataan yang dihadapi saat ini. Masalah adalah suatu keadaan yang tidak sesuai dengan harapan yang kita inginkan. Kemam-puan kita mempertemukan keinginan dan kenyataan, itulah yang dinamakan dengan memecahkan masalah.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat didefenisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan. Salah satu bagian dari proses peme-cahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making) yang didefe-nisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia. Pengambilan keputusan yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas hasil pemecahan masalah yang dilakukan.
Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah keteram-pilan yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam aspek kehidupannya. Akan tetapi, keterampilan ini menjadi lebih penting lagi perannya, bila dikait-kan dengan posisi seorang pemimpin yang melaksanakan tugas-tugas kepemim-pinannya dalam suatu organisasi. Pimpinan yang mampu menyelesaikan masa-lah organisasinya dengan tepat dan benar, dipastikan akan dapat mengambil keputusan yang tepat untuk memperlancar kepemimpinannya.
Peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas sekolahPuspawijaya Putra
Sekolah merupakan lembaga penentu dalam kiprah pengembangan pendidikan, karena dari deretan birokrasi yang terkait dengan pengembangan pendidikan, sekolah sebagai pelaksana dari semua program pendidikan yang direncanakan dari tingkat pusat sampai ke tingkat operasional di sekolah. Maju mundurnya pendidikan sangat ditentukan oleh pelaksanaan yang ada di tangan para pendidik di sekolah. Oleh karena itu, dengan tanpa mengesampingkan pentingnya faktor-faktor lain yang turut berpengaruh terhadap mutu pendidikan, unsur pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah harus mendapat pengelolaan dan pengembangan secara optimal. Hal ini sejalan dengan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dengan dibuatnya berbagai kebijakan yang berkaitan dengan unsur ketenagaan di sekolah.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu negara menjadi negara maju dan mampu mengatasi permasalahan yang timbul adalah kualitas berpikir masyarakat. Dalam kesempatan ini memaparkan dilema yang terdapat dipendidikan
STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI UPT SATUAN PENDIDIKAN SDN PLINGGISAN I KECAMATAN KRATON PASURUAN
Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah dasar negeri 013
1. Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Di sekolah Dasar
Negeri 013 Tenggarong
Juli 28, 2008 — azharighalib
ABSTRAK :
Sekolah adalah salah satu institusi yang mempunyai fungsi srategis dalam upaya
meningkatkan sumber daya manusia. Sebab sekolah adalah lingkungan hidup anak untuk
mendapatkan pendidikan yang terprogram dan sistematis. Sebagai instutusi pendidikan,
Sejak berdirinya SDN 013 Tenggarong menghadapi berbagai kendala/hambatan dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan yang datang dari internal maupun eksternal sekolah.
Rekonstruksi strategi merupakan langkah yang mesti dilakukan agar usaha
peningkangkatan mutu lebih efektif dan terarah.
Kata-kata kunci : Kompetensi, Kualifikasi, Koordinasi. Kolaborasi
PENDAHULUAN
Sejak pendiri Negara Republik Indonesia sepakat untuk mendirikan sebuah negara yang
merdeka, pendidikan menduduki posisi penting yang menjadi prioritas pembangunan
negara ini. Dengan dimasukkan kalimat ”dengan mencerdaskan kehidupan bangsa”
dipembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan bukti keseriusan para pendiri
negara ini dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang mempunyai harkat
dan martabat yang tinggi. Kemudian komitmen tersebut dituangkan dalam Batang Tubuh
Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 32 ayat 1 yang berbunyi bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan. Fokus dari dari UUD 1945 tersebut adalah
peningkatan sumber daya manusia Indonesia agar menjadi manusia yang punya harkat
dan martabat yang mulia, bebas dari belenggu kebodohan..
Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka rujukannya adalah
kualitas pendidikan.. Sekolah Dasar Negeri 013 Tenggarong merupakan salah satu
organisasi pendidikan yang berupaya untuk meningkatkan sumberdaya manusia dalam
rangka mengantar pada tujuan nasional. Namun dalam perjalanannya, SDN 013 banyak
mengalami hambatan. Hambatan tersebut datang bukan hanya dari internal sekolah
melainkan juga dari eksternal sekolah. Oleh karena itu dalam tulisan berikutnya akan
dikemukan upaya-upaya yang akan dilakukan dalam meningkatkan mutu pendidikan di
SDN 013 Tenggarong.
TUJUAN PENULISAN
1. Ingin mengetahui gambaran nyata mutu pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 013
Tenggarong
2. Ingin merumuskan langkah-langkah konkret dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 013 Tenggarong.
POTRET MUTU SEKOLAH DASAR NEGERI 013 TENGGARONG
Membahas tentang potret mutu Sekolah Dasar Negeri 013 Tenggarong, selayaknya kita
memandang potret mutu pendidikan sekolah dasar di Indonesia saat ini khususnya daerah
pedesaan. Berbagai kendala dan hambatan peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar
tidak terlepas dari berbagai permasalahan mutu pendidikan sekolah dasar secara umum
2. yang berakar pada mutu manajerial para pemimpin lembaga pendidikan, mutu guru,
relevansi kurikulum, ketebatasan dana, sarana prasarana, fasilitas pendidikan dan yang
tak kalah pentingnya kurangnya faktor dukungan dari pihak-pihak yang terkait dalam hal
ini stakeholders pendidikan.
Selama dua dasawarsa sejak didirikannya tahun 1978, Sekolah Dasar Negeri 013
Tenggarong telah dipimpin oleh 3 orang kepala sekolah yang tingkat pendidikannya
hanya tingkat diploma. Ini membuktikan tingkat pendidikan kepala sekolah belum
memenuhi standar kepala sekolah yang seharusnya minimal strata satu. Hal ini
mempengaruhi kompetensi kepala sekolah tentang manajemen sekolah, ditambah dengan
minimnya frekuensi keikutsertaan kepala sekolah dalam pendidikan dan pelatihan (diklat)
tentang pengelolaan sekolah, sehingga sering terjadi salah penafsiran terhadap kebijakan
pemerintah.
Selanjutnya gambaran tentang kualitas (mutu) guru juga menjadi alasan terhadap
tersendatnya peningkatan mutu sekolah dasar negeri 013. Kebanyakan guru-guru yang
mengajar disekolah tersebut adalah guru-guru yang direkrut hanya untuk mengisi
kebutuhan sekolah setempat (transmigrasi) tanpa melihat kualitas guru tersebut. Sehingga
motivasi guru terhadap peningkatan mutu sangat rendah. Kurangnya disiplin, jam
mengajar kurang, apatis, skeptis dan pemuja ”status quo” adalah sikap yang biasa terjadi
dalam proses belajar mengajar di SDN 013. Disamping itu kualifikasi tingkat pendidikan
sebagian besar guru belum memenuhi standar nasional pendidikan yakni minimal S1.
Hal lain yang sering menjadi kendala peningkatan mutu di SDN 013 adalah relevansi
kurikulum. Kekurangsiapan guru dalam menerima perubahan kurikulum yang hampir
setiap dua tahun. Perubahan tersebut menimbulkan kepanikan dalam mengaplikasikannya
di sekolah Padahal prinsip-prinsip perubahan kurikulum tersebut adalah lumrah terjadi
mengingat filsafat pendidikan di Indonesia menganut paham progresivisme.
Selain itu keterbatasan dana menjadi masalah cukup mendasar dalam upaya peningkatan
mutu di SDN 013 ditambah dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tidak
memungkinkan untuk dapat berpartisipasi dalam mengatasi keterbatasan dana tersebut.
Kebijakan daerah yang menggratiskan siswa untuk mendapatkan pendidikan di SD
menjadi hal yang sangat kontradiksi mengingat subsidi pemerintah daerah tidak
berbanding lurus dengan kebutuhan sekolah.
Disamping itu, sarana dan prasarana ataupun fasilitas pendidikan yang juga menjadi salah
satu faktor rendahnya mutu SDN 013. Topografi sekolah yang berada di daerah pinggir
(suburb) kota Tenggarong kurang mendapat perhatian dari stakeholder pendidikan.
Bangunan sekolah yang ada merupakan bangunan yang sudah berusia senja. Beberapa
ruang kelas yang sudah tidak layak pakai. Apalagi sarana pendidikan yang ada sudah
banyak yang rusak, usang dan tidak sesuai lagi dengan kebutuhan sekolahan saat ini.
MUTU SEKOLAH DASAR NEGERI 013 YANG DIHARAPKAN
Berbicara tentang mutu sekolah yang diharapkan, tentulah kita akan menginginkan
sesuatu yang ideal. Ideal maksudnya memenuhi standar yang sesuai dengan kebutuhan
minimal sekolah yang dikategorikan bermutu.
Kepemimpinan sekolah yang ideal adalah kepala sekolah memenuhi standar kompentensi
kepala sekolah. Kedepannya SDN 013 memiliki kepala sekolah yang sudah S2 dan
mempunyai kemampuan manajerial sekolah dengan baik serta mempunyai peranan
sebagai educator, manager, administrator supervisor, leader, inovator dan motivator.
Selanjutnya nantinya SDN 013 diharapkan mempunyai tenaga-tenaga pendidik yang
3. memiliki kualifikasi akademik (S1) dan sudah disertifikasi serta memiliki kompetensi
pedagogik, kepribadian, profesionalitas dan sosial. yang tidak sekedar mengajar akan
tetapi juga mempunyai motivasi tinggi terhadap peningkatan mutu sekolah.
Program pengembangan kurikulum yang merupakan salah satu aspek penting dalam
proses pendidikan di SDN di harapkan secepatnya dapat memberikan pedoman dan
arahan yang jelas bagi pelaksanaan di lapangan. Adanya titik temu antara dikotomi
sentralistik dan desentralistik tentang kurikulum pendidikan Dengan demikian sekolah
sebagai lembaga pelaksana kurikulum pendidikan tidak dibuat kebingungan terhadap
perubahan kurikulum tersebut
Partisipasi masyarakat terhadap keterbatasan dana pendidikan di SDN 013 dapat
terpenuhi. Hal ini tentunya ada hubungan baik antara pihak sekolah dengan masyarakat
khususnya para orang tua murid sebagai pengguna jasa pendidikan.
Dari segi sarana dan prasarana di SDN 013 diharapkan telah memenuhi standar yang
diamanatkan PP No.19 tahun 2005. Dengan demikian adanya sarana dan prasarana
tersebut secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi mutu pendidikan di
SDN 013 Tenggarong
PEMBAHASAN
A. Konsep Tentang Mutu
Definisi mutu itu beragam tergantung individu yang memaknainya. Menurut Deming
mutu ialah kesesuain dengan kebutuhan pasar, menurut Juran mutu adalah kecocokan
dengan produk, Crosby mengartikan mutu kesesuaian dengan yang disyaratkan. Menurut
Husaini Usman mutu adalah tingkat keunggulan. Jadi mutu merupakan keinginan
pelanggan, mutu yang tinggi merupakan kunci untuk suatu rasa kebanggaan, tingkat
produktivitas dan cermin kemampuan dalam penghasilan. Di mana tujuan mutu harus
merupakan produk dan jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi pelanggannya.
Mutu dalam pendidikan bukanlah barang akan tetapi layanan, di mana mutu harus dapat
memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan semua pihak/pemakai dengan fokus
utamanya terletak pada peserta didik (leaners). Mutu pendidikan berkembang seirama
dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan (output) yang berkaitan dengan kemajuan
ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya
manusia.
B. Aspek dan Indikator Mutu
Dalam pengelolaan sekolah yang efektif dan berorientasi pada mutu pendidikan
memerlukan suatu komitmen yang penuh kesungguhan dalam peningkatan mutu,
berjangka panjang (human investment) dan membutuhkan penggunaan peralatan dan
teknik-teknik tertentu. Komitmen tersebut harus didukung oleh dedikasi yang tinggi
terhadap mutu melalui penyempurnaan proses yang berkelanjutan oleh semua pihak yang
terlibat yang dikenal dengan istilah MMT (Manajemen Mutu Terpadu).
MMT sering disebut sebagai manajemen yang didukung oleh sejumlah fakta dan data
yang relevan dan utuh, artinya data dan fakta tersebut benar dan bukan hasil rekayasa
yang dibuat untuk memenuhi kepentingan satu pihak atau persyaratan tertentu.
Ketika aspek-aspek dan indikator pengelolaan lembaga pendidikan dapat dijalankan dan
diarahkan ke sebuah mutu yang tinggi. Maka keberhasilan dari pencapaian mutu tersebut
harus merupakan integrasi dari semua keinginan dan partisipasi stakeholder (semua yang
berkepentingan) dalam pencapaian hasil akhirnya.
C. Strategi Pengembangan Mutu
4. Kekuatan dalam perubahan memperlihatkan fenomena yang terus berkelanjutan dalam
pemenuhan akan perubahan tersebut. Akhirnya akan mendorong dalam upaya pemilihan
strategi yang dapat diterapkan pada kondisi-kondisi yang terduga maupun tak terduga
yang kemudian muncul.
Keberhasilan strategi sangat bergantung pada kemampuan dalam kepemimpinan untuk
membangun komitmen, menghubungkan strategi dan visi yang tetap, mengatur sumber-
sumber yang mendukung terlaksananya strategi.
Alat/media dasar yang akan bermanfaat dalam menguji posisi sekolah sekarang dalam
kerangka penentuan strategi. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan analisis
SWOT. Analisis SWOT, kepanjangan dari S = strength artinya kekuatan, W =
weaknesess artinya kelemahan, O = opportunitiy, artinya peluang/ kesempatan, dan T =
Threat artinya ancaman. Tujuan analisis ini untuk mengetahui posisi sekolah, apakah
sudah maju atau masih tertinggal dalam mutu pendidikannnya. Sedangkan faktor-faktor
yang dianalisis seperti tertuang berikut ini;
1. Kepemimpinan Mutu Sekolah Dasar
Dalam rangka perubahan dan transformasi diperlukan seorang pemimpin yang memiliki
mental kuat dan prima, mampu mengatasi masalah dan tantangan, memiliki visi, dan
berani mencoba inovasi. Kepemimpinan merupakan sumber daya yang paling pokok
dalam organisasi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan juga
merupakan pola hubungan dan bentuk kerja sama antara orang-orang yang dinamis.
Kepemimpinan juga harus mampu memberikan arah rangsangan kepada kelompoknya,
demi kemajuan organisasi.
Menurut Sallis dengan mengutip pendapat Peter dan Austin pemimpin pendidikan
membutuhkan perspektif-perspektif sebagai berikut:a) visi dan simbol-simbol. Kepala
sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai institusi kepada staf, siswa dan kepada
komunitas yang lebih luas, b) menerapka MBWA (management by walking about),c)
membuat slogan ”Untuk Para Pelajar ” sama dengan ”dekat dengan pelanggan:” dalam
pendidikan, d) otonomi, eksperimentasi dan antisipasi terhadap kegagalan, e)
menciptakan rasa kekeluargaan, dan f) ketulusan, kesabaran, semangat intensitas dan
antusiasme yang merupakan sifat esensial yang dibutuhkan pemimpin pendidikan. .
Sementara itu dalam PP No.19 disebutkan bahwa pemimpin sekolah, harus memiliki
kompetensi sebagai berikut : a) Memiliki kualifikasi sebagai pendidik (Pasal 28), b)
memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan (Pasal 38), c) Memiliki
kualifikasi sebagai pengawas (Pasal 39), d) Memiliki kemampuan mengelola dan
melaksanakan satuan pendidikan (Pasal 49), f) Memiliki kemampuan menyusun program
(Pasal 52), g) Memiliki kemampuan menyusun perencanaan (Pasal 53).
2. Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik Sekolah Dasar
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa guru mempunyai peran yang sangat penting dalam
upaya peningkatan mutu. Didalam PP No. 19 tahun 2005 Bab VI pasal 28 ayat 1
disebutkan bahwa ”pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan nasional”. Kemudian pada pasal 29 ayat 2 dijelaskan bahwa pendidik
pada tingkat SD/MI atau bentuk lain yang sederajad memiliki a) kulaifikasi akademik
pendidikan minimum diploma empat(D-IV) atau sarjana S1, b) latar belakang pendidikan
tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi; dan c) sertifikat
profesi guru untuk SD/MI
5. 3. Peningkatan Mutu Kurikulum Sekolah Dasar
Kurikulum adalah sarana dari suatu sistem pendidikan. Suryosubroto menyebutkan
bahwa kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah
kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan didalam sekolah maupun didalam sekolah.
Banyak persepsi yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rencana pendidikan dan
pengajaran atau program pendidikan. Seringkali kurikulum hanya terdiri dari mata
pelajaran tertentu yang menyampaikan kebudayaan ”tempoe doeloe” yang hanya
menyadur dari buku-buku pelajaran tertentu yang dipandang baik bagi kurikulum.
Namun dibalik itu anak didik hanya diajak untuk menelusuri daya imajinatif dengan
mengabaikan pengalaman-pengalaman inderawi anak didik Hal tersebut akan membatasi
pengalaman anak kepada situasi belajar didalam kelas dan tidak menghiraukan
pengalaman-pengalaman edukatif diluar kelas.
Menurut PP No.25 Tahun 2000 tentang kebijakan kurikulum adalah menetapkan standar
nasional yang kemudian dijelaskan dalam GBHN 1999 pemerintah melakukan
pembaharuan sistem pendidikan termasuk kurikulum berupa diversivikasi kurikulum
untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional
(kurikulum nasional) dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat (kurikulum muatan
lokal).
Melihat keragaman potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam serta
kebhinekaan bangsa kita, kurikulum yang uniform akan tidak sesuai kebutuhan
masyarakat. Fleksibilitas kurikulum;” dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi
merupakan suatu tuntutan. Pada pendidikan dasar tentu ada kurikulum inti demi untuk
memupuk kesatuan bangsa dan memperkuat ketahanan nasional, begitu pula pada
pendidikan menengah dan tinggi. Otonomi pendidikan tinggi kita mulai sekarang akan
marak dalam masyarakat industri.
Suatu hal yang perlu diperhatikan ialah beban kurikulum sekolah kita terkenal sangat
sarat dengan berbagai macam mata pelajaran sehingga sangat mendera peserta didik.
Dalam era informasi hal ini menjadi berlebihan (redundant). Proliferasi ilmu bukan
berarti penanambahan beban kurikulum seperti yang akan dibicarakan nanti, yang
diperlukan ialah bagaiman cara kita dapat menguasai informasi sebanyak dan setepat
mungkin.
4. Pembiayaan Mutu Sekolah Dasar
Dari segi pembiayaan pendidikan, merujuk dari PP No.19 tahun 2005 pasal 62 yang
menyebutkan bahwa standar pembiayaan sebagai berikut; 1) Pembiayaan pendidikan
terdiri dari atas biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal, 2) Biaya investasi
satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan
sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. 3) Biaya personal meliputi biaya pendidikan
yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran
secara teratur dan berkelanjutan, 4) Biaya operasi satuan pendidikan meliputi; a) gaji
pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, b)
Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan c) Biaya operasional pendidikan tak
langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang
lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi dan lain sebagainya.
5. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Dari segi sarana dan prasarana standar yang diamanatkan PP No.19 tahun 2005 pasal 42
6. yang menyebutkan bahwa standar sarana dan prasarana sebagai berikut :
(1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabotan, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan peralatan lain yang menunjang proses belajar
yang teratur dan berkelanjutan.
(2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang laboratorium, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi
daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat ibadah, tempat bermain, tempat rekreasi, dan
tempat lain yang menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
D. Pangawasan Mutu
Pengawasan mutu produk barang tampaknya lebih mudah karena dapat dilihat dan diraba
(tangible). Pemeriksaan mutu barang dapat dilakukan oleh ahli di bidangnya. Barang-
barang yang akan dipasarkan terhindar dari kerusakan (zero defect). Tujuan akhir dari
pemeriksaan ini agar produk barang yang dipasarkan dapat memenuhi harapan dan
kepuasan pelanggan.
Pengawasan mutu pendidikan dapat dilaksanakan sejak input/masukan (siswa) masuk
sekolah, mengikuti proses belajar mengajar di sekolah dan hingga menjadi lulusan
dengan berbagai kompetensi yang dimilikinya.
Untuk melihat perkembangan mutu pendidikan di sekolah, kepala sekolah dan staf guru-
gurunya dapat (a) memanfaatkan data yang ada di sekolah yang berhubungan dengan
mutu sekolah dan mengolahnya menjadi diagram, (b) brainstorming (tukar pikiran), (c)
menggunakan statistik mutu (statistical process control) yang memuat informasi tentang
rata-rata mutu pendidikan, standar deviasi/simpangan baku dari mutu pendidikan di
sekolah.
Guru sebagai pelaksana utama pendidikan di sekolah diharapkan memiliki wawasan mutu
pembelajaran yang baru diterapkan dalam PBM di kelasnya. Langkah ini merupakan
pendekatan mutu proses dan secara langsung akan mendukung mutu produk/mutu akhir
pendidikan berupa lulusan yang bermutu.
E. Teknik Kendali Mutu
Keberhasilan lembaga persekolahan dapat dilihat dari sudut dan tingkat kepuasan dari
pelanggannya, yaitu pelanggan sekolah yang dikategorikan pelanggan internal maupun
pelanggan eksternal. Hal ini memberikan arti bahwa ukuran sebuah keberhasilan sekolah
dapat dilihat dari layanan yang diberikannya. Apakah layanan yang diberikan itu berada
pada taraf yang sama atau sesuai dengan harapan pelanggan atau bahkan melebihi, seperti
apa yang diharapkan oleh pelanggannya dengan menggunakan teknik total quality control
(TQC).
Menurut Husaini TQC berarti system. Sistem artinya apabila salah satu subsistem lemah
maka keseluruhan sistem akan menjadi lemah. Gugus Kendali Mutu atau Quality Control
Circle (QCC) adalah salah satu teknik dalam upaya pengendalian mutu sekolah, di mana
kelompok-kelompok personel sekolah melakukan kegiatan pengendalian dan peningkatan
mutu secara teratur, sukarela dan berkesinambungan melalui penerapan prinsip-prinsip
dan teknik-teknik pengendalian mutu. Selain teknik tersebut, dapat pula dilaksanakan
teknik pengawasan mutu yang berdasarkan data seperti checklist, diagram, grafik,
diagram sebab akibat, brainstorming, dan statistical process control.
F. Strategi Kendali Mutu
Pengendalian mutu dapat diartikan sebagai proses manajerial yang di dalamnya
7. terkandung hal-hal (1) melakukan evaluasi terhadap kinerja nyata, (2) proses
membandingkan kinerja nyata dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan (3)
melakukan tindakan-tindakan/aksi-aksi atas perbedaan-perbedaan yang dapat ditemukan.
Dalam pelaksanaan pengendalian mutu, strategi pengendalian mutu ke arah peningkatan
mutu pendidikan secara implementatif pengawasan/ pengendaliannya diarahkan pada
optimalisasi komponen pendidikan. Tujuannya adalah mendorong kearah terciptanya
situasi yang kondusif dalam meningkatkan mutu proses belajar mengajar. Komponen-
komponen yang terkait dengan hal tersebut di atas adalah (a) komponen input
manajemen, (b) komponen proses pendidikan, (c) komponen murid, dan (d) komponen
hasil belajar.
PEMECAHAN MASALAH
Dari uraian berbagai uraian diatas dapatlah dikemukakan sebagai berikut :
1. Isu pokok yang dirumuskan
a. Kepemimpinan sekolah yang belum optimal
b. Kualitas guru yang belum memenuhi standar nasional pendidikan
c. Pengembangan kurikulum yang belum maksimal
d. Pengalokasian dana pendidikan belum terpenuhi
e. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
2. Analisis SWOT (Analisis Medan Kekuatan)
1. Kekuatan (strength)
a. Memiliki potensi berubahnya posisi kepemimpinan sekolah baru mengingat masa
jabatan kepala sekolah yang hampir habis.
b. Beberapa guru sudah mulai melanjutkan kuliah kejenjang strata satu
c. Beberapa guru sudah pernah mengikuti pelatihan KTSP
d. Adanya subsidi pendidikan baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah
2. Kelemahan (Weakness)
a. Resiko kehilangan guru berpengalaman karena akibat memasuki masa pensiun
b. Sikap guru yang kurang merespons terhadap adanya pelatihan KTSP.
c. Anggaran belanja yang belum mencukupi
d. Sarana dan prasarana dalam kondisi yang sudah tua
3. Peluang (Oppurtunity)
a. UU 19 tahun 2005 yang mengharuskan guru untuk mendapatkan kualifikasi pendidikan
strata satu serta terbukanya peluang untuk sertifikasi guru.
b. `Banyaknya peluang untuk mengikuti pelatihan pengembangan kurikulum.
c. Dianggarkannya pembangunan sarana dan prasarana sekolah pada akhir tahun 2008
4. Tantangan (Threat)
a. Partisipasi masyarakat khususnya orang tua murid terhadap pembiayaan pendidikan
kurang.
b. Adanya ketimpangan pembangunan antara sekolah daerah pinggiran kota (suburb) dan
daerah kota
3. Alternatif langkah-langkah Pemecahan Persoalan
Dari berbagai uraian tentang potret mutu sekolah dasar negeri 013 sekarang dan kondisi
yang diharapkan serta dari hasil analisis SWOT, maka dapatlah dikemukakan arternatif-
alternatif pemecahan masalah sebagai berikut :
1. Perlunya meningkatkan kulifikasi akademik kepala sekolah dari diploma II ke jenjang
8. S1 dan seterusnya melanjutkan ke S2. Hal ini penting dilakukan mengingat banyak hal
yang bisa diperoleh dari S2 terutama disiplin ilmu yang berhubungan dengan manajemen
sekolah. Kepemimpinan sekolah juga harus mampu merumuskan visi dan misi sekolah
agar target perbaikan mutu lebih terencana dan terarah.
2. Perlunya perbaikan mutu tenaga edukasi dengan mensupport guru yang belum Sarjana
S1 untuk kuliah serta menambah frekuensi pelatihan dan pendidikan (Diklat) yang
berhubungan dengan 4 kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesionalitas dan kompetensi sosial. seperti a) Mengadakan ws KTSP, b) Mengirimkan
ws KTSP, c) Magang disekolah lain, d) IHT disekolahnya sendiri, e) PTK, f)
Mengikutkan guru pada MGMP
3. Perlunya pendekatan birokratis kepada seluruh stakeholders pendidikan dalam upaya
perbaikan sampras sekolah yang sudah tidak layak lagi. Pendekatan birokratis tersebut
dilakukan supaya stakeholders pendidikan bisa merumuskan, memprogramkan serta
menganggarkan perbaikan sampras di SDN 013 mengingat perbaikan sampras tersebut
merupakan hal yang mendesak.
4. Perlu sosialisasi ke masyarakat tentang MBS terutama keikutertaan atau partisipasi
masyarakat tentang pembiayaan pendidikan yang tidak mungkin hanya mengharapkan
subsidi pemerintah yang tidak mencukupi seluruh kebutuhan sekolah.
KESIMPULAN
Dari berbagai uraian diatas, maka dapatlah disimpulkan :
1. Mutu dalam pendidikan bukanlah barang akan tetapi layanan, di mana mutu harus
dapat memenuhi kebutuhan, harapan dan keinginan semua pihak/pemakai dengan fokus
utamanya terletak pada peserta didik (leaners)
2. Kondisi mutu SDN 013 Tenggarong yang belum memenuhi standar nasional
pendidikan tentunya harus diperbaiki. Semua komponen yang terlibat baik dari internal
sekolah maupun eksternal sekolah harus libatkan agar target mutu pendidikan di SDN
013 Tenggarong bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sagala, Syaiful. 2007. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Sallis Edward. 2006. Total Quality Management In Education. Yogyakarta: Ircisod
Suryosubroto, B. 2004. Manajemen Pendidikan Sekolah. Jakarta:Rineka Cipta.
Tilaar, H. A. R. 2003. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tony Bush & Marianne Coleman. 2008. Manajemen Strategis Kepemimpinan
Pendidikan. Yogyakarta: Ircisod.
Usman, Husaini. 2006. Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
9. —————–, PP.No.19 Tahun 2005, Jakarta: BP Dharma Bhakti
—————–, Standar Kompetensi Kepala Sekolah, 2006, Jakarta: BP Dharma Bhakti
http://azharighalib.wordpress.com/2008/07/28/upaya-peningkatan-mutu-pendidikan-di-
sekolah-dasar-negeri-013-tenggarong/
Peningkatan Mutu Guru Sekolah Dasar (
http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1047) redesigned for Sayidiman
Suryohadiprojo Blog
Upaya Strategis Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan
di SD pada Era Implementasi KTSP
Posted on 26 Juli 2009 by kkg6
(Sebuah tinjauan kinerja Kepala Sekolah Dasar) Oleh Sarjilah M.Pd.*)
Kita meyakini bahwa salah satu program yang dapat menyiapkan
dan merekayasakan arah perkembangan masyarakat Indonesia di masa depan adalah
pendidikan. Pendidikan dalam konsep pengembangan masyarakat merupakan dinamisasi
dalam pengembangan manusia yang beradab. Pendidikan tidak hanya terbatas berperan
pada pengalihan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) saja, namun dalam Undang-
undang No: 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa
pendidikan memiliki fungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab. Dari fungsi dan tujuan pendidikan ini diharapkan manusia Indonesia
adalah manusia yang berimbang antara segi kognitif, afektif dan psikomotor.
Dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional, dunia pendidikan kita secara nasional
dihadapkan pada salah satu
masalah besar yakni peningkatan mutu dan relevansi pendidikan. Masalah ini menjadi
fokus yang paling penting dalam pembangunan pendidikan nasional. Pembangunan
pendidikan menjadi tolok ukur kemajuan SDM suatu Negara.
Pemeringkatan internasional menunjukkan bahwa kualitas SDM Indonesia berdaya saing
rendah secara global. Hasil
penelitian UNDP pada tahun 2007 tentang HDI (Human Development Index), Indonesia
10. menduduki peringkat ke 107 dari 177 negara yang diteliti, dan dibanding dengan negara-
negara ASEAN yang dilibatkan dalam penelitian Indonesia pada peringkat yang paling
rendah. (HD Report 2007/2008)Salah satu unsur utama dalam penentuan komposit
Indeks
Pengembangan Manusia ( Human Development Index) ialah tingkat pengetahuan bangsa
atau pendidikan bangsa
tersebut. Peringkat Indonesia yang rendah dalam kualitas SDM adalah gambaran mutu
pendidikan yang tidak
menggembirakan. Rendahnya kualitas SDM akan menjadi batu sandungan dalam era
globalisasi, karena era globalisasi
merupakan era persaingan mutu atau kualitas. Jika bangsa Indonesia ingin berkiprah
dalam dunia global maka langkah
pertama yang harus dilaksnakan adalah menata SDM, baik dari aspek intelektual,
emosional, spiritual, kreativitas, moral
maupun tanggungjawabnya. Penataan ini perlu diupayakan secara bertahap dan
berkesinambungan melalui sistem
pendidikan yang berkualitas.Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan tersebut
dipengaruhi oleh sejumlah factor. Di
antara factor terpenting adalah terkait dengan kinerja kepala sekolah dalam mengelola
sekolah sebagai satu satuan
pendidikan yang menyelenggarakan proses pembelajaran kepada peserta didik. Dalam
Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun
1990 bahwa : ”Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan
pendidikan, administrasi
sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan
sasarana dan
prasarana”. Maka kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan
yang paling berperan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan maka dalam tinjauan kinerja kepala sekolah perlunya
adanya pemikiran tentang
upaya-upaya strategis peningkatan mutu pendidikan khususnya pada jejang sekolah
dasar.
Sarjilah M.Pd adalah Widyaiswara LPMP DIY
http://kkg6.wordpress.com/2009/07/26/3/
Kompetensi Guru dan Peran Kepala Sekolah
Posted on 21 Januari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT
KOMPETENSI GURU DAN PERAN KEPALA SEKOLAH
Oleh : Akhmad Sudrajat*))
11. Abstrak : Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan,
kompetensi guru merupakan salah satu faktor yang amat penting. Kompetensi guru
tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional. Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan
melalui optimalisasi peran kepala stsekolah, sebagai : educator, manajer, administrator,
supervisor, leader, pencipta iklim kerja dan wirausahawan.
Kata kunci : kompetensi guru, peran kepala sekolah
A. Pendahuluan
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui
Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan
sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu
berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat
usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G.
Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa
“educational change depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut
mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung
pada “what teachers do and think “. atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan
kompetensi guru.
Jika kita amati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih
beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis
pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work
performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum
sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu
perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.
Tulisan ini akan memaparkan tentang apa itu kompetensi guru dan bagaimana upaya-
upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dilihat dari peran kepala sekolah. Dengan
harapan kiranya tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bagi para guru maupun
pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan pendidikan.
B. Hakikat Kompetensi Guru
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu ? Louise Moqvist (2003) mengemukakan
bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the
individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan
Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something
12. which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a
description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to
demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada
dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to
do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang
seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang
harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat
dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang
guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil
yang dapat ditunjukkan..
Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000)
mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :
1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang
diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam
proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama
guru, maupun masyarakat luas.
3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut
diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang
pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani
Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah
merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :
1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta
didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b)
pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d)
perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a)
mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak
mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi
kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
13. 3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali
peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda
keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi
ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata
pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-
hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap
melestarikan nilai dan budaya nasional.
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah
merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru
untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and
Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a)
penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru
tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa
secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.
2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to
Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran
untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain, (b)
kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan
usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning
mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan
pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting
kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas
keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran
akan tujuan utama pembelajaran.
4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experience
mencakup: (a) Guru secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-
keputusan terbaik, (b) guru meminta saran dari pihak lain dan melakukan berbagai
riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran.
5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru
memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan
kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c)
guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian
kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah
teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya
14. pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek
kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa
mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan
berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus
lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran siswa. Guru di
masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed
terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi
dengan manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang
lebih pandai di tengah-tengah siswanya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola
penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan terpuruk secara profesional. Kalau
hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua maupun
masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir
secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan
pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap
efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil
penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran yang menurut asumsi mereka
sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas para siswanya. Begitu
juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk
melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan
konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
C. Peranan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki
kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya. Namun, jika kita selami
lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari setiap jenis kompetensi, –sebagaimana
disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah-, kiranya
untuk menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan
dan meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan
komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah.
Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir (2000) mengemukakan bahwa “ kepala sekolah
sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja personel, terutama
meningkatkan kompetensi profesional guru.” Perlu digarisbawahi bahwa yang dimaksud
dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi
semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi sebagaimana telah
dipaparkan di atas.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran
utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3)
15. administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja;
dan (7) wirausahawan;
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di
atas, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah
dengan peningkatan kompetensi guru.
1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan
pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang
menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan
kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat
kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi
dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya,
sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
2. Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala
sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para
guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan
kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan
pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang
dilaksanakan di sekolah, –seperti : MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training,
diskusi profesional dan sebagainya–, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di
luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai
kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya
peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat
mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi
terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya
dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala
kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui
kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung,
terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi
ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, — tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan–, selanjutnya
16. diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat
memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam
melaksanakan pembelajaran.
Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan
bahwa “ menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar
dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru
mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini,
mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang
kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan
bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik
5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan
kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ? Dalam
teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada
manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat
menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Kendati demikian menarik untuk
dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Bambang Budi Wiyono (2000) terhadap
64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap bahwa ethos kerja
guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada manusia.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala
sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2)
percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa
besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa, 2003).
6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi
untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan
kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang
kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1)
para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan
menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan
diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para
guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu
diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari
hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk
memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi
dari pemikiran E. Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa,
2003)
17. 7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan
kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan,
keunggulan komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan
sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang
inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan
proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.
Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung
maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi
guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan
di sekolah.
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat
dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa
kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
2. Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi personal,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
3. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada
masa mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk
senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan
kompetensinya.
4. Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka meningkatkan
kompetensi guru, baik sebagai educator (pendidik), manajer, administrator,
supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja maupun sebagai
wirausahawan.
5. Seberapa jauh kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran yang
diembannya, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, dan pada gilirannya dapat
membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Sumber Bacaan :
Bambang Budi Wiyono. 2000. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Semangat
Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah Dasar. (abstrak) Ilmu
Pendidikan: Jurnal Filsafat, Teori, dan Praktik Kependidikan. Universitas Negeri
Malang. (Accessed, 31 Oct 2002).
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Kepala Sekolah TK,SD, SMP, SMA, SMK & SLB,
Jakarta : BP. Cipta Karya
18. ————––. 2006. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. http://www.depdiknas.go.id/ inlink. (accessed 9 Feb 2003).
Louise Moqvist. 2003. The Competency Dimension of Leadership: Findings from a Study
of Self-Image among Top Managers in the Changing Swedish Public
Administration. Centre for Studies of Humans, Technology and Organisation,
Linköping University.
Mary E. Dilworth & David G. Imig. Professional Teacher Development and the Reform
Agenda. ERIC Digest. 1995. . (Accessed 31 Oct 2002 ).
National Board for Professional Teaching Standards. 2002 . Five Core Propositions.
NBPTS HomePage. (Accessed, 31 Oct 2002).
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan
Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia
Memasuki Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita.
*))Akhmad Sudrajat adalah staf pengajar di Pendidikan Ekonomi FKIP-UNIKU dan
Pengawas Sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/21/kompetensi-guru-dan-peran-kepala-
sekolah-2/