Dokumen tersebut membahas tentang Konvensi Hak Anak (KHA) dan upaya pemenuhan hak-hak anak, termasuk perlindungan anak dari kekerasan. KHA bertujuan untuk memastikan pemenuhan hak-hak dasar anak, seperti hak atas hidup, perkembangan optimal, dan perlindungan. Negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak anak, antara lain dengan meningkatkan layanan perlindungan
Dokumen tersebut membahas tentang Sekolah Ramah Anak di Provinsi Jawa Barat. Sekolah Ramah Anak bertujuan menciptakan lingkungan sekolah yang aman, bersih, sehat, dan bebas kekerasan untuk memenuhi hak-hak anak. Dokumen ini menjelaskan kerangka kerja, rencana aksi, filosofi, dan ikrar Sekolah Ramah Anak Jawa Barat.
Dokumen tersebut membahas mengenai hukum profesi dalam pelayanan kebidanan di Indonesia, mencakup undang-undang terkait seperti UU Kesehatan, UU Tenaga Kesehatan, standar profesi bidan, peraturan tentang izin praktik bidan, serta undang-undang lainnya seperti Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Tiga kalimat ringkuman dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang definisi anak, hak-hak anak yang dilindungi peraturan, dan konsep Sekolah Ramah Anak (SRA) sebagai upaya memenuhi hak-hak pendidikan anak.
Dokumen tersebut membahas tentang Konvensi Hak Anak (KHA) dan upaya pemenuhan hak-hak anak, termasuk perlindungan anak dari kekerasan. KHA bertujuan untuk memastikan pemenuhan hak-hak dasar anak, seperti hak atas hidup, perkembangan optimal, dan perlindungan. Negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak anak, antara lain dengan meningkatkan layanan perlindungan
Dokumen tersebut membahas tentang Sekolah Ramah Anak di Provinsi Jawa Barat. Sekolah Ramah Anak bertujuan menciptakan lingkungan sekolah yang aman, bersih, sehat, dan bebas kekerasan untuk memenuhi hak-hak anak. Dokumen ini menjelaskan kerangka kerja, rencana aksi, filosofi, dan ikrar Sekolah Ramah Anak Jawa Barat.
Dokumen tersebut membahas mengenai hukum profesi dalam pelayanan kebidanan di Indonesia, mencakup undang-undang terkait seperti UU Kesehatan, UU Tenaga Kesehatan, standar profesi bidan, peraturan tentang izin praktik bidan, serta undang-undang lainnya seperti Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Tiga kalimat ringkuman dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang definisi anak, hak-hak anak yang dilindungi peraturan, dan konsep Sekolah Ramah Anak (SRA) sebagai upaya memenuhi hak-hak pendidikan anak.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Pemerintah berkewajiban melindungi hak-hak anak di lembaga perlindungan khusus sesuai standar yang ditetapkan
2. Dibutuhkannya standarisasi lembaga perlindungan khusus agar menjamin keamanan dan kesejahteraan anak
3. Kode etik diperlukan untuk menjamin perlakuan yang ramah anak di lembaga tersebut
Undang-undang Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan AnakDudi Aprillianto
Undang-undang ini mengatur tentang perlindungan hak-hak anak di Indonesia. Hak-hak anak meliputi hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan. Undang-undang ini juga mengatur tentang prinsip-prinsip perlindungan anak seperti nondiskriminasi dan kepentingan terbaik anak. Tujuannya adalah untuk menjamin kesejahteraan dan perkembangan optimal anak
Dokumen tersebut membahas tentang peluang transformasi perlindungan anak berbasis masyarakat (PATBM) menjadi lembaga kemasyarakatan desa (LKD). Ia menjelaskan tentang sejarah Save the Children, visi dan misi, area program, dan jenis kekerasan terhadap anak. Dokumen ini juga membahas tentang dasar hukum PATBM dan LKD serta peran masyarakat dalam perlindungan anak di desa.
Buku ini membahas peran dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, guru, dan orangtua dalam menciptakan lingkungan inklusif ramah pembelajaran. Pemerintah bertanggung jawab menetapkan peraturan terkait hak pendidikan anak dan penyandang disabilitas serta mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif. Guru bertanggung jawab menyelenggarakan pembelajaran yang inklusif. Masyarakat dan orang
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)verdalena
Panduan ini membahas tentang pemenuhan hak anak di desa berdasarkan Konvensi Hak Anak PBB dan undang-undang perlindungan anak Indonesia. Hak-hak anak yang perlu dipenuhi di desa antara lain hak sipil, lingkungan keluarga, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan khusus. Desa berperan penting dalam mewujudkan lingkungan yang layak bagi tumbuh kembang anak.
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)verdalena
Panduan ini membahas tentang pemenuhan hak anak di desa berdasarkan Konvensi Hak Anak PBB dan undang-undang perlindungan anak Indonesia. Hak-hak anak yang perlu dipenuhi di desa antara lain hak sipil, lingkungan keluarga, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan khusus. Desa berperan penting dalam mewujudkan lingkungan yang layak bagi tumbuh kembang anak.
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang sekolah ramah anak dan sekolah tanpa kekerasan. Ringkasannya adalah:
1. Sekolah ramah anak adalah satuan pendidikan yang memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak.
2. Dokumen tersebut menjelaskan hak-hak anak, peran sekolah dalam menciptakan lingkungan bebas kekerasan, dan komponen sekolah ramah anak.
3. Sekolah tanpa
Undang-undang ini mengatur tentang perlindungan hak-hak anak di Indonesia, termasuk hak untuk hidup, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan. Undang-undang ini menetapkan prinsip-prinsip perlindungan anak seperti non-diskriminasi dan kepentingan terbaik anak. Undang-undang ini juga mengatur tentang tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, dan orang tua untuk melindungi hak-h
1) Kenakalan remaja meliputi perilaku yang melanggar norma hukum yang dilakukan remaja dan merugikan dirinya dan orang lain.
2) Kenakalan remaja disebabkan oleh faktor internal seperti krisis identitas dan kontrol diri yang lemah, serta faktor eksternal seperti keluarga, teman, dan lingkungan yang kurang baik.
Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya perlindungan hak-hak anak, termasuk definisi anak, jumlah populasi anak Indonesia, dan lima kluster hak-hak anak menurut Konvensi Hak Anak. Dokumen ini juga menjelaskan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi hak-hak anak dan mengintegrasikan perlindungan anak ke dalam program pembangunan.
Undang-undang tentang Perlindungan Anak mengatur tentang hak dan perlindungan anak, serta tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk menjamin kesejahteraan anak. Undang-undang ini menjamin hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal. Undang-undang ini juga melindungi anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Undang-undang tentang Perlindungan Anak mengatur tentang hak dan perlindungan anak di Indonesia. Undang-undang ini menjamin hak anak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang secara optimal sesuai dengan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-undang ini juga mengatur tentang hak dan kewajiban anak, perlindungan khusus bagi anak yang membutuhkan, serta tanggung jawab pemerintah
More Related Content
Similar to Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Pemerintah berkewajiban melindungi hak-hak anak di lembaga perlindungan khusus sesuai standar yang ditetapkan
2. Dibutuhkannya standarisasi lembaga perlindungan khusus agar menjamin keamanan dan kesejahteraan anak
3. Kode etik diperlukan untuk menjamin perlakuan yang ramah anak di lembaga tersebut
Undang-undang Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan AnakDudi Aprillianto
Undang-undang ini mengatur tentang perlindungan hak-hak anak di Indonesia. Hak-hak anak meliputi hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan. Undang-undang ini juga mengatur tentang prinsip-prinsip perlindungan anak seperti nondiskriminasi dan kepentingan terbaik anak. Tujuannya adalah untuk menjamin kesejahteraan dan perkembangan optimal anak
Dokumen tersebut membahas tentang peluang transformasi perlindungan anak berbasis masyarakat (PATBM) menjadi lembaga kemasyarakatan desa (LKD). Ia menjelaskan tentang sejarah Save the Children, visi dan misi, area program, dan jenis kekerasan terhadap anak. Dokumen ini juga membahas tentang dasar hukum PATBM dan LKD serta peran masyarakat dalam perlindungan anak di desa.
Buku ini membahas peran dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, guru, dan orangtua dalam menciptakan lingkungan inklusif ramah pembelajaran. Pemerintah bertanggung jawab menetapkan peraturan terkait hak pendidikan anak dan penyandang disabilitas serta mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif. Guru bertanggung jawab menyelenggarakan pembelajaran yang inklusif. Masyarakat dan orang
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)verdalena
Panduan ini membahas tentang pemenuhan hak anak di desa berdasarkan Konvensi Hak Anak PBB dan undang-undang perlindungan anak Indonesia. Hak-hak anak yang perlu dipenuhi di desa antara lain hak sipil, lingkungan keluarga, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan khusus. Desa berperan penting dalam mewujudkan lingkungan yang layak bagi tumbuh kembang anak.
Draf panduan desa ramah anak provinsi jawa tengah final (1)verdalena
Panduan ini membahas tentang pemenuhan hak anak di desa berdasarkan Konvensi Hak Anak PBB dan undang-undang perlindungan anak Indonesia. Hak-hak anak yang perlu dipenuhi di desa antara lain hak sipil, lingkungan keluarga, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan khusus. Desa berperan penting dalam mewujudkan lingkungan yang layak bagi tumbuh kembang anak.
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang sekolah ramah anak dan sekolah tanpa kekerasan. Ringkasannya adalah:
1. Sekolah ramah anak adalah satuan pendidikan yang memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak.
2. Dokumen tersebut menjelaskan hak-hak anak, peran sekolah dalam menciptakan lingkungan bebas kekerasan, dan komponen sekolah ramah anak.
3. Sekolah tanpa
Undang-undang ini mengatur tentang perlindungan hak-hak anak di Indonesia, termasuk hak untuk hidup, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan dari kekerasan. Undang-undang ini menetapkan prinsip-prinsip perlindungan anak seperti non-diskriminasi dan kepentingan terbaik anak. Undang-undang ini juga mengatur tentang tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, dan orang tua untuk melindungi hak-h
1) Kenakalan remaja meliputi perilaku yang melanggar norma hukum yang dilakukan remaja dan merugikan dirinya dan orang lain.
2) Kenakalan remaja disebabkan oleh faktor internal seperti krisis identitas dan kontrol diri yang lemah, serta faktor eksternal seperti keluarga, teman, dan lingkungan yang kurang baik.
Dokumen tersebut membahas tentang pentingnya perlindungan hak-hak anak, termasuk definisi anak, jumlah populasi anak Indonesia, dan lima kluster hak-hak anak menurut Konvensi Hak Anak. Dokumen ini juga menjelaskan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi hak-hak anak dan mengintegrasikan perlindungan anak ke dalam program pembangunan.
Undang-undang tentang Perlindungan Anak mengatur tentang hak dan perlindungan anak, serta tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk menjamin kesejahteraan anak. Undang-undang ini menjamin hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal. Undang-undang ini juga melindungi anak dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Undang-undang tentang Perlindungan Anak mengatur tentang hak dan perlindungan anak di Indonesia. Undang-undang ini menjamin hak anak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang secara optimal sesuai dengan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-undang ini juga mengatur tentang hak dan kewajiban anak, perlindungan khusus bagi anak yang membutuhkan, serta tanggung jawab pemerintah
Similar to Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (20)
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
1. UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014
TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 TAhUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK
Disampaikan Oleh:
Drs. Kusumayadi
Ketua KPAID Kabupaten Mempawah
2. 2
B I O D A T A
NAMA : Drs. KUSMAYADI
JABATAN : KETUA KOMISI PERLINDUNGAN ANAK
INDONESIA DAERAH (KPAID)
KABUPATEN MEMPAWAH
ISTRI : FARIDA YULIATI
ANAK : 1. FRADDIAN ATMA
2. DZAKI DWI ATMA
3. LUBNA DZAKIRA ATMA
ALAMAT : BTN. BHAYANGKARA No. 24
MEMPAWAH.
Hp. : 08125719100
3. 3
D A S A R
1. UU NO 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak
2. Keppres RI No. 77 Tahun 2003 Tentang Komisi Perlindungan
Anak Indonesia
3. SK Gubernur Kalimantan Barat No. 739 Tahun 2006 Tentang
Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah
Provinsi Kalimantan Barat.
4. SK. Bupati Pontianak No. 109 Tahun 2013 tentang Komisi
Perlindungan Anak Indonesia Daerah Kab. Pontianak Periode
2013 – 2016.
5. Peraturan Tata Tertib Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Nomor 01/TATIB/KPAID/I/ 2013
4. KOMISI PERLINDUNGAN ANAK
INDONESIA BERTUGAS :
Melakukan sosialisasi peraturan perundang–
undangan yang berkaitan dengan Perlindungan
Anak, mengumpulkan data dan informasi,
menerima pengaduan masyarakat, melakukan
penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Memberikan laporan, saran, masukan dan
pertimbangan kepada Bupati dalam rangka
perlindungan anak.
5. KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
DAERAH KABUPATEN MEMPAWAH
Ketua : Kusmayadi HP. 08125719100
Sekretaris : Nursila HP. 081345230229
Anggota : Neneng Sulasmi HP. 085252246601
Bidang PPPA : Rahmad Faiz HP. 081257543627
6. Pasal 1
Anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun
termasuk anak yang masih
dalam kandungan
7. Pasal 2
Dasar penyelenggaraan perlindungan anak:
Pancasila, UUD 1945 dan Prinsip-prinsip
dasar Konvensi Hak-Hak Anak:
- Non Diskriminasi
- Kepentingan yang Terbaik Untuk Anak
- Hak Untuk Hidup
- Kelangsungan Hidup dan Perkembangan
- Penghargaan Terhadap Pendapat Anak
8. a. menghormati orang tua, wali, dan guru;
b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi
teman;
c. mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya;
dan
e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
Pasal 19
Setiap anak berkewajiban untuk :
9. a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi
Anak;
b. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak;
dan
d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman
nilai budi pekerti pada Anak.
Pasal 26
Orang tua berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk:
10. 1. Agama (pasal 42 dan 43)
2. Kesehatan (pasal 44 – 47)
3. Pendidikan (pasal 48 – 54)
4. Sosial (pasal 55 – 58)
5. Perlindungan khusus (pasal 59 – 71)
6. Peran masyarakat (pasal 72 dan 73)
11. Pasal 6
Setiap Anak berhak untuk beribadah menurut
agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam
bimbingan Orang Tua atau Wali.
12. Pasal 8
Setiap anak berhak memperoleh pelayanan
kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
13. Pasal 9
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang
cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar
biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan
khusus.
14. Pasal 54
(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan
pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari
tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual,
dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh
pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta
didik, dan/atau pihak lain.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan,
aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
15. Pasal 59
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga
negara lainnya berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus
kepada Anak.
(2) Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
16. a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
f. Anak yang menjadi korban pornografi;
g. Anak dengan HIV/AIDS;
h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;
i. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;
j. Anak korban kejahatan seksual;
k. Anak korban jaringan terorisme;
l. Anak Penyandang Disabilitas;
m.Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan
terkait dengan kondisi Orang Tuanya.
17. a. anak yang menjadi pengungsi;
b. anak korban kerusuhan;
c. anak korban bencana alam; dan
d. anak dalam situasi konflik bersenjata.
Pasal 60
Anak dalam situasi darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 terdiri atas:
18. BAB X
PERAN MASYARAKAT
Pasal 72
(1) Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-
luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan
anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya
masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan,
badan usaha, dan media massa.
Pasal 73
Peran masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
19. • dipukul/ditempeleng
• Ditendang
• Dijewer, dicubit
• Dilempar dengan benda-benda keras
• Dijemur di bawah terik matahari.
Kekerasan Fisik – tindakan yang menyebabkan
rasa sakit atau potensi menyebabkan sakit yang
dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali
atau berulang kali, berupa:
20. • Perlakuan tidak senonoh dari orang lain
• Kegiatan yang menjurus pada pornografi
• Perkataan-perkataan porno dan tindakan pelecehan organ
seksual anak
• Perbuatan cabul dan persetubuhan pada anak-anak yang
dilakukan oleh orang lain dengan tanpa tanggung jawab
• Tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam
kegiatan seksual yang melanggar hukum seperti dilibatkan
pada kegiatan prostitusi
Kekerasan Seksual – keterlibatan anak dalam kegiatan
seksual yang tidak dipahaminya. Dapat berupa:
21. • Kata-kata yang mengancam
• Menakut-nakuti
• Berkata-kata kasar
• Mengolok-olok anak
• Perlakuan diskriminatif dari orang tua, keluarga, pendidik dan
masyarakat
• Membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak dan lingkungannya
Kekerasan Emosional – segala sesuatu yang dapat
menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional
anak dapat berupa:
22. • Pengabaian pada kesehatan anak
• Pengabaian dan penelantaran pada pendidikan anak
• Pengabaian pada pengembangan emosi (selalu dikekang)
• Penelantaran pada pemenuhan gizi
• Penelantaran dan pengabaian pada penyedian perumahan
• Pengabaian pada kondisi keamanan dan kenyamanan.
Tindakan pengabaian dan penelantaran adalah
ketidak pedulian orang tua atau orang yang
bertanggung jawab atas anak pada kebutuhan
mereka, yang dapat berupa:
23. Kemungkinan kasus terjadi antara:
- Guru dengan murid
- Murid dengan murid satu sekolah
- Murid dengan murid lain sekolah
- Murid dengan orang luar sekolah
24. ISI KODE ETIK GURU: MENGATUR
NORMA
1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik (16 pokok
bahasan)
2. Hubungan Guru dengan Orang Tua/Wali Siswa (7 pokok
bahasan)
3. Hubungan Guru dengan Masyarakat (8 pokok bahasan)
4. Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat (17
pokok bahasan)
5. Hubungan Guru dengan Profesi (8 pokok bahasan)
6. Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya (8 pokok
bahasan)
7. Hubungan Guru dengan Pemerintah (5 pokok bahasan)
25. Hubungan Guru dengan Peserta Didik
1. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan
tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
2. Guru membimbing peserta didik untuk memahami,
menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya
sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
3. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki
karakteristik secara individual dan masing-masingnya
berhak atas layanan pembelajaran.
4. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan
menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
26. Hubungan Guru dengan Peserta Didik
5. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-
menerus harus berusaha menciptakan, memelihara, dan
mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan
sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta
didik.
6. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi
rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak
kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
7. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap
gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif
bagi peserta didik.
27. Hubungan Guru dengan Peserta Didik
8. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha
profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam
mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk
kemampuannya untuk berkarya.
9. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-
kali merendahkan martabat peserta didiknya.
10. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta
didiknya secara adil.
11. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung
tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
12. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun
dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan
peserta didiknya.
28. Hubungan Guru dengan Peserta Didik
13. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk
melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang
menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan
kesehatan, dan keamanan.
14. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya
untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan
kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan
kemanusiaan.
15. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan
profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang
melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
16. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan
profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan pribadi.
29. Pedoman Kerja antara
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
(POLRI)
dengan
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (PGRI)
Nomor: B/53/XII/2012 dan
Nomor: 1003/UM/PB/XX/2012
Tentang
Mekanisme Penanganan Perkara dan Pengamanan
terhadap Profesi Guru
30. • Tidak menanyakan kesiapan kesehatan, kondisi fisik dan
psikis kepada peserta didik sebelum proses pembelajaran;
• Menyentuh bagian badan yang dianggap pelecehan seksual;
• Alat atau bahan praktek mengenai bagian badan peserta didik;
• Memberikan penjelasan yang mengandung SARA dan politik;.
Dapat mengakibatkan perbuatan tindak pidana
menurut kesalahfahaman atau salah pengertian dari
peserta didik dan atau orang tua/wali pada saat tugas
keprofesian antara lain:
1. Perbuatan Guru Yang Tidak Disengaja
31. Disengaja tetapi rawan mengakibatkan timbulnya tindak pidana
apabila disikapi sepihak dan tidak bijaksana oleh peserta didik
dan atau orang tua/wali/masyarakat, antara lain:
• Memberikan penguatan dengan menepuk pundak, menepuk
punggung, berjabat tangan dan memegang kepala;
• Memberi sanksi berupa fisik maupun psikis;
• Menegakkan tata tertib sekolah yang sudah disepakati;
• Memjelaskan materi pelajaran yang mengandung unsur kesusilaan;
• Membawa peralatan untuk mendukung materi pelajaran;
• Mengadakan les/tambahan pelajaran;
• Memberikan hukuman yang berbeda pada muridnya
2. Perbuatan Guru Yang Rawan Menimbulkan Tindak
Pidana
32. Perbuatan guru yang disengaja yang dapat mengakibatkan
timbulnya tindak pidana, antara lain:
• Melakukan penganiayaan;
• Melakukan pelecehan seksual;
• Melakukan perbuatan tidak menyenangkan;
• Melakukan pencurian barang milik sekolah atau peserta didik;
• Melakukan perusakan barang milik sekolah atau peserta didik;
• Menyuruh peserta didik melakukan tindak pidana;
• Melakukan pungutan tidak sah;
3. Perbuatan Guru Yang Disengaja
33. 4. Perbuatan Guru Dengan Niat
Melakukan Tindak Pidana,
seperti jual beli narkoba, perjudian dan prostitusi
5. Perbuatan Guru tidak sengaja
menimbulkan Tindak Pidana
yang tidak berkaitan dengan
profesinya, seperti kecelakaan lalu lintas
34. No. Pasal Tindak Pidana/Rincian Ancaman Pidana
1 pasal 77 Memperlakukan Anak secara
diskriminatif yang mengakibatkan Anak
mengalami kerugian, baik materiil
maupun moril sehingga menghambat
fungsi sosialnya; atau
Pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
b. memperlakukan Anak Penyandang
Disabilitas secara diskriminatif. (pasal
76A)
TINDAK PIDANA ANAK DAN ANCAMAN PIDANA
MENURUT UU NOMOR 35 TAHUN 2014
35. TINDAK PIDANA ANAK DAN ANCAMAN PIDANA
MENURUT UU NOMOR 35 TAHUN 2014
No. Pasal Tindak Pidana/Rincian Ancaman Pidana
2 Pasal 77 A Setiap Orang yang dengan
sengaja melakukan aborsi
terhadap Anak yang masih dalam
kandungan dengan alasan dan
tata cara yang tidak dibenarkan
oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan (pasal 45A)
Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda
paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
3 Pasal 77B Setiap Orang dilarang
menempatkan, membiarkan,
melibatkan, menyuruh
melibatkan Anak dalam situasi
perlakuan salah dan
penelantaran. (pasal 76B)
Pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda
paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
36. TINDAK PIDANA ANAK DAN ANCAMAN PIDANA
MENURUT UU NOMOR 35 TAHUN 2014
No. Pasal Tindak Pidana/Rincian Ancaman Pidana
4 Pasal 78 Setiap orang yang mengetahui dan sengaja
membiarkan anak dalam situasi darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak
yang berhadapan dengan hukum, anak dari
kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang
tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza),
anak korban penculikan, anak korban
perdagangan, atau anak korban kekerasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal
anak tersebut memerlukan pertolongan dan
harus dibantu
Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
5 Pasal 79 Setiap orang yang melakukan pengangkatan
anak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1),
ayat (2), dan ayat (4)
Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
37. TINDAK PIDANA ANAK DAN ANCAMAN PIDANA
MENURUT UU NOMOR 35 TAHUN 2014
No. Pasal Tindak Pidana/Rincian Ancaman Pidana
6 Pasal 80 Setiap Orang dilarang
menempatkan,
membiarkan, melakukan,
menyuruh melakukan,
atau turut serta melakukan
Kekerasan terhadap Anak.
(Pasal 76C)
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).
(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila
yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.
38. TINDAK PIDANA ANAK DAN ANCAMAN PIDANA
MENURUT UU NOMOR 35 TAHUN 2014
No. Pasal Tindak Pidana/Rincian Ancaman Pidana
7 Pasal 81 Setiap Orang dilarang
melakukan Kekerasan
atau ancaman Kekerasan
memaksa Anak melakukan
persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain
(pasal 76D)
(1) Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak,
pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
39. TINDAK PIDANA ANAK DAN ANCAMAN PIDANA
MENURUT UU NOMOR 35 TAHUN 2014
No. Pasal Tindak Pidana/Rincian Ancaman Pidana
8 Pasal 82 Setiap Orang dilarang
melakukan Kekerasan atau
ancaman Kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat,
melakukan serangkaian
kebohongan, atau membujuk
Anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan
perbuatan cabul (Pasal 76E).
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak,
pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
9 Pasal 83 Setiap Orang dilarang
menempatkan, membiarkan,
melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta
melakukan penculikan,
penjualan, dan/atau perdagangan
Anak. (Pasal 76F)
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76F dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling sedikit Rp60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah).
40. TINDAK PIDANA ANAK DAN ANCAMAN PIDANA
MENURUT UU NOMOR 35 TAHUN 2014
No. Pasal Tindak Pidana/Rincian Ancaman Pidana
10 Pasal 84 Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan
tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
Dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah)
11 Pasal 85 (1) Setiap orang yang melakukan jual beli organ
tubuh dan/atau jaringan tubuh anak
(1) Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
(2) Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan pengambilan organ tubuh dan/atau
jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan
kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang
menggunakan anak sebagai objek penelitian
tanpa seizin orang tua atau tidak mengutamakan
kepentingan yang terbaik bagi anak
(2) Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
41. TINDAK PIDANA ANAK DAN ANCAMAN PIDANA
MENURUT UU NOMOR 35 TAHUN 2014
No. Pasal Tindak Pidana/Rincian Ancaman Pidana
12 Pasal 86 Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
tipu muslihat, rangkaian kebohongan, atau
membujuk anak untuk memilih agama lain bukan
atas kemauannya sendiri, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa anak tersebut belum berakal
dan belum bertanggung jawab sesuai dengan
agama yang dianutnya.
Dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
13 Pasal 86A Setiap Orang dilarang menghalang-halangi Anak
untuk menikmati budayanya sendiri, mengakui dan
melaksanakan ajaran agamanya dan/atau
menggunakan bahasanya sendiri tanpa
mengabaikan akses pembangunan Masyarakat
dan budaya. (pasal 76G)
Setiap Orang yang melanggar
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76G
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/
atau denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
42. TINDAK PIDANA ANAK DAN ANCAMAN PIDANA
MENURUT UU NOMOR 35 TAHUN 2014
No. Pasal Tindak Pidana/Rincian Ancaman Pidana
14 Pasal 87 Setiap Orang dilarang merekrut atau
memperalat Anak untuk kepentingan
militer dan/atau lainnya dan membiarkan
Anak tanpa perlindungan jiwa.
(pasal 76H)
Setiap Orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76H dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
15 Pasal 88 Setiap Orang dilarang menempatkan,
membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan
eksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual terhadap Anak. (pasal 76I)
Setiap Orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76I, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/
atau denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
43. TINDAK PIDANA ANAK DAN ANCAMAN PIDANA
MENURUT UU NOMOR 35 TAHUN 2014
No. Pasal Tindak Pidana/Rincian Ancaman Pidana
16 Pasal 89 (1) Setiap Orang dilarang dengan
sengaja menempatkan,
membiarkan, melibatkan, menyuruh
melibatkan Anak dalam
penyalahgunaan, serta produksi dan
distribusi narkotika dan/atau
psikotropika. (Pasal 76J ayat (1))
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76J ayat (1),
dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang dilarang dengan
sengaja menempatkan,
membiarkan, melibatkan, menyuruh
melibatkan Anak dalam
penyalahgunaan, serta produksi dan
distribusi alkohol dan zat adiktif
lainnya. (Pasal 76J ayat (2))
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76J ayat (2),
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling sedikit Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah)
dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).