Dokumen tersebut membahas prosedur penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) mulai dari penerimaan, pengecekan kelengkapan, perekaman data, pengolahan, hingga penyampaian kepada Wajib Pajak. Dibahas pula perubahan bentuk dan isian SPT Masa PPN menjadi SPT Masa PPN 1111 dan SPT Masa PPN 1111 DM berdasarkan peraturan terbaru."
Untuk memenuhi tugas mata kuliah ASP (Akuntansi Sektor Publik) dengan menganalisis OSP yang menggunakan berbasis akrual yang ada di Kabupaten Bogor yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dan Dinas Peternakan & Perikanan Kabupaten Bogor.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah ASP (Akuntansi Sektor Publik) dengan menganalisis OSP yang menggunakan berbasis akrual yang ada di Kabupaten Bogor yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dan Dinas Peternakan & Perikanan Kabupaten Bogor.
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Instansi Pemerintah Pada Kantor Pusat Palatihan Manajemen Dan Kepemimpinan Pertanian (PPMKP) Ciawi Bogor
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada OSP di BogorDesti Agung Pratiwi
Untuk memenuhi tugas mata kuliah ASP (Akuntansi Sektor Publik) dengan menganalisis OSP yang menggunakan berbasis akrual yang ada di Kabupaten Bogor yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dan Dinas Peternakan & Perikanan Kabupaten Bogor.
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...MutiaRevelianti
Tugas 2 Paper Akuntansi Sektor Publik
4D AKUNTANSI
"PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2017 DENGAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH (SAP)"
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual pada Organisasi Sektor Publik Di...YuditiaVirgiansyah
Tugas Akuntansi Sektor Publik
Paper : Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual pada Organisasi Sektor Publik Dibidang Pemerintahan Kabupaten Bogor.
Prodi Akuntansi
Universitas Pakua
Analisis Penerapan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Instansi Pemerintah Pada Kantor Pusat Palatihan Manajemen Dan Kepemimpinan Pertanian (PPMKP) Ciawi Bogor
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual Pada OSP di BogorDesti Agung Pratiwi
Untuk memenuhi tugas mata kuliah ASP (Akuntansi Sektor Publik) dengan menganalisis OSP yang menggunakan berbasis akrual yang ada di Kabupaten Bogor yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dan Dinas Peternakan & Perikanan Kabupaten Bogor.
PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERA...MutiaRevelianti
Tugas 2 Paper Akuntansi Sektor Publik
4D AKUNTANSI
"PENGARUH PEMERIKSAAN BPK RI ATAS KESESUAIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR TAHUN 2017 DENGAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH (SAP)"
Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual pada Organisasi Sektor Publik Di...YuditiaVirgiansyah
Tugas Akuntansi Sektor Publik
Paper : Analisis Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual pada Organisasi Sektor Publik Dibidang Pemerintahan Kabupaten Bogor.
Prodi Akuntansi
Universitas Pakua
PER:01/PJ/2016 ::: Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT TahunanRoko Subagya
PER:01/PJ/2016 ::: Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan
PER:01/PJ/2016 ::: Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan
PER:01/PJ/2016 ::: Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan
1. TUGAS INDIVIDU
DOSEN
ADMINISTRASI PERPAJAKAN
SRI ZULIARNI S,sos,MBA
ADMINISTRASI PERPAJAKAN
PENGELOLAAN SPT PPN
DISUSUN OLEH:
DESTINA APINI DAULAI
1201111986
ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013
2. KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis
dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "
PENGELOLAAN SPT PPN ", yang menurut saya dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kita untuk mempelajari.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya
buat kurang tepat.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan
semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Pekanbaru, 20 Oktober 2013
‘’penulis’’
3. Daftar isi
Pendahuluan .................................................................................................
SOP penerimaan dan pengolahan STP masa ................................................
analisis perbedaan peredaran usaha pada spt tahunan pajak
penghasilan badan dengan jumlah penyerahan pada spt masa
pajak pertambahan nilai ...............................................................................
STP Tahunan PPh Badan ...............................................................
SPT masa PPN .....................................................................
Tata cara penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan masa pajak
pertambahan nilai (spt masa ppn .............................................................................
kesimpulan ...............................................................................................................
daftar pustaka ..........................................................................................................
4. BAB I
Pendahuluan
Pelaksanaan kewajiban per-pajakan bagi perusahaan terutama Pajak
Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sangat berhubungan
erat, terutama dalam hal penghitungan pendapatan dari kegiatan usaha,
karena berkaitan dengan pe-nentuan besarnya jumlah peredaran usaha dan
besarnya dasar peng-hitungan pajak atas penyerahan barang atau jasa kena
pajak yang harus dilaporkan.
Dalam penghitungan pendapat-an dari kegiatan usaha, terdapat perbedaan antara perlakuan akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan
khususnya mengenai PPN. Dalam buku petunjuk pengisian Surat Pemberi
tahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Badan ditegaskan bahwa
penghitungan pendapatan atau peredaran usaha untuk pelaporan PPh Badan
mengacu pada prinsip akuntansi keuangan Indo-nesia, dengan demikian tidak
boleh terdapat perbedaan antara pendapatan yang dilaporkan di laporan
keuangan dengan pendapatan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh
Badan.
Sedangkan untuk pelaporan SPT PPN, sebagaimana diatur dalam buku
petunjuk pengisian SPT Masa PPN, salah satu yang harus dilaporkan
Analisis Perbedaan Jumlah Peredaran Usaha dan Jumlah Penyerahan.
1.1 SOP Penerimaan dan Pengolahan SPT Masa
A. Deskripsi :
Prosedur operasi ini menguraikan tata cara penerimaan dan pengolahan SPT Masa.
B. Dasar Hukum :
1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 536/KMK.04/2000
tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat
Pemberitahuan s.t.d.d. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
82/KMK.03/2003
2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-207/PJ./2001 tanggal 12 Maret
2001 tentang Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001 tanggal 15 Maret
2001 tentang Keterangan dan atau Dokumen Lain yang Harus Dilampirkan dalam
Surat Pemberitahuan
4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-215/PJ/2001 tanggal 15 Maret
2001 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pemberitahuan
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2006 tanggal 06
Nopember 2006 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
5. C. Surat Edaran Terkait :
1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ.41/2001 tanggal 25 Juni
2001 tentang Kewajiban Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
D. Pihak yang Terkait :
1. Kepala Seksi Pelayanan
2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)
3. Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
4. Pelaksana Seksi Pelayanan
5. Seksi Pemeriksaan
6. Wajib Pajak
E. Formulir yang Digunakan :
1. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)
2. Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD)
F. Dokumen yang Dihasilkan :
1. Bukti Penerimaan Surat (BPS)
2. Surat Penolakan SPT Masa
3. Surat Pengantar Penerusan SPT Masa ke KPP lain
4. Formulir-formulir lain seperti yang disebutkan dalam Lampiran VI Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2006 tanggal 06 Nopember 2006
tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
G. Prosedur Kerja :
1. Wajib Pajak/Pengusaha Kena Pajak menyampaikan SPT Masa baik langsung
maupun melalui Pos/Ekspedisi ke Kantor Pelayanan Pajak.
2. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu menerima SPT Masa yang disampaikan
langsung oleh Wajib Pajak dan SPT Masa yang disampaikan melalui
Pos/Ekspedisi. Untuk SPT Masa Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP lain yang
diterima secara langsung harus ditolak sedangkan yang melalui Pos/Ekspedisi
diteruskan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan Surat
Pengantar.
3. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu mengecek kelengkapan SPT Masa
berdasarkan ketentuan:
a. Untuk SPT Masa lengkap, dilanjutkan dengan merekam data SPT Masa atau
kelengkapannya, menerbitkan BPS/LPAD, menyampaikan langsung atau
mengirimkan BPS ke Wajib Pajak atau kuasanya, menggabungkan LPAD dengan
SPT Masa atau dokumen kelengkapan SPT Masa.
b. Untuk SPT Masa tidak lengkap yang diterima langsung harus ditolak sedangkan
yang melalui Pos/Ekspedisi diteruskan ke Wajib Pajak dengan disertai Surat
Penolakan SPT Tahunan
6. 4. Petugas Tempat Pelayanan Terpadu meneruskan konsep Surat Pengantar
Penerusan SPT ke Kantor Pelayanan Pajak lain dan Surat Penolakan SPT ke Kepala
Seksi Pelayanan, dan meneruskan SPT beserta batch header ke Pelaksana Seksi
Pengolahan Data dan Informasi.
5. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan menandatangani konsep surat yang
diterima. Proses atas surat yang telah ditandatangani dilanjutkan ke SOP Tata Cara
Penatausahaan Dokumen WP dan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP.
6. Pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi mengecek dan mencocokkan
kebenaran fisik SPT Masa apakah telah sesuai dengan isi batch header, merekam
SPT Masa lengkap, dan mengirimkan SPT Masa yang telah direkam ke Seksi
Pelayanan.
7. Account Representative meneliti dan memproses SPT yang terdapat kesalahan
matematis dan/atau terlambat disampaikan/dibayar berdasarkan data hasil
perekaman SPT. Dalam hal terdapat kesalahan matematis, Account Representative
membuat Surat Himbauan (SOP tentang Tata Cara Himbauan Perbaikan Surat
Pemberitahuan) sedangkan dalam hal terjadi keterlambatan
penyampaian/pembayaran SPT dibuatkan STP (SOP tentang Tata Cara Penerbitan
Surat Tagihan Pajak (STP)).
8. Pelaksana Seksi Pelayanan menerima SPT yang sudah direkam dari Pelaksana
Seksi Pengolahan Data dan Informasi dan menatausahakan SPT Masa. SPT Masa
LB yang meminta pengembalian dikirim ke Seksi Pemeriksaan dan ditindaklanjuti
dengan SOP Tata Cara Pemeriksaan.
9. Proses Selesai.
H. Jangka Waktu Penyelesaian :
1. Penilaian kelengkapan SPT harus diselesaikan dalam jangka waktu:
a. pada saat diterima, dalam hal SPT disampaikan langsung oleh PKP
b. selambat-lambatnya 3 hari kerja setelah diterima, dalam hal SPT disampaikan
melalui kantor pos secara tercatat atau perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan
jasa kurir
2. Pengiriman Surat penolakan SPT Masa PPN atau SPT yang tidak lengkap
melalui kantor pos secara tercatat atau perusahaan jasa ekspedisi atau perusahaan
jasa kurir, dilakukan selambat-lambatnya 4 hari kerja sejak tanggal diterimanya
SPT
3. Penelitian kebenaran formal SPT harus diselesaikan paling lambat 7 hari kerja
sejak SPT lengkap diterima, kecuali untuk SPT yang akan dilakukan pemeriksaan,
penilaian kebenaran formal SPT dilakukan sesuai hasil pemeriksaan
Sehubungan dengan adanya perubahan dan penyempurnaan SPT Masa PPN
menjadi SPT Masa PPN 1111 dan SPT Masa PPn 1111 DM, maka Direktorat
Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 44/PJ/2010 mengenai
Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) tanggal 06
Oktober 2010 yang ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor 98/PJ/2010
tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 44/PJ/2010 tentang
7. Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) tanggal 06
Oktober 2010. Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan dan diberlakukan untuk pengisian dan pelaporan SPT Masa PPN mulai
Masa Pajak Januari 2011.
Pada awal bulan Januari 2011 tepatnya tanggal 11 Januari 2011, Direktur jenderal
Pajak mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 2/PJ/2011 tentang Tata Cara
Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
(SPT Masa PPN). Dalam peraturan tersebut, ditegaskan mengenai SPT Masa PPN
1111 dan 1111 DM sebagai berikut :
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut dengan SPT adalah:
a. Bagi PKP yang melaporkan tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen
(Faktur Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur
Pajak dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada setiap Lampiran SPT dalam 1
(satu) Masa Pajak adalah SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard copy)
atau dalam bentuk data elektronik
b. Bagi PKP yang melaporkan lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur
Pajak/dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak
dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan) pada salah satu Lampiran SPT dalam 1
(satu) Masa Pajak adalah SPT Masa PPN dalam bentuk data elektronik;
c. Bagi Pemungut PPN adalah SPT Masa PPN dalam bentuk formulir kertas (hard
copy) atau dalam bentuk data elektronik.
Lampiran SPT:
a. Bagi PKP yang tidak menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak
masukan adalah Formulir 1111 AB, Formulir 1111 A1, Formulir 1111 A2,
Formulir 1111 B1, Formulir 1111 B2, dan Formulir 1111 B3;
b. Bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak
masukan adalah Formulir 1111 A DM dan Formulir 1111 R DM;
c. Bagi Pemungut PPN adalah Lampiran 1 SPT dan Lampiran 2 SPT.
SPT dianggap lengkap adalah SPT yang semua elemen SPT Induk dan semua
Lampiran yang dipersyaratkan telah diisi dan disampaikan dengan lengkap serta
ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
e-SPT adalah aplikasi pengisian SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
Data elektronik adalah data SPT Masa PPN yang dihasilkan dari e-SPT.
Media elektronik adalah sarana penyimpanan data elektronik yang dapat
digunakan untuk memindahkan data dari suatu komputer ke komputer lainnya,
antara lain flash disk dan Compact Disc (CD).
Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider) yang selanjutnya disebut
dengan ASP adalah perusahaan yang telah ditunjuk dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak sebagai perusahaan yang dapat menyalurkan penyampaian SPT
Masa PPN secara elektronik ke Direktorat Jenderal Pajak.
e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan secara on-line yang
real time melalui laman Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) atau ASP.
Tanda Terima SPT adalah Bukti Penerimaan Surat yang selanjutnya disebut
dengan BPS, yang dihasilkan dari menu penerimaan SPT untuk disampaikan
8. kepada PKP atau Pemungut PPN.
PKP atau Pemungut PPN menyampaikan SPT dengan kelengkapan sebagai
berikut:
a. Bagi PKP yang tidak menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak
masukan, SPT terdiri dari:
1) Induk SPT Masa PPN 1111 - Formulir 1111 (F.1.2.32.04);
2) Formulir 1111 AB - Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D.1.2.32.07);
3) Formulir 1111 A1 - Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud
dan/atau JKP (D.1.2.32.08);
4) Formulir 1111 A2 - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri
dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09);
5) Formulir 1111 B1 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor
BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean
(D.1.2.32.10);
6) Formulir 1111 B2 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas
Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11)
7) Formulir 1111 B3 - Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atau
yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12)
b. Bagi PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak
masukan, SPT terdiri dari:
1) Induk SPT Masa PPN 1111 DM - Formulir 1111 DM (F.1.2.32.05);
2) Formulir 1111 A DM - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri
Dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.13); dan
3) Formulir 1111 R DM - Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan JKP oleh
PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
(D.1.2.32.14).
c. Bagi Pemungut PPN, SPT terdiri dari:
1) Induk SPT - Formulir 1107 PUT (F.1.2.32.02);
2) Lampiran 1 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Bendaharawan
Pemerintah - Formulir 1107 PUT 1 (D.1.2.32.03); dan
3) Lampiran 2 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Selain Bendaharawan
Pemerintah - Formulir 1107 PUT 2 (D.1.2.32.04).
(2) SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. huruf a atau huruf b wajib diisi oleh setiap PKP;
b. huruf c wajib diisi oleh setiap Pemungut PPN sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
(3) SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan lampiranlampiran lainnya yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
SPT dapat berbentuk:
a. formulir kertas (hard copy)
b. data elektronik, yang disampaikan :
1) dalam media elektronik
9. 2) melalui e-Filing
SPT dapat disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN dengan cara manual, yaitu:
a. disampaikan langsung ke KPP atau KP2KP atau
b. disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, dengan bukti
pengiriman surat, ke KPP atau KP2KP.
Dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk media elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1), PKP atau Pemungut PPN harus
menggunakan e-SPT dan Induk SPT tetap disampaikan dalam bentuk formulir
kertas (hard copy).
Penyampaian SPT dengan cara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah penyampaian SPT yang Induk SPT-nya disampaikan dalam bentuk formulir
kertas (hard copy), sedangkan Lampiran SPT dapat disampaikan dalam bentuk
formulir kertas (hard copy) atau dalam bentuk media elektronik.
SPT dianggap tidak lengkap apabila:
1. Nama dan/atau NPWP tidak dicantumkan dalam SPT;
2. Elemen-elemen Induk SPT dan Lampiran SPT sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 tidak atau kurang lengkap diisi;
3. Induk SPT tidak ditandatangani oleh PKP atau Pemungut PPN;
4. Induk SPT ditandatangani oleh Kuasa PKP atau Kuasa Pemungut PPN, tetapi
tidak dilampiri Surat Kuasa Khusus;
5. SPT Kurang Bayar tetapi tidak dilampiri Surat Setoran Pajak/bukti Pbk;
6. SPT yang Lampiran SPT dan lampiran-lampiran lainnya yang dipersyaratkan
tidak disampaikan, kecuali tidak ada data yang dilaporkan dalam Lampiran SPT
tersebut;
7. SPT disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy) oleh PKP yang wajib
menyampaikan SPT dalam bentuk media elektronik (e-SPT) sesuai peraturan
perundangan-undangan perpajakan.
8. Dalam hal SPT disampaikan dalam bentuk media elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 1) berdasarkan pengujian data,
diketahui:
a. induk SPT hasil cetakan yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tanpa
disertai Lampiran SPT dalam bentuk media elektronik;
b. induk SPT hasil cetakan yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tidak
sesuai dengan Induk SPT yang ada dalam bentuk media elektronik;
c. elemen-elemen data elektronik dalam bentuk media elektronik yang disampaikan
oleh PKP atau Pemungut PPN tidak diisi atau diisi tidak lengkap;
d. data elektronik dalam bentuk media elektronik yang disampaikan oleh PKP atau
Pemungut PPN tidak dapat diproses pada sistem informasi Direktorat Jenderal
Pajak.
Terhadap SPT Lengkap yang disampaikan secara langsung diberikan tanda bukti
penerimaan SPT setelah dilakukan proses penelitian dan/atau pengujian data.
Terhadap SPT yang disampaikan secara tidak langsung melalui pos/perusahaan jasa
ekspedisi/jasa kurir dengan tanda bukti pengiriman surat, tanda bukti pengiriman
surat dianggap sebagai tanda bukti penerimaan SPT dan tanggal penerimaan SPT.
10. Dalam hal pengujian data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 8 belum
dapat dilakukan karena sarana komputer tidak berfungsi atau tempat penerimaan
SPT belum dilengkapi dengan sarana pengujian data (SPT loader), terhadap SPT
tersebut yang disampaikan secara langsung oleh PKP atau Pemungut PPN
diberikan tanda bukti penerimaan SPT.
Tanda bukti penerimaan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dianggap sah, apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal tanda
bukti penerimaan SPT, KPP atau KP2KP tidak menerbitkan Surat Penolakan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak
ini.
KPP atau KP2KP yang bersangkutan wajib menolak:
a. SPT Tidak Lengkap yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN dengan
cara manual
b. SPT yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tetapi tidak sesuai dengan
SPT
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku maka Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2006 tentang tata cara penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
tetap berlaku, sepanjang digunakan untuk pelaporan SPT Masa PPN sampai dengan
Masa Pajak Desember 2010.
oleh Wajib Pajak PPN atau yang biasa disebut dengan Pengusaha
Kena Pajak (PKP) adalah seluruh penerimaan atas penyerahan Barang Kena
Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) baik yang terutang PPN maupun
tidak terutang PPN. Hal ini sejalan dengan salah satu karakteristik PPN yang
merupakan pajak objektif, yaitu merupakan suatu jenis pajak yang timbulnya
kewajiban pajak ditentukan oleh faktor kondisi objektifnya, yaitu keadaan,
peristiwa atau perbuatan hukum (Ikatan Akuntan Indonesia 2006). Lebih lanjut
penda-patan dari transaksi penyerahan BKP dan JKP yang dilaporkan PKP
dalam suatu periode terkait dengan aturan mengenai kapan harus diakuinya
pendapatan tersebut. Sesuai dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000
tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang
melakukan penyerahan BKP dan JKP, atau bukti pungutan pajak karena
impor BKP yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Dengan demikian, maka saat pengakuan pendapatan yang akan dilaporkan
PKP tergantung dari aturan mengenai kapan saat pembuatan faktur pajak.
Mengacu pada aturan yang ada, pelaporan jumlah pendapatan dalam
penghitungan PPh Badan dan PPN secara garis besar akan sama untuk jenis
usaha tertentu. Keadaan ini ada kalanya tidak sama, perbedaan yang timbul
biasanya berkaitan dengan perbedaan pengakuan pendapatan dan faktorfaktor lain yang mempenga-ruhinya baik menurut aturan akuntansi keuangan
maupun menurut peraturan perpajakan. Dalam menentukan kebe-naran
11. jumlah pengakuan pendapatan tersebut, fiskus, dalam hal ini pemeriksa
pajak, akan membandingkan dengan melakukan ekualisasi antara jumlah
peredaran usaha pada SPT PPh Badan dengan jumlah penyerahan dalam
SPT PPN, sebagaimana dinyatakan dalam Surat Edaran Direktur Jendral
Pajak Nomor SE–04/PJ.7/2003 tentang Penyederhanaan Pemeriksaan SPT
PPN Lebih Bayar dari PKP Tertentu, huruf C nomor 6.
Dalam surat edaran tersebut tersirat bahwa Wajib Pajak, terutama untuk
bidang usaha tertentu yang hampir selalu mengalami lebih bayar dalam
pelaporan PPN nya, sebaiknya memahami hal ini. PT. Totoku Toryo
Indonesia (selanjutnya disebut PT TTI), adalah wajib pajak yang bergerak di
bidang manufaktur penghasil pewarna lapisan kabel (insulating varnish for
wire) yang sebagian besar produknya diekspor. Hal ini menyebabkan Pajak
Masukan yang lebih besar dari Pajak Keluaran, sehingga selalu mengalami
Lebih Bayar. Keadaan Lebih Bayar pada SPT PPN ini, menyebabkan
perusahaan selalu akan diperiksa oleh fiskus. Pemeriksaan sederhana yang
dilakukan oleh fiskus adalah atas jumlah per-edaran usaha menurut SPT PPh
Badan dan jumlah penyerahan pada SPT PPN.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumya, adanya perbedaan dalam
pelaporan jumlah pendapatan pada SPT PPh dan SPT PPN tidak selalu
meru-pakan indikasi adanya kesalahan atau kecurangan dalam pelaporan
SPT. Adakalanya jumlah pendapatan yang harus dilaporkan dalam masing
masing jenis pajak tersebut berbeda, diakibat-kan adanya perbedaan aturan
untuk masing masing jenis pajak tesebut. Oleh karena itu, apabila terdapat
perbedaan dalam pelaporan jumlah pendapatan pada SPT PPh dan SPT
PPN, fiskus ingin mengetahui faktor faktor penyebab terjadinya perbedaan
tersebut. Analisis dari faktor faktor penyebab perbedaan inilah yang kemudian
akan dijadikan dasar dalam melakukan koreksi, yaitu apabila di antara faktor
faktor penyebab perbedaan tersebut terdapat unsur pelanggaran terhadap
ketentuan peru-ndang-undangan yang mengaturnya.
Penelitian ini menganalisis perbedaan jumlah peredaran usaha yang
dilaporkan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan Hukum dengan
jumlah penyerahan yang dilaporkan pada SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai, mengambil studi
1.2 Analisis Perbedaan Peredaran Usaha pada SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Badan dengan Jumlah Penyerahan pada SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai
1. SPT Tahunan PPh Badan
Pengertian SPT menurut Pasal 1 huruf f Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28
tahun 2007 menyebutkan bahwa Surat Pemberi tahuan atau SPT adalah
Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
12. dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan
atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan per-undang-undangan
perpajakan.
Pada Penjelasan Atas Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang KUP
pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa fungsi SPT bagi Wajib Pajak Peng-hasilan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung
2 . SPT Masa PPN
Pada Penjelasan Atas Undang-undang No. 28 tahun 2007 tentang KUP
pasal 3 ayat 1 juga disebutkan bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi
SPT adalah sebagai sarana untuk memperoleh dan mempertanggung
jawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang :
.
pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Format SPT Masa PPN sebagai sarana bagi Pengusaha Kena Pajak
melaporkan pemenuhan kewajiban perpajakannya, dalam hal ini PPN telah
mengalami beberapa kali mengalami perubahan. Format SPT untuk
pelaporan PPN diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak No. 12/PJ/1995
Tentang Bentuk Dan Isi Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN)
dan SPT Masa PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Yang
Menggunakan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Dalam PER
tersebut disebutkan bahwa Pelaporan PPN menggunakan Formulir 1195
beserta lampiran lampirannya. Penggunaan formulir 1195 ini efektif berlaku
mulai 1 Januari 1995.
Pada tanggal 15 September 2005,
Direktur Jendral Pajak meng-eluarkan peraturan nomor PER 145/ PJ./2005,
Tentang Bentuk Isi Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberi tahuan
Masa PPN sebagai pengganti PER No. 12/PJ/1995. Dalam PER
145/PJ./2005 disebutkan bahwa Pela-poran PPN menggunakan Formulir
1106 beserta lampiran lampirannya. Peng-gunaan formulir 1106 ini efektif
berlaku mulai 1 Januari 2006.
Dalam perkembangan, Dirjen Pajak merasa perlu menunda pelak-sanaan
PER 145/ PJ./2005 yang semula ditetapkan efektif 1 Januari 2005 menjadi
31 Desember 2006 dengan mengeluarkan PER-166/PJ./2005 ten-tang
Penundaan Berlakunya PER -145/PJ/2005.
Pada tanggal 29 September 2006, sebelum PER 145/PJ./2005 efektif
berlaku, Dirjen Pajak mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak No
146/PJ./2006 Tentang Bentuk Isi Dan Tata Cara Penyampaian Surat
13. Pemberitahuan Masa PPN. Dalam PER tersebut dinya-takan bahwa PER
tersebut merupakan pengganti PER 145/PJ./2005 dan PER 145/PJ./2005
dinyatakan tidak berla-ku.Dalam PER No. 146/PJ./2006 dise-butkan bahwa
pelaporan PPN meng-gunakan Formulir 1107 beserta lampiran
lampirannya. Penggunaan formulir 1107 ini efektif berlaku mulai 1 Januari
2007.
1.3 Tata cara penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan masa pajak
pertambahan nilai (spt masa ppn)
Menimbang :
a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 185/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat
Pemberitahuan;
b.
bahwa untuk memperlancar pelaksanaan tugas penerimaan dan pengolahan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sehubungan dengan adanya
perubahan dan penyempurnaan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai beserta Lampirannya;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara
Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
(SPT Masa PPN);
Mengingat :
1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999);
2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
3.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.03/2007 tentang Tata Cara
Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan;
14. 4.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-147/PJ/2006 tentang Bentuk,
Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pemungut PPN;
5.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2010 tentang Bentuk,
Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN);
6.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 tentang Bentuk,
Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang
Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan;
15. KESIMPULAN
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Format SPT Masa PPN sebagai sarana bagi Pengusaha Kena Pajak
melaporkan pemenuhan kewajiban perpajakannya, dalam hal ini PPN telah
mengalami beberapa kali mengalami perubahan. Format SPT untuk
pelaporan PPN diatur dengan Peraturan Dirjen Pajak No. 12/PJ/1995
Tentang Bentuk Dan Isi Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN)
dan SPT Masa PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Yang
Menggunakan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak